BAB I PENDAHULUAN. rohani maupun kesehatan jasmani. Terkait kesehatan jasmani merupakan suatu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. rohani maupun kesehatan jasmani. Terkait kesehatan jasmani merupakan suatu"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang membutuhkan kesehatan baik kesehatan rohani maupun kesehatan jasmani. Terkait kesehatan jasmani merupakan suatu hal yang sangat berharga. Kesehatan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia disamping sandang pangan dan papan. Tanpa hidup yang sehat, hidup manusia menjadi tanpa arti sebab, dalam keadaan sakit manusia tidak mungkin dapat melakukan kegiatan sehari-hari. 1 Salah satu bagian kesehatan yang terkadang luput dari perhatian manusia adalah kesehatan gigi padahal, kesehatan gigi tidak kalah penting dengan kesehatan lainnya. Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization) yang selanjutnya disebut WHO, pada tahun 2012 ada sekitar persen penduduk sebuah negara yang mengalami gigi berlubang. Gigi berlubang ini adalah 'investasi untuk penyakit-penyakit kronis sebagaimana dijelaskan oleh Dr. drg. Zaura Rini Anggraeni. 2 Salah satu anjuran yang perlu dilakukan adalah dengan mengunjungi dokter gigi setiap 6 (enam) bulan sekali untuk mencegah, 1 Sofyan Lubis, Muhammad Harry, 2008, Konsumen&Pasien dalam Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm Readerdigest, Tips Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut, diunduh pada Rabu, 29 November 2014 pukul WIB.

2 2 mendeteksi secara dini apabila ada kelainan dan mendapatkan perawatan gigi segera sebelum keadaan menjadi semakin parah. 3 Anjuran tersebut belum sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat. Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Republik Indonesia tahun Masyarakat menunjukkan bahwa berdasarkan hasil wawancara sebesar 25,9 persen penduduk Indonesia mempunyai masalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir (potential demand). Diantara mereka, terdapat 31,1 persen yang menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga medis gigi (perawat gigi, dokter gigi atau dokter gigi spesialis), sementara 68,9 persen lainnya tidak dilakukan perawatan. Secara keseluruhan keterjangkauan/kemampuan untuk mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi hanya 8,1 persen. 4 Data diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hal pengobatan penyakit gigi dan mulut saja atau dalam tahap sudah menderita penyakit dan butuh perawatan khusus, nyatanya masyarakat belum dapat menjangkau pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dibutuhkan apalagi dalam tahap pencegahan. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. 5 Terkait pelayanan kesehatan gigi dan mulut, hal ini di picu karena biaya 3 Pusat Data dan Informasi PERSI, diunduh pada Rabu, 29 November 2014 pukul WIB. 4 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, hal Syukra Alhamda, Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 27 No. 2, Juni 2011.

3 3 perawatan ke dokter gigi yang tidak cukup terjangkau oleh kalangan ekonomi menengah kebawah. Menurut konstitusi dasar kita yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 atau yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945 tercantum bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 6 Tidak hanya dalam konstitusi dasar kita, tetapi hak mendapat kesehatan juga diatur di dalam Universal Declaration of Human Rights yaitu, setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan. 7 Selain faktor tersebut, faktor lain pun dikarenakan jumlah dokter gigi yang ada di Indonesia jumlahnya masih kurang. Perbandingan antara dokter gigi yang siap dengan jumlah penduduk belum mencapai target yang sebesar 11:10 ribu dan angka yang berhasil dicapai baru 9,5:100 ribu. 8 Berdasarkan data tersebut maka diketahui jumlah dokter gigi yang ada masih jauh dari yang 6 Lihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H. 7 Lihat Universal Declaration of Human Rights, Article Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Regulasi Jaminan Kesehatan Nasional yang Belum Terselesaikan, diunduh pada Sabtu, 1 November 2014 pukul WIB.

4 4 dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Ditengah faktor-faktor tersebut, ternyata masyarakat Indonesia memiliki alternatif lain yaitu dengan menggunakan suatu bentuk pelayanan kesehatan tradisional. Pelayanan kesehatan tradisional ini adalah adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun menurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. 9 Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tentang penggunaan pengobatan tradisional termasuk didalamnya pengobatan komplementer-alternatif, terjadi peningkatan dari tahun ketahun. Saat ini pengobatan tradisional termasuk pengobatan komplementer-alternatif digunakan oleh 40% penduduk Indonesia. 10 Masyarakat di era yang moderen ini tetap menggunakan pelayanan kesehatan tradisional disebabkan karena setiap masyarakat mempunyai adat istiadat yang secara turun temurun dipertahankan, termasuk adat istiadat dibidang kesehatan. 11 Keadaan ini dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dengan memilih sebuah alternatif lain yaitu dengan berobat ke tukang gigi ataupun dikenal pula 9 Lihat Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 10 Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Pengobatan Komplementer Tradisional-Alternatif, er-tradisional-alternatif, diunduh pada 20 Januari 2015, Pukul WIB. 11 Soerjono Soekanto, Herkutanto, 1987, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja Karya CV, Bandung, hlm.114.

5 5 dengan ahli gigi. Tukang gigi berbeda dengan dokter gigi karena tukang gigi dalam praktiknya didasarkan pada sebuah keterampilan turun menurun maupun pelatihan tanpa melalui sebuah pendidikan formal seperti dokter gigi. Tukang gigi merupakan sebuah solusi untuk menjangkau pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah karena mengingat harga yang dikeluarkan saat melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di tukang gigi jauh lebih murah jika dibandingkan di dokter gigi. Hal lain nya pun dikarenakan masyarakat ekonomi menengah kebawah masih memiliki tekanan psikologis ketika berobat ke dokter gigi sehingga menimbulkan rasa takut dan lebih memilih ke tukang gigi. Keberadaan tukang gigi ini memang memberikan keuntungan tersendiri bagi sebagaian kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah, namun nyatanya dari berbagai pihak keberadaan tukang gigi belumlah diterima sepenuhnya. Pihak-pihak tersebut antara lain seperti dari pihak dokter gigi, pemerintah yaitu Dinas Kesehatan, maupun oleh sebagian masyarakat Indonesia yang masih memiliki keraguan terhadap kapabilitas yang dimiliki tukang gigi sehingga, dikhawatirkan akan terjadi kasus malpraktik maupun berbagai kesalahan yang mungkin ditimbulkan oleh praktik tukang gigi. Praktik tukang gigi ini memang banyak menimbulkan masalah yang mengakibatkan kerugian kepada pasien pengguna jasa tukang gigi tersebut. Kasus yang biasanya sering terjadi antara lain timbulnya infeksi berat, pembengkakan wajah, hampir seluruh gusi merah dan bengkak disertai

6 6 keadaan trismus/tidak bisa membuka mulut. Selain itu juga terjadi halitosis (bau mulut) yang hebat, adanya jamur (oral candidiasis) yang disebabkan karena gigi tiruan yang melekat erat sehingga tidak dapat dilepas. Kasus-kasus tersebut sering terjadi disebabkan dalam membuat gigi tiruan hanya asal jadi saja, tanpa memperhatikan anatomi, fisiologis rongga mulut, kebersihan dan kesehatan jaringan gusi serta penunjang gigi. 12 Berbagai kasus yang menimpa pasien tukang gigi ini memang jarang di bawa ke ranah hukum karena ketidaktahuan pasien akan hak dan kewajiban yang seharusnya diperjuangkan pasien yang bersangkutan sebagai pihak yang dirugikan. Pasien yang berobat ke tukang gigi pun biasanya adalah masyarakat dari kalangan ekonomi menengah kebawah yang tingkat pendidikannya rendah sehingga, pasien pengguna jasa tukang gigi ini tidak memiliki sebuah pengetahuan yang baik dalam kedudukannya sebagai pasien apabila suatu waktu dirugikan oleh praktik tukang gigi dan menimbulkan malpraktik. Akibat dari praktik tukang gigi yang mengakibatkan malpraktik akan memberikan dampak buruk berupa penolakan secara sosiologis sebab, akan timbul rasa takut bagi sebagian masyarakat untuk pergi berobat maupun melakukan perawatan gigi kepada tukang gigi. Bukan hanya penolakan secara sosiologis saja yang timbul, namun muncul penolakan secara yuridis yang ditandai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang selanjutnya disebut Undang-Undang Praktik Kedokteran sebagaimana ketentuan Pasal 73 ayat (2) 12 Dentamedia, 2007, Tukang Gigi Makin Membahayakan masyarakat,, diunduh pada Senin 23 Maret 2015 Pukul WIB.

7 7 berbunyi setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau izin praktik. Kemudian dipertegas dengan ancaman pidana berdasarkan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Praktik Kedokteran yang menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,00. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Praktik Kedokteran tersebut, maka muncullah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 yang tidak memperpanjang atau tidak memberikan izin untuk melaksanakan pekerjaan sebagai tukang gigi, namun ditahun 2012 diajukan uji materiil terhadap Undang-Undang Praktik Kedokteran tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-X/2012 akhirnya memberikan perubahan pemaknaan terkait Pasal 73 ayat (2) dan Pasal 78 Undang-Undang Praktik Kedoktean sehingga berakibat membatalkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/ IX/2011 tentang

8 8 Pencabutan Permenkes 339/1989 yang tidak memperpanjang atau tidak memberikan izin kepada tukang gigi untuk melaksanakan pekerjaannya. Dengan kata lain Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tetap mengizinkan kembali praktik tukang gigi di Indonesia sepanjang tukang gigi yang bersangkutan memiliki izin dari pemerintah. Putusan ini memiliki berbagai pro kontra baik dari kalangan tukang gigi, dokter gigi, maupun masyarakat luas. Tentunya dari kalangan para tukang gigi menyambut kabar gembira ini, namun dilain sisi muncul kekhawatiran dari para dokter gigi dan tidak sedikit pula masyarakat yang belum memiliki kepercayaan sepenuhnya pada tukang gigi sebagai seorang tenaga kesehatan. Sorotan masyarakat terhadap profesi tenaga kesehatan merupakan satu pertanda bahwa pada saat ini sebagian masyarakat belum puas terhadap pelayanan dan pengabdian profesi tenaga kesehatan terhadap masyarakat pada umumnya dan pasien pada khususnya. 13 Tidak hanya adanya suatu kekhawatiran akan terjadinya malpraktik saja dari masyarakat, namun kenyataannya juga saat ini sudah banyak praktik tukang gigi yang melampaui dari batas kewenangannya yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan, dan Perizinan, Pekerjaan tukang gigi. Kewenangan tukang gigi ini menjadi luas karena adanya permintaan dari masyarakat sehingga, tukang gigi tidak hanya melakukan pembuatan gigi palsu saja, tetapi tukang gigi 13 Hendrojono Soewono, 2006, Perlindungan Hak-Hak Pasien dalam Transaksi Terapeutik, Srikandi, Surabaya, hlm.4

9 9 juga mulai banyak yang berani menawarkan jasa lain seperti pemasangan kawat gigi/behel yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh dokter gigi spesialis ortodanti saja. Hal-hal tersebut memberikan sebuah pandangan bahwa diperlukan sebuah bentuk perlindungan hukum yang dapat mengakomodasi pasien sebagai pengguna jasa tukang gigi untuk menimbulkan rasa aman dan nyaman ketika pasien berobat ke tukang gigi serta perlindungan hukum ketika pasien dirugikan oleh praktik tukang gigi ini. Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwasanya setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Artinya perlindungan hukum pada hakekatnya juga melekat pada seorang pasien sebagai bagian dari warga negara. Berbagai pengertian dari perlindungan hukum juga dikemukakan oleh para ahli. Salah satu pengertian perlindungan hukum yaitu menurut Muktie A. Fajar, Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan

10 10 suatu tindakan hukum. 14 Perlindungan hukum ini nantinya akan bersinggungan pula dengan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yaitu pasien serta tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah tukang gigi serta meliputi pula perlindungan hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif. Pengobatan tradisional ini terkadang tidak menjadi sebuah sorotan yang memberikan kesadaran untuk dikaji lebih dalam lagi sehingga menjadi luput dari perhatian berbagai pihak khususnya terkait perlindungan hukum pada pelaksanaan penyelenggaraan praktik tukang gigi ini. Sebenarnya adat istiadat di bidang kesehatan tersebut dapat diteliti kebenarannya secara ilmiah namun, hal inilah yang terkadang terlupakan. Berdasarkan latar belakang diatas Penulis mengangkat sebuah Penulisan Hukum yang berjudul PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PENGGUNA JASA TUKANG GIGI SEBAGAI SEBUAH PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi pasien pengguna jasa tukang gigi sebagai sebuah pelayanan kesehatan tradisional? 14 Tesis Hukum, Pengertian Perlindungan Hukum oleh Para Ahli, diunduh pada Senin, 28 Desember 2014, pukul WIB.

11 11 C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat diketahui tujuan dari Penulisan Hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang dilakukan guna menjawab rumusan masalah tersebut antara lain : Untuk mengkaji bentuk perlindungan hukum terhadap pasien pengguna jasa tukang gigi sebagai sebuah pelayanan kesehatan tradisional. 2. Tujuan Subyektif Penulisan Hukum digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. D. KEASLIAN PENELITIAN Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh Penulis terdapat beberapa judul mengenai tukang gigi dan pengobatan tradisional diantaranya sebagai berikut : 1. Merupakan Skrispi yang ditulis oleh Flavia Pinasthika W.S.dengan NIM :

12 , Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2012 yang rinciannya adalah sebagai berikut : 15 a. Judul Penulisan Hukum Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Penerima Layanan Ortodonti oleh Tukang Gigi berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen dan Hukum Kesehatan. b. Rumusan Masalah 1) Bagaimana kewenangan tukang gigi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku? 2) Bagaimana pelanggaran yang terjadi dari hasil wawancara dengan penerima layanan ortodanti oleh tukang gigi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan yang berlaku, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Praktik Kedokteran.? 3) Bagaimana tanggung jawab hukum tukang gigi dari hasil wawancara dengan penerima layanan jasa ortodanti berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Kesehatan, dan Undang-Undang Praktik Kedokteran? 15 Flavia Pinasthika W.S., 2012, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Penerima Layanan Ortodanti oleh Tukang Gigi berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen dan Hukum Kesehatan (Penulisan Hukum), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok.

13 13 c. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini diperoleh kesimpulan: 1) Kewenangan Tukang Gigi diatur didalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 yang pada Pasal 2 ayat (2) kewenangan yang diberikan yaitu membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik sebagai atau penuh dan memasang gigi tiruan lepasan. 2) Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen penerima layanan jasa ortodanti maka maka dapat disimpulkan telah terjadi pelanggaran kewenangan oleh Tukang Gigi (X) dengan terjadinya pemberian layanan ortodanti oleh Tukang Gigi (X) yang menyalahi kewenangan tukang gigi seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 yang pada pasal 2 ayat (2). 3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah mengatur mengenai perlindungan konsumen dalam lingkup hukum perdata dan lingkup hukum pidana dimana pelaku usaha yang menyebabkan kerugian terhadap konsumen atau pelanggaran undang-undang dapat mempertanggungjawaban tindakannya secara perdata maupun pidana. Hal ini memang ditujukan untuk meningkatkan posisi tawar konsumen dalam bertransaksi dengan pelaku usaha, sehingga tidak dapat diperlakukan sewenang-wenang karena telah ada Undang-Undang yang

14 14 dapat mengakomodir. Selain itu pertanggungjawaban hukum bagi tukang gigi juga diatur dalam Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Praktik Kedokteran. d. Perbedaan dengan Penelitian Penulis Perbedaan dengan penelitian Penulis adalah penelitian diatas memiliki aspek pengkajian yang berbeda karena penelitian tersebut mengkaji terkait jasa ortodanti saja yang jelas tidak diperbolehkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis lingkupnya lebih luas yaitu meliputi segala tindakan tukang gigi dalam menyelenggarakan praktiknya. Penulisan Hukum diatas juga hanya mengkaji perlindungan hukum yang bersifat represif saja sedangkan penelitian hukum yang dilakukan oleh Penulis mencakup pula perlindungan hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif. Letak perbedaan lainnya adalah penulisan hukum diatas dilakukan sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-X/2012 yang membatalkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/ IX/2011 tentang Pencabutan Permenkes 339/1989 yang tidak memperpanjang atau tidak memberikan izin kepada tukang gigi untuk melaksanakan pekerjaannya berkekuatan hukum tetap sehingga, tentu akan ada sebuah perbedaan dalam pengkajian praktik tukang gigi yang merupakan implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.

15 15 2. Merupakan Tesis yang ditulis oleh Ari Rabiwaldhy dengan NIM: 10/309797/PMU/06837, Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2012 yang rinciannya adalah sebagai berikut : 16 a. Judul Penulisan Hukum Tinjauan Yuridis Terhadap Praktik Tukang Gigi di Jakarta Selatan b. Rumusan Masalah 1) Bagaimana pelaksanaan Praktik Tukang Gigi di Jakarta Selatan dikaitkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 339/Menkes/Per/V/1989? 2) Bagaimana mekanisme pengawasan terhadap Praktik Tukang Gigi? 3) Bagaimana respon Tukang Gigi terhadap pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 339/Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi? c. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini diperoleh kesimpulan : 1) Dalam Pelaksanaan praktik tukang gigi di Jakarta Selatan tidak memenuhi persyaratan ketentuan yang disebutkan dalam Peraturan Meneteri Kesehatan Nomor 339/Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi dan Keputusan Ditjen Yanmed Depkes RI Nomor 16 Ari Rabiwaldhy, 2012, Tinjauan Yuridis terhadap Praktik Tukang Gigi di Jakarta Selatan (Tesis), Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

16 16 234/Yanmed/KG/5/1991, tentang Tata cara Pendaftaran dan Pemberian Izin Pekerjaan Tukang Gigi. 2) Pengawasan terhadap izin tukang gigi di Jakarta Selatan oleh Dinas Kesehatan Kota Jakarta Selatan tidak pernah di lakukan. 3) Ada kecenderungan penolakan terhadap pemberlakuan dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/Menkes/PER/IX/2011 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi d. Perbedaan dengan Penelitian Penulis Perbedaan dengan penelitian Penulis adalah penelitian ini tidak membahas terkait perlindungan hukum pasien pengguna layanan jasa tukang gigi. 3. Merupakan Merupakan Tesis yang ditulis oleh Agus Sarwo Prayogi dengan NIM: 11/323306/PHK/07119, Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2012 yang rinciannya adalah sebagai berikut : 17 a. Judul Penulisan Hukum Pola Hubungan Hukum Dalam Pelayanaan Kesehatan Tradisional b. Rumusan Masalah 1) Bagaimana bentuk hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional pengobatan akupuntur? 17 Agus Sarwo Prayogi, 2012, Pola Hubungan Hukum dalam pelayanan kesehatan Tradisional (Tesis), Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

17 17 2) Bagaimana substansi materi yang diatur di dalam undang-undang berkaitan dengan pola hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional pengobatan akupuntur? c. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini diperoleh kesimpulan : 1) Hubungan akupunkturis sebagai pelayanan kesehatan tradisional dengan pasien merupakan hubungan terapeutik yang dalam hukum dikategorikan suatu perikatan yang lahir dari perjanjian terjadi sejak pasien memutuskan berobat kepada akupunturis dengan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil suatu tujuan tertentu dikehendaki pasien dari pelayanan pengobatan akupuntur yang diberikan oleh akupunturis, yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing. Dari aspek hukum maka hubungan yang terjadi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian atau transaksi terapeutik, dan yang menjadi obyeknya berupa penyembuhan dan pelayanan kesehatan yang didalamnya terdapat pemenuhan hak dan kewajiban antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya, yang bentuknya adalah inspanningverbintenis. Maka dalam hubungan ini terdapat hak dan kewajiban yang timbal balik sifatnya. 2) Hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional pengobatan

18 18 akupuntur yang berkaitan dengan materi perundang-undangan diatur dalam : a) KUHPerdata tentang hubungan hukum dengan adanya periakatan Pasal 1233, perjanjian dalam Pasal 1313, sahnya perjanjian Pasal 1320, Pasal 1601 tentang Perjanjian dalam bentuk persetujuan; b) Undang-undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan; c) Pelayanan kesehatan tradisional diatur dalam Pasal 1 angka 15, Pasal 59, 60, 61 dan Pasal 191 tentang ketentuan pidana d) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1076?Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional; e) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1109 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; f) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Tenaga Akupuntur; g) Keputusan Menteri Kesehatan RI. 037/BIRHUB/1973 tentang Wajib Daftar Akupuntur; h) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 47 Tahun 2010 tanggal 31 Desember 2010 Standar Kompetensi Lulusan

19 19 Akupuntur; i) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.205/Men/V/2007 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Jasa Kesehatan Sub Sektor Jasa Kesehatan lainnya Bidang Akupuntur; j) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2008 tentang Izin Penyelenggaraan Saran dan Tenaga Kesehatan (Lembaran Daerah Kota Yogyakarta tahun 2008 No 13 seri D). d. Perbedaan dengan Penelitian Penulis Perbedaan dengan penelitian Penulis adalah penelitian ini terkait pengobatan tradisional terhadap praktik akupuntur sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis adalah pengobatan tradisional yang berupa praktik tukang gigi serta perlindungan hukum terkait praktik tukang gigi. E. MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan tujuan Penulisan Hukum yang telah diketahui, maka manfaat Penulisan Hukum antara lain : 1. Bagi Penulis Penelitian ini akan bermanfaat untuk menambah wawasan serta

20 20 pengetahuan Penulis terkait bentuk perlindungan hukum bagi pasien pengguna jasa tukang gigi sebagai sebuah pelayanan kesehatan tradisional. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih di bidang ilmu pengetahuan dan salah satu sumber informasi terkait perlindungan hukum pasien pengguna jasa tukang gigi di Indonesia sebagai sebuah pelayanan kesehatan tradisional. 3. Bagi Masyarakat Dengan adanya penelitian ini, diharapkan masyarakat dapat mengetahui perlindungan hukum yang dimiliki dalam kedudukannya sebagai pasien pengguna jasa tukang gigi.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 40/PUU-X/2012 Tentang Larangan Melakukan Praktek Yang Tidak Memiliki Surat Ijin Praktek Dokter atau Dokter Gigi I. PEMOHON H. Hamdani Prayogo.....

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap

I. PENDAHULUAN. Pada Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh Konsitusi melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN PELAYANAN KESEHATAN NON MEDIS TUKANG GIGI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN PELAYANAN KESEHATAN NON MEDIS TUKANG GIGI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN PELAYANAN KESEHATAN NON MEDIS TUKANG GIGI ABSTRACT Oleh : Yohanna Feryna I Gusti Ayu Puspawati Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang dimiliki seseorang tidak hanya ditinjau dari segi kesehatan fisik semata melainkan bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan hal yang baru dalam kehidupan, sebab hal tersebut banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara maju maupun negara berkembang di dunia ini menganut berbagai sistem hukum, apakah sistem hukum kodifikasi maupun sistem hukum-hukum lainnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajib menjamin kesehatan bagi warganya. Peran aktif serta pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. wajib menjamin kesehatan bagi warganya. Peran aktif serta pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin pesat membuat masyarakat kini menjadi lebih sadar lagi mengenai pentingnya kesehatan bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia, seperti yang termuat di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa : Kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. 1 Secara umum, setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. 1 Secara umum, setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dokter adalah seseorang yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatan serta dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. 1 Secara umum, setiap orang yang sakit (pasien)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kehidupan masyarakat modern saat ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat karena didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka tidak heran jika mereka akan berusaha sedemikian rupa untuk

BAB I PENDAHULUAN. maka tidak heran jika mereka akan berusaha sedemikian rupa untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi setiap manusia. Oleh karena itu apabila di dalam tubuh manusia terdapat penyakit maka tidak heran jika mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang 1945 adalah untuk membentuk pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Kesehatan pada umumnya melekat

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Kesehatan pada umumnya melekat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Kesehatan pada umumnya melekat pada diri manusia. Kesehatan adalah modal utama bagi seseorang untuk melakukan segala aktifitas. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KASUS VAKSIN PALSU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG Oleh: Ophi Khopiatuziadah * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016 Kejahatan yang dilakukan para tersangka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian terhadap hukum perkawinan akhir-akhir ini menjadi menarik kembali untuk didiskusikan. Hal ini terjadi setelah Mahkamah Konsitusi mengabulkan sebagian permohonan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional. Kesehatan merupakan hak asasi manusia, sehingga

I. PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional. Kesehatan merupakan hak asasi manusia, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh yang didukung oleh suatu sistem kesehatan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM 3.1 Kronologi kasus Ayah Ana Widiana Kasus berikut merupakan kasus euthanasia yang terjadi pada ayah dari Ana Widiana salah

Lebih terperinci

vii DAFTAR WAWANCARA

vii DAFTAR WAWANCARA vii DAFTAR WAWANCARA 1. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan pasien apabila hak-haknya dilanggar? Pasien dapat mengajukan gugatan kepada rumah sakit dan/atau pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan sebuah teori yang disebut dengan Zoon Politicon. Teori

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan sebuah teori yang disebut dengan Zoon Politicon. Teori 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman Yunani kuno, seorang filsuf bernama Aristoteles mengungkapkan sebuah teori yang disebut dengan Zoon Politicon. Teori tersebut mengatakan bahwa manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan anugerah yang tak ternilai harganya. Hidup sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak ada satu orang pun di dunia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007 I. PEMOHON dr. Anny Isfandyarie Sarwono, Sp.An., S.H. KUASA HUKUM Sumali, S.H. dkk II. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN - sebanyak 11 (sebelas) norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan suatu kebutuhan namun pada saat sekarang dapat menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. bukan suatu kebutuhan namun pada saat sekarang dapat menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup seorang diri tanpa kehadiran manusia lain. Hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya di era globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang kehidupan masyarakat, telah memungkinkan para pelaku usaha untuk memproduksi berbagai macam barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan kompleks dan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. 1 Salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya 1 BAB I PENDAHULUAN Akhir-akhir ini di beberapa media baik media cetak maupun elektronik nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya akan di sebut RS) yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

ASPEK LEGALITAS TINDAKAN HEMODIALISIS RULLY ROESLI BANDUNG

ASPEK LEGALITAS TINDAKAN HEMODIALISIS RULLY ROESLI BANDUNG ASPEK LEGALITAS TINDAKAN HEMODIALISIS RULLY ROESLI BANDUNG 1 DEFINISI HEMODIALISIS & CAPD KETENAGAAN KOMPETENSI 2 PELIMPAHAN WEWENANG DELEGATIF & MANDAT Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan masyarakat di Prabumulih kembali pada polapengobatan

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan masyarakat di Prabumulih kembali pada polapengobatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian penting dari kehidupan, sehingga pengobatan terhadap suatu penyakit sangat dibutuhkan. Berbagai macam pengobatan semakin berkembang, baik pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya, kesehatan merupakan hak setiap manusia. Hal tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.915, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Data. Informasi Kesehatan. Rahasia Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Setiap hal yang. Ada banyak peristiwa atau kejadian yang terjadi di masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Setiap hal yang. Ada banyak peristiwa atau kejadian yang terjadi di masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tercantum dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo *

MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo * MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo * Dalam KTT Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) ke-9 yang diselenggarakan di Provinsi Bali tahun 2003, antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar Tradisional sebagai lokasi perdagangan merupakan salah satu pilar perekonomian. Melalui berbagai fungsi dan peran strategis yang dimiliki, pasar tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hak atas kesehatan ini dilindungi oleh konstitusi, seperti : tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hak atas kesehatan ini dilindungi oleh konstitusi, seperti : tercantum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesehatan adalah merupakan hak dan investasi bagi semua warga negara Indonesia. Hak atas kesehatan ini dilindungi oleh konstitusi, seperti : tercantum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sesuai kodratnya menjadi seseorang yang dalam hidupnya selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnnya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawat gigi atau behel (bahasa Inggris: dental braces) adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kawat gigi atau behel (bahasa Inggris: dental braces) adalah salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawat gigi atau behel (bahasa Inggris: dental braces) adalah salah satu alat yang digunakan untuk meratakan dan merapikan gigi. 3 Menurut jenisnya, bracket (bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan flora, fauna juga sering ditulis dengan imbuhan nama geografis di

BAB I PENDAHULUAN. dengan flora, fauna juga sering ditulis dengan imbuhan nama geografis di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup di dunia ini berdampingan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya seperti flora dan fauna. Manusia, flora, dan fauna saling berhubungan dan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia PUTUSAN Nomor 24 P/HUM/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa dan mengadili perkara permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang salah satu kewenangannya dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 5 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan. Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi salah satu komponen

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia I. PEMOHON 1. Agus Humaedi Abdillah (Pemohon I); 2. Muhammad Hafidz

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran I. PEMOHON 1. Dr. Agung Sapta Adi, SP. An., sebagai Pemohon I; 2. Dr. Yadi Permana, Sp. B (K) Onk., sebagai Pemohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitarnya baik hewan yang dipelihara maupun hewan yang secara

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitarnya baik hewan yang dipelihara maupun hewan yang secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kehidupan sehari-hari manusia tidak luput dari hewan yang berada disekitarnya baik hewan yang dipelihara maupun hewan yang secara tidak sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu terakhir ini di beberapa media massa seringkali isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu terakhir ini di beberapa media massa seringkali isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu terakhir ini di beberapa media massa seringkali isu Malapraktik Medis menjadi salah satu pemberitaan yang santer dan menjadi topik pembicaraan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN. Oleh: Soesilo, S.H, M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Lumajang)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN. Oleh: Soesilo, S.H, M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Lumajang) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN Oleh: Soesilo, S.H, M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Lumajang) Requirement of protection of law to midwife represent very important matter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Wulan Ariana Lestari, Heri Tjandrasari, Wahyu Andrianto. Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi

Wulan Ariana Lestari, Heri Tjandrasari, Wahyu Andrianto. Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan Pemasangan Gigi Tiruan Cekat Pada Tukang Gigi Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tujuan lain adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang berarti

Lebih terperinci

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L Inform Consent Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L 1 PENDAHULUAN Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan Standard Operating Procedure

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, budaya, lingkungan, ekonomi serta politik. Pada kalangan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. sosial, budaya, lingkungan, ekonomi serta politik. Pada kalangan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu hal penting dari dalam diri manusia yang berkaitan dengan fisik, jasmani, serta rohani serta mempengaruhi derajat kehidupan seseorang. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan pengaturan praktik kedokteran bertujuan memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan dalam bidang kesehatan adalah salah satu bentuk kongkret

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan dalam bidang kesehatan adalah salah satu bentuk kongkret 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kesehatan bagi masyarakat menjadi sebuah kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia merupakan paradigma pembangunan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik secara material maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampayekan

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampayekan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampayekan perubahan paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasional digeser menjadi pekerjaan profesional.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha I. PEMOHON Organisasi Advokat Indonesia (OAI) yang diwakili oleh Virza Roy

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam keseluruhan bab yang sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap pasien dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan memiliki jaminan kesehatan setiap warga negara berhak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Dengan memiliki jaminan kesehatan setiap warga negara berhak mendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga Negara. Dengan memiliki jaminan kesehatan setiap warga negara berhak mendapat layanan kesehatan. Jaminan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa retribusi daerah merupakan

Lebih terperinci

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari pembahasan mengenai Tinjauan Hukum Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Penerapan Klausula Baku Dalam Transaksi Kredit Sebagai Upaya Untuk Melindungi Nasabah Dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XV/2017 Pertanggungjawaban atas Kerusakan Lingkungan dan Kebakaran Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XV/2017 Pertanggungjawaban atas Kerusakan Lingkungan dan Kebakaran Hutan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XV/2017 Pertanggungjawaban atas Kerusakan Lingkungan dan Kebakaran Hutan I. PEMOHON 1) Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI); 2) Gabungan Pengusaha Kelapa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KAJIAN PELAKSANAAN REKAM MEDIS GIGI RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KOTA PONTIANAK

KAJIAN PELAKSANAAN REKAM MEDIS GIGI RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KOTA PONTIANAK KAJIAN PELAKSANAAN REKAM MEDIS GIGI RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KOTA PONTIANAK Sri Rezki Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Pontianak ABSTRAK Latar Belakang: Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai, BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai, contohnya adalah perubahan sosial budaya. Perubahan sosial dan kebudayaan yang mencolok berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip dasar etik kedokteran yaitu primum non necere (yang terpenting adalah

BAB I PENDAHULUAN. prinsip dasar etik kedokteran yaitu primum non necere (yang terpenting adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi dokter merupakan profesi yang mempunyai tujuan mulia bagi masyarakat, karena tujuan dasar ilmu kedokteran adalah meringankan sakit, penderitaan fisik, psikis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak. memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan Pasal 34 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak. memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan Pasal 34 ayat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci