Tabel 2 Konsentrasi DNA dan rasio A260/280 dan A260/230 untuk hasil ekstraksi dengan menggunakan metode FDEK dan PFMDIK.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel 2 Konsentrasi DNA dan rasio A260/280 dan A260/230 untuk hasil ekstraksi dengan menggunakan metode FDEK dan PFMDIK."

Transkripsi

1 41 HASIL Optimasi Metode Ekstraksi DNA Mikroba di Tempe Kuantitas dan Kualitas DNA. Kuantitas dan kualitas DNA yang baik perlu diperoleh sebelum analisis metagenomik komunitas mikroba dilakukan. Dua metode ekstraksi DNA mikroba digunakan untuk memperoleh metode terbaik dalam mempelajari komposisi mikroba yang ada pada tempe. Hasil ekstraksi DNA mikroba dari dua metode tersebut selanjutnya diukur konsentrasi dan kualitasnya. Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi DNA yang tinggi diperoleh dari hasil ekstraksi dengan menggunakan metode PFMDIK. Hasil ekstraksi DNA genom dengan metode PFMDIK tervisualisasi sebagai pita yang smear dan sangat tipis pada gel agarose. DNA genom hasil ekstraksi dengan metode FDEK sama sekali tidak tervisualisasi walaupun keduanya divisualisasi dengan konsentrasi DNA yang sama sebesar 100 ng/μl (data tidak ditampilkan). Konsentrasi DNA hasil ekstraksi juga menunjukkan hasil yang tidak berbias antar ulangan dibandingkan dengan metode FDEK. Kualitas DNA yang baik juga diperoleh dengan menggunakan metode PFMDIK. Rasio A260/280 menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada metode FDEK (Tabel 2). Kontaminasi protein lebih direduksi dengan melakukan ekstraksi metode PFMDIK. Nilai A260/230 yang diperoleh dari kedua metode ekstraksi tergolong sangat kecil (Tabel 2). Walaupun nilai ini pada hasil ekstraksi dengan metode PFMDIK sangat kecil dibandingkan dari metode FDEK, kontaminasi bahan organik tidak banyak berkontribusi sebagai inhibitor proses PCR (Gambar 4). Tabel 2 Konsentrasi DNA dan rasio A260/280 dan A260/230 untuk hasil ekstraksi dengan menggunakan metode FDEK dan PFMDIK. Sampel Rata-rata Kons DNA (ng/μl) ± SD(n=3) Rata-rata Rasio A260/280 ± SD (n=3) Rata-rata Rasio A260/230 ± SD (n=3) TU-FDEK 3.47 ± ± ± 0.14 TU-PFMDIK 6.9 ± ± ± 0.18

2 42 Uji Penghambatan PCR. Kualitas DNA hasil ekstraksi perlu dianalisis lebih lanjut untuk melihat kemungkinan terbawanya inhibitor PCR. Inhibitor PCR akan mengganggu proses amplifikasi sehingga gambaran komunitas mikroba yang ada pada suatu lingkungan menjadi terbatas. Amplifikasi DNA dilakukan terhadap gen 16S rrna. Metode PFMDIK lebih memungkinkan diperolehnya hasil amplifikasi gen 16S rrna yang lebih baik (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa inhibitor PCR lebih banyak tereduksi dengan menggunakan metode ini dibandingkan metode FDEK. Walaupun nilai A260/230 dari hasil ekstraksi dengan metode PFMDIK rendah (Tabel 2), tetapi inhibitor proses PCR asal makanan telah direduksi selama proses ekstraksi DNA. Kontaminasi bahan organik yang ada tidak berpengaruh terhadap proses PCR karena inhibitor PCR yang berasal dari makanan telah dihilangkan. Hasil amplifikasi gen 16S rrna dari DNA hasil ekstraksi dengan metode FDEK sebaliknya akan semakin menipis bila templat DNA yang digunakan disimpan dalam waktu lama. Validasi metode terbaik perlu dilakukan dengan melihat profil ARISA (Gambar 5 dan 6) yang dihasilkan oleh kedua metode. Metode PFMDIK lebih memberikan gambaran komunitas OTU mikroba pada tempe secara lebih baik (Tabel 3). Gambar 4 Amplifikasi PCR gen 16S rrna dari sampel tempe. Lajur 1. Marker Molekuler (1 Kb ladder), 2. TU1-PFMDIK, 3. TU2- PFMDIK, 4. TU3- PFMDIK, 5. TU1-FDEK, 6. TU2- FDEK, 7. TU3- FDEK. Profil Automated Ribosomal Intergenic Spacer Analysis (ARISA).

3 43 Nilai keragaman Index Shannon-Wienner (H ) yang lebih tinggi untuk keragaman OTU pada profil BARISA type maupun FARISA type diperoleh dari metode PFMDIK. Jumlah OTU dalam ARISA type yang lebih baik juga diperoleh dengan metode PFMDIK (Tabel 3). OTU dalam ARISA type yang lebih bervariasi ditemukan dengan metode ekstraksi PFMDIK dibandingkan dengan metode FDEK (Gambar 5,6). Table 3 Perbandingan profil OTU BARISA type dan FARISA type yang diperoleh dari DNA hasil ekstraksi dengan metode FDEK dan PFMDIK Metode Jumlah OTU dalam ARISA type Index Shannon-Wienner (H) BARISA type FARISA type BARISA type FARISA type FDEK ,946 0,510 PFMDIK ,036 0,977 a. b. Gambar 5 Profil BARISA type dari intergenic spacer yang diamplifikasi dengan dua metode ekstraksi DNA: a. PFMDIK, b. FDEK.

4 44 a. b. Gambar 6 Profil FARISA type dari daerah intergenic spacer yang diamplifikasi dengan dua metode ekstraksi DNA: a. PFMDIK, b. FDEK Reprodusibilitas metode juga perlu dilakukan untuk melihat apakah metode yang digunakan menimbulkan bias. Ulangan analisis ARISA dilakukan untuk tiga tempe yang diproduksi selama tiga hari pada satu produsen. Metode PFMDIK memberikan gambaran profil ARISA reprodusibel dan peak dengan ukuran OTU yang sama dihasilkan untuk tiga hari ulangan (Gambar 7).

5 45 a. b. c. Gambar 7 Profil BARISA type (tiga ulangan) dari intergenic spacer yang diamplifikasi dari DNA hasil ekstraksi dengan metode PFMDIK.

6 46 a. b. c. Gambar 8 Profil FARISA type (tiga ulangan) dari intergenic spacer yang diamplifikasi dari DNA hasil ekstraksi dengan metode PFMDIK.

7 47 Analisis Profil ARISA Type Tempe dari Sejumlah Produsen Tempe Variasi Proses Pembuatan Tempe dari sejumlah Produsen Tempe. Tempe diproduksi melalui proses fermentasi kacang kedelai dengan menggunakan inokulum sebagai starter. Walaupun menghasilkan produk yang sama dan umumnya dilakukan oleh produsen dengan latar belakang asal daerah Jawa, namun proses produksi tempe itu sendiri sangat bervariasi antar satu produsen dengan produsen yang lain. Proses pengolahan tempe dilakukan dengan cara yang sangat berbeda dengan urutan proses berbeda. Perlakuan awal terhadap biji kacang kedelai sampai perlakuan fermentasi dilakukan secara berbeda. Perlakuan awal pada produsen umumnya dimulai dengan proses perebusan kacang kedelai baik sampai matang maupun hanya setengah matang. Walau demikian beberapa produsen lebih memilih untuk merendam biji kacang kedelai saja sebagai tahap awal proses. Proses perebusan dilakukan secara berbeda pula. Pada produsen tertentu, proses perebusan dilakukan sebelum perendaman dan sesudah perendaman. Pada produsen lain proses perebusan hanya dilakukan sebelum perendaman atau sesudah perendaman saja. Lama proses perendaman juga sangat bervariasi antar produsen dan berkisar antara beberapa jam hingga semalam (Tabel 4). Hal lain yang ditemukan juga adalah penggunaan kultur starer yang berbeda pada beberapa daerah. Kultur starter meliputi kultur starter yang dibuat LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) maupun starter dari perusahan lokal. Kultur starter pada daerah Malang bahkan disediakan sendiri dengan membuat inokulum berupa spora fungi pada daun Waru (Hibiscus tiliaceus) maupun dengan membeli inokulum pada daun Waru yang telah tersedia di pasar lokal. Penggunaan komposisi starter juga berbeda khususnya pada produsen SDJD yang menggunakan dua macam starter. Produsen ini meracik kultur starter dengan mencampur starter LIPI dengan starter yang diproduksi oleh perusahaan lokal. Semua hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan tempe di Indonesia sangat bervariasi karena selain metode yang berbeda juga digunakan kultur starter berbeda. Kultur starter yang digunakan dapat berupa isolat murni maupun kultur dengan komposisi tidak terdefinisi. Sumber air yang digunakan juga sangat berbeda antar produsen. Produsen WJB, HTN dan WHR cenderung lebih

8 48 menggunakan sumber air dari Perusahaan Air Minum (PAM) sedangkan produsen lain menggunakan sumber air dari sumur. Proses fermentasi tempe yang dilakukan oleh produsen di Sidoarjo juga berbeda dari produsen lain. Proses fermentasi dilakukan dua kali yaitu di dalam wadah yang tertutup rapat dan fermentasi di atas rak (Tabel 4). Proses ini dilakukan dengan harapan mendapatkan tempe dengan fungi yang tumbuh seperti kapas. Tekstur tempe yang dihasilkan akan terlihat lebih mudah hancur dan bila diproses dengan menggoreng, tempe akan menyusut. Tekstur ini berbeda dengan tekstur tempe dari malang yang padat karena kedelai difermentasi dengan ditindih oleh marmer atau batu bata. Tahapan proses dan kultur starter yang berbeda tentu saja sangat berpengaruh terhadap hasil akhir bervariasi karena membuka peluang yang berbeda bagi masuknya mikroba dalam proses fermentasi tempe. Tabel 4 Profil perbedaan perlakuan proses pembuatan tempe pada berbagai produsen Sampel Perlakuan Awal Perlakuan Perebusan Perlakuan Fermentasi Lama Fermentasi Sumber Air Jenis Ragi yang digunakan Jenis Kedelai yang digunakan WJB Direbus, masak 2 kali 1 kali 1 malam PAM Raprima Jempol EMP Direbus, masak 1 kali 1 kali 2 hari Sumur Raprima Jempol, Gunung WHR Direndam air panas semalam 1 kali 1 kali 3 hari PAM Raprima Jempol HTN Direndam air 1 kali 1 kali 2-3 hari PAM Raprima Jempol MLGS MLGA SDJD SDJK panas 1 jam Direbus, tidak mendidih Dimasak ½ matang Direbus 1 malam Direndam air hangat 8 jam 2 kali 1 kali 2 hari Sumur Daun Waru Jempol, GCU 2 kali 1 kali 2 hari Sumur Daun Waru Jempol 2 kali 2 kali 2 x 1 hari Sumur Jago & Raprima Jempol, Bola 1 kali 2 kali 2 x 1 hari Sumur Jago Jempol, Bola Selain faktor-faktor yang dijelaskan di atas, faktor skala produksi juga sangat berbeda antar produsen. Produsen yang melakukan produksi dalam skala kecil cenderung lebih mampu mengontrol produksi dibandingkan dengan produsen dengan skala produksi yang besar. Produsen seperti HTN dan WJB melakukan produksi dalam skala kecil sehingga lebih menerapkan proses pengolahan pada lingkungan yang relatif bersih. Sedangkan pengolahan pada

9 49 produsen seperti EMP, MLGA dan SDJD agak kurang memperhatikan kebersihan lingkungan proses produksi. Beberapa tahapan pengolahan bahkan dilakukan di daerah dengan peluang kontaminasi tinggi seperti pada WC. Bahan baku kedelai yang digunakan juga bervariasi. Selain itu untuk mengurangi bahan baku dan untuk alasan produk yang lebih baik pemakaian bahan tambahan seperti beras, tepung beras dan jagung putih dilakukan. Penggunaan bahan tambahan akan berpengaruh terhadap komunitas mikroba yang terdapat dalam proses fermentasi dan produk akhir. Profil ARISA type dan Keragaman OTU Komunitas Bakteri dan Fungi dari Delapan Tempe. Adanya variasi bahan baku dan proses pengolahan akan berpengaruh terhadap keragaman dan kelimpahan mikroba yang terlibat dalam proses fermentasi tempe. Keragaman dan kelimpahan mikroba pada tempe ini dapat dilihat secara menyeluruh melalui gambaran BARISA type maupun FARISA type sebagai fingerprint mikroba yang muncul pada delapan tempe berbeda. Analisis ARISA menunjukkan bahwa setiap profil OTU BARISA type maupun FARISA type menunjukkan adanya pola komunitas berbeda sehingga dapat digunakan sebagai fingerprinting komunitas bakteri maupun fungi dari delapan tempe yang dianalisis (Gambar 9, 10, 11 dan 12). Fingerprinting komunitas ini dapat digunakan sebagai barcoding system tempe dengan daerah asal produksi yang berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan karena komunitas mikroba pada tempe yang berasal dari kultur starter maupun dari lingkungan dan tahapan proses berbeda.

10 50 a. b. c. d. Gambar 9 Profil BARISA dari intergenic spacer yang diamplifikasi dari DNA hasil ekstraksi dari beberapa tempe a. EMP (Bogor), b. WJB (Bogor), c. MLGA (Malang), dan d. MLGS (Malang).

11 51 a. b. c. d. Gambar 10 Profil BARISA dari intergenic spacer yang diamplifikasi dari DNA hasil ekstraksi dari beberapa tempe a. HTN (Ambon), b. WHR (Ambon), c. SDJD (Sidoarjo) dan d. SDJK (Sidoarjo).

12 52 a. b. c. d. Gambar 11 Profil FARISA dari intergenic spacer yang diamplifikasi dari DNA hasil ekstraksi dari beberapa tempe a. EMP (Bogor), b. WJB (Bogor), c. MLGA (Malang), dan d. MLGS (Malang).

13 53 a. b. c. d. Gambar 12 Profil FARISA dari intergenic spacer yang diamplifikasi dari DNA hasil ekstraksi dari beberapa tempe a. HTN (Ambon), b. WHR (Ambon), c. SDJD (Sidoarjo) dan d. SDJK (Sidoarjo). Profil OTU ARISA type sangat terbatas untuk menduga kelimpahan dan dominansi spesies, walaupun demikian keragaman OTU dapat dihitung untuk melihat pengaruh perbedaan proses fermentasi terhadap profil ARISA (Yannarell

14 54 dan Triplett 2005). Profil ARISA type yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk melihat keragaman OTU dalam komunitas mikroba pada tempe. Keragaman OTU yang dianalisis berdasarkan profil BARISA type dan FARISA type (Tabel 5) menunjukkan bahwa keragaman OTU tertinggi dalam komunitas pada BARISA type yang ditunjukkan oleh nilai H (Index Shannon-Wienner) ditemukan pada produsen di wilayah Malang dan Sidoarjo. Keragaman OTU dalam komunitas fungi pada tempe WJB dan HTN tergolong rendah dan keragaman OTU fungi yang tinggi diperoleh pada tempe di daerah Malang (MLGA, MLGS), tempe SDJK di Sidoarjo dan tempe EMP di Bogor. Index Simpson (D) untuk semua komunitas fungi relatif rendah. Nilai D (Index Simpson) OTU bakteri pada Tabel 5 menunjukkan bahwa OTU komunitas bakteri lebih kecil dari nilai D (Index Simpson) OTU fungi. Hal ini berarti OTU komunitas bakteri lebih beragam dibandingkan OTU fungi. Data ini mendukung nilai indeks H dan menunjukkan adanya keragaman OTU pada profil ARISA. Tabel 5 Keragaman OTU pada BARISA type dan FARISA type dari Berbagai Tempe Sampel Asal Sampel Index Shannon- Wienner (H ) BARISA Index Simpson (D) Jumlah OTU dalam BARISA type Index Shannon- Wienner (H ) FARISA Index Simpson (D) Jumlah OTU dalam FARISA type WJB Bogor 1,34 0, ,88 0,22 36 EMP Bogor 1,17 0, ,46 0, HTN Ambon 1,09 0, ,71 0,30 29 WHR Ambon 1,22 0, ,09 0,21 46 MLGS Malang 1,61 0, ,62 0, MLGA Malang 1,53 0, ,57 0, SDJD Sidoarjo 1,57 0, ,39 0, SDJK Sidoarjo 1,62 0, ,50 0, Pencirian tempe dapat dilakukan dengan menggunakan fingerprinting komunitas mikroba yang ada pada tempe. Tahapan awal yang harus dilakukan adalah mencari komunitas mikroba yang bersifat diskriminatif mencirikan tempe. Analisis pengelompokan tempe dapat dilakukan dengan melihat kesamaan OTU antar komunitas mikroba pada tempe yang dianalisis. Komunitas bakteri pada delapan BARISA type yang ada lebih diskriminatif memilah tempe berdasarkan daerah asal produksinya (Gambar 13, 14). Percabangan pohon filogenetik

15 55 menunjukkan bahwa ada tidaknya OTU bakteri dalam suatu profil BARISA menyebabkan terbentuknya dua kelompok besar yang terbentuk yaitu kelompok tempe EMP dan kelompok dengan tujuh tempe lain (Gambar 13). Pada kelompok dengan tujuh tempe, terlihat bahwa kelompok ini membentuk dua kelompok utama lagi dimana komunitas bakteri pada tempe WHR telihat sama dengan tempe MLGA. Komunitas bakteri pada tempe HTN lebih memiliki kecenderungan kemiripan dengan tepe WHR dan MLGA. Tempe SDJD dan SDJK memiliki komunitas bakteri yang mirip. Tempe MLGS juga memiliki kecederungan kemiripan komunitas dengan tempe SDJD dan SDJK. Sorensen s Similarity Coefficient Gambar 13 Pohon filogenetik hubungan keterkaitan delapan komunitas bakteri pada delapan tempe berdasarkan Sorensen s Similarity coefficient

16 56 Profil FARISA type (Gambar 14) menunjukkan adanya dua pengelompokan yang utama yaitu kelompok dengan tempe HTN dan tujuh tempe lain. Pengelompokan tujuh tempe yang ada menunjukkan adanya dua sub pengelompokkan lagi yang menunjukkan kemiripan komunitas fungi pada tempe. Tempe MLGA memiliki komunitas yang lebih mirip dengan tempe EMP sedangkan tempe SDJD memiliki kemiripan komunitas fungi dengan tempe SDJK. Komunitas MLGS memiliki kemiripan komunitas yang sama dengan keempat tempe di atas. Tempe WJB sebaliknya lebih memiliki kemiripan komuitas dengan tempe WHR. Sorensen s Similarity Coefficient Gambar 14 Pohon filogenetik hubungan keterkaitan delapan komunitas fungi pada delapan tempe berdasarkan Sorensen s Similarity coefficient Bila komunitas fingerprinting BARISA type dan FARISA type dibandingkan dan akan dipilih sebagai barcode tempe, maka profil BARISA terlihat lebih diskriminatif. Fingerprinting BARISA type lebih diskriminatif memilah tempe berdasarkan asal produsen tempe karena keragaman OTU BARISA type yang lebih tinggi. Nilai koefisien Sorensen s komunitas bakteri yang relative lebih kecil dibandingkan komunitas fungi menunjukkan bahwa OTU bakteri yang beragam masih mampu memilah tempe secara lebih diskriminatif. Keragaman yang rendah

17 57 pada komunitas fungi disebabkan karena ada tumpang tindih karena adanya OTU yang berulang dalam komunitas OTU FARISA type dibandingkan OTU pada bakteri (Lampiran 2 dan 3). Kesamaan OTU yang muncul menunjukkan bahwa proses fermentasi tempe diperantarai oleh kelompok fungi yang sama. Analisis Gen 16S rrna yang Berasal dari Komunitas Bakteri pada Tempe Identifikasi Bakteri yang Melimpah pada Produsen yang Berbeda. Identifikasi spesies bakteri yang ada pada tempe, perlu dilakukan dengan pendekatan pembuatan pustaka gen 16S rrna. Identifikasi ini bertujuan untuk melihat apakah komposisi spesies bakteri yang terlibat dalam proses fermentasi pada produsen benar-benar berbeda sesuai hasil yang tergambarkan pada Gambar 13. Tiga puluh koloni E. coli DH5α yang membawa gen 16S rrna dari total komunitas bakteri dan terinsersi pada vector pgem-t Easy selanjutnya dipilih. Insert gen 16S rrna selanjutnya diambil dan disekuensing (Lampiran 6). Komposisi bakteri pada tempe dari produsen SDJD dan EMP benar-benar berbeda. Bakteri pada tempe dari produsen SDJD lebih didominasi oleh Klebsiella dan uncultured Klebsiella (Gambar15). Tempe pada produsen EMP lebih didominasi oleh bakteri dari genus Acetobacter dan Lactobacillus (Gambar 16). Acetobacter merupakan bakteri yang baru pernah dilaporkan terlibat pada proses fermentasi tempe. Gambar 15 Persentase spesies bakteri yang dominan ditemukan pada tempe SDJD (dari Sidoarjo)

18 58 Gambar 16 Persentase spesies bakteri yang dominan ditemukan pada tempe EMP (dari Bogor) Perbedaan komunitas bakteri ini tentu saja akan berimplikasi terhadap karakteristik tempe yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian ini, diduga bahwa bakteri turut berperan dalam perbedaan karakteristik, komposisi Gizi, dan flavor pada tempe. Analisis Profil ARISA Isolat Tunggal Bakteri, Suatu Upaya Analisis Keamanan Pangan. Profil ARISA Isolat Bacillus. Bakteri seperti Bacillus cereus merupakan bakteri yang bersifat patogen karena menghasilkan toksin. Analisis keamanaan pangan perlu dilakukan untuk melihat kemiripan bakteri yang ditemukan pada tempe dengan bakteri dari ATCC (American type culture collection). Hasil menunjukkan bahwa isolat Bacillus GR9 yang telah teridentifikasi sebagai Bacillus cereus berdasarkan sekuen gen 16S rrna-nya ternyata merupakan isolat yang berbeda secara genetik dengan Bacillus cereus ATCC10876 (Tabel 6, Gambar 17). Isolat Bacillus GR9 menunjukkan profil BARISA type dengan OTU yang lebih banyak dibandingkan dengan Bacillus cereus ATCC10876 (Tabel 6). Hasil yang diperoleh juga menunjukkan adanya OTU dengan ukuran berbeda yang tidak ditemukan pada kedua isolat. Perbedaan ini merupakan ciri pembeda isolat dan OTU yang sama dapat menjadi ciri spesifik bakteri dari genus Bacillus.

19 59 Tabel 6 Ukuran profil BARISA isolat tunggal Bacillus Bacillus GR9 Bacillus cereus ATCC10876 Ukuran OTU dalam Luas Area Ukuran OTU Luas Area BARISA type dalam BARISA type 226, 03 ± 0, ,33 ± 7158,24 225,93 ± 0, ,33 ± 2596,88 227,11 ± 0, ,33 ± 7281,73 226,93 ± 0, ± 258,28 454,63 ± 0, ,67 ± 3855,40 451,97 ± 0, ,67 ± 1058,82 455,68 ± 0, ,67 ± 3564,63 Gambar 17 Perbandingan profil BARISA isolat tunggal Bacillus yang terkultur dan diisolasi dari tempe dibandingkan terhadap isolat ATCC (a. Bacillus GR9, b. Bacillus cereus ATCC10876).

20 60 Profil ARISA Isolat Klebsiella. Secara medis bakteri dari genus Klebsiella merupakan bakteri yang membahayakan kesehatan karena berkontribusi terhadap timbulnya penyakit paru-paru. Hasil menunjukkan bahwa walaupun Klebsiella 135 asal tempe telah teridentifikasi sebagai Klebsiella pneumoniae, namun secara genetik bakteri ini berbeda dengan Klebsiella pneumoniae ATCC35657 (Tabel 7, Gambar 18). Klebsiella 135 menunjukkan profil BARISA type yang sangat berbeda dari Klebsiella pneumoniae ATCC35657 dalam hal jumlah maupun ukuran OTU yang ada (Tabel 7). Analisis ini memang memberi gambaran yang sangat berbeda namun konfirmasi untuk jaminan keamanan pangan masih perlu dilakukan dengan melihat keragaman schyzotype yang lebih diskriminatif dan deteksi adanya gen patogen spesifik pada bakteri-bakteri ini. Tabel 7 Ukuran profil BARISA isolat tunggal Klebsiella Klebsiella 135 Klebsiella pneumonia ATCC35657 Ukuran BARISA Luas Area Ukuran BARISA Luas Area type type 287,48 ± 0, ,33 ± 5467,20 280,10 ± 0, ,67 ± 1038,05 430,83 ± 0, ,67 ± 4292,73 423,04 ± 0, ,33 ± 3038,69 507,88 ± 0, ,33 ± 491,73 431,13 ± 0, ,00 ± 917,20 508,96 ± 0, ,67 ± 1879,59 507,84 ± 0, ± 1085,27 515,80 ± 0, ,33 ± 1880,76 509,63 ± 0, ,00 ± 2071,58 516,81 ± 0, ,00 ± 1460, ,59 ± 0, ,33 ± 2104,28

21 Gambar 18 Perbandingan profil BARISA isolat tunggal Klebsiella yang terkultur dan diisolasi dari tempe dibandingkan terhadap isolat ATCC (a. Klebsiella 135, b. Klebsiella pneumoniae ATCC35657). 61

Lampiran1 Proses pengolahan pada delapan produsen tempe yang diamati. EMP (Bogor)

Lampiran1 Proses pengolahan pada delapan produsen tempe yang diamati. EMP (Bogor) LAMPIRAN 93 94 Lampiran1 Proses pengolahan pada delapan produsen tempe yang diamati. EMP (Bogor) WJB (Bogor) MLGS (Malang) MLGA (Malang) SDJD (Sidoarjo) SDJK (Sidoarjo) HTN (Ambon) WHR (Ambon) Kedelai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Optimasi Metode Ekstraksi DNA Mikroba di Tempe

PEMBAHASAN. Optimasi Metode Ekstraksi DNA Mikroba di Tempe 62 PEMBAHASAN Optimasi Metode Ekstraksi DNA Mikroba di Tempe Kuantitas dan Kualitas DNA. Secara ideal, metode ekstraksi DNA haruslah merupakan metode yang sederhana, cepat dan efisien. Memilih metode ekstraksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan Penelitian

METODE PENELITIAN. Bahan Penelitian 35 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen laboratorium. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Fakultas Teknobiologi UNIKA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar

Lebih terperinci

ANALISIS METAGENOM UNTUK PENCIRIAN KOMUNITAS BAKTERI DAN FUNGI PADA TEMPE CECILIA ANNA SEUMAHU

ANALISIS METAGENOM UNTUK PENCIRIAN KOMUNITAS BAKTERI DAN FUNGI PADA TEMPE CECILIA ANNA SEUMAHU 1 ANALISIS METAGENOM UNTUK PENCIRIAN KOMUNITAS BAKTERI DAN FUNGI PADA TEMPE CECILIA ANNA SEUMAHU SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan dalam melakukan kolonisasi

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan dalam melakukan kolonisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat tetap hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Kentang merupakan bahan pangan dari umbi tanaman perennial Solanum tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan utama dunia setelah padi,

Lebih terperinci

3. Untuk mempermudah bagi mereka mereka yang berminat untuk mendirikan industri rumah tangga yang mengspesialisasikan pembuatan tempe. C.

3. Untuk mempermudah bagi mereka mereka yang berminat untuk mendirikan industri rumah tangga yang mengspesialisasikan pembuatan tempe. C. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tempe merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Tempe merupakan salah satu produk olahan berbasis bioteknologi. Bioteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Metode deteksi yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan Potyvirus dan Fabavirus di pertanaman nilam yaitu dengan DAS-ELISA untuk mendeteksi Fabavirus, I-ELISA untuk mendeteksi Potyvirus

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ageratum conyzoides L. yang dikenal dengan nama daerah babadotan di Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat perhatian oleh para peneliti

Lebih terperinci

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH BIOINDUSTRI NUR HIDAYAT

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH BIOINDUSTRI NUR HIDAYAT FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH BIOINDUSTRI NUR HIDAYAT Tempe tradisional Digunakan untuk makanan Modifikasi limbah pertanian bahan tidak bernilai ekonomi dapat dipakai langsung atau untuk pakan Bahan dibungkus

Lebih terperinci

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum. NATA DE SOYA 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian mengenai biodiversitas mikroba termofilik telah membuka banyak informasi mengenai interaksi mikroba dengan lingkungannya (Newman dan Banfield, 2002).

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TEMPE MENDOAN BERBAGAI RASA DISUSUN OLEH : NAMA : REENATO GILANG NIM : 11.11.5583 KELAS : 11-S1 TI-14 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 ABSTRAK Pada saat ini,sedang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

TEMPE. Sub Pokok Bahasan

TEMPE. Sub Pokok Bahasan TEMPE Agroindustri Produk Fermentasi TIP FTP UB Mas ud Effendi Sub Pokok Bahasan Mikrobiologis inokulum tempe Mekanisme pembenntukan tempe Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan tempe Tahapan proses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Proses Fermentasi yang Melibatkan Konsorsium Mikroba

TINJAUAN PUSTAKA Proses Fermentasi yang Melibatkan Konsorsium Mikroba 23 TINJAUAN PUSTAKA Proses Fermentasi yang Melibatkan Konsorsium Mikroba Makanan fermentasi adalah substrat makanan yang ditumbuhi oleh mikroba, dapat dimakan (edible) dan mengandung berbagai macam enzim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) (2:1)

4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) (2:1) 28 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) Hasil analisa kuantitatif spora Rhizopus oligosporus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki bentang alam yang beragam. Salah satu bentang alam (landscape) yang memiliki potensi dan nilai strategis adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN... i KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi I. PEMBAHASAN A. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA Uji kualitatif dilakukan dengan dipilih secara acak sebanyak 14 sampel dari 27 sampel yang digunakan karena dianggap mewakili keseluruhan sampel

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI BERASAL 2 KATA YAITU BIOS = HIDUP, TEKNOLOGI DAN LOGOS = ILMU ILMU YANG MEMPELAJARI MENGENAI BAGAIMANA CARA MEMANFAATKAN MAKHLUK HIDUP

BIOTEKNOLOGI BERASAL 2 KATA YAITU BIOS = HIDUP, TEKNOLOGI DAN LOGOS = ILMU ILMU YANG MEMPELAJARI MENGENAI BAGAIMANA CARA MEMANFAATKAN MAKHLUK HIDUP BIOTEKNOLOGI BERASAL 2 KATA YAITU BIOS = HIDUP, TEKNOLOGI DAN LOGOS = ILMU ILMU YANG MEMPELAJARI MENGENAI BAGAIMANA CARA MEMANFAATKAN MAKHLUK HIDUP BIOTEKNOLOGI Bioteknologi berasal 2 kata yaitu Bios =

Lebih terperinci

HASIL Isolat-isolat Bakteri yang Didapatkan

HASIL Isolat-isolat Bakteri yang Didapatkan 50 HASIL Isolatisolat Bakteri yang Didapatkan Tanah sawah diambil dari Leuwisadeng dan Sipak yang berada di wilayah Kabupaten Bogor, Situgede 1 dan Situgede 2 di Kota Bogor serta Belendung dan Cipete yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL DAN KULIT NANAS PADA PROSES FERMENTASI TEMPE

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL DAN KULIT NANAS PADA PROSES FERMENTASI TEMPE PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL DAN KULIT NANAS PADA PROSES FERMENTASI TEMPE Siti Miskah, Rini Daslam, Dwi Endah Suryani Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Abstrak Nanas merupakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri 3 selama 1 menit, dan elongasi pada suhu 72 0 C selama 1 menit. Tahap terakhir dilakukan pada suhu 72 0 C selama 10 menit. Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1 % (b/v) menggunakan tegangan 70

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati memberikan harapan baru untuk pengendalian hama pertanian terutama fungi yang bersifat patogen. Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme yang paling sering berhubungan erat dengan manusia dan hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif di berbagai bidang, salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim selulase termasuk dalam kelas hidrolase (menguraikan suatu zat dengan bantuan air) dan tergolong enzim karbohidrase (menguraikan golongan karbohidrat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susadi Nario Saputra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susadi Nario Saputra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan tanaman sebagai obat sudah seumur dengan peradaban manusia. Dari zaman nenek moyang kita dahulu tanaman sudah dipercaya sebagai gudang bahan kimia yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional khas dan telah dikenal lama di Indonesia. Dalam SNI 3144-2009 tempe didefinisikan sebagai produk makanan hasil fermentasi biji

Lebih terperinci

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini;

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini; 4.1 Hasil Isolasi Bakteri Endofit `BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 6 isolat dari tanaman umbi kentang, hasil isolasi serta bentuk morfologi koloni bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan Gram Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa 14 isolat lokal yang diduga sebagai S. aureus (AS, NU1, NU2, NU3, NU4, NU5, NU6, NU7, NU8, NU9, NU10, NU11, NU13 dan NU14)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya sebagai Media Usar Tempe (The Use of Tempe, Soybean Flour and Both as a media of Tempe Starter) Oleh, Fitriana Wahyu Nugraheni NIM : 412011003 SKRIPSI

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TERHADAP UJI ORGANOLEPTIK TAPE UBI JALAR

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TERHADAP UJI ORGANOLEPTIK TAPE UBI JALAR PENGARUH KONSENTRASI RAGI TERHADAP UJI ORGANOLEPTIK TAPE UBI JALAR Oleh: Muhammad Teguh Budiono Abstrak: Tape merupakan makanan tradisional Indonesia yang diolah melalui proses fermentasi dan melibatkan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

Bioteknologi berasal 2 kata yaitu Bios = hidup, Teknologi dan Logos = ilmu Ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana cara memanfaatkan makhluk hidup

Bioteknologi berasal 2 kata yaitu Bios = hidup, Teknologi dan Logos = ilmu Ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana cara memanfaatkan makhluk hidup BIOTEKNOLOGI Bioteknologi berasal 2 kata yaitu Bios = hidup, Teknologi dan Logos = ilmu Ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana cara memanfaatkan makhluk hidup seperti jamur,bakteri, virus dan sebagainya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal. HASIL DAN PEMBAHASAN Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal. Dalam perkembangannya, organ reproduktif mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya perbedaan fenotipe antara kelapa

Lebih terperinci

... TAPE. Yuniar Lidyawati ( ) Anita Novalia ( ) Dyan Fitrisari ( )

... TAPE. Yuniar Lidyawati ( ) Anita Novalia ( ) Dyan Fitrisari ( ) ... TAPE Yuniar Lidyawati (0711030030) Anita Novalia (0711030050) Dyan Fitrisari (0711030060) Masih didominasinya nya industri fermentasi di Indonesia oleh kegiatan tradisional Nilai tambah dari produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama 121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada pengujian awal, terhadap 29 bakteri dilakukan pewarnaan Gram dan pengamatan bentuk sel bakteri. Tujuan dilakukan pengujian awal adalah untuk memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendekatan klasik untuk memperoleh akses biokatalis baru adalah dengan menumbuhkembangkan mikroorganisme dari sampel lingkungan, seperti tanah dalam media berbeda dan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pmsh1-lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pmsh1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi tanaman singkong di Indonesia sangat tinggi, menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia mencapai 24.044.025 ton

Lebih terperinci

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan siap santap berupa makanan cair atau berupa bubur instan merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat sekarang. Saat ini produk

Lebih terperinci

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT Tempe tradisional Digunakan untuk makanan Modifikasi limbah pertanian bahan tidak bernilai ekonomi dapat dipakai langsung atau untuk pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di Indonesia produk pangan hasil fermentasi semakin meningkat seiring berkembangnya bioteknologi. Hasil olahan fermentasi yang sudah banyak diketahui oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti morfologi, fisiologi, dan genetik. Setiap habitat yang berbeda memberikan keragaman yang berbeda

Lebih terperinci

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Dalam praktikum ini membahas mengenai inokulum tape. Tape adalah sejenis panganan yang dihasilkan dari proses peragian ( fermentasi). Tape bisa dibuat dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk makanan. Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk makanan. Salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang saat ini kerap timbul di bidang keamanan pangan adalah penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk makanan. Salah satu bahan berbahaya yang banyak digunakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, mikroorganisme berperan dalam industri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, mikroorganisme berperan dalam industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari, mikroorganisme berperan dalam industri makanan dan minuman fermentasi. Mikroorganisme juga secara alamiah mampu mendegradasi senyawa-senyawa

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Air susu ibu merupakan makanan terbaik bagi bayi jika ditinjau dari, komposisi zat gizinya, dimana zat gizi yang terdapat dalam air susu ibu ini sangat kompleks, tetapi ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penghutanan kembali (reforestation) dengan menggunakan spesies tanaman yang tumbuh cepat (fast-growing) merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah menurunnya area hutan,

Lebih terperinci

FERMENTASI KEDELAI PEMBUATAN TEMPE, TEMPE GEMBUS DAN ONCOM HITAM

FERMENTASI KEDELAI PEMBUATAN TEMPE, TEMPE GEMBUS DAN ONCOM HITAM Laporan Praktikum Hari, tanggal : Rabu, 29 April 2015 Teknologi Fermentasi Dosen : Ir. CC. Nurwitri, DAA Asisten Dosen : Embun Novita A.Md FERMENTASI KEDELAI PEMBUATAN TEMPE, TEMPE GEMBUS DAN ONCOM HITAM

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan Bab IV Hasil Dan Pembahasan IV.1 Reaktor dan Proses Pengkomposan Skala Kecil IV.1.1 Reaktor Kompos Desain awal reaktor pengkomposan merupakan konsep sederhana dari tempat sampah biasa yang memiliki lubang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT:

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT: Kecap Asin/Manis BAHAN: 1 kg kedelai putih atau hitam 3 gr ragi tempe 3 lbr daun salam 2 btg serai 3 Daun jeruk 1 lembar 4 cm lengkuas 1 sdt pokak 6 kg gula merah 1 ½ lt air untuk melarutkan gula merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati Indonesia yang dapat diisolasi dari setiap lapisan tanah dan perairan atau laut. Salah satu mikroorganisme

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci