HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh darah yang kecil seperti kakatua (Psittacidae) dan beo (Sturnidae) sehingga ekstraksi DNA dari darah sulit dilakukan. Selain itu penggunaan bulu dapat mengurangi stres pada burung dan mempermudah pengambilan sampel pada jenis Aves yang ukuran tubuhnya kecil (Bello et al., 2001). Cerit dan Avanus (2007b) menambahkan bahwa penggunaan bulu dapat menghindari rasa sakit pada burung dan menurunkan resiko kontaminasi sehingga biaya yang dibutuhkan lebih rendah. Metode ekstraksi DNA dari sampel harus ditentukan dengan tepat. Ekstraksi DNA pada penelitian ini dilakukan secara konvensional dan menggunakan extraction kit (kit). Ekstraksi DNA yang berasal dari darah dilakukan dengan menggunakan metode konvensional atau phenol chloroform, sedangkan ekstraksi DNA yang berasal dari bulu dilakukan dengan menggunakan kit. Hal ini karena darah merupakan sumber DNA yang paling umum digunakan sehingga dapat digunakan metode phenol chloroform untuk efisiensi biaya. Dubiec dan Zagalska-Neubaurer (2005) menjelaskan bahwa ekstraksi DNA dengan metode phenol chloroform (Sambrook et al., 1989) menghasilkan kualitas dan kuantitas DNA yang optimal dengan biaya lebih murah. Hickman et al. (1984) menyatakan bahwa sumber DNA pada bulu didapat dari pangkal bulu (calamus) yang banyak mengandung sel epitel dan mengandung penghambat (inhibitor) yaitu keratin sehingga proses ekstraksi menjadi cukup sulit. Hasil ekstraksi DNA dengan menggunakan kit menghasilkan kualitas DNA yang lebih baik, namun penggunaaan kit akan meningkatkan biaya. Kualitas DNA Kualitas DNA berkorelasi dengan kemurnian dan intensitas molekul dari DNA. Pengujian kemurnian dan konsentrasi DNA hasil ekstraksi dapat diketahui dengan menggunakan alat spektrofotometer dan intensitas molekul DNA dapat diketahui dengan melihat intensitas cahaya dari pita DNA pada gel (Muladno, 2002). 20

2 Pengukuran jumlah DNA dengan spektrofotometer didasarkan pada prinsip iradiasi sinar ultraviolet yang diserap oleh nukleotida dan protein dalam larutan. Analisis asam nukleat umumnya dilakukan untuk penentuan konsentrasi rata-rata dan kemurnian DNA yang terdapat dalam sampel. Jumlah dan kemurnian tertentu diperlukan untuk kinerja optimal sampel DNA yang digunakan. Asam nukleat menyerap sinar ultraviolet dengan pola tertentu. Sampel ditembus sinar ultraviolet dan fotodetektor cahaya pada 260 nm, semakin besar cahaya yang diserap sampel, maka semakin tinggi konsentrasi asam nukleat dalam sampel (Sambrook & Russel 2001). Hasil kemurnian dan konsentrasi DNA darah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Kemurnian dan Konsentrasi DNA Darah Sumber DNA Kemurnian (A 260 /A 280) Konsentrasi (µg/µl) Ayam 1 1, Ayam 2 1, Ayam 3 0, Ayam 4 1, Puyuh 1 1, Puyuh 2 1, Puyuh 3 1, Puyuh 4 1, Itik 1 1, Itik 2 1, Itik 3 1, Itik 4 1, Merpati 1 1, Merpati 2 1, Merpati 3 1, Merpati 4 1, Rataan 1, Konsentrasi DNA yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 50 μg/ml, adapun untuk sampel yang memiliki konsentrasi DNA di atas 50 μg/ml dilakukan pengenceran dengan menambahkan air destilata. Penggunaan sampel dengan konsentrasi DNA yang sama dilakukan agar keberhasilan amplifikasi seragam. Tabel 3 menunjukkan konsentrasi DNA darah hasil ekstraksi memiliki nilai yang bervariasi antara 60 sampai 5640 μg/ml. Hal ini disebabkan sampel darah yang diekstraksi berasal dari sumber yang berbeda sehingga memiliki pengotor DNA yang berbeda. 21

3 Adanya bahan pengotor pada sumber DNA akan mempengaruhi konsentrasi DNA yang diperoleh. Hasil rasio absorbansi pada panjang gelombang 260/280 nm menunjukkan tingkat kemurnian dari DNA. Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata kemurnian DNA darah sebesar 1,408 yang berarti DNA yang dihasilkan tidak terlalu murni. Sambrook et al. (1989) menjelaskan DNA dapat dikatakan murni apabila rasio absorbansi pada panjang gelombang 260/280 nm dalam kisaran 1,8 2,0. Hal ini disebabkan oleh adanya pengotor yang terdapat pada darah seperti protein sehingga menjadi sumber kontaminan pada DNA. Selain itu enzim proteinase tidak bekerja secara optimal saat proses ekstraksi DNA darah yang dilakukan dengan metode konvensional. Sambrook et al, (1989) menjelaskan bahwa rasio A 260 /A 280 akan semakin besar atau kecil dari nilai 1,8-2,0 jika ditemukan kontaminasi dari protein atau fenol. Secara umum DNA darah hasil ekstraksi dapat digunakan untuk proses amplifikasi. Bulu burung merupakan suatu modifikasi dari jaringan kulit yang menanduk. Bulu dapat dijadikan sebagai alternatif sebagai sumber DNA. Hasil kemurnian dan konsentrasi DNA bulu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Kemurnian dan Konsentrasi DNA Bulu Sumber DNA Kemurnian (A 260 /A 280) Konsentrasi (µg/µl) Beo nias 1, Kakatua molukan 1 1, Kakatua molukan 2 1, Kakatua kecil jambul kuning 1 1, Kakatua kecil jambul kuning 2 1, Rataan 1, Nilai konsentrasi DNA bulu hasil ekstraksi memiliki hasil yang seragam dengan kisaran antara 200 sampai 280 μg/ml (Tabel 4). Hal ini disebabkan oleh metode ekstraksi pada bulu dilakukan dengan menggunakan kit ekstraksi. Hasil rasio absorbansi pada panjang gelombang 260/280 nm menunjukkan tingkat kemurnian dari DNA. Rata-rata kemurnian DNA bulu yaitu 1,399 yang berarti DNA yang dihasilkan berada dibawah kisaran DNA murni yaitu 1,8 2,0. Hal ini karena bulu banyak mengandung protein (keratin) yang dapat menjadi pengotor DNA maupun penghambat (inhibitor) saat ekstraksi (Schill, 2007). 22

4 Pengujian kualitas DNA dengan menggunakan gel ditentukan oleh intensitas cahaya dari pita DNA pada media gel. Penilaian kualitas DNA dilakukan dengan elektroforesis pada gel agarose 1,5% dengan tegangan 100 volt selama 45 menit. Hasil uji kualitas DNA pada gel agarose 1% disajikan pada Gambar 5. M Darah Bulu Gambar 5. Elektroforesis DNA Hasil Ekstraksi pada Gel Agarose 1,5% Pita DNA darah lebih terang daripada pita DNA bulu pada gel agarose 1,5% (Gambar 5). Hal ini disebabkan oleh konsentrasi DNA darah yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi DNA bulu. Hasil ekstraksi darah pada gambar terlihat ada bagian smear. Smear merupakan bagian DNA yang terdegradasi sehingga menghasilkan DNA dalam berbagai ukuran. Sampel DNA yang berkualitas baik, tidak mengandung DNA yang terdegradasi. Tebalnya smear yang terlihat pada gambar dapat disebabkan oleh kurangnya TE (Tris-EDTA) ketika melarutkan sampel DNA. Amplifikasi Gen Chromo Helicase DNA Binding (CHD) Penelitian ini menggunakan gen Chromo Helicase DNA Binding (CHD) untuk mengidentifikasi jenis kelamin pada Aves dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Primer spesifik yang digunakan pada penelitian ini yaitu primer P2 dan P8 karena primer ini yang paling sering digunakan untuk identifikasi jenis 23

5 kelamin pada Aves. Griffith et al. (1998) membuktikan bahwa primer P2 dan P8 ini berhasil mengamplifikasi 27 jenis dari 28 spesies burung yang diteliti. Amplifikasi gen Chromo Helicase DNA Binding (CHD) dilakukan pada mesin thermal cycler dengan suhu annealing 60 ºC. Penentuan jenis kelamin dengan primer P2 dan P8 dilakukan dengan melihat jumlah pita hasil elektroforesis. Jantan memiliki satu pita dan betina memiliki dua pita. Hal ini karena Aves memiliki kromosom sex yang berbeda dengan mamalia. Sifat heterogametik pada burung dimiliki oleh betina (ZW) sedangkan jantan merupakan homogametik (ZZ) (Ellergren, 1996). Gen CHD (Chromo Helicase DNA binding) dapat menunjukkan perbedaan antara alel Z dan W pada betina (Griffiths et al,. 1996). Perbedaan ini terjadi karena adanya keterpautan (linkage) antara posisi gen CHD dengan kromosom kelamin pada Aves (kromosom Z dan W) (Griffith dan Korn, 1997). Sebanyak 21 sampel Aves telah berhasil diamplifikasi dengan menggunakan primer P2 dan P8. Hasil amplifikasi gen CHD menggunakan primer P2 dan P8 disajikan pada Gambar 6. Gambar 6. Hasil Amplifikasi Gen CHD Menggunakan Primer P2 dan P8 pada Ayam Kampung (A), Puyuh (B), Itik (C), Merpati (D), Beo Nias (E), Kakatua Molukan (F) dan Kakatua Kecil Jambul Kuning (G) dengan Elektroforesis Gel Agarose 2%. Gambar 6 menunjukkan bahwa pola pita pada ayam, puyuh dan itik tidak berbeda antara jantan dan betina yaitu sama-sama memiliki pita tunggal pada gel agarose 2%. Berbeda halnya pada merpati, beo nias, kakatua molukan dan kakatua kecil jambul kuning yang memiliki pola pita berbeda antara jantan dan betina pada 24

6 gel agarose 2%. Penelitian ini menggunakan sembilan spesies Aves yang berbeda sehingga setiap spesies memiliki ukuran fragmen yang berbeda pula karena memiliki urutan basa yang berbeda. Panjang produk hasil amplifikasi gen CHD pada penelitian ini dengan menggunakan primer P2 dan P8 berkisar antara bp. Hal ini sesuai dengan Griffiths et al. (1998) yang menemukan panjang produk hasil amplifikasi gen CHD menggunakan primer P2 dan P8 dengan kisaran yang sama. Fridolfsson & Ellergen (1999) dan Jensen et al. (2003) menjelaskan bahwa perbedaan ukuran antara fragmen spesifik Z dan W pada primer P2 dan P8 sekitar bp. Hasil amplifikasi gen CHD pada ayam kampung (Gallus gallus domesticus) tidak menunjukkan pola pita yang berbeda antara jantan dan betina pada gel agarose 2% (Gambar 6). Sekuen gen CHD yang ditemukan dari genbank berasal dari ayam hutan (Gallus gallus) memiliki panjang fragmen spesifik Z dan W yaitu 345 bp dan 362 bp yang diketahui dari sekuen gen CHD-Z (GenBank Nomor Akses AF006659) dan CHD-W (GenBank Nomor Akses AF006660) sehingga memiliki perbedaan fragmen Z dan W sebesar 17 bp (Gambar 7). Sekuen gen ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk ayam kampung dengan perbedaan fragmen yang tidak jauh berbeda dengan ayam hutan (Gallus gallus). Hasil amplifikasi gen CHD pada puyuh yang tidak menunjukkan pola pita yang berbeda antara jantan dan betina (Gambar 6). Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran pita Z dan W yang tipis yang mengakibatkan pita Z dan W berimpit. Hal ini terbukti dengan panjang fragmen spesifik Z dan W adalah 385 dan 379 dari sekuen gen CHD-Z (GenBank Nomor Akses HQ175997) dan CHD-W (GenBank Nomor Akses HQ175998) (Gambar 7). Perbedaan ukuran fragmen hanya 6 bp yang mengakibatkan pita Z dan W tidak terpisah pada gel agarose 2%. Morinha et al. (2011) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa primer P2 dan P8 tidak berhasil membentuk pola pita yang berbeda antara jantan dan betina di gel agarosa, namun mendapat hasil yang berbeda dengan menggunakan resolusi gel yang sangat tinggi yaitu PCR-SSCP pada Coturnix c. japonica. Hasil amplifikasi gen CHD pada itik tidak menunjukkan pola pita yang berbeda antara jantan dan betina (Gambar 6). Hal ini diduga bahwa perbedaan ukuran pita Z dan W yang relatif sedikit sehingga tidak dapat dipisahkan pada media 25

7 gel agarose 2%. Informasi mengenai sekuen gen CHD-Z dan CHD-W pada itik belum ditemukan sehingga perbedaan ukuran fragmen spesifik Z dan W belum dapat diketahui. forward (P8) Cl_CHD-Z : CTCCCAAGGATGAGGAACTGTGCAAAACAGGTGTGTCTTGGTTCTGATTGACTTGTGCTTTTGTGTTGCT Cl_CHD-W : CTCCCAAGGATGAGGAACTGTGCAAAACAGGTATCTCTGGGTTTTGACCAACTAACTTCTTGTTGTTGTG Ccj_CHD-Z : CTCCCAAGGATGAGGAACTGTGCAAAACAGGTACCTCTGGGTTTTGACTGTATTGTGTTTTTATTTTGAT Ccj_CHD-W : CTCCCAAGGATGAGGAACTGTGCAAAACAGGTATCGTTGGGTTTTGACTGATTTTTTTTCTTTGATACTT Gg_CHD-Z : CTCCCGAGGATGAGAAACTGTGCAAAACAGGTACCTCTGGGTTTTGACTGTCTTGCGTCTTTATGTTGAT Gg_CHD-W : CTTCCAAGAATGAGAAACTGTGCAAAACAGGTATCTCTGGGTTCTGACTGATTTTTTTCTTTGATACTTC Cl_CHD-Z Cl_CHD-W Ccj_CHD-Z : GTTGGTTTAGTTTGTTGGGGATTGTTGTTGGGTTTTGTTTTTTTAGGGTTTTTTCCGTTTTCTGAACACG : TTTCTTTGTTTTTTCATTACTGTTGTTTTTGGCTTGTACTTTTCACCCCCCATTTTTGACAGGCTAGATA : ATTTTGATTTTGGTTTTTGCCTTCGTGTTTTGTTTTGTTTTGTTTTTTGTTTGTTTTTTGGTTTTTTTCT Ccj_CHD-W : CCATTGCTGATGTTTTGGCTTGTACTTTTGTGTTGCGTGGTTTTCATCTGTTTTCCCCCCCAAATATTTT Gg_CHD-Z : ATTTTCATTTGAGTTTTTGCCTTTTTTCCCCCTTCTCTGAATTCATATTTTTGTCAGGCTAGATAAGACT Gg_CHD-W : TATTGCTGATGTTTTGACTTGTACTTTTGTGTTGTGTGGTTTTCGTGTGTTTTTCCCCCAAAATATTTTT Cl_CHD-Z : TATTTTTGACAGGTTAGGCAAAACTTGACCTGTGTTTGTCAATCGCATAGCTTTGAACTACTTATTCTGA Cl-CHD-W : GCACATTATTAAAATGTTTTAGTCACATAGCTTTGAACTACTTAATCTGAAATTCCAGATCAGCTTTAAT Ccj_CHD-Z : CCTTCTCTGAATTCATATTTTTGTCAGGCTAGATAAGACTTTACTGTGTGTGAGTAAATCATGTAGTTTT Ccj_CHD-W : TAATGGACAACATTAAAACACGTGACTTAAACAACACATAAGTTGTTTTAGTCACGTAGCTTTGAACTAG Gg_CHD-Z : TTACTATGTTTGAGATAATCATGTGGTTTTGAATTCTCATGCTGAAATTCCAGATCAGCTTTAATGGGAG Gg_CHD-W : ATGGACTAGGTAACACATAAATAAAATGTTTTAGTCATGTAGCTTTGAACTAGTTACTCTGAAATTCCAG Cl_CHD-Z Cl_CHD-W Ccj_CHD-Z : AATTCCAGATCAGCTTTAATGGAAGTGAAGGAAGGCGCAGTAGGAGCAGAAGATACTCTGGATCTGATAG : GGAAGTGAAGGGAAATGCAGTAGAAGCAGAAGATATTCTGGATCTGATAGTGACTCCATGTCAGAAAGAA : GAATTCTTATTCTGAAATTCCAGATCAGCTTTAATGGAAGTGAAGGAAGACGTAGTAGGAGCAGAAGATA Ccj_CHD-W : TTACTCTGAACTTCCAGATCAGCTTTAATGGAAAGGAAGGGAGATGCAGTAGGATCAGAAGATATTCTGA Gg_CHD-Z : TGAAGGAAGACGCAGTAGGAGCAGAAGATATTCTGGATCTGATAGTGACTCCATCACAGAAAGAAAACGG Gg_CHD-W : ATCAGCTTTAATGGAAATGAAGGGAGATGCAGTAGGAGCAGAAGATATTCTGGATCTGATAGTGATTCCA Cl_CHD-Z Cl_CHD-W Ccj_CHD-Z : TGACTCCATATCAGAAAGAAAACGGCCAAAAAAACGTGGAAGACCA : AACGACCAAAAAAACGTGGACGACCACGAACTATTCCTCGAGAAAA : TTCCGGATCTGATAGTGACTCCATCACAGAAAGAAAACGGCCAAAA Ccj_CHD-W : ATCTGATAGTGATTCCATCTCAGAAAGAAAACGACCAAAAAAACGT Gg_CHD-Z : CCAAAAAAGCGTGGAAGACCTCGAACCATTCCTCGAGAAAATATTA Gg_CHD-W : TCTCAGAAAGAAAACGACCAAAAAAACGTGGACGACCACGAACTAT Cl_CHD-Z : CGAACCATTCCTCGAGAAAATATTAAAGGATTTAGCGATGCAGA (370) Cl_CHD-W : TATTAAAGGATTTAGCGATGCAGA (350) Ccj_CHD-Z : AAGCGTGGGAGACCTCGAACTATTCCTCGAGAAAATATTAAAGGATTTAGCGATGCAGA (385) Ccj_CHD-W : GGACGACCACGAACTATTCCCCGTGAAAACATTAAAGGATTTAGCGATGCAGA (379) Gg_CHD-Z : AAGGATTTAGTGATTGCAGA (345) Gg_CHD-W : TCCCCGTGAAAACAATTAAAGGATTTAGTGATGCAGA (362) reverse (P2) Gambar 7. Sekuen Gen CHD-Z dan CHD-W pada Merpati (Cl), Puyuh (Ccj), Ayam (Gg) dan Posisi Primer (warna kuning) (gen bank code ; GU289183, GU289184, HQ175997, HQ175998, AF006659, dan AF006660) 26

8 Hasil amplifikasi gen CHD menunjukkan pola pita yang berbeda antara jantan dan betina pada merpati (Gambar 6). Hal ini dibuktikan dengan ukuran fragmen pita Z dan W yaitu 350 bp (GenBank Nomor Akses GU289184) dan 370 bp (GenBank Nomor Akses GU289183) sehingga memiliki perbedaan ukuran fragmen sebesar 20 bp (Gambar 7). Perbedaan 20 bp dapat membentuk pola pita yang terpisah antara jantan dan betina. Hasil amplifikasi gen CHD pada beo nias, kakatua molukan dan kakatua kecil jambul kuning menunjukkan terdapat perbedaan pola pita antara jantan dan betina (Gambar 6). Hal ini diduga bahwa perbedaan ukuran fragmen pita Z dan W relatif besar sehingga dapat terpisah pada media gel agarose 2%. Belum adanya informasi mengenai sekuen gen CHD-Z dan CHD-W dari spesies-spesies tersebut menyebabkan perbedaan ukuran pita Z dan W belum dapat diketahui. Sekuen gen CHD-Z pada merpati (Columba livia), puyuh (Coturnix coturnix japonica) dan ayam (Gallus gallus) ditampilkan pada Gambar 7. Implementasi Penentuan Jenis Kelamin secara Molekuler dalam Pengembangan Riset dan Studi Keilmuan Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa primer spesifik P2 dan P8 dapat mengidentifikasi jenis kelamin pada merpati, kakatua kecil jambul kuning, kakatua molukan dan beo Nias. Namun primer spesifik P2 dan P8 belum bisa mengidentifikasi jenis kelamin pada ayam, puyuh dan itik. Identifikasi jenis kelamin sangat penting dilakukan untuk memperbaiki manajemen dalam budidaya ternak. Ayam dan itik telah dapat diketahui jenis kelaminnya sejak masih anakan, namun pada puyuh sulit dilakukan sehingga saat ini anakan puyuh masih dijual dipasaran secara unsex. Saat ini para peternak telah mengetahui cara menentukan jenis kelamin pada ayam, puyuh maupun itik baik secara fenotipik maupun vent sexing yang berdasarkan kloaka. Identifikasi jenis kelamin secara molekuler pada ayam, puyuh dan itik dalam penelitian ini dilakukan sebagai acuan lebih lanjut dalam studi molekuler. Saat ini populasi burung endemik Indonesia mengalami penurunan drastis akibat permintaan konsumen yang luar biasa. Selain itu burung endemik Indonesia memiliki nilai jual yang tinggi. Soehartono & Mardiastuti (2002) menjelaskan bahwa semua burung paruh bengkok Indonesia terdaftar dalam Appendix CITES yaitu 27

9 Appendix I (terancam punah) sebanyak 4 spesies dan Appendix II (genting) sebanyak 73 spesies. Salah satu spesies yang termasuk dalam Appendix I yaitu kakatua molucan (Cacatua moluccensis) dan kakatua kecil jambul kuning (Cacatua shulpurea) termasuk dalam Appendix II. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan populasi burung endemik Indonesia yaitu pengembangbiakan, salah satunya penangkaran. Penangkaran burung endemik masih belum berkembang di Indonesia. Hal ini karena para penangkar masih sulit untuk menentukan jenis kelamin. Identifikasi jenis kelamin merupakan hal yang utama dalam pengembangbiakan burung endemik Indonesia karena sebagian besar burung termasuk jenis yang monomorfik. Identifikasi jenis kelamin ini dapat bermanfaat untuk memperbaiki manajemen penangkaran, seperti pemasangan ring pada anakan, menyatukan anakan jantan dan betina pada satu kandang, meningkatkan ekonomi masyarakat dan sebagai studi keilmuan. Pemasangan ring berfungsi untuk identifikasi secara legal pada burung endemik Indonesia. Penyatuan anakan jantan dan betina pada satu kandang dapat mempercepat proses dewasa kelamin sehingga dapat langsung dijodohkan. Manajemen penangkaran yang baik akan dapat meningkatkan populasi burung endemik Indonesia dan menekan biaya perawatan yang sangat tinggi. Burung endemik Indonesia memiliki harga jual yang tinggi dan permintaan pasar yang tinggi pula sehingga dengan identifikasi jenis kelamin ini dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Selain itu identifikasi jenis kelamin dapat menjadi suatu studi keilmuan mengingat minimnya informasi tentang identifikasi jenis kelamin secara molekuler pada burung endemik Indonesia. 28

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI

PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik.

TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik. TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Burung atau aves adalah hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Aves adalah hewan yang tubuhnya tertutup bulu, tidak memiliki gigi, berjalan dengan dua kaki, dan memiliki struktur tulang yang termodifikasi untuk terbang (Stevens, 1996).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro et al. (2007) menyebutkan bahwa jumlah burung di Indonesia mencapai 1598 jenis dari

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA

PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan,

I. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis kelamin merupakan informasi dasar dari makhluk hidup yang penting untuk diketahui, sayangnya tidak semua makhluk hidup mudah untuk dibedakan antara jantan dan betinanya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa endemik Pulau Bali yang sekarang penyebarannya terbatas hanya di sekitar Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Burung ini dikategorikan

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR

UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Biologi Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

JURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

JURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) JURNAL PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) Disusun oleh: Putu Indra Pramana Wirastika NPM : 080801055 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. introduksi, dan pengembangan. Tujuan konservasi adalah dapat menjamin

II. TINJAUAN PUSTAKA. introduksi, dan pengembangan. Tujuan konservasi adalah dapat menjamin 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konservasi Burung Menurut Alikodra (1990), konservasi sumber daya alam adalah kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, dan pengembangan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

SKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) SKRIPSI PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) Disusun oleh: Putu Indra Pramana Wirastika NPM : 080801055 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II PRIMER SEXING DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE

BAB II PRIMER SEXING DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE 8 BAB II PRIMER SEXING DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE A. Familia Columbidae Familia Columbidae ditemukan hampir di semua habitat teresterial dari wilayah temperata sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 : Sel darah

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 : Sel darah II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Darah Darah disusun oleh dua komponen utama yaitu komponen cairan atau plasma dan komponen seluler. Sel darah terdiri atas eritrosit, trombosit dan leukosit (Gambar 2.1). Komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG KEPODANG (Oriolus chinensis maculatus L.) DENGAN TEKNIK PCR (Polymerase Chain Reaction) MENGGUNAKAN PRIMER SEXING

PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG KEPODANG (Oriolus chinensis maculatus L.) DENGAN TEKNIK PCR (Polymerase Chain Reaction) MENGGUNAKAN PRIMER SEXING 2004 Margareta Rahayuningsih Posted: 28 November 2004 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor November 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama UJI KUANTITATIF DNA Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama A. PENDAHULUAN Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan DNA (deoxyribonucleid acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

BAB II PENGGUNAAN PENANDA DNA SPESIFIK BETINA DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE

BAB II PENGGUNAAN PENANDA DNA SPESIFIK BETINA DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE BAB II PENGGUNAAN PENANDA DNA SPESIFIK BETINA DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE A. Familia Columbidae Familia Columbidae merupakan kelompok burung dengan panjang tubuh berkisar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) insersi/ delesi (I/D) dilakukan pada 100 pasien hipertensi yang berobat di poli jantung rumah sakit dr.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan geografis dan perbedaan antar spesies burung. Kendala lain yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan geografis dan perbedaan antar spesies burung. Kendala lain yaitu 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Monomorfik pada Burung Berdasarkan Cerit dan Avanus (2007), identifikasi jenis kelamin juga dilakukan berdasar perbedaan morfologi seperti ukuran tubuh dan warna bulu. Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perhitungan Kepadatan Artemia dan Kutu Air serta Jumlah Koloni Bakteri Sebanyak 1,2 x 10 8 sel bakteri hasil kultur yang membawa konstruksi gen keratin-gfp ditambahkan

Lebih terperinci

RAGAM ALEL MIKROSATELIT BURUNG KAKATUA KECIL JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea)

RAGAM ALEL MIKROSATELIT BURUNG KAKATUA KECIL JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea) RAGAM ALEL MIKROSATELIT BURUNG KAKATUA KECIL JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea) I Gede Widhiantara, A.A.A Putri Permatasari, I Wayan Rosiana Program Studi Biologi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Sains, dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Hasil pengujian kualitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh

TINJAUAN PUSTAKA. A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) memiliki ukuran sedang (11 cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh bulunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendekatan klasik untuk memperoleh akses biokatalis baru adalah dengan menumbuhkembangkan mikroorganisme dari sampel lingkungan, seperti tanah dalam media berbeda dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, NIPPONBARE, DAN BATUTEGI Isolasi DNA genom padi dari organ daun padi (Oryza sativa L.) kultivar Rojolele, Nipponbare,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 6 ISOLASITOTAL DNA MANUSIADENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan manusia, dapat dari darah, folikel rambut, mukosa mulut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Lampiran 1. Data dan analisis karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. 1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan Gram Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa 14 isolat lokal yang diduga sebagai S. aureus (AS, NU1, NU2, NU3, NU4, NU5, NU6, NU7, NU8, NU9, NU10, NU11, NU13 dan NU14)

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci