MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 1/PUU-XVI/2018

Transkripsi

1 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 1/PUU-XVI/2018 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG- UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN MENJADI UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) J A K A R T A SENIN, 15 JANUARI 2018

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 1/PUU-XVI/2018 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Sebagaimana telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang [Pasal 6 Ayat (1) huruf C dan Pasal 81 ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 15 Januari 2018, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Maria Farida Indrati (Ketua) 2) Manahan MP Sitompul (Anggota) 3) Suhartoyo (Anggota) Mardian Wibowo Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. A. Irmanputra Sidin 2. Iqbal Tawakkal Pasaribu 3. Victor Santoso Tandiasa 4. Agustiar 5. Alungsyah 6. Hermawanto ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Sidang dalam Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018 dinyatakan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Selamat siang Para Pemohon, hari ini kita akan melaksanakan sidang pendahuluan, pemeriksaan pendahuluan untuk pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008, khususnya Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 81 ayat (3), ya. Karena ini merupakan pemeriksaan pendahuluan, saya mohon pada Pemohon untuk menjelaskan siapa yang hadir di sini. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL TAWAKAL PASARIBU Ya, terima kasih, Yang Mulia. Hari ini kami hadir kuasa hukum, pertama Dr. Andi Irmanputra Sidin, S.H., M.H. Yang kedua saya sendiri, Iqbal Tawakkal Pasaribu, S.H. Yang ketiga ada Saudara Hermawanto, S.H., M.H. Yang keempat ada Saudara Victor Santoso Tandiasa, S.H., M.H. Yang kelima ada Agustiar, S.H. Yang keenam ada Alungsyah, S.H. Terima kasih, Yang Mulia. 3. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih. Karena ini pemeriksaan pendahuluan, saya mohon pada Pemohon untuk menjelaskan apa yang dimohonkan dalam pengujian undang-undang ini. 4. KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL TAWAKAL PASARIBU Terima kasih, Yang Mulia. Kami akan menjelaskan permohonan kami yang kemudian ada beberapa poin, tapi kami tidak akan membacakan semuanya, kami mohon apa yang tidak kami bacakan dianggap dibacakan. Kami akan fokus kepada apa yang kami sampaikan dalam persidangan ini. Pertama, Majelis Hakim Yang Mulia, Pemohon adalah lembaga penjamin simpanan yang dalam hal ini bertindak diwakili oleh Fauzi Ichsan, jabatan Kepala Eksekutif LPS. Adapun Fauzi Ichsan dalam hal ini mendapatkan kewenangan untuk bertindak mewakili LPS 1

5 sebagaimana sudah kami buktikan di daftar bukti, Surat Keputusan Dewan Komisioner, Yang Mulia. Selanjutnya tentang kewenangan Mahkamah kami anggap dibacakan, Yang Mulia. Dan kemudian bab tentang kedudukan legal standing di halaman 6, LPS sebelumnya telah pernah mengajukan permohonan dalam perkara-perkara di Mahkamah Konstitusi yang juga telah diputus yang kemudian dalam putusan tersebut diterima legal standingnya, yaitu dalam perkara Nomor 27/PUU-XII/2014, Perkara Nomor 53/PUU-XIII/2015. Kemudian, terhadap perkara yang kami ajukan dalam permohonan ini, eksistensi Pemohon ditujukan untuk melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan nasabah bank guna mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil, serta untuk menunjang terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh, maka dari itu LPS memiliki fungsi untuk menjamin simpanan nasabah penyimpanan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Selain itu, dalam melakukan kegiatan pengelolaan dan penatausahaan aset, sebagian besar aset yang diperoleh berasal dari kontribusi industri perbankan c.q aset perbankan yang di antaranya sebagai pembayaran dalam hal terjadi likuidasi bank. Jadi, eksistensi Pemohon ada karena untuk mendukung sistem perbankan. Di poin 4 di halaman 7 bahwa oleh karena eksistensi Pemohon ada untuk mendukung sistem perbankan, maka mutatis mutandis dalam hal penyelesaian piutang pun tunduk pada standar sistem perbankan, termasuk piutang yang timbul atas pembayaran biaya dari bank, likuidasi BDL kepada Pemohon di antaranya adalah penggantian atas talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang terutang, penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai, biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, dan biaya operasional kantor, biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh Pemohon dan/atau pembayaran atas klaim yang harus dibayarkan. Dalam konteks tersebut, BDL dapat membayar kewajibannya kepada Pemohon dengan menggunakan aset nontunai (piutang). Pada saat jangka waktu likuidasi akan berakhir dan masih terdapat sisa aset BDL yang belum dapat dicairkan, tim likuidasi akan menawarkan aset tersebut kepada kreditur BDL. Pemohon sebagai kreditur prioritas mendapat penawaran aset pada urutan pertama sesuai dengan tata urutannya pembayaran yang diatur di dalam Undang-Undang LPS sebagaimana ketentuannya kami sebutkan di dalam permohonan ini. Salah satu aset BDL yang ditawarkan kepada Pemohon dapat berupa piutang, pada titik inilah terjadi peralihan piutang yang semula dimiliki oleh BDL menjadi milik Pemohon sehingga hubungan hukumnya menjadi Pemohon dengan debitur (mantan debitur BDL), akan tetapi peralihan tersebut tidak serta-merta dapat menegasikan mekanisme 2

6 penyelesaian piutang yang berlaku pada sistem perbankan karena sedari awal hubungan hukum BDL dengan debiturnya tunduk kepada standar perbankan dalam penyelesaian piutangnya yang antara lain terdapat beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan, di antaranya PBI Nomor 7 Tahun 2005 yang pernah berlaku. Kemudian, ada PBI Nomor 14 Tahun Kemudian, ada Peraturan OJK Nomor 16 Tahun 2014 yang pada intinya bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih. Dengan demikian, secara mutatis mutandis harusnya Pemohon tunduk pada standar sistem perbankan dalam hal penyelesaian piutang. Ketika mutatis mutandis Pemohon tunduk pada standar sistem perbankan dalam hal penyelesaian piutang, maka Pemohon juga memiliki wewenang untuk melakukan hapus buku dan hapus tagih sebagaimana halnya bank. Namun, tidak ditegaskannya wewenang tersebut dalam hal pengelolaan dan penatausahaan aset berupa piutang pada pasal a quo mengakibatkan tidak ada penyelesaian yang pasti terhadap piutang Pemohon yang berujung menimbulkan ketidakpastian hukum. Ketidakpastian tersebut berdampak pada meningkatnya beban penanggungan pengurusan piutang oleh Pemohon pada saat debitur (mantan debitur BDL) tidak sanggup lagi membayar piutang, maka denda dan bunga yang terus bertambah menggulung menimbulkan gugatan di pengadilan oleh debitur kepada Pemohon. Hal ini secara otomatis juga menyebabkan inefisiensi dan tidak berkeadilan bagi Pemohon. Bahwa dalam Undang-Undang PPKSK terdapat debitur bank sistemik. Pemohon diberikan dan ditugaskan secara eksplisit wewenang untuk melakukan hapus buku dan hapus tagih, vide Pasal 46 ayat (5) Undang-Undang PPKSK. Sementara debitur nonsistemik dalam pasal a quo Undang-Undang LPS Pemohon tidak ditegaskan secara eksplisit wewenang tersebut, padahal kondisi wewenang hapus buku dan hapus tagih di Undang-Undang PPKSK bukan dalam kondisi krisis (normal) melainkan pascakrisis, Pasal 46 ayat (5) Undang-Undang PPKSK. Sama halnya pada kondisi di Undang-Undang LPS yang bukan dalam kondisi krisis sehingga Pemohon mengalami ketidakpastian dari pasal a quo apakah dapat melakukannya atau tidak. Dengan demikian, konsekuensi dari pengakuan sebagai negara hukum dimana kepastian hukum dan efisiensi berkeadilan harus dilindungi, dijamin, dan dipenuhi oleh negara, maka berdasarkan uraian pada bagian dua tentang kedudukan hukum dan kerugian konstitusional Pemohon, Pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya pasal a quo sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

7 Bahwa apabila pasal a quo dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk dapat melakukan tindakan hapus buku dan hapus tagih terhadap aset berupa piutang, maka kerugian konstitusional Pemohon tidak akan terjadi. Selanjutnya, Yang Mulia, terhadap pokok permohonan akan dibacakan oleh rekan saya, Bapak Andi Irmanputra Sidin. 5. KUASA HUKUM PEMOHON: A. IRMAN PUTRA SIDIN Izin, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. dan selamat siang, Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Rekan kami tadi sudah menjelaskan, mudah-mudahan kami tidak merepitisi terlalu banyak. Jadi, pasal yang kami uji ini adalah Pasal 6 ayat (1) huruf c Undang-Undang LPS bahwa dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 5, LPS mempunyai wewenang melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS. Yang kedua adalah Pasal 81 ayat (3) yang menyatakan bahwa LPS bertanggung jawab atas pengelolaan dan penatausahaan semua asetnya. Pasal ini kami anggap tidak memberikan jaminan kepastian hukum c. q. bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil yang mutatis-mutandis bertentangan dengan prinsip negara hukum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana kita ketahui bahwa prinsip negara hukum adalah salah satunya adalah jaminan atas kepastian hukum. Dan yang ketiga adalah Pasal 33 ayat (4) tentang Perekonomian Nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, kami underline, efisiensi berkeadilan. Bahwa seperti diketahui bahwa LPS adalah sebuah lembaga yang hadir untuk menjaga stabilitas sistem perbankan, menjamin nasabah-nasabah perbankan dimana susah dihindari sebagai badan-badan usaha, sebagai badan usaha LPS itu akan bersinggungan dengan piutang dalam aset berupa piutang. Dalam hal misalnya pengelolaan bank gagal yang nonsistemik, maka bank gagal yang nonsistemik tersebut ada kewajiban-kewajiban bank dalam likuidasi yang nonsistemik itu harus membayar kepada LPS biaya-biaya yang dikeluarkan oleh LPS, biaya-biaya misalnya pembayaran pegawai seperti tadi yang sudah diuraikan dan tidak terhindari kemungkinan adalah pembayaran dalam bentuk piutang, dan pada saat itu, maka piutang itu mau tidak mau adalah menjadi instrumen bayar yang diterima oleh LPS. Kalau dalam bank sistemik, bank-bank besar, maka mekanisme penyelesaiannya itu sudah diatur dalam Undang-Undang PPKSK. 4

8 Undang-Undang PPKSK dimana setelah berakhirnya masa krisis, program restrukturisasi perbankan selesai oleh keputusan presiden, maka asetaset itu salah satunya piutang yang menjadi aset LPS itu bisa diselesaikan dengan hapus buku dan hapus tagih, di situ. Namun kemudian menjadi problematik adalah dalam Undang-Undang LPS sendiri tidak ada dasar kepastian untuk bertindak apakah bank-bank nonsistemik ini kemudian apabila menjadi aset LPS bisa memberikan jaminan kepastian bahwa LPS juga bisa melakukan hapus buku, hapus tagih seperti keadaan yang pada Undang-Undang PPKSK. Salah satu dasarnya adalah... yang menjadi dasar adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77 Tahun 2011 tentang Piutang Negara itu sudah menegaskan pula bahwa piutang negara itu hanyalah piutang pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sementara piutang badanbadan lain itu sudah bukan lagi tergolong piutang negara. Nah, kalau kita mencari konstruksi dimana konstruksi LPS, maka LPS berada pada piutang badan-badan lain, di situ. Dalam putusan ini juga ditegaskan bahwa even bahkan putusan, bahkan piutang negara pun oleh lembaga yang berwenang PUPN pun tidak bisa melakukan haircut atau hapus buku, hapus tagih. Jadi kemudian, maka dari konstruksi ketiadaan proses ketidakpastian proses penyelesaian piutang yang menjadi aset LPS ini. maka kemudian kami mengajukan pengujian terhadap undang-undang ini yang sebenarnya mendalilkan bahwa ini adalah bagian dari inherent power oleh LPS karena prinsipnya siapa pun yang punya piutang sebenarnya bisa melakukan hapus buku dan hapus tagih terhadap piutang yang tentunya dengan standar-standar yang sudah... sudah menjadi ajeg bagi sistem tersebut karena... apa... piutang negara sekalipun, itu kalau misalnya itu... meski lahir dari keperdataan, negara pun bisa melakukan hapus buku dan hapus tagih. Namun, persoalannya adalah bagaimana kalau ini menjadi piutang LPS dan ini bisa... ini merugikan LPS sendiri. Karena apa? Piutang yang tadinya mungkin hanya bernilai Rp10 miliar atau Rp15 miliar, tapi karena kemudian tidak mampu terbayar, akhirnya bunga menggulung, menggulung, menggulung terus bisa sampai puluhan, bahkan ratusan miliar. Tidak ada penyelesaian dan ini berakibat bagi LPS untuk mengelola piutang seperti ini sehingga otoritas... sehingga kepastian tentang Pasal 6 ayat (1) huruf c tentang Kewenangan Pengelolaan Penatausahaan Aset itu kami minta pengujian di Mahkamah Konstitusi karena Undang-Undang PPKSK sendiri tahun 2016 sudah menyatakan bahwa LPS berwenang mengelola dan menyelesaikan asetnya. Dan salah satu kewenangan pengelolaan aset dan penyelesaian aset itu ditegaskan dalam pasal ayat berikutnya, yaitu melakukan hapus buku dan hapus tagih terhadap... khusus terhadap piutang yang lahir dari proses... sisa dari program restrukturisasi perbankan yang telah 5

9 selesai sehingga ujungnya Petitum yang kami minta adalah pertama, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Yang kedua adalah menyatakan Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk dapat melakukan tindakah hapus buku dan hapus tagih terhadap aset berupa piutang. Ketiga, memerintahkan amar putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan Pemohon untuk dimuat dalam Berita Negara. Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Sekian, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. 6. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih. Karena Anda sudah sering kali ke Mahkamah, maka sistematikanya saya anggap sudah tidak ada permasalahan. Dan juga, saya hanya melihat pada Petitum Anda, ya. Petitum Anda ini menyatukan Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 81 ayat (3), itu keduaduanya langsung menyatakan, Memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk dalam melakukan tindakan hapus buku dan hapus tagih terhadap aset berupa piutang, untuk kedua pasal itu. Jadi, yang Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 81 ayat (3), keduaduanya sama karena di sini agak... ya, di... yang Pasal 6 ayat (3), itu kan, Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS. Sedangkan yang ayat (3), LPS bertanggung jawab atas pengolaan dan penatausahaan semua asetnya. Anda ini anggap sebagai sesuatu yang memiliki kesamaan arti. Oke, ya. Ya, saya mohon kepada Yang Mulia Bapak Suhartoyo untuk memberikan nasihat kepada (...) 7. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Yang Mulia Ibu Ketua. Ya, permohonan ini bagi saya sih, sebenarnya cukup menarik, ya. Begini, Pemohon atau Kuasa, saya mencari, tapi belum ketemu di badan hukumnya LPS ini, siapa yang masih bisa memberi... bertindak untuk mewakili kepentingan LPS di pengadilan atau di luar pengadilan yang mestinya dirujuk di... apa... akta pendirian atau mungkin ada AD/ART-nya. Itu yang nanti akan... 6

10 kalaupun itu belum, tolong diklirkan. Mungkin Pak Irman bisa... apakah cukup kepala eksekutif atau mungkin ada unit suborganisasi di situ yang memang harus firm di situ? Jangan nanti kemudian ternyata di dalam internal sendiri ini belum firm bahwa yang bisa memberi kuasa itu adalah si Fauzi Ichsan ini. Tapi kalau memang ini dan ini nanti tolong dirujukkan di... apa... di... di... apa... di rumah besar yang kemudian bisa memberikan turunan bahwa itu yang memang benar yang bisa memberikan kewenangan untuk memberikan surat kuasa kepada Anda-Anda ya, enggak ada persoalan buat saya. Tolong nanti di... mungkin nanti bisa dijelaskan ketika memberi respons. Kemudian yang kedua substansi, ya karena kalau sistematika, saya kira juga saya sepakat dengan Ibu Ketua, sudah sering beracara di sini. Jadi, cukup... ini cukup... apa... bahkan hanya 12 halaman saya perhatikan dengan substansi yang menurut saya cukup menarik terlepas nanti bagaimana sikap Mahkamah. Memang ini di satu sisi yang... yang menurut saya apa yang diinginkan oleh Pemohon cukup realistis bahwa ini akan bisa segera memberikan kepastian hukum, hanya persoalannya kemudian yang muncul adalah apakah ada kepentingan-kepentingan pihak ketiga yang dalam hal ini pihak ketiga yang bersangkut-paut dengan BDL-BDL itu apakah kemudian bisa serta-merta terabaikan? Saya masih ingat persis ketika saya punya pengalaman secara empirik di peradilan-peradilan umum ketika banyak para nasabah yang kemudian aset-asetnya menjadi jaminan, kemudian bank itu ternyata dalam likuidasi, kemudian sangat sulit dia untuk mengurus aset-aset itu apalagi kemudian sudah berpindah ke apa... sudah menjadi di-handle oleh badan pernyataan perbankan kemudian sekarang misalnya ada keterkaitannya pula ke LPS, apakah hak-hak konstitusional yang seperti itu yang kemudian bisa serta-merta kita dalam tanda petik, ya, quote unquote kita abaikan begitu saja tanpa memperhatikan nasib mereka itu hanya karena LPS segera ingin mendapatkan sebuah kepastian hukum. Memang saya tahu bahwa ketika ini kemudian berlarut-larut memang kemudian menjadi urusan yang berkepanjangan meskipun ini ruang lingkupnya adalah soal hanya pembayaran gaji, kemudian penggantian atau pembayaran talangan, pesangon pegawai, dan sebagainya, tapi itu mumpung ada, ada urutan yang panjang yang di luar sana sebenarnya kenapa itu tidak bisa kemudian secara otomatis dan secara sederhana lepas begitu saja. Memang menjadi aneh kalau selama ini orang minta supaya dibebaskan dari hak tagih dan hak utang, tapi kalau ini yang diminta adalah dilepaskan dari hak piutang sebenarnya kan, sangat mulia permohonan ini kalau dipikir, kan? Tapi persoalannya apakah ada kepentingan pihak ketiga di sana yang kemudian menjadi imbas/tidak, Pak Irman? Kalau... nanti kalau ada nanti kami diberi pemahaman 7

11 bahwa permohonan ini tidak sama sekali kemudian berpotensi merugikan pihak ketiga. Tolong kami diberi keyakinan itu karena mau tidak mau kalau bicara BDL pasti ada aset-aset milik pihak ketiga yang kemudian mangkrak karena urusannya menjadi... apa, ya dalam kubangan itu, sulit untuk diselesaikan apalagi sudah masuk BPPN, masuk LPS, masuk... mohon Mahkamah diberi penjelasan bahwa ini sama sekali tidak, itu hanya semata-mata adalah untuk penyederhanaan penyelesaiaan demi kepastian hukum yang berkaitan dengan itu tadi, gaji pegawai, pembayaran talangan pesangon, kemudian biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang tertuang, biaya operasional kantor, dan sebagainya. Tapi, terhadap hak-hak tuntutan keperdataan pihak ketiga, nah, bagaimana dengan putusan ini, menjadi terabaikan apa tidak? Kalau pure tidak dan Bapak bisa memberi jaminan dengan rujukan-rujukan aturan yang ada, ayo, kita paling tidak, kita perdalam lagi permohonan ini. Tapi kalau kemudian tidak, itu pasti yang mengemu apa... yang mengemupa... yang mengemuka ke permukaan pertama adalah itu, bagaimana kaitan dengan pihak-pihak ketiga itu? Meskipun tujuannya sepertinya mulia ini karena justru orang minta... kalau utang negara saja 5 tahun, baru ingin dinyatakan hak tagihnya habis, baik utang negara maupun utang daerah itu. Baru minta. Nah, ini... ini piutang, piutang, ya, justru piutang minta dihilangkan kan, sangat mulia ini, sangat bagus. Hak tagih juga, satu itu. Kemudian kalaupun kemudian dinyatakan hak tagih itu hilang, hapus, kapan toleransi yang bisa berikan tenggang waktu itu? Apa seketika kemudian putusan ini? Apakah setelah sekian tahun itu harus diberi ke toleransi begitu supaya hak konstitusional orang yang berurusan dengana BDL itu kemudian tidak serta-merta dirugikan. Itu secara substansi barangkali kami hanya minta pandangan nanti supaya lebih... lebih duduk... lebih presisi saja... anu... Pak Irman karena ini kalau soal keperdataan itu sangat apa, ya... sangat... sangat berpotensi untuk saling... apa, ya... saling berkaitan, jadi tidak bisa dilepaskan antara hubungan semata-mata LPS dengan BDL semata. Ternyata BDL itu masih punya... apa... sarang laba-laba yang perusahaan-perusahaan yang antara masih kait-terkait dengan pihakpihak ketiga yang mau tidak mau memang substansinya adalah itu tadi, pembayaran gaji dan lain sebagainya, talangan utang eh talangan pesangon dan lain sebagainya, sederhananya seperti itu. Tapi kalau kemudian frame-nya itu adalah yang kita nyatakan hak piutang dan hakhak tagih itu kemudian kita nyatakan termasuk menghapuskan tutup buku di situ, itu implementasi panjangnya yang harus kita cermati bersama. Saya kira juga suatu saat nanti Pak Irman juga punya klien yang kepentingannya dari luar. Justru dari... dari pihak BDL-nya dan yang berkaitan dengan BDL. Jadi, mohon juga nanti itu kan, harus ada 8

12 keseimbangan rasa yang harus kita... bisa kita berikan kepada... kalau yang lain saya se... se... sudah firm ya, dengan apa yang dimohonkan, petitumnya pun juga cukup sederhana, sederhana dalam arti fix dan bisa segera dipahami, tegas begitu. Cuma kalau implikasi-implikasi lain yang bisa menempel, melekat di sana itu yang saya ingin supaya nanti Bapak- Bapak bisa berikan argumentasi rujukan-rujukan aturannya, regulasinya, maupun argumentasinya bahwa ini pure, murni, tidak akan mengganggukan pihak ketiga, siapa pun itu dia, termasuk eks nasabahnasabah BDL itu, termasuk aset-asetnya. Itu saja, Ibu Ketua Yang Mulia, terima kasih. 8. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Yang Mulia Bapak Manahan. 9. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Yang Mulia. Saya hanya sedikit saja menambahkan, bahwa tadi disinggung dalam permohonan ini ada peraturan tentang hal hapus buku, hapus tagih ini di dalam bank sistemik yang diatur di dalam Undang-Undang PPKSK, ya? Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan itu menjadi suatu rujukan. Namun di halaman 9, penulisan ini barangkali mungkin perlu dilengkapi karena sebelumnya belum pernah saya lihat UU PPKSK ini, sebelumnya. Kemudian itulah menjadi perbandingan yang dibuat oleh Pemohon dalam permohonannya ini karena dalam kondisi yang bukan krisis, ya yang normal tentu juga LPS juga dalam keadaan yang sama tentu mungkin memperoleh... apa namanya... kewenangan itu, itu barangkali logika pendek tadi yang saya tangkap. Namun kalau tadi itu penghapusan piutang itu tadi adalah sesuatu yang menurut saya juga sangat... apa namanya... ya, sangat baik. Artinya bahwa karena penagihannya ataupun pengurusannya yang begitu sulit lebih baguslah kita enggak usah menagih utang, kira-kira begitu logika pendeknya. Kalau itu yang dimaksudkan oleh Pemohon, tentu kita melihat ke pasal yang dikemukakan oleh Pemohon ini, ada dua saya lihat tadi. Juga sudah disinggung oleh Ibu Ketua dalam petitum disebut digabung. Saya melihat ini perlu dipisah dalam petitum, ini perlu dipisah, apalagi nanti supaya jangan... apa namanya... jangan ada penafsiran yang ganda. Tentu kalau dia di masing-masing dipisah Pasal 6 ayat (1) huruf c itu disebutkan normanya kemudian ditafsirkan menurut Pemohon seperti ini, begitu ya, karena menurut saya juga di pasal yang kedua, Pasal 81 ayat (3) ini memang itu hanya menyangkut soal... apa... bertanggung jawab ya, bertanggung jawab, namun secara... apa namanya... harfiah 9

13 di Pasal 6 itu yang menjadi menurut saya ya, Pasal 6 ayat (1) huruf c itu yang menjadi perlu ditafsirkan lebih tegas. Kalau yang di 6... Pasal 81 ayat (3) ini memang mengatur... norma itu mengatur secara umum bahwa LPS bertanggung jawab atas tata pengelolaan utang piutang begitu ya. Jadi, ada hubungannya dengan petitum kalau nanti itu tidak dikabulkan mungkin petitum pertama yang mungkin itu yang lebih... yang lebih tepat untuk diberi pemaknaan sesuai dengan alasan-alasan yang dikemukakan oleh Pemohon dalam permohonan ini. Barangkali itu saja dari saya, Yang Mulia. Terima kasih. 10. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Manahan. Ya, jadi itu yang harus dipertimbangkan kembali dan pasal-pasal ini tidak berkaitan dengan pasal-pasal yang pernah ditolak oleh MK, ya? Dulu Pasal 30 ayat (1) ayat (5) (...) 11. KUASA HUKUM PEMOHON: A. IRMAN PUTRA SIDIN Tidak, Yang Mulia. 12. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Tidak? Karena dulu mengenai pemaknaan kewajiban LPS juga, ya. Di sini melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS Pasal 30 ayat (1) itu juga... tapi tidak ada kaitannya ke sana, ya? Saya tidak... jadi, saya rasa perlu dipertimbangkan kembali apa yang dikemukakan tadi, bagaimana kaitannya, apa dampaknya terhadap pihak ketiga yang kemudian akan ber mempunyai akibat apabila permohonan Anda ini dikabulkan? Ya. Mengenai hal-hal yang lainnya, saya rasa tidak Anda memberikan satu apa perbandingan di sini, perbandingan antara Undang-Undang PPKSK dan Undang-Undang Keuangan Negara. Kalau kita melihat seperti ini, maka apakah menurut Anda ada perbandingan yang sangat terlihat dari ketiga undang-undang ini atau keempat undang-undang ini? Karena di sini Anda melihat pada Pasal 40 Undang- Undang LPSK, LPSK bertanggung jawab permulaan putusan penatausahaan aset dan seterusnya. Bahwa yang di undang-undang keuangan negara, presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, dan Undang- Undang LPS-nya dalam melakukan pelaksanaan tugasnya, dia melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS. 10

14 Ada terlihat satu benturan/enggak antara ketiga undang-undang atau keempat undang-undang? Melihat ini. Karena Undang-Undang Keuangan Negara itu Anda juncto-kan dengan Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Anda bisa melihat apakah ada perbenturan yang terlihat jelas dari undang-undang yang Anda apa sandingkan di sini? Oleh karena sebetulnya kan, MK tidak berwenang untuk menguji antarundangundang, tapi kalau ada ketidakpastian hukum dari undang-undang ini, maka coba dilihat. Kalau di apa diberikan kolom-kolom gitu, itu tidak telihat jelas apa sih, perbedaannya? Jadi, Anda menjelaskan apa perbedaan antara hal-hal ini? Yang di halaman 18, 18 sampai 20, ya. Jadi, apa kerugian Anda dengan adanya ketidaksinkronan kalau ada terjadi antara undangundang ini? Dan itu menjadi suatu pertimbangan di dalam pengajuan permohonannya. Ya, jadi ini Anda mengutip Pasal 40 Undang-Undang PPKSK, Pasal 6 Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang LPS Pasal 6 ayat (1), ya. Mohon dijelaskan dengan rincian, ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan mana yang menguntungkan, dan mana yang tidak menguntungkan Anda? Itu lebih dielaborasi dalam kalimat-kalimat. Saya rasa itu. Anda mendapatkan waktu 20 eh 2 minggu, yaitu sampai hari Senin tanggal 29 Januari 2018, pukul WIB. Ada hal-hal yang perlu dikemukakan untuk ini? 13. KUASA HUKUM PEMOHON: A. IRMAN PUTRA SIDIN Izin, Yang Mulia. 14. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. 15. KUASA HUKUM PEMOHON: A. IRMAN PUTRA SIDIN Penting untuk kami ungkapkan. Terima kasih atas masukan Yang Mulia, tentunya. Semua masukan ini sangat berharga bagi permohonan ini. Jadi, permohonan ini kami pun mempelajarinya kurang lebih 6 bulan, Yang Mulia, untuk kemudian percaya diri masuk di Mahkamah ini. Jadi, poin penting adalah sederhananya adalah ketika ada bank yang sakit, maka bank yang sakit itu yang melakukan fungsi untuk menjaga stabilitas perbankan ini, itu ada pada LPS. Kalau dulu ada BPPN dan seterusnya, fungsinya masuk kepada LPS. Nah, istilah misalnya kalau bank nonsistemik dia gagal, maka bank nonsistemik itu bank-bank kecil, maka dia langsung dilikuidasi. Ketika dilikuidasi, maka proses 11

15 likuidasi itu di antaranya dia harus membayar bank-bank ini harus membayar apa tunggu dulu yang tadi bayar gaji pegawai, pesangon, penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai, biaya perkara di pengadilan, biaya lelang, dan seterusnya. Nah, duit ini yang talangin LPS, uang LPS, Yang Mulia. Jadi, duit ini yang talangin LPS. Jadi ndak dipakai dulu, duitnya ini kita tidak lihat dulu, jadi yang talangin LPS. Sudah, LPS semua yang masuk di situ nalangin, nyuntik dia, gitu. Begitu selesai nanti dilikuidasi, maka bank dalam likuidasi ini wajib hasilnya yang semua dikumpul dari likuidasi itu, aset-aset semua yang terkumpul dari likuidasi, itu punya kewajiban dia membayar uang yang sudah dikeluarkan oleh LPS, punya kewajiban. Jadi dan LPS punya kedudukan yang diutamakan untuk dibayar karena dia yang menjalankan fungsi negara di situ untuk menyelesaikan bank dalam likuidasi ini. Jadi, ini hanya komponen biaya-biaya saja yang dikeluarkan dalam proses likuidasi pakai uang LPS, aset LPS. Nah, ketika mau dibayar oleh bank dalam likuidasi ini, maka ada yang bayar tunai, ada yang bayar apa salah satunya adalah terpaksa ada piutang juga di situ. Ini saya kasih piutang saja ini karena ini aset juga, gitu. Beralihnya piutang ini. Harus mau tidak mau, LPS terima piutang ini karena kalau tidak, ini kerugian negara tidak diterima dia, mau tidak mau harus diterima oleh LPS piutang ini. Nah, ketika beralih piutang ini ke menjadi LPS, maka ini kan, piutangnya orang yang nasabah bank ini jalan terus ini tuk, tuk, bunga, denda, tuk, tuk, tuk, tuk, gitu. Nah, bisa jadi ini sudah memang problem piutang ini dengan bank dalam likuidasi sebelumnya, bisa jadi, gitu. Beralih ke LPS kan, ini, beralih ke LPS piutang yang bermasalah di situ. Sampai ke LPS, beralih krediturnya ke LPS. Sudah dilakukan standar seperti standar perbankan, standar ini sudah ada dalam Undang-Undang PPKSK, Yang Mulia, makanya kita kutip Undang-Undang PPKSK itu. Bahwa sebelum buku hapus tagih, itu dilakukan penagihan intensif, apa lagi itu rescheduling, penjadwalan kembali. Itu sudah ada diatur dalam Undang-Undang PPKSK seperti penagihan intensif, penagihan kembali, penjadwalan kembali, restrukturisasi, dan penjualan agunan, memberikan hasil diperkirakan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan, sudah dilakukan semua, tapi tetap tidak mampu bayar ini, gitu. Kalau di perbankan mungkin ini sudah hapus buku, sudah daripada capek menagih apa, keluar duit ke Papua sana, ke mana, dan lain sebagainya, sementara LPS ini bukan hadir sebagai debt collector, gitu. Tapi tidak ada otoritas itu, tidak ada kepastian bagi LPS dalam mengelola asetnya untuk melakukan hapus buku, hapus tagih, ndak ada kepastian bagi LPS. Tetapi, di Undang-Undang PPKSK Pencegahan Tindak Pidana Krisis ini, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 itu ternyata negara 12

16 memberikan otoritas hapus buku, hapus tagih, dengan konstruksi yang sama. Tapi, ini khusus bank sistemik, Yang Mulia, bank besar. Ini di bank kecil tidak ini, padahal nasabahnya kecil-kecil saja di sini, gitu. Di bank besar, dia punya otoritas, bacaan kami secara politik hukum, mungkin ini gara-gara putusan Mahkamah Konstitusi, Pemerintah sadar juga ini di sini tahun 2011, ketika piutang badan-badan lain itu sudah dicoret oleh Mahkamah Konstitusi, maka kemudian biarkanlah itu piutang itu haircut dan seterusnya itu diurus oleh badan itu sendiri. Salah satunya adalah jatuhlah itu ke Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 diberikan kepada PPKSK di situ, tapi ini di bank besar dengan nasabahnya pasti besarbesar. Gitu. Nah, pertanyaan kemudian pihak ketiga, bagaimana? Nah, justru ini adalah memberikan keuntungan bagi pihak debitur. Debitur yang punya piutang yang menggulung terus, ini enggak bisa berusaha sebenarnya karena dia di-blacklist, punya piutang yang tidak selesai. Dia di-blacklist, tidak bisa menjalankan usahanya, gitu. Sebenarnya ini, debitur ini apa... kalau baca-baca putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2011, dia akan paham juga posisinya di situ. Nah, jadi kembali lagi bahwa ini tidak merugikan pihak ketiga di situ karena kepastian hukum yang dibutuhkan di tahun 2016 di tahun 2011 ketika piutang badan lain itu sudah dihapus, maka di bank... BDL bank likuidasi ini yang notabene, bank nonsistemik notabene bank-bank kecil, kenapa dia tidak bisa melakukan hapus buku, hapus tagih? Lalu, di mana lekatkan hapus buku, hapus tagih otoritas itu? Kenapa dia... kenapa dia harus dilekatkan dalam Pasal 6 ayat (1)? Pasal 81 ayat (3), Kewajiban untuk pengelolaan dan penatausahaan aset. Setelah kita buka di Undang-Undang PPKSK, itu Pasal 40 Undang- Undang PPKSK menyebutkan bahwa lembaga penjamin simpanan bertanggung jawab atas pengelolaan serta penatausahaan asetnya dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari program penyelenggaraan rekstrukturisasi perbankan. Jadi, ada pengelolaan dan penatausahaan aset yang lembaga LPS bertanggungjawab di situ. Lalu, di Undang-Undang Keuangan Negara juga disebut di situ, Presiden selaku kepala pemerintahan, pemegang kekuasaan, pengelolaan keuangan negara, itu juga mengelola keuangan daerah dan seterusnya. Jadi, mengelola... kata mengelola aset ini, inilah yang kemudian menjadi turunan bahwa salah satu aset itu adalah piutang, dan ketika piutang itu kemudian ternyata tidak ada ujung permasalahannya, baik kepada pihak ketiga, maupun di sini, maka mau tidak mau sebagai inherent power, maka hapus buku, hapus tagih adalah langkah yang memang harus mendapatkan kepastian dari situ. 13

17 16. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Pak Irman? 17. KUASA HUKUM PEMOHON: A. IRMAN PUTRA SIDIN Ya. 18. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Itu, justru itu yang ingin kami minta pandangan Anda, masukkan itu semua di dalam permohonan ini, satu. Yang kedua, yang Bapak sampaikan itu ketika kemudian belum ada putusan bahwa termasuk tutup buku dan tutup anu itu, hak tagih piutang itu. Nah, ketika kemudian seandainya ini dikabulkan, misalnya kemudian termasuk kewenangannya adalah tutup buku dan hak tagih piutang itu menjadi hapus, aset-aset utang itu menjadi tanggung jawab siapa? Ketika kemudian belum ada putusan itu memang LPS bertanggung jawab karena itu turunan dari BPPN dan seterusnya dari BDL itu. Tapi kemudian setelah ditutup karena Mahkamah memberi apa... kewenangan konstitusional kepada LPS menjadi punya kewenangan untuk aset-aset itu dikemanakan, itu yang kita... yang ingin Mahkamah pandangan dari Bapak, gitu loh. Itu mau dikemanakan dan itu sebenarnya memang Bapak katakan bahwa itu orang-orang sakit yang... yang sudah tidak bisa ada kemampuan untuk menyelesaikan utangnya sebenarnya para nasabah itu, tapi bisa juga, Pak Irman, utang mereka itu kemudian disisihkan, dijaminkan kepada pihak ketiga yang lain lagi yang mengambil alih utang itu dengan jaminan barang yang masih dipegang oleh yang semula BPPN itu yang sekarang menjadi LPS yang Bapak sampaikan. Ya, itu saja yang ingin kami pandangan Bapak, bagaimana dengan nasib-nasib pihak ketiga yang aset-asetnya kalau kemudian itu diputus, ah, sudah bukan menjadi kewenangan lagi BPP... LPS karena sudah diberi kewenangan untuk menutup, kan kasihan orang-orang ini yang sebenarnya dia hanya mengambil alih utang-utangnya orang lain, tapi barangnya kemudian sudah enggak tahu rimbanya. Barangnya ada tapi enggak bisa diraih untuk diambil karena sudah enggak ada lembaga lagi yang... mau mengurus di mana sekarang kalau sudah... apalagi sudah ditutup. Itu saja pandangan kami yang Ingin Bapak tambahkan, Pak anu. Terima kasih, Yang Mulia. 14

18 19. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. Ya, jadi nanti ditambahkan di dalam perbaikan permohonan, ya. Perbaikan permohonan itu diberikan waktu sampai tanggal 29 Januari, hari Senin, pukul WIB, ya. Diserahkan di Kepaniteraan. 20. KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL TAWAKAL PASARIBU Izin, Yang Mulia. 21. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. 22. KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL TAWAKAL PASARIBU Ada satu lagi tadi, terkait tadi legal standing, Yang Mulia. Kami sudah menyampaikan bukti P-6, Yang Mulia. Di situ ada surat keputusan dewan komisioner yang memberikan kewenangan kepada Bapak Ichsan Fauzi sebagai kepala eksekutif. 23. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. 24. KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL TAWAKAL PASARIBU Di Pasal 4 itu adanya. 25. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. Ya, jadi Anda diberikan waktu untuk perbaikan sampai hari Senin, tanggal 29 Januari 2018, pukul WIB. Masih ada yang perlu disampaikan? 26. KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL TAWAKAL PASARIBU Cukup, Yang Mulia. 27. KUASA HUKUM PEMOHON: A. IRMAN PUTRA SIDIN Yang... tadi, Yang Mulia, yang bertanya tentang apakah ini saling berbenturan? Sebenarnya kami kutip Undang-Undang PPKSK ini sebagai rujukan untuk bahan bagi Mahkamah bahwa Undang-Undang PPKSK sebenarnya sudah melekatkan hak hapus buku dan hapus tagih itu, 15

19 bukan karena kondisi krisis, tapi karena itu aset dari LPS, makanya di sini bertanggung jawab atas pengelolaan penata urusan aset, kemudian Undang-Undang Kewenangan Negara juga dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara kami kutip karena kepala daerah, presiden itu mengelola keuangan daerah, di mana salah satunya piutang, dia juga bisa ujung-ujungnya bisa melakukan penyelesaian terhadap piutang itu. Sementara di Undang-Undang LPS, kok tidak memberikan kepastian, kira-kira begitu, Yang Mulia. 28. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. Ya, ada lagi yang mau disampaikan? Tidak ada? Kalau tidak ada yang disampaikan, maka sidang ini saya anggap selesai dan saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 15 Januari 2018 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 16