BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh Konsitusi melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Undang undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Disamping itu, setiap orang juga berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan dirinnya. Hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi tingginya dan sesuai yang diharapkan adalah dilakukan melalui upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh baik melalui upaya kesehatan perseorangan maupun upaya kesehatan masyarakat. Hal tersebut sesuai Undang undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 36 yang menyatakan bahwa upaya kesehatan dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan kesehatan melalui 4 (empat) pendekatan yaitu : promotif, preventif, kuratif, dan rehabiliatif. Penyelengggaraan upaya kesehatan dilakukan dengan berbagai macam cara, 1

2 2 mulai dari pelayanan kesehatan yang bersifat tradisional sampai yang bersifat modern dengan berbagai teknologi yang canggih. Pelayanan kesehatan tradisional merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang sudah berkembang sejak dulu di Indonesia bahkan sebelum keberadaan pelayanan kesehatan modern. Pola penggunaan pelayanan kesehatan tradisional ini di berbagai negara di dunia berkembang sesuai dengan pola yang ada, namun secara umum bergantung kepada sejumlah faktor antara lain budaya, alasan sejarah, dan peraturan yang ada. Secara umum WHO mengkategorikan pola penggunaan pelayanan kesehatan tradisional di dunia dalam 3 (tiga) pola yaitu : 1. Digunakan di negara-negara di mana pengobatan tradisional adalah salah satu sumber utama dalam pelayanan kesehatan. Hal ini biasanya terjadi di negara-negara yang ketersediaan dan / atau aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan kedokteran berbasis konvensional, secara umum masih sangat terbatas. Meluasnya penggunaan pengobatan tradisional di Afrika dan beberapa negara berkembang lainnya bisa dikaitkan dengan keberadaaan pengobatan tradisional yang ada di lapangan dan mudah terjangkau. Sebagai contoh, rasio pengobat tradisional dibandingkan dengan penduduk di Afrika adalah 1:500, sedangkan rasio dokter dengan penduduk adalah 1: Bagi jutaan orang di daerah pedesaan, pengobat tradisional merupakan penyedia layanan kesehatan yang tetap bagi mereka.

3 3 2. Penggunaan pengobatan tradisional berkaitan dengan pengaruh budaya dan sejarah. Di beberapa negara seperti Singapura dan Korea Selatan yang sistem pelayanan kesehatan konvensional sudah cukup mapan, 76% - 86% dari populasi penduduknya masih memanfaatkan pelayanan pengobatan tradisional. 3. Penggunaan pengobatan tradisional dan komplementer sebagai terapi komplementer. Hal ini biasa berkembang di negara negara maju dimana struktur sistem kesehatan sudah berkembang dengan baik, sebagai contoh : Amerika Utara dan negara-negara Eropa. 1 Di Indonesia, pelayanan kesehatan tradisional dari abad ke abad sampai dewasa ini masih terus berlangsung dan tidak menjadi surut, bahkan semakin marak seperti halnya dengan pelayanan kesehatan modern. Tren pelayanan kesehatan tradisional yang makin meningkat di era modern ini mempunyai beberapa alasan. Alasan alasan ini juga merupakan kelebihan - kelebihan dari pelayanan kesehatan tradisional yang ada di Indonesia bila dibandingkan dengan pelayanan kesehatan modern. Menurut Notoatmodjo 2 alasan alasan tersebut antara lain : 1 WHO, 2013, WHO Traditional Medicine Strategy , WHO Press, Geneva, hlm Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika & Hukum Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta,hlm

4 4 1. Pendekatan holistik dalam menangani pasiennya. 2. Pengobatan dilakukan sampai tuntas. 3. Waktu kontak dengan pasien tidak terbatas waktu kerja (jam kerja 24 jam). 4. Pelayanan bersifat terpadu (penyembuhan dan perawatan). 5. Bersifat kekeluargaan. 6. Akrab, ramah dan sangat informal. 7. Biaya pengobatan disesuaikan dengan apa yang dimiliki pasien (tidak harus dengan uang). 8. Tidak mengenal kelas sosial dalam melayani pasien. 9. Pengobat tradisional pada umumnya bersifat turun temurun. 10. Jarak yang dekat baik secara fisik maupun psiko sosial. 11. Obat yang dipergunakan lebih mengedepankan obat obat herbal. Meskipun demikian, pelayanan kesehatan tradisional juga mempunyai kekurangan kekurangan atau kelemahan kelemahan antara lain : 1. Tidak dilakukan diagnosis penyakit secara rasional. 2. Persyaratan yang memberatkan pasien. 3. Mengorbankan orang lain demi mencapai kesembuhannya. 4. Meningkatkan keparahan penyakit pada pasien. Dengan demikian, tanpa mengabaikan segi negatif dari keberadaan pelayanan kesehatan tradisional yang masih menjadi salah satu alternatif di tengah masyarakat yang makin berkembang dalam perkembangan pelayanan kesehatan modern, diperlukan adanya sinergitas antara pelayanan kesehatan

5 5 modern dengan pelayanan kesehatan tradisional. Hal ini dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan, yaitu 3 : 1. Pengobatan tradisional perlu dibina dan diawasi agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. Dengan demikian, pengobatan tradisional pada khususnya, dan pelayanan kesehatan tradisional pada umumnya adalah mitra pelayanan kesehatan modern dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang setinggi tingginya. 2. Pengobatan tradisional yang sudah dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamannya perlu ditingkatkan dan dikembangkan guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Dalam rangka mempertanggungjawabkan manfaat dan keamanan pelayanan kesehatan tradisional ini, maka pemerintah harus melakukan pengawasan dan pembinaan yang sebaik baiknya. Salah satu jenis pelayanan kesehatan tradisional yang berkembang dengan pesat di Indonesia adalah pengobatan tradisional akupunktur. Perkembangan pengobatan tradisional akupunktur di negara kita bilamana dibandingkan dengan perkembangan di negara lain, tidaklah tertinggal. Pengobatan tradisional akupunktur berkembang di Indonesia setua adanya perantau Cina yang tiba dari Cina. Mereka membawa kebiaasaan dan kebudayaan juga ilmu pengobatannya 3 Ibid, hlm.196.

6 6 ke Indonesia. Namun demikian, pengobatan tradisional akupunktur itu terbatas hanya berkembang dalam lingkungan mereka dan sekitarnya, juga hanya sinse yang melakukan praktek tersebut. Pengobatan tradisional akupunktur mulai berkembang luas sejak tahun 1963 setelah Departemen Kesehatan dalam rangka penelitian dan pengembangan cara pengobatan Timur, termasuk didalamnya ilmu pengobatan akupunktur, membentuk sebuah Tim Riset Ilmu Pengobatan Tradisional Timur. Hal tersebut dilakukan atas instruksi Menteri Kesehatan waktu itu, Prof. Dr. Satrio. Maka, sejak saat itu praktek pengobatan akupunktur diadakan secara resmi di Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta yang kemudian berkembang menjadi sub bagian di bawah Bagian Penyakit Dalam, dan selanjutnya menjadi Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada masa kini 4. Dalam perkembangan selanjutnya, pengobatan akupunktur menjadi salah satu jenis pelayanan kesehatan tradisional yang berkembang pesat di Indonesia. Dalam upaya melindungi warga negara dan sekaligus memberikan rasa aman baik bagi warga negara maupun pemberi pelayanan kesehatan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan tradisional, maka Pemerintah menerbitkan berbagai peraturan yang menjamin hal tersebut. Pengaturan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional telah diatur dalam pasal Undang 4 Ching San,dkk, 1985, Ilmu Akupunktur,Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta,hlm. 5.

7 7 undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pokok pokok pengaturan yang ada dalam peraturan tersebut adalah 5 : 1. Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional dibagi menjadi : a. Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ketrampilan. b. Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. 2. Pelayanan kesehatan tradisional dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama. 3. Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. 4. Penggunaan alat dan teknologi pelayanan kesehatan tradisional harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. 5. Masyarakat diberi kesempatan seluas luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. 6. Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional dengan didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat. 5 Soekidjo Notoatmojo, op.cit., hlm. 197.

8 8 Namun demikian, peraturan pelaksanaan dari amanat undang undang tersebut sampai dilakukannya penelitian ini belum ada. Dengan demikian, pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional masih mempergunakan peraturan pelaksanaan dari undang undang sebelumnya selama tidak bertentangan dengan undang undang yang baru. Salah satu peraturan dalam upaya pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan tradisional termasuk didalamnya pengobatan tradisional akupunktur adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Salah satu pengaturan yang ada dalam peraturan tersebut adalah adanya perizinan bagi tenaga pengobat tradisional. Pengaturan penyelenggaraan pengobatan tradisional tersebut bertujuan untuk : 1. Membina upaya pengobatan tradisional. 2. Memberikan perlindungan kepada masyarakat. 3. Menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara pengobatannya. Bentuk pengaturannya diwujudkan dalam perizinan yang terdiri atas dua jenis perizinan yaitu : 1. Surat Terdaftar Pengobat Tradisional yang selanjutnya disingkat STPT dan diwajibkan bagi seluruh pengobat tradisional. 2. Surat Izin Pengobat Tradisional yang selanjutnya disingkat SIPT dan diberikan hanya kepada pengobat tradisional yang metodenya telah

9 9 memenuhi persyaratan penapisan, pengkajian, penelitian, dan pengujian serta terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu tenaga pengobat tradisional yang dapat mendapatkan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) adalah akupunktur sesuai dengan peraturan tersebut. Hal ini sebagaimana terdapat dalam pasal 9 ayat 2 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional yang berbunyi : Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) berdasarkan Keputusan ini. Namun demikian, implementasi peraturan tersebut terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta sampai saat ini tidak berjalan dengan baik yang dibuktikan dengan belum adanya akupunktur yang bisa mendapatkan SIPT sesuai dengan peraturan tersebut. Sebagai gambaran, jumlah tenaga pengobatan tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan Laporan Kabupaten/Kota sampai dengan bulan Juni 2012 sejumlah 2025 orang dengan jumlah akupunkturis sejumlah 48 orang 6. Sampai saat ini, seluruh akupunkturis tersebut tak seorangpun yang mempunyai Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) sebagaimana diamanatkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 6 Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2012,Data Pengobat Tradisional Provinsi DIY Tahun 2012, Tidak Dipublikasikan.

10 /Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Permasalahan yang melatarbelakangi tidak terbitnya Surat Izin Pengobat Tradisional tersebut secara umum antara lain : 1. Pemahamanan yang berbeda terhadap pernyataan dalam pasal 9 ayat (2) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional yang berbunyi : Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) berdasarkan Keputusan ini. Pemahaman dari pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota terhadap bunyi pasal tersebut antara lain : a) Kepala Seksi Registrasi dan Akreditasi Dinas Kesehatan Sleman menyatakan bahwa 7 : Dinas Kesehatan Sleman belum pernah menerbitkan izin untuk tenaga akupunkturis dikarenakan belum adanya Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan Kompelementer-Alternatif. b) Kepala Seksi Penyelenggaraan Regulasi Kesehatan Dinas Kesehatan Bantul menyatakan bahwa 8 : 7 Supiyati,2012,Kepala Seksi Registrasi dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan,Dinas Kesehatan Sleman, wawancara via telpon tanggal 16 November

11 11 Dinas Kesehatan Bantul dulu pernah menerbitkan SIPT namun sekarang tidak lagi dikarenakan sesuai dengan hasil pertemuan di Provinsi disampaikan bahwa yang bisa mendapatkan SIPT adalah hanya tenaga akupunkturis yang berpendidikan minimal D3. 2. Terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1277/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Tenaga Akupunktur yang menyebutkan dalam ketetapannya yang ketiga bahwa Tenaga Akupunktur merupakan salah satu tenaga kesehatan yang masuk dalam kelompok keterapian fisik. Terbitnya peraturan ini menimbulkan penafsiran bagi pemerintah daerah bahwa akupunktur yang mendapatkan SIPT sebagaimana peraturan yang ada haruslah berpendidikan Diploma III. B. Perumusan Masalah Bertolak dari kondisi demikian maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan perizinan pengobatan tradisional akupunktur di Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Adakah hambatan hambatan dalam rangka pelaksanaan perizinan pengobatan tradisional akupunktur serta upaya yang ditempuh pemerintah daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka mengatasai hambatan hambatan tersebut? 8 Agus Triwidiantoro,2012,Kepala Seksi Penyelenggaraan Regulasi Kesehatan,Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, wawancara via telpon tanggal 16 November

12 12 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengkaji pelaksanaan perizinan pengobatan tradisional akupunktur di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui hambatan hambatan dan mengkaji upaya yang ditempuh pemerintah daerah dalam pelaksanaan perizinan pengobatan tradisional akupunktur di Daerah Istimewa Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Sumbangan bagi ilmu hukum pada umumnya dan khususnya bidang hukum kesehatan dalam masalah yang berkaitan dengan pemberian izin oleh pemerintah daerah terhadap pengobatan tradisional akupunktur. 2. Bagi Pemerintah Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kaitannya dengan pelaksanaan pemberian izin pengobatan tradisional akupunktur sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat.

13 13 3. Bagi Masyarakat Dapat memberikan masukan dan pengetahuan bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang perizinan pengobatan tradisional akupunktur. E. Keaslian Penelitian Penulis telah melakukan penelusuran di perpustakaan melalui Electronic Theses and Dissertasions Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebelum melakukan penelitian tentang pelaksanaan pemberian izin pengobatan tradisional akupunktur di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelusuran yang telah dilakukan tersebut, penelitian yang penulis lakukan belum pernah dibahas secara mendetail atau dilakukan oleh pihak lain sebelumnya, sehingga topik yang penulis pilih merupakan hal yang baru. Penelitian yang telah ada sama sekali berbeda dengan topik yang akan dibahas dalam penelitian ini. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan masalah tersebut antara lain : 1. Tinjauan Peraturan Perundang-undangan dan Pelaksanaannya Pada Pengobat Tradisional di Kota Yogyakarta. Permasalahannya bagaimana penerapan peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya pada pengobat tradisional di Kota Yogyakarta. Penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian, bahwa enam puluh delapan persen (68 %) pengobat tradisional belum berijin. Peran dan fungsi Dinas Kesehatan, Kantor Departemen Agama,

14 14 dan Kejaksaan Kota Yogyakarta dalam pembinaan dan pengawasan belum optimal. Tidak semua pengobat tradisional yang terdaftar atau berijin melaporkan kegiatannya 9. Penelitian tersebut di atas menitik beratkan penelitian kepada evaluasi pelaksanaan perizinan pengobatan tradisional secara umum sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian yuridis empiris, yang secara khusus mengkaji pelaksanaan perizinan terhadap pengobatan tradisional akupuktur dan penerapan aturan hukumnya serta aspek - aspek yang mempengaruhinya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal inilah yang membedakan penelitian ini dengan penelitian tersebut. 2. Pola Hubungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional. Penelitian tersebut merupakan penelitian yuridis empiris yang bertujuan mengkaji bentuk hubungan hukum dan mengkaji substansi materi yang diatur di dalam peraturan perundangan undangan berkaitan dengan hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional pengobatan akupunktur. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hubungan hukum akupunkturis dalam pelayanan kesehatan tradisional dengan pasien merupakan hubungan teraupetik yang dalam hukum dikategorikan suatu perikatan yang lahir dari perjanjian Sunarto, 2010, Tinjauan Peraturan Perundang-undangan dan Pelaksanaannya Pada Pengobat Tradisional di Kota Yogyakarta, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 10 Agus Sarwo Prayogi, 2013, Pola Hubungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional, Tesis Magister Hukum Kesehatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

15 15 Adapun penelitian ini akan menitikberatkan pada pelaksanaan perizinan pengobatan tradisional akupunktur dan hambatan hambatan dalam pelaksanaannya serta upaya yang ditempuh dalam penyelesaiannya pada pelaksanaan perizinan pengobatan akupunktur.

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 PENGAWASAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG TERHADAP PENGOBATAN TRADISIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan suatu tatanan yang. menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan suatu tatanan yang. menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

Menteri Kesehatan Republik Indonesia * KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG

Menteri Kesehatan Republik Indonesia * KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG Menteri Kesehatan Republik Indonesia * KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerima pengakuan ini adalah Imhotep dari Mesir yang jauh lebih tua

BAB I PENDAHULUAN. menerima pengakuan ini adalah Imhotep dari Mesir yang jauh lebih tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedokteran modern mengakui Hipocrates merupakan orang pertama yang menggunakan tanaman berkhasiat. Akan tetapi lebih tepatnya yang menerima pengakuan ini adalah Imhotep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.369, 2014 KESRA. Kesehatan. Tradisional. Pelayanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5643) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2 obat tradisional asli Indonesia. Berdasarkan riset tersebut 95,60% (sembilan puluh lima koma enam puluh persen) merasakan manfaat jamu. Dari berbaga

2 obat tradisional asli Indonesia. Berdasarkan riset tersebut 95,60% (sembilan puluh lima koma enam puluh persen) merasakan manfaat jamu. Dari berbaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESRA. Kesehatan. Tradisional. Pelayanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 369) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajib menjamin kesehatan bagi warganya. Peran aktif serta pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. wajib menjamin kesehatan bagi warganya. Peran aktif serta pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin pesat membuat masyarakat kini menjadi lebih sadar lagi mengenai pentingnya kesehatan bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kehidupan masyarakat modern saat ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat karena didukung

Lebih terperinci

BAB II. latar belakang pendidikan maupun jasa pelayanan atau upaya kesehatan yang dilakukan. 26 Tenaga

BAB II. latar belakang pendidikan maupun jasa pelayanan atau upaya kesehatan yang dilakukan. 26 Tenaga BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN AKUPUNKTUR SEBAGAI PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia, seperti yang termuat di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa : Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers atau pembuat kebijakan bukanlah jaminan bahwa kebijakan itu dapat berhasil dalam implementasinya.

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan memiliki jaminan kesehatan setiap warga negara berhak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Dengan memiliki jaminan kesehatan setiap warga negara berhak mendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga Negara. Dengan memiliki jaminan kesehatan setiap warga negara berhak mendapat layanan kesehatan. Jaminan

Lebih terperinci

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan kompleks dan juga merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan menjadi hak semua orang. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya sekedar sehat secara fisik atau jasmani, tetapi juga secara mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling utama, oleh karena itu kesehatan termasuk dalam kepentingan yang

BAB I PENDAHULUAN. paling utama, oleh karena itu kesehatan termasuk dalam kepentingan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hajat hidup manusia sekaligus karunia dari tuhan yang paling utama, oleh karena itu kesehatan termasuk dalam kepentingan yang dilindungi oleh negara.

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan I. Latar Belakang Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini diantaranya, bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai bangsa merdeka dan berdaulat yang telah diproklamirkan pada Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sarana pengobatan umumnya ditempuh oleh seorang yang sakit/tidak sehat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sarana pengobatan umumnya ditempuh oleh seorang yang sakit/tidak sehat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Tradisional Sarana pengobatan umumnya ditempuh oleh seorang yang sakit/tidak sehat dengan menjalani pengobatan baik secara medis (konvensional) maupun secara tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani maupun kesehatan jasmani. Terkait kesehatan jasmani merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. rohani maupun kesehatan jasmani. Terkait kesehatan jasmani merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang membutuhkan kesehatan baik kesehatan rohani maupun kesehatan jasmani. Terkait kesehatan jasmani merupakan suatu hal yang sangat berharga.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI i PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan tujuan pembentukan Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

I. PENDAHULUAN. hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia. Tanpa kesehatan manusia tidak akan produktif untuk hidup layak dan baik. Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berbeda jauh dengan konsep penyembuhan secara modern.

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berbeda jauh dengan konsep penyembuhan secara modern. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha-usaha perlindungan diri dan penyembuhan penyakit sudah diupayakan sejak dulu kala. Salah satu pengetahuan mendasar manusia dan masyarakat saat itu mencegah dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang kehidupan masyarakat, telah memungkinkan para pelaku usaha untuk memproduksi berbagai macam barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjang pencapaian cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjang pencapaian cita-cita bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek dalam pembangunan nasional yang dikembangkan melalui upaya kesehatan. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjang pencapaian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tesebut diselenggarakan program pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tesebut diselenggarakan program pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan tujuan nasional bangsa Indonesia. Untuk mencapai tujuan tesebut diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional dan obat tradisional sebagai bagian yang tidak dapat diabaikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. tradisional dan obat tradisional sebagai bagian yang tidak dapat diabaikan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengobatan tradisional merupakan pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun dan atau pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 012 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 012 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 012 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS UNSUR ORGANISASI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT GUSTI HASAN AMAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BENER MERIAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang salah satunya adalah kesehatan. Pengertian dari kesehatan tidak hanya sebatas sehat secara jasmani dan rohani, namun sehat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi dinamis meliputi kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.229, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Pelayanan. Kesehatan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5942) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BATU BARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang sangat penting bagi setiap orang. Tanpa adanya kesehatan yang baik, setiap orang akan mengalami kesulitan

Lebih terperinci

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS 1. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat adalah multi kausal, maka pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau prakteknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya, kesehatan merupakan hak setiap manusia. Hal tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dddddddnegara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. dddddddnegara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN dddddddnegara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin Kepastian Hukum dan perlindungan hukum yang bertitik berat pada kebenaran

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.185, 2014 KESEHATAN. Jiwa. Kesehatan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5571) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1663, 2015 KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Lanjut Usia. Penyelenggaraaan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI KARANGANYAR, : a. Bahwa kesehatan merupakan hak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. a. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. a. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Rumah sakit Tanpa Kelas a. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yaitu pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.298, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 3 TAHUN 2011 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIJINAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan tradisional merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang sudah berkembang sejak dulu, bahkan sebelum keberadaan pengobatan medis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESEHATAN. Pelayanan. Kesehatan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan. semakin beranekaragamnya penyakit dan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan. semakin beranekaragamnya penyakit dan faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patut diakui bahwa teknologi kedokteran yang ada saat ini belum sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan semakin beranekaragamnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1128, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perekam Medis. Pekerjaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu keadaan yang optimal baik dari segi badan, jiwa maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan penting bagi masyarakat, saat ini apotek menjadi penyuplai

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan penting bagi masyarakat, saat ini apotek menjadi penyuplai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul perkembangan apotek saat ini terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Apotek menjadi sebuah kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik BUPATI PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, The linked image cannot be displayed. The file may have been moved, renamed, or deleted. Verify that the link points to the correct file and location. PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (selanjutnya disingkat lansia) merupakan segmen populasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (selanjutnya disingkat lansia) merupakan segmen populasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Lanjut usia (selanjutnya disingkat lansia) merupakan segmen populasi yang digolongkan rentan akan masalah kesehatan seperti halnya anak-anak. Masalah kesehatan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin modern, menyebabkan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang kesehatan,

Lebih terperinci

Perihal : Permohonan Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT)/Surat Ijin Penyehat Tradisional (SIPT) Nama lengkap. Tempat/Tanggal lahir

Perihal : Permohonan Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT)/Surat Ijin Penyehat Tradisional (SIPT) Nama lengkap. Tempat/Tanggal lahir Formulir A Perihal : Permohonan Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT)/Surat Ijin Penyehat Tradisional (SIPT) Kepada Yth. Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Denpasar di- D e n p a s a r. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam dunia medis yang semakin berkembang, peranan rumah sakit sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau mundurnya pelayanan kesehatan rumah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1714, 2015 KEMENKES. Etalase dan Gerai. Djamoe. Terdaftar. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG GERAI DJAMOE TERDAFTAR DAN ETALASE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, dan menduduki urutan kedua setelah Brazil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang bersifat mutlak adalah kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah keadaan sehat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang dimiliki seseorang tidak hanya ditinjau dari segi kesehatan fisik semata melainkan bersifat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 23 TAHUN 2015 T E N T A N G AKREDITASI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia yang tidak dapat ditunda. Menurut Undang - Undang Republik Indonesia No 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan kesehatan

Lebih terperinci