BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas air semakin hari semakin menurun akibat aktivitas manusia yang banyak menimbulkan polusi di perairan. Penurunan kualitas air ini dapat diminimalisir dengan cara pengukuran tingkat polusi secara berkala dilanjutkan dengan penanganan limbah yang biasanya melalui proses kimia. Beberapa teknik telah diusulkan untuk pengolahan air limbah yang mengandung ion logam, seperti presipitasi, koagulasi, pertukaran ion, dan adsorpsi. Salah satu proses kimia yang dapat digunakan untuk penanganan limbah cair adalah proses adsorpsi yang melibatkan polutan sebagai adsorbat dan suatu adsorben yang biasanya memiliki gugus aktif tertentu. Dalam proses adsorpsi biasanya limbah yang terambil adalah dari jenis polutan anorganik khususnya logam. Logam dalam perairan dapat berada dalam bentuk ion sehingga mudah terikat pada adsorben yang memiliki gugus aktif tertentu. Beberapa ion logam yang sering terdapat dalam limbah cair adalah golongan ion logam lunak dan madya, seperti Cd, Pb, Hg, Cr, Cu, Ni, dan As (Inglezakis dkk., 2004). Oleh karena itu, proses adsorpsi yang selama ini sering dilakukan adalah untuk golongan ion tersebut, masih jarang dilakukan terhadap golongan ion logam keras, seperti kalsium dan magnesium. Meskipun kedua unsur ini dalam konsentrasi rendah diperlukan dalam metabolisme tubuh, akan tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi akan mempengaruhi tingkat kesadahan air dan dapat mengakibatkan batu ginjal dalam tubuh. Selain itu, kedua ion logam tersebut juga dapat menyebabkan kerak pada mesin pemanas karena mudah membentuk garam karbonat yang akhirnya bisa menghambat pengaliran panas dan menyebabkan ledakan (Petrucci dkk., 1985). Keberhasilan proses adsorpsi sangat dipengaruhi oleh adsorben yang digunakan. Adsorben harus memiliki gugus aktif yang mudah berinteraksi dengan kation logam sehingga adsorpsi berlangsung efektif. Gugus aktif ini biasanya merupakan gugus dari senyawa organik, seperti amino dan merkapto. Umumnya senyawa organik berfasa cair, sehingga proses pemisahan antara adsorben dan 1

2 2 media tempat ion berada menjadi sulit. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu padatan pendukung untuk mengikatkan gugus organik tersebut, sehingga diperoleh adsorben dengan fasa padat. Padatan pendukung anorganik yang biasa digunakan adalah silika gel, lempung, alumina, magnesium, zirkonia, dan spesies oksida lain (Prado dkk., 2004 dan Alkan dkk., 2005). Di antara sekian banyak padatan anorganik yang mampu berikatan kovalen dengan senyawa organik, silika gel mendapatkan perhatian khusus karena kelimpahan dan luas permukaannya besar, kemampuan tidak mengalami swelling, kekuatan mekanik yang tinggi, stabil terhadap temperatur tinggi dan bahan kimia (Prado dkk., 2005 dan Innocenzi dkk., 2005). Bahan utama pembentuk silika gel adalah silika pasir kuarsa yang bila ditambang secara terus menerus mengakibatkan kerusakan lingkungan. Selain itu, ekstraksi silika dari pasir kuarsa memerlukan temperatur yang lebih tinggi (sekitar C) dan waktu relatif lama, karena tingginya kekristalan bahan. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif sumber silika lain sebagai pengganti pasir kuarsa. Selain keunggulan dari silika gel tersebut, kelemahan penggunaan silika gel adalah rendahnya efektivitas dan selektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan ion logam sehingga silika gel tidak mampu berfungsi sebagai adsorben yang efektif untuk ion logam. Hal ini terjadi karena situs aktif yang ada hanya berupa gugus siloksan (Si-O-Si) dan silanol (-Si-OH). Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan efektivitas dan selektivitas permukaan silika gel terhadap ion logam. Peningkatan efektivitas permukaan silika gel dapat dilakukan dengan memodifikasi permukaan tersebut melalui proses hibridisasi yaitu pengikatan senyawa organik yang mengandung gugus aktif menghasilkan senyawa hibrida. Sintesis hibrida silika untuk keperluan adsorpsi telah banyak dilakukan, antara lain dengan menambahkan gugus aktif silanol (Si-OH) (Parida dkk., 2006), amino (-NH 2 ) (Sales dkk., 2004), dan tiazol (-SH) (Quintanilla dkk., 2006; Kang dkk., 2004; Prado dkk., 2004; Evangelista dkk., 2007) pada material silika. Pengikatan gugus aktif tersebut terbukti mampu meningkatkan kemampuan adsorpsi dari hibrida silika. Akan tetapi, kemampuan adsorpsi ini tidak diimbangi oleh kemampuan desorpsinya, sehingga ion logam yang sudah terikat sulit 2

3 3 terlepas kembali. Diketahui bahwa interaksi antara ion logam dengan gugus aktif amino dan tiazol merupakan kovalen koordinasi sehingga ikatannya sulit diputus kembali. Oleh karena itu, diperlukan gugus aktif tertentu yang mampu berikatan secara ionik dengan ion logam. Biasanya pengikatan senyawa organik ini dilakukan melalui proses grafting, yaitu dengan cara mengikatkan gugus organik pada padatan pendukung yang sudah jadi, seperti silika gel (Kiesel G 60). Sintesis hibrida silika secara grafting membutuhkan kondisi yang rumit, seperti kondisi temperatur reaksi yang tinggi, bebas air, dan waktu pengikatan cukup lama, karena komposisi senyawa yang akan berikatan memiliki fasa yang berbeda. Selain itu, penambahan gugus aktif pada silika gel secara grafting akan memperkecil luas permukaan pori (Kul dkk., 2010). Oleh karena itu, perlu dicari suatu cara untuk mempermudah proses reaksi dan memperoleh hibrida silika dengan luas permukaan pori lebih besar daripada hibrida silika yang diperoleh melalui proses grafting. Beberapa cara untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan pemilihan sumber silika lain selain pasir kuarsa, mengubah sifat dari situs aktif yang berinteraksi secara kovalen menjadi berikatan secara ionik, dan proses pembuatan secara sol-gel dengan senyawa penghubung. Beberapa material yang memiliki kandungan silika tinggi adalah material yang berasal dari gelas (kaca), kulit padi, dan cangkang hewan laut seperti kepiting dan kerang. Bahan-bahan ini dapat digunakan sebagai sumber silika menggantikan pasir kuarsa. Selain karena bahan ini banyak terdapat di Indonesia, juga sebagian bahan ini merupakan bahan limbah yang perlu didaur ulang. Seperti sekam padi yang biasanya hanya dimanfaatkan dalam proses pembakaran batu bata menghasilkan abu sekam padi (ASP). ASP merupakan limbah padat pertanian yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Secara kimia komponen utama ASP dan kaca adalah silika amorf dengan kandungan silika berturut-turut adalah di atas 90% (Sulastri dkk., 2011) dan 75% (Scholes dan Greene, 2002). Pembuatan material berbasis silika dari ASP dan kaca diperkirakan lebih menguntungkan daripada menggunakan pasir kuarsa. Selain kandungan silika yang tinggi (hampir sama dengan kandungan silika dalam pasir kuarsa), ASP dan kaca bersifat amorf dan 3

4 4 tidak sekeras pasir kuarsa sehingga peleburan ASP dan kaca membutuhkan waktu yang lebih pendek dan temperatur yang lebih rendah. Oleh karena itu, ASP dan kaca dapat digunakan sebagai sumber silika pada pembuatan material berbasis silika yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi, seperti dalam sintesis material hibrida silika. Dalam rangka meningkatkan reversibilitas adsorpsi-desorpsinya dibutuhkan gugus yang mampu berikatan ionik dengan ion logam, seperti sulfonat. Dalam penelitian ini dipilih garam mononatrium asam-4-amino-5- hidroksi-2,7-naftalenadisulfonat (AHNSNa) sebagai gugus aktif yang akan diikatkan dengan silika gel melalui senyawa penghubung kloropropiltrimetoksisilan. Sisi aktif yang berperan pada gugus sulfonat adalah gugus sulfonilnya (- SO - 3 ). Afinitas yang tinggi dari ion logam keras terhadap ion sulfonat dapat dimanfaatkan untuk memisahkan ion logam tersebut dari media cair melalui - ikatan ionik antara SO 3 dengan ion logam. Pengikatan gugus sulfonat yang selama ini pernah dilakukan adalah melalui pengikatan gugus tiazol (-SH) terlebih dahulu, kemudian dioksidasi dengan hidrogen peroksida menghasilkan sulfonat, baik melalui proses sol-gel maupun grafting. Kedua metode tersebut membutuhkan dua kali perlakuan, yaitu pengikatan gugus merkapto pada senyawa penghubung, dan kemudian oksidasi gugus merkapto menghasilkan senyawa sulfonat. Dari hasil pengikatan ini satu molekul merkapto akan menghasilkan satu molekul sulfonat apabila reaksi berjalan sempurna. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang lebih sederhana, yaitu dengan mengikatkan suatu senyawa organik yang memiliki gugus sulfonat sehingga dapat diikatkan secara langsung pada senyawa penghubung. Selain pemilihan senyawa penghubung dan gugus sulfonat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membandingkan proses sintesis hibrida silika sulfonat baik secara sol-gel maupun grafting. Salah satu keunggulan dari teknik proses sol-gel adalah proses yang dilakukan lebih sederhana dan tetap dapat menghasilkan produk yang stabil. Proses grafting dilakukan untuk membandingkan HDSS yang diperoleh dari proses sol-gel tersebut. Selain itu, dalam penelitian ini akan dilakukan kajian hibridisasi 4

5 5 disulfonat pada silika gel dari ASP melalui proses evaluasi reversibilitas terhadap adsorpsi-desorpsi ion Mg dan Ca serta adsorpsi Cd(II) dan Cu(II). 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sintesis silika termodifikasi gugus sulfonat telah dilaporkan, baik melalui proses grafting maupun sol-gel. Proses grafting dilakukan untuk mengikatkan gugus fungsi pada silika gel yang telah ada, sementara pengikatan gugus organik pada proses sol-gel menggunakan prekursor silika seperti prekursor silika yang digunakan dalam sintesis silika gel, yaitu natrium silikat atau tetraetil-ortosilikat (TEOS). Masing-masing proses ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Dengan proses grafting, akan diperoleh kerangka silika dengan pola jaringan yang tidak berubah, hanya mengalami pengikatan gugus fungsi pada permukaannya yang dapat menurunkan luas permukaan (Kang dkk., 2004 dan Prado dkk., 2004). Sementara pada metode solgel cenderung akan diperoleh jaringan silika yang berbeda antara silika gel dan hibrida silika, karena pembentukan ikatan propiltrimetoksisilandisulfonat terjadi saat proses polimerisasi, mengakibatkan luas permukaan pori akan cenderung lebih besar mengikuti pertambahan ukuran gugus aktif yang ditambahkan, daripada luas permukaan silika gel yang tidak mengikat gugus fungsi (Evangelista dkk., 2007). Sintesis silika termodifikasi sulfonat secara grafting, telah dilakukan dengan mengikatkan gugus tiol terlebih dahulu pada silika gel baru kemudian dioksidasi dengan hidrogen peroksida sehingga diperoleh silika termodifikasi sulfonat (Shylesh dkk., 2004; Karimi dkk., 2005; Oh dkk., 2006; Das dkk., 2008). Metode yang hampir sama dilakukan oleh Sow dkk. (2005) tetapi melalui proses sol-gel. Kedua metode tersebut membutuhkan dua kali perlakuan, yaitu pengikatan gugus merkapto pada senyawa penghubung, dan kemudian oksidasi gugus merkapto menghasilkan senyawa sulfonat. Pemilihan gugus sulfonat yang secara langsung dapat diikatkan pada senyawa penghubung perlu dilakukan supaya hanya diperlukan satu tahap perlakuan dalam sintesis hibrida silika sulfonat. Dalam penelitian ini gugus organik sebagai penyedia gugus fungsi yang 5

6 6 digunakan berasal dari AHNSNa. Garam AHNSNa telah digunakan dalam penelitian Azmiyawati dkk. (2005). AHNSNa dipilih, karena garam ini memiliki dua sisi sulfonat, sehingga dalam satu molekul terdapat dua sisi aktif sulfonat yang dapat digunakan untuk mengikat kation atau dengan kata lain, terjadinya peluang pengikatan kation lebih besar. Selain itu, diharapkan gugus sulfonat dari AHNSNa yang terikat lebih banyak, karena ikut serta dalam proses pertumbuhan polimer. Gugus aktif sulfonat pada garam asam AHNSNa secara teoritis akan terionisasi menghasilkan gugus sulfonil dengan melepaskan ion logam natrium. Gugus sulfonil ini bersifat sebagai asam kuat sehingga mampu berikatan kuat dengan ion logam divalen melalui pertukaran ion. Ikatan ion yang terjadi antara gugus sulfonil dengan ion logam ini diperkirakan lebih mudah terputus kembali ketika dilakukan elusi, sehingga proses desorpsinya menjadi lebih mudah. Dalam penelitian ini ion logam yang digunakan untuk melihat kemampuan adsorpsidesorpsinya adalah Ca dan Mg. Ion logam Ca dan Mg memiliki kemiripan sifat karena berada dalam satu golongan pada Tabel Periodik Unsur. Sementara ion logam Cu(II) dan Cd(II) digunakan untuk menentukan perbandingan kemampuan adsorpsi dari ion logam lunak dan madya. Proses pengikatan gugus sulfonat secara grafting telah dilaporkan oleh Gu dkk. (2007) dan Hofen dkk. (2011) melalui pengikatan silika gel dengan gugus sulfonil tanpa senyawa penghubung. Sementara pengikatan gugus sulfonat melalui proses sol-gel telah dilakukan oleh Aylward dkk. (2004) dengan gugus organik yang digunakan adalah 2,4-klorosulfonilfeniletiltrimetoksisilan. Meskipun tanpa senyawa penghubung, pengikatan gugus sulfonat ini cukup efektif karena adanya gugus metoksi pada salah satu ujung senyawa organik yang dapat berikatan dengan silika gel. Akan tetapi apabila senyawa organik yang digunakan tidak memiliki sisi aktif yang dapat mengikat silika gel, maka pengikatan gugus aktif dari senyawa organik tersebut menjadi kurang efektif (Terrada dkk., 1998). Azmiyawati dkk. (2005) telah mengikatkan AHNSNa pada silika gel dengan senyawa penghubung γ-glisidoksipropiltrimetoksisilan (GPTS) dan proses grafting. Sementara senyawa penghubung 3-kloropropiltrimetoksisilan (CPTS) telah digunakan untuk pengikatan senyawa merkapto (Evangelista dkk., 6

7 7 2007), dan senyawa amino (Prado dkk., 2004 dan Sales dkk., 2004) pada silika gel dengan hasil pengikatan yang lebih baik daripada tanpa senyawa penghubung. Dalam penelitian ini, senyawa CPTS digunakan sebagai senyawa penghubung antara garam AHNSNa dengan silika gel, karena CPTS memiliki ujung berupa gugus metoksi yang bisa bereaksi dengan gugus -OH dari silika gel untuk membentuk ikatan siloksan, sementara ujung lain dari CPTS memiliki atom klor yang lebih mudah disubstitusi oleh atom nitrogen dari AHNSNa. Beberapa kegunaan material hibrida silika sulfonat telah dilaporkan antara lain oleh Shylesh dkk. (2004), Aylward dkk. (2004), Karimi dkk. (2005), Sow dkk. (2005), Azmiyawati dkk. (2005), dan Azmiyawati dkk. (2012). Material hibrida silika sulfonat yang telah dibuat antara lain digunakan sebagai katalis, penukar ion, biosensor, dan adsorben. Shylesh dkk. (2004) mensintesis silika sulfonat untuk katalis dalam reaksi asetalisasi dan asetilasi. Aylward dkk. (2004) mensintesis silika hidrogel yang termodifikasi sulfonat sebagai penukar ion. Karimi dkk. (2005) mensintesis dan menggunakan silika sulfonat sebagai katalis untuk mengubah beberapa tipe alkohol dan fenol menjadi tetrahidropiranil (THP). Sow dkk. (2005) mensintesis dan menggunakan SBA-15 yang mengandung gugus sulfonat sebagai katalis dalam reaksi eterifikasi butanol yang menghasilkan air. Pada dasarnya beberapa sintesis hibrida silika sulfonat tersebut berhasil digunakan sebagai katalis, biosensor, dan penukar ion. Akan tetapi masih jarang pemanfaatan hibrida silika sulfonat sebagai adsorben untuk ion logam. Salah satu diantaranya yang pernah dilakukan adalah sintesis hibrida silika sulfonat sebagai adsorben ion logam Mg, Cu(II), dan Ni(II) (Azmiyawati dkk., 2005). Menurut Azmiyawati dkk. (2005), hibrida silika sulfonat yang diperoleh memiliki kapasitas adsorpsi untuk ion logam Mg relatif lebih besar daripada kapasitas adsorpsi untuk ion logam Cd(II) dan Ni(II), yaitu berturut-turut sebesar 0,47; 0,12; dan 0,013 mmol/g. Dalam penelitian ini, proses sintesis hibrida 2,7-disulfonatonaftalena-5- hidroksi-4-amino-n-propil silika yang dikenal sebagai hibrida disulfonato silika (HDSS) dilakukan melalui proses sol-gel dan grafting. Pada sintesis yang dilakukan melalui proses sol-gel, pengikatan terjadi dalam kondisi sol silika, yaitu saat silika masih dalam proses polimerisasi. Sow dkk. (2005) mengikatkan gugus 7

8 8 tiol melalui proses sol-gel yang kemudian dioksidasi dengan hidrogen peroksida menghasilkan SBA-15. Cara ini cukup efektif dilakukan, tetapi tetap memerlukan dua tahap proses reaksi, yaitu pengikatan gugus tiol melalui proses sol-gel dilanjutkan oksidasi gugus tiol oleh hidrogen peroksida menghasilkan gugus sulfonat. Dalam penelitian ini hibrida silika sulfonat akan dibuat melalui proses sol-gel dengan harapan gugus sulfonat yang terikat semakin banyak, dan kapasitas adsorpsi terhadap ion logam semakin besar disertai kapasitas desorpsi yang meningkat. Produk HDSS yang diperoleh melalui proses sol-gel dibandingkan dengan HDSS yang diperoleh melalui proses grafting. Kedua produk HDSS ini digunakan sebagai adsorben ion logam Cu(II), Cd(II), Mg, dan Ca. Sifat adsorpsi dari HDSS terhadap ion logam Ca, Cu(II), dan Cd(II) ditentukan melalui kemampuan adsorpsi dari HDSS terhadap ketiga ion logam yang memiliki sifat kekerasan berbeda menurut HSAB. Sementara sifat adsorpsi dari HDSS terhadap ion logam yang memiliki kemiripan sifat sebagai ion logam keras dengan ion logam Ca, yaitu ion logam Mg yang berada di periode sebelum Ca dalam golongan yang sama pada Tabel Periodik Unsur dapat ditentukan melalui kemampuan adsorpsi dan desorpsinya. Dengan demikian, dari penelitian ini diketahui sifat adsorpsi dari HDSS secara spesifik terhadap ion logam yang memiliki kemiripan sifat. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah memperoleh hibrida 2,7- disulfonatonaftalena-5-hidroksi-4-amino-n-propil silika (HDSS) melalui pengikatan AHNSNa dengan senyawa penghubung CPTS untuk adsorpsi ion logam Mg, Ca, Cu(II), dan Cd(II) dengan memanfaatkan abu sekam padi (ASP) sebagai sumber silika. Tujuan khususnya sebagai berikut. 1. Mengkaji pembuatan silika gel dari abu sekam padi melalui proses sol-gel, melalui tahapan berikut. a. Penyiapan natrium silikat dari beberapa sumber material berbasis silika. b. Optimasi pembuatan silika gel dari larutan natrium silikat. 8

9 9 2. Mengkaji pengikatan garam mononatrium asam 4-amino-5-hidroksi-2,7- naftalenadisulfonat melalui penghubung 3-kloropropiltrimetoksisilan. a. Menentukan karakter HDSS yang disintesis melalui metode refluks dan non-refluks. b. Menentukan karakter HDSS yang disintesis melalui proses sol-gel dan grafting. 3. Mengkaji karakteristik adsorpsi ion logam Mg, Ca, Cu(II), dan Cd(II) pada masing-masing hibrida disulfonato silika melalui penentuan nilai beberapa tetapan termodinamika dan kinetika adsorpsi seperti kapasitas, tetapan kesetimbangan, energi, dan tetapan laju adsorpsi dan desorpsi. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi ilmiah tentang salah satu cara memanfaatkan limbah kaca dan abu sekam padi sebagai sumber silika dalam sintesis material berbasis silika. 2. Memberikan informasi ilmiah mengenai metode sintesis hibrida silika sulfonat (HDSS) dalam rangka meningkatkan reversibilitas adsorben. 3. HDSS yang diperoleh dapat digunakan untuk mengurangi kesadahan air dan pencemaran ion logam lain dalam perairan secara adsorpsi dengan ikatan ionik, sehingga lebih mudah didesorpsi kembali. 4. Manfaat lebih lanjut dari material HDSS sebagai adsorben spesifik untuk satu logam, sehingga kedepannya pemisahan ion logam dengan cara adsorpsi akan lebih efektif diarahkan untuk satu logam untuk setiap adsorben. Dengan cara ini akan memudahkan proses recovery ion logam dari adsorben. 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emas merupakan logam mulia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan memiliki berbagai keistimewaan dibandingkan golongan logam lainnya dan sejak dulu emas telah digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras yang berasal dari tanaman padi merupakan bahan makanan pokok bagi setengah penduduk dunia termasuk Indonesia. Oleh karena itu, tanaman padi banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas merupakan logam mulia yang berharga karena keindahan warna yang dimilikinya.penggunaan emas oleh manusia sendiri sudah berlangsung sangat lamakurang lebih 3400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Peningkatan laju pertumbuhan industri seperti industri farmasi, pupuk fosfat dan superfosfat, semen, kertas dan lain-lain dapat membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas memiliki berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan logam lain, seperti keindahan, ketahanan terhadap korosi dan lebih mudah dibentuk ke berbagai bentuk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak 4000 SM, manusia telah mengenal dan mengolah emas, berdasarkan penemuan arkeolog di Bulgaria. Pengolahan emas berlanjut hingga sekarang. Emas menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara penghasil tebu yang cukup besar di dunia. Menurut data FAO tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ke-9 dengan produksi tebu per

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh kesetimbangan dinamik dan interaksi fisika-kimia. Logam berat dalam perairan antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan kecenderungan yang mengarah pada green science, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan yang membantu pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang industri saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti

Lebih terperinci

Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan. Akhir kata, penulis berharap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat sebagai polutan bagi lingkungan hidup diawali dengan meningkatnya populasi dan industrialisasi dari proses modernisasi manusia dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fuel cell merupakan sistem elektrokimia yang mengkonversi energi dari pengubahan energi kimia secara langsung menjadi energi listrik. Fuel cell mengembangkan mekanisme

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN POLIMER A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali Logam alkali adalah kelompok unsur yang sangat reaktif dengan bilangan oksidasi +1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karbon mesopori merupakan material berpori yang menarik perhatian peneliti karena keteraturan geometrinya dan memiliki potensi yang besar untuk berbagai aplikasi,

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

THE.. METHODE AT BONDING OXIRANE GROUP ON SILICA GEL FOR DETERMINATION EFFICIENTCY

THE.. METHODE AT BONDING OXIRANE GROUP ON SILICA GEL FOR DETERMINATION EFFICIENTCY PENGEMBANGAN METODE PENGIKATAN GUGUS EPOKSIDA PADA SILIKA GEL UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI Choiril Azmiyawati Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Diponegoro Semarang 5275

Lebih terperinci

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE PENGIKATAN GUGUS EPOKSIDA PADA SILIKA GEL UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI

PENGEMBANGAN METODE PENGIKATAN GUGUS EPOKSIDA PADA SILIKA GEL UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENGEMBANGAN METODE PENGIKATAN GUGUS EPOKSIDA PADA SILIKA GEL UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI Choiril Azmiyawati Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Diponegoro Semarang 575

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Padatan anorganik mesopori (2-50 nm) tergolong padatan berpori yang semakin banyak dan luas dikaji. Hal ini didasarkan pada kebutuhan riset dan industri akan material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan beberapa hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian, disertai dengan tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini. Latar belakang menjelaskan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan

1. PENDAHULUAN. Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan berkembangnya teknologi dalam bidang rekayasa material. Salah satu komposit yang banyak dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan adalah kromium (Cr). Krom adalah kontaminan yang banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan adalah kromium (Cr). Krom adalah kontaminan yang banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Logam berat merupakan salah satu pencemar yang sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, sebab toksisitasnya dapat mengancam kehidupan mahluk hidup. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ion Exchanger Ion exchange atau resin penukar ion dapat didefinisi sebagai senyawa hidrokarbon terpolimerisasi, yang mengandung ikatan hubung silang (crosslinking)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Teknologi membran telah tumbuh dan berkembang secara dinamis sejak pertama kali dikomersialkan oleh Sartorius-Werke di Jerman pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PREPARASI DAN APLIKASI SILIKA GEL YANG BERSUMBER DARI BIOMASSA UNTUK ADSORPSI LOGAM BERAT

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PREPARASI DAN APLIKASI SILIKA GEL YANG BERSUMBER DARI BIOMASSA UNTUK ADSORPSI LOGAM BERAT MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbeda menjadi material baru yag memiliki sifat yang lebih baik dari material

I. PENDAHULUAN. berbeda menjadi material baru yag memiliki sifat yang lebih baik dari material I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi saat ini, kebutuhan material dengan kombinasi sifat-sifat mekanis yang tidak ditemukan pada material konvensional seperti metal, keramik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan yang cukup pesat dibidang riset dan teknologi menghasilkan penemuan penemuan bermanfaat, salah satunya adalah nanofiber. Nanofiber disintesis menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Air Keberadaan air di bumi merupakan suatu proses alam yang berlanjut dan berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal dengan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium (Cd), timbal (Pb), krom (Cr), merkuri (Hg) yang diantaranya berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan Terdapat banyak unsur di alam yang berperan dalam pertumbuhan tanaman, contohnya karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), fosfor (P), nitrogen (N), kalium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa lain. namun air yang tersedia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Etilendiaminopropil)-Trimetoksisilan). Perlakuan modifikasi ini diharapkan akan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Etilendiaminopropil)-Trimetoksisilan). Perlakuan modifikasi ini diharapkan akan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adsorpsi ion logam Pb 2+, Cr 3+ dan Cu 2+ pada Abu Sekam Padi yang diimobilisasi dengan EDAPTMS (3- Etilendiaminopropil)-Trimetoksisilan).

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI

TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI Kegiatan Praktikum 1: Titrasi Penetralan (Asam-Basa)... Judul Percobaan : Standarisasi Larutan Standar Sekunder NaOH... Kegiatan Praktikum

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. dibutuhkan suatu material yang memiliki kualitas baik seperti kekerasan yang

I. PENDAHULUAN. Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. dibutuhkan suatu material yang memiliki kualitas baik seperti kekerasan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin pesat, dibutuhkan suatu material yang memiliki kualitas baik seperti kekerasan yang tinggi, porositas yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu bahan kimia penting karena memiliki manfaat sangat luas antara lain sebagai pelarut, bahan bakar cair, bahan desinfektan, bahan baku industri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zeolit Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang kerangka dasarnya terdiri dari unit-unit tetrahedral alumina (AlO 4 ) dan silika (SiO 4 ) yang saling berhubungan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah lempung mempunyai cadangan yang cukup besar di hampir seluruh wilayah Indonesia namum pemanfaatannya masih belum optimal. Tanah lempung merupakan bahan alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sanitasi dan air untuk transportasi, baik disungai maupun di laut (Arya, 2004: 73).

BAB I PENDAHULUAN. sanitasi dan air untuk transportasi, baik disungai maupun di laut (Arya, 2004: 73). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, air untuk mandi dan mencuci, air untuk pengairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Tanah Air tanah adalah air yang berada di bawar permukaan tanah. Air tanah dapat kita bagi lagi menjadi dua, yakni air tanah preatis dan air tanah artesis. a. Air Tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu material dalam peningkatan produk hasil reaksi tidak

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu material dalam peningkatan produk hasil reaksi tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu material dalam peningkatan produk hasil reaksi tidak terlepas dari peranan bahan katalis (katalisator). Katalis merupakan suatu zat yang mengakibatkan

Lebih terperinci

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR Fosfor termasuk unsur bukan logam yang cukup reaktif, sehingga tidak ditemukan di alam dalamkeadaan bebas. Fosfor berasal dari bahasa Yunani, phosphoros, yang berarti memiliki

Lebih terperinci

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dalam bidang industri sampai saat ini masih menjadi tolak ukur perkembangan pembangunan dan kemajuan suatu negara. Kemajuan dalam bidang industri ini ternyata

Lebih terperinci

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion 1 IKATAN ION A. KECENDERUNGAN ATOM UNTUK STABIL Gas mulia merupakan sebutan untuk unsur golongan VIIIA. Unsur unsur ini bersifat inert (stabil). Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang

I PENDAHULUAN. Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang terbentuk melalui reaksi antara MgO, Al 2 O 3, dan SiO 2. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

PENJERAPAN Ni(II) PADA ABU SEKAM PADI TERMODIFIKASI

PENJERAPAN Ni(II) PADA ABU SEKAM PADI TERMODIFIKASI Bimafika, 2009, 1, 27-2 PENJERAPAN Ni(II) PADA ABU SEKAM PADI TERMODIFIKASI Alwi Smith * Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Pattimura-Ambon Diterima: 15-11-09; Diterbitkan: 0-11-09 ABSTRAK The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam mulia (precious metal) seperti emas, platinum, dan paladium digunakan secara luas tidak hanya untuk perhiasan, tetapi juga dalam berbagai aplikasi canggih seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah beracun dapat memutuskan mata rantai lingkungan hidup dan menghancurkan tatanan ekosistem. Limbah beracun umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas telah muncul sebagai salah satu logam yang paling mahal dengan mencapai harga tinggi di pasar internasional. Kenaikan harga emas sebanding dengan peningkatan permintaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perlakuan nh 4 cl dan gelombang mikro terhadap karakter keasaman montmorillonit Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M.0304063 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lempung merupakan materi yang unik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Limbah pelumas bekas yang jumlahnya semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri dan transportasi merupakan salah satu masalah serius. Pelumas bekas ini jika

Lebih terperinci

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA Part I IKATAN KIMIA CHEMISTRY Summer Olympiad Camp 2017 - Kimia SMA 1. Untuk menggambarkan ikatan yang terjadi dalam suatu molekul kita menggunakan struktur Lewis atau 'dot and cross' (a) Tuliskan formula

Lebih terperinci

Kuliah 4 Ion Exchange

Kuliah 4 Ion Exchange Kuliah 4 Ion Exchange Pertukaran ion Pertukaran ion merupakan fenomena adsorpsi yang melibatkan mekanisme elektrostatik. Gaya elektrostatik t tik menahan ion pada gugus2 fungsional bermuatan yang ada pada

Lebih terperinci

ADSORPSI Pb(II) OLEH ASAM HUMAT TERIMOBILISASI PADA HIBRIDA MERKAPTO SILIKA DARI ABU SEKAM PADI

ADSORPSI Pb(II) OLEH ASAM HUMAT TERIMOBILISASI PADA HIBRIDA MERKAPTO SILIKA DARI ABU SEKAM PADI 20 ADSORPSI Pb(II) OLEH ASAM HUMAT TERIMOBILISASI PADA HIBRIDA MERKAPTO SILIKA DARI ABU SEKAM PADI Adsorption of Pb (II) by Humic Acid (HA) Immobilized on Hybrid Mercapto Silica (HMS) from Rice Husk Ash

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography Merupakan pemisahan senyawa senyawa polar dan ion berdasarkan muatan Dapat digunakan untk hampir semua molekul bermuatan termasuk proteins, nucleotides

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam krom (Cr) merupakan salah satu logam berat yang sering digunakan dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri pelapisan logam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi kinetika adsorpsi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam dunia industri selain kondisi kesetimbangan (isoterm adsorpsi) dari proses adsorpsi. Kinetika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam bidang sintesis material, memacu para peneliti untuk mengembangkan atau memodifikasi metode preparasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perkembangan industri, semakin menimbulkan masalah. Karena limbah yang dihasilkan di sekitar lingkungan hidup menyebabkan timbulnya pencemaran udara, air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan produk industri barang pecah belah, seperti perhiasan dari tanah, porselin, ubin, batu bata, dan lain-lain

Lebih terperinci

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi Ion Exchange Shinta Rosalia Dewi RESIN PARTICLE AND BEADS Pertukaran ion Adsorpsi, dan pertukaran ion adalah proses sorpsi, dimana komponen tertentu dari fase cairan, yang disebut zat terlarut, ditransfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Silika merupakan unsur kedua terbesar pada lapisan kerak bumi setelah oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai dari jaringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION 1. Latar Belakang Kesadahan didefinisikan sebagai kemampuan air dalam mengkonsumsi sejumlah sabun secara berlebihan serta mengakibatkan pengerakan pada pemanas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Polusi air oleh bahan kimia merupakan problem seluruh dunia. Ion logam berat adalah salah satu yang sangat berbahaya karena sangat toksik walaupun dalam jumlah

Lebih terperinci

ION. Exchange. Softening. Farida Norma Yulia M. Fareid Alwajdy Feby Listyo Ramadhani Fya Widya Irawan

ION. Exchange. Softening. Farida Norma Yulia M. Fareid Alwajdy Feby Listyo Ramadhani Fya Widya Irawan ION Exchange Softening Farida Norma Yulia 2314100011 M. Fareid Alwajdy 2314100016 Feby Listyo Ramadhani 2314100089 Fya Widya Irawan 2314100118 ION EXCHANGE Proses dimana satu bentuk ion dalam senyawa dipertukarkan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tebu Ampas tebu adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya pada industri pengolahan gula pasir. Ampas tebu juga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material mesopori menjadi hal yang menarik untuk dipelajari terutama setelah ditemukannya material mesopori berstruktur nano yang kemudian dikenal sebagai bahan M41S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa esensial yang memiliki peranan penting bagi kehidupan. Ketersediaan air sebagai kebutuhan primer sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan makhluk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENGUJIAN X-RAY DIFFRACTION (XRD) Pengujian struktur kristal SBA-15 dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction dan hasil yang di dapat dari pengujian

Lebih terperinci

Ion Exchange Chromatography Type of Chromatography. Annisa Fillaeli

Ion Exchange Chromatography Type of Chromatography. Annisa Fillaeli Ion Exchange Chromatography Type of Chromatography Annisa Fillaeli TUJUAN Setelah pembelajaran ini selesai maka siswa dapat melakukan analisis kimia menggunakan resin penukar ion. Title R+OH- + X- ===

Lebih terperinci

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi. Selama ini pemanfaatan sekam padi belum dilakukan secara maksimal sehingga hanya digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan salah satu yang banyak diperlukan oleh semua makhluk hidup. Oleh sebab itu, air harus dilindungi

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahanperubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Logam berat merupakan jenis pencemar yang sangat berbahaya dalam sistem lingkungan hidup karena bersifat tak bio-urai, toksik, serta mampu mengalami bioakumulasi

Lebih terperinci

dapat mencapai hingga 90% atau lebih. Terdapat dua jenis senyawa santalol dalam minyak cendana, yaitu α-santalol dan β-santalol.

dapat mencapai hingga 90% atau lebih. Terdapat dua jenis senyawa santalol dalam minyak cendana, yaitu α-santalol dan β-santalol. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tanaman Cendana (Santalum album L.) adalah tanaman asli Indonesia yang memiliki aroma yang khas, dimana sebagian besar tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karbon aktif (AC) telah diakui sebagai salah satu adsorben yang paling populer dan banyak digunakan untuk pengolahan air minum dan pengolahan air limbah diseluruh

Lebih terperinci