ASIMETRI HARGA BERAS DI PASAR INTERNASIONAL DAN INDONESIA AMINATUS SOFIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASIMETRI HARGA BERAS DI PASAR INTERNASIONAL DAN INDONESIA AMINATUS SOFIAH"

Transkripsi

1 ASIMETRI HARGA BERAS DI PASAR INTERNASIONAL DAN INDONESIA AMINATUS SOFIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 2

3 3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Asimetri Harga Beras Di Pasar Internasional dan Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Aminatus Sofiah NIM H

4 7 ABSTRAK AMINATUS SOFIAH. Asimetri Harga Beras di Pasar Internasional dan Indonesia. Dibimbing oleh Dr. SAHARA, SP, MSi Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kointegrasi harga beras di pasar internasional dan Indonesia dan menganalisis asymmetry harga beras di pasar internasional dan Indonesia. Penelitian ini menggunakan data bulanan harga beras untuk kualitas 100% (premium), 25% (medium) dan 5% (rendah) dari Januari 2013 sampai Maret 2016 yang diperoleh dari BPS dan FAO. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ECM. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, terdapat hubungan kointegrasi antara haga beras di pasar internasional dan Indonesia untuk harga beras Thailand terhadap Indonesia dengan kualitas 5% (rendah) dan harga beras Vietnam terhadap Indonesia dengan kualitas 25% (medium). Hasil pengujian koefisien dengan menggunakan ECM menunjukkan transmisi harga beras pada jangka pendek bersifat simetris untuk kualitas beras 25% Vietnam dengan Indonesia dan kualitas 5% untuk Thailand dengan Indonesia bersifat asimetris, sedangkan pada jangka panjang dilihat dari nilai ECT + dan ECT - tidak identik secara statistik. Dengan kata lain transmisi harga beras Vietnam terhadap harga beras Indonesia untuk kualitas 25% (medium) dan kualitas beras 5% pada Thailand dengan Indonesia terjadi secara simetris. Kata kunci: Asimetri Harga, Beras, ECM, Transmisi Harga, ABSTRACT AMINATUS SOFIAH. Asymmetry Price of Rice in the Internasional Market and Indonesia. Supervisor Dr. SAHARA SP, MSi This study uses monthly data price of rice for 100% quality (premium), 25% (medium) and 5% (low) from January 2013 until March 2016 were obtained from BPS and FAO. The method used in this study is an ECM. The results of this study showed that overall, there is a co-integration relationship between price of rice in the International market and Indonesia. The price of Thailand rice against Indonesia with quality 5% (low) and the price of Vietnam rice against Indonesia with quality 25% (medium). The Coeficcient test result with ECM showing transmision price of rice in the short-term the price of Vietnam rice against Indonesia with quality 25% is symmetric, but asymmetric price of Thailand rice against Indonesia with quality 5%. While the long-term seen on ECT + and ECT - no statistically identical. In the other side, transmission prices of Vietnam rice againts Indonesia rice for the quality of 25% (medium) and Thailand rice against Indonesia rice for the quality of 5 % (low) occours symmetrically. Keywords: Rice, Asymmetry Price, Transmission Price, ECM

5 5 ASIMETRI HARGA BERAS DI PASAR INTERNASIONAL DAN INDONESIA AMINATUS SOFIAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

6 6

7

8 8 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselaikan. Penelitian ini berjudul Asimetri Harga di Pasar Internasional dan Indonesia. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Sahara, SP, M.Si selaku pembimbing dan ketua Program Studi Ilmu Ekonomi yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan masukan serta sebagai sumber inspirasi baik penulis dalam penyusunan skripsi. 2. Dr. Alla Asmara, SPt, MSi dan Khalifah Muhamad Ali, MSi selaku dosen penguji. 3. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 4. Seluruh anggota keluarga penulis, khususnya orang tua tercinta Hozaimah dan Alm. Baidawi terima kasih atas do a dan dukungan yang diberikan selama studi. Kakak-kakakku, Moh Asyim Asyari, Samsul Arifin, Fitriansyah Rita Suryani dan Rina Agustina yang telah memberikan semangat dan dorongan selama pendidikan. 5. Teman satu bimbingan Selly Nansyah Putri, Novizariani Dewi dan Teguh Aditya yang sama-sama menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Kak Nora dan kak Retro yang telah membatu memberikan masukan dalam penyelesaian penelitian ini. 7. Teman dekat, Mab, Shelvy, Dwi, Reni, Ans, Veni, Teti, Vivi, Naufa, Umam, Aryo dan Febri Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan yang merupakan tanggung jawab penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan yang dapat membangun penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, September 2016 Aminatus Sofiah

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 6 TINJAUAN PUSTAKA 6 Teori Perdagangan Internasional 6 Teori Harga 8 Integrasi Pasar Spasial 9 Integrasi Pasar Vertikal 10 Transmisi Harga 11 Penyebab Asimetri Harga 14 Penelitian Terdahulu 15 Kerangka Pemikiran 18 Hipotesis Penelitian 18 METODE PENELITIAN 18 Jenis dan Sumber Data 19 Metode Analisis dan Pengolahan Data 19 Analisis Integrasi dan Transmisi Harga 19 GAMBARAN UMUM 22 Gambaran Perkembangan Pergerakan Harga Beras 22 Kebijakan Perberasan 24 PEMBAHASAN 25 Analisis Kointegrasi dan Asymmetry Pada Harga Beras 25 di Pasar Internasional dan Indonesia Pengujian Stasioneritas Data 26

10 Pengujian Kointegrasi Harga 27 Uji Kausalitas 28 Hasil Estimasi ECM 29 SIMPULAN DAN SARAN 33 Simpulan 33 Saran 33 DAFTAR PUSTAKA 33 LAMPIRAN 37 RIWAYAT HIDUP 45

11 DAFTAR TABEL 1. Data produksi, konsumsi dan impor beras Indonesia Tahun (ton) 3 2. Deskripsi statistik dari harga beras untuk semua kualitas dari bulan Januari 2013-Maret 2016 di Thailand, Vietnam dan Indonesia Deskripsi statistik dari harga beras untuk semua kualitas dari bulan Januari 2013 sampai Maret 2016 di Vietnam Deskripsi statistik dari harga beras untuk semua kualitas dari bulan Januari 2013 sampai Maret 2016 di Indonesia Hasil uji stasioneritas data Hasil estimasi kointegrasi antar kualitas harga beras (25% dan 5%) di Thailand dan Indonesia Hasil estimasi kointegrasi kualitas harga beras Vietnam dan Indonesia Hasil estimasi Granger causality pada hubungan harga kualitas beras di Thailand, Vietnam dan Indonesia Hasil estimasi model asimetris ECM dari bulan Januari 2013 sampai Maret 2016 untuk kualitas beras 25% di Vietnam dan Indonesia Hasil estimasi model asimetris ECM dari bulan Januari 2013 sampai Maret 2016 untuk beras kualitas 5% pada negara Thailand dan Indonesia Uji Wald test dengan model ECM 32 DAFTAR GAMBAR 1. Rata-rata konsumsi beras sepuluh negara terbesar di dunia tahun (1000 ton) 1 2. Konsumsi beras nasional Rata-rata harga beras Tahun (USD/tonne) 3 4. Perkembangan volume ekspor beras dunia Tahun (USD/tonne) 4 5. Perkembangan Volume Impor Beras Menurut Negara Asal Utama Tahun (ton) 4 6. Pengaruh dunia terhadap pasar beras domestik 8 7. Kurva perdagangan internasional analisis keseimbangan parsial Transmisi harga asimetri menurut kecepatan dan besaran 12

12 9. Transmisi harga asimetri positif dan negatif Bagan alur kerangka pemikiran operasional Perkembangan pergerakan harga beras nominal dan riil di Thailand dan Indonesia untuk kualitas beras 25% Perkembangan pergerakan harga beras nominal dan riil di Vietnam dan Indonesia untuk kualitas beras 25% Perkembangan pergerakan harga beras nominal dan riil di Thailand dan 14. Indonesia untuk kualitas beras 5% 23 Perkembangan pergerakan harga beras nominal dan riil di Vietnam dan Indonesia untuk kualitas beras 5% Perkembangan pergerakan harga beras nominal dan riil di Thailand dan Indonesia untuk kualitas beras 100% 25 DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil Uji Stasioneritas Data Harga Beras kualitas 100% pada level dan First Different dengan ADF test pada negara Thailand Hasil Uji Stasioneritas Data Harga Beras kualitas Premium pada level dan First Different dengan ADF test pada negara Indonesia Hasil Uji Stasioneritas Data Harga Beras kualitas 25% pada level dan First Different dengan ADF test pada negara Vietnam Hasil Uji Stasioneritas Data Harga Beras kualitas medium pada level dan First Different dengan ADF test pada negara Indonesia Hasil Uji Stasioneritas Data Harga Beras kualitas 25% pada level dan First Different dengan ADF test pada negara Thailand Hasil Uji Stasioneritas Data Harga Beras kualitas 5% pada level dan First Different dengan ADF test pada negara Thailand Hasil Uji Stasioneritas Data Harga Beras kualitas rendah pada level dan First Different dengan ADF test pada negara Indonesia Hasil Uji Stasioneritas Data Harga Beras kualitas 5% pada level dan First Different dengan ADF test pada negara Vietnam Hasil pengujian lsg optimal pada kualitas beras 25% Pada Negara Vietnam dan Indonesia Hasil pengujian lag optimal pada kualitas beras 5% Pada Negara Thailand dan Indonesia 40

13 11. Hasil Uji Kointegrasi data harga beras kulaitas 5% pada negara Thailand dan Indonesia Hasil Estimasi Model Asimetris Von Cramon-Taubadel dan Loy untuk kualitas beras 5% pada negara Thailand dan Vietnam Hasil Hasil Uji Kausalitas dengan Metode Granger Test untuk Kualitas beras 25% pada negara Vietnam dan Indonesia Hasil Hasil Uji Kausalitas dengan Metode Granger Test untuk kualitas beras 5% pada negara Thailand dan Indonesia Hasil Estimasi Model Asimetris Von Cramon-Taubadel dan Loy untuk kualitas beras 5% pada negara Thailand dan Vietnam Hasil Estimasi Model Asimetris Von Cramon-Taubadel dan Loy untuk kualitas beras 5% pada negara Thailand dan Vietnam 44

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan konsumen beras terbesar ketiga di dunia setelah RRC dan India. Disamping faktor besarnya jumlah penduduk, hal ini juga disebabkan bahwa 95 persen penduduk Indonesia masih menggantungkan konsumsi utama pangannya pada beras. Tingginya ketergantungan penduduk Indonesia terhadap beras mengakibatkan komoditi ini tidak hanya memiliki nilai strategis secara ekonomi tetapi juga secara sosial dan politik (Simbolon 2005). Komoditi beras merupakan bahan pangan utama bagi masyarakat Indonesia sehingga komoditi ini menjadi komoditi penting dalam pembangunan nasional. Arti penting beras dilihat dari dua sisi yaitu: Pertama, sebagai pangan utama beras harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kedua, sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja bagi sebagian besar masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan (Sapuan 2000). 4% 3% 3% 2% 2% 5% China India 37% Indonesia Bangladesh 9% Vietnam Philippines 10% Thailand Myanmar 25% Japan Brazil Sumber: USDA dan Kementerian Pertanian (diolah) Rata-rata Konsumsi Beras Sepuluh Negara Terbesar Di Dunia, Tahun (000 Ton) Gambar 1 menunjukkan bahwa secara umum total konsumsi beras tertinggi di dunia adalah China, yaitu dengan total konsumsi mencapai 145,86 juta ton per tahun. Kemudian India dengan total konsumsi mencapai 97,08 juta ton per tahun dan Indonesia dengan total konsumsinya mencapai juta ton per tahun. Selanjutnya diikuti oleh Bangladesh, Vietnam, Philippines, Thailand, Myanmar, Jepang dan Brazil dengan total konsumsi berada pada kisaran antara 7,91 juta ton hingga juta ton per tahun. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa konsumsi beras di tingkat rumah tangga per penduduk Indonesia pada tahun 2010 sampai 2014 mengalami penurunan sebesar 1.13 persen per tahun. Pada tahun 2014 konsumsi beras per orang sebesar kilogran per kapita. Meskipun secara statistik konsumsi beras mengalami penurunan dan kebutuhan beras dalam negeri mampu dipenuhi seluruhnya oleh produksi dalam negeri, namun adanya gap antara waktu produksi dengan waktu konsumsi seringkali dapat menimbulkan kelangkaan.

16 2 Dalam hal ini beras merupakan tanaman musiman, yang produksinya berfluktuasi mengikuti pola tanam. Kosumsi Beras Perkapita (Kg/Kaapita/th Pertumbuhan % Sumber: SUSENAS, BPS Keragaan Konsumsi Beras Nasional, Tahun Konsumsi Beras Perkapita (Kg/Kapita/th) Pertumbuhan (%) Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 252,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1.31%. Sehingga kondisi ini mengakibatkan kelangkaan beras di Indonesia, dan untuk menutupi kelangkaan tersebut Indonesia harus melakukan impor dari negara-negara yang produksinya tinggi, seperti Thailand dan Vietnam. Selain itu, pola konsumsi beras stabil sepanjang tahun, karena beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia (Bustanam, 2003). Sampai saat ini Indonesia memerlukan pangan yang cukup besar, oleh karena itu peningkatan produksi beras saat ini menjadi perioritas untuk mengatasi kekurangan suplai. Beras dijadikan sebagai bahan pangan pokok strategis bagi masyarakat Indonesia yang tidak bisa digantikan dengan pangan lain terutama di Asia. Thailand, Vietnam, India, Pakistan, Indonesia dan China adalah negara penghasil beras utama di Asia. Sementara untuk Thailand dan Vietnam, menjadi eksportir beras dunia karena negara tersebut mengalami surplus produksi. Secara fisik impor beras mempengaruhi jumlah penawaran dalam negeri sehingga mekanisme pasar dapat mempengaruhi harga dalam negeri atau merupakan transfer harga dari pasar internasional ke pasar domestik. Transfer harga dapat terjadi ketika pasar beras dalam negeri masih diintervensi pemerintah atau setelah adanya deregulasi (Suryana 2001). Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa konsumsi beras memiliki peningkatan dari tahun 2004 sampai tahun 2014, sedangan produksi beras juga mengalami peningkatan, namun masih dibawah konsumsi beras nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat konsumsi beras yang terus meningkat nantinya tidak dapat memenuhi konsumsi dalam negeri, sehingga harus melakukan impor ke negara yang mengalami surplus produksi, seperti Thailand dan Vietnam.

17 Produksi Konsumsi Sumber: Bulog Gambar 3 Pekembangan Produksi dan Konsumsi Beras Nasional Rupiah/Kg Rumusan Masalah Beras merupakan bahan makanan yang paling banyak dipilih untuk dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai pemenuhan kebutuhan pokok seharihari. Harga beras penting bagi perekonomian nasional karena harga komoditas pangan mempengaruhi ketahanan pangan, tingkat kemiskinan, stabilitas makro ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi (Sawit 2001). Harga Beras Nominal P Indonesia P Thailnad P Vietnam Sumber: FAO dan BPS Gambar 4 Rata-rata Harga Beras Nominal di Indonesia, Thailand dan VietnamTahun (USD/tonne) Gambar 4 menunjukkan bahwa kondisi pergerakan harga beras di Indonesia pada periode Januari 2013-Maret 2016 mengalami peningkatan. Sementara untuk harga beras Thailand dan Vietnam cenderung berfluktuasi. Hal

18 4 ini mengindikasikan terjadinya disparitas harga antara harga beras di Indonesia dengan harga beras di Thailand dan Vietnam. Dari sisi ekonomi makro, harga beras yang terlalu tinggi akan berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Sebagai salah satu pembentuk komoditas utama pembentuk inflasi, Pemerintah selalu berupaya menjaga harga beras berada pada suatu tingkat tertentu yang menguntungkan bagi petani dan konsumen sekaligus. 4% 2% 3% 3% 2% 9% India Thailand 28% Vietnam Pakistan 9% United States Burma 19% Cambodia Uruguay 21% Sumber: USDA (diolah) Gambar 5 Perkembangan Volume Ekspor Beras Dunia Tahun (1000 Ton) Gambar 5 menunjukkan bahwa negara pengekspor beras terbesar di dunia rata-rata terletak di wilayah Asia dengan total share sebesar 79,56 % pada periode Perkembangan volume ekspor tertinggi diduduki oleh India dengan rata-rata ekspor sebesar 10,23 juta ton, kemudian Thailand dengan ratarata volume ekspor 8,97 juta ton. Selanjutnya, hal ini di ikuti oleh Vietnam dan Pakistan dengan pangsa ekspor sebesar 16,46% dan 9,16%. Dalam hal ini, Indonesia belum mampu berkontribusi dalam perdagangan beras dunia karena share ekspor yang masih kecil dan tidak termasuk dalam negara yang berkontribusi ekspor beras di dunia Vietnam Thailand China India Sumber: BPS Gambar 5 Perkembangan Volume impor beras menurut negara asal utama tahun (ton) Gambar 5 menunjukkan bahwa perkembangan volume impor beras dari tahun dari keempat negara (Vietnam, Thailand, China dan India)

19 5 bervariasi. Namun dalam hal ini dapat dilihat bahwa Indonesia rata-rata mengimpor beras dari Vietnam, terutama pada tahun 2011 volume impor beras Indonesia dari Vietnam mencapai ton. Selain Vietnam, Indonesia juga melakukan impor dari Thailand dan India. Ketergantungan Indonesia terhadap pasar internasional mengakibatkan harga beras terus meningkat. Hal ini mengakibatkan volume dan nilai ekspor mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan harga beras ditentukan oleh adanya perubahan yang terjadi pada pasar internasional. Apabila pasar beras Indonesia terintegrasi dengan pasar beras internasional, maka perubahanperubahan tersebut ditransmisikan ke pasar Indonesia. Harga di suatu negara berkolerasi dengan harga-harga di pasar lainnya sehinnga menyebabkan terjadinya integrasi harga. Pasar di Indonesia berperan sebagai price taker mengingat Indonesia adalah negara kecil sehingga rentan terhadap perubahan harga di pasar internasional. Menurut (Tomek dan Robinson 1990), hubungan suatu harga dari pasar yang terpisah secara geografis untuk komoditi yang sama dapat dianalisa dengan konsep integrasi pasar spasial. Dua pasar dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga pada satu pasar akan mempengaruhi harga pasar lainnya dengan arah yang sama dan tingkat yang sama pula. Selain itu jika terjadi perdagangan antara dua wilayah, kemudian harga di wilayah yang mengimpor komoditi sama dengan harga di wilayah yang mengekspor komoditi, ditambah dengan biaya transportasi yang timbul karena perpindahan diantara keduanya maka dapat dikatakan keduanya terjadi integrasi spasial (Ravalion 1986). Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kointegrasi harga beras di pasar internasional dan Indonesia? 2. Bagaimana asimetri beras di pasar internasional dengan Indonesia? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. menganalisis kointegrasi harga beras di pasar internasional dan Indonesia, dan 2. menganalisis asimetri beras di pasar internasional dan Indonesia. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai transmisi harga di pasar internasional dan Indonesia diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain; 1. bagi instansi pemerintah, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pembuatan keputusan dan kebijakan dengan melihat fenomena yang terjadi 2. bagi penulis, diharapkan dapat menambah ilmu, wawasan dan pengembangan pola pikir, serta

20 6 3. bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat menjadi acuan dan dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis kointegrasi harga beras di pasar internasional dan Indonesia dan menganalisis asymmetry harga beras di pasar internasional dan Indonesia. Mitra ekspor pada penelitian ini terdiri dari dua negara yaitu, Thailand dan Vietnam. Transmisi harga dalam penelitian ini adalah transmisi harga spasial antara harga beras di pasar internasional dan Indonesia. Penelitian ini menggunakan data bulanan periode Januari 2013 sampai Maret Klasisifikasi produk yang digunakan dalam penelitian ini semua jenis kualitas di dunia, untuk Thailand dan Vietnam kualitas berasnya menggunakan kualitas 100%, 25%, dan 5%. Hal ini setara dengan kualitas beras Indonesia yaitu, premium, medium dan rendah. Namun untuk Vietnam fokus pada kualitas beras 25% dan 5%, hal ini terkait dengan ketersediaan data di Vietnam. TINJAUAN PUSTAKA Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara. Perdagangan bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi setiap negara. (Krugman dan Obstfeld 2003) mengungkapkan bahwa terdapat dua alasan utama tiap negara berkontribusi dalam mencari keuntungan dari proses perdagangan. Pertama, negara-negara yang melakukan perdagangan disebabkan karena tiap negara berbeda satu sama lain. Pada dasarnya tidak semua kebutuhan suatu negara dapat dipenuhi di dalam negeri disebabkan karena setiap negara memiliki faktor produksi yang berbeda. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan untuk mencapai skala ekonomi dalam produksi. Tidak ada negara yang mampu menghasilkan segala produk di negaranya sendiri melainkan memilih untuk memproduksi sejumlah produk yang berbeda (differensiasi). Impor adalah arus masuk dari sejumlah barang dan jasa ke dalam pasar sebuah negara baik untuk keperluan konsumsi ataupun sebagai barang modal atau bahan baku produksi dalam negeri. Semakin besar impor, disatu sisi baik karena menyediakan kebutuhan rakyat negara itu akan produk atau jasa tersebut, namun sisi lainnya bisa mematikan produk dan jasa sejenis dalam negeri, dan yang paling mendasar menguras devisa negara yang bersangkutan (Larassati 2007) Teori perdagangan internasional mulai muncul sejak abad ke 17 dan 18 dimana pada saat itu dikenal sebagai era merkantilisme. Setelah itu muncul pemikiran Adam Smith yang menyatakan bahwa perdagangan dua negara didasarkan pada keunggulan absolut. Kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara setiap negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkan

21 komoditi lain yang mempunyai kerugian absolut sehingga setiap negara dapat memperoleh keuntungan. Setelah teori Adam Smith lahirlah hukum keunggulan komparatif David Ricardo. Hukum keunggulan komparatif menyatakan bahwa meskipun salah satu negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar dilakukannya perdagangan yang menguntungkan dua negara (Salvatore, 1997). Hukum keunggulan komparatif inilah yang menjadi dasar bagi suatu negara untuk saling menukarkan komoditi melalui ekspor dan impor. Perbedaan antar negara menyebabkan perbedaan dalam hal permintaan pasar terhadap komoditi tertentu karena perbedaan kondisi dan karakteristik sosial ekonomi masing-masing negara. Hal tersebut juga terjadi pada kurva penawaran komoditi, dan juga akan berbeda antar negara karena adanya perbedaan faktor bawaan (factor endowment) baik kuantitas, kualitas maupun komposisi sumber dayanya (Oktariza 2000). Perbedaan sumber daya bawaan (resource endowments) antar negara atau wilayah menyebabkan tiap negara memperoleh manfaat dari memproduksi suatu produk tertentu. Negara-negara yang mampu memproduksi komoditi memperoleh keuntungan dan melakukan perdagangan untuk memperoleh barang lain dalam memenuhi konsumsi masyarakat di negaranya (Koo dan Kennedy 2005). Selain itu, faktor harga merupakan sinyal yang menarik bagi pelaku usaha dalam melakukan perdagangan internasional. Kegiatan perdagangan ditunjukkan dari mengalirnya suatu produk negara yang menawarkan harga jual rendah ke negara dengan harga jual yang tinggi. Dalam hal ini, Indonesia akan mengimpor beras dari negara eksportir apabila harga domestik negara Indonesia (kondisi autarki) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga dunia negara eksportir beras. Struktur harga yang terjadi di Indonesia lebih tinggi karena produksi beras domestik melebihi produksi beras domestiknya, sehingga Indonesia memiliki kekurangan dalam produksinya dan untuk memenuhi kebutuhan Indonesia harus impor ke negara lain. Pada negara importir terjadi kekurangan demand karena produksi domestiknya melebihi konsumsi domestiknya (excesssupply), sehingga harga yang terjadi di negara importir lebih tinggi. Negara importir akan membeli beras dari negara lain yang menawarkan harga relatif tinggi. Jika terjadi komunikasi antara Indonesia dan negara eksportirberas maka akan terjadi perdagangan diantara kedua negara dengan harga yang diterima keduanya adalah sama sebesar harga dunia (Tomek dan Robinson 1990). 7

22 8 Sumber: Koo dan Kennedy 2005 Gambar 6 Pengaruh dunia terhadap pasar beras domestik Gambar 6 menunjukkan harga beras dunia diasumsikan eksogen. Indonesia sebagai negara importir beras tidak dapat mempengaruhi pasar dunia artinya Indonesia berperan sebagai price taker. Pada kondisi autarki (sebelum terjadinya perdagangan) terjadi keseimbangan antara permintaan domestik dan penawaran domestik dengan harga pasar sebesar P E. Pada saat terjadinya perdagangan internasional, keseimbangan harga dunia sebesar P W mempengaruhi jumlah beras yang diperdagangkan pada negara importir. Pada kondisi tersebut, permintaan beras domestik adalah sebesar Q D sedangkan penawaran domestik sebesar Q S sehingga jumlah beras yang di impor ke pasar domestik sebesar X (Q S -Q D ). Teori Harga Harga yang terbentuk untuk suatu komoditas merupakan hasil interaksi antara penjual dan pembeli. Harga yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kuantitas barang yang ditransaksikan. Dari sisi pembeli (demand) semakin banyak barang yang ingin dibeli akan meningkatkan harga, sementara dari sisi penjual (supply) semakin banyak barang yang akan dijual akan menurunkan harga. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku permintaan maupun penawaran dalam interaksi pembentukan harga. Namun untuk komoditas pangan/pertanian, pembentukan harga tersebut disinyalir lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran (supply shock) karena sisi permintaan cenderung stabil mengikuti perkembangan trennya (Prastowo, Yanuarti dan Depari 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran komoditas pangan/pertanian cenderung sulit untuk dikontrol. Studi empiris yang dilakukan oleh (Tomek, 2000) menyimpulkan dua faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga komoditas pangan/pertanian, yakni faktor produksi/panen (harvest disturbance) dan perilaku penyimpanan (storage/inventory behavior). Walaupun keberhasilan panen sangat dipengaruhi oleh kondisi musim/cuaca yang sifatnya uncontrolable, pengaruh pola tanam terhadap perkembangan harga komoditas pertanian di Amerika Serikat terlihat sangat dominan. Terdapat pola cyclical yang sistematis antara pola tanam dan varians harga komoditas. Varians harga membesar pada saat musim tanam dan

23 9 mengecil pada saat musim panen. Sementara keberadaan teknologi penyimpanan atas produk pertanian, khususnya untuk produk yang mudah busuk/basi (durable products), akan mengurangi tekanan fluktuasi harga dari komoditas tersebut. Lebih lanjut, karakteristik penawaran dan permintaan untuk komoditas pangan/ pertanian memang unik karena keduanya cenderung bersifat inelastis terhadap perubahan harga. Petani sebagai produsen tidak bisa serta merta meningkatkan produksinya ketika harga mengalami peningkatan. Konsumen juga tidak bisa mengurangi permintaannya ketika harga meningkat karena komoditas pangan/pertanian tersebut menjadi kebutuhan pokok. Kondisi tersebut membuat harga komoditas menjadi sangat sensitif terhadap stock, baik dari sisi penawaran maupun permintaan, termasuk indirect stock yang berpengaruh secara tidak langsung seperti gangguan distribusi. Selain dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan domestik, harga komoditas juga dapat dipengaruhi oleh harga komoditas di pasar internasional. Pada rezim perdagangan bebas, harga komoditas domestik akan bergerak mengikuti harga internasional, sehingga akan lebih volatile jika pemerintah tidak melakukan intervensi. Banyak negara reluctant untuk bergerak ke arah perdagangan bebas secara penuh untuk komoditas pangan/pertanian karena komoditas tersebut merupakan komoditas penting yang dapat menimbulkan instabilitas politik (Dawe 2008). Integrasi pasar Spasial Integrasi pasar spasial terjadi apabila ada perdagangan antara dua wilayah, kemudian harga di wilayah yang mengimpor komoditi sama dengan harga di wilayah yang mengekspor komoditi ditambah dengan biaya transportasi yang timbul karena perpindahan diantara keduanya maka dikatakan terjadi integrasi spasial (Ravallion 1986). Kebijakan makroekonomi umumnya menjadi tidak efektif tanpa transmisi pasar yang kuat antar wilayah yang disalurkan melalui pemerintah pusat (Barret 2005). Pada kasus spasial, interaksi harga akan bejalan sesuai hukum satu harga (Law of One Price/LOP) yang dikemukakan oleh (Enke 1951), (Samuelson 1952), serta (Takayama dan Judge 1972) dalam (Rapsomanikis et al. 2003), menyatakan bahwa harga antara dua pasar yang berbeda lokasi adalah sama, selisih harga harga yang terjadi hanya sebesar biaya transfer antar kedua pasar tersebut. Hubungan suatu harga di pasar yang terpisah secara geografis dapat dianalisa dengan konsep integrasi pasar spasial dengan menggunakan model keseimbangan spasial (spatial equilibrium model) pada dua wilayah yang melakukan perdagangan (Tomek dan Robinson 1972). Model keseimbangan spasial dikembangkan menggunakan kurva excess demand dan excess supply antara dua wilayah yang melakukan perdagangan. Sehingga model ini mampu menduga harga netto yang berlaku pada masing-masing wilayah. Selain itu, kuantitas dari suatu komoditi yang akan diperdagangkan pada setiap wilayah. Prinsip umum pengembangan model perdagangan antar wilayah dapat diilustrasikan dengan menggunakan diagram yang menunjjukkan fungsi supply dan fungsi demand. Pada Gambar 7 digambarkan wilayah yang berpotensi

24 10 surplus (potential surplus region) dan wilayah yang berpotensi defisit (potential deficit region) dapat di tunjukkan pada gambar dibawah ini. Gambar 7 menunjukkan bahwa pada harga relatif P 2 kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 (B E ) sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan negara 1 (BE). Hal ini memeperlihatkan bahwa terjadi perpotongan antara kurva D dan S setelah komoditi X diperdagangkan antara kedua negara. Sehingga P 2 adalah harga relatif equilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional. Apabila P x /P y lebih besar dari P 2 maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan lebih besar dari tingkat permintaan impor. Pada akhirnya lambat laun harga relatif komoditi X tersebut (P x /P y ) akan turun sehingga pada akhirnya akan sama dengan P 2. Adanya biaya transportasi maka penawaran ekspor komoditi X akan berkurang sehinga menyebabkan kurva S menjadi S 1 dengan tingkat harga relatif equilibrium berada diatas P 2, yaitu P 4 dengan pengurangan jumlah impor komoditi negara 2 dari titik X 1 Ke X 2. Sumber: Salvatore (1997) Gambar 7 Kurva Perdagangan Internasional Analisis Keseimbangan Parsial Integrasi Pasar Vertikal Selain integrasi pasar spasial, salah satu bentuk integrasi pasar adalah integrasi vertikal. Suatu pasar dapat terintegrasi secara vertikal dengan baik apabila harga pada suatu lembaga pemasaran ditransformasikan kepada lembaga pemasaran yang lain dalam satu rantai pemasaran. Pada pasar yang efisien, produsen, konsumen, dan lembaga pemasaran saling berhubungan dan

25 11 berinteraksi dalam menentukan harga keseimbangan yang terjadi pada masingmasing pasar. Urgensi dari kajian tentang integrasi pasar dapat dilakukan untuk melihat sejauh mana kelancaran informasi dan efisiensi pemasaran pada suatu pasar. Derajat keterpaduan pasar yang tinggi menunjukkan telah lancarnya arus informasi antara diantara lembaga pemasaran sehingga harga yang terjadi pada pasar yang dihadapi oleh lembaga pemasaran yang lebih rendah dipengaruhi oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Hal ini terjadi apabila arus informasi berjalan dengan lancar dan seimbang. Apabila tingkat pemasaran yang lebih rendah mengetahui informasi yang dihadapi oleh lembaga pemasaran diatasnya dan sehingga dapat menentukan posisi tawar-menawar dalam pembetukan harga. Transmisi Harga Transmisi harga adalah sebuah studi analisis mengenai bagaimana sebuah harga saling mempengaruhi pada pasar, baik secara spasial (perbedaan geografis) maupun vertikal (dilihat dari rantai pemasarannya) (Conforti 2004). Suatu pasar yang menganut Law of One Price, maka akan terjadi transmisi harga yang simetris, sehingga jika harga pada suatu pasar meningkat maka pasar yang menjual produk yang sama akan merespon perubahan tersebut mengikuti harga yang ada pada pasar. Dilihat dari perubahan harga tersebut, hal ini menunjukkan bahwa pasar sudah terintegrasi dengan baik dan sudah efisien karena persebaran informasinya merata sehingga tidak menimbulkan adanya kemungkinan timbulnya abnormality return. Kebijakan stabilisasi yang dijalankan pemerintah melalui berbagai instrument kebijakan perdagangan, pasar yang tidak terintegrasi secara sempurna, atau tingginya biaya transakso yang membuat pasar menjadi tersegmen dapat mengakibatkan transmisi harga tidak dapat berjalan dengan baik. Model transmisi harga digunakan untuk menangkap pengaruh kebijakan terhadap pasar, mengukur sejauh mana pasar terintegrasi atau menguji apakah Law of One Price berlaku. Law of One Price diharapkan dapatmengukur hubungan harga spasial, yang mana harga pada setiap rantai produksi akan berbeda, bergantung pada biaya produksi (Conforti 2004). Ada enam faktor yang dapat mempengaruhi transmisi harga: 1. Biaya transportasi dan transaksi Hal ini dapat diklasifikasi kembali menjadi tiga grup yang terdiri atas biaya informasi, biaya negoisasi dan biaya monitoring serta biaya penegakan pelaksanaan. Hal ini dapat membuat harga antar pasar menjadi berbeda, yang dapat diatasi dengan menetapkan harga yang berbeda di dua tempat yang berbeda agar terjadi keadilan dan integrasi di antara dua buah tempat tersebut. 2. Kekuatan Pasar Pada sebuah rantai produksi yang panjang, beberapa agen akan berlaku sebahgai price maker (pembuat harga), bergantung pada sisi mana industri tersebut terkonsentrasi. 3. Increasing returns to scale pada produksi Hal ini biasanya terjadi pada permulaan pasar. Increasing returns to scale dapat mempengaruhi harga secara vertikal.

26 12 4. Produk yang homogeny dan differensiasi Tingkat substitusi pada konsumsi barang yang sama yang diproduksi pada dua negara yang berbeda akan mempengaruhi integrasi pasar dan transmisi harga. 5. Nilai tukar Pengaruh perubahan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang asing akan memiliki pengaruh pada kemampuan sebuah perusahaan untuk membedakan harga yang bergantung pada tujuan (price to market behavior), struktur pasar, produk non homogen dan biaya pada perusahaan. 6. Kebijakan dalam negeri suatu negara Hal ini secara langsung mempengaruhi transmisi harga spasial, antara lain kebijakan perdagangan, sedangkan kebijakan domestik yang berkenaan dengan harga akan mempengaruhi harga secara vertikal dan spasial. Dalam konteks transmisi harga, (Meyer dan von-cramon Taubadel, 2004) mengklasifikasikan asimetri kedalam tiga kriteria meliputi: 1. Transmisi harga asimetri menurut kecepatan besaran Transmisi harga asimetri menurut kecepatan waktu penyesuaian terjadi apabila guncangan (shock) harga di suatu pasar tidak dengan ditransmisikan oleh pasar lainnya, artinya respon pasar terhadap perubahan harga relatif lambat. Sedangkan dari sisi besaran menunjukkan bahwa transmisi harga asimetri terjadi ketika guncangan harga di suatu pasar tidak ditransmisikan secara penuh oleh pasar lainnya. Kondisi demikian ditunjukkan pada Gambar 8. a. Besaran b. Kecepatan c. Besaran dan Kecepatan Sumber: Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004 Gambar 8 Transmisi harga asimetri menurut kecepatan dan besaran Pada Gambar 8 diasumsikan P in merupakan sumber guncangan (shock) berupa kenaikan atau penurunan harga. Area gelap dan terang pada gambar menunjukkan dampak hilangnya kesejahteraan akibat adanya transmisi harga

27 13 asimetri. Gambar 8(a) menunjukkan transmisi harga asimetri menurut kecepatan waktu penyesuaian terhadap harga. Pada saat terjadi penurunan harga di P in, P out dengan lambat merespon kenaikan harga. Sebaliknya saat terjadi di P in baru akan di transmisikan di P out pada waktu t 1+n. (Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004) mengungkapkan bahwa transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan akan menghilangkan kesejahteraan yang sifatnya temporer (sementara). Ukuran kesejahteraan yang hilang sementara sangat bergantung pada panjangnya interval waktu transmisi antara t 1 dan t 1+n, besarnya respon perubahan dan volume transaksi yang dilakukan. Gambar 8(b) menunjukkan transmisi harga asimetri menurut besaran. Terdapat perbedaan dari sisi besaran penyesuaian harga di P out saat kenaikan dan penurunan harga di P in. Saat terjadi kenaikan harga di P in, P out akan mentransmisikan kenaikan tersebut secara sempurna, dimana kenaikan harga yang terjadi di P out sama dengan kenaikan yang terjadi di P i.. Tetapi, saat terjadi penurunan harga di P in, penurunan harga yang terjadi di P out tidak terjadi dengan sempurna melainkan hanya setengah dari penurunan harga di P in yang di transmisikan oleh P out. Menurut (Meyer dan von-cramon Taubadel, 2004), secara permanen dan ukurannya hanya tergantung pada besarnya respon perubahan harga dan volume transaksi yang dilakukan. Gambar 8(c) dapat dilihat transisi harga asimetri menurut kecepatan dan besaran. Pada saat t 1, kenaikan harga yang terjadi di P in tidak di transmisikan secara sempurna melainkan hanya setengahnya. Pada saat t 2, kenaikan harga baru dapat ditransmisikan secara sempurna. Sebaliknya saat terjadi penurunan harga di P in pada waktu t 1, penyesuaian dilakukan dalam waktu yang lama dibandingkan saat terjadi kenaikan harga yaitu saat t 3. Dilihat dari sisi besarannya, penurunan harga yang terjadi pada P out tidak sebesar penurunan harga yang terjadi pada P in. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi transmisi asimetri dari sisi kecepatan waktu dan besaran penyesuaian pada P out saat terjadi guncangan negatif di P in. (Meyer dan von-cramon Taubadel 2004) mengungkapkan bahwa transmisi asimetri dari sisi kecepatan dan besaran akan menyebabkan perubahan kesejahteraan yang bersifat sementara sekaligus permanen. Hilangnya kesejahteraan yang sifatnya sementara dalam jumlah besar dapat memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan dengan hilangnya kesejahteraan permanen dalam jumlah kecil yang terjadi saat ini. 2. Transmisi harga asimetri positif dan negatif (Meyer dan von-cramon Taubadel, 2004) membagi transmisi harga asimetri menjadi dua jenis yaitu transmisi asimetri positif dan transmisi asimetri negatif. Pada Gambar 9(a) menunjukkan transmisi asimetri positif terjadi apabila kenaikan harga direspon lebih cepat dan/atau lebih sempurna dibandingkan dengan penurunan harga. Sedangkan untuk Gambar 9(b) menunjukkan transmisi asimetri negatif terjadi saat penurunan harga direspon lebih cepat dan/atau lebih sempurna dibandingkan kenaikan harga

28 14 P P out P in t a. Transmisi Harga Tidak Simetris Positif b. Transmisi Harga Tidak Simetris Negatif Sumber: Meyer dan von Cramon-Taubadel, 2004 Gambar 9 Transmisi harga asimetri positif dan negatif P P out P in t 3. Transmisi harga asimetri vertikal dan spasial Transmisi harga asimetri secara vertikal terjadi bila kenaikan harga di level petani ditransmisikan lebih cepat dan lebih sempurna pada harga di level konsumen, dibandingkan saat terjadi penurunan harga di level petani. Pada transmisi harga asimetri secara spasial ditunjukkan melalui perbedaan respon harga domestik terhadap harga internasional lebih cepat dan lebih sempurna ditransmisikan oleh harga domestic dibandingkan saat terjadi penurunan harga internasional. Penyebab Asimetris Harga Market Power Salah satu penyebab asimetri harga adalah adanya market power diantara pelaku pasar (Serra dan Goodwin, 2002). (Irawan, 2007) menjelaskan proses transmisi harga yang tidak sempurna dan bersifat asimetris terjadi pada komoditas pertanian. Pada dasarnya dinamika harga komoditas pertanian di daerah konsumen memiliki pola yang sama dengan dinamika harga di daerah produsen karena permintaan yang dihadapi petani di daerah produsen merupakan turunan dari permintaan di daerah konsumen. Namun, informasi pasar mengenai naik turunnya harga diteruskan kepada petani secara lambat dan tidak sempurna. Hal ini menyebabkan fluktuasi harga di pasar konsumen lebih tinggi dibanding di pasar produsen dan perbedaan fluktuasi harga tersebut akan semakin besar apabila transmisi harga yang terjadi semakin tidak sempurna. (Meyer & von-cramon Taubadel 2004) menambahkan bahwa pada struktur pasar oligopoli, transmisi harga tidak simetris dapat terjadi secara positif maupun negatif, tergantung pada struktur dan perilaku pasar. Sementara pada pasar monopoli, transmisi harga tidak simetris yang terjadi lebih akan mengarah pada bentuk positif daripada negatif. Asimetri harga yang disebabkan oleh market power dapat terjadi secara positis dan negatif. Asimetri harga negatif dapat terjadi apabila pelaku usaha berada dalam struktur pasar oligopoli. (Serra dan Goodwin 2002). Berbagai literatur ekonomi telah secara khusus mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya transmisi harga secara tidak simetris, baik secara spasial maupun vertikal. Sebagian besar penelitian mengaitkan fenomena transmisi harga yang tidak simetri dengan dugaan adanya market power yang dimiliki pedagang di pasar. Sebagian lagi mengemukakann bahwa kehadiran biaya transaksi yang tinggi akan menyebabkan transmisi harga antar

29 15 pasar menjadi tidak simetris, meskipun pasar tersebut berada pada pasar persaingan sempurna (Meyer & von Cramon-Taubadel 2004). Adjustment Cost (Meyer dan von Cramon-Taubadel 2004) mengemukakan bahwa meskipun pasar berada pada pasar persaingan sempurna, asimetri harga dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena adanya biaya transaksi (adjustment cost) yang tinggi. Transmisi harga tidak simetris dapat terjadi antar level dalam satu rantai pemasaran yang disebabkan karena adanya sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk menyesuaikan harganya (adjustment cost). Biaya tersebut meliputi biaya transaksi, biaya yang digunakan untuk perubahan label dan katalog harga, biaya periklanan, serta biaya akibat penyimpanan. Asimetri harga akibat market power dan adjustment costs memiliki perbedaan dari segi waktu. Adjustment costs yang sangat tinggi hanya terjadi pada jangka pendek sehingga sifatnya menunda transmisi harga dan dalam jangka panjang proses penyesuaian harga terjadi secara sempurna (Karantininis, Katrakilidis dan Persson, 2011). Sedangkan asimetri harga disebabkan oleh market power bertahan dalam waktu yang lama (jangka panjang) karena tidak hanya berpengaruh dari segi time of adjustment tetapi juga dari segi magnitude (Meyer dan von Cramon-Taubadel, 2004). Beberapa faktor lain yang diduga menjadi penyebab transmisi harga tidak simetris antara lain: (1) masing-masing perusahaan akan menyikapi secara berbeda dalam penyesuaian biaya tergantung apakah harga sedang naik atau sedang turun; (2) pelaku pemasaran menahan barangnya pada saat harga naik karena takut kehabisan stok, dan (3) adanya intervensi pemerintah (Vavra dan Goodwin, 2005). Penelitian Terdahulu Yustiningsih (2012) melakukan studi mengenai Analisa Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Beras Petani Konsumen di Indonesia. Penelitian ini menganalisis pergerakan harga Gabah Kering Panen (GKP) di level petani dan konsumen. Penelitian menggunakan data sekunder bulanan harga GKP di level petani dengan harga beras di level konsumen dari tahun dengan metode Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menyebutkan bahwa dalam jangka pendek transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen bersifat simetris, sementara dalam jangka panjang bersifat asimetris. Fenomena transmisi harga asimetris disebabkan oleh dua hal, yaitu penyalahgunaan market power oleh pedagang perantara dan kebijakan pemerintah. Kebijakan perberasan dirancang untuk mengintervensi harga di level petani agar berada di atas level harga pemerintah, sementara harga di level konsumen diserahkan kepada mekanisme pasar. Noratun J (2016) melakukan penelitian mengenai Analisis Efisiensi Pemasaran Ekspor Kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh. Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari tahun dengan metode ECM. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada pengujian asimetris harga

30 16 pada Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah menunjukkan transmisi harga terjadi secara satu arah, harga di tingkat petani ditransmisikan ke tingkat eksportir, sedangkan harga di tingkat eksportir tidak ditransmisikan ke tingkat petani. Dari segi kecepatan transmisi harga pada jangka pendek bersifat asimetris sedangkan pada jangka panjang transmisi harga terjadi secara simetris. Penyebab terjadinya transmisi harga vertikal yang tidak simetris antara harga kopi Arabika Gayo di tingkat petani dengan eksportir, khususnya dikaitkan dengan perilaku pasar. Petani yang mempunyai keterkaitan hutang dengan pedagang menyebabkan posisi tawar (bargaining position) yang semakin lemah dalam proses penentuan harga, dikarenakan posisi tawar (bargaining position) yang kuat berada pada pihak pedagang pengumpul. Ulfira A (2016) melakukan penelitian mengenai Integrasi dan Daya Saing Udang Indonesia di Pasar Internasional. Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari tahun (120 bulan) dengan metode AECM, ECM, dan RCA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji kointegrasi terjadi integrasi pasar dalam jangka panjang pada udang segar antara Indonesia dengan Malaysia dan udang beku antara Indonesia dan Amerika Serikat. Transmisi harga asimetri dari segi waktu penyesuaian terjadi pada udang segar dan udang beku dalam jangka pendek antara Indonesia dengan Malaysia dan Indonesia dengan Amerika Serikat yang disebabkan karena adanya adjustment costs. Transmisi harga simetri terjadi pada pasar udang segar dan udang beku dalam jangka panjang antara Indonesia dan Malaysia serta Indonesia dan Amerika Serikat. Dalam hal ini, faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi pembentukan harga ekspor udang segar Indonesia dalam jangka pendek adalah harga ekspor udang segar Indonesia periode sebelumnya, harga impor udang segar Malaysia, dan ekspor udang segar Indonesia ke Malaysia. Sedangkan yang mempengaruhi pembentukan harga ekspor udang beku Indonesia adalah harga ekspor udang beku Indonesia periode sebelumnya, harga impor udang beku Amerika Serikat dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar. Ohen, Abang, dan Idiong (2007) melakukan penelitian mengenai Price Transmission and Market Integration: Vertical and Horizontal Price Linkages for live Catfish in Nigeria. Data yang digunakan adalah data time series dari tahun dengan metode analisis kointegrasi. Hasil penelitian menyebutkan bahwa berdasarkan uji Granger Causality, diestimasikan bahwa harga retail memiliki hubungan dengan harga di tingkat produsen. Analisis regresi dinamis pada harga di pasar untuk ikan lele yang hidup memiliki hubungan kekuatan harga dan integrasi spasial. Aguiar dan Santana (2002) melakukan penelitian mengenai Asymmetry in Farm to Retail Price Transmission: Evidence from Brazil. Analisis data yang digunakan adalah menggunakan adalah data time series dari tahun dengan metode analisis kointegrasi. Hasil penelitian menyebutkan bahwa berdasarkan analisis tersebut tidak ada produk yang storability maupun konsentrasi pasar yang memerlukan kekuatan untuk meningkatkan transmisi harga. Sahara dan Wicaksena (2013) melakukan penelitian mengenai Asimetri Transmisi Harga Petani-Ritel pada Industri Cabai Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series dari Januari 1997 sampai Desember 2007 dengan menggunakan dua metode ANALISIS yaitu model Houck s dan Error

31 17 Correction Model (ECM). Hasil penelitian menyebutkan bahwa Sektor ritel modern meningkatkan kekuatan pasar dan mempengaruhi harga dalam model menyebutkan bahwa tidak ada asimetri harga pada rantai supply cabai di Indonesia. Kerangka Pemikiran Beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, sehingga tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap beras dan membuat kurva permintaan beras bersifat inelastis. Produk dengan kurva permintaan inelastis akan memberikan keuntungan yang besar bagi produsen atau petani beras, kondisi ini akan menyebabkan petani beras memiliki posisi tawar yang relatif lebih tinggi dibandingkan konsumen, sehingga produsen akan dengan mudah menaikkan harga beras tanpa harus takut kehilangan konsumen (Yustiningsih 2012). Seiring dengan liberalisasi perdagangan global menyebabkan pasar beras internasional yang diwakili negara eksportir dan negara importir secara spasial semakin terintegrasi. Integrasi pasar merupakan indikator sistem pemasaran beras yang efisien. Beras memiliki harga yang fluktuatif. Adanya fluktuasi harga beras di negara eksportir akan segera di transmisikan ke Indonesia dengan arah dan besaran yang kemungkinan sama atau berbeda yang kemudian menunjukkan ada atau tidaknya integrasi pasar antara pasar beras negara eksportir dan pasar beras Indonesia. Indonesia sebagai small country mengakibatkan pasar ini berperan sebagai price taker terhadap perubahan harga yang terjadi di pasar eksportir. Kekuatan pasar yang dimiliki negara eksportir dengan pangsa pasar yang besar menunjukkan adanya praktek oligopsoni yang mengakibatkan transmisi harga terjadi secara asimetri. Selain harga beras di negara eksportir utama, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga beras di Indonesia yaitu harga beras dunia, nilai tukar, volume ekspor beras dan total produksi beras. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transmisi harga beras di pasar internasional dan Indonesia serta menganalisis asymmetry pada transmisi harga beras di pasar internasional dan Indonesia. Pengujian transmisi harga menggunakan analisis deskriptif untuk melihat apakah harga di transmisikan secara sempurna atau tidak. Sedangkan asymmetry harga beras di pasar internasional dan Indonesia dianalisis menggunakan Error Correction Model (ECM). Sistem perdagangan beras yang efisien ditunjukkan dengan adanya keunggulan komparatif pada suatu negara dimana harga menjadi sinyal menarik bagi pelaku usaha dalam melakukan perdagangan. Analisis transmisi harga spasial digunakan untuk melihat tercapainya efisiensi pasar, yaitu apakah harga di pasar internasional ditransmisikan secara sempurna terhadap harga beras di Indonesia ataupun sebaliknya. Selain itu, perlu dilakukan analisis integrasi antar pasar, karena jika suatu pasar tidak terintegrasi, maka akan mengakibatkan fluktuasi harga sehingga nantinya dapat menurunkan daya beli masyarakat. Untuk itu kebijkan pemerintah sangat diperlukan apabila pasar tidak berjalan secara efisien.

III. KERANGKA PENELITIAN

III. KERANGKA PENELITIAN 23 III. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Teori Harga Harga merupakan sinyal utama yang menjadi arah bagi pengambilan keputusan produsen, konsumen dan dan pelaku pemasaran dalam pasar. Menurut Kohls & Uhl (2002),

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

TRANSMISI HARGA KOPI ANTARA PASAR INDONESIA DAN PASAR TUJUAN EKSPOR UTAMA KHUMAIRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

TRANSMISI HARGA KOPI ANTARA PASAR INDONESIA DAN PASAR TUJUAN EKSPOR UTAMA KHUMAIRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 T TRANSMISI HARGA KOPI ANTARA PASAR INDONESIA DAN PASAR TUJUAN EKSPOR UTAMA KHUMAIRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA TESIS

ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA TESIS FIRDAUSSY YUSTININGSIH 1006741513 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk menerangkan pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), kurs, cadangan devisa, tingkat suku bunga riil, dan

Lebih terperinci

Analisis Integrasi Vertikal Pasar Beras di Indonesia Asih Kusumaningsih *)

Analisis Integrasi Vertikal Pasar Beras di Indonesia Asih Kusumaningsih *) Analisis Integrasi Vertikal..(Asih Kusumaningsih) Analisis Integrasi Vertikal Pasar Beras di Indonesia Asih Kusumaningsih *) Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Mengetahui tren harga beras eceran di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Di banyak negara, perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya 255 juta pada tahun 2015, dengan demikian Indonesia sebagai salah satu pengkonsumsi beras yang cukup banyak dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH MENGGUNAKAN METODE VECTOR ERROR CORRECTION MODEL

ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH MENGGUNAKAN METODE VECTOR ERROR CORRECTION MODEL ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH MENGGUNAKAN METODE VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM) (Studi Kasus: Harga Bawang Merah di Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Disusun Oleh: RIZKY ADITYA AKBAR 24010212130056

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian Fluktuasi harga merupakan permasalahan umum pada pemasaran produk pertanian. Menurut Kohls&Uhl (2002), penyebab instabilitas harga komoditas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : 1306105133 ABSTRAK Kebutuhan sehari-hari masyarakat di era globalisasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti sempit adalah merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan

Lebih terperinci

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN P R O S I D I N G 113 DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT Erlangga Esa Buana 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya E-mail: erlanggaesa@gmail.com PENDAHULUAN Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Fluktuasi dan Volatilitas Harga Fluktuasi merupakan istilah yang mengacu pada ketidakstabilan, ketidaktetapan, guncangan, kelabilan, dan perubahan. Menurut Kamus Besar Bahasa

Lebih terperinci

ASIMETRI HARGA BERAS : STUDI KASUS 10 PROVINSI DI INDONESIA SELLY YANTY NANSYAH PUTRI

ASIMETRI HARGA BERAS : STUDI KASUS 10 PROVINSI DI INDONESIA SELLY YANTY NANSYAH PUTRI ASIMETRI HARGA BERAS : STUDI KASUS 10 PROVINSI DI INDONESIA SELLY YANTY NANSYAH PUTRI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA

INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA 101 IX. INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA Meskipun industri minyak goreng sawit telah tersebar di 19 propinsi, sentra produksi minyak goreng yang utama masih terpusat di Indonesia

Lebih terperinci

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. KORELASI HARGA DAN DERAJAT INTEGRASI SPASIAL ANTARA PASAR DUNIA DAN PASAR DOMESTIK UNTUK KOMODITAS PANGAN DALAM ERA LIBERALISASI PERDAGANGAN (Kasus Provinsi Sulawesi Selatan) Adreng Purwoto, Handewi P.S.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN HARGA JAGUNG DI PROVINSI LAMPUNG RATI PURWASIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

Khumaira *)1, Dedi Budiman Hakim **, dan Sahara **

Khumaira *)1, Dedi Budiman Hakim **, dan Sahara ** TRANSMISI HARGA KOPI ANTARA PASAR INDONESIA DENGAN PASAR TUJUAN EKSPOR UTAMA Khumaira *)1, Dedi Budiman Hakim **, dan Sahara ** *) Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang disampaikan Salvatore

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya masalah ekonomi itu adalah tentang bagaimana manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya masalah ekonomi itu adalah tentang bagaimana manusia BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada dasarnya masalah ekonomi itu adalah tentang bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan kemampuan atau sumber daya yang terbatas.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI INDONESIA TAHUN (Pendekatan Error Correction Model) Erikson Manurung

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI INDONESIA TAHUN (Pendekatan Error Correction Model) Erikson Manurung FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI INDONESIA TAHUN 1991 2011 (Pendekatan Error Correction Model) Erikson Manurung Nurcahyaningtyas Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat memajukan perekonomian suatu negara, seperti di Indonesia. Sebagai salah satu negara yang berkeinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1) Simpulan 1) Perdagangan Tuna Indonesia di Pasar Dunia, Jepang, USA, dan Korea Selatan : a. Peringkat Indonesia sebagai eksportir tuna baik secara total maupun berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi global tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif 4.1.1 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Produksi padi Indonesia meskipun mengalami fluktuasi namun masih menunjukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi. Apabila pemenuhan pangan tersebut mengalami hambatan maka kegiatan sehari-hari akan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa dokumen-dokumen yang terkait dengan judul penelitian, diantaranya

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

f. Luas lahan panen padi (X 5 ) merupakan seluruh areal produktif atau panen tanaman padi di Indonesia dinyatakan dalam satuan ribu Ha.

f. Luas lahan panen padi (X 5 ) merupakan seluruh areal produktif atau panen tanaman padi di Indonesia dinyatakan dalam satuan ribu Ha. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Sumber Data Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahun 1980-2013 yang dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah bagi suatu negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Banyak keuntungan yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu negara. Nilai tukar mata uang memegang peranan penting dalam perdagangan antar negara, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia semakin terintegrasi sebagai konsekuensi dari sistem perekonomian terbuka yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri beras merupakan kebutuhan pokok paling penting dimasyarakat Indonesia. Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat

Lebih terperinci

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI 0810512077 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS Mahasiswa Strata 1 Jurusan Ilmu Ekonomi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang terpenting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah kegiatan untuk memperdagangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu sumber kalori dalam struktur konsumsi masyarakat selain bahan pangan. Pentingnya gula bagi masyarakat di Indonesia tercermin pada kebijakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA

HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA HUBUNGAN IMPOR BERAS DENGAN HARGA DOMESTIK BERAS DAN PRODUKSI BERAS DI SUMATERA UTARA MUHAMMAD AZHAR, TAVI SUPRIANA, DIANA CHALIL Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

PERNYATAAN ORISINALITAS...

PERNYATAAN ORISINALITAS... Judul : PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, LUAS AREA BUDIDAYA, INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, JUMLAH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA TAHUN 2000-2015 Nama : I Kadek Widnyana Mayogantara NIM

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. besar bagi neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. besar bagi neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbedaan nilai tukar suatu mata uang negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang (Tajul, 2000:129). Kurs merupakan salah

Lebih terperinci