Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)"

Transkripsi

1 Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian, untuk mengatasi gejala-gejala flu yang seringkali mengganggu, penggunaan obat flu kadangkala juga diperlukan. Obat flu biasa dijual bebas dan mudah didapat. Obat flu yang dijual di pasaran sangat bervariasi, mulai dari merk dan komposisinya. Salah satu obat flu yang cukup banyak digunakan di masyarakat adalah obat flu yang mengandung Phenylpropanolamin (PPA). PPA biasa ditemukan dalam komposisi obat flu bersamaan dengan analgesik seperti parasetamol, antihistamin seperti klorfeniramin maleat, atau juga pada obat batuk. PPA bekerja sebagai dekongestan, yang berguna untuk menghilangkan/melonggarkan hidung tersumbat dengan cara menyempitkan pembuluh darah mukosa pada hidung. Sebagai dekongestan, PPA dapat diminum dalam berbagai dosis. Pada anak-anak usia 2 6 tahun, dosis PPA adalah 6,25 25 mg/hari, sedangkan pada anak-anak 6 12 tahun, dosis PPA yang digunakan adalah 12,5 50 mg/hari, dengan dosis maksimalnya adalah 75 mg/hari. Dosis PPA untuk orang dewasa adalah mg/hari dengan dosis maksimal 150 mg/hari. Di samping memiliki efek dekongestan, PPA juga memiliki efek sebagai penekan nafsu makan, sehingga di luar negri PPA banyak digunakan oleh para wanita sebagai obat untuk menurunkan berat badan. Tetapi kemudian muncul kasus peningkatan risiko terjadinya stroke hemoragik/perdarahan akibat mengkonsumsi PPA dengan dosis sebagai obat penurun berat badan, sehingga US FDA (Food and Drug Administration) menarik semua produk yang mengandung PPA dari pasaran. Pada tahun 2009, Badan POM telah mengeluarkan press release yang menyatakan bahwa di Indonesia PPA hanya disetujui sebagai obat untuk menghilangkan gejala hidung tersumbat dalam obat flu dan batuk, dan tidak pernah disetujui sebagai obat penurun berat badan. Obat flu dan batuk yang mengandung PPA di Indonesia telah mendapat izin edar aman dikonsumsi sesuai aturan pakai yang telah ditetapkan. Gejala Keracunan Phenylpropanolamine (PPA) Keracunan PPA dapat terjadi karena konsumsi PPA dengan dosis yang berlebih. Toksisitas dapat terjadi setelah mengkonsumsi PPA pada dosis yang melebihi 2 3 kali dosis terapinya, seperti pada penyalahgunaan PPA di Amerika sebagai obat untuk menurunkan berat badan, dengan dosis sekitar mg/hari. 1

2 Phenylpropanolamine bekerja dengan menstimulasi sistem adrenergik dalam tubuh. Efek yang ditimbulkan pada reseptor alfa adrenergik bervariasi. PPA juga menghasilkan stimulasi ringan beta-1- adrenergik dan bekerja secara tidak langsung dalam meningkatkan pelepasan norepinefrin. Hal ini yang membuat PPA memiliki fungsi sebagai vasokonstriktor (menyempitkan pembuluh darah). Menurut US FDA mengkonsumsi PPA dalam jumlah besar diduga menimbulkan pendarahan di otak. Saat PPA digunakan dalam dosis terapi, maka efek vasokonstriksi (penyempitan/penciutan pembuluh darah) yang terjadi relatif lebih terkendali, utamanya terjadi di pembuluh darah tepi pada mukosa hidung (sehingga menyebabkan longgarnya hidung yang tersumbat). Namun, saat PPA dikonsumsi melebihi dosis terapinya maka efek toksiknya akan muncul. Vasokonstriksi dapat terjadi secara sistemik di seluruh tubuh, termasuk pada pembuluh darah di otak. Efek toksik utama dari obat ini adalah hipertensi, yang kemudian dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, seizure (kejang), bahkan pendarahan otak. Selain itu, efek toksik dari penggunaan PPA dengan dosis berlebih adalah pendarahan otak, yang dapat terjadi pada pasien muda yang sehat, setelah terjadi peningkatan tekanan darah yang cukup signifikan (misalnya 170/110 mmhg) dan seringkali berhubungan dengan defisit neurologi, koma, dan seizure (kejang). Selain itu, dapat terjadi juga bradikardia (perlambatan denyut jantung) atau penyumbatan atrioventrikular, yang umum ditemukan pada pasien penderita hipertensi berat yang berhubungan dengan konsumsi PPA. Terjadinya infark miokardial dan nekrosis miokardial juga dihubungkan dengan keracunan PPA dosis tinggi. Penegakan Diagnosis JIka terjadi keracunan, penegakan diagnosis biasanya berdasarkan pada catatan penggunaan PPA sebagai dekongestan atau penyalahgunaan sebagai obat pelangsing pada pasien serta timbulnya hipertensi. Adanya gejala sakit kepala yang berat, gangguan neurologis, atau koma dapat meningkatkan terjadinya pendarahan otak. Perlu dilakukan pemeriksaan spesifik, seperti pemeriksaan urin. Perlu diperhatikan dalam pemeriksaan urin bahwa PPA juga bisa menyebabkan hasil positif dari obat amfetamin, tetapi bisa dibedakan dari tes konfirmasi. Pemeriksaan laboratorium lainnya yang penting antara lain: pemeriksaan elektrolit, glukosa, kadar urea dalam darah (Blood Urea Nitrogen, BUN), kreatinin, kreatin fosfokinase dengan isoenzim MB, 12-lead EKG dan monitoring EKG, serta CT scan kepala jika diduga terjadi pendarahan otak. 2

3 Penanganan Keracunan A. Penanganan pada saat darurat dan perawatan suportif Jaga jalan nafas dan bantu ventilasi, jika diperlukan berikan oksigen tambahan. Atasi hipertensi, seizure (kejang), dan takiaritmia ventrikular jika terjadi. Jangan atasi bradikardia yang terjadi tiba-tiba (refleks), kecuali dengan menurunkan tekanan darah secara tidak langsung. Monitor tanda vital dan EKG selama 4 6 jam setelah konsumsi PPA overdosis, dan monitor lebih lama jika pasien mengonsumsi PPA tablet sustained-release (lepas lambat) (Lange, 2007) B. Antidotum Tidak ada antidotum khusus untuk zat ini. C. Dekontaminasi Segera berikan arang aktif dosis tunggal setelah menit menelan PPA dalam bentuk sediaan cair dan 2 jam setelah menelan PPA dalam bentuk sediaan kapsul/tablet, dengan dosis: o Anak-anak: 1 2 gram/kg secara oral. o Dewasa: gram/kg secara oral. D. Eliminasi Diuresis asam PPA yang termasuk golongan obat simpatomimetik dieliminasi oleh ginjal, waktu paruhnya menurun jika ph urinnya rendah. Pengasaman urin dapat meningkatkan eliminasi zatnya, tetapi pada pasien dengan kondisi mioglobinuria merupakan kontraindikasi. Pengasaman ini dapat memperburuk kondisi pasien karena dapat mengendapkan mioglobin pada gagal ginjal. Hemodialisis Dialisis peritoneal dan hemodialisis dapat meningkatkan eliminasi zat tersebut, tetapi efikasi klinis pada pasien yang overdosis belum terbukti. Pencegahan Keracunan Penggunaan PPA hanya diperuntukan sebagai obat flu, sesuai dengan dosis yang dianjurkan, bukan sebagai obat untuk menurunkan berat badan. Mengkonsumsi PPA jika hanya diperlukan, sesuai dengan anjuran dokter, dan dalam dosis yang sesuai. 3

4 Baca cara penggunaan dan aturan pakai konsumsi obat flu, terutama yang mengandung PPA. Jika gejala flu sudah sembuh, penggunaan obat flu, dapat dihentikan. Jika gejala flu tidak kunjung sembuh, segera kontak kembali dokter untuk evaluasi pengobatan. Apabila dicurigai telah terjadi keracunan PPA, segera hubungi Sentra Informasi Keracunan atau dokter setempat untuk mendapatkan informasi dan petunjuk seputar penanganan keracunan. Pustaka: 1. Tatro, D.S A to Z Drugs Facts 4th edition. Facts and Comparisons 2. Olson, K. R., 2007, Lange Poisoning and Drug Overdose 4th ed., McGraw-Hill Inc., p Press Release Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Penjelasan terkait Informasi Obat Flu dan Batuk yang Mengandung Phenylpropanolamine (PPA) Nomor KH , Tanggal 16 April akses tanggal 12 April monik 4

Buku Pedoman Penggunaan Obat Secara Aman Bagi Imigran Baru (Bahasa Indonesia) ( 印 尼 文 )

Buku Pedoman Penggunaan Obat Secara Aman Bagi Imigran Baru (Bahasa Indonesia) ( 印 尼 文 ) Buku Pedoman Penggunaan Obat Secara Aman Bagi Imigran Baru (Bahasa Indonesia) ( 印 尼 文 ) Memiliki Konsep Obat, Ingin Sehat Dorongan dan perlindungan kesehatan dan kesejahteraan seluruh masyarakat, merupakan

Lebih terperinci

Mula-mula berikan diazepam 0,1-0,2 mg/kg (dosis lazim anak > 5 tahun dan dewasa adalah 2-10 mg; untuk anak > 30 hari hingga 5 tahun adalah 1-2 mg)

Mula-mula berikan diazepam 0,1-0,2 mg/kg (dosis lazim anak > 5 tahun dan dewasa adalah 2-10 mg; untuk anak > 30 hari hingga 5 tahun adalah 1-2 mg) DIAZEPAM DIAZEPAM 1. IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA 1.1. Golongan (1,6,9) Diazides (diazos), halogenated, aromatic; benzodiazepin 1.2. Sinonim/Nama Dagang (1,4,5,7) 2H-1,4-Benzodiazepin-2-one, 7-chloro-1,3-dihydro-1-methyl-5-phenyl-;

Lebih terperinci

GAYA HIDUP PADA MAHASISWA PENDERITA HIPERTENSI SKRIPSI

GAYA HIDUP PADA MAHASISWA PENDERITA HIPERTENSI SKRIPSI GAYA HIDUP PADA MAHASISWA PENDERITA HIPERTENSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: RAMADHA WAHYU PUSPITA F 100 030 148 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Virus Dengue

BAB I PENDAHULUAN. Virus Dengue BAB I PENDAHULUAN Virus Dengue Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus

Lebih terperinci

Wahai para tamu Allah peran anda sungguh besar

Wahai para tamu Allah peran anda sungguh besar Wahai para tamu Allah peran anda sungguh besar dalam menjaga keselamatan para jamaah haji. Kesehatan anda kepentingan kami.keselamatan anda tujuan kami. 1 Selalu bersikap sabar dalam menghadapi kondisi

Lebih terperinci

616.362 Ind p PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HATI

616.362 Ind p PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HATI 616.362 Ind p PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HATI DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2007 Pernyataan (Disc laimer) Kami

Lebih terperinci

PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT TUBERKULOSIS

PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT TUBERKULOSIS PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT TUBERKULOSIS DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2005 1 KATA PENGANTAR Tuberkulosis

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA LAKSANA FIBRILASI ATRIUM

PEDOMAN TATA LAKSANA FIBRILASI ATRIUM EDOMAN TATA LAKSANA FILBRILASI ATRIUM EDOMAN TATA LAKSANA FIBRILASI ATRIUM ERHIMUNAN DOKTER SESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA 2014 EDISI ERTAMA EDOMAN TATA LAKSANA FIBRILASI ATRIUM ERHIMUNAN DOKTER SESIALIS

Lebih terperinci

ASPEK FARMAKOKINETIKA KLINIK OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN PADA PASIEN SIROSIS HATI DI BANGSAL INTERNE RSUP DR. M

ASPEK FARMAKOKINETIKA KLINIK OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN PADA PASIEN SIROSIS HATI DI BANGSAL INTERNE RSUP DR. M ASPEK FARMAKOKINETIKA KLINIK OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN PADA PASIEN SIROSIS HATI DI BANGSAL INTERNE RSUP DR. M. DJAMIL PADANG PERIODE OKTOBER 2011 JANUARI 2012 Oleh : Ira Oktaviani Rz*) Korespondensi : irarazak@ymail.com

Lebih terperinci

LEMBARAN INFORMASI tentang HIV dan AIDS untuk ORANG YANG HIDUP DENGAN HIV (Odha)

LEMBARAN INFORMASI tentang HIV dan AIDS untuk ORANG YANG HIDUP DENGAN HIV (Odha) Yayasan Spiritia LEMBARAN INFORMASI tentang HIV dan AIDS untuk ORANG YANG HIDUP DENGAN HIV (Odha) Yayasan Spiritia Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Johar Baru, Jakarta 10560 Tel: (021) 422-5163, 422-5168

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk. negara-negara dunia diprediksikan akan mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk. negara-negara dunia diprediksikan akan mengalami peningkatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Proses alami ditandai

Lebih terperinci

Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?

Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai? SERI BUKU KECIL Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai? Oleh Chris W. Green Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Johar Baru, Jakarta 10560 Telp: (021) 422 5163, 422 5168, Fax: (021) 4287 1866, E-mail: info@spiritia.or.id,

Lebih terperinci

GLISERIN GLYCERIN. 1. N a m a. 2. Sifat Fisika Kimia. Golongan Hidroksil, alifatik (1).

GLISERIN GLYCERIN. 1. N a m a. 2. Sifat Fisika Kimia. Golongan Hidroksil, alifatik (1). GLISERIN GLYCERIN 1. N a m a Golongan Hidroksil, alifatik (1). Sinonim / Nama Dagang (1,2,3,4,5,6) Glycerin; Glycerol; Glycerine; Glycerine anhydrous; Glyceritol; Glycyl alkohol; 1,2,3- Propanetriol; Propanetriol;

Lebih terperinci

TOLUEN TOLUEN. Toluol, Tolu-Sol; Methylbenzene; Methacide; Phenylmetana; Methylbenzol.

TOLUEN TOLUEN. Toluol, Tolu-Sol; Methylbenzene; Methacide; Phenylmetana; Methylbenzol. TOLUEN TOLUEN 1. N a m a (1, 3, 7) Golongan. Hidrokarbon aromatik Sinonim / Nama Dagang. Toluol, Tolu-Sol; Methylbenzene; Methacide; Phenylmetana; Methylbenzol. Nomor Identifikasi. Nomor CAS : 108 88 3

Lebih terperinci

Kurang atau Kelamaan Tidur Bisa menimbulkan kematian!

Kurang atau Kelamaan Tidur Bisa menimbulkan kematian! Kurang atau Kelamaan Tidur Bisa menimbulkan kematian! Penelitian tentang masalah tidur dilakukan American Cancer Society pada tahun 1982-1988. Penelitian yang dikenakan pada orang Amerika dengan interval

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK TERAPI ANTIBIOTIK

PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK TERAPI ANTIBIOTIK PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK TERAPI ANTIBIOTIK KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas izin dan karunianya akhirnya

Lebih terperinci

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis 1 Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2013 2 KATA PENGANTAR Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah pasien tuberkulosis terbanyak di dunia. Pengobatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mineral, 15,3% Lemak, 84,7 % Massa lemak bebas (FFM).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mineral, 15,3% Lemak, 84,7 % Massa lemak bebas (FFM). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komposisi Tubuh Manusia Menurut J Brochek, komposisi tubuh: 62,4% Air, 16,4% Protein, 5,9% Mineral, 15,3% Lemak, 84,7 % Massa lemak bebas (FFM). Menurut Gilbert B Forber komposisi

Lebih terperinci

PEDOMAN INTERPRETASI DATA KLINIK

PEDOMAN INTERPRETASI DATA KLINIK PEDOMAN INTERPRETASI DATA KLINIK KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2011 b Pedoman Interpretasi Data Klinik KATA PENGANTAR Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATALAKSANAAN TB (KONSENSUS TB) BAB I PENDAHULUAN A. EPIDEMIOLOGI

PEDOMAN PENATALAKSANAAN TB (KONSENSUS TB) BAB I PENDAHULUAN A. EPIDEMIOLOGI PEDOMAN PENATALAKSANAAN TB (KONSENSUS TB) BAB I PENDAHULUAN A. EPIDEMIOLOGI Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember) SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember) SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA (Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember) SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

PERAWAT DAN PEMAKAIAN OBAT SECARA RASIONAL

PERAWAT DAN PEMAKAIAN OBAT SECARA RASIONAL PERAWAT DAN PEMAKAIAN OBAT SECARA RASIONAL Heri Hermansyah dan Asep Sufyan Ramadhy Pendahuluan Hidup yang sehat sebagai hak azasi manusia diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sanitasi Lingkungan Rumah a. Definisi Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sanitasi Lingkungan Rumah a. Definisi Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sanitasi Lingkungan Rumah a. Definisi Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya

Lebih terperinci

Vol. 7, No. 5, September 2006 ISSN 1829-9334 KEPATUHAN PASIEN : FAKTOR PENTING DALAM KEBERHASILAN TERAPI

Vol. 7, No. 5, September 2006 ISSN 1829-9334 KEPATUHAN PASIEN : FAKTOR PENTING DALAM KEBERHASILAN TERAPI InfoPOM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN POM RI Vol. 7, No. 5, September 2006 ISSN 1829-9334 KEPATUHAN PASIEN : FAKTOR PENTING DALAM KEBERHASILAN TERAPI Pendahuluan Diagnosa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan sosial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan sosial. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Lingkungan Rumah Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan sosial. Lingkungan

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA TERKINI DENGUE

DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA TERKINI DENGUE DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA TERKINI DENGUE Dr. Mulya Rahma Karyanti, MSc, SpA(K) Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto Mangunkusumo, FKUI BATASAN DAN URAIAN UMUM

Lebih terperinci

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi Pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan Pedoman Ringkas Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

Lebih terperinci

HATIP 96-1: Saatnya untuk pesan yang jelas dan sederhana mengenai pemberian terapi pencegahan INH

HATIP 96-1: Saatnya untuk pesan yang jelas dan sederhana mengenai pemberian terapi pencegahan INH HATIP 96-1: Saatnya untuk pesan yang jelas dan sederhana mengenai pemberian terapi Oleh: Theo Smart, 29 November 2007 HATIP ini mengamati bukti-bukti yang mendukung upaya advokasi untuk meningkatkan akses

Lebih terperinci