BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Etilendiaminopropil)-Trimetoksisilan). Perlakuan modifikasi ini diharapkan akan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Etilendiaminopropil)-Trimetoksisilan). Perlakuan modifikasi ini diharapkan akan"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adsorpsi ion logam Pb 2+, Cr 3+ dan Cu 2+ pada Abu Sekam Padi yang diimobilisasi dengan EDAPTMS (3- Etilendiaminopropil)-Trimetoksisilan). Perlakuan modifikasi ini diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi abu sekam padi terhadap ion logam Pb 2+ Cr 3+ dan Cu 2+. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 parameter yaitu konsentrasi dan waktu kontak untuk menentukan kondisi optimum proses adsorpsi tiap ion logam. Karakterisasi Silika abu sekam padi terikat dengan EDAPTMS dengan menggunakan FTIR. Sedangkan analisis kandungan jumlah ion logam Pb 2+ Cr 3+ dan Cu 2+ pada larutan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).,, Adsorpsi ion logam merupakan suatu proses penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. Adsorben yang dapat digunakan yaitu mempunyai gugus hidroksil, amina, -SH dan -COOH untuk bisa mengadsorpsi ion logam, proses adsorpsi terjadi karena adanya interaksi antara ion logam dengan gugus fungsional yang terdapat pada bagian adsorben, untuk membentuk senyawa kompleks. Adsorben yang digunakan ialah abu sekam padi yang diimobilisasi dengan EDAPTMS (3- Etilendiaminopropil)-Trimetoksisilan). 45

2 Pembuatan Abu sekam padi Penggunaan abu sekam padi pada penelitian ini ialah digunakan sebagai adsorben dalam mengadsorpsi ion logam Pb 2+, Cr 3+ dan Cu 2+, yang diharapkan dapat menurunkan konsentrasi ion logam. Abu sekam padi yang memiliki kandungan silika kadar tinggi yaitu 87-97% serta sedikit alkali dan alkali tanah sebagai unsur minor. Silika dihasilkan dari pembakaran sekam padi untuk menghasilkan abu.silika yang terdapat di dalam sekam padi memiliki sifat amorf, memiliki ukuran ultra fine, dan sangat reaktif (Chandrasekhar, 2003). Untuk menghasilkan silika, sekam padi harus dipreparasi terlebih dahulu dengan cara isolasi silika secara termal/pembakaran. Proses pembakaran pada penelitian ini dilakukan dengan temperatur terkontrol pada Furnance, hal ini ditujukan untuk dapat menghasilkan kualitas abu sekam padi yang lebih baik karena ukuran partikel dan luas spesifik permukaannya dipengaruhi oleh kondisi pembakaran serta untuk menghilangkan fraksi organik dari sekam padi, sehingga yang tertinggal hanya fraksi anorganiknya saja. Sehingga sekam padi dapat terbakar sempurna dan menghasilkan abu berwarna putih. Temperatur bertahap yang digunakan ialah 200 o C dan 400 o C yang difungsikan untuk proses pengarangan dan sebagai proses kalsinasi untuk mengubah senyawa karbon menjadi oksida. Sehingga dihasilkan abu berwarna hitam kemudian temperatur 700 o C berfungsi untuk mendapatkan silika (abu putih) sekam padi. Selain itu temperatur bertahap berfungsi sebagai proses aktivasi (suatu perlakuan terhadap untuk memperbesar pori-pori dengan cara memutuskan ikatan hidrokarbon/mengoksidasi

3 47 molekul-molekul permukaan dengan mengalami perubahan fisika, sifat dan kimia) sehingga didapatkan luas permukaan bertambah besar dan daya adsorpsi menjadi lebih besar. Aktivasi yang dilakukan ialah aktivasi secara fisika.menurut Nuryanto dan Narsito, 2005) terjadinya reaksi pengabuan adalah sebagai berikut : Senyawa C, H dan Si + O2 CO2(g) + H2O(g) + SiO2(p) 5.2 Pembuatan Adsorben EDA-Si Abu sekam padi yang berwarna putih kemudian dibuat silika gel dengan mensintesisnya melalui proses sol-gel yaitu melakukan kondensasi larutan natrium silikat dalam suasana asam. Silika gel adalah substrat yang menarik untuk organosilanisasi, sebab permukaannya yang didominasi gugus hidroksil dapat bereaksi cepat dengan agen organosilan. Ikatan antara Si-O-Si-C yang terbentuk mempunyai sifat ganda dengan stabilitas kimia yang tinggi, Prinsip dasar dari proses sol-gel ini adalah perubahan atau transformasi dari spesies Si-OR dan Si-OH menjadi siloksan (Si-O-Si). Silika gel yang mempunyai gugus silanol bebas (-Si-OH) dan gugus siloksan (-Si-O-Si-) diketahui mampu mengadsorpsi ion logam keras. Fungsi larutan NaOH adalah untuk membuatan larutan Na2SiO3 dengan cara destruksi basah adalah cara paling sederhana dan menghasilkan silika (SiO2) terlarut yang lebih besar (Nuryono, 2004) serta untuk melarutkan atau mereaksikan SiO2 yang terdapat dalam abu sekam padi karena SiO2 hanya larut dalam alkali hidroksida dan leburan-leburan karbonat. Sehingga akan terbentuk natrium silikat, dimana secara komersial, silika dibuat dengan mencampur larutan natrium silikat dengan suatu asam mineral. Asam yang digunakan pada peneltian ini ialah HCl 2 M dan HCl pekat

4 48 37%Sehingga akan diperoleh gel berwarna putih (Gambar 5). Larutan HCl berfungsi sebagai asam kuat yang menetralkan larutan filtrat silika agar berbentuk gel. Menurut (Bakri et al., 2008) reaksi yang terjadi dalam pembuatan silika ini ialah: SiO2 + 2 NaOH Na2SiO3 + H2O Na2SiO3(aq) + 2 HCl(aq) H2SiO3(l) + 2 NaCl(aq) H2SiO3(s) SiO2.H2O Gambar 5. Larutan hasil pelarutan abu sekam dengan HCl Sedangkan menurut (Dewi, 2005) mekanisme reaksi terbentuknya larutan Na2SiO3adalah : Gambar 6. Model mekanisme reaksi pembentukan NaSiO3 (Dewi, 2005)

5 49 Kemudian larutan Na2SiO3 yang terbentuk ditambah dengan asam sehingga terbentuk gel, mekanisme yang terjadi menurut (Dewi, 2005) ialah: Gambar 7. Model mekanisme reaksi pembentukan gel (Dewi, 2005) Penambahan asam menyebabkab anion silikat ( Si O) yang terdapat pada prekursor terprotonasi menjadi silanol ( Si OH).Pembentukan gel terjadi melalui kondensasi anion silikat dan gugus silanol yang terbentuk dengan bantuan katalis asam.reaksi berlangsung melalui mekanisme reaksi subsitusi nukleofilik SN2 untuk membentuk ikatan siloksan ( Si O Si ). Mekanisme ini melewati suatu keadaan transisi SiOSiOH. Penambahan asam menyebabkan gugus OH akan lepas membentuk molekul air dan terbentuklah ikatan siloksan. Penambahan asam yang terus berlanjut menyebabkan jumlah ikatan siloksan semakin banyak dan membentuk bola-bola polimer sampai ukuran tertentu hingga terbentuk gel. Sedang menurut Schubert dan Husing (2000), pada kondisi basa, proses reaksi pembentukan gel atau lebih dikenal dengan proses sol-gel terjadi akibat penyerangan nukleofilik atom silikon oleh ion OH atau Si-O-, Ion OH atau Si-O- terbentuk oleh

6 50 disosiasi H+ dari molekul air atau gugus Si-OH. Pada reaksi hidrolisis, anion hidroksi menyerang atom silikon dengan mekanisme reaksi SN2 (substitusi nukleofilik) di mana -OH menggantikan OR. Pada reaksi kondensasi, suatu nukleofilik ion silanolat menyerang spesies netral silikat dan akan menggantikan OH atau OR. Reaksi kondensasi relatif lebih cepat terhadap hidrolisis. Setelah terbentuk silika gel kemudian ditambahkan dengan EDAPTMS (3 - Etilendiaminopropil)-Trimetoksisilan) sebagai proses imobilisasi yaitu Penambahan suatu bahan aktif pada matriks atau bahan pendukung (kebanyakan padatan) untuk meningkatkan fungsi dari bahan aktif. Fungsi EDAPTMS ialah untuk memberikan kebasaan lebih pada adsorben yaitu dengan memberikan tambahan gugus aktif yaitu gugus amina (-NH2) selain gugus silanol dan siloksan terdapat pada silika. Berdasarkan sifat kebasaan Lewis dari gugus amina (-NH2) dengan ion logam Pb(II), Cu(II) dan Cr(III), diharapkan EDA-Si dapat digunakan sebagai adsorben yang selektif mengadsorpsi ion logam tersebut. Silika gel yang terbentuk selanjutnya dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100 o C sampai kering agar kandungan air dalam silika hilang dan diperoleh yield silika padatan yang kemudian digerus menggunakan mortar hingga menjadi bubuk Gambar 8.

7 51 Gambar 8. Adsorben EDA-Si 5.3 Karakterisasi Gugus Fungsi Adsorben Silika dan EDA-Si Silika dan Adsorben EDA-Si yang dihasilkan diidentifikasi gugus fungsional berdasarkan analisis FT-IR. Hasil analisis spektra FT-IR disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Spektra FTIR dari (a) Silika (b) EDA-Si Gambar 9 (a) di atas, dapat diidentifikasi adanya gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si) pada silika yang dihasilkan dari abu sekam padi. Interpretasi selengkapnya disajikan pada Tabel 5 Berdasarkan spektrum diatas muncul puncak

8 52 yang kuat pada silika pada bilangan 3456,47 cm -1, yang diperkuat pada serapan bilangan gelombang 1507,82 cm -1 merupakan puncak untuk vibrasi gugus OH dari Si-OH (Silanol), puncak pada bilangan 1636,99 cm -1 merupakan vibrasi tekuk dari ikatan hidrogen dari molekul air yang terikat. Kemunculan puncak tersebut menunjukkan adanya adsorpsi air selama proses isolasi silika (Handayani dkk, 2014).Puncak-puncak yang kuat juga muncul pada bilangan gelombang 1084,21 cm -1 yang merupakan vibrasi ulur asimetris dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan 471,07 cm -1 yang merupakan puncak khas dari gugus Si-O-Si pada silika. Sedang gambar 9 (b) Serapan pada bilangan gelombang 466,95 cm -1 dan 1042,31 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi dari gugus Si-O-Si ( Hamdan, 1992) yang merupakan serapan khas pada silika, dengan adanya serapan bilangan gelombang tersebut mengindikasikan tidak ada perubahan gugus siloksan pada EDA- Si. Terdapat juga serapan pada 1388,97 cm -1 yang menunjukan gugus metil (- CH3).Pada puncak bilangan 1636,99 cm -1 merupakan vibrasi tekuk dari ikatan hidrogen dari molekul air yang terikat. Namun terdapat bilangan gelombang baru pada serapan 2361,03 cm -1 yangmerupakan vibrasi ulur dari gugus C-H dari CH2- alifatik. Pada spectra IR EDA-Si intensitas dan melebarnya puncak serapan pada daerah cm -1 menunjukkan adanya gugus N-H dari senyawa EDAPTMS yang mengalami tumpang tindih dengan serapan gugus OH dari Silanol (Si-OH). Perubahan lain yang terlihat adalah pergeseran bilangan gelombang ke daerah bilangan gelombang yang lebih rendah dan perubahan intensitas serapan pada EDA- Si disbanding Silika. Pergeseran serapan, perubahan intensitas serapan dan

9 53 munculnya serapan pada daerah bilangan tertentu pada EDA-Si menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa yang berbeda dari Silika. Tabel 5. Analisa FTIR Silika Bilangan Gelombang (cm -1 ) Interpretasi Referensi 471,07 Vibrasi tekuk dari gugus Siloksan (Si-O-Si) 1084,21 Vibrasi ulur asimetris gugus Siloksan (Si-O- Si) Hamdan, ,82 Vibrasi ulur gugus OH dari Silanol (Si-OH) 1636,99 Vibrasi tekuk gugus OH dari molekul air yang terikat Silverstein, ,47 Vibrasi ulur gugus OH dari Silanol (Si-OH) Tabel 6. Analisa FTIR EDA-Si Bilangan Gelombang (cm -1 ) Interpretasi Referensi 466,95 Vibrasi tekuk dari gugus Siloksan (Si-O-Si) Hamdan, ,31 Vibrasi ulur asimetris gugus Siloksan (Si-O- Si) Silverstein, ,97 Vibrasi simetris CH3 Aji, ,79 Vibrasi tekuk gugus OH dari molekul air yang terikat 2361,03 vibrasi ulur dari gugus C-H dari CH2- alifatik 3462,51 Vibrasi ulur gugus OH dari Silanol (Si- OH) dan tumpang tindih gugus N-H Silverstein, 1991 Dewi, 2005 Silverstein, 1991

10 Karakterisasi Permukaan Adsorben Si dan EDA-Si dengan Surface Area Analyzer (SAA) metode BET (Brunauer-Emmet-Teller) Untuk mengetahui sifat permukaan adsorben yang meliputi identifikasi diameter pori, luas permukaan spesifik dan volume pori total. Tabel 7. Data luas permukaan spesifik, rata-rata diameter pori dan volume total pori dari Silika dan EDA-Si Jenis Sanpel Luas Permukaan Volume Pori Diameter Pori Spesifik (m 2 /g) Total (ml/g) (Å) Silika EDA-Si Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa volume pori total berbanding lurus dengan luas permukaan yang tinggi diperoleh volume pori yang lebih besar. Menurut (Scott, 1993) silika mempunyai luas permukaan 850 m 2 /g dan diameter pori 22 Å. Sedangkan dari tabel 3 diatas memiliki angka yang jauh lebih kecil, hal ini dapat disebabkan proses pembentukan gel begitu cepat pada silika sehingga pembentukan pori berkurang dan cenderung padatan. Sedangkan pada EDA-Si luas permukaan kecil karena terjadi pengikatan senyawa EDAPTMS dalam permukaan gel yang akan menutup pori sehingga volume pori total semakin kecil dan menghasilkan luas permukaan yang lebih kecil. Namun pada luas permukaan EDA-Si (78,91 m²/g) terlihat lebih besar dibandingkan pada luas permukaan Silika (29,06 m²/g). Meningkatnya luas permukaan spesifik silika disebabkan karena adanya penambahan imobilan

11 55 EDAPTMS dalam pori tersebut. Hal ini membuktikan bahwa EDAPTMS telah terdistribusi mengisi bagian pori silika. Volume (cc/g) Volume (cc/g) Gambar 10. Grafik isoterm adsorpsi-desorpsi N2 dari distribusi ukuran pori Relative pr 0 eṡ 6 sure (P/Po 0 ) dari Silika Relative Pressure (P/Po) Gambar 11. Grafik isotherm adsorpsi-desorpsi N2dan distribusi ukuran pori dari EDA-Si Gambar 10 dan 11 menunjukan bahwa Silika dan EDA-Si mengikuti isoterm adsorpsi tipe IV menurut klasifikasi Brunauer. Isoterm adsorpsi nitrogen semua sampel Silika dan EDA-Si menunjukkan pola yang serupa dimana terjadi kenaikan secara cepat

12 56 pada tekanan relatif (P/PO) rendah, kemudian naik perlahan pada pertengahan dan naik lagi dengan cepat pada P/PO mendekati satu. Kenaikan pertama terjadi karena molekul gas yang teradsorp berinteraksi dengan daerah yang berenergi pada permukaan padatan. Pada pengisian ini telah terbentuk lapisan tunggal, kemudian pada daerah P/Po yang lebih tinggi, pertambahan molekul gas terjadi pada permukaan yang telah ditempati molekul gas dimana telah terbentuk lapisan tunggal. Pada pertambahan ini terbentuk lapisan berlapis (multilayer) dan pada akhir pengisian, terjadi kondensasi melekul gas yang teradsorp, selain itu juga terlihat adanya loop histerisis pada daerah pertengahan. Isoterm ini merupakan isoterm tipe IV yaitu jenis adsorpsi dari padatan berpori mikropori-mesopori, yang memiliki ukuran pori <2 nm dan 2-50 nm (Gregg dan Sing, 1982). Perbedaan volume desorpsi gas N2yang lebih besar dari volume adsorpsinya ini mengindikasikan bahwa terdapat distribusi ukuran pori bimodal yaitu struktur pori dengan ukuran mikropori dan mesopori. Material mikropori-mesopori memiliki jarijari antara <2 nm dan 2-50 nm atau Å, jika dilihat dalam Tabel 4 rata-rata jejari pori dari kedua sampel termasuk dalam material mesopori. Material mesopori ditunjukkan adanya hysterisis loop dalam grafik isoterm adsorpsi-desorpsi kedua sampel.

13 57 1 / [ W((Po/P) - 1) ] y = x R² = P/Po Gambar 12. Grafik hubungan antara P/Po dengan 1/W[(P/Po)-1] untuk Silika 1 / [ W((Po/P) - 1) ] y = x R² = P/Po Gambar 13. Grafik hubungan antara P/Po dengan 1/W[(P/Po)-1] untuk EDA-Si Gambar 12 dan 13 bahwa hubungan antara P/Po dengan 1/W[(P/Po)-1] digunakan untuk mengetahui adsorpsi yang terjadi mengikuti isoterm BET. Hal tersebut diketahui dengan melihat koefisien korelasinya (R 2 ), yaitu apabila R 2 mendekati satu (R 2 1) maka isoterm yang terbentuk mengikuti isoterm BET. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa koefisien korelasi mendekati satu yaitu 0,9938 untuk grafik hubungan P/Po dengan 1/W[(P/Po)-1] pada silika dan 0,9924 untuk grafik

14 58 hubungan P/Po dengan 1/W[(P/Po)-1] pada EDA-Si. Maka isoterm yang terbentuk pada masing-masing grafik ialah mengikuti isoterm BET. 5.5 Kapasitas adsorpsi ion logam terhadap konsentrasi oleh adsorben EDA-Si Kapasitas adsorpsi menunjukan seberapa besar kemampuan EDA-Si dalam mengadsorpsiion logam.kurva hubungan kapasitas adsorpsi dengan variasi konsentrasi ditunjukan pada Gambar 14 3 Kapasitas Adsorpsi (mg/gram) Konsentrasi (mg/l) Kapasitas Adsorpsi Cu Kapasitas Adsorpsi Pb Kapasitas Adsorpsi Cr Gambar 14. Kurva hubungan kapasitas adsorpsi terhadap konsentrasi ion logam pada Adsorben EDA-Si Kurva pada gambar14 menunjukan peningkatan jumlah logam teradsorpsi berbanding lurus dengan naiknya konsentrasi awal ion logam. Hal tersebut disebabkan semakin naiknya konsentrasi Cu 2+, Pb 2+ dan Cr 3+, maka semakin banyak molekul ion logam yang berinteraksi dengan EDA-Si sehingga adsorpsi semakin meningkat. Peningkatan adsorpsi secara tajam pada Cu 2+ konsentrasi 20 mg/l dan terus mengalami kenaikan hingga 40 mg/l. Hal inipun terjadi pada Pb 2+ juga mengalami kenaikan tajam pada konsentrasi 20 mg/l dan terus bergerak naik hingga

15 59 konsentrasi terbesar yaitu 40 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa proses adsorpsi masih dapat berlangsung pada konsentrasi yang lebih besar dan adsorben belum mengalami kejenuhan oleh peningkatan konsentrasi ion logam. Namun berbeda dengan Cr 3+ walaupun Cr 3+ mengalami kenaikan tajam pada konsentrasi 20 mg/l namun ketika memasuki konsentrasi 30 mg/l, proses adsorpsi mulai bergerak stabil dan terlihat pada konsentrasi tersebut hanya mengalami kenaikan kapasitas adsorpsi yang kecil. Hal ini menunjukkan EDA-Si mulai mengalami kejenuhan dan kesetimbangan. Sehingga konsentrasi optimum pada ion logam Cr mg/l dengan kapasitas adsorpsi 2,1 mg/gram. 5.6 Kapasitas Adsorpsi ion logam terhadap waktu kontak oleh EDA-Si Waktu kontak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai kapasitas adsorpsi. Penentuan kondisi optimum waktu kontak adsorpsi ion Cu 2+. Pb 2+ dan Cr 3+ perlu dilakukan untuk mendapatkan kapasitas adsorpsi yang optimum. Pada proses adsorpsi, waktu kontak biasanya dipilih tidak terlalu lama. Hal ini dilakukan karena jika waktu kontak adsorpsi terlalu lama ditakutkan ion logam yang terserap dalam adsorben akan mengalami desorpsi yaitu terjadi pelepasan kembali ion logam dari adsorben Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi ditunjukkan pada Gambar 15.

16 60 Kapasitas Adsorpsi (mg/gram) Waktu Kontak (menit) Kapasitas Adsorpsi Cu 10 ppm Kapasitas Adsorpsi Cu 20 ppm Kapasitas Adsorpsi Cu 30 ppm Kapasitas Adsorpsi Cu 40 ppm Gambar 15. Hubungan kapasitas adsorpsi terhadap waktu kontak Cu 2+ oleh adsorben EDA-Si Gambar 15 menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi Cu 2+ pada waktu 15 menit mulai megalami kenaikan pada tiap-tiap konsentrasi, hal ini menandakan bahwa pada waktu 15 menit adsorben telah berinteraksi dengan baik dengan ion logam Cu 2+ dan terus mengalami kenaikan hingga pada waktu kontak 30. Pada waktu kontak 45 menit, ion logam Cu 2+ yang teradsorpsi oleh gugus aktif mencapai kondisi yang optimum. Hal ini dimungkinkan gugus fungsi hidroksil dan amina (-OH dari -NH2) adsorben EDA-Si yang berinteraksi dengan ion logam Cu 2+ mencapai kesetimbangan pada waktu interaksi 45 menit dengan kapasitas adsorpsi terbesar 3.23 mg/gram. Sehingga kapasitas adsorpsi pada EDA-Si sudah mencapai keadaan konstan.

17 61 Kapasitas Adsorpsi (mg/gram) Kapasitas Adsoprsi Pb 10 ppm Kapasitas Adsoprsi Pb 20 ppm Kapasitas Adsoprsi Pb 30 ppm Kapasitas Adsoprsi Pb 40 ppm Waktu Kontak (menit) Gambar 16. Hubungan kapasitas adsorpsi terhadap waktu kontak Pb 2+ oleh adsorben EDA-Si Gambar 16 menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi Pb 2+ pada waktu 15 menit mulai megalami kenaikan pada tiap-tiap konsentrasi, hal ini menandakan bahwa pada waktu 15 menit adsorben telah berinteraksi dengan baik dengan ion logam Pb 2+ dan terus mengalami kenaikan hingga pada waktu kontak 30. Untuk Pb 2+ konsentrasi 20, 30 dan 40 ppm, pada waktu kontak 45 menit, ion logam Pb 2+ yang teradsorpsi oleh gugus aktif mencapai kondisi yang optimum. Hal ini dimungkinkan gugus fungsi hidroksil dan amina (-OH dari -NH2) adsorben EDA-Si yang berinteraksi dengan ion logam Pb 2+ mencapai kesetimbangan pada waktu interaksi 45 menit. Sehingga kapasitas adsorpsi pada EDA-Sisudah mencapai keadaan konstan. Namun pada Pb 2+ konsentrasi 10 ppm hingga waktu kontak 60 menit masih mengalami kenaikan tajam, hal ini menunjukkan bahwa adsorben belum mengalami kejenuhan pada konsentrasi yang lebih kecil. Sehingga bias ditarik kesimpulan kondisi waktu kontak adsorben

18 62 EDA-Si berinteraksi dengan ion logam terjadi pada waktu 45 menit dengan kapasitas adsorpsi terbesar 3,35 mg/gram. Kapasitas Adsorpsi (mg/gram) Waktu Kontak (menit) Kapasitas Adsoprsi Cr 10 ppm Kapasitas Adsoprsi Cr 20 ppm Kapasitas Adsoprsi Cr 30 ppm Kapasitas Adsoprsi Cr 40 ppm Gambar 17. Hubungan kapasitas adsorpsi terhadap waktu kontak Cr 3+ oleh adsorben EDA-Si Gambar 17 menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi Cr 3+ pada waktu 15 menit mulai megalami kenaikan pada tiap-tiap konsentrasi, hal ini menandakan bahwa pada waktu 15 menit adsorben telah berinteraksi dengan baik dengan ion logam Cr Cr 3+. Namun pada waktu kontak 30 menit, ion logam Cr 3+ konsentrasi 30 dan 40 ppm gugus aktif adsorpsi mencapai kondisi yang optimum. Hal inipun terjadi pada konsentrasi 10 ppm, pada waktu 30 menit terjadi penurunan tajam dan bertambahnya waktu, kenaikan bergerak konstan. Hal ini dimungkinkan gugus fungsi hidroksil dan amina (-OH dari -NH2) adsorben EDA-Si yang berinteraksi dengan ion logam Cr 3+ mencapai kesetimbangan pada waktu interaksi 30 menit. Sehingga kapasitas adsorpsi pada EDA-Sisudah mencapai keadaan konstan. Sehingga bias ditarik kesimpulan

19 63 kondisi waktu kontak adsorben EDA-Si berinteraksi dengan ion logam terjadi pada waktu 30 menit dengan kapasitas adsorpsi rata-rata 2,9 mg/gram

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENGUJIAN X-RAY DIFFRACTION (XRD) Pengujian struktur kristal SBA-15 dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction dan hasil yang di dapat dari pengujian

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pembuatan adsorben dan uji kinerja adsorben tersebut untuk menyisihkan phenanthrene dari dalam air. 4.1 Pembuatan adsorben

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emas merupakan logam mulia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan memiliki berbagai keistimewaan dibandingkan golongan logam lainnya dan sejak dulu emas telah digunakan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara penghasil tebu yang cukup besar di dunia. Menurut data FAO tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ke-9 dengan produksi tebu per

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal K Oleh Said Mihdar Said Hady Nrp. 1407201729 Dosen Pembimbing Dra. Ratna

Lebih terperinci

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HasU Penelitian 4.1.1. Sintesis Zeolit mo 3«00 3200 2aiW 2400 2000 IMO l«m l«m I2«) 1000 100 600 430.0 Putri H_ kaolin 200 m_zeolit Gambar 11. Spektogram Zeolit A Sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Fenol merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (OH) yang terikat pada atom karbon pada cincin benzene dan merupakan senyawa yang bersifat toksik, sumber pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras yang berasal dari tanaman padi merupakan bahan makanan pokok bagi setengah penduduk dunia termasuk Indonesia. Oleh karena itu, tanaman padi banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan. Akhir kata, penulis berharap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

Pemanfaatan limbah sekam padi menjadi silika gel sebagai penyerap kelembaban udara

Pemanfaatan limbah sekam padi menjadi silika gel sebagai penyerap kelembaban udara Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 27 Pemanfaatan limbah sekam padi menjadi silika gel sebagai penyerap kelembaban udara Prima Astuti Handayani 1, Wara Dyah Pita Rengga 2 dan Eko Nurjanah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT ii iii iv v vi x xi xii

Lebih terperinci

Kajian Termodinamika Adsorpsi Hibrida Merkapto-Silika dari Abu Sekam Padi Terhadap Ion Co(II)

Kajian Termodinamika Adsorpsi Hibrida Merkapto-Silika dari Abu Sekam Padi Terhadap Ion Co(II) Kajian Termodinamika Adsorpsi Hibrida Merkapto-Silika dari Abu Sekam Padi Terhadap Ion Co(II) Dwi Rasy Mujiyanti *, Noer Komari, Ningtyas Indah Sari Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tebu Ampas tebu adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya pada industri pengolahan gula pasir. Ampas tebu juga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas air semakin hari semakin menurun akibat aktivitas manusia yang banyak menimbulkan polusi di perairan. Penurunan kualitas air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

SINTESIS HIBRIDA SILIKA-KARBON DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK APLIKASI ADSORBENT

SINTESIS HIBRIDA SILIKA-KARBON DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK APLIKASI ADSORBENT SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES 21 SINTESIS HIBRIDA SILIKA-KARBON DENGAN METODE SOL-GEL UNTUK APLIKASI ADSORBENT Rommi Prastikharisma, Insyiah Meida dan Heru Setyawan *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknologi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI SILIKA GEL

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI SILIKA GEL PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI SILIKA GEL Prima Astuti Handayani 1,*), Eko Nurjanah 2, dan Wara Dyah Pita Rengga 3 1,2,3 Prodi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang, Jl Raya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung. Penyiapan alga Tetraselmis sp

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil penentuan kandungan oksida logam dalam abu boiler PKS Penentuan kandungan oksida logam dari abu boiler PKS dilakukan dengan menggvmakan XRF

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Jurnal MIPA 37 (2) (2014): Jurnal MIPA.

Jurnal MIPA 37 (2) (2014): Jurnal MIPA. Jurnal MIPA 37 (2) (2014): 154-162 Jurnal MIPA http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jm PERBANDINGAN KEMAMPUAN SILIKA GEL DARI ABU SABUT KELAPA DAN ABU SEKAM PADI UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM Cd 2+

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak 4000 SM, manusia telah mengenal dan mengolah emas, berdasarkan penemuan arkeolog di Bulgaria. Pengolahan emas berlanjut hingga sekarang. Emas menjadi salah satu

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kestabilan Sol Pada penelitian ini NASICON disintesis menggunakan metode sol gel dengan bahan baku larutan Na 2 SiO 3, ZrO(NO 3 ) 2, NH 4 H 2 PO

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Menentukan Suhu dan Waktu Karbonisasi Pada penentuan suhu dan waktu karbonisasi yang optimum, dilakukan pemanasan sampel sekam pada berbagai suhu dan waktu pemanasan. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas merupakan logam mulia yang berharga karena keindahan warna yang dimilikinya.penggunaan emas oleh manusia sendiri sudah berlangsung sangat lamakurang lebih 3400

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 di bawah ini memperlihatkan diagram alir dalam penelitian ini. Surfaktan P123 2 gr Penambahan Katalis HCl 60 gr dengan variabel Konsentrasi

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PREPARASI DAN APLIKASI SILIKA GEL YANG BERSUMBER DARI BIOMASSA UNTUK ADSORPSI LOGAM BERAT

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PREPARASI DAN APLIKASI SILIKA GEL YANG BERSUMBER DARI BIOMASSA UNTUK ADSORPSI LOGAM BERAT MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesa Katalis Dalam penelitian ini, katalis disintesis menggunakan metode impregnasi kering. Metode ini dipilih karena metode impregnasi merupakan metode sintesis yang

Lebih terperinci

SINTESIS SILIKA AEROGEL BERBASIS ABU BAGASSE DENGAN METODE PENGERINGAN PADA TEKANAN AMBIENT MENGGUNAKAN TEKNIK CO-PRECURSOR

SINTESIS SILIKA AEROGEL BERBASIS ABU BAGASSE DENGAN METODE PENGERINGAN PADA TEKANAN AMBIENT MENGGUNAKAN TEKNIK CO-PRECURSOR SKRIPSI - TK091384 SINTESIS SILIKA AEROGEL BERBASIS ABU BAGASSE DENGAN METODE PENGERINGAN PADA TEKANAN AMBIENT MENGGUNAKAN TEKNIK CO-PRECURSOR Disusun Oleh: Ernita Basaria Hutabarat 2307 100 084 Arini

Lebih terperinci

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR 1 Deskripsi 1 2 30 SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR Bidang Teknik Invensi Invensi ini berkaitan dengan sintesis senyawa Mg/Al hydrotalcite-like (Mg/Al

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik Kimia FT Unnes yang meliputi pembuatan adsorben dari Abu sekam padi (rice husk), penentuan kondisi optimum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PECBAAN DAN PEMBAASAN Transesterifikasi, suatu reaksi kesetimbangan, sehingga hasil reaksi dapat ditingkatkan dengan menghilangkan salah satu produk yang terbentuk. Penggunaan metil laurat dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis PSDVB-PAR Senyawa 4-(2 Piridilazo) Resorsinol merupakan senyawa yang telah lazim digunakan sebagai indikator logam pada analisis kimia karena kemampuannya membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas memiliki berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan logam lain, seperti keindahan, ketahanan terhadap korosi dan lebih mudah dibentuk ke berbagai bentuk dan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BERAT KITOSAN-ZEOLIT TERHADAP STABILITAS FISIKO-KIMIA KOMPOSIT YANG DIHASILKAN

PENGARUH KOMPOSISI BERAT KITOSAN-ZEOLIT TERHADAP STABILITAS FISIKO-KIMIA KOMPOSIT YANG DIHASILKAN PENGARUH KOMPOSISI BERAT KITOSAN-ZEOLIT TERHADAP STABILITAS FISIKO-KIMIA KOMPOSIT YANG DIHASILKAN Muhardi 1*, Nurlina 1, Anis Shofiyani 1 1 Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jln.

Lebih terperinci

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi. Selama ini pemanfaatan sekam padi belum dilakukan secara maksimal sehingga hanya digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tomat merupakan buah dengan panen yang melimpah, murah, tetapi mudah busuk dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Pemerintah daerah telah membuat kebijakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK SILIKA GEL HASIL SINTESIS DARI ABU AMPAS TEBU DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM KLORIDA

STUDI KARAKTERISTIK SILIKA GEL HASIL SINTESIS DARI ABU AMPAS TEBU DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM KLORIDA STUDI KARAKTERISTIK SILIKA GEL HASIL SINTESIS DARI ABU AMPAS TEBU DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM KLORIDA Maulana Yusuf, Dede Suhendar, Eko Prabowo Hadisantoso Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh kesetimbangan dinamik dan interaksi fisika-kimia. Logam berat dalam perairan antara lain

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu BAB II DASAR TEORI 2.1 Adsorpsi Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI PERMUKAAN SELULOSA NATA DE COCO DENGAN ANHIDRIDA ASETAT DALAM MENGIKAT ION LOGAM BERAT Cd 2+ DALAM CAMPURAN Cd 2+ DAN Pb 2+

PENGARUH MODIFIKASI PERMUKAAN SELULOSA NATA DE COCO DENGAN ANHIDRIDA ASETAT DALAM MENGIKAT ION LOGAM BERAT Cd 2+ DALAM CAMPURAN Cd 2+ DAN Pb 2+ PENGARUH MODIFIKASI PERMUKAAN SELULOSA NATA DE COCO DENGAN ANHIDRIDA ASETAT DALAM MENGIKAT ION LOGAM BERAT Cd 2+ DALAM CAMPURAN Cd 2+ DAN Pb 2+ Lailiyah, N 1, Wonorahardjo, S 1, Joharmawan, R 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Sampel Buatan Pada prosedur awal membuat sampel buatan yang digunakan sebagai uji coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung untuk pengambilan biomassa alga porphyridium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang industri saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

Sintesis Silika Gel dari Geothermal Sludge dengan Metode Caustic Digestion

Sintesis Silika Gel dari Geothermal Sludge dengan Metode Caustic Digestion Sintesis Silika Gel dari Geothermal Sludge dengan Metode Caustic Digestion Oleh : Khoirul Anwar A. (2307 100 132) Afifudin Amirulloh (2307 100 156) Pembimbing : Ir. Minta Yuwana, MS Prof. Dr. Ir. Heru

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT 276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Peningkatan laju pertumbuhan industri seperti industri farmasi, pupuk fosfat dan superfosfat, semen, kertas dan lain-lain dapat membawa

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi Arang sekam yang telah diaktivasi disebut arang aktif. Arang aktif yang diperoleh memiliki ukuran seragam (210 µm) setelah

Lebih terperinci