SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK"

Transkripsi

1 Putusan Nomor : 72764/PP/M.XVA/16/2016 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi Pajak yang dapat diperhitungkan PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2010 sebesar Rp ,00; Menurut Terbanding : bahwa dalam Pasal 16B Undang-Undang PPN tidak pernah disyaratkan bahwa harus terjadi penyerahan BKP terlebih dahulu agar Pajak Masukannya dapat dikreditkan. Anak kalimat yang berbunyi "yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai" adalah semata berfungsi sebagai keterangan atas Barang Kena Pajak dimana Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan. Hal yang sama juga berlaku untuk pengkreditan Pajak Masukan, yaitu tidak perlu menunggu terjadi penyerahan BKP agar Pajak Masukan-nya bisa dikreditkan. Pengusaha Kena Pajak yang memiliki kegiatan usaha terpadu (integrated) sama-sama tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang terkait untuk memperoleh Barang Kena Pajak yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan Pengusaha Kena Pajak ataupun petani yang hanya memiliki satu kegiatan usaha untuk menghasilkan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN; Menurut Pemohon Banding : bahwa mengingat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Pemohon Banding sebagai hasil pemeriksaan pajak Tahun 2010 diterbitkan untuk masa pajak Januari s/d Desember (12 buah SKPKB), menurut kami koreksi perhitungan kembali PPN Masukan Pemohon Banding Tahun 2010 sebesar Rp ,00 (sesuai ketentuan PMK-78/PMK.03/2010 atas koreksi Pajak Masukan yang dilakukan Terbanding (Pemeriksa) berupa koreksi PPN Masukan atas perolehan BKP atau JKP yang nyatanyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS) yaitu Pupuk dan Bahan Kimia sebesar Rp ,00) diperhitungkan pada SKPKB Masa Desember 2010 dan koreksi Rp ,00 yang diperhitungkan dalam Masa Pajak Desember 2010 sebagaimana kami uraikan diatas, tersebut diatas secara implisit telah disetujui oleh Terbanding. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan diperhitungkannya nilai koreksi sebesar Rp ,00 (sebagaimana perhitungan pada butir 8 diatas) dalam SKPKB Masa Desember 2010; Menurut Majelis : bahwa sengketa yang terjadi adalah sengketa Kredit Pajak berupa Pajak Masukan sebesar Rp ,00 yang menurut Terbanding tidak dapat dikreditkan sedangkan menurut Pemohon Banding dapat dikreditkan; bahwa terhadap sengketa banding atas koreksi Pajak Masukan ini sebesar Rp ,00 Majelis berpendapat sebagai berikut : bahwa Pemohon Banding memiliki dua unit kegiatan (terpadu/integrated) yang menghasilkan dua macam produk yang berbeda dimana produk yang satu menjadi bahan baku produk yang lain, yaitu: a) Unit kebun yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit (BKP yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN), dan b) Unit pabrik yang memproduksi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK) (BKP yang terutang PPN); bahwa Pemohon Banding menjual hasil olahannya yaitu Crude Palm Oil (CPO), PKO, dan hasil olahan lainnya yang merupakan BKP (Barang Kena Pajak), sehingga penyerahannya terutang PPN; bahwa atas penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang perkebunan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit, dibebaskan dari pengenaan

2 PPN sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (1) huruf b UU PPN jo. Pasal 2 ayat (2) huruf c dan Pasal 1 angka 2 huruf a PP-31 dan Pajak Masukan terkait dengan kebun tersebut dikoreksi Terbanding dengan pertimbangan bahwa perkebunan tersebut menghasilkan barang strategis (berupa Tandan Buah Segar) yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana ketentuan PP Nomor 12 Tahun 2001 jo. PP Nomor 31 Tahun 2007; bahwa berdasarkan keterangan Para Pihak (Terbanding dan Pemohon Banding), dapat diketahui bahwa Pemohon Banding merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang juga memiliki pabrik Kelapa Sawit; bahwa Terbanding melakukan koreksi PPN Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang menghasilkan barang kena pajak berupa hasil perkebunan yang merupakan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis dan atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN; bahwa Terbanding berpendapat unit/kegiatan kebun Pemohon Banding yang menghasilkan kelapa sawit (tandan buah segar), yang mana pada kelapa sawit tersebut melekat fasilitas/perlakuan khusus yaitu Kelapa Sawit merupakan Barang Kena Pajak strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Dengan demikian seluruh pajak masukan atas perolehan BKP yang semata-mata diperuntukkan untuk kebun yang menghasilan Kelapa Sawit tersebut, seluruh pajak masukan kebun tersebut tidak dapat dikreditkan; bahwa sesuai Pasal 16B ayat (3) UU PPN, Terbanding berpendapat bahwa seluruh Pajak Masukan atas jasa land clearing, bibit, pupuk, dan jasa-jasa lain serta bahan-bahan yang berkaitan dengan unit/divisi yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit (BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN), tidak dapat dikreditkan tanpa memperhatikan adanya penyerahan BKP tersebut kepada pihak ketiga; bahwa Pemohon banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding dengan alasan perpindahan bahan baku (Tandan Buah Segar) dari kebun Pemohon Banding kepada pabrik Crude Palm Oil (CPO) Pemohon Banding belum/bukan merupakan penyerahan. Penyerahan terjadi pada saat Pemohon Banding menjual Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya kepada pihak lain. Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya merupakan Barang Kena Pajak yang penyerahannya terutang PPN, sehingga Pajak Masukan untuk perolehan BKP/JKP kebun dapat dikreditkan seluruhnya; bahwa atas penyerahan TBS yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang perkebunan kelapa sawit, dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (1) huruf b UU PPN jo. Pasal 2 ayat (2) huruf c dan Pasal 1 angka 2 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007; bahwa Pajak Masukan atas jasa land clearing, bibit, pupuk, dan jasa-jasa lain serta bahan-bahan yang dibayar untuk perolehan TBS, tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (3) UU PPN; bahwa dalam proses pemeriksaan dan keberatan, antara lain diketahui bahwa Terbanding dapat memisahkan atau mengetahui dengan pasti Pajak Masukan yang digunakan untuk: Unit/divisi perkebunan (kelapa sawit); Unit/divisi pengolahan (kelapa sawit) bahwa dalam hal bagian penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Wajib Pajak, maka jumlah Pajak Masukan yang

3 tidak dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 9 ayat (5) UU PPN; bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang tidak Terutang Pajak merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 9 ayat (6) UU PPN, namun demikian ketentuan dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan tersebut terutama pada bagian angka romawi I (Pengertian Umum) huruf a merupakan pengaturan yang sejalan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (5) UU PPN; bahwa berdasarkan ketentuan lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tersebut, diketahui bahwa Pajak Masukan atas pupuk, pestisida, traktor, dan sebagainya yang nyata-nyata digunakan untuk unit/divisi perkebunan kelapa sawit yang atas penyerahan unit/divisi tersebut dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; bahwa Terbanding berpendapat maksud frase yang atas penyerahannya pada angka romawi I huruf a lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tersebut adalah yang apabila diserahkan. Oleh karena itu, dalam konteks Pasal ini tidak diartikan Wajib Pajak harus melakukan penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai (kepada pihak lain). Sesuai dengan ketentuan pada lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 dinyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) misalnya adalah Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan jagung, jagung adalah bukan BKP), dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung adalah BKP). Dalam ketentuan tersebut tidak disyaratkan adanya penyerahan jagung kepada pihak lain; bahwa berdasarkan uraian di atas, permasalahan pokok sengketa a quo adalah sengketa yuridis yaitu: Apakah pengkreditan pajak masukan sengketa a quo harus memperhatikan adanya penyerahan BKP? Pembahasan A. Latar Belakang Kebijakan Pengkreditan Pajak Masukan Pada Perusahaan Kelapa Sawit Terpadu, bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, maka hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan terutang pajak berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia menganut negative list, yaitu dimana hanya mengatur apa saja yang tidak dikenakan pajak dan selebihnya berarti dikenakan pajak; bahwa berdasarkan Pasal 4A Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Pasal 4A ayat (2) poin (a), jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut: barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 yang mengatur tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, pada Pasal 2 ayat (2) huruf (c) menyebutkan bahwa yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah penyerahan di dalam daerah pabean barang hasil pertanian yang dilakukan oleh petani atau kelompok tani; bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 kemudian mengalami perubahan pada tahun 2003 dan kemudian diubah terakhir pada Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang pada Pasal 1 ayat (2) huruf (a) menyebutkan bahwa barang hasil

4 pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintahan; bahwa kegiatan produksi Tandan Buah Segar (TBS) Sawit dapat dilakukan baik oleh petani maupun oleh pengusaha kelapa sawit, dimana petani tidak termasuk dalam sistem PPN (Bukan PKP) di Indonesia, karena dengan tujuan untuk penyederhanaan administrasi, petani dianggap mempunyai penghasilan yang berada di bawah batas untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, dan produksi Tandan Buah Segar (TBS) kemudian dapat dilakukan juga oleh pengusaha kelapa sawit yang termasuk ke dalam kategori Pengusaha Kena Pajak; bahwa petani dan pengusaha kelapa sawit menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) walaupun petani adalah non-pengusaha Kena Pajak dan pengusaha adalah Pengusaha Kena Pajak, sehingga kemudian terdapat perbedaan perlakuan PPN antara petani dan pengusaha kelapa sawit, dimana Petani tidak perlu mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak untuk mendapatkan Nomor Pengusaha Kena Pajak (NPKP) dan tidak perlu melaksanakan kewajiban perpajakan tetapi pengusaha kelapa sawit harus mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak dan harus melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang yang berlaku; bahwa perusahan kelapa sawit terbagi menjadi beberapa jenis yaitu perusahaan kelapa sawit tidak terpadu (non-integrated) dan perusahaan kelapa sawit terpadu (integrated). Perusahaan kelapa sawit tidak terpadu hanya melakukan kegiatan penyerahan baik itu hanya Tandan Buah Segar (TBS) atau Crude Palm Oil (CPO) saja, sedangkan perusahaan kelapa sawit terpadu sendiri terbagi menjadi dua jenisnya, yaitu perusahaan yang melakukan kegiatan penyerahan berupa Tandan Buah Segar (TBS) dan Crude Palm Oil (CPO) kemudian ada juga jenis yang hanya melakukan penyerahan Crude Palm Oil (CPO); bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001, TBS termasuk ke dalam kriteria barang strategis yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN. Fasilitas yang diberikan berupa pembebasan TBS dari pungutan pajak mengakibatkan pajak masukan yang telah dibayar dalam rangka menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) tidak dapat dikreditkan. Hal ini tidak mempunyai pengaruh apapun bagi petani karena bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak yang harus melakukan kewajiban perpajakan sehingga tidak memerlukan pajak masukan untuk dikreditkan dengan Pajak Keluarannya; bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Pasal (2) ayat (2) huruf (c) yang berisikan atas penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) angka (1) huruf c oleh petani dan kelompok petani, penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang dilakukan oleh petani kelapa sawit termasuk ke dalam penyerahan barang yang bersifat strategis dan dibebaskan dari pengenaan pajak. Karena di dalam peraturan tersebut hanya menyebutkan kata petani membuat perusahaan kelapa sawit yang melakukan penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) terhitung tidak mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak dan atas pajak masukan yang telah dibayar sebelumnya dalam rangka pembelian input untuk menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) dapat dikreditkan; bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007, dimana perubahan peraturan ini mempunyai dampak yang besar bagi pengusaha kelapa sawit, khususnya pengusaha kelapa sawit terpadu. Pada Pasal 2 ayat (2) huruf c hanya menyebutkan bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka (1) huruf (c) dibebaskan dari pengenaan Pajak

5 Pertambahan Nilai) yang berarti baik petani maupun pengusaha yang melakukan penyerahan barang strategis yang dalam hal ini adalah TBS akan dibebaskan dari pengenaan pajak. Permasalahan timbul ketika Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007:... frase petani hilang sehingga secara tidak langsung berefek ke pengusaha. bahwa kata petani yang kemudian pada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tidak digunakan lagi menimbulkan arti yang berbeda dari peraturan sebelumnya, dan mempunyai arti bahwa siapa saja yang melakukan penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) maka pajak masukannya tidak dapat dikreditkan; bahwa perusahaan kelapa sawit terpadu menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang kemudian langsung digunakan sebagai bahan baku pembuatan Crude Palm Oil (CPO). Terdapat pemisahan pajak masukan yang digunakan untuk menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) dan pajak masukan yang digunakan untuk menghasilkan Crude Palm Oil (CPO); B. Historis Peraturan Perlakuan PPN Pengusaha Kelapa Sawit Terpadu Peraturan Mengenai Barang Strategis Dan Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 Tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Pertimbangan Dibuatnya Peraturan Yang Bersangkutan Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16B Undangundang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang No.18 Tahun 2000, dan dalam rangka mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang-barang yang bersifat strategis, serta setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; Bahwa dalam rangka mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, khususnya di bidang pertanian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai a. bahwa dalam rangka mewujudkan tersedianya kebutuhan dasar masyarakat berupa rumah layak huni dengan harga yang terjangkau, Pemerintah telah mencanangkan program penyediaan/ pembangunan rumah susun sederhana milik; b. bahwa untuk mendukung penyediaan/ pembangunan rumah susun sederhana milik sebagaimana dimaksud pada huruf a di kawasan perkotaan, untuk mendorong pembangunan nasional, perlu diberikan perlakuan perpajakan yang bersifat khusus di

6 bidang Pajak Pertambahan Nilai; c. bahwa untuk memberikan perlakuan yang sama kepada semua pengusaha, maka ketentuan mengenai kemudahan dalam kewajiban perpajakan bagi pengusaha yang menyerahkan barang kena pajak tertentu yang berupa listrik, air dan barang hasil pertanian tidak diperlukan lagi; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai bahwa berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pengusaha kelapa sawit terpadu juga mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak atas penyerahan Tandan Buah Segar (TBS). Walaupun UU PPN telah menjelaskan barang apa saja yang tidak terutang pajak, tetapi kemudian diperjelas kembali melalui Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 yang kemudian diubah terakhir menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 bahwa barang yang diambil langsung dari alam dan belum diolah lebih lanjut dikategorikan sebagai barang yang bersifat strategis dan penyerahannya dibebaskan dari pengenaan pajak. Sehingga perusahaan kelapa sawit baik yang tidak terpadu maupun terpadu akan ikut mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak dan tidak bisa mengkreditkan pajak masukan atas barang yang bersifat strategis; bahwa dilihat dari historis kebijakan mengenai barang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN dan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha yang melakukan penyerahan barang yang terutang pajak dan yang tidak terutang pajak, kaitkan dengan konsep PPN seperti exemption goods. Terlihat bahwa kebijakan-kebijakan yang diberikan pemerintah kepada pengusaha kelapa sawit terpadu dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk memberikan perlakuan yang sama (equal treatment) kepada petani yang melakukan penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang berada di luar sistem PPN. Pemerintah berharap perlakuan yang sama ini akan menambah daya saing petani dalam dunia usaha; bahwa penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang bersifat strategis dan atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan pajak dapat dilakukan oleh petani maupun perusahaan kelapa sawit. Dari konsep exempt goods yang dikemukakan oleh Tait, semua Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak bisa saja dikenakan pajak bisa dibebaskan dari pengenaan pajak. Pengusaha yang hanya melakukan penyerahan barang yang dibebaskan dari pengenaan pajak tidak perlu mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (Tait, 1988:50); bahwa petani kelapa sawit yang bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak tidak perlu melakukan kewajiban perpajakan sehingga tidak diperlukan adanya penyediaan pelayanan perpajakan untuk petani. Dapat terlihat secara jelas bahwa pembebasan pajak membantu menyederhanakan administrasi pajak (Tait, 1988:50). Jika

7 penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang dibebaskan dari pengenaan pajak tersebut dilakukan oleh petani kelapa sawit, maka fasilitas tersebut memang membantu menyederhanakan administrasi pajak karena mereka bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak; bahwa Tandan Buah Segar merupakan produk akhir sektor pertanian kelapa sawit. Tandan Buah Segar dihasilkan dari kegiatan pertanian tanpa melalui proses lebih lanjut oleh petani kelapa sawit. Barang hasil dari kegiatan pertanian tersebut yang langsung dijual oleh petani kelapa sawit tidak dikenakan PPN sehingga petani tidak perlu mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak dan administrasi pajak menjadi sederhana; bahwa bilamana pengusaha kelapa sawit boleh mengkreditkan pajak masukannya yang telah dibayar untuk menghasilkan TBS maka pengusaha tidak menanggung pajak masukan di dalam perhitungan biaya. Di sisi lain, petani yang tidak dapat mengkreditkan pajak masukannya menanggung pajak masukan yang terdapat di biaya; bahwa Crude Palm Oil (CPO) merupakan barang kena pajak yang atas penyerahannya dikenakan PPN. Penghitungan besarnya PPN yang terutang dapat dilakukan dengan metode PK-PM. Bagi perusahaan kelapa sawit terpadu yang menghasilkan inputnya sendiri berupa Tandan Buah Segar (TBS) sebelumnya harus menghitung besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan; bahwa besarnya jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh perusahaan kelapa sawit terpadu, jika seluruhnya dapat dikreditkan maka mengakibatkan muculnya disparitas dengan petani kelapa sawit. Melihat adanya disparitas yang timbul akibat pengusaha yang dapat mengkreditkan seluruh pajak masukannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa untuk menghilangkan disparitas tersebut perusahaan kelapa sawit terpadu hanya boleh mengkreditkan pajak masukannya sebagian, yaitu pajak masukan yang telah dibayar untuk proses menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), sedangkan pajak masukan untuk menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) tidak dapat dikreditkan; C. Kebijakan Pengkreditan Pajak Masukan Pada Pengusaha Kelapa Sawit Terpadu Ditinjau Dari Konsepsi Exemption Goods bahwa kebijakan pengkreditan pajak masukan pada perusahaan kelapa sawit terpadu jika ditinjau dari konsep exemption akan menimbulkan isu yang tidak senada dengan prinsip pengkreditan pajak masukan pada sistem PPN. Pajak masukan yang telah dibayar untuk hal yang berkaitan dengan kegiatan usaha seharusnya dapat dikreditkan, tetapi karena terdapat penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang dibebaskan dari pengenaan kena pajak pada proses menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) yang merupakan barang kena pajak maka terdapat sejumlah Pajak Masukan yang tidak bisa dikreditkan oleh pengusaha kelapa sawit terpadu. Dampak yang muncul dari penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang mendapat fasilitas yaitu dibebaskan dari PPN adalah sebagai berikut: 1) Tidak bisa mengenakan Pajak keluaran pada penyerahan yang dibebaskan; 2) Pengusaha yang hanya melakukan penyerahan yang dibebaskan PPN tidak bisa mendaftarkan diri untuk PPN, tidak bisa memungut pajak keluaran, bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak, dan yang paling penting adalah tidak dapat mengklaim pajak masukannya; 3) Pengusaha Kena Pajak yang hanya melakukan penyerahan yang dibebaskan dari PPN berada dalam posisi yang sama dengan konsumen akhir pada ujung mata rantai distribusi; bahwa berdasarkan dampak tersebut di atas, menunjukkan bahwa jika petani yang hanya melakukan penyerahan barang yang dibebaskan dari pengenaan pajak maka petani tidak perlu mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dengan

8 demikian petani tidak perlu memungut Pajak Keluaran atas penyerahan Tandan Buah Segar (TBS). Sehingga petani tidak dapat mengklaim pajak masukan untuk mengkreditkannya; bahwa Crude Palm Oil (CPO) merupakan final product dari perusahaan kelapa sawit terpadu, dimana proses penghasilan Crude Palm Oil (CPO) pada perusahaan kelapa sawit terpadu dimulai dari pembudidayaan TBS dan mengeluarkan biaya-biaya seperti biaya pembukaan lahan, pemupukan dan biaya lainnya. Tandan Buah Segar yang telah dihasilkan oleh perusahaan kelapa sawit terpadu tersebut digunakan sebagai input untuk menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) yang merupakan Barang Kena pajak; bahwa pelimpahan Tandan Buah Segar (TBS) dari kebun ke pabrik kelapa sawit tersebut yang dianggap sebagai penyerahan oleh pemerintah dan mempunyai dampak tidak bisa dikreditkan pajak masukan atas perolehan TBS. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh perusahaan kelapa sawit terpadu masuk ke dalam komponen biaya-biaya yang digunakan oleh perusahaan kelapa sawit terpadu untuk memproses Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO). Pada akhirnya ketika Crude Palm Oil (CPO) telah menjadi barang akhir perusahaan kelapa sawit terpadu dan kemudian dijual ke konsumen, atas penyerahan Barang Kena Pajak (CPO) tersebut dikenakan Pajak Keluaran; bahwa berdasarkan proses yang telah dijelaskan di atas, maka jika pedagang barang yang dibebaskan dari PPN menjual barang yang bukan produk akhir, tetapi digunakan sebagai input di produksi selanjutnya maka pajak masukannya terbentuk di dalam harga dan bagian dari biaya yang dilakukan dalam hal pembelian barang-barang untuk produksi selanjutnya. Jika ada barang yang termasuk dalam sistem PPN dan diproduksi dengan menggunakan barang yang bersifat dibebaskan dari PPN sebagai input, pengusaha tidak bisa mengklaim pajak masukan atas perolehan barang yang dibebaskan dari pengenaan pajak tersebut untuk dikreditkan; bahwa perusahaan kelapa sawit terpadu yang melakukan penyerahan barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN berupa Tandan Buah Segar (TBS) telah membayar PPN pada beberapa tahap dari pembuatan barang tersebut. Pajak Pertambahan Nilai tersebut bisa dikreditkan jika penyerahan barang tersebut merupakan objek yang dapat dikenakan pajak tetapi karena penyerahan tersebut dibebaskan dari pengenaan pajak maka tidak dapat dikreditkan; bahwa berdasarkan uraian di atas Majelis Hakim berpendapat bahwa perusahaan kelapa sawit terpadu tidak dapat mengklaim pajak masukan unuk dikreditkan karena Tandan Buah Segar (TBS) termasuk ke dalam kategori barang strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tersebut kemudian terbentuk pada biaya yang digunakan untuk proses pabrikasi; D. Legal Character Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri bahwa Legal character PPN sebagai Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri mengandung makna bahwa PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia; bahwa konsumsi adalah setiap kegiatan memakai, menggunakan, atau menikmati barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Pengertian konsumsi dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu konsumsi langsung dan konsumsi tak langsung. Konsumsi langsung merupakan pengkonsumsian barang yang langsung dilakukan oleh penggguna barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Contohnya, makanan, minuman, dan pakaian yang langsung dipakai oleh pengguna sementara itu, konsumsi tak langsung merupakan pemakaian benda konsumsi berupa barang dan jasa yang

9 tidak secara langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna barang contohnya, pembelian bahan baku pabrik yang akan diproses lebih lanjut untuk keperluan penciptaan barang. Pembelian bahan baku dapat dikategorikan sebagai tindakan konsumsi, tetapi bukan merupakan konsumsi langsung; bahwa TBS yang dikonsumsi oleh Pemohon Banding merupakan bahan baku pabrik yang akan diproses lebih lanjut untuk keperluan menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), maka pemakaian bahan baku dapat dikategorikan sebagai tindakan konsumsi, tetapi bukan merupakan konsumsi langsung; bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001, TBS termasuk ke dalam kriteria barang strategis yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, maka konsumsi Tandan Buah Segar (TBS) oleh Pemohon Banding tidak dikenakan PPN sehingga Pajak Masukan yang telah dibayar dalam rangka menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) tidak dapat dikreditkan (Lihat Pertimbangan PPN sebagai pajak objektif); E. Landasan Filosofis Ketentuan Khusus UU PPN bahwa secara umum, filosofi PPN sebagaimana tersirat dalam penjelasan umum UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah antara lain menyatakan bahwa: 1) PPN merupakan pajak tidak langsung, 2) PPN dikenakan atas penyerahan dalam lingkungan kegiatan usaha, 3) Jika atas suatu BKP yang atas penyerahannya terutang PPN, maka seluruh Pajak Masukan atas faktor-faktor produksi untuk menghasilkan BKP tersebut dapat dikreditkan. bahwa dengan berlakunya UU Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dimunculkan BAB VA Ketentuan Khusus yang memuat Pasal 16A, 16B, 16C, dan 16D. Sebagai ketentuan khusus, Pasal-Pasal tentunya memiliki landasan filosofis yang berbeda dengan ketentuan umum. Secara sederhana landasan filosofis masing-masing Pasal dapat dijelaskan sebagai berikut: Pasal 16A dilandasi oleh tujuan mengamankan penerimaan negara untuk PPN yang dibiayai dari negara. Ketentuan khusus ini bertentangan dengan filosofi yang dianut oleh ketentuan umum, yaitu PPN sebagai pajak tidak langsung. Pasal 16C dilandasi oleh filosofi untuk memberikan perlakuan yang sama/keadilan antara Pengusaha real estate/pemborong dengan pihak yang membangun sendiri. Ketentuan khusus ini bertentangandengan filosofi yang dianut oleh ketentuan umum, yaitu PPN sebagai pajak tidak langsung dan PPN dikenakan atas kegiatan dalam lingkungan usaha. Pasal 16D dilandasi oleh filosofi untuk memberi perlakuan yang sama dalam penjualan aktiva oleh produsen aktiva dimaksud dan oleh konsumen aktiva. Ketentuan khusus ini bertentangan dengan filosofi yang dianut oleh ketentuan umum, yaitu PPN dikenakan atas kegiatan dalam lingkungan usaha. bahwa sesuai dengan Penjelasan Umum UU Nomor 11 Tahun 1994 dan penjelasan Pasal 16B ayat (1) UU PPN, Majelis sependapat dengan argumentasi Terbanding yang menyatakan bahwa Pasal 16B UU PPN dilandasi oleh filosofi yang menyatakan bahwa salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu setiap kemudahan dalam bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar di dalam

10 penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut; bahwa antara penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) kepada pihak ketiga dengan penyerahan TBS untuk diolah pada unit pengolahan merupakan suatu kasus perpajakan yang hakikatnya sama yaitu untuk diproses lebih lanjut salah satunya untuk menghasilkan CPO, sehingga harus diberlakukan dan diterapkan perlakuan yang sama pula; bahwa ruang lingkup kasus perpajakan yang akan diatur di dalam Pasal 16B UU PPN (sebagai bagian dari ketentuan khusus) pada dasarnya memang ditujukan untuk kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakekatnya sama. Hal ini dapat diterima karena jika perlakuan yang sama diterapkan hanya untuk kasus yang sama, maka hal tersebut tidak perlu diatur dalam ketentuan khusus; F. Penafsiran Gramatikal Pasal 16B ayat (3) UU PPN bahwa gramatikal (tata bahasa) yang digunakan dalam Pasal 16B ayat (3) UU PPN dapat diuraikan sebagai berikut: bahwa Pasal 16B ayat (3) menggunakan frase yang atas penyerahannya, sebagai berikut: Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan tidak dapat dikreditkan. bahwa dalam memori penjelasannya ditegaskan sebagai berikut: "Pengusaha Kena Pajak "B" memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari Negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai." bahwa frase yang atas penyerahannya pada Pasal 16B ayat (3) UU PPN mengandung makna yang apabila diserahkan. ltulah sebabnya, pilihan kata pada bagian penjelasan Pasal 16B ayat (3) UU PPN adalah "memproduksi" bukan "melakukan Penyerahan BKP bahwa ketika PKP memproduksi BKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, ketika itu pulalah ketentuan yang menyatakan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan berlaku tanpa menunggu kepastian adanya penyerahan BKP tersebut. Itulah sebabnya frase yang digunakan dalam Pasal 16B adalah "yang atas penyerahannya", bukan "Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan BKP". bahwa berkaitan dengan sengketa a quo, Pemohon Banding adalah Pengusaha Kena Pajak yang memproduksi BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, oleh karena itu, sesuai ketentuan Pasal 16B ayat (3) UU PPN, Pajak Masukan atas perolehan BKP tersebut tidak dapat dikreditkan; G. Penafsiran Teleologis Pasal 16B UU PPN: Penafsiran dengan memperhatikan maksud dan tujuan kemasyarakatan (sosiologis) bahwa maksud dan tujuan pengaturan dalam Pasal 16B ayat (1) UU PPN adalah memberikan fasilitas dengan Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakikatnya untuk memberikan fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional; bahwa berdasarkan PP-31, penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) diberi fasilitas dibebaskan daripengenaan PPN. Salah satu tujuan fasilitas tersebut adalah meningkatkan daya saing pengusaha yang melakukan penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) tersebut;

11 bahwa praktik di dalam masyarakat, Pengusaha yang melakukan penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) adalah para petani atau pengusaha lain yang secara umum memiliki kapasitas modal terbatas sehingga tidak mempunyai modal yang cukup untuk mengolah Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO). Tujuan yang ingin dicapai dari pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN adalah untuk meningkatkan daya saing bagi para Pengusaha tersebut dan sebagaikonsekuensinya, pengusaha tersebut tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukannya untuk memastikan bahwa tidak ada unsur nilai tambah dalam harga jualnya; bahwa penjelasan Pasai 16B ayat (1) UU PPN menegaskan bahwa: Karena itu setiap kemudahan dalam bidang perpajakan jika benar-benar diperlukan harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar didalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut. bahwa jika bagi pengusaha yang melakukan usaha terpadu sebagaimana Pemohon Banding dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan Tandan Buah Segar (TBS) sementara bagi para petani dan pengusaha TBS tidak boleh mengkreditkan Pajak Masukannya, maka tujuan diberikannya kemudahan (fasilitas) berupa peningkatan daya saing tidak akan tercapai; bahwa komoditas yang ingin ditingkatkan daya saingnya adalah Tandan Buah Segar (TBS) Sawit (bukan CPO); H. Netralitas PPN bahwa prinsip netralitas dalam Pajak Pertambahan Nilai perlu dikedepankan dan tidak boleh ditinggalkan karena PPN tidak menghendaki adanya kondisi yang mempengaruhi kompetisi dalam dunia bisnis. Jika Pajak Masukan untuk menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) pada usaha terintegrasi dapat dikreditkan, Pengusaha yang memiliki modal kecil yang tidak mampu memiliki unit pengolahan (di dalamnya termasuk petani), akan kesulitan berkompetisi harga dengan pengusaha besar (karena Pajak Masukan akan menjadi unsur Harga Pokok Penjualan). Hal tersebut bertentangan dengan prinsip netralitas PPN yang menghendaki PPN tidak mempengaruhi kompetisi dalam bisnis. bahwa mengingat Tandan Buah Segar (TBS) merupakan Barang Kena pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan untuk menjaga prinsip netralitas, maka Majelis berpendapat Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Tandan Buah Segar (TBS) tidak dapat dikreditkan. I. PPN sebagai Pajak Objektif bahwa karakteristik lain dari PPN menyatakan bahwa PPN merupakan pajak objektif, artinya, terutang atau tidak terutangnya PPN ditentukan oleh objeknya bukan oleh subjeknya (konsumennya); bahwa sebagai ilustrasi, seorang Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan beras kepada orang lain di Pulau Batam, tidak akan memungut PPN Keluaran. Tidak adanya PPN Keluaran disebabkan karena objeknya yaitu penyerahan beras (non- BKP) bukan subjeknya (orang lain di Pulau Batam). Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa seorang Pengusaha yang melakukan penyerahan non-bkp kepada siapapun dan dengan cara apapun, dia tidak akan memungut PPN Keluaran; bahwa berkaitan dengan karakter PPN sebagai pajak objektif, sesuai ketentuan umum, memang masih terdapat keadaan saling terkait mengenai persyaratan kumulatif objek PPN sebagai berikut: 1) Keadaan Pengusahanya (apakah Pengusaha Kena Pajak atau bukan), atau 2) Status Barangnya (apakah BKP, non BKP, atau BKP yang diberi fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN); atau

12 3) Sifat penyerahannya, (apakah penyerahannya termasuk dalam pengertian Penyerahan BKP atau tidak); bahwa untuk mengatasi saling keterkaitan tersebut, Pasal 16B ayat (3) UU PPN memberi penjelasan sebagai berikut: Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak "B" kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, akan tetapi karena tidak ada Pajak Keluaran berhubung diberikannya fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Pajak Masukan tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan; bahwa keterkaitan karakter objektif pada ketentuan umum tersebut sudah dipecahkan oleh Pasal 16B ayat (3) UU PPN sebagai ketentuan khusus yang dapat mengesampingkan ketentuan umum; bahwa Pasal 16B ayat (3) UU PPN dengan tegas menyatakan bahwa tidak adanya Pajak Keluaran disebabkan karena status barangnya yaitu BKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN sebagai konsekuensi tidak dapat dikreditkannya Pajak masukan atas perolehan BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tersebut telah sesuai dengan karakter objektif PPN dan kedudukan Pasal 16B UU PPN sebagai ketentuan khusus; Menimbang, bahwa menurut Pemohon Banding, TBS yang dihasilkan oleh Unit Perkebunan Pemohon Banding yang selanjutnya dipergunakan/dipakai sebagai bahan baku di Unit Pengolahan Pemohon Banding, pada dasarnya bukanlah merupakan penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis berupa TBS; bahwa pengertian PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK sebagaimana diatur dalam UU PPN, Pasal 1A ayat (1), menyatakan : Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak; dalam memori Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d dari UU PPN, dijelaskanbahwa : "Yang dimaksud dengan "pemakaian sendiri" adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri" bahwa berdasarkan penjelasan bagian Umum UU No 42 Tahun 2009, Alinea pertama dengan susunan kalimat berbeda menegaskan bahwa PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi; bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana diuraikan diatas, Majelis berpendapat pengertian pemakaian untuk kepentingan sendiri adalah pemakaian untuk tujuan diolah lebih lanjut oleh pengusaha sendiri sehingga TBS yang diolah lebih lanjut secara bertingkat dalam jalur produksi untuk menghasilkan CPO, termasuk pengertian penyerahan berupa pemakaian sendiri TBS sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d dari UU PPN beserta penjelasannya; Menimbang, bahwa pengertian pemakaian sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d dari UU PPN menimbulkan banyak perdebatan, sehingga diatur lebih lanjut dalam PP No.1 Tahun 2012 tentang pelaksanaan UU PPN yang menyatakan sebagai berikut: Pasal 5 PP No.1 Tahun 2012 (1) Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (2) Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana

13 dimaksud pada ayat (1) meliputi pemakaian sendiri untuk: a. tujuan produktif; atau b. tujuan konsumtif. (3) Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemakaian sendiri untuk: a. tujuan produktif; atau b. tujuan konsumtif. (4) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam rangka pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan. Penjelasan Pasal 5 ayat (2) PP No.1 Tahun 2012 Transaksi pemakaian sendiri untuk tujuan produktif terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam rangka memberikan kemudahan administrasi kepada Pengusaha Kena Pajak, pemakaian sendiri untuk tujuan produktif tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Kemudahan administrasi tersebut diberikan karena Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Ketentuan ini tidak berlaku dalam hal pemakaian sendiri digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Perlakuan ini diberikan karena Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemakaian sendiri merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. bahwa untuk memberikan kemudahan administrasi kepada Pengusaha Kena Pajak lebih lanjut dalam Pasal 19 ayat (2) dan (2) PP No.1 Tahun 2012 diatur: (1) Faktur Pajak wajib diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat penyerahan atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 17 ayat (3), ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10). (2) Ketentuan mengenai kewajiban penerbitan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). bahwa berdasarkan ketentuan di atas, pemakaian sendiri untuk tujuan produktif termasuk dalam pengertian penyerahan yang terutang PPN akan tetapi untuk kemudahan administrasi tidak dilakukan pemungutan PPN dan tidak wajib menerbitkan Faktur Pajak, karena pada akhirnya Pajak Keluaran atas pemakaian sendiri akan dikreditkan oleh pengusaha itu sendiri sebesar Pajak Keluaran yang dipungut oleh pengusaha itu sendiri; bahwa akan berbeda apabila pemakaian sendiri atas BKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemakaian sendiri merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, Majelis berpendapat sebagai berikut: bahwa tidak ada korelasi langsung antara saat pengkreditan Pajak Masukan dengan penyerahan BKP, akan tetapi berkaitan langsung dengan saat tersedianya BKP untuk dijual (apabila sudah berproduksi); bahwa perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak harus dikaitkan dengan tujuan dan maksud diberikannya kemudahan tersebut yaitu mendorong pembangunan nasional

14 dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis dalam sengketa a quo berupa Tandan Buah Segar Sawit; bahwa atas sengketa a quo, Terbanding telah benar memberlakukan dan menerapkan perlakuan yang sama atas tidak dapat dikreditkannya Pajak Masukan atas pupuk, pestisida, traktor, sepatu boot dan sebagainya yang berkaitan dengan unit/divisi yang menghasilkan Tandan Buah Segar (BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN) baik pada perusahaan yang hanya melakukan penyerahan Tandan Buah Segar dan perusahaan yang menghasilkan Tandan Buah Segar untuk diolah pada divisi pengolahan; bahwa Tandan Buah Segar (TBS) yang dikonsumsi oleh Pemohon banding merupakan bahan baku pabrik yang akan diproses lebih lanjut untuk keperluan menghasilkan CPO, maka pemakaian bahan baku dapat dikategorikan sebagai tindakan konsumsi, tetapi bukan merupakan konsumsi langsung; bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001, TBS termasuk ke dalam kriteria barang strategis yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, maka konsumsi Tandan Buah Segar (TBS) oleh Pemohon Banding tidak dikenakan PPN sehingga Pajak Masukan yang telah dibayar dalam rangka menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) tidak dapat dikreditkan; bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan apabila berkaitan dengan kegiatan untuk memproduksi/ menghasilkan Barang Tidak Kena Pajak atau Barang Kena Pajak yang memperoleh fasilitas pembebasan; bahwa Pemohon Banding terbukti melakukan kegiatan perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan Tandan Buah Segar sehingga termasuk dalam kegiatan usaha yang mendapat perlakuan khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 16B UU PPN, maka harus tunduk dengan perlakuan khusus yang diterapkan dalam Pasal 16 B UU Pajak Pertambahan Nilai; bahwa perusahaan kelapa sawit terpadu tidak dapat mengklaim Pajak Masukan untuk dikreditkan karena Tandan Buah Segar (TBS) termasuk ke dalam kategori barang strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tersebut kemudian terbentuk pada biaya yang digunakan untuk proses pabrikasi; bahwa perusahaan kelapa sawit yang terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang terutang PPN, maka: a. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyatanyata untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak (CPO/PKO), dapat dikreditkan; b. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyatanyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil pertanian (mendapat fasilitas pembebasan), tidak dapat dikreditkan; c. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak sekaligus untuk kegiatan menghasilkan BKP Strategis, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran BKP terhadap peredaran seluruhnya; d. pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif termasuk dalam pengertian penyerahan sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 juncto Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012; bahwa mengingat Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh Pemohon Banding berasal dari perolehan/pembelian pupuk dan bahan-bahan kimia pembasmi hama yang

15 digunakan dalam rangka menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit, maka mekanisme pengkreditannya harus dihubungkan dengan barang yang dihasilkan; bahwa TBS merupakan barang hasil pertanian yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sehingga Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan TBS, tidak dapat dikreditkan; Menimbang, bahwa berdasarkan Pertimbangan Hukum tersebut di atas, Majelis berkesimpulan bahwa Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkantandan Buah Segar (TBS) Sawit (Barang Strategis), tidak dapat dikreditkan dengan demikian koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp ,00 tetap dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku; Pendapat Berbeda (Dissenting Opinions) bahwa terhadap sengketa gugatan ini, Hakim Anggota M. Z. Arifin, S.H., M.Kn., memberikan pendapat yang berbeda dengan pendapat sebagai berikut : bahwa Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi; bahwa Hakim Anggota M. Z. Arifin, S.H., M.Kn. berpendapat dari definisi di atas terdiri unsur-unsur sebagai berikut: 1. adanya unsur barang dan jasa yang dikonsumsi; 2. adanya unsur pihak yang menyediakan barang dan jasa yaitu pengusaha; 3. adanya unsur pihak yang menikmati atau mengkonsumsi barang dan jasa yaitu konsumen; 4. adanya unsur di mana barang dan jasa dikonsumsi yaitu Daerah Pabean; 5. adanya unsur bagaimana cara pajak dikenakan yaitu secara bertingkat; 6. saat unsur di mana pajak dikenakan yaitu di setiap jalur produksi dan distribusi; bahwa Hakim Anggota M. Z. Arifin, S.H., M.Kn. berpendapat hanya membahas unsurunsur yang menjadi dasar penyelesaian sengketa banding atas koreksi Pajak Masukan ini: Unsur Barang dan Jasa bahwa Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan: Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud; Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan; bahwa sesuai dengan definisi Pajak Pertambahan Nilai yaitu pajak atas konsumsi barang dan jasa, pada hakekatnya seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai namun demikian undang-undang menyatakan atas konsumsi barang dan jasa tertentu tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai ; bahwa Pasal 4A ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan:

: bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang terkait dengan kebun sebesar Rp ,00;

: bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang terkait dengan kebun sebesar Rp ,00; Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62294/PP/M.XI.B/16/2015 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa Menurut Terbanding : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan

Lebih terperinci

Koreksi Pajak Masukan yang berhubungan dengan kegiatan unit usaha/divisi kebun sebesar Rp ,00,

Koreksi Pajak Masukan yang berhubungan dengan kegiatan unit usaha/divisi kebun sebesar Rp ,00, Putusan Nomor : PUT-72658/PP/M.XB/16/2016 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding ini Koreksi Pajak Masukan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

bahwa hasil pemeriksaan selengkapnya atas pokok sengketa tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

bahwa hasil pemeriksaan selengkapnya atas pokok sengketa tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut: Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-87243/PP/M.XVIB/16/2017 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa sengketa terbukti mengenai tarif pajak dalam banding ini adalah koreksi Terbanding

Lebih terperinci

Menurut Pemohon: Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.61397/PP/M.XIB/16/2015. Tahun Pajak : 2008

Menurut Pemohon: Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.61397/PP/M.XIB/16/2015. Tahun Pajak : 2008 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.61397/PP/M.XIB/16/2015 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

: bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp ,00;

: bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp ,00; Putusan Pengadilan Pajak Nomor : 65791 /PP/M.VIA/16/2015 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Menurut Majelis : bahwa nilai sengketa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi dari Keputusan Menteri Keuangan No.575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000. Berdasarkan pasal 2 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan nomor 575 (selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sektor nonmigas. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan. tahun 2004 menjadi 74,9% pada tahun 2009.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan sektor nonmigas. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan. tahun 2004 menjadi 74,9% pada tahun 2009. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang mendapatkan sumber terbesar dari penerimaan pajak. Komposisi pendapatan Negara lebih bertumpu pada sumber sumber penerimaan dari

Lebih terperinci

November 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010;

November 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010; utusan Nomor : Put-73888/PP/M.XIB/16/2016 enis Pajak : PPN ahun Pajak : 2010 okok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa Banding ini adalah koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan

Lebih terperinci

Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp ,00

Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp ,00 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT. 49902/PP/M.X/16/2014 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

: Put-63368/PP/M.VIIIA/16/2015

: Put-63368/PP/M.VIIIA/16/2015 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-63368/PP/M.VIIIA/16/2015 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah adalah koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 1786/B/PK/PJK/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap sebagai berikut :

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap sebagai berikut : Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.61621/PP/M.XII B/16/2015 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak Pokok Sengketa : 2011 : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

bahwa Koreksi atas PPN Masukan tetap ditolak dan diajukan banding oleh Pemohon Banding dengan alasan sebagai berikut:

bahwa Koreksi atas PPN Masukan tetap ditolak dan diajukan banding oleh Pemohon Banding dengan alasan sebagai berikut: tusan Nomor : Put-73890/PP/M.XIB/16/2016 nis Pajak : PPN hun Pajak : 2010 kok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa Banding ini adalah koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan yang

Lebih terperinci

2. Koreksi Pajak Masukan atas jawaban konfirmasi sebesar Rp , Koreksi Pajak Masukan atas Kebun sebesar Rp

2. Koreksi Pajak Masukan atas jawaban konfirmasi sebesar Rp , Koreksi Pajak Masukan atas Kebun sebesar Rp utusan Nomor : Put-73891/PP/M.XIB/16/2016 enis Pajak : PPN ahun Pajak : 2010 okok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa Banding ini adalah koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 544/B/PK/PJK/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.50322/PP/M.X/16/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.50322/PP/M.X/16/2014 Direktori Putusan Mahkamaa Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.50322/PP/M.X/16/2014 Jenis Pajak Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa : Pajak Pertambahan Nilai : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan

Lebih terperinci

- 2 - II. CONTOH PENGHITUNGAN

- 2 - II. CONTOH PENGHITUNGAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR.../PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN AIR BERSIH YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN AIR BERSIH YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN AIR BERSIH YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : PUT /2014/PP/M.VIB Tahun Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2014.

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : PUT /2014/PP/M.VIB Tahun Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2014. Putusan Nomor : PUT-112135.16/2014/PP/M.VIB Tahun 2018 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap penerbitan Keputusan

Lebih terperinci

11/PMK.03/ PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001

11/PMK.03/ PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 11/PMK.03/2007 PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 11/PMK.03/2007 Ditetapkan tanggal 14 Februari 2007 PERUBAHAN KETIGA ATAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM UU No.18 Tahun 2000 => 42 Th 2009 Tentang Pengenaan PPN dan PPnBM atas BKP dan JKP yang dikonsumsi di dalam negeri Definisi Pajak

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.03/2007 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.03/2007 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.03/2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR

Lebih terperinci

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK 2.1 Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pajak dan Fungsi Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Adriani dalam kutipan Soemarso (2007:2), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia PUTUSAN Nomor 581/B/PK/PJK/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ. DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.52/2005 TENTANG PENJELASAN ATAS PEMBERLAKUAN PPN DAN PPn BM DI DAERAH INDUSTRI

Lebih terperinci

PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak)

PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak) PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak) PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui terdapat 2 (dua) prinsip dasar pemungutan PPN atas transaksi lintas batas (cross

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi ISSN: 1410-3842 Volume 17 No.2 September 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Meta Evelin Samosir Rachmat Kurniawan Ganda Hutapea

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/PMK.011/201 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 78/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 139 BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PENGERTIAN Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 143 TAHUN 2000 (143/2000) TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi BAB 1 JENIS, FUNGSI, DAN KEWAJIBAN PEMBUATAN FAKTUR PAJAK Pendahuluan Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan pemungutan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

PP 12/2001, IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PP 12/2001, IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Copyright (C) 2000 BPHN PP 12/2001, IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI *38719 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN WILAYAH

PEREKONOMIAN WILAYAH PEREKONOMIAN WILAYAH Suatu analisis perekonomian wilayah secara komprehensif, karena melihat keterkaitan antar sektor secara keseluruhan Benda hidup? Benda mati? Bidang ekonomi bagaimana? Apabila terjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak PERPAJAKAN LANJUTAN by Ely Suhayati SE MSi Ak PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor

Lebih terperinci

ANALISIS SENGKETA PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN KELAPA SAWIT ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN X

ANALISIS SENGKETA PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN KELAPA SAWIT ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN X ANALISIS SENGKETA PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN KELAPA SAWIT ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN X William Anderson dan Elisa Tjondro Program Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Petra Email:

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak : PUT /PP/M.XIII/16/2013. Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2008

Nomor Putusan Pengadilan Pajak : PUT /PP/M.XIII/16/2013. Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2008 Nomor Putusan Pengadilan Pajak : PUT- 49617/PP/M.XIII/16/213 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 28 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Pajak Masukan

Lebih terperinci

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust : Put. 43692/PP/M.XV/16/2013 Mahkamaa Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Pajak Masukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

: bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak

: bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Putusan Nomor : Put.69128/PP/M.IA/16/2016 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon : bahwa nilai sengketa terbukti dalam

Lebih terperinci

Kartika Mahardhika Putri (Fakultas Hukum Universitas Indonesia) ABSTRAK

Kartika Mahardhika Putri (Fakultas Hukum Universitas Indonesia) ABSTRAK ASPEK HUKUM PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN PADA PERUSAHAAN TERPADU DI BIDANG INDUSTRI KELAPA SAWIT (ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN PAJAK No. put.36474/pp/m.xii/16/2012) Kartika Mahardhika Putri - 0906558243 (Fakultas

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.43787/PP/M.XVI/16/2013 Jenis Pajak Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : Pajak Pertambahan Nilai : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari penghasilan masyarakat, dalam proses pemungutan perlu diatur dalam undang-undang agar dapat

Lebih terperinci

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel No.4, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPAJAKAN. PAJAK. PPN. Barang dan Jasa. Pajak Penjualan. Barang Mewah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada era globalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor 31 Tahun 2007 Ditetapkan tanggal 1 Mei 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor 31 Tahun 2007 Ditetapkan tanggal 1 Mei 2007 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor 31 Tahun 2007 Ditetapkan tanggal 1 Mei 2007 PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS

Lebih terperinci

Tabel Nilai Sengketa atas Objek Pajak sampai dengan Surat Banding N o. 1. Koreksi Positif Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut Rp

Tabel Nilai Sengketa atas Objek Pajak sampai dengan Surat Banding N o. 1. Koreksi Positif Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut Rp Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-50514/PP/M.XIA/16/2014 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2007 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ.

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ. Putusan : Put-87868/PP/M.VA/99/2017 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Masa Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Penggugat Menurut Majelis : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah

Lebih terperinci

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009 PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009 UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 1715/B/PK/PJK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

1. Koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp ,00

1. Koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp ,00 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.50329/PP/M.X/16/2014 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Koreksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Dalam membahas definisi mengenai pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Adriani di kutip

Lebih terperinci

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. : Put-50255/PP/M.XVI/16/2014. Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2009

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. : Put-50255/PP/M.XVI/16/2014. Jenis Pajak : PPN. Tahun Pajak : 2009 Nomor Putusan Pengadilan Pajak : Put-50255/PP/MXVI/16/2014 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2009 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Dasar Pengenaan Pajak

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

':- ME1TfERI KEUANGAN i<epubl!k INDONESIA

':- ME1TfERI KEUANGAN i<epubl!k INDONESIA ':- LAMPIRAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA mmoo 21/PMK.011/201 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 78JPMK.03/:2010 TENTANG PEDOMAN PENGHJTUNGAN PENGI(REDITAN PAJAK MASUICAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Yusdianto 2004). Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. (Yusdianto 2004). Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah pungutan wajib pajak yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum (Yusdianto 2004). Pajak

Lebih terperinci

TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG

TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG MENTERI KEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 78/PMIC03/2010 ws ~'I \.~ \0 '-l TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4,2012 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.46597/PP/M.II/16/2013 Jenis Pajak Tahun Pajak : 28 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding Menurut Majelis : Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). Pada era gliobalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. berasal dari iuran rakyat yang berdasarkan Undang Undang (dapat

BAB I PENDAHULUAN. wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. berasal dari iuran rakyat yang berdasarkan Undang Undang (dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah sumber utama pembiayaan Negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar sumber pembiayaan Negara berasal dari dari sektor pajak. Pengadaan dana merupakan

Lebih terperinci

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

Perpajakan 2 PPN & PPnBM Perpajakan 2 PPN & PPnBM 18 Februari 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Karakteristik PPN 1. Pajak tidak langsung Beban pajak dipikul oleh konsumen akhir. Pengusaha akan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1998 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DI KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE) DAERAH INDUSTRI PULAU BATAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penerimaan negara, dan mendorong produk ekspor.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penerimaan negara, dan mendorong produk ekspor. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai yaitu penggantian Pajak Penjualan, karena pajak ini tidak bisa memadai dan mencapai sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

Menurut Majelis : bahwa dasar hukum yang terkait dengan materi gugatan ini adalah :

Menurut Majelis : bahwa dasar hukum yang terkait dengan materi gugatan ini adalah : Nomor Putusan Pengadilan Pajak Put.53311/PP/M.XVIIIB/99/2014 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Penerbitan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tidak mendapatkan

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH Objek Pemungutan PPN dan PPn BM 1. Penyerahan BKP dan atau JKP oleh PKP Rekanan 2. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah Pabean di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011 Nomor Putusan Pengadilan Pajak Put-4/PP/M.XIIA/99/2014 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap permohonan Pengurangan

Lebih terperinci

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola Pajak Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola Sejarah PPN Pajak Pembangunan I (PPb I) tanggal 1 Juni 1947 dikenakan atas Rumah Makan dan Penginapan Pajak Peredaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

SE - 95/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU

SE - 95/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU SE - 95/PJ/2010 PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU Contributed by Administrator Monday, 20 September 2010 Pusat Peraturan Pajak Online 20 September 2010

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.247, 2015 KEUANGAN. Barang Kena Pajak Tertentu. Dibebaskan Pengenaan PPN. Impor. Penyerahan Barang. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam. kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam. kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK

Lebih terperinci

bahwa Terbanding melakukan Koreksi Positif atas Pajak Masukan Yang Dapat dikreditkan Masa Pajak Agustus 2011 a quo

bahwa Terbanding melakukan Koreksi Positif atas Pajak Masukan Yang Dapat dikreditkan Masa Pajak Agustus 2011 a quo Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.73443/PP/M.XIIB/16/2016 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Menurut Majelis : bahwa nilai sengketa terbukti dalam

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 24/PJ/2014 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 24/PJ/2014 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 24/PJ/2014 TENTANG PELAKSANAAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70P/HUM/2013 MENGENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG HASIL PERTANIAN

Lebih terperinci

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan : Put-87849/PP/M.XVA/99/2017. Jenis Pajak : Gugatan Masa Pajak : 2009 Pokok Sengketa

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan : Put-87849/PP/M.XVA/99/2017. Jenis Pajak : Gugatan Masa Pajak : 2009 Pokok Sengketa Putusan : Put-87849/PP/M.XVA/99/2017 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Masa Pajak : 2009 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Penggugat Menurut Majelis : bahwa yang menjadi sengketa dalam Gugatan ini adalah

Lebih terperinci

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro (1990 : 5) menyatakan Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

Lebih terperinci

PT SULUH PRIMA TARGET. Resume Peraturan Pajak

PT SULUH PRIMA TARGET. Resume Peraturan Pajak Resume Peraturan Pajak Nomor : SE-130/PJ./2010 Tanggal : 30 Nopember 2010 Tentang : PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN HAK ATAS BARANG KENA PAJAK YANG BERADA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OBJEK PPN a. PENYERAHAN BKP DAN JKP DI DALAM DAERAH PABEAN YANG DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA; b. IMPOR BKP; c. PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM

Lebih terperinci

b. bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan rasa keadilan dan

b. bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan rasa keadilan dan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAANUNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN

Lebih terperinci