Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1 PEMBENTUKAN HARGA JAGUNG DI PROVINSI LAMPUNG RATI PURWASIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pembentukan Harga Jagung di Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016 Rati Purwasih NIM H

4 RINGKASAN RATI PURWASIH. Pembentukan Harga Jagung di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS dan SRI HARTOYO. Jagung merupakan salah satu komoditas unggulan di Provinsi Lampung, akan tetapi jumlah produksi jagung di provinsi ini terus mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir yaitu dari ton pada tahun 2010 menjadi ton pada tahun Penurunan jumlah produksi tersebut mengikuti trend penurunan luas panen jagung yaitu dari hektar pada tahun 2010 menjadi hektar pada tahun Insentif bagi petani untuk berusaha tani jagung yaitu harga. Rata-rata harga jagung yang diterima petani (produsen) dari Januari 2009 sampai Desember 2014 yaitu sebesar Rp per kilogram, sedangkan rata-rata harga jagung di tingkat konsumen yaitu sebesar Rp per kilogram. Jika dilihat dari rata-rata harga jagung di tingkat produsen dan konsumen tersebut, terdapat disparitas harga yang cukup besar antara produsen dan konsumen di Provinsi Lampung yang mungkin disebabkan oleh panjangnya rantai pemasaran atau penyalahgunaan market power. Selain itu, harga jagung di tingkat konsumen lebih berfluktuasi jika dibandingkan dengan harga jagung di tingkat produsen. Hal ini dapat disebabkan oleh proses transmisi harga yang asimetri artinya saat harga jagung di tingkat konsumen naik akan diteruskan secara perlahan-lahan dan tidak sepenuhnya ke tingkat produsen. Penyebab transmisi harga asimetri di antaranya karena penyalahgunaan market power oleh pedagang. Pada pasar yang terhubung secara vertikal dengan pasar yang lain dalam perdagangan, harga di pasar acuan akan mempengaruhi harga yang terbentuk di pasar pengikut. Harga jagung juga dipengaruhi oleh jumlah produksi karena pola produksi yang mengikuti musim. Selain itu, komoditas jagung memerlukan waktu mulai dari proses pengolahan lahan sampai panen dan pemasaran hasil panen sehingga harga jagung dipengaruhi juga oleh penyesuaian pasar. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis transmisi harga jagung dari tingkat konsumen ke tingkat produsen dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga jagung tingkat produsen di Provinsi Lampung. Data yang digunakan untuk menganalisis transmisi harga jagung dari tingkat konsumen ke tingkat produsen dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga jagung tingkat produsen yaitu data time series bulanan dari Januari 2009 sampai Desember 2014 (72 bulan). Asymmetric Error Correction Model (AECM) yang dikembangkan oleh von Cramon-Taubadel and Loy (1996) digunakan untuk menganalisis transmisi harga jagung dari tingkat konsumen ke tingkat produsen. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga jagung tingkat produsen diestimasi dengan menggunakan metode pendugaan Ordinary Least Squares (OLS). Hasil uji kausalitas menunjukkan bahwa harga jagung di tingkat konsumen mempengaruhi harga jagung di tingkat produsen. Selanjutnya dilakukan estimasi Asymmetric Error Correction Model (AECM) diperoleh hasil bahwa dalam jangka pendek transmisi harga jagung dari tingkat konsumen ke tingkat produsen tidak berjalan simetri. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi petani mengenai harga jagung sedangkan pedagang memiliki market power dalam

5 mempengaruhi harga sehingga dalam jangka pendek perubahan harga jagung di tingkat konsumen tidak segera ditransmisikan ke tingkat produsen. Sebaliknya dalam jangka panjang transmisi harga jagung dari tingkat konsumen ke tingkat produsen berjalan secara simetri artinya saat terjadi kenaikan harga jagung di tingkat konsumen maka produsen akan merespon dengan kenaikan harga dan sebaliknya saat terjadi penurunan harga jagung di tingkat konsumen maka produsen akan merespon dengan penurunan harga pada kecepatan yang sama. Setelah dilakukan uji Wald diperoleh hasil bahwa tidak terbukti terjadi transmisi harga asimetri dari tingkat konsumen ke tingkat produsen dalam jangka panjang. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang pemasaran jagung di Provinsi Lampung efisien dari segi efisiensi harga. Harga jagung yang terbentuk di tingkat produsen dipengaruhi oleh nilai tukar, jumlah produksi, dan harga jagung di tingkat produsen pada periode sebelumnya, sedangkan harga jagung tingkat konsumen dan harga jagung impor tidak mempengaruhi harga jagung tingkat produsen. Harga jagung di tingkat produsen kurang respon terhadap perubahan jumlah produksi. Hal ini terjadi karena adanya kekuatan oligopsoni. Kata kunci: asimetri, harga konsumen, harga produsen, transmisi harga

6 SUMMARY RATI PURWASIH. Formation of Corn Prices in Lampung Province. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS and SRI HARTOYO. Corn is one of the leading commodities in Lampung Province, but its production in the province has declined over the last 5 years from tons in 2010 to tons in The decrease in production was due to a decline in the corn harvested area from hectares in 2010 to hectares in The incentives for corn production for farmers is the price. The average corn price received by farmers (producers) from January 2009 to December 2014 amounted to Rp per kilogram, while the average price of corn at the consumer level was at Rp per kilogram. If seen from the average price of corn at the producer and the consumer level, there is a fairly large price disparities between producers and consumers in Lampung that may be caused by the length of the marketing chain or abuse of market power. Moreover, corn prices at the consumer level are more volatile when compared with the price of corn at the producer level. It can be caused by asymmetric price transmission meaning that when the price of corn at the consumer level rises, this rise in price will be slowly and not fully transmitted to the producer level. The cause of asymmetric price transmission include the abuse of market power by traders. In a vertically integrated market, the reference price in the market will affect the prices established in the market follower. The price of corn is also affected by the amount of production and the market adjustments from the time of land management until harvesting and marketing of the crop. The purpose of this study are to analyze the transmission of corn prices from the consumer level to the producer level and analyze the factors affecting the formation of corn prices at the producer level in Lampung Province. The data used to analyze the corn price transmission from the consumer level to the producer level and the factors that affect the formation of prices at the producer level was a monthly time series data from January 2009 to December 2014 (72 month). Asymmetric Error Correction Model (AECM) developed by von Cramon-Taubadel and Loy (1996) was used to analyze corn price transmission from the consumer level to the producer level. The factors affecting the formation of corn prices at the producer level was estimated using the Ordinary Least Squares (OLS) method. Causality test results indicate that corn prices at the consumer level affect corn prices at the producer level. From AECM estimates obtained, the short run corn price transmission from the consumer level to the producer level was asymmetric. This occurs because the information available to the farmers on corn prices are insufficient while the traders have a market power which enabled them to influence prices so that changes in corn prices at the consumer level in the short run is not immediately transmitted to the producer level. However, the long-run transmission of corn prices from the consumer level to the producer was symmetric. This means that when there is an increase corn price at the consumer level, the producers will respond by also raising its prices and vice versa at the same speed. After the Wald test, results obtained showed that there was no prove of asymmetric price transmission from the consumer level to the producer level in

7 the long run. This condition indicates that in the long run, marketing of corn in the Province of Lampung is efficient in terms of efficiency price. The price of corn formed at the producer level are affected by exchange rates, production quantity, and corn prices at the producer level in the previous period, while corn prices at the consumer level and the import corn price has no effect. Corn prices at the producer level is less responsive to changes in production quantities. This occurs because of the strength oligopsony. Keywords: asymmetric, consumer prices, price transmission, producer prices

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 PEMBENTUKAN HARGA JAGUNG DI PROVINSI LAMPUNG RATI PURWASIH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc

11

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga tesis dengan judul Pembentukan Harga Jagung di Provinsi Lampung berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku anggota komisi pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan ilmu pengetahuan yang terkait dengan tesis, ide, koreksi, dan saran dalam penyusunan tesis. Di samping itu, ungkapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr Meti Ekayani, SHut MSc selaku penguji wakil komisi program studi pada ujian tesis yang telah memberikan pertanyaan, koreksi, dan saran untuk perbaikan tesis. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa BPPDN sehingga penulis dapat menempuh pendidikan Program Magister di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tersayang yaitu Ayahanda A Rais, Ibunda Malwati, nenek, dan adik-adikku atas doa dan kasih sayang yang selalu dicurahkan serta selalu memberikan dukungan kepada penulis. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Oktober 2016 Rati Purwasih

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Jagung di Provinsi Lampung Perkembangan Harga Jagung di Provinsi Lampung Perkembangan Harga Jagung Impor Transmisi Harga Jagung dari Tingkat Konsumen ke Tingkat Produsen di Provinsi Lampung Faktor Pembentuk Harga Jagung Tingkat Produsen di Provinsi Lampung SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 46 LAMPIRAN 50 RIWAYAT HIDUP 58

14 DAFTAR TABEL 1 Jenis dan sumber data penelitian 24 2 Hasil uji stationeritas data harga jagung tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Lampung 34 3 Hasil uji lag optimal pada model transmisi harga jagung antara produsen dan konsumen di Provinsi Lampung 35 4 Hasil uji kointegrasi Johansen pada hubungan antara harga jagung tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Lampung 36 5 Hasil uji kausalitas Granger antara harga jagung tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Lampung 36 6 Hasil estimasi Asymmetric Error Correction Model pada hubungan transmisi harga jagung antara produsen dan konsumen di Provinsi Lampung 38 7 Hasil uji Wald pada model transmisi harga jagung antara produsen dan konsumen di Provinsi Lampung 40 8 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga jagung tingkat produsen di Provinsi Lampung 42 DAFTAR GAMBAR 1 Kontribusi produksi di provinsi sentra produksi jagung Indonesia dari tahun 2009 sampai Perkembangan luas panen dan produksi jagung di Provinsi Lampung dari tahun 2009 sampai Perkembangan harga jagung di Provinsi Lampung dari Januari 2009 sampai Desember Transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan dan besaran 9 5 Transmisi harga asimetri positif dan negatif 10 6 Kerangka pemikiran 22 7 Perkembangan produksi jagung di Provinsi Lampung dari tahun 2009 sampai Perkembangan harga jagung dan marjin pemasaran di Provinsi Lampung dari Januari 2009 sampai Desember Perkembangan harga jagung impor dari Januari 2009 sampai Desember DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil uji stasioneritas data harga jagung tingkat produsen pada level dengan kriteria intercept no trend 51 2 Hasil uji sasioneritas data harga jagung tingkat produsen pada first difference dengan kriteria intercept no trend 51

15 DAFTAR LAMPIRAN (lanjutan) 3 Hasil uji stasioneritas data harga jagung tingkat konsumen pada level dengan kriteria intercept no trend 52 4 Hasil uji stasioneritas data harga jagung tingkat konsumen pada first difference dengan kriteria intercept no trend 52 5 Hasil uji lag optimal pada model transmisi harga jagung di Provinsi Lampung 53 6 Hasil uji kointegrasi antara harga jagung tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Lampung 54 7 Hasil uji kausalitas antara harga jagung tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Lampung 54 8 Hasil estimasi Asymmetric Error Correction Model pada model transmisi harga jagung di Provinsi Lampung 55 9 Hasil uji Wald untuk koefisien ECT positif dan ECT negatif pada model transmisi harga jagung di Provinsi Lampung Hasil uji normalitas pada model faktor pembentuk harga jagung tingkat produsen di Provinsi Lampung Hasil uji heteroskedastisitas pada model faktor pembentuk harga jagung tingkat produsen di Provinsi Lampung Hasil uji autokorelasi pada model faktor pembentuk harga jagung tingkat produsen di Provinsi Lampung Hasil uji multikolinieritas pada model faktor pembentuk harga jagung tingkat produsen di Provinsi Lampung Hasil estimasi faktor pembentuk harga jagung tingkat produsen di Provinsi Lampung 57

16

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman palawija yang memiliki peranan penting di Indonesia. Permintaan pasar dalam negeri terhadap jagung dan peluang ekspor cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangan (BPS RI 2015a). Selama tahun 2010 sampai 2014, impor jagung Indonesia terus meningkat baik dari sisi kuantitas maupun nilai yaitu sebesar persen dari sisi kuantitas dan persen dari sisi nilai (Pusdatin Kementan 2015). Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri rumah tangga seperti emping jagung, wingko jagung, dan produk olahan jagung lainnya. Tidak hanya itu saja, jagung juga digunakan sebagai bahan baku pakan ternak dan ekspor (BPS RI 2015a). Seperti halnya dengan impor, pada periode yang sama menunjukkan bahwa ekspor jagung Indonesia juga terus meningkat baik dari sisi kuantitas maupun nilai yaitu sebesar persen dari sisi kuantitas dan 23 persen dari sisi nilai (Pusdatin Kementan 2015). Oleh sebab itu, jagung dibutuhkan dalam jumlah besar. Kondisi ini memberikan peluang pasar yang potensial bagi petani untuk mengusahakan tanaman jagung dan meningkatkan produksi (BPS RI 2015a). Jagung yang diekspor dan diimpor oleh Indonesia dalam bentuk segar dan olahan. Berdasarkan data BPS RI, sebagian besar jagung segar yang diekspor selama tahun 2010 sampai 2014 yaitu jagung pipilan dengan kontribusi nilai ekspor sebesar persen dari total ekspor jagung segar atau senilai 6.76 juta US$, sedangkan jagung olahan yang banyak diekspor yaitu pati jagung dengan kontribusi nilai ekspor sebesar persen dari total ekspor jagung olahan atau senilai 5.81 juta US$. Jagung yang dimpor dalam bentuk segar juga didominasi oleh jagung pipilan dengan kontribusi nilai impor sebesar persen dari total impor jagung segar atau senilai juta US$, sedangkan jagung yang diimpor dalam bentuk olahan juga didominasi oleh pati jagung dengan kontribusi nilai impor sebesar persen dari total impor jagung olahan atau senilai juta US$ (Pusdatin Kementan 2015). Produksi jagung dalam negeri masih belum bisa memenuhi permintaan pasar lokal sehingga untuk memperoleh pasokan masih harus mengimpor jagung dari luar negeri (BPS RI 2015a). Berdasarkaan data BPS RI (2015b) rata-rata produksi jagung di Indonesia dari tahun 2009 sampai 2014 yaitu sebesar ton per tahun dengan pola pergerakan produksi yang berfluktuasi. Penghasil jagung di Indonesia tersebar di seluruh provinsi antara lain Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Jawa Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, dan lain-lain. Kontribusi produksi di daerah sentra produksi jagung Indonesia selama tahun 2009 sampai 2014 dapat dilihat pada Gambar 1.

18 2 Sumber: BPS RI (2015b), diolah Gambar 1 Kontribusi produksi di provinsi sentra produksi jagung Indonesia dari tahun 2009 sampai 2014 Gambar 1 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur merupakan penghasil jagung terbesar di Indonesia dengan kontribusi produksi jagung sebesar 31 persen dari total produksi jagung nasional. Selanjutnya diikuti dengan Provinsi Jawa Tengah dengan kontribusi produksi sebesar 16 persen dari total produksi jagung nasional. Setelah itu, Provinsi Lampung menempati urutan ke 3 sebagai provinsi sentra produksi jagung di Indonesia yaitu dengan kontribusi produksi sebesar 10 persen dari total produksi jagung nasional. Dengan kata lain, lebih dari 50 persen produksi jagung di Indonesia dihasilkan oleh Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Produksi jagung di daerah sentra produksi sangat mempengaruhi ketersediaan atau pasokan jagung di pasar. Sementara itu, pergerakan pasokan mempengaruhi pergerakan harga jagung di pasar (Pusdatin Kementan 2015). Salah satu provinsi yang merupakan penghasil jagung terbesar di Indonesia selama tahun 2009 sampai 2014 yaitu Provinsi Lampung. Produksi jagung di Provinsi Lampung cenderung menunjukkan trend yang menurun. Selama tahun 2009 sampai 2010, produksi jagung di provinsi ini mengalami peningkatan. Akan tetapi setelah tahun 2010 sampai 2014, produksi jagung di provinsi ini cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Selama 6 tahun terakhir yaitu dari tahun 2009 sampai 2014, puncak produksi jagung di provinsi ini terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar ton, sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar ton. Penurunan produksi jagung mengikuti perkembangan luas panen jagung yang terus menurun mulai dari tahun 2010 sampai 2014 yaitu dari hektar pada tahun 2010 menjadi hektar pada tahun 2014 (Gambar 2). Perkembangan luas panen dan produksi jagung di Provinsi Lampung dari tahun 2009 sampai 2014 dapat dilihat pada Gambar 2.

19 3 Sumber: BPS RI (2015b), diolah Gambar 2 Perkembangan luas panen dan produksi jagung di Provinsi Lampung dari tahun 2009 sampai 2014 Pengembangan jagung masih menghadapi berbagai permasalahan seperti keterbatasan penanganan pascapanen sehingga berpengaruh pada kualitas jagung akibatnya akan berpengaruh terhadap harga yang diterima petani. Selain itu, permasalahan juga terjadi pada pendistribusian jagung akibat rantai pemasaran yang panjang sehingga keuntungan lebih dinikmati oleh pedagang pengumpul dibandingkan dengan petani (Dirjen Tanaman Pangan 2014). Pola distribusi perdagangan jagung saat ini diduga masih bermasalah sehingga perlu dikenali karakteristik pelaku perdagangan seperti produsen dan pedagang, kualitas jagung karena merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemasaran jagung, disparitas atau perbedaan harga jagung lokal antar wilayah di Indonesia cukup besar dibandingkan dengan disparitas harga jagung impor, marjin usaha, dan peranan setiap wilayah yang menjadi sentra produksi dalam memasok jagung nasional (BPS RI 2015a). Oleh sebab itu, dalam pengembangan jagung perlu menciptakan sistem pemasaran jagung yang efisien sehingga masing-masing pelaku pasar baik petani, pedagang, maupun konsumen dapat memperoleh manfaat atas harga yang berlaku. Perumusan Masalah Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki harga jagung di tingkat petani yaitu memperbaiki sistem pemasarannya dengan cara meningkatkan efisiensi pemasaran (Asmarantaka 1985). Perlunya sistem pemasaran yang efisien agar produk yang ditawarkan dengan harga yang wajar dan mendorong produsen untuk meningkatkan produksi (Omar et al. 2014). Salah satu ukuran yang digunakan untuk menganalisis efisiensi pemasaran terutama efisiensi harga yaitu transmisi harga. Sistem pemasaran dikatakan kurang efisien dari segi efisiensi

20 4 harga jika transmisi harga berjalan asimetri (Kohls and Uhl 2002). Hal ini karena transmisi harga asimetri antara produsen dan konsumen dapat merugikan keduanya yaitu produsen tidak memperoleh manfaat atas kenaikan harga di tingkat konsumen, sedangkan konsumen tidak memperoleh manfaat atas penurunan harga di tingkat produsen (Meyer and von Cramon-Taubadel 2004). Transmisi harga antara produsen dan konsumen dapat berjalan asimetri karena perilaku tidak kompetitif dari pedagang terutama pada pasar yang terkonsentrasi. Pada pasar yang terkonsentrasi, pedagang akan berusaha mempertahankan kesejahteraan dan keuntungannya dengan tidak meneruskan kenaikan dan penurunan harga sesuai dengan sinyal harga yang sebenarnya. Pedagang lebih mungkin meneruskan penurunan harga dari tingkat konsumen ke tingkat produsen (petani) dibandingkan dengan kenaikan harga (Vavra and Goodwin 2005). Berdasarkan data BPS RI (2015c, 2015d) diperoleh rata-rata harga jagung tingkat produsen selama periode Januari 2009 sampai Desember 2014 di Provinsi Lampung sebesar Rp per kilogram, sedangkan harga jagung tingkat konsumen sebesar Rp per kilogram sehingga terdapat disparitas atau perbedaan harga jagung antara produsen dan konsumen sebesar Rp per kilogram. Menurut Conforti (2004) bahwa besarnya disparitas harga dalam rantai pemasaran dapat disebabkan oleh rantai pemasaran yang panjang atau penyalahgunaan market power oleh pedagang sehingga menyebabkan marjin yang terbentuk dalam pemasaran dari sektor hulu (produsen) ke sektor hilir (konsumen) menjadi sangat besar akibatnya pemasaran menjadi tidak efisien. Perkembangan harga jagung tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Gambar 3. Sumber: BPS RI (2015c) dan BPS RI (2015d), diolah Gambar 3 Perkembangan harga jagung di Provinsi Lampung dari Januari 2009 sampai Desember 2014

21 Gambar 3 menunjukkan bahwa pergerakan harga jagung di tingkat konsumen cenderung lebih berfluktuasi jika dibandingkan dengan pergerakan harga jagung di tingkat produsen. Kondisi ini mengindikasikan harga jagung di tingkat konsumen cenderung lebih cepat berubah dibandingkan dengan harga jagung di tingkat produsen. Menurut Irawan (2007) bahwa fluktuasi harga di tingkat konsumen lebih tinggi dibandingkan dengan fluktuasi harga di tingkat produsen disebabkan oleh adanya proses transmisi harga asimetri dari tingkat konsumen ke tingkat produsen. Artinya saat harga di tingkat konsumen meningkat maka peningkatan harga tersebut akan diteruskan oleh pedagang secara lambat dan tidak sepenuhnya kepada produsen (petani). Sebaliknya jika terjadi penurunan harga di tingkat konsumen maka penurunan harga tersebut akan diteruskan oleh pedagang secara lebih cepat dan sepenuhnya kepada produsen. Pola pergerakan harga jagung di tingkat produsen cenderung sama dengan pola pergerakan harga jagung di tingkat konsumen mulai dari tahun 2009 sampai tahun 2012, kemudian pada tahun 2013 sampai 2014 pola pergerakannya cenderung berbeda (Gambar 3). Kondisi ini mengindikasikan terdapat kemungkinan transmisi harga jagung antara produsen dan konsumen berjalan secara asimetri. Akan tetapi untuk memastikan bagaimana transmisi harga jagung antara produsen dan konsumen perlu dilakukan pengujian secara statistik. Penelitian mengenai integrasi pasar jagung telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya seperti Sari et al. (2012) menganalisis integrasi pasar jagung antara petani, tengkulak, makelar, dan pedagang besar di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek antara pasar jagung di tingkat petani dan pedagang besar terintegrasi secara kuat, sedangkan antara pasar jagung di tingkat petani dengan tengkulak dan makelar memiliki integrasi yang lemah. Sementara itu, dalam jangka panjang terdapat integrasi yang kuat antara pasar jagung di tingkat petani dengan tengkulak, makelar, dan pedagang besar. Mandiri et al. (2015) juga menganalisis integrasi pasar jagung antara produsen dan konsumen di Kabupaten Grobogan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek perubahan harga jagung di tingkat konsumen segera ditransmisikan ke tingkat produsen. Sebaliknya dalam jangka panjang perubahan harga jagung tingkat konsumen tidak sepenuhnya ditransmisikan ke tingkat produsen. Penelitian mengenai integrasi pasar jagung di Provinsi Lampung pernah dilakukan oleh Asmarantaka (1985) yaitu integrasi antara pasar jagung tingkat petani di Kecamatan Katibung Lampung Selatan dan pasar jagung tingkat konsumen di Bandar Lampung serta antara pasar jagung tingkat petani di Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah dan pasar jagung tingkat konsumen di Bandar Lampung yang memberikan kesimpulan bahwa pemasaran jagung di Kecamatan Bangun Rejo lebih efisien dibandingkan dengan pemasaran jagung di Kecamatan Katibung. Pada komoditas pangan, harga di tingkat konsumen mempengaruhi harga di tingkat produsen (Reziti and Panagopoulos 2008). Jumlah produksi yang dihasilkan oleh tanaman berperan penting dalam mempengaruhi harga produk pertanian (Piot-Lepetit and M Barek 2011). Produk pertanian juga membutuhkan waktu mulai dari proses produksi sampai menghasilkan output, oleh sebab itu harga juga ditentukan oleh penyesuaian pasar seperti harga pada periode sebelumnya (Norwood and Lusk 2008). 5

22 6 Berdasarkan latar belakang penelitian maka permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana transmisi harga jagung dari tingkat konsumen ke tingkat produsen di Provinsi Lampung? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pembentukan harga jagung tingkat produsen di Provinsi Lampung? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah penelitian maka tujuan penelitian ini yaitu: 1. Menganalisis transmisi harga jagung dari tingkat konsumen ke tingkat produsen di Provinsi Lampung. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga jagung tingkat produsen di Provinsi Lampung. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu: 1. Jagung dalam penelitian ini difokuskan pada jagung pipilan. 2. Data yang digunakan dalam analisis transmisi harga yaitu harga jagung tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Lampung. 3. Harga jagung di tingkat produsen yaitu harga transaksi yang terjadi antara petani jagung dan pedagang pengumpul (tengkulak). 4. Harga jagung di tingkat konsumen yaitu harga jagung eceran yang merupakan harga transaksi yang terjadi antara pedagang dengan pembeli atau konsumen. 5. Data harga jagung tingkat produsen dan konsumen merupakan data harga bulanan dari Januari 2009 sampai Desember Transmisi harga yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu transmisi harga secara vertikal antara harga jagung tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Lampung. 7. Transmisi harga asimetri difokuskan pada transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan penyesuaian terhadap perubahan harga. 8. Data penelitian yang diperoleh dari petani dan pedagang pengumpul hanya digunakan untuk menjelaskan perilaku pasar yang terkait dengan sistem penentuan harga jagung. 9. Perilaku pasar yang terkait dengan sistem penentuan harga dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena transmisi harga yang terjadi dan menjelaskan faktor pembentukan harga jagung. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu: 1. Transmisi harga dianalisis melalui hubungan harga yaitu antara harga jagung di tingkat produsen dan konsumen dan biaya transaksi dalam pemasaran dianggap konstan. 2. Harga jagung impor merupakan harga rata-rata impor yang diperoleh dari nilai impor dibagi volume impor.

23 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis Konsep Efisiensi Pemasaran, Integrasi Pasar, dan Transmisi Harga Efisiensi pemasaran produk pangan sering digunakan untuk mengukur kinerja suatu pasar (market performance). Efisiensi pemasaran dibedakan menjadi 2 jenis yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional menunjukkan situasi yaitu biaya pemasaran dikurangi tanpa harus mempengaruhi output dari sisi rasio efisiensi (Kohls and Uhl 2002). Indikator yang sering digunakan untuk menganalisis efisiensi operasional yaitu marjin pemasaran dan fharmer s share Asmarantaka (2012). Efisiensi harga menunjukkan kemampuan sistem pasar dalam mengalokasikan sumber daya dengan efisien dan mengkoordinasikan kegiatan mulai dari proses produksi sampai pemasaran ouput sesuai dengan keinginan konsumen. Efisiensi harga tercapai jika: (1) harga sepenuhnya mewakili preferensi konsumen, sumber daya mengalir langsung dari yang bernilai guna rendah ke yang bernilai guna tinggi, (3) mengkoordinasikan kegiatan pembelian dan penjualan dari petani (produsen), lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran, sampai ke konsumen (Kohls and Uhl 2002). Sistem pemasaran dikatakan efisien jika suatu pasar terintegrasi dengan pasar yang lain (Heytens 1986). Hall et al. (1981) menambahkan bahwa pemasaran dikatakan efisien jika perubahan harga dari lembaga pemasaran yang satu segera (langsung) ditransmisikan ke lembaga pemasaran yang lain dalam satu rantai pemasaran. Sebaliknya, Kohls and Uhl (2002) menjelaskan bahwa jika perubahan harga di suatu pasar misalnya penurunan harga di tingkat petani ditransmisikan secara lambat dan tidak sepenuhnya ke konsumen maka kondisi ini mengindikasikan kurang efisien dari segi efisiensi harga. Integrasi pasar menunjukkan hubungan antara suatu pasar dengan pasar yang lain dalam perdagangan yang dilihat melalui hubungan harga. Hubungan harga pada suatu pasar yang terintegrasi dengan pasar yang lain akan berkorelasi positif dari waktu ke waktu. Integrasi pasar digunakan untuk menggambarkan seberapa dekat harga suatu komoditas di suatu pasar dengan pasar yang lain akan bergerak bersama-sama (Heytens 1986). Integrasi pasar terjadi jika pergerakan harga di suatu pasar dengan pergerakan harga di pasar yang lain saling berkorelasi. Antara suatu pasar dengan pasar yang lain dikatakan terintegrasi jika harga komoditas yang homogen di kedua pasar bergerak secara bersama-sama sehingga mengindikasikan penyebaran informasi harga dan sistem pemasaran efisien (Omar et al. 2014). Integrasi pasar dikelompokkan menjadi 2 yaitu integrasi pasar horizontal dan integrasi pasar vertikal. Integrasi pasar horizontal (spasial) terjadi jika harga di suatu pasar dengan harga di pasar yang lain pada lokasi yang berbeda memiliki korelasi positif dari waktu ke waktu (Heytens 1986). Suatu pasar yang terpisah secara geografis dengan pasar yang lain dikatakan terintegrasi secara spasial jika produk dan informasi mengalir bebas di antara kedua pasar tersebut sehingga perubahan harga produk di suatu pasar akan ditransfer ke pasar yang lain (Fossati et al. 2007). Jika 2 negara melakukan perdagangan maka harga produk di negara pengimpor akan sama dengan harga produk di negara pengekspor ditambah biaya

24 8 transportasi yang dikeluarkan dan harga produk di kedua negara tersebut akan bergerak bersama-sama sehingga dapat dikatakan kedua pasar terintegrasi secara spasial (Ravallion 1986). Perubahan harga produk di negara pengekspor akan menyebabkan perubahan harga produk di negara pengimpor dengan arah yang sama dan dari tingkat yang sama (Fossati et al. 2007). Integrasi pasar vertikal digunakan untuk melihat keterkaitan antara lembaga pemasaran yang satu dengan lembaga pemasaran lainnya yang terlibat dalam satu saluran pemasaran, misalnya antara tingkat produsen (petani) dan tingkat konsumen (Asmarantaka 2012). Integrasi vertikal pada produk pertanian yang kompleks merupakan salah satu faktor yang menentukan struktur pasar dan daya saing produk pertanian (Grega 2003). Seperti halnya integrasi pasar, transmisi harga juga dibedakan menjadi transmisi harga spasial dan transmisi harga vertikal. Meyer and von Cramon- Taubadel (2004) menjelaskan bahwa transmisi harga spasial terjadi jika perubahan harga produk yang sama pada suatu level ditransmisikan ke level yang sama dalam rantai pemasaran tetapi di lokasi yang berbeda. Selanjutnya, von Cramon-Taubadel (1998) menjelaskan bahwa transmisi harga vertikal yaitu respon harga pada suatu level terhadap perubahan harga di level yang lain (level yang berbeda) dalam satu rantai pemasaran, baik perubahan berupa kenaikan atau penurunan harga. Vavra and Goodwin (2005) menambahkan bahwa transmisi harga vertikal yaitu respon atau penyesuaian harga di tingkat produsen terhadap perubahan harga di tingkat pedagang besar dan konsumen atau sebaliknya. Penyesuaian terhadap perubahan harga di sepanjang rantai pemasaran dari tingkat produsen ke konsumen atau sebaliknya merupakan karakteristik yang penting dari fungsi pasar. Transmisi harga vertikal ditandai dengan besaran, kecepatan dan sifat penyesuaian melalui rantai pasokan terhadap guncangan pasar yang dihasilkan pada tingkat yang berbeda dalam proses pemasaran. Kecepatan pasar menyesuaikan diri terhadap guncangan ditentukan oleh tindakan pelaku pasar yang terlibat dalam transaksi yang terhubung dalam jaringan pemasaran yaitu pedagang grosir, distributor, dan pedagang pengecer. Kecepatan perubahan harga ditransmisikan dari tingkat produsen ke tingkat konsumen atau sebaliknya dari tingkat konsumen ke tingkat produsen (bergantung arah transmisi harga) dan tingkat penyesuaian terhadap perubahan harga tersebut merupakan faktor yang penting dalam menggambarkan tindakan pelaku pasar di tingkat pasar yang berbeda. Selain itu, kecepatan perubahan harga ditransmisikan dari tingkat produsen ke tingkat konsumen atau sebaliknya bergantung pada jenis produk. Produk yang mudah rusak dan mengalami pengolahan yang minimal misalnya sayuran dan buah-buahan diduga memiliki kecepatan transmisi harga yang relatif lebih cepat. Sebaliknya produk yang mengalami pengolahan tertentu dan tidak mudah rusak diduga memiliki kecepatan transmisi harga yang lebih lambat (Reziti and Panagopoulos 2008). Konsep Transmisi Harga Asimetri Transmisi harga asimetri yaitu suatu kondisi yang menunjukkan suatu pasar merespon secara berbeda antara kenaikan harga dan penurunan harga yang terjadi di pasar lain (Bailey and Brorsen 1989). Transmisi harga asimetri dikelompokkan menjadi 3 yaitu (Meyer and von Cramon-Taubadel (2004):

25 1. Transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan dan besaran Jika perubahan harga di suatu pasar tidak segera ditransmisikan ke pasar yang lain maka kondisi ini menunjukkan terjadi transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan (waktu) penyesuaian. Sebaliknya jika perubahan harga di suatu pasar tidak ditransmisikan secara penuh ke pasar yang lain maka kondisi ini menunjukkan bahwa transmisi harga berjalan asimetri dari sisi besaran. Transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan dan besaran dapat dilihat pada Gambar 4. 9 Sumber: Meyer and von Cramon-Taubadel (2004) Gambar 4 Transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan dan besaran Gambar 4(a) menunjukkan bahwa jika dilihat dari sisi besaran penyesuaian, terdapat perbedaan respon oleh p out terhadap perubahan harga di P in baik perubahan berupa kenaikan dan penurunan harga. Saat terjadi kenaikan harga di P in, maka p out akan merespon kenaikan tersebut secara penuh. Artinya kenaikan harga di p out sama dengan kenaikan harga yang terjadi di p in.. Sebaliknya, saat terjadi penurunan harga di p in tidak ditransmisikan secara penuh ke p out. Meyer and von Cramon-Taubadel (2004) menambahkan bahwa besarnya respon terhadap perubahan harga di p in bergantung pada arah perubahan. Transmisi harga asimetri dari sisi besaran akan menyebabkan hilangnya kesejahteraan yang bersifat permanen dan besarnya kesejahteraan yang hilang bergantung pada perubahan harga dan volume transaksi. Gambar 4(b) menunjukkan bahwa harga di p in mengalami kenaikan saat t1. Kemudian, pada saat yang sama p out akan segera merespon kenaikan harga tersebut. Sebaliknya saat terjadi penurunan harga di p in, penurunan harga tersebut tidak segera direspon oleh p out melainkan memerlukan waktu untuk melakukan

26 10 penyesuaian sehingga terdapat lag selama n. Oleh sebab itu, penurunan harga yang terjadi di p in baru akan direspon oleh p out pada saat t1+n. Meyer and von Cramon-Taubadel (2004) menjelaskan bahwa transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan akan menghilangkan kesejahteraan yang bersifat sementara. Besarnya kesejahteraan yang hilang tersebut bergantung pada panjang interval waktu transmisi antara t1 dan t1+n, serta perubahan harga dan volume transaksi. Transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan (waktu) dan besaran penyesuaian pada Gambar 4(c) menunjukkan bahwa kenaikan harga di p in membutuhkan waktu selama 2 periode untuk ditransmisikan secara penuh ke p out. Artinya pada waktu t1, kenaikan harga di p in tidak ditransmisikan secara penuh ke p out, setelah t2 kenaikan harga di p in ditransmisikan secara penuh ke p out. Sebaliknya penurunan harga di p in membutuhkan waktu selama 3 periode untuk ditransmisikan ke p out. Jika dilihat dari besarannya, penurunan harga yang terjadi di p in tidak ditransmisikan secara penuh ke p out. Transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan dan besaran menyebabkan hilangnya kesejahteraan yang bersifat sementara dan permanen. Hilangnya kesejahteraan yang bersifat sementara dalam jumlah besar akan memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan dengan hilangnya kesejahteraan yang bersifat permanen dalam jumlah kecil pada saat ini (Meyer and von Cramon-Taubadel 2004). 2. Transmisi harga asimetri positif dan negatif Peltzman (2000) dalam Meyer and von Cramon-Taubadel (2004) mengelompokkan transmisi harga asimetri menjadi dua yaitu transmisi harga asimetri positif dan negatif. Transmisi harga asimetri positif dan negatif dapat dilihat pada Gambar 5. Sumber: Meyer and von Cramon-Taubadel (2004) Gambar 5 Transmisi harga asimetri positif dan negatif Transmisi haga asimetri positif ditunjukkan pada Gambar 5(a). Transmisi harga asimetri positif terjadi jika p out merespon lebih cepat dan/atau lebih sempurna terhadap kenaikan harga dibandingkan dengan penurunan harga di p in. Sebaliknya jika p out merespon lebih cepat dan/atau lebih sempurna terhadap penurunan harga dibandingkan dengan kenaikan harga di p in berarti terjadi transmisi harga asimetri negatif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5(b).

27 3. Transmisi harga asimetri vertikal dan spasial Transmisi harga asimetri vertikal misalnya kenaikan harga di tingkat petani ditransmisikan lebih sempurna dan lebih cepat ke pedagang grosir dan pedagang pengecer dibandingkan dengan penurunan harga di tingkat petani. Transmisi harga asimetri spasial misalnya kenaikan harga di pasar internasional ditransmisikan sepenuhnya dan lebih cepat ke pasar domestik dibandingkan dengan penurunan harga di pasar internasional (Meyer and von Cramon-Taubadel 2004). Konsep Penyebab Transmisi Harga Asimetri Transmisi harga dari suatu pasar ke pasar yang lain atau dari lembaga pemasaran yang satu ke lembaga pemasaran yang lain dalam satu rantai pemasaran dapat berjalan asimetri karena beberapa faktor. Hall et al. (1981) menjelaskan bahwa respon harga suatu lembaga pemasaran terhadap perubahan harga di lembaga pemasaran yang lain dalam satu rantai pemasaran tidak berlagsung seketika disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya penundaan yang disebabkan oleh pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan. Penyebab lainnya yaitu ketidaksempurnaan pasar seperti kurangnya informasi dan pasar non kompetitif. Misalnya pedagang pengecer menggunakan market power yang cukup sehingga kenaikan harga ditransmisikan secara lebih cepat ke konsumen dibandingkan dengan penurunan harga. Kemudian Bailey and Brorsen (1989) menyatakan bahwa terdapat 4 kemungkinan penyebab terjadinya transmisi harga asimetri yaitu adjustment cost yang asimetri, pasar yang terkonsentrasi, informasi yang asimetri, dan laporan harga yang asimetri. Penjelasan mengenai penyebab terjadinya transmisi harga asimetri yaitu: 1. Market power Transmisi harga asimetri sebagian besar terjadi pada struktur pasar non kompetitif. Transmisi harga asimetri positif atau negatif bergantung pada struktur dan perilaku pasar. Transmisi harga asimetri positif dapat terjadi karena adanya market power pada pasar monopoli murni (Meyer and von Cramon-Taubadel 2004). Sebaliknya, Ward (1982) menyatakan bahwa transmisi harga asimetri negatif dapat disebabkan oleh adanya market power. Hal ini dapat terjadi apabila perusahaan pada pasar oligopoli tidak mau mengambil risiko kehilangan pangsa pasar dengan meningkatkan harga output (Meyer and von Cramon-Taubadel 2004). Pada pasar oligopoli, pedagang akan bereaksi lebih cepat terhadap guncangan berupa kenaikan harga dibandingkan dengan guncangan berupa penurunan harga sehingga terjadi transmisi harga asimetri dalam jangka pendek. Pedagang akan bereaksi tidak sepenuhnya terhadap guncangan berupa penurunan harga sehingga terjadi transmisi harga asimetri dalam jangka panjang (von Cramon-Taubadel 1998). Tidak terjadinya transmisi harga yang simetri disebabkan oleh perilaku tidak kompetitif dari pedagang terutama pada pasar yang terkonsentrasi. Pada pasar yang terkonsentrasi, pedagang akan berusaha mempertahankan kesejahteraan dan keuntungannya dengan tidak meneruskan kenaikan dan penurunan harga sesuai dengan sinyal harga yang sebenarnya. Pedagang lebih mungkin meneruskan penurunan harga di tingkat konsumen kepada petani dibandingkan dengan kenaikan harga di tingkat konsumen (Vavra and Goodwin 2005). 11

28 12 2. Adjustment cost Transmisi harga asimetri dapat terjadi akibat adanya adjustment cost yang sangat tinggi (Karantininis et al. 2011). Adjustment cost muncul saat perusahaan mengubah jumlah output dan/atau harga input dan/atau harga output. Jika biaya ini asimetri sehubungan dengan kenaikan atau penurunan jumlah output dan/atau harga dapat menyebabkan transmisi harga asimetri (Meyer and Cramon-Taubadel 2004). Sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh pedagang untuk menyesuaikan harga sehingga menyebabkan perubahan harga disebut dengan adjustment cost (Vavra and Goodwin 2005). Adjustment cost mencakup biaya transportasi (Meyer and Cramon-Taubadel 2004). Selain itu, misalnya biaya iklan dan pelabelan (Vavra and Goodwin 2005). 3. Intervensi pemerintah Intervensi pemerintah juga dapat menyebabkan terjadinya transmisi harga asimetri. Misalnya pedagang mungkin melihat kenaikan harga produk pertanian bersifat permanen yang mungkin telah diantisipasi sebelumnya. Artinya kenaikan harga tersebut ditransmisikan oleh pedagang dengan lebih cepat dan sempurna (sepenuhnya) ke konsumen. Sebaliknya pedagang melihat penurunan harga hanya bersifat sementara sehingga mengakibatkan penurunan harga tersebut ditransmiskan lebih lambat dan tidak sempurna ke konsumen (Kinnucan and Forker 1987). Transmisi harga asimetri yang disebabkan oleh adjusment cost dan market power memiliki perbedaan yang mendasar yaitu keduanya sama-sama dapat menyebabkan transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan. Akan tetapi transmisi harga asimetri yang disebabkan oleh market power mampu bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini karena market power tidak hanya berpengaruh dari sisi kecepatan tetapi juga dari sisi besaran (Meyer and von Cramon-Taubadel 2004). Sebaliknya adjustment cost yang sangat tinggi terjadi dalam jangka pendek dan sifatnya hanya menunda penyesuaian harga (Karantininis et al. 2011). Konsep Metode Analisis Transmisi Harga Asimetri Menurut Meyer and von Cramon-Taubadel (2004), pengujian transmisi harga asimetri dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan yaitu pendekatan pre kointegrasi (berdasarkan first differences), analisis kointegrasi (Error Correction Model dan metode threshold), dan metode miscellaneous. Pengujian transmisi harga asimetri telah banyak dikembangkan oleh beberapa ahli. Orang yang pertama kali memperkenalkan pengujian transmisi harga asimetri yaitu Farrell (1952) yang mengestimasi fungsi permintaan irreversible (irreversible demand functions). Kemudian Tweeten and Quance (1969) mengestimasi fungsi penawaran irrreversible (irreversible supply functions) dengan menggunakan teknik pemisahan variabel dummy. Kemudian model Tweeten and Quance dikembangkan oleh Wolffram (1971) dengan melakukan teknik pemisahan variabel pada perbedaan pertama (first difference). Model yang dikembangkan oleh Wolffram (1971) kemudian dimodifikasi lagi oleh Houck (1977) yang mirip dengan model Wolffram dan juga melakukan pemisahan variabel pada perbedaan pertama dari kenaikan dan penurunan harga. Kemudian Ward (1982) melakukan pengembangan lagi terhadap model Houck dengan menambahkan lag variabel eksogen. Model yang dikembangkan oleh beberapa

29 ahli tersebut kemudian dikelompokkan menjadi teknik pengujian transmisi harga asimetri yang disebut dengan pendekatan pre kointegrasi. Von Cramon-Taubadel and Fahlbusch (1996) dalam von Cramon-Taubadel and Loy (1996) menjelaskan bahwa pengujian transmisi harga asimetri dengan pendekatan Houck tidak cocok untuk data yang memiliki hubungan jangka panjang (terkointegrasi). Akan tetapi bukan berarti pengujian transmisi harga asimetri tidak bisa dilakukan untuk data harga yang terkointegrasi. Oleh sebab itu ada pendekatan lain yang menggabungkan kointegrasi dengan asimetri yang didasarkan pada asumsi yaitu antara variabel Pi dan Pj memiliki hubungan jangka panjang (terkointegrasi) yaitu dengan menggunakan konsep Error Correction Model. Meyer and von Cramon-Taubadel (2004) menambahkan bahwa ahli ekonometrika telah mengembangkan uji untuk data yang tidak stationer dan metode yang digunakan untuk menghindari masalah spurious regression yang umumnya dikenal dengan kointegrasi. Metode ini sangat erat kaitannya dengan studi transmisi harga asimetri karena banyak data series harga yang tidak stationer dan rentan terhadap masalah spurious regression. Thomas (1997) menjelaskan bahwa spurious regression menunjukkan kondisi saat hasil regresi menghasilkan koefisien regresi yang sangat signifikan dan nilai koefisien determinasinya (R 2 ) sangat tinggi padahal kedua variabel sama sekali tidak memiliki hubungan. Spurious yang sempurna akan memberikan hasil yang tidak autentik dan hubungan kedua variabel tidak memiliki makna atau tidak berarti. Pengujian transmisi harga asimetri dengan teknik kointegrasi juga telah banyak dikembangkan oleh beberapa ahli seperti von Cramon-Taubadel and Fahlbusch (1994) pertama kali melakukan pengujian transmisi harga asimetri dengan menggunakan pendekatan kointegrasi. Kemudian dikembangkan lagi oleh von Cramon-Taubadel and Loy (1996) dan von Cramon-Taubadel (1998). Pengujian transmisi harga asimetri dengan menggunakan teknik kointegrasi ini dikenal dengan Asymmetric Error Correction Model (AECM). Pada model ini terdapat error correction term (ECT) yang merupakan lag residual dari persamaan untuk mengukur penyimpangan dari keseimbangan jangka panjang di antara variabel. Kemudian ECT dipisahkan menjadi ECT positif dan ECT negatif. Pendekatan Error Correction Model (ECM) mungkin hanya dapat menggambarkan transmisi harga asimetri dari sisi kecepatan. Akan tetapi transmisi harga asimetri dari sisi besaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon secara permanen antara kenaikan dan penurunan harga (terjadi dalam jangka panjang) dan ini hanya terjadi jika data tidak terkointegrasi, sedangkan Error Correction Model merupakan bentuk keseimbangan jangka panjang. Von Cramon-Taubadel and Loy (1996) serta von Cramon-Taubadel (1998) menjelaskan bahwa jika hubungan antara dua harga misalnya Pi dan Pj terkointegrasi, berdasarkan teorema Granger (Engle and Granger 1987) maka bentuk Error Correction Model yaitu: ΔP β β ΔP β ECT B L ΔP B L ΔP i,t 1 4 j,t 1 t i, t 0 1 j,t 2 t1 3 ε ECT t1 P i,t 1 α 0 α 1 P j,t 1 1.2

30 14 Keterangan: Pi = Harga di pasar i Pj = Harga di pasar j ECT = Error Correction Term (L) = Polynomial lags Kemudian von Cramon-Taubadel and Loy (1996) mengembangkan Error Correction Model pada persamaan (1.1) dengan memisahkan variabel bebas menjadi perubahan yang positif dan negatif serta ECT positif dan negatif sehingga bentuk persamaan error correction untuk pengujian transmisi harga asimetri yaitu: ΔPi, t β0 β1 ΔPj,t β1 Pj,t β2 ECTt 1 β2 ECTt 1 B3(L)ΔL i,t 1 B4 (L)ΔL j,t 1 t (2) Keterangan: Pi = Harga di pasar i Pj = Harga di pasar j ECT = Error Correction Term (L) = Polynomial lags + = Kenaikan harga - = Penurunan harga ɛ = Error Setelah dilakukan estimasi Asymmetric Error Correction Model, maka langkah selanjutnya yaitu melakukan pengujian secara statistik dengan uji Wald. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan apakah transmisi harga berjalan secara simetri atau asimetri (Reziti and Panagopoulos 2008). Uji hipotesis dalam uji Wald yaitu: 1. Jangka Pendek H : β H 0 1 β 1 1 : β 1 β 1 Jika hasil uji Wald menunjukkan tidak tolak H0 berarti dalam jangka pendek transmisi harga berjalan secara simetri. Sebaliknya jika hasil uji Wald menunjukkan tolak H0 berarti dalam jangka pendek transmisi harga berjalan secara asimetri. 2. Jangka Panjang H 0 : β 2 β 2 1 : β 2 β 2 H Jika hasil uji Wald menunjukkan tidak tolak H0 berarti dalam jangka panjang transmisi harga berjalan secara simetri. Sebaliknya jika hasil uji Wald menunjukkan tolak H0 berarti dalam jangka panjang transmisi harga berjalan secara asimetri. Dengan demikian, model yang digunakan untuk menganalisis transmisi harga jagung dari tingkat konsumen ke tingkat produsen di Provinsi Lampung yaitu Asymmetric Error Correction Model (AECM) yang dikembangkan oleh von Cramon-Taubadel and Loy (1996).

III. KERANGKA PENELITIAN

III. KERANGKA PENELITIAN 23 III. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Teori Harga Harga merupakan sinyal utama yang menjadi arah bagi pengambilan keputusan produsen, konsumen dan dan pelaku pemasaran dalam pasar. Menurut Kohls & Uhl (2002),

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH MENGGUNAKAN METODE VECTOR ERROR CORRECTION MODEL

ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH MENGGUNAKAN METODE VECTOR ERROR CORRECTION MODEL ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH MENGGUNAKAN METODE VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM) (Studi Kasus: Harga Bawang Merah di Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Disusun Oleh: RIZKY ADITYA AKBAR 24010212130056

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH 1 INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA Rudi Hartono Purba, HM Mozart B Darus dan Tavi Supriana Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl. Prof.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian

Lebih terperinci

TRANSMISI HARGA KOPI ANTARA PASAR INDONESIA DAN PASAR TUJUAN EKSPOR UTAMA KHUMAIRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

TRANSMISI HARGA KOPI ANTARA PASAR INDONESIA DAN PASAR TUJUAN EKSPOR UTAMA KHUMAIRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 T TRANSMISI HARGA KOPI ANTARA PASAR INDONESIA DAN PASAR TUJUAN EKSPOR UTAMA KHUMAIRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN

Lebih terperinci

Agriekonomika, ISSN ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN

Agriekonomika, ISSN ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN e ISSN 2407-6260 April 2013 ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN Siti Sumaiyah Slamet Subari Aminah Happy M.Ariyani Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA

INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA 101 IX. INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA Meskipun industri minyak goreng sawit telah tersebar di 19 propinsi, sentra produksi minyak goreng yang utama masih terpusat di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA TESIS

ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA TESIS FIRDAUSSY YUSTININGSIH 1006741513 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian Fluktuasi harga merupakan permasalahan umum pada pemasaran produk pertanian. Menurut Kohls&Uhl (2002), penyebab instabilitas harga komoditas

Lebih terperinci

ANALISIS PENAWARAN EKSPOR KOPI DI INDONESIA TAHUN

ANALISIS PENAWARAN EKSPOR KOPI DI INDONESIA TAHUN ANALISIS PENAWARAN EKSPOR KOPI DI INDONESIA TAHUN 1984-2012 Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis dan Sumber Data

METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis dan Sumber Data 41 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Analisis integrasi pasar dan transmisi harga merupakan bagian dari analisis data time series. Penelitian ini menggunakan data bulanan pada periode Januari

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Evi Naria ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Efendi H. Silitonga Staf Pengajar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Medan Abstract North

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

ABSTRAK. mengambil perspektif pasar modal, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan mengunakan data time series dari kuartal pertama 2000 sampai

ABSTRAK. mengambil perspektif pasar modal, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan mengunakan data time series dari kuartal pertama 2000 sampai ABSTRAK Penelitian ini menguji hubungan kausalitas antara pasar uang, dengan mengambil perspektif pasar modal, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan mengunakan data time series dari kuartal pertama

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral

Lebih terperinci

oleh PRITA DEWI HUTRIANA SARI NIM. M

oleh PRITA DEWI HUTRIANA SARI NIM. M ESTIMASI RATA-RATA PRODUKSI JAGUNG DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN PENDUGA RASIO PADA PENGAMBILAN SAMPEL ACAK SEDERHANA DENGAN KOEFISIEN KURTOSIS VARIABEL BANTU DAN REGRESI ROBUST oleh PRITA DEWI HUTRIANA

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAPAIAN STABILITAS INFLASI DENGAN PENDEKATAN HARGA DI INDONESIA TESIS. Oleh H A M D I /EP

ANALISIS PENCAPAIAN STABILITAS INFLASI DENGAN PENDEKATAN HARGA DI INDONESIA TESIS. Oleh H A M D I /EP ANALISIS PENCAPAIAN STABILITAS INFLASI DENGAN PENDEKATAN HARGA DI INDONESIA TESIS Oleh H A M D I 087018025/EP S E K O L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA TINGKAT SUKU BUNGA BANK INDONESIA (BI RATE) DENGAN SUKU BUNGA BANK AMERIKA SERIKAT (THE FED) OLEH

SKRIPSI ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA TINGKAT SUKU BUNGA BANK INDONESIA (BI RATE) DENGAN SUKU BUNGA BANK AMERIKA SERIKAT (THE FED) OLEH SKRIPSI ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA TINGKAT SUKU BUNGA BANK INDONESIA (BI RATE) DENGAN SUKU BUNGA BANK AMERIKA SERIKAT (THE FED) OLEH Lasma Melinda Siahaan 100501046 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ADITYA HADIWIJOYO.

Lebih terperinci

KOINTEGRASI HARGA JAGUNG PIPIL IMPOR, HARGA JAGUNG PIPIL SUMATERA UTARA DAN KABUPATEN KARO

KOINTEGRASI HARGA JAGUNG PIPIL IMPOR, HARGA JAGUNG PIPIL SUMATERA UTARA DAN KABUPATEN KARO KOINTEGRASI HARGA JAGUNG PIPIL IMPOR, HARGA JAGUNG PIPIL SUMATERA UTARA DAN KABUPATEN KARO Febry Tita Ekaputri *), Thomson Sebayang **) dan M. Jufri **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KARET INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KARET INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KARET INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT TESIS Oleh JULIANA M 107018037/MEP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA JAGUNG PIPIL DITINGKAT PRODUSEN SUMATERA UTARA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA JAGUNG PIPIL DITINGKAT PRODUSEN SUMATERA UTARA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA JAGUNG PIPIL DITINGKAT PRODUSEN SUMATERA UTARA Michael Novranda Surbakti *), HM Mozart B Darus ** ), dan Diana Chalil **) *) Alumnus Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH (Capsicum annuum SP.) (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo) Masyuliana*), Kelin Tarigan **) dan Salmiah **)

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang

METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang 43 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar mengambang seperti uang beredar, suku bunga Indonesia(BI

Lebih terperinci

Khumaira *)1, Dedi Budiman Hakim **, dan Sahara **

Khumaira *)1, Dedi Budiman Hakim **, dan Sahara ** TRANSMISI HARGA KOPI ANTARA PASAR INDONESIA DENGAN PASAR TUJUAN EKSPOR UTAMA Khumaira *)1, Dedi Budiman Hakim **, dan Sahara ** *) Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN. Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN. Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN

ANALISIS PERMINTAAN JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN ANALISIS PERMINTAAN JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Agribisnis Oleh : NUR IKHSAN NIM S641208007 PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI PADI DI INDONESIA SKRIPSI. Oleh Fitria Ika Puspita Sari NIM

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI PADI DI INDONESIA SKRIPSI. Oleh Fitria Ika Puspita Sari NIM ANALISIS FUNGSI PRODUKSI PADI DI INDONESIA SKRIPSI Oleh Fitria Ika Puspita Sari NIM. 051510201086 JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2010 ANALISIS FUNGSI PRODUKSI PADI

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR HERNY KARTIKA WATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS KAUSALITAS ANTARA UPAH MINIMUM DAN TINGKAT INFLASI DI KOTA MEDAN OLEH. Budianto Siallagan

SKRIPSI ANALISIS KAUSALITAS ANTARA UPAH MINIMUM DAN TINGKAT INFLASI DI KOTA MEDAN OLEH. Budianto Siallagan SKRIPSI ANALISIS KAUSALITAS ANTARA UPAH MINIMUM DAN TINGKAT INFLASI DI KOTA MEDAN OLEH Budianto Siallagan 100501096 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H14104051 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Analisis Integrasi Vertikal Pasar Beras di Indonesia Asih Kusumaningsih *)

Analisis Integrasi Vertikal Pasar Beras di Indonesia Asih Kusumaningsih *) Analisis Integrasi Vertikal..(Asih Kusumaningsih) Analisis Integrasi Vertikal Pasar Beras di Indonesia Asih Kusumaningsih *) Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Mengetahui tren harga beras eceran di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data Produk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data Produk BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data

Lebih terperinci

PENGARUH BI RATE, NILAI TUKAR RUPIAH, DAN INFLASI TERHADAP HARGA SAHAM SUB SEKTOR PERBANKAN

PENGARUH BI RATE, NILAI TUKAR RUPIAH, DAN INFLASI TERHADAP HARGA SAHAM SUB SEKTOR PERBANKAN TESIS PENGARUH BI RATE, NILAI TUKAR RUPIAH, DAN INFLASI TERHADAP HARGA SAHAM SUB SEKTOR PERBANKAN Thomas Aquinas Adam Kristyadi Semitha No. Mhs: 135002068/PS/MM PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA PASAR FISIK DI INDONESIA DENGAN PASAR BERJANGKA DUNIA WANTI FITRIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (costless) karena pembeli (costumer) memiliki informasi yang sempurna dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (costless) karena pembeli (costumer) memiliki informasi yang sempurna dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biaya transaksi muncul akibat kegagalan pasar (Yeager, 1999: 29-30). Menurut Stone et al. (1996: 97), pasar yang selalu berjalan tanpa biaya apapun (costless) karena

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS DESENTRALISASI FISKAL, SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI ANGKA KEMATIAN BAYI DI KABUPATEN BLORA

ABSTRAK ANALISIS DESENTRALISASI FISKAL, SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI ANGKA KEMATIAN BAYI DI KABUPATEN BLORA ABSTRAK ANALISIS DESENTRALISASI FISKAL, SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI ANGKA KEMATIAN BAYI DI KABUPATEN BLORA Oleh : Reza Okky Saktia F0112080 Skripsi ini meneliti secara empiris pengaruh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE 1985 2004 OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H14101088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. KORELASI HARGA DAN DERAJAT INTEGRASI SPASIAL ANTARA PASAR DUNIA DAN PASAR DOMESTIK UNTUK KOMODITAS PANGAN DALAM ERA LIBERALISASI PERDAGANGAN (Kasus Provinsi Sulawesi Selatan) Adreng Purwoto, Handewi P.S.

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA. Muhammad Firdaus Dosen STIE Mandala Jember

ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA. Muhammad Firdaus Dosen STIE Mandala Jember ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA Muhammad Firdaus muhammadfirdaus2011@gmail.com Dosen STIE Mandala Jember Abstract This study aims: (1) To identify trends harvest area, production,

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : YUNISA RATNA RESTI NIM

SKRIPSI. Disusun Oleh : YUNISA RATNA RESTI NIM PENDEKATAN MODEL FUNGSI TRANSFER MULTI INPUT UNTUK ANALISIS HUBUNGAN ANTARA LUAS PANEN DAN LUAS TAMBAH TANAM DENGAN PRODUKSI BAWANG MERAH DI JAWA TENGAH SKRIPSI Disusun Oleh : YUNISA RATNA RESTI NIM. 24010211140075

Lebih terperinci

Dusuki, Laily Fitriana, SP, Edi Saputra, SP 1 Mahasiswa, 2 Dosen Pembimbing

Dusuki, Laily Fitriana, SP, Edi Saputra, SP 1 Mahasiswa, 2 Dosen Pembimbing FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN KOPI BUBUK ROBUSTA (Cofea Canefora) DI PASAR TANGUN KECAMATAN BANGUN PURBA KABUPATEN ROKAN HULU 1 Dusuki, Laily Fitriana, SP, Edi Saputra, SP 1 Mahasiswa, 2 Dosen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA Wenny Mahdalena L.G*), Tavi Supriana**), Satia Negara Lubis**) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BUAH JERUK IMPOR DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh. Akbar Habib /MAG

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BUAH JERUK IMPOR DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh. Akbar Habib /MAG FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BUAH JERUK IMPOR DI KOTA MEDAN TESIS Oleh Akbar Habib 097039035/MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN

SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN OLEH RANI HAYATI 090501022 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 ABSTRACT

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 34 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditas kakao dunia tidak ditentukan. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR KACANG KEDELAI NASIONAL PERIODE

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR KACANG KEDELAI NASIONAL PERIODE ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR KACANG KEDELAI NASIONAL PERIODE 1987 2007 OLEH TRI PURWANTO H14094001 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 3 (2) (2014) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj ANALISIS IMPOR BERAS DI INDONESIA Ratih Kumala Sari Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi,

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KENTANG DI PROVINSI SUMATERA UTARA TESIS. Oleh BOANERGES PUTRA SIPAYUNG NIM

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KENTANG DI PROVINSI SUMATERA UTARA TESIS. Oleh BOANERGES PUTRA SIPAYUNG NIM ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KENTANG DI PROVINSI SUMATERA UTARA TESIS Oleh BOANERGES PUTRA SIPAYUNG NIM 117039014 PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2. Departemen Ekonomi, Institut Pertanian Bogor 3

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2. Departemen Ekonomi, Institut Pertanian Bogor 3 TRANSMISI HARGA ASIMETRI DALAM RANTAI PASOK BAWANG MERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN IMPOR DI INDONESIA: STUDI KASUS DI BREBES DAN JAKARTA ASYMMETRIC PRICE TRANSMISSION IN SUPPLY CHAIN OF SHALLOT AND ITS RELATIONSHIP

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

VOLATILITAS HARGA JAGUNG DALAM ERA PEMBANGUNAN EKONOMI PERTANIAN BERKELANJUTAN

VOLATILITAS HARGA JAGUNG DALAM ERA PEMBANGUNAN EKONOMI PERTANIAN BERKELANJUTAN P r o s i d i n g 9 VOLATILITAS HARGA JAGUNG DALAM ERA PEMBANGUNAN EKONOMI PERTANIAN BERKELANJUTAN Vi in Ayu Pertiwi, Nur Baladina, Fitrotul Laili Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Email : viinayu@ub.ac.id

Lebih terperinci

ASIMETRI HARGA BERAS DI PASAR INTERNASIONAL DAN INDONESIA AMINATUS SOFIAH

ASIMETRI HARGA BERAS DI PASAR INTERNASIONAL DAN INDONESIA AMINATUS SOFIAH ASIMETRI HARGA BERAS DI PASAR INTERNASIONAL DAN INDONESIA AMINATUS SOFIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 2 3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS ELASTISITAS PERMINTAAN TERHADAP KREDIT KONSUMSI DI SUMATERA UTARA OLEH PAULINA PUTRI A. HUTAGALUNG

SKRIPSI ANALISIS ELASTISITAS PERMINTAAN TERHADAP KREDIT KONSUMSI DI SUMATERA UTARA OLEH PAULINA PUTRI A. HUTAGALUNG SKRIPSI ANALISIS ELASTISITAS PERMINTAAN TERHADAP KREDIT KONSUMSI DI SUMATERA UTARA OLEH PAULINA PUTRI A. HUTAGALUNG 080501067 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING BUAH STROBERI DI KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH (Studi Kasus di Desa Serang Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga)

ANALISIS DAYA SAING BUAH STROBERI DI KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH (Studi Kasus di Desa Serang Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga) ANALISIS DAYA SAING BUAH STROBERI DI KABUPATEN PURBALINGGA JAWA TENGAH (Studi Kasus di Desa Serang Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan

Lebih terperinci

METODE ANALISIS SUPPLY DAN DEMAND KOMODITAS PERTANIAN

METODE ANALISIS SUPPLY DAN DEMAND KOMODITAS PERTANIAN METODE ANALISIS SUPPLY DAN DEMAND KOMODITAS PERTANIAN disampaikan oleh: Hermanto Siregar Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Wakil Rektor Bidang Sumberdaya dan Kajian Strategis, IPB Seminar Nasional Arah dan Metodologi

Lebih terperinci

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN HARGA SAHAM INDUSTRI MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI PASAR MODAL INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN HARGA SAHAM INDUSTRI MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI PASAR MODAL INDONESIA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI MEDAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN HARGA SAHAM INDUSTRI MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI PASAR MODAL INDONESIA Skripsi Diajukan Oleh : Nama

Lebih terperinci

TESIS OLEH FIRMANSYAH /IM

TESIS OLEH FIRMANSYAH /IM PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE, DIVIDEND YIELD, DAN TINGKAT BUNGA DEPOSITO TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN PERBANKAN DI BURSA EFEK INDONESIA TESIS OLEH FIRMANSYAH 097019002/IM

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KESEIMBANGAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA

ANALISIS KESEIMBANGAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA ANALISIS KESEIMBANGAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA Septionery Sibuea *), Thomson Sebayang **) dan Satia Negara Lubis **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING

PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L) DENGAN ANALISIS HARGA KOMODITAS DI SENTRA PRODUKSI DAN PASAR INDUK (Suatu Kasus pada Sentra produksi Cabai Merah Keriting di Kecamatan Cikajang,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Laporan Kebijakan Moneter, Laporan Perekonomian Indonesia, Badan Pusat

III. METODE PENELITIAN. Laporan Kebijakan Moneter, Laporan Perekonomian Indonesia, Badan Pusat 49 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari data publikasi Bank Indonesia berupa Statistik Ekonomi Moneter, Laporan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR Oleh: MARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SITUASI PASAR DAN INTEGRASI HARGA JAGUNG DI INDONESIA PENDAHULUAN

PERKEMBANGAN SITUASI PASAR DAN INTEGRASI HARGA JAGUNG DI INDONESIA PENDAHULUAN P R O S I D I N G 143 PERKEMBANGAN SITUASI PASAR DAN INTEGRASI HARGA JAGUNG DI INDONESIA Anisa Aprilia Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya anisa.asa@ub.ac.id PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA Hamdani 1), Ermi Tety 2), Eliza 2) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci