Inkontinensia urin. Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Inkontinensia urin. Pendahuluan"

Transkripsi

1 Inkontinensia urin Pendahuluan Inkontinensia urin merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Seperti halnya dengan keluhan pada suatu penyakit, bukan merupakan diagnosis, sehingga perlu dicari penyebabnya. Batasan inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau feses) yang bervariasi jumlahnya tanpa disadari, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga rnengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau sosial. Inkontinensia dapat merupakan faktor tunggal yang menyebabkan seorang lanjut usia dirawat, karena sudah tidak teratasi oleh penderita sendiri maupun keluarga/orang yang merawatnya. Kebanyakan penderita menganggap inkontinensia urin adalah akibat yang wajar dari proses usia lanjut, dan tidak ada yang dapat dikerjakan kecuali dengan tindakan pembedahan dan umumnya orang tidak menyukai tindakan ini. Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya keluarnya urin semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar kecil penderita telah membasahkan celananya. Sering didapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan. 1 Anamnesis Anamnesa adalah riwayat kesehatan dari seorang pasien dan merupakan informasi yang diperoleh dokter dengan cara menanyakan pertanyaan tertentu, dan pasien dapat memberikan jawaban yang sesuai. Jika tidak bisa mendapatkan anamnesis yang jelas dari pasien (autoanamnesa), kita bisa menanyakannya pada kerabat pasien yang tahu secara persis keadaan pasien (alloanamnesa). penting, yaitu: Dari hasil anamnesa yang dilakukan, kita bisa mendapatkan beberapa informasi 1. Pasien : wanita 70 tahun 2. Keluhan utama : tidak dapat menahan kencing 3. Riwayat penyakit sekarang (RPS) : 1

2 a. Faktor pemburuk : nyeri sendi lutut sehingga sebelum sampai ke WC sering ngompol dan batuk tertawa juga ngompol. 4. Riwayat pribadi dan sosial : pasien tidak mau keluar rumah (malu). Diagnosis Banding 1. Inkontinensia Urine Tipe Urgensi. Pengeluaran urin involunter yang disebabkan oleh dorongan dan keinginan mendadak untuk berkemih. Hal ini berkaitan dengan kontruksi detrusor secara involunter. Penyebabnya adalah gangguan neurologik (misalnya stroke, sklerosis multipel) serta infeksi saluran kemih Inkontinensia Urine Tipe Stress. Pengeluaran urin involunter selama batuk, bersin, tertawa, atau peningkatan tekanan intraabdomen lainnya. Paling lazim terjadi pada wanita setelah usia setengah baya Inkontinensia Urine Tipe Overflow. Pengeluaran urin involunter akibat distensi kandung kemih yang berlebihan. Dapat disertai dengan kandung kemih yang kurang aktif, obstruksi jalan keluar kandung kemih (seperti tumor, hipertrofi prostat), obatobatan (seperti diuretik) atau defisiensi vitamin B Inkontinensia Urine Tipe Fungsional. Imobilitas, defisit kognitif atau daya kembang kandung kemih yang buruk. 2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi pemeriksaan abdomen, vaginal, pelvis, rektal dan penilaian neurologis. Pada pemeriksaan abdomen bisa didapatkan distensi kandung kemih. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan demikian adalah cotton swab test, pad test, paper towel test dan stress testing. Cotton Swab Test biasanya digunakan untuk menilai mobilitas uretral pada wanita. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukan cotton swab lubrikasi steril ke dalam uretra hingga masuk ke kandung kemih. Kemudian cotton swab ditarik hingga sekitar leher kandung kemih. Wanita dengan keadaan lantai pelvis normal akan menunjukkan cotton swab yang membentuk sudut nol derajat dengan lantai rata. Kemudian pasien diminta untuk mengkontraksikan ototnya seperti saat menahan pada saat ingin berkemih dan perubahan sudut yang diharapkan adalah kurang dari 30 derajat. Apabila lebih dari 30 derajat maka pemeriksan ini menunjukkan adanya hipermobilitas uretra yang merupakan salah satu penyebab inkontinensia urin. 3 Pad Test biasanya dilakukan sebagai tes objektif untuk melihat apakah cairan yang keluar adalah benar urin biasanya menggunakan agen pewarna seperti phenyl salicylate, 2

3 benzoic acid, atropine sulfate, methylene blue dan agen lainnya dan pasiennya menggunakan bantalan seperti pampers kemudian melakukan aktivitas biasa dan kenaikan satu gram pada bantalan tersebut mengindikasikan adanya satu mililiter urin. Test ini disebut negatif apabila perubahan beratnya kurang dari satu gram. Pad Test tidak dilakukan pada wanita yang sedang dalam fase menstruasi. 3 Paper Towel Test merupakan uji dengan hasil yang cepat dan sesuai dengan berapa banyak stress yang didapat hingga adanya urin yang keluar mengindikasikan inkontinensia urin. Pasien diminta untuk batuk beberapa kali dengan menadahkan uretra ke arah tissue toilet dan terdapat tetesan pada tissue toilet tersebut. Luas permukaan yang basah dapat dihitung dan dapat mengindikasikan volume urin yang keluar akibat stress yang didapat. 3 Stress Testing merupakan uji paling sensitif yang merupakan uji pelvis dengan observasi langsung terhadap hilangnya urin dengan uji pemberian stress yakni batuk. Uji ini dapat mengarah pada kesalahan apabila keadaan kandung kemih pasien sedang dalam keadaan kosong. Prinsipnya, kandung kemih pasien dimasukkan air steril kira-kira 250 hingga 500 ml dan pasien diinstruksikan untuk batuk pada posisi litotomi. Apabila adanya urin yang keluar berarti pasien tersebut terkena kondisi inkontinensia urin. Apabila tidak maka dapat dilakukan pada posisi lain. Apabila hasil uji negatif pada pemeriksaan penunjang cystometrogram maka pasien tersebut dapat didiagnosa menderita inkontinensia urin. 3 Pemeriksaan Penunjang Inkontinensia urin bukanlah merupakan suatu kasus gawat darurat. Inkontinensia urin merupakan suatu keadaan abnormal. Tergantung dari wujud urin yang keluar, ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yakni urinalysis, urinary cytological studies, serta cek serum elektrolit, kalsium, blood urea nitrogen dan kadar glukosa urin. 3 Urinalysis dapat berguna untuk menghapuskan diagnosis banding seperti urinary tract infection yang merupakan suatu reaksi inflamasi lokal yang dapat menyebabkan tidak terhambatnya kontraksi kandung kemih akibat endotoksin yang diproduksi oleh bakteri yang memiliki alpha-blocking effect pada sphincter uretra sehingga menurunkan tekanan intrauretra yang kemudian berujung pada inkontinensia urin. 3 Urinary cytological studies merupakan pemeriksaan untuk memeriksa eksistensi dari karsinoma in situ pada kandung kemih yang dapat meningkatkan frekuensi dan urgensi dari rasa ingin berkemih dan pada hasilnya dapat ditemukan mikroskopik hematuria. Sedangkan uji cek serum blood urea nitrogen dan kadar glukosa dapat dilakukan terutama pada pasien 3

4 dengan diabetes atau poliurea dan polidipsia. Serta penurunan BUN dapat mengindikasikan adanya penurunan masa otot yang dapat mengganggu fungsi renal. 3 Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan cystometry yang biasanya dilakukan untuk mengevaluasi pengisian dan penyimpanan urin pada kandung kemih. Cystometogram merupakan suatu hasil dari cystometry yang merupakan kurva dari tekanan/volume intravesikal dengan cara pengisian kandung kemih dengan air steril atau karbon dioksida pada laju infusi konstan sambil memonitor perubahan tekanan intravesikal. Pasien harus menahan setiap rasa ingin berkemihnya selama pemeriksaan berlangsung. Kontraksi muskulus detrusor yang melebihi 15 cmh 2 O dianggap kondisi abnormal. Data yang didapat pada grafik terdiri dari lima fase yakni sensasi propriosepsi, sensasi merasa kandung kemih penuh, sensasi ingin berkemih, munculnya kontraksi muskulus detrusor volunter dan kemampuan untuk menghentikan kontraksi muskulus detrusor. Kondisi negatif dapat merupakan salah satu indikasi adanya inkontinensia urine. 3 Pada pasien penderita inkontinensia urin terdapat 4 faktor yang dipercaya dapat membantu diagnosis dari inkontinensia urin yakni diketahuinya pernah mengalami gangguan miksi saat mendapatkan stress pada masa lalu, postvoid residual volume tidak melebihi 50 ml, hasil positif pada cough stress test dan kapasitas fungsional kandung kemih mencapai 400 ml. 15% pasien dengan inkontinensia urin hidup dengan muskulus detrusor yang tidak stabil. Anamnesis merupakan suatu hal yang wajib dilakukan walaupun anamnesis bukanlah suatu hal utama yang adekuat untuk menentukan basis terapi inkontinensia urin, seperti 0.91 untuk nilai sensitifitas dari inkontinensia urin tipe stress, tetapi hanya memiliki 0.51 poin pada spesifitas dari inkontinensia urin tipe stress. 3 Working Diagnosis Dari hasil anamnesa, pasien wanita 70 tahun tersebut mengalami miksi involunter sebelum sampai ke WC karena pasien tidak dapat berjalan dengan cepat akibat nyeri sendi lutut yang dideritanya. Pasien juga ngompol pada saat tertawa atau batuk. Maka dapat dibuatkan working diagnosis bahwa pasien mengidap Inkontinensia Urin Tipe Mixed et causa Stress dan Urgensi. Etiologi Penyebab dari Inkontinensia Urin seperti pada kasus dapat terjadi akibat beberapa hal. Pada wanita, penyebab umum terjadinya Inkontinensia urin adalah lemahnya sokongan dari pelvis. Wanita dapat kehilangan support dari pelvis setelah melahirkan, operasi, ataupun 4

5 penyakit yang dapat melemahkan kekuatan jaringan atau juga setelah kehilangan esterogen postmenopausal. Atau sebab yang kurang ditemui seperti defisiensi kekuatan sphincter intrinsic utethra yang dapat terjadi karena proses penuaan, trauma pelvis, atau operasi seperti histerektomi, urethropexy atau pubovaginal sling. 4 Penuaan dapat menyebabkan inkontinensia akibat adanya pelemahan kekuatan jaringan ikat, hipoesterogisme, peningkatan gangguan medis, peningkatan diuresis malam hari. Obesitas, melahirkan, dan merokok dapat menyebabkan inkontinensia, bersama dengan aktivitas musculus detrusor yang berlebihan yang masih belum diketahui sebabnya. 4 Epidemiologi Perempuan lebih sering mengalami inkontinensia urin daripada laki-laki dengan perbandingan 1,5 : 1. Survei yang dilakukan di Poliklinik Geriatri RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (2003) terhadap 179 pasien geriatri didapatkan angka kejadian inkontinensia urin stres pada laki-laki sebesar 20,5% dan pada perempuan sebesar 32,5 %. 5 Penelitian lain yang dilakukan oleh Diokno dkk, pada perempuan usia lanjut di atas 60 tahun mendapatkan dari 1150 subyek yang dipilih secara random, 434 orang diantaranya mengalami inkontinensia urin. Dari mereka yang mengalami inkontinensia urin 55,5% merupakan inkontinensia urin tipe campuran, 26,7% merupakan inkontinensia urin tipe stres saja, 9% dengan inkontinensia urin tipe urgensi saja, dan 8,8% dengan diagnosis lain. 5 Patofisiologis Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali, sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada di bawah kontrol volunter dan disuplai oleh saraf pudendal, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol sistem saraf otonom (tidak sadar), yang mungkin dimodulasi oleh korteks otak. 5 Secara garis besar, proses berkemih diatur oleh pusat refleks kemih di daerah sakrum. Jaras aferen lewat persarafan somatik dan otonom, membawa informasi ke medula spinalis sesuai pengisian kandung kemih. Tonus simpatik yang dipicu oleh noradrenalin menyebabkan tonus parasimpatik terhambat, kontraksi sfingter (penutupan kandung kemih), dan relaksasi otot detrusor, sehingga tidak terjadi proses miksi. Sebaliknya, ketika berkemih berlangsung, tonus simpatik menurun dan peningkatan rangsang parasimpatik mengakibatkan kontraksi kandung kemih. Semua proses ini berlangsung di bawah koordinasi dari pusat yang lebih 5

6 tinggi pada batang otak, otak kecil dan korteks serebri. Proses patologik yang mengenai pusat-pusat ini misalnya stroke, sindroma Parkinson, demensia dapat menyebabkan inkontinensia. 5 Bila kandung kemih makin terisi dengan urin, sensasi syaraf diteruskan lewat persyarafan pelvis dan medulla spinalis ke pusat-pusat sub-kortikal dan kortikal. Pusat subkortikal di ganglia basalis pada serebellum memerintahkan kandung kemih untuk relaksasi; dengan demikian proses pengisian berlanjut tanpa orang mengalami sensasi untuk berkemih. Bila proses pengisian berlanjut, perasaan regangan kandung kemih mencapai pusat kesadaran, dan pusat kortikal (pada lobus frontal) bekerja menghambat pengeluaran urin. Gangguan pada pusat-pusat di kortikal atau sub-kortikal ini akibat penyakit atau obat-obatan dapat menurunkan kemampuan untuk menunda berkemih. 5 Bila dikehendaki untuk berkemih, rangsang dari kortikal diteruskan lewat medulla spinalis dan persyarafan pelvis ke otot-otot detrusor. Kerja kolinergik dari persyarafan pelvis mengakibatkan kontraksi dari otot-otot detrusor. Gangguan pada aktivitas kolinergik dari persyarafan pelvis ini berakibat penurunan kontraktilitas otot-otot detrusor. Otot-otot ini juga mempunyai reseptor untuk prostaglandin, sehingga obat-obat yang menghambat prostaglandin dapat mengganggu kerja detrusor. Kontraksi kandung kemih juga tergantung pada kerja ion kalsium, sehingga penghambat kalsium juga dapat mengganggu kontraksi kandung kemih. 5 Inervasi dari sfingter interna dan eksterna juga kompleks. Aktivitas alfa adrenergik menyebabkan sfingter urethra berkontraksi. Karenanya obat-obat yang bersifat alfa adrenergik agonis, misalnya pseudoefedrin, dapat memperkuat kontraksi sfingter. Sedangkan obat-obat penghambat alfa misalnya terazozin dapat mengganggu penutupan sfingter. Inervasi beta adrenergik menyebabkan relaksasi sfingter urethra dan mengakibatkan kegagalan aktivitas kontraksi dari obat-obat alfa adrenergik. 5 Komponen lain dari mekanisme sfingter adalah hubungan anatomik antara urethra dengan kandung kemih dan rongga perut. Mekanisme sfingter yang terkendali membutuhkan sudut yang tepat antara urethra dan kandung kemih. Fungsi sfingter yang normal juga tergantung dari posisi yang tepat dari urethra, sehingga peningkatan tekanan intra-abdominal dapat secara efektif diteruskan ke urethra. Bila urethra dalam posisi yang tepat, urin tidak akan keluar dengan mengejan, batuk, dan lain-lain gerakan yang meningkatkan tekanan dalam perut. 5 6

7 Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas kandung kemih menurun. Sisa urin dalam kandung kemih, setiap selesai berkemih, cenderung meningkat dan kontraksi otot-otot kandung kemih yang tidak teratur makin sering terjadi. Kontraksi-kontraksi involunter ini ditemukan pada 40-75% orang lanjut usia yang mengalarni inkontinensia. Pada wanita, menjadi lanjut usia juga berakibat menurunnya tahanan pada uretra dan rnuara kandung kemih. Ini berkenaan dengan berkurangnya kadar estrogen dan melemahnya jaringan otot-otot panggul karena proses melahirkan. Menurunnya pengaruh dari estrogen pada lanjut usia, juga dapat menyebabkan vaginitis atropi dan urethritis sehingga terjadi keluhan-keluhan disuri misalnya polakisuri dan dapat mencetuskan inkontinensia. Pada pria, pembesaran kelenjar prostat pada saat lanjut usia, mempunyai potensi untuk menyebabkan inkontinensia. Penatalaksanaan a. Non farmakologis Terapi non farmakologis meliputi terapi suportif non spesifik (edukasi, manipulasi lingkungan, pakaian dan pads tertentu) dan intervensi tingkah laku (latihan otot dasar panggul, latihan kandung kemih, penjadwalan berkemih, latihan kebiasaan.) - Bladder training. Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Pasien diinstruksikan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya interval berkemih diperpanjang secara bertahap sampai pasien ingin berkemih setiap 2-3 jam. Teknik ini terbukti bermanfaat pada inkontinensia urgensi dan stres, namun untuk itu diperlukan motivasi yang kuat dari pasien untuk berlatih menahan keluarnya urin dan hanya berkemih pada interval waktu tertentu saja. 5 - Latihan otot dasar panggul. Terapi ini efektif untuk inkontinensia campuran. Latihan dilakukan 3-5 kali sehari dengan 15 kontraksi dan menahan hingga 10 detik. Latihan dilakukan dengan melakukan kontraksi berulang-ulang pada otot dasar panggul. Dengan memperkuat otot tersebut, latihan ini diharapkan dapat meningkatkan kekuatan uretra untuk menutup secara sempurna. Sebelum pasien menjalani latihan, harus dilakukan lebih dahulu pemeriksaan vagina atau rektum untuk menetapkan apakah mereka dapat mengkontraksikan otot dasar panggulnya. 5 - Habit training memerlukan penjadwalan berkemih sesuai dengan jadwal berkemih pasien sendiri. Teknik ini sebaiknya digunakan pada inkontinensia urin tipe fungsional dan membutuhkan keterlibatan petugas kesehatan atau pengasuh pasien. 7

8 - Biofeedback therapy merupakan terapi yang bertujuan agar pasien mampu mengontrol kontraksi involunter otot detrusor kandung kemihnya. 5 b. Farmakologis Terapi farmakologis telah dibuktikan mempunyai efek yang baik terhadap inkontinensia urin tipe urgen dan stres. Obat-obat yang dipergunakan dapat digolongkan menjadi: antikolinergik, antispasmodik, agonis adrenergik α, dan estrogen tropikal. - Anticholinergic Agents. Merupakan obat kelas pertama pada wanita yang menderita inkontinensia urin tipe urgensi. Obat-obatan golongan ini menghalangi pengikatan asetilkolin kepada reseptor kolinergik sehingga menekan kontraksi kandung kemih involunter. Dicyclomine Hydrochloride merupakan obat golongan Agen Antikolinergik sebagai relaksan otot polos dan masih diterima untuk pemberian kepada wanita hamil. Pemberian obat ini dapat menurunkan kemampuan pasien untuk mengemudi dan aktivitas berbahaya lain. 5 - Antispasmodic Drugs. Merupakan obat-obatan yang bekerja sebagai relaksan otot polos kandung kemih dengan mengerahkan aksi spasmolitik ke otot polos kandung kemih yang mengakibatkan meningkatnya kapasitas kandung kemih dan cukup efektif untuk terapi farmakologis inkontinensia urin tipe urgensi. Oxy-butynin Chloride merupakan obat yang paling umum digunakan. Merupakan obat golongan antispasmodik dengan mekanisme mengerahkan efek antispasmodik dan antimuskarinik ke otot polos sehingga menunda keiningan untuk berkemih, meningkatkan kapasitas kandung kemih, dan menurunkan kontraksi involunter sehingga menurunkan frekuensi dan keinginan berkemih. - Agonists Alpha-Adrenergic. Obat golongan ini meningkatkan resistensi sphincter urethra interna untuk berelaksasi, sehingga sphincter urethra tetap berkontraksi menyebabkan penurunan frekuensi inkontinensia tipe stress. Contoh obat golongan ini adalah Pseudoephedrine Hydrochloride. Obat ini merupakan obat golongan Dekongestan Sistemik yang merupakan agonis alfa-adrenergik dengan dosis 60mg bertahan selama 6 hari dan 120mg bertahan selama 12 hari. Penggunaan pada wanita hamil belum diketahui efeknya. c. Pembedahan Tindakan operasi dilakukan pada wanita dengan inkontinensia tipe stres yang tidak membaik dengan penanganan konservatif harus dilakukan upaya operatif. Tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan adalah ileosistoplasti dan miektomi detrusor. Pembedahan yang dilakukan untuk inkontinensia tipe stres adalah injectable intraurethral bulking agents, urethral slings, artificial urinary sphincters dan suspensi 8

9 leher kandung kemih. Sedangkan untuk tipe urgensi adalah augmentation cystoplasy dan juga stimulasi elektrik. 5 d. Kateterisasi Untuk beberapa pertimbangan, misalnya memantau produksi urin dan keperluan mengukur balans cairan, hal ini masih dapat diterima. Tetapi sering alasan pemasangan kateter ini tidak jelas, dan mengundang risiko untuk terjadinya komplikasi, umumnya adalah infeksi. Ada tiga macam cara kateterisasi pada inkontinensia urin: 1. Kateterisasi luar: Terutama pada pria dengan memakai sistim kateter-kondom. Efek samping yang terutama adalah iritasi pada kulit, dan sering lepas. Tetapi ada laporan yang menunjukkan insidens infeksi saluran kemih meningkat dengan kateterisasi macam ini. Metode ini hanya dianjurkan pada pria yang tidak menderita retensio urin dan mobilitasnya masih cukup baik. Kateter eksternal semacam ini manfaatnya masih belum memuaskan pada wanita. 2. Kateterisasi intermiten: Kateterisasi ini terutama pada wanita lanjut usia yang menderita inkontinensia. Frekuensi pemasangannya 2-4 x sehari, dengan sangat memperhatikan sterilitas dan teknik prosedurnya 3. Kateterisasi secara menetap (chronic indwelling catheter): Kateter jenis ini paling Komplikasi sering digunakan. Penggunaannya harus benar-benar dibatasi pada indikasi yang tepat. Misalnya untuk ulkus dekubitus yang terganggu penyembuhannya karena adanya inkontinensia urin ini. Komplikasinya disamping infeksi, juga mungkin menyebabkan batu kandung kemih, abses ginjal dan bahkan proses dari keganasan dari saluran kemih. - Infeksi saluran kemih: risiko infeksi saluran kemih lebih tinggi pada penderita inkontinensia urin. Dapat juga terjadi pada pemasangan kateter. 5 - Kelainan kulit: luka, ruam, atau infeksi kulit mungkin terjadi karena kulit menjadi basah sepanjang waktu. Pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti alergi. - Problem psikososial: problem ini dapat terjadi karena inkontinensia urin dapat mengubah aktivitas yang biasa dilakukan (contohnya berhenti olahraga, hanya mau pergi ke tempat yang sudah diketahui lokasi toiletnya), kehidupan sosial dan pekerjaan. 5 - Dehidrasi: Ada kecenderungan untuk mengurangi minum dengan harapan mengurangi juga kemungkinan inkontinensianya. Hal ini selain mengganggu keseimbangan cairan 9

10 yang sudah cenderung negatif pada lanjut usia, juga dapat mengakibatkan menurunnya kapasitas kandung kemih, dan selanjutnya akan memperberat keluhan inkontinensianya. 5 Preventif 1. Kombinasi Teknik Perilaku dan Kegel Exercise (kegel exercise bertujuan untuk memperkuat otot dasar panggul. Ditemukan oleh dr.arnold Kegel, seorang spesialis OB/GYN untuk menyembuhkan pasien yang menderita inkontinensia urin) Perhatikan jumlah air yang diminum: Dehidrasi dapat menyebabkan konsumsi air yang berlebih, maka minumlah air secara teratur untuk menghindarinya. Selain itu, hindari minum alkohol dan kafein, selain bersifat diuretik, dapat melemahkan otot pengatur miksi Jaga Kesehatan: Merokok dapat meningkatkan risiko inkontinensia urin. Konsumsi cukup serat, karena konstipasi dapat memperburuk inkontinensia urin. Kurangi berat badan jika terjadi obesitas, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan pada otot detrusor kantung kemih. 6 Prognosis Prognosis baik. Penderita lanjut usia dengan inkontinensia banyak yang dapat diobati, terutama yang mempunyai mobilitas dan fungsi mental cukup baik. Bila tidak dapat diobati sempurna, inkontinensia selalu dapat diupayakan lebih ringan. 6 Pada Inkontinensi tipe stress dengan terapi alpha-agonist keadaan dapat membaik sekitar 19-74%, dengan terapi dan operasi dapat membaik sekitar 88%. Sedangkan pada Inkontinensi tipe urgensi, keadaan dapat membaik sekitar 75% dengan pelatihan kandung kemih dan 44% dengan obat golongan antikolinergik. Kesimpulan Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan menahan kencing. Dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik, kita dapat menentukan diagnosis yang tepat terhadap pasien. 10

11 Pada kasus skenario di atas, didapatkan diagnosa pasien tersebut menderita penyakit inkontinensia urin tipe mixed et causa stres dan urgensi. Dengan penatalaksanaan yang sesuai dengan faktor penyebab, maka prognosisnya akan baik. Daftar Pustaka 1. Andrianto P. Urologi untuk praktek umum. Jakarta: EGC Graber, Mark A. Buku saku dokter keluarga. Edisi ke-3. Jakarta: EGC Gleadle J. Gejala saluran kemih. Dalam: At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga Geri M. Obstetri & ginekologi: panduan praktik. Edisi ke-2. Jakarta: EGC Setiati S, Pramantara DP. Inkontinensia urin dan kandung kemih hiperaktif. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing Pranarka K. Inkontinensia. Dalam: Martono H, Pranarka K. Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FKUI

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta

INKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta INKONTINENSIA URIN Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta Inkontinensia urin dapat terjadi pada segala usia Asia Pasific

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI 1. Lanjut Usia (Lansia) Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin pada usia lanjut merupakan salah satu keluhan utama dari demikian banyak masalah geriatrik yang sering dijumpai

Lebih terperinci

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2. BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasangan Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi

Lebih terperinci

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S

GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut

Lebih terperinci

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System

LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA Blok Urinary System Oleh: Kelompok 3 TRIGGER JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Ny Sophia, usia 34 tahun, datang ke klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar

BAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama kehamilan produksi hormon progesteron dan hormon relaksin meningkat sehingga menimbulkan efek negatif terhadap integritas struktur jaringan lunak yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inkontinensia Urin 2.1.1 Definisi Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau

Lebih terperinci

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Definisi Inkontiensia Urine

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1 TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training Oleh : Adelita Dwi Aprilia 135070201111005 Reguler 1 Kelompok 1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1. Definisi Bladder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses penurunan secara bertahap kemampuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi normal tubuh dan memulihkannya kembali apabila terjadi kerusakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

Inkontinensia Urin pada Geriatri

Inkontinensia Urin pada Geriatri Inkontinensia Urin pada Geriatri Nevy Olianovi (102013101) Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Telephone: (021) 5694-2061, fax: (021)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Perkemihan 1. Definisi Sistem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang

Lebih terperinci

INKONTINENSIA URIN PADA WANITA

INKONTINENSIA URIN PADA WANITA INKONTINENSIA URIN PADA WANITA 20 Maret 2008 dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebocoran urin merupakan keluhan terbanyak yang tercatat pada Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk mengatasinya. Pada tahun 2001 Asia Pacific

Lebih terperinci

Inkontinensia Urin Stress dan Urgensi pada Manula

Inkontinensia Urin Stress dan Urgensi pada Manula Inkontinensia Urin Stress dan Urgensi pada Manula I Made Marshall Handisurya 102013353/B4 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester 3 Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat

Lebih terperinci

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 BLADDER TRAINNING A. PENGERTIAN Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami

Lebih terperinci

disampaikan oleh : nurul aini

disampaikan oleh : nurul aini disampaikan oleh : nurul aini 1. Enuresis 2. Inkontinensia 3. Retensi urine Definisi : pengeluaran air kemih yg tidak disadari seseorang yg pada saat itu pengendalian kendung kemih diharapkan sudah tercapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu berupa pembesaran prostat atau hiperplasia prostat. Kelainan kelenjar prostat dapat

Lebih terperinci

Neurogenic Bladder A. Pendahuluan

Neurogenic Bladder A. Pendahuluan Neurogenic Bladder A. Pendahuluan A.1. Latar Belakang Berkemih (mikturisi) merupakan sebuah proses pengosongan kadung kemih setelah terisi dengan urin. Proses ini membutuhkan kerjasama dari fungsi sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

MASALAH ELIMINASI FECAL

MASALAH ELIMINASI FECAL e Obat-obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian. Tabel 5.1

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian. Tabel 5.1 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian Berikut ini disajikan deskripsi sampel berdasarkan umur dan indeks massa tubuh pada Tabel 5.1:

Lebih terperinci

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked

Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Authors : Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER

PREVALENSI DAN DAMPAK SOSIAL OVERACTIVE BLADDER Curriculum Vitae Name: Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Education: FKUI tahun 1980 Pasca Sarjana Spesialis Obstetri Ginekologi FKUI tahun 1987 Konsultan Uroginekologi tahun 2003 Working Experience: 1989

Lebih terperinci

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI

METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI 1 Didit Damayanti, 2 Linda Ishariani STIKES PARE KEDIRI Email: didit.damayanti@ymail.com

Lebih terperinci

: ENDAH SRI WAHYUNI J

: ENDAH SRI WAHYUNI J PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN PELVIC FLOOR MUSCLE TREATMENT (PFMT) SECARA INDIVIDU DAN BERKELOMPOK TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi sewaktu sfingter uretra interna dan eksterna didasar kandung kemih berelaksasi. Derajat regang yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Anita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang

Anita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang PERBEDAAN KEJADIAN INKONTINENSIA URIN PADA PASIEN POST KATETERISASI YANG DILAKUKAN BLADDER TRAINING SETIAP HARI DENGAN BLADDER TRAINING SEHARI SEBELUM KATETER DIBUKA DI BPK RSU TIDAR MAGELANG Anita Widiastuti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan 2.1.1 Ginjal Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g, terletak pada posisi di sebelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop, 2006). Kateterisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang dikenal pembesaran prostat jinak sering ditemukan pada pria dengan usia lanjut. BPH adalah kondisi dimana terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

Overactive Bladder. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Overactive Bladder Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Overactive Bladder Definisi Overactive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina ke dalam liang vagina atau sampai dengan keluar introitus vagina, yang diikuti oleh organ-organ

Lebih terperinci

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH

EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH Disusun Oleh : NILA NOPRIDA S. Kp NIM : 2014-35-020 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2015 Booklet Edukasi

Lebih terperinci

(Informed Consent) yang berjudul Pengaruh Bladder Training Terhadap Pola Berkemih Pada Pasien Post

(Informed Consent) yang berjudul Pengaruh Bladder Training Terhadap Pola Berkemih Pada Pasien Post LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (Informed Consent) Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Umur : Alamat : Pekerjaan : Setelah mendapat keterangan secukupnya tentang manfaat dan resiko dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua bukanlah

Lebih terperinci

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE BLADDER TRAINING

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE BLADDER TRAINING KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE Disusun oleh : 1. Amalia Nurika P17320312005 2. Mirza Riadiani Surono P17320312041 Tingkat II A POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia

Lebih terperinci

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Perawat 1. Pengertian Peran Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,

Lebih terperinci

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH.

Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. 2 Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. BPH terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal oleh proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enuresis atau yang lebih kita kenal sehari-hari dengan istilah mengompol, sudah tidak terdengar asing bagi kita khususnya di kalangan orang tua yang sudah memiliki

Lebih terperinci

SKENARIO KATA KUNCI : PERTANYAAN

SKENARIO KATA KUNCI : PERTANYAAN SKENARIO Seorang laki-laki umur 79 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan selalu ngompol dan buang air kecil sedikit-sedikit. Namun walaupun buang air kecilnya berlangsung lama, tetapi selesai buang

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat akan peningkatan derajat kesehatan mereka juga meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat akan peningkatan derajat kesehatan mereka juga meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, maka tuntutan masyarakat akan peningkatan derajat kesehatan mereka juga meningkat. Pembangunan nasional

Lebih terperinci

Etri Yanti, Meria Kontesa 1, Devi Syarief 2 STIKes Syedza Saintika Padang STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang ABSTRACT

Etri Yanti, Meria Kontesa 1, Devi Syarief 2 STIKes Syedza Saintika Padang STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang ABSTRACT E A T Volume7, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Kesehatan Medika Saintika Vol 7 (1) Jurnal Kesehatan Medika Saintika http://jurnal.syedzasaintika.ac.id HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIANINKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua (menjadi tua) adalah suatu proses secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak terkendali dan tanpa melihat frekuensi maupun jumlahnya yang mana keadaan ini

Lebih terperinci

Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya.

Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya. FORUM KESEHATAN Kelenjar Prostat dan Permasalahan nya. Pengantar Kalau anda seorang pria yang berusia diatas 40 tahun, mempunyai gejala2 gangguan kemih (kencing) yang ditandai oleh: Kurang lancarnya aliran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan bagi seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kondisi klinis yang kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA. OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA. OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom PERUBAHAN PADA LANSIA Anatomi Dewasa Perubahan pada lansia Otak Saraf otonom Sistem saraf perifer Otak terletak di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yaitu poliuria, polidipsi dan polifagi (Suyono, 2009). Menurut Riskesdas (riset kesehatan dasar) prevalensi diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yaitu poliuria, polidipsi dan polifagi (Suyono, 2009). Menurut Riskesdas (riset kesehatan dasar) prevalensi diabetes melitus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus adalah kelompok penyakit yang terjadi akibat gangguan sistem endokrin yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah. Beberapa tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Disfungsi dasar panggul memiliki prevalensi

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

Referat Fisiologi Nifas

Referat Fisiologi Nifas Referat Fisiologi Nifas A P R I A D I Definisi Masa Nifas ialah masa 2 jam setelah plasenta lahir (akhir kala IV) sampai 42 hari/ 6 bulan setelah itu. Masa Nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman membawa dampak yang sangat berarti bagi perkembangan dunia, tidak terkecuali yang terjadi pada perkembangan di dunia kesehatan. Sejalan

Lebih terperinci

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom?

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Neuropati otonom Neuropati otonom mempengaruhi saraf otonom, yang mengendalikan kandung kemih,

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Xerostomia Umumnya perhatian terhadap saliva sangat kurang. Perhatian terhadap saliva baru timbul apabila terjadinya pengurangan sekresi saliva yang akan menimbulkan gejala mulut

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr.

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr. KARIADI SEMARANG Disusun oleh : Hadi Winarso 1.1.20360 POLITEKNIK KESEHATAN

Lebih terperinci

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Asuhan Persalinan Normal Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika: Usia cukup bulan (37-42 minggu) Persalinan terjadi spontan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: POST OPERASI BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH) HARI KE-0 DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDANARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

Berkemih adalah koordinasi dari: -1) Internal sphincter -2) Extern Sphincter - 3) Detrussor muscle N.Hypogastric (Simpatic N)

Berkemih adalah koordinasi dari: -1) Internal sphincter -2) Extern Sphincter - 3) Detrussor muscle N.Hypogastric (Simpatic N) 14. GANGGUAN POLA KEMIH 1. AKAN DIBICARAKAN: 14.1.ENURESIS (NGOMPOL) 14.2.INCONTINENTIA URINE 14.3.KANDUNG KEMIH NEUROGENIK (NEUROGENIC BLADDER) 14.1.ENURESIS (NGOMPOL) 2. ENURESIS (NGOMPOL) Sudah dikenal

Lebih terperinci