BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh sesama manusia karena hal ini berkaitan dengan hak asasi manusia. Berbicara mengenai aborsi tentunya kita akan banyak berbicara tentang kehidupan manusia karena aborsi memiliki ikatan yang sangat kuat dengan wanita dan janin yang ada di dalam kandungan wanita. Pengguguran kandungan (aborsi) selalu menjadi bahan perbincangan, baik perbincangan di dalam forum yang bersifat resmi maupun forum yang bersifat tidak resmi, serta menjadi bahan perbincangan lintas keilmuan seperti ilmu hukum, ilmu kedokteran, ilmu sosial serta disiplin ilmu yang lainnya. Semakin hari permasalahan aborsi semakin memprihatinkan, dikarenakan hal tersebut maka World Health Organization (WHO) sampai menentukan bahwasanya permasalahan aborsi termasuk dalam masalah kesehatan reproduksi yang dirasa perlu untuk mendapatkan perhatian dan juga menjadi penyebab dari penderitaan wanita di seluruh dunia. Aborsi sendiri sudah memiliki sejarah yang cukup panjang dan dalam cara melakukan aborsi sendiri telah dilakukan dengan berbagai metode dimulai dari metode tradisional sampai dengan metode yang menggunakan teknologi tinggi. Pada zaman sekarang ini aborsi dilakukan dengan memanfaatkan obat-obatan

2 2 serta teknologi yang canggih untuk melakukan aborsi. Perjalanan sejarah pengaturan mengenai aborsi sudah cukup panjang maka pandangan-pandangan mengenai aborsipun berbeda-beda di setiap negara, di beberapa negara aborsi merupakan permasalahan yang cukup menonjol serta dapat memecah belah publik dikarenakan munculnya dua buah kubu yaitu kubu pro-life dan pro-choice di banyak negara dan bahkan merambah sampai dengan ke masalah politik nasional di negara tersebut, hal tersebut karena aborsi dan masalah-masalah yang berhubungan mengenai aborsi selalu menjadi topik yang menonjol dan sangat kuat pertentangannya. Di Indonesia saat ini membicarakan hal mengenai aborsi tidak lagi menjadi hal yang tabu karena aborsi yang terjadi sekarang ini sudah menjadi masalah yang cukup aktual di Indonesia. Hal tersebut didukung dengan adanya fakta bahwa sekarang ini aborsi sudah terjadi dimana-mana dan bisa dilakukan oleh berbagai kalangan, baik dilakukan secara legal ataupun dilakukan secara illegal. Permasalahan aborsi di Indonesia sangat perlu ditinjau tentang hal yang berkaitan dengan kedudukan dari hukum aborsi yang berlaku di Indonesia dan juga perlu dilihat dari tujuan perbuatan aborsi tersebut. Stigma yang terbangun di dalam masyarakat Indonesia saat ini menganggap bahwa perbuatan aborsi merupakan suatu tindak pidana. Peraturan hukum positif di Indonesia selama ini mengatur bahwa tindakan aborsi dibenarkan pada sejumlah kasus tertentu dan tindakan aborsi tersebut dapat pula dibenarkan dan harus merupakan bagian dari ketentuan abortus provokatus medicinalis, sedangkan aborsi yang dapat digolongkan menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus provokatus criminalis.

3 3 Aborsi itu sendiri dapat terjadi dikarenakan oleh perbuatan manusia (abortus provokatus) maupun aborsi yang terjadi karena sebab-sebab yang alamiah, yakni dimana pengguguran kandungan tersebut terjadi dengan sendirinya dan bukan karena adanya campur tangan dari manusia (abortus spontanus). Aborsi yang terjadi akibat campur tangan manusia dapat terjadi karena didorong oleh alasan medis, misalnya karena kehamilan tersebut akan mengakibatkan kelahiran anak yang memiliki cacat fisik yang berat atau isu gangguan mental karena ibu menderita HIV 1, sehingga untuk menyelamatkan wanita tersebut maka kandungan wanita tersebut harus digugurkan. Pengguguran kandungan di Indonesia sudah tidak asing lagi untuk dilakukan, biasanya pengguguran kandungan dilakukan oleh para pekerja seks komersial dan remaja wanita yang hamil dikarenakan perilaku seks bebas. Masalah pengguguran kandungan (aborsi) pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dan memiliki kaitan yang erat dengan nilai-nilai serta norma-norma agama yang berkembang di dalam tubuh masyarakat Indonesia. Terkait dengan hukum pidana positif yang berlaku di Indonesia, pengaturan mengenai permasalahan pengguguran kandungan sendiri, telah diatur di dalam Pasal 346, 347, 348, 349, dan 350 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut ketentuan yang tercantum di dalam Pasal 346, 347, 348 KUHP tersebut, dijelaskan bahwa abortus criminalis meliputi bentuk-bentuk perbuatan sebagai berikut 2 : 1 Paulinus Soge, Hukum Aborsi: Tinjauan Politik Hukum Pidana Terhadap Perkembangan hukum Aborsi di Indonesia, UAJY, 2014, hlm Musa Perdana Kusuma, Bab-bab Tentang Kedokteran Forensik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hlm. 192.

4 4 1. Menggugurkan kandungan (Afdrijing van de vrucht atau vrucht afdrijiving) 2. Membunuh kandungan (de dood van de vrucht atau vrucht doden) Selama ini aborsi telah menjadi permasalahan yang pelik bagi kalangan perempuan dan juga dunia hukum serta kesehatan karena aborsi menyangkut dengan berbagai aspek kehidupan baik itu aspek moral, hukum, politik, dan juga agama. Sedikit banyak permasalahan tersebut timbul dikarenakan oleh banyaknya cara yang digunakan untuk melakukan aborsi oleh kalangan perempuan, ditambah banyak dari cara tersebut tidak sesuai dengan cara standar pada dunia kedokteran modern, karena banyak aborsi yang dilakukan dengan cara-cara tradisional ataupun dilakukan di klinik dan ditangani oleh dokter atau bidang yang sebenarnya tidak ahli dalam melakukan aborsi dan hanya bertujuan mencari keuntungan semata saja. Padahal sebaiknya dan sudah seharusnya aborsi hanya dilakukan pada kondisi tindakan medis yang bermaksud untuk menyelamatkan nyawa ibu, contohnya adalah seperti pre-eklampsia atau keracunan kehamilan. Aborsi menjadi permasalahan tersendiri di Indonesia juga dikarenakan banyaknya penyalahgunaan aborsi, dimana aborsi dijadikan jalan keluar bagi kehamilan yang tidak direncanakan yang umumnya dilakukan oleh kalangan remaja, padahal dalam hukum positif Indonesia telah diatur bahwasanya aborsi hanya dibolehkan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis. Timbulnya permasalahan aborsi tersebut berakar dari adanya konflik keyakinan bahwasanya janin atau fetus memiliki hak untuk hidup dan di sisi lainnya para perempuan merasa bahwa mereka memiliki hak untuk menentukan

5 5 nasibnya sendiri, atau yang dalam hal ini adalah menentukan untuk melakukan pengguran kandungan. Akibat dari konflik yang berkembang terus menerus, maka seiring dengan perkembangan zaman lahirlah dua kubu yang diakibatkan oleh konflik tersebut yaitu kubu yang menganut paham pro-life yang berupaya untuk mempertahankan kehidupan dari janin, dan kubu pro-choice yang mendukung upaya agar perempuan dapat memilih dan menentukan sikap serta nasib atas tubuhnya sendiri yang dalam hal ini adalah aborsi. Muncul sebuah pertentangan yang pada akhirnya menjadi sebuah masalah besar pada bidang moral dan juga agama yang pada akhirnya membuat permasalahan aborsi menjadi permasalahan yang penuh dengan kontroversi. Bila dilihat dari sisi moral dan kemasyarakatan serta efek psikologis dirasa sangat sulit bagi seorang ibu yang harus merawat kehamilan serta membesarkannya ketika sudah lahir, padahal anak tersebut merupakan hasil hubungan yang diakibatkan oleh tindak pidana perkosaan. Selain hal tersebut, banyak pula perempuan yang merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Dilihat dari sisi agama, agama manapun dan apapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun. Pengaturan aborsi di dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia, tidak terlepas pula dari perdebatan dan pertentangan dari segi hukum, dimana terdapat kubu pro dan kubu kontra terkait dengan persepsi atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Pertentangan tersebut terjadi baik dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), UU Hak Asasi Manusia (HAM), UU Kesehatan,

6 6 dan UU Praktik Kedokteran. Dengan timbulnya pertentangan diantara masingmasing peraturan hukum positif, maka membuat permasalahan mengenai aborsi menjadi semakin kompleks dan menimbulkan celah-celah hukum yang dimanfaatkan oleh para pelaku praktik aborsi gelap. Disahkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menggantikan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, menambah polemik dan kontroversi mengenai aborsi, karena di dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tersebut memuat aturan tentang aborsi. Sebelum terjadinya revisi undangundang kesehatan aborsi hanya dapat dilakukan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis, namun pasca revisi undang-undang kesehatan, aturan mengenai legalisasi aborsi diperluas, yaitu dengan diperbolehkannya dilakukan aborsi terhadap janin yang merupakan hasil dari tindak pidana perkosaan, dimana hal tersebut di atur di dalam Pasal 75 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Hal tersebut tentunya menimbulkan perdebatan, karena selama ini banyak pandangan yang menyatakan bahwasanya aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan dapat disamakan dengan indikasi medis dan dapat mengancam psikologis serta nyawa sang ibu. Di sisi yang lain terdapat pandangan bahwa aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan merupakan perbuatan abortus provokatus criminalis karena memang tidak membahayakan nyawa sang ibu sama sekali. Aspek hukum pidana sendiri, apabila dilihat dalam KUHP telah mengatur secara jelas ketentutan mengenai aborsi yang dapat dilihat pada KUHP Bab XIX pada Pasal 229 dan 346 sampai dengan 349, yang memuat jelas mengenai

7 7 larangan dilakukannya aborsi, sedangkan dalam ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ketentuan mengenai aborsi diatur dalam Pasal 75. Terdapat pertentangan atau perbedaan antara KUHP yang tidak membolehkan aborsi dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang memperbolehkan atau melegalkan aborsi terhadap korban perkosaan. Selanjutnya meskipun pemerintah sudah mengeluarkan PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, yang pada Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) serta ayat (2) mengatur lebih lanjut mengenai aborsi yang dilakukan terhadap korban perkosaan, namun tetap saja masih terjadi perdebatan sengit di antara masing-masing kubu pro dan kubu kontra, hal utama dari perdebatan tersebut adalah berkaitan dengan legalisasi aborsi untuk korban perkosaan yang dipandang bertentangan dengan Undang- Undang Hak Asasi Manusia, dimana pada Pasal 53 UU HAM menyatakan bahwa anak memiliki hak hidup mulai dari mulai janin sampai dilahirkan, dan perdebatan selanjutnya adalah mengenai kesiapan dari para aparat penegak hukum sendiri, baik dari institusi kepolisian, kejaksaan serta hakim dan juga kesiapan dari para dokter yang nantinya akan menjadi penentu selain penyidik apakah kehamilan yang dikandung benar hasil dari perkosaan atau tidak. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya masih terdapat banyak permasalahan dan pertentangan mengenai permasalahan legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan. Hal tersebut tergambarkan dengan adanya pihak-pihak yang mendukung untuk dilakukannya legalisasi aborsi karena hal tersebut berkaitan dengan kebebasan wanita terhadap nasib tubuhnya dan hak reproduksinya, namun di lain pihak terdapat pandangan yang kontra terhadap

8 8 aborsi karena setiap janin dalam kandungan mempunyai hak untuk hidup dan tumbuh sebagai manusia nantinya. Selain itu dari uraian diatas juga harus dilihat bagaimana kesiapan dari aparat penegak hukum dan para dokter karena nantinya merekalah yang akan memutuskan apakah benar janin yang dikandung hasil perkosaan atau bukan. Selain itu perlu juga dilihat dan dikaji apakah yang menjadi bahan pertimbangan utama dari para pembuat undang-undang dan juga anggota legislatif yang mengesahkan undang-undang kesehatan tersebut dengan memasukkan peraturan yang melegalkan aborsi bagi para korban tindak pidana perkosaan. Berkaitan dengan uraian sebelumnya, maka penulis akan mengangkat permasalahan tentang kajian legalisasi aborsi terkait dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang berjudul Kajian Terhadap Legalisasi Aborsi Pada Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang mendorong pengambilan kebijakan legalisasi aborsi bagi korban perkosaan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan terkait kewenangan kepolisian dalam rangka menjalankan legalisasi aborsi bagi korban perkosaan?

9 9 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat diketahui tujuan penulisan hukum ini, sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui faktor-faktor serta pertimbangan yang paling dominan yang menjadi bahan dasar dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) untuk mengatur tentang legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan di dalam Undang- Undang No. 36 Tahun b. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi oleh para penegak hukum dalam mengimplementasikan peraturan legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang No. 36 Tahun Tujuan Subjektif Penulisan hukum digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis untuk mengetahui keaslian penelitian di beberapa perpustakaan universitas di Indonesia melalui sistem repository online, dapat diketahui bahwa terdapat dua penulisan hukum yang menyinggung mengenai legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan

10 10 dan memiliki sedikit kemiripan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, yakni sebagai berikut : 1. Penulisan hukum yang disusun oleh Yolanda Oktavina Medista Ginting, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada tahun 2010 yang rinciannya sebagai berikut 3 : a. Judul Penulisan Hukum Tinjauan Yuridis tentang Aborsi Ditinjau dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan b. Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah tinjauan tentang aborsi bila dikaitkan dengan hak asasi manusia dan hak janin untuk hidup? 2) Bagaimanakah tinjauan yuridis aborsi berdasarkan undangundang kesehatan dan legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan? 3) Bagaimanakah pendapat umum masyarakat tentang aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan dan legalisasi terhadap aborsi? c. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa dipandang dari Hak Asasi Manusia janin juga memiliki hak untuk hidup dan berkembang, untuk itu janin juga harus dilindungi dan dijaga sejak dalam kandungan, tetapi permasalahnnya akan sangat 3 Yolanda Oktavina Medista Ginting, 2010, Tinjauan Yuridis tentang Aborsi Ditinjau dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Skripsi, Fakultas Hukum USU, Medan.

11 11 berbeda jika keadaan tersebut mengancam sang ibu dan janin yang dikandung memang tidak dapat hidup diluar kandungan, dalam hal ini aborsi dari persepektif HAM dapat dibenarkan. Aborsi yang dilakukan terhadap ibu yang memang mengancam bayinya dapat dilakukakan sebagai perlindungan atas dirinya dan mempertahankan hidupnya dimana dalam hal ini aborsi memang merupakan jalan terakhir. 2. Penulisan hukum yang disusun oleh Tri Ajis Irjawan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada tahun 2013 yang rinciannya sebagai berikut 4 : a. Judul Penulisan Hukum Aborsi Ditinjau dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan b. Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah pengguguran anak hasil perkosaan bila dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia? 2) Bagaimanakah perlindungan hak-hak korban perkosaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia? c. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguguran kandungan hasil perkosaan tidak memberikan solusi tepat karena dalam hal ini janin yang dikandung mempunyai hak untuk hidup karena secara 4 Tri Ajis Irjawan, 2013, Aborsi Ditinjau Dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar.

12 12 kedaruratan medis memang tidak membahayakan nyawa sang ibu dan anak memang dapat terlahir ke dunia. Jalan keluar yang seharusnya dilakukan adalah dengan memberikan konseling secara khusus baik dari konselor ataupun pemuka agama dan melakukan terapi khusus kepada korban. Janin yang dikandung sebaiknya tetap dilahirkan, jika ibu tidak menginginkan anaknya tersebut dapat dijauhkan dari sang ibu jika janin dilahirkan. Setelah paska melahirkan si korban juga harus tetap diberikan terapi dan konseling khusus kalau memang mengalami trauma secara psikis sampai dia sembuh dan dapat menerima kembali anak tersebut. Perlindungan hak-hak korban perkosaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur secara umum dalam KUHP dan diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta Undang- Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mana memberikan perlindungan fisik, psikis dan hukum. Berdasarkan pada pengamatan penulis terhadap ke 2 (dua) penulisan hukum yang telah dijabarkan di atas, maka terdapat beberapa perbedaan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi perumusan masalah, tujuan penelitian, cakupan pembahasan, maupun kesimpulannya. Penulisan hukum yang disusun oleh penulis berbeda dengan ke 2 (dua) penulisan hukum di atas karena penulisan hukum milik penulis lebih fokus dalam membahas tentang faktor-faktor yang menjadi pendorong dari legalisasi aborsi bagi korban tindak pidana perkosaan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

13 13 serta faktor-faktor yang menjadi hambatan bagi kepolisian dalam rangka menjalankan kewenangannya utamanya yang terkait dengan pelaksanaan kewenangan legalisasi aborsi bagi korban tindak pidana perkosaan. E. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penulisan hukum yang telah diketahui, maka manfaat penulisan hukum antara lain: 1. Manfaat akademis a. Untuk mengetahui sinkronisasi antara ilmu yang diperoleh dalam dunia perkuliahan dengan kenyataan dan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi ilmu hukum khususnya tentang pengetahuan mengenai legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan. c. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan sumbangsih nyata dalam pengembangan ilmu hukum di Indonesia utamanya yang berkaitan dengan pengembangan hukum pidana. 2. Manfaat praktis a. Bagi Penulis Penelitian yang dilakukan akan memiliki manfaat bagi penulis sendiri, yaitu menambah wawasan pengetahuan penulis terkait dengan faktor serta pertimbangan yang dominan dalam pengambilan keputusan terhadap UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang salah satu

14 14 pasalnya mengatur tentang legalisasi aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan serta juga mengetahui bagaimana kesiapan dari aparat penegak hukum yang akan menjalankan regulasi tersebut. b. Bagi ilmu pengetahuan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran yang bermanfaat dalam perkembangan hukum secara umum dan khususnya bagi pelaksanaan legalisasi aborsi bagi korban tindak pidana perkosaan. c. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat untuk dapat lebih mengetahui faktor pertimbangan serta kesiapan penegak hukum dan juga kendala yang dihadapi terhadap implementasi legalisasi aborsi bagi korban tindak pidana perkosaan. F. Sistematika Penulisan Penulisan hukum ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab masih diuraikan lagi menjadi beberapa sub bab yang merupakan materi dari penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Pada bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

15 15 Pada bab ini terdiri dari 3 (tiga) sub bab yang menjelaskan tinjauan umum tentang aborsi yang meliputi pengertian aborsi, macam-macam aborsi dan akibat aborsi. Sub bab berikutnya akan menjelaskan tinjauan umum tentang hukum pidana dan tindak pidana yang meliputi pengertian hukum pidana, pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, dan jenis jenis tindak pidana. Sub bab terakhir pada bab ini akan menjelaskan tinjauan umum tentang perkosaan yang meliputi pengertian tindak pidana perkosaan, unsur-unsur tindak pidana perkosaan, jenisjenis tindak pidana perkosaan dan karakteristik tindak pidana perkosaan. BAB III. METODE PENELITIAN Pada bab ini terdiri dari 5 (lima) sub bab yang terdiri dari sub bab yang menjelaskan sifat penelitian dan pendekatan masalah, sub bab lokasi penelitian, sub bab jenis data, sub bab pengumpulan data, dan sub bab analisis data. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini terdiri dari 2 (dua) sub bab, yaitu penyajian data hasil penelitian yang telah dilakukan, terutama penelitian lapangan, dan analisa kasus mengenai faktor dan nilai pendorong kebijakan legalisasi aborsi serta hambatan yang akan dihadapi pihak kepolisian dalam rangka implementasinya. BAB V. PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari penulis yang berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup modern sekarang ini menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitasnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aborsi adalah pembunuhan janin yang di ketahui oleh masyarakat yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi dibedakan antara aborsi yang terjadi

Lebih terperinci

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 26 PENDAHULUAN Pengertian aborsi menurut hukum adalah tindakan menghentian kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai moral yang ada di dalam masyarakat kita semakin berkurang. Pergaulan bebas dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Aborsi disebut juga dengan istilah Abortus Provocatus. Abortus provocatus adalah pengguguran kandungan yang disengaja, terjadi karena adanya perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesengajaan. Pengertian aborsi atau Abortus provocatus adalah penghentian

BAB I PENDAHULUAN. kesengajaan. Pengertian aborsi atau Abortus provocatus adalah penghentian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Setiap orang berhak atas kehidupan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada manusia secara alami sejak ia di lahirkan, bahkan jika kepentingannya dikehendaki, walaupun masih dalam kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi (pengguguran kandungan). Maraknya aborsi dapat diketahui dari berita di surat kabar atau

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Hukum Aborsi Akibat Perkosaan Aborsi akibat perkosaan merupakan permasalahan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan BAB V PENUTUP Berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Pada dasarnya perkembangan hukum mengenai aborsi di Indonesia sudah

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Angga Indra Nugraha Pembimbing : Ibrahim R. Program Kekhususan: Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract: The rise of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang pengguguran kandungan atau aborsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1, aborsi /abor.si/ berarti

Lebih terperinci

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB XX KETENTUAN PIDANA Undang-undang Kesehatan ini disyahkan dalam sidang Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2009 1 PASAL-PASAL PENYIDIKAN DAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN SERTA PIDANA DENDA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA A. Pembantuan Dalam Aturan Hukum Pidana 1. Doktrin Pembantuan dalam Hukum Pidana Dalam pembantuan akan terlibat

Lebih terperinci

PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2

PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2 PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2 ABSTRAK Pengguguran kandungan (aborsi) selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum resmi maupun tidak resmi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aborsi saat ini dilakukan bukan hanya untuk menyelamatkan jiwa sang ibu namun dapat dilakukan karna ibu tidak menghendaki kehamilan tersebut. Kehamilan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai khalifah dimuka bumi ini dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka bumi. Manusia memiliki perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang ada di sekitarmya, seperti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan juga faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri,

Lebih terperinci

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ABORSI KARENA KEDARURATAN MEDIS MENURUT PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi

Lebih terperinci

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI Oleh : Putu Mas Ayu Cendana Wangi Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah

I. PENDAHULUAN. yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus

Lebih terperinci

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN 52 BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN A. Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dalam pembukaan Undang-undang Dasar

Lebih terperinci

PERBUATAN ABORSI DALAM ASPEK HUKUM PIDANA DAN KESEHATAN

PERBUATAN ABORSI DALAM ASPEK HUKUM PIDANA DAN KESEHATAN PERBUATAN ABORSI DALAM ASPEK HUKUM PIDANA DAN KESEHATAN Oleh : Bastianto Nugroho. SH., M.Hum 1, Vivin Indrianita, SST., M.Psi 2, Agung Putri Harsa Satya Nugraha, SST., M.P.H 3 Abstrak Aborsi atau lazim

Lebih terperinci

TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN

TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Oleh

Lebih terperinci

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018 KAJIAN KRITIS DAN REKOMENDASI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (R-KUHP) YANG MASIH DISKRIMINATIF TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK SERTA MENGABAIKAN KERENTANAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM S K R I P S I

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM S K R I P S I PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. Sebenarnya kekerasan terhadap perempuan sudah lama terjadi, namum sebagian masyarakat belum

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya Penulis akan

BAB III. PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya Penulis akan 52 BAB III. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya Penulis akan memberikan beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan sebagai berikut : Ditinjau dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van 138 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kewenangan untuk menentukan telah terjadinya tindak pidana pemerkosaan adalah berada ditangan lembaga pengadilan berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan negara Indonesia seperti dirumuskan dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan negara Indonesia seperti dirumuskan dalam Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan negara Indonesia seperti dirumuskan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, hamil di luar nikah sering terjadi. Hal ini dikarenakan anak-anak muda jaman sekarang banyak yang menganut gaya hidup seks bebas. Pada awalnya para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Yogyakarta adalah Daerah Istimewa yang terletak di tengah pulau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Yogyakarta adalah Daerah Istimewa yang terletak di tengah pulau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta adalah Daerah Istimewa yang terletak di tengah pulau Jawa yang terkenal dengan kebudayaan,wisata,dan banyaknya orang yang datang ke Yogya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban pemerkosaan di Indonesia merupakan hal yang sangatlah menarik untuk dibahas karena terdapat dualisme pemahaman

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh HERNIWATI, SH. A

ABSTRAK. Oleh HERNIWATI, SH. A MASA GESTASI DALAM HUBUNGAN LEGALITAS ABORSI AKIBAT PERKOSAAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI MENURUT TINJAUAN NORMATIF Oleh HERNIWATI, SH. A. 2021131026

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Urgensi politik hukum

I. PENDAHULUAN. pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Urgensi politik hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik hukum pada dasarnya merupakan arah hukum yang akan diberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya dapat berupa pembuatan hukum baru

Lebih terperinci

Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina

Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina Masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia semakin mencapai tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan perbuatan yang legal atau perbuatan ilegal. Beragam pendapat muncul

BAB I PENDAHULUAN. merupakan perbuatan yang legal atau perbuatan ilegal. Beragam pendapat muncul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aborsi masih menjadi bahan perbincangan yang hangat dan emosional di Indonesia bahkan dunia. Perbincangan tersebut mengenai apakah aborsi merupakan perbuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia merupakan Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh Pemberi

I. PENDAHULUAN. manusia merupakan Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh Pemberi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia

Lebih terperinci

TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN Oleh : Clifford Andika Onibala 2

TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN Oleh : Clifford Andika Onibala 2 TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 1 Oleh : Clifford Andika Onibala 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam PIT PDFI, Balikpapan 9-10 September 2015 Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam Budi Sampurna amanat UU 36/2009 Frasa kesehatan reproduksi muncul di pasal 48

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN

PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN Rika Susanti TINJAUAN PUSTAKA Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Andalas E-mail: ifaua@yahoo.com Abstrak Pada survei

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat. Yogyakarta melakukan upaya-upaya sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat. Yogyakarta melakukan upaya-upaya sebagai berikut: 61 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dalam penulisan hukum ini, yaitu:

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Perempuan dan juga anak sebagai korban utama dalam kekerasan dalam rumah tangga, mutlak memerlukan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB IV. A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 58 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ABORSI DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN RELASINYA DALAM MEMBINA KEUTUHAN RUMAH TANGGA A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN. A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun

BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN. A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi Sebelum adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga BAB I PENDAHULUAN Permasalahan penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, dari sudut medik psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psiko sosial (ekonomi politik, sosial budaya, kriminalitas

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, penganiayaan, pemerasan dan perkosaan atau tindakan yang membuat seseorang merasa kesakitan baik secara

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TURUT SERTA TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI SKRIPSI

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TURUT SERTA TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TURUT SERTA TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Strata-1 Pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai calon generasi penerus mempunyai jiwa yang bergejolak, semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi dan dapat memanfatkan masa remajanya dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 menentukan : Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Sedangkan perkawinan sebagaimana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergaulan bebas sebagai pengaruh efek global telah mempengaruhi perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi. Pergaulan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban.

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. 1. Pernyataan mana tentang Rekam Medik (RM) yang tidak benar: a. Pemaparan isi RM hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN. A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN. A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan juga mengatur mengenai masalah pengguguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah anugerah Allah Yang Maha Kuasa yang merupakan calon generasi

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah anugerah Allah Yang Maha Kuasa yang merupakan calon generasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Anak adalah anugerah Allah Yang Maha Kuasa yang merupakan calon generasi penerus bangsa yang masih dalam masa perkembangan fisik dan mental. Terkadang anak mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gelombang kejahatan yang cukup terasa dan menarik perhatian, terutama bagi

BAB I PENDAHULUAN. gelombang kejahatan yang cukup terasa dan menarik perhatian, terutama bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini banyak negara di dunia mulai merasakan adanya gerak atau gelombang kejahatan yang cukup terasa dan menarik perhatian, terutama bagi negara yang bersangkutan.

Lebih terperinci

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan : Pengertian Abortus (aborsi). Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari semakin memprihatinkan terlebih di Indonesia. Narkotika seakan sudah menjadi barang yang sangat mudah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan modernisasi pada saat ini berdampak negatif pada para remaja yang tidak mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mengedepankan hukum seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat 3 sebagai tujuan utama mengatur negara.

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan bukan merupakan hal yang baru lagi, pemikiran masyarakat kebanyakan selama ini adalah kekerasan hanya terjadi pada golongangolongan berpendidikan rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah dinyatakan dengan tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa Negara

Lebih terperinci

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009. ABORSI OLEH KORBAN PEMERKOSAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Oleh : Agus Jerry Suarjana Putra AA. Istri Ari Atu Dewi Bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN)

TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN) TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN) SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

Lebih terperinci

Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus :58:42

Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus :58:42 Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus 2004 11:58:42 Setiap tahun, 307 ibu mati dari 100.000 kelahiran hidup. Dari jumlah itu, 11 persen di antaranya meninggal karena aborsi tidak aman.

Lebih terperinci

BAB III LEGALISASI ABORSI MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN. A. Penyusunan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

BAB III LEGALISASI ABORSI MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN. A. Penyusunan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 43 BAB III LEGALISASI ABORSI MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN A. Penyusunan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 1. Latar belakang diterbitkannya Undang-Undang No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman, maka permasalahan dalam kehidupan masyarakat juga semakin kompleks, khususnya mengenai permasalahan kejahatan. Meskipun pengaturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci