BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu dengan individu, individu dengan badan hukum maupun antar badan hukum. Hubungan tersebut dapat menjadi perbuatan hukum ketika hubungan tersebut secara sengaja dilakukan untuk menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting, karena sebagian besar dari kehidupan manusia tergantung pada tanah. Betapa tidak, agama mengajarkan bahwa manusia adalah berasal dari tanah. Tanah adalah tempat bermukim bagi umat manusia, di samping sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha tani. Tanah dapat dinilai pula sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanen, karena memberikan suatu kemantapan untuk dicadangkan bagi kehidupan di masa mendatang. Pada akhirnya tanah pulalah yang dijadikan tempat persemayaman terakhir bagi orang yang meninggal dunia. Di era globalisasi dengan masyarakat semakin dinamis, kebutuhan atas tanah semakin meningkat, sementara luas tanah tidak akan bertambah lagi.

2 2 UUPA sebagai dasar hukum pertanahan di Indonesia bersumber dari hukum adat, yang bermakna bahwa semua perbuatan hukum yang dilakukan subyek hukum dalam kaitannya dengan tanah harus berlandaskan hukum adat. 1 Dalam jual-beli hak atas tanah berlaku asas hukum adat terang, tunai, dan riil. Yang dimaksud terang, yaitu tidak dilakukan dengan sembunyisembunyi, dilakukan di depan pejabat yang berwenang, tunai dimaknai bahwa pembayaran diikuti dengan penyerahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli, dan riil dimaknai bahwa obyek tanah yang diperjual belikan jelas dan batas-batasnya. Hukum sering kali kewalahan mengikuti perkembangan masyarakat industri yang dinamis termasuk yang berhubungan soal tanah, dalam beberapa hal implementasi dari asas tunai, riil, dan terang sulit untuk dilaksanakan, utamanya pada masyarakat kota yang dinamis, seperti ilustrasi di bawah ini: 1. Tuan A memiliki Tanah di Kabupaten Sleman, saat ini Tuan A sedang bertemu rekan Bisnis di Makassar yaitu Tuan B, pada saat itu karena kepentingan bisnis yang mendesak Tuan A hendak menjual tanahnya yang di Sleman kepada Tuan B saat itu juga dan kedua belah pihak telah bersepakat. Jika Tuan A dan Tuan B menggunakan asas riil, terang-terang, dan tunai, dalam Jual-Beli ini, tentunya akan menghadapi kendala terkait kepastian pelaksanaan perjanjian tersebut, Tuan A sebagai pihak penjual tentunya ingin mendapatkan kepastian terkait pelunasan, apabila saat itu Pokok Agraria. 1 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

3 3 Tuan B belum bisa melunasi sebelum mengalihkan hak nya kepada Tuan B, sedangkan Tuan B tentunya ingin segera memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek tanah itu, sementara untuk balik nama pada sertifikat tersebut masih membutuhkan waktu yang tidak cepat. Di lain pihak hal ini juga akan berbenturan dengan wilayah kerja PPAT, PPAT Makassar tidak dimungkinkan untuk membuat akta Kabupaten Sleman. 2. Yang umum terjadi sekarang ini adalah pada Kredit Perumahan Rakyat (KPR) yang melibatkan calon pembeli, Bank, dan Developer. Calon pembeli mengajukan kredit ke Bank untuk pembelian Rumah dan sebidang Tanah yang ditawarkan oleh Developer, Bank kemudian melakukan Jual-Beli dengan Developer atas nama calon pembeli terhadap obyek tersebut, yang kemudian langsung bisa dipakai oleh Pembeli Tanah. Dengan menggunakan asas riil, terang, dan tunai tentunya terlalu beresiko bagi Bank. Akta-akta yang berhubungan dengan tanah sendiri seperti yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP. No. 37 Tahun 1998) merupakan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang tunduk dalam peraturan sistem pertanahan nasional. Tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli dilaksanakan dihadapan notaris yaitu Perikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB), yang mana PPJB merupakan suatu implementasi dari asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang

4 4 menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Maksudnya adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian tersebut ditujukan. PPJB sendiri merupakan bentuk pelaksanaan dari Pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJNP) dimana Notaris berwenang untuk membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Dalam Pasal 2 PP. No.37 Tahun 1998 sendiri tidak menyebutkan maupun menolak Perikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB) di dalamnya. Perkembangan sosial masyarakat yang semakin cepat menyebabkan penjual dan pembeli dalam perjanjian perikatan jual beli tanah seringkali meminta untuk dibuatkan akta otentik dalam perjanjian perikatannya. Para pihak kemudian melakukan perjanjian perikatan jual beli tanah dan dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik adalah notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 1 UUJNP. Notaris/PPAT dituntut untuk peka terhadap gejala-gejala sosial, agar akta yang dibuat dapat menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak sebelum dilakukannya jual beli. Untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat tentang ini, maka di buatlah Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) sebelum dituangkan dalam Akta jual Beli (AJB), yang substansinya memuat kesepakatan dari para pihak untuk melakukan peralihan hak, dalam hal ini jual beli, yang kemudian hari akan dituangkan dalam AJB yang dibuat oleh PPAT

5 5 sebagai dasar pencatatan di BPN untuk penerbitan sertipikat atas nama pembeli. PPJB sendiri terbagi dua, yaitu PPJB lunas dan PPJB tidak lunas (pembayaran dilakukan dengan mengangsur). Jika dilihat dari pengertian jual beli yang dihubungkan dengan ketentuan akta yang dibuat oleh notaris, maka dapat dilihat dalam KUHPerdata Pasal 1457 jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan kepada pihak lain untuk membayar harga yang dijanjikan. 2 Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah yang dilakukan oleh para pihak dilandasi karena beberapa alasan, seperti dikarenakan adanya halangan administratif, misalnya saja sertifikat masih dalam Hak Tanggungan atau belum dibayarnya pajak-pajak pembeli atau penjual. Oleh karena dibuat PPJB inilah pembayaran dapat dilakukan secara bertahap atau mengangsur. Sebagian dari hal tersebut menyebabkan para pihak membuat PPJB dihadapan notaris yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Dalam perjanjian jual beli yang dilakukan oleh para pihak didalamnya sudah mengikat dan mempunyai hak dan kewajiban untuk memenuhi prestasi dan kontra prestasi yang telah disepakati dalam PPJB tersebut. Maka dari itu notaris diharapkan dapat mengingatkan hak dan kewajiban para pihak yang timbul dari perjanjian tersebut. PPJB hak milik atas tanah sering dibuat sebelum dilakukannya AJB hak milik atas tanah, namun dalam kenyataannya perjanjian pengikatan jual beli 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

6 6 tidak pernah diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak atas tanah, hal inilah yang menimbulkan pertanyaan mengenai kekuatan hukum dari perjanjian pengikatan jual beli tersebut. Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam perjanjian perikatan jual beli yang dibuat oleh notaris ada akta lain yang mengikuti akta pokok perjanjian tersebut yaitu diterbitkannya Surat Kuasa, dengan kata lain perjanjian perikatan jual beli tidak dapat dipisahkan dari surat kuasa. Umumnya untuk peralihan hak atas tanah dalam hal untuk melakukan balik nama dalam sertipikat pihak penjual harus menandatangani AJB sebagai bukti telah dilakukan peralihan hak atas tanah, sehingga bisa diproses oleh Badan Pertanahan Nasional, namun tidak menutup kemungkinan ketika pembayaran telah dilakukan dengan bukti PPJB pihak penjual hilang sehingga tidak bisa membubuhkan tanda tangannya pada AJB, akibatnya proses balik nama dalam sertipikat tidak bisa dilanjutkan. Umumnya pemberian surat kuasa merupakan perjanjian sepihak dimana kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak saja yaitu pada penerima kuasa. Pemberian kuasa yang dimaksud disini adalah para pihak mempunyai kebebasan untuk membuat kesepakatan, salah satunya mengenai kuasa apa saja yang diterima pihak pembeli dari pihak penjual. Dalam hal inilah sering pihak penjual memberikan apa yang disebut dengan kuasa mutlak. Pemberian kuasa mutlak memang tidak diatur dalam KUHPerdata, namun sering diakui dalam perkembangan lalu lintas bisnis masyarakat. Yang dalam

7 7 beberapa putusan hakim disebut sebagai penemuan hukum. Pemberian kuasa mutlak ini muncul dari perjanjian yang diatur berdasarkan asas kebebasan berkontak Pasal 1338 KUHPerdata, dengan batas tidak boleh bertentangan peraturan perundang-undangan, ketentuan-ketentuan umum dan harus dilandasi dengan itikad baik. Pemberian kuasa dalam hal ini hanya meliputi tindakan pengurusan saja. Seperti yang tersirat dalam Pasal 1792 KUHPerdata dan ditegaskan pada Pasal 1797 KUHPerdata bahwa si penerima kuasa tidak boleh melakukan sesuatu apapun yang melampaui batas kuasanya. Maksudnya adalah bahwa penerima kuasa tidak diperbolehkan melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh si pemberi kuasa dalam hal ini adalah pemilik/pemegang haknya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 terdapat larangan tentang penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah. Pada dasarnya kuasa mutlak dilarang penggunaannya berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982, namun dalam prakteknya banyak notaris yang membuat PPJB lunas dengan mencantumkan kuasa mutlak. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mengangkat judul sebagai berikut : PENCANTUMAN KUASA PENUH DALAM AKTA PERJANJIAN PERIKATAN JUAL BELI YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS DI KABUPATEN SLEMAN

8 8 B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pencantuman kuasa penuh dalam perjanjian perikatan jual beli yang dilakukan oleh notaris? 2. Bagaimana keabsahan penggunaan kuasa penuh dalam perjanjian perikatan jual beli tanah? C. Keaslian Penelitian Penulis telah melakukan penelitian pada berbagai referensi kepustakaan dan hasil penelitian terlebih dahulu mengenai studi hukum kenotariatan yang berkaitan dengan akta perikatan jual beli atas tanah yang tentunya bukan merupakan hal yang baru sama sekali. Penulis dalam hal ini menemukan sejumlah penelitian tesis yang membahas mengenai Akta Perikatan jual Beli Tanah antara lain: 1. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Eni Wijiastuti dari program studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada dengan judul Kekuatan Hukum Akta Notaril Perikatan Jual Beli atas Tanah di Kabupaten Sleman. 3 Penelitian dilakukan pada tahun Penelitian mengkaji tentang kekuatan hukum dan akibat hukum akta notaril perikatan jual beli atas tanah di Kabupaten Sleman. Hasil dari penelitian 3 Eni Wijiastuti, 2011, Kekuatan hukum Akta Notaril Perikatan jual Beli Atas Tanah Di Kabupaten Sleman, Tesis, Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

9 9 tersebut adalah kekuatan hukum dari akta notaril perikatan jual beli atas tanah yang dibuat oleh para pihak di Kabupaten Sleman yaitu akta perikatan jual beli tersebut dinyatakan sah sepanjang syarat materilnya telah dipenuhi oleh para pihak yaitu telah dibayarnya harga tanah itu oleh pembeli atau sudah memenuhi kesepakatan yang telah diperjanjikan oleh para pihak. Akta notaril tidak dapat sepenuhnya memberikan perlindungan kepada pihak penjual dan pembeli, karena tidak dapat digunakan sebagai alat bukti yang sempurna bagi kepemilikan hak atas tanah. 2. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Odilia Chisanta Budisantoso program studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada dengan judul Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) Ganda (Studi Kasus Notaris Di Denpasar). 4 Penelitian dilakukan pada tahun Penelitian mengkaji tentang tanggung jawab notaris terhadap Pembuatan Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) ganda di Kota Denpasar. Hasil dari penelitian tersebut adalah akta yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sah adalah PPJB pertama. PPJB kedua tidak sah karena merupakan perjanjian simulasi yang bertentangan dengan undang-undang dimana notaris melakukan perbuatan melawan hukum sehingga aktanya batal demi hukum. Pembeli dalam PPJB kedua juga merupakan pembeli yang tidak 4 Odilia Chisanta Budisantoso, 2014, Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) Ganda (Studi Kasus Notaris di Kota Denpasar), Tesis, Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

10 10 beritikad baik. Notaris tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum yaitu pidana maupun perdata bila membuat akta yang tidak mencerminkan suatu kebenaran. 3. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Nelly Sriwahyuni Siregar program studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan judul Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris/PPAT (Studi Kasus di Medan). 5 Penelitian mengkaji tentang tanggung jawab notaris dan perlindungan hukum terhadap para pihak yang melakukan peralihan hak atas tanah menggunakan kuasa mutlak, serta kedudukan kuasa mutlak dalam perjanjian perikatan jual beli. Hasil dari penelitian adalah Kedudukan kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah yang dibuat dihadapan Notaris tidak pernah dilarang oleh Undang-Undang dan masih sangat dibutuhkan di kalangan masyarakat. Perlindungan hukum yang diberikan bagi pemegang hak atas tanah yang tanahnya dialihkan memakai kuasa mutlak dalam hal ini si penjual boleh pergi kemana saja dan tidak perlu hadir untuk menandatangani akta jual beli yang defenitif dihadapan PPAT. Hal tersebut terjadi apabila kewajiban pihak pembeli untuk membayar harga tanah telah dilakukan. Maksudnya disini pihak pembeli telah membayar harga yang disepakati dengan cara lunas. 5 Nelly Sriwahyuni Siregar, 2008, Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris/PPAT (Studi Kasus di Medan), Tesis, Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

11 11 Dalam tesis yang penulis tulis terdapat perbedaan dari kedua penelitian tersebut, yaitu permasalahan hukum yang penulis kaji. Penelitian yang penulis lakukan menganalisis tentang pencantuman kuasa mutlak dalam perjanjian perikatan jual beli yang dilakukan oleh notaris di Kabupaten Sleman. Karena kenyataannya akta PPJB sering diikuti dengan pencantuman kuasa mutlak. Tetapi terdapat larangan penggunaan kuasa mutlak dalam PPJB. Lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis terletak di Kabupaten Sleman. Penulisan tesis ini telah memenuhi kaedah keaslian penelitian sehingga layak untuk diteliti. D. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif Tujuan obyektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan umum yang berasal dari penelitian itu sendiri, yaitu sebagai berikut: a. Untuk mengetahui dan menganalisis pencantuman kuasa mutlak dalam akta perjanjian perikatan jual beli b. Untuk mengetahui dan menganalisis keabsahan penggunaan kuasa mutlak dalam perjanjian perikatan jual beli tanah. 2. Tujuan Subyektif Tujuan subyektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan pribadi penulis sebagai dasar dalam melakukan penelitian, yaitu untuk

12 12 memperoleh data-data yang diperlukan guna penyusunan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan suatu kontribusi serta masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum, dan semoga dapat memberikan pengetahuan mengenai hukum perjanjian dalam kenotariatan. 2. Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan ataupun pertimbangan sekaligus juga memberikan sumbangan pemikiran mengenai eksistensi surat kuasa mutlak dalam akta perjanjian perikatan jual beli tanah.