METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian"

Transkripsi

1 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, mencakup semua kecamatan dan desa yang ada yaitu 35 kecamatan dan 425 desa. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2005 hingga Desember Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain BPS Kabupaten Bogor, Bakosurtanal dan instansi lain yang terkait. Data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari data sosial ekonomi yang berasal dari pengolahan data Potensi Desa (Podes) tahun 2003 serta Kecamatan Dalam Angka tahun 2003 serta data yang berkaitan dengan kondisi fisik wilayah seperti data topografi, ketinggian, atau jenis tanah.. Data lain yang juga digunakan adalah petapeta, seperti peta administratif, peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, peta kawasan hutan, peta landuse, peta kelas kemampuan lahan dan lain-lain. Unit contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah desa. Parameter Yang Digunakan Untuk mengetahui ketertinggalan suatu wilayah, terlebih dahulu harus ditentukan indikator-indikator pembangunan yang menjadi ukuran dari keberhasilan pembangunan atau ketertinggalan suatu wilayah. Indikator yang paling umum digunakan adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Akan tetapi karena data PDRB untuk tingkat kecamatan di Kabupaten Bogor belum tersedia, maka dilakukan pendekatan dengan berbagai indikator lain, antara lain: Jumlah per km 2 Jumlah tempat pelayanan kesehatan per 1000 Jumlah sarana pendidikan (SD, SMP, SMA) per 1000

2 24 Proporsi usia sekolah Proporsi usia produktif (15 55 tahun) Jumlah lembaga keuangan per 1000 Rasio jalan aspal per luas wilayah Jumlah kendaraan bermotor (roda dua dan empat) per 1000 Pendapatan asli daerah (PAD) per kapita Jumlah sarana perbelanjaan per 1000 Jumlah sarana komunikasi per 1000 Jarak terhadap ibukota kecamatan yang membawahi Jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi Untuk selengkapnya, parameter-parameter yang diukur adalah seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Parameter-parameter yang diukur No Bidang Variabel Parameter Sumber 1 Pola PAD PAD per kapita PODES Penganggaran 2003 Pembangunan 2 Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba Sarana 3 Jumlah Perekonomian Restoran/Rumah (Pasar dan Makan/Kedai Makanan Perbelanjaan) & Minuman 4 Jumlah Toko/Warung/Kios Jumlah Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba per Jumlah Restoran/Rumah Makan/Kedai Makanan & Minuman per Jumlah Toko/Warung/ Kios per Bank Umum Jumlah Bank umum per Sarana Bank Perkreditan Jumlah Bank Perkreditan Perekonomian Rakyat Rakyat per (Lembaga Koperasi Unit Desa Jumlah Koperasi Unit Desa Keuangan) (KUD) (KUD) per Koperasi Non-KUD Jumlah Koperasi Non-KUD per PODES 2003 PODES 2003

3 25 Tabel 1 Lanjutan No Bidang Variabel Parameter Sumber 9 Wisata Alam Bahari Wisata Alam Bahari per Wisata Alam Non Bahari Wisata Alam Non Bahari per Wisata Budaya Wisata Budaya per Sarana 12 Pariwisata Wisata Lainnya Wisata Lainnya per Gedung Bioskop Gedung Bioskop per Hotel/Penginapan Hotel/Penginapan per Wartel/kiospon/warp Wartel/kiospon/warpostel/war ostel/warparpostel parpostel per Warung internet Warung internet per Telepon umum Telepon umum per Sarana Komunikasi Rumah Tangga yang Memiliki TV dan Informasi 19 Rumah Tangga yang Berlangganan telepon 20 Jumlah Keluarga yang Menggunakan Listrik PLN (KK) Rumah Tangga yang Memiliki TV per Rumah Tangga yang Berlangganan telepon per Jumlah Keluarga yang Menggunakan Listrik PLN (KK) per Jumlah Dokter Jumlah Dokter per Jumlah Bidan Jumlah Bidan per Jumlah Dukun Bayi Jumlah Dukun Bayi per Jumlah Unit Rumah Sarana dan Sakit Pemerintah 25 Tenaga Jumlah Unit Kesehatan Puskesmas 26 Jumlah Unit Puskesmas Pembantu 27 Jumlah Unit Posyandu 28 Jumlah Praktek Dokter Jumlah Unit Rumah Sakit Pemerintah per Jumlah Unit Puskesmas per Jumlah Unit Puskesmas Pembantu per Jumlah Unit Posyandu per Jumlah Praktek Dokter per PODES 2003 PODES 2003 PODES 2003

4 26 Tabel 1 Lanjutan No Bidang Variabel Parameter Sumber 29 Jumlah Unit Jumlah Unit Poliknik per Sarana dan Poliknik PODES Tenaga Jumlah Unit Jumlah Unit Apotik dan Toko Obat 2003 Kesehatan Apotik dan Toko per obat 31 Jumlah SD/Madrasah Jumlah SD/Madrasah per Jumlah SMP/Madrasah Jumlah SMP/Madrasah per Jumlah SMA/Madrasah Jumlah SMA/Madrasah per Rasio siswa SD Rasio siswa SD terhadap sekolah terhadap sekolah 35 Pendidikan Rasio siswa SMP Rasio siswa SMP terhadap sekolah terhadap sekolah 36 Rasio siswa SMA Rasio siswa SMA terhadap sekolah terhadap sekolah 37 Rasio guru SD Rasio guru SD terhadap murid terhadap murid 38 Rasio guru SMP Rasio guru SMP terhadap murid terhadap murid 39 Rasio guru SMA terhadap murid Rasio guru SMA terhadap murid 40 Masjid Masjid per Surau/langgar Surau/langgar per Gereja kristen Gereja kristen per Sarana 43 Gereja katolik Gereja katolik per Peribadatan 44 Pura Pura per Vihara Vihara per Klenteng Klenteng per Kepadatan Kepadatan Penduduk per km 2 Penduduk 48 Rasio Angkatan Jumlah Angkatan kerja per jumlah kerja Tata Ruang 49 Rasio keluarga Rasio keluarga pertanian per dan pertanian jumlah Lingkungan 50 Rasio keluarga Rasio keluarga pra sejahtera per pra sejahtera jumlah 51 Rasio rumah Rasio rumah permanen per jumlah permanen rumah 52 Roda 2 Jumlah Roda 2 per Roda 4 Roda 4 per Transportasi Panjang jalan Panjang jalan aspal per luas aspal wilayah 55 Panjang jalan Panjang jalan aspal per luas aspal wilayah Kecamatan Dalam Angka 2003 PODES 2003 PODES 2003 PODES 2003

5 27 Tabel 1 Lanjutan No Bidang Variabel Parameter Sumber 56 Jarak terhadap ibukota kecamatan Jarak terhadap ibukota kecamatan 57 Jarak terhadap ibukota kabupaten Jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi Podes yang membawahi Aksesibilitas Jarak terhadap ibukota kabupaten Jarak terhadap ibukota kabupaten lain yang terdekat lain yang terdekat 59 Jarak sentroid desa Jarak sentroid desa terhadap sentroid Kota Bogor 60 Jarak sentroid desa Jarak sentroid desa terhadap sentroid Ibukota Jakarta 61 Densitas Jalan Densitas jalan per luas wilayah 62 Persen lereng rendah Persen luas lahan dengan lereng 0 8% terhadap luas wilayah 63 Persen lereng Faktor Fisik sedang (Kelerengan) 64 Persen lereng tinggi Persen luas lahan dengan lereng 8 25% terhadap luas wilayah Persen luas lahan dengan lereng > 25% terhadap luas wilayah 65 Kawasan hutan Luas kawasan hutan lindung Faktor Fisik lindung per luas wilayah 66 (Status kawasan Kawasan hutan lain Luas kawasan hutan lain per luas wilayah 67 hutan) Bukan kawasan hutan Luas bukan kawasan hutan per luas wilayah 68 Faktor Fisik (Sungai) Densitas sungai Densitas sungai per luas wilayah 70 Angkatan kerja Proporsi angkatan kerja per 71 Kean jumlah Keluarga pertanian Proporsi keluarga pertanian per jumlah keluarga (KK) Peta Topografi 1999 Peta Topografi 1999 Pemda Kab. Bogor 2003 PODES 2003 Analisa Data Analisa Hirarki Wilayah Analisa dilakukan dengan metode skalogram untuk membuktikan adanya hirarki di wilayah Kabupaten Bogor, khususnya dalam hal sarana infrastruktur. Data yang digunakan adalah data dari Potensi Desa Tahun 2003 dan data dari

6 28 Kecamatan Dalam Angka (KCDA) Tahun Parameter yang diukur meliputi bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian dan aksesibilitas. Urutan kegiatan pada analisis data dengan metode skalogram antara lain (Saefulhakim 2004): 1. Melakukan pemilihan terhadap data PODES 2003 dan KCDA 2003 sehingga hanya tinggal data yang bersifat kuantitatif 2. Melakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan. 3. Melakukan rasionalisasi data 4. Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh 38 variabel untuk analisa skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan desa di Kabupaten Bogor. 5. Melakukan standardisasi data terhadap 38 variabel tersebut dengan menggunakan rumus (Statsoft 2004) yang dimodifikasi: Yij minimum Yj Zij = St. Dev dimana: Zij Y ij minimum Y j St.Dev = nilai baku untuk desa ke-i dan jenis sarana ke-j = jumlah sarana untuk desa ke-i dan jenis sarana ke-j = nilai minimum untuk jenis sarana ke-j = nilai standar deviasi 6. Menentukan indeks perkembangan desa (IPD) dan kelas hirarkinya untuk kemudian diplotkan pada peta. Dari data yang diukur dibagi ke dalam dua kelompok yaitu yang bisa langsung dibuat indeks (data jenis dan jumlah sarana) dan yang harus diinverskan terlebih dahulu (data aksesibilitas atau jarak dari ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten yang membawahi dan jarak dari ibukota kabupaten lain yang terdekat).

7 29 Setelah proses pembakuan kemudian dilakukan penjumlahan nilai baku tersebut untuk setiap desa. Untuk melihat struktur wilayah dilakukan sortasi data dimana wilayah yang mempunyai nilai yang paling besar diletakkan di barisan atas dan fasilitas yang paling banyak berada di kolom paling kiri. Pada penelitian ini, IPD dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuannya didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPD dan nilai median. Nilai yang didapat untuk selang hirarki dan digunakan untuk menentukan kelas hirarki dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai Selang Hirarki No Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki 1 I X > [median + (2*St Dev IPD)] Tinggi 2 II median < X < (2* St Dev) Sedang 3 III X < median Rendah Analisa Spasial Adanya pewilayahan pembangunan di Kabupaten Bogor dimaksudkan untuk memfokuskan proses pembangunan di masing-masing wilayah. Akan tetapi hal ini menjadi kendala tersendiri mengingat lokasi dan medannya yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga diperlukan kebijakan pembangunan yang bersifat spesifik untuk setiap wilayah tersebut. Agar kebijakan tersebut lebih terarah, maka perlu informasi yang mudah diperoleh dan tepat. Untuk itu maka salah satu solusinya adalah dengan mengembangkan sistem informasi geografis untuk wilayah bersangkutan. Analisa spasial berguna untuk memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai suatu wilayah. Selain itu juga dapat memetakan permasalahanpermasalahan yang ada untuk dianalisa secara spasial sehingga keterkaitan antar wilayah dapat dianalisa dengan lebih mudah dan akurat. Sebagai dasar pemetaan, maka peta dasar yang digunakan adalah peta administratif (skala 1: ) yang

8 30 diperoleh dari pemerintah daerah Kabupaten Bogor yang juga akan digunakan sebagai peta master. Analisa spasial yang digunakan dalam penelitian ini lebih ditekankan pada analisa melalui sisitem informasi geografis berdasarkan data-data peta yang ada seperti peta jaringan jalan, peta sungai, peta status kawasan hutan, peta kelerengan dan peta administrasi dan yang berkaitan dengan hiraki wilayah dan selain itu juga digunakan untuk mengetahui jarak dari masing-masing unit contoh terhadap pusat (pusat kegiatan ekonomi yaitu Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi dan Bogor sebagai kota yang berada di tengah-tengah kebupaten Bogor). Untuk melakukan tipologi wilayah di Kabupaten Bogor, dilakukan analisa gerombol (clutering) dari data-data atribut yang diekstrak dari peta yaitu meliputi kepadatan, densitas jalan, densitas sungai, kelerengan, jarak lurus setiap pusat (centroid) desa terhadap Jakarta dan Kota Bogor dan hutan (status hutan). Sebelum dilakukan clustering, data-data tersebut lebih dahulu distandardisasi (standardized) selanjutnya dilakukan analisa gerombol. Hasil dari analisa ini adalah berupa tipologi wilayah berdasarkan data spasial yang ada dan akan ditampilkan sebagai data-data spasial berupa peta-peta. Software yang digunakan untuk melakukan analisa ini adalah ArcView GIS ver Analisis Komponen Utama Dalam analisis ini, data yang digunakan adalah data dari PODES 2003 kuantitatif yang melalui proses rasionalisasi dan terdiri dari 71 variabel seperti yang tercantum pada Tabel 1. Variabel-variabel tersebut adalah variabel yang dapat mencirikan tipologi wilayah desa-desa di Kabupaten Bogor. Analisis komponen utama ini dilakukan beberapa kali hingga diperoleh nilai PC Score terbaik, yaitu: PC Score g\dengan nilai akar ciri (eigenvalues) diatas 70%; jumlah faktor-faktor baru yang diperoleh pada tabel factor loading dibawah

9 31 sepuluh; dan korelasi antar variabel-variabel asal dengan faktor-faktor baru pada factor loading dapat diinterpretasikan secara logis. Adapun maksud dari analisis komponen utama ini adalah untuk mengelompokkan variabel-variabel menjadi beberapa kelompok. Ada dua tujuan dasar dari PCA dan FA, yakni: (1) Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel-variabel baru (yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor) yang tidak saling berkorelasi. (2) Penyederhanaan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah. (Saefulhakim, 2004). Cluster Analysis (Analisis Gerombol) Teknik pewilayahan merupakan salah satu teknik untuk membatasi wilayah berdasarkan kemiripan karakteristik tertentu dari suatu hamparan wilayah. Teknik ini dapat mengadopsi konsep wilayah yang telah berkembang, seperti konsep wilayah nodal atau konsep wilayah homogen. Secara umum, teknik pewilayahan ini mengadopsi konsep klasifikasi sebagaimana diadopsi oleh ilmu taksonomi. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya konsep klasifikasi ini adalah mengelompokkan berbagai unit pengamatan (spesies hewan, tanaman, tanah, atau wilayah) berdasarkan kemiripan/ kedekatan karakteristiknya. Teknik klasifikasi wilayah yang akan digunakan menggunakan bantuan teknik analisis multivariabel dengan Analisis Gerombol. Secara umum terdapat dua metode penggerombolan dalam analisis gerombol ini yaitu: (1) metode berhirarki (hierarchical clustering method) dan (2) metode tak berhirarki (non hierarchical clustering method).

10 32 Metode berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol yang akan ditentukan sudah diketahui. Misalnya orde pembangunan wilayah yang secara umum diketahui berjumlah lima, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah, atau tiga yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Pengklasifikasian selanjutnya akan dilakukan berdasarkan jumlah yang kita inginkan tersebut. Unit-unit analisis yang dikelompokkan akan bergerombol sesuai dengan kedekatan/ kemiripan karakteristiknya masing-masing. Sedangkan metode tidak berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol belum diketahui. Penggerombolan selanjutnya dilakukan terhadap seluruh unit berdasarkan seluruh karakteristik yang diamati. Selanjutnya berdasarkan kenampakan hasil penggerombolan ditentukan pemotongan seberapa banyak gerombol yang akan digunakan. Sebelum melakukan penggabungan data perlu dihitung terlebih dahulu jarak antara dua data atau jarak antara dua gerombol data dengan ciri yang serupa. Untuk dapat dilakukan penggerombolan diperlukan suatu skala pengukuran yang sama. Jika skala data tidak sama maka data perlu ditransformasikan dalam suatu bentuk skor tertentu yang disebut jarak baku. Dalam analisis gerombol dikenal terdapat beberapa ukuran jarak antara lain : jarak mahalanobis, jarak eucledian, jarak kuadrat eucledian, jarak manhattan (city-block), jarak chebycev, power distance, dan percent disagreement. Ukuran jarak yang sering digunakan adalah jarak eucledian (Eucledian distance). Persamaan penghitungan jarak eucledian antara dua titik atau dua gerombol adalah: p 2 ( ) i = 1 X i Y j 1 / 2 dimana: Xi = pusat data dari gerombol X Yi = pusat data dari gerombol Y = D

11 33 Nilai D merupakan jarak antara titik data/gerombol X dan Y. Makin kecil nilai D makin besar kemiripan data X dan Y. Dalam analisis gerombol ini tidak dilakukan ortogonalisasi variabel akan tetapi dilakukan standardisasi data mentah yang ada sebelum dilakukan penggerombolan. Hal ini pengaruh multikolinearitas sangat kecil sehingga dapat diabaikan apabila data sudah distandardisasi (Johnson & Wichern 1998). 3. Discriminant Analysis Analisis diskrimanan merupakan salah satu analisis multivariabel untuk menentukan variabel mana yang membedakan secara nyata kelompokkelompok yang telah ada secara alami. Dengan kata lain analisis diskriminan digunakan untuk menentukan variabel yang mana yang merupakan penduga terbaik dari pembagian kelompok-kelompok yang ada. Penentuan dalam analisis diskriminan ini dapat dinyatakan berbalikan dengan metode penentuan dalam analisis gerombol (cluster analysis). Jika analisis gerombol (khususnya gerombol unit) menentukan gerombol dari ciriciri yang diduga mirip, maka analisis diskriminan ini menentukan dengan kelompok yang sudah tentu yang terbentuk secara alamiah ingin ditentukan variabel yang mana yang sebenarnya secara nyata membedakan kelompokkelompok tersebut. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis diskriminan ini antara lain: 1. Data contoh merupakan data multivariabel yang menyebar normal. Walaupun demikian, jika syarat penyebaran normal ini tidak dipenuhi, perbedaan hasil pengujian tidak fatal. Artinya hasil pengujian masih layak untuk dipercaya. 2. Matriks ragam (variances) atau peragam (covariances) variabel antar kelompok bersifat homogen. Jika terdapat deviasi kecil masih bisa diterima. Oleh karena itu, akan lebih baik jika sebelum menggunakan

12 34 hasil pengujian terlebih dahulu dilihat lagi nilai korelasi dan ragam variabel dalam setiap kelompoknya. 3. Tidak terdapat korelasi antara nilai tengah variabel antar kelompok dengan nilai ragam atau standar deviasinya. 4. Variabel yang digunakan tidak bersifat redundant. Jika kondisi ini tidak terpenuhi maka matrik tersebut disebut singular, yaitu matrik yang tidak mempunyai determinan. Matriks yang singular tersebut tidak dapat diinverskan. 5. Nilai toleransi seharusnya tidak mendekati 0. Di dalam analisis diskriminan akan dilakukan pengujian terhadap kondisi redundant yang diharapkan tidak terjadi yang disebut dengan pengujian nilai toleransi. Nilai toleransi ini dihitung dengan persaman 1 - R 2. Jika kondisi redundat terjadi, maka nilai toleransi akan mendekati 0. Fungsi yang terbentuk sebenarnya mirip dengan fungsi regresi. Dalam hal ini variabel bebas (Y) adalah resultan skor klasifikasi. Sedangkan variabel tak bebasnya (X) adalah variabel-variabel yang digunakan sebagai penduga. Skor = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b m X m Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang mempunyai peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang ada. Hasil pengolahan statistik ini akan menghasilkan tipologi wilayah yang kemudian dibuat peta tipologi wilayah yang akan dioverlay dengan data-data fisik wilayah untuk kemudian dilakukan analisis deskripsi. 4. Analisis Regrasi Berganda (Multiple Regression) Analisis ini merupakan analisis regresi dimana beberapa variabel dependent (y1, y2,...,yp) diukur dan diregresikan terhadap variabel

13 35 independent (x1,...,xk) Model umum untuk analisis regresi berganda ini adalah (Srivastava, 2002): y = ε 1 x ε k x k + e dimana y adalah respon atau variabel dependen yang nilainya tergantung dari k variabel independen x 1,...,x k. Diasumsikan bahwa nilai variabel bebas diketahui dan nilai ε 1,..., ε k belum diketahui yang dinamakan parameter regresi. Untuk menghasilkan model yang dapat digunakan sebagai penduga yang baik maka beberapa asumsi yang harus dipenuhi adalah : a. E(e) = 0 b. E(e 2 ) = σ 2 c. Tidak ada korelasi antar variabel sehingga Kov (y i,y j ) = kov(e i,e j ) = 0, i j Analisis regresi berganda dilakukan untuk merumuskan model pendugaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan desa. Data yang diperlukan dalam analisis ini adalah data IPD sebagai variabel tujuan dan PC Score sebagai variabel penjelas dengan metode Forward Stepwise.. 5. Canonical correlation Suatu korelasi kanonikal adalah korelasi dari dua set variabel, satu merupakan variabel bebas dan yang lain adalah variabel dependent. Dalam analisa korelasi kanonik ini ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan. Pertama adalah distribusi sampel. Tes signifikansi dari korelasi kanonik didasarkan pada asumsi bahwa distribusi dari variabel pada populasi menyebar normal. Kedua, ukuran sampel, dimana semakin besar ukuran sampel maka hasil dari analisa korelasi kanonik akan semakin sempurna. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa untuk interpretasi yang baik, jumlah sampel hendaknya 20 kali jumlah variabelnya. Ketiga adalah pencilan. Pencilan ini mempunyai pengaruh terhadap besarnya koefisien korelasi kanonik. Untuk itu hendaknya pencilan ini dapat diketahui sebelumnya.

14 36 Keempat adalah matriks harus mempunyai invers atau bukan matriks singular (Statsoft 2005). Selain itu, pengukuran dilakukan pada unit sampling yang sama (Rencher 1996).

15 Tabel 2 Jenis data, analisa dan output berdasarkan tujuan yang ingin diperoleh No Tujuan Jenis Data Analisa Output 1 Melakukan tipologi wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan datadata spasial wilayah Clustering terhadap data atribut 2 Mengetahui keterkaitan dan perbedaan antar variabel-variabel/ indikator-indikator pembangunan 3 Mencari variabelvariabel penentu utama yang menyebabkan terjadinya disparitas wilayah di Kabupaten Bogor 4 Kontribusi variabelvariabel tersebut terhadap ketertinggalan wilayah tersebut Peta kelas lereng, peta landuse, peta jaringan jalan, peta status hutan, peta sungai. Data diambil dari Peta Topografi Tahun 1999 dan Pemda Kabupaten Bogor Tahun Data Potensi Desa Kab. Bogor Tahun 2003 dan Kecamatan Dalam Angka 2003 Data Potensi Desa Kab. Bogor Tahun 2003 dan Kecamatan Dalam Angka 2003 Data Potensi Desa Kab. Bogor Tahun 2003 dan Kecamatan Dalam Angka Factor Analysis - Regrasi Berganda Discriminant Analysis Canonical Correlation Discriminant Analysis Canonical Correlation Tipologi Wilayah berdasarkan data-data spasial (data atribut) Hubungan antar variabel/indikator pembangunan Variabel penentu utama yang menyebabkan disparitas wilayah Besarnya kontribusi variabel penentu utama terhadap disparitas wilayah

16 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis, Kabupaten Bogor terletak pada 6º º47 10 lintang selatan dan 106º º13 30 bujur timur. Ibukota kabupaten terletak di Cibinong. Luas wilayah berdasarkan data terakhir adalah hektar. Adapun batas-batas wilayah ini adalah DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi dan Kota Depok di sebelah utara, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta di sebelah timur, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur di sebelah selatan, Kabupaten Lebak di sebelah barat serta Kota Bogor yang berada di tengahnya. Kabupaten Bogor terdiri dari 35 kecamatan dengan 425 desa dan kelurahan, RW, RT dan rumah tangga. Dari jumlah desa tersebut, dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu desa kota dan desa perdesaan yang masing-masing berjumlah 200 dan 225 desa. Desa kota mempunyai dua pola kawasan, yaitu yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang sekitar dan yang tidak berkaitan dengan pemanfaatan ruang sekitar (cenderung bersifat komuter) sedang desa perdesaan mempunyai empat pola kawasan yaitu pemukiman sekitar sawah beririgasi teknis, pemukiman sekitar hutan, pemukiman sekitar perkebunan besar dan pemukiman sekitar kebun campuran, tegalan atau sawah tidak beririgasi teknis. Jumlah di Kabupaten Bogor hingga akhir tahun 2003 tercatat sebanyak jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa dan kepadatan rata-rata sebanyak jiwa per km 2. Tingkat kepadatan per kecamatan di Kabupaten Bogor sangat bervariasi dari yang relatif rendah yaitu Kecamatan Cariu (329 jiwa per km 2 ) hingga yang sangat relatif tinggi yaitu Kecamatan Ciomas (6.515 jiwa per km 2 ).

17 39 Tabel 4 Jumlah dan kepadatan per kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2003 Kode Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas wilayah (km 2 ) Kepadatan (Jiwa/km 2 ) 010 Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parungpanjang Kabupaten Bogor Sumber : BPS 2004 dan hasil olahan

18 40 Berdasarkan data jumlah di atas, jika dikelompokkan ke dalam tiga wilayah, yaitu barat, tengah dan timur maka kepadatan rata-ratanya secara berturut-turut adalah sebagai berikut jiw/km 2, jiw/km 2, 934 jiw/km 2. Terlihat bahwa konsentrasi berada di wilayah tengah sebesar 2.28 kali dari kepadatan di wilayah barat dan 2.54 kali di wilayah timur. Tingginya tingkat kepadatan di wilayah tengah ini selain karena adanya pusat pemerintahan yang berlokasi di Kecamatan Cibinong juga karena faktor spasial yang cenderung lebih dekat dengan Kota Bogor dengan aksesibilitas yang lebih baik dan keadaan dimana Kota Bogor ini juga merupakan titik awal dari pintu masuk menuju Jakarta melalui Terminal Bis di Baranang Siang ataupun Stasiun Kereta Api Bogor. Pengembangan Wilayah Dalam rangka menurunkan tingkat disparitas antar wilayah, maka pengembangan wilayah Kabupaten Bogor dibagi dalam tiga wilayah pembangunan yang merupakan dasar penyusunan agenda pembangunan dan rencana strategis setiap bidang dan program pembangunan. Maksud dan tujuan perwilayahan pembangunan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah secara seimbang antar kawasan dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan berkesinambungan. Dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dan perkembangan ekonomi wilayah, pola interaksi internal dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional serta kebijakan pengembangan dan penyebaran secara seimbang sesuai dengan daya dukung lingkungan, maka wilayah Kabupaten Bogor dibagi menjadi tiga Wilayah Pembangunan, yaitu: 1. Wilayah Pembangunan Barat yang meliputi sebelas kecamatan, yaitu Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan, dan Kecamatan Rumpin, dengan luas wilayah sekitar Ha. 2. Wilayah Pembangunan Tengah yang meliputi delapan belas kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur,

19 41 Bojonggede, Cibinong, Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Caringin, Ciawi, Megamendung, Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas, dan kecamatan Tamansari, dengan luas wilayah sekitar Ha. Pusat pertumbuhan utama adalah Kota Cibinong, Parung dan Babakan Madang. Pusat pertumbuhan sekunder adalah Kota Ciawi dan Citeureup. Pusat pertumbuhan tersier adalah Kota Kemang, Cijeruk, Caringin, Cisarua, Bojonggede, Gunung Sindur, Megamendung, Dramaga, dan Kecamatan Ciomas. Pusat pertumbuhan lainnya adalah Ciseeng, Sukaraja, Rancabungur, dan Kota Tamansari. Pusat-pusat pertumbuhan ini merupakan simpul-simpul jasa distribusi barang dan jasa serta pendorong pengembangan wilayah. 3. Wilayah Pembangunan Timur yang meliputi enam kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, dan Kecamatan Cariu. Pusat pertumbuhan utama adalah Kota Cileungsi dan Jonggol. Pusat pertumbuhan sekunder adalah Kota Gunung Putri, sedangkan pusat pengembangan tersier adalah Kota Cariu, Sukamakmur, dan Kota Klapanunggal. Wilayah Pembangunan Timur diharapkan dapat berfungsi sebagai daerah pengembangan industri, permukiman, pariwisata, pertanian, dan pelestarian sumberdaya air. Pusat-pusat pertumbuhan ini merupakan simpul-simpul kegiatan pertanian, industri, pertambangan, dan pariwisata (agro wisata). Dalam arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Barat, arahan yang diberikan terhadap Kabupaten Bogor berkenaan dengan hal-hal pokok sebagai berikut : a. Kawasan Lindung Untuk Kabupaten Bogor dikemukakan arahan berupa terdapatnya bentuk-bentuk kawasan lindung, yaitu:

20 42 Kawasan hutan lindung Kawasan Cagar Alam Kawasan Taman Wisata Alam Kawasan Taman Nasional Kawasan Cagar Budaya Kawasan Rawan Bencana b. Kawasan Budidaya Untuk Kabupaten Bogor dikemukakan arahan untuk kawasan budidaya adalah berupa kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu. Arahan untuk kawasan perdesaan itu sendiri meliputi: Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan kering Kawasan tanaman tahunan/perkebunan Kawasan hutan produksi Kawasan Pertambangan dan galian Kawasan pariwisata Kawasan permukiman pedesaan Sedangkan arahan untuk Kawasan perkotaan adalah berupa : Kawasan industri Kawasan pengembangan perkotaan Kawasan permukiman perkotaan c. Pengembangan sistem Prasarana Wilayah Pengembangan ini mencakup pengembangan fungsi jalan raya baik jalan arteri primer, jalan kolektor primer I III, peningkatan fungsi jalan tol dan

21 43 pengembangan terminal serta pengembangan energi listrik yaitu PLTP Gunung Salak. Dalam hubungannya dengan pengembangan kawasan Jabotabek, ada tiga fungsi utama dari wilayah Kabupaten Bogor, yaitu : 1. Penyangga bagi DKI Jakarta, berupa pengembangan pemukiman perkotaan sebagai bagian dalam sistem metropolitan Jabotabek. 2. Konservasi, berkenaan dengan posisi geografisnya di bagian hulu dalam tata air untuk wilayah metropolitan Jabotabek 3. Pengembangan pertanian khususnya hortikultura, sehubungan dengan perkembangan dan keunggulan yang telah ada, yang selanjutnya makin dipacu. Tabel 5 Ikhtisar Keterkaitan Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Dengan Wilayah Sekitarnya Wilayah Sekitar Keterkaitan Ruang Fisik Dasar Pemanfaatan Ruang Aksesibilitas Fungsi Pengembangan Utara : Kab. Tangerang DKI Jakarta Kab. Bekasi Kota Depok Bagian hilir wilayah Bogor Hamparan Datar Batas fisik sebagian kecil anak-anak sungai Pemukiman perkotaan Pertanian lahan basah/ sawah Pertanian lahan kering Jalan raya: Jalan tol Arteri Kolektor Lokal Jalan kereta api Perkotaan Industri/ jasa Core metropolitan Jabotabek Timur : Kab. Karawang Kab. Purwakarta Kab. Cianjur Punggung kompleks Gunung Sanggabuana Sungai Ciomas (anak-anak sungai Cibeet) dan Sungai Cibeet) Kawasan lindung Pertanian lahan kering Pertanaian lahan basah Jalan lokal dari Cariu ke pangkalan Industri Perkotaan (Non Contiguous) di Kab. Karawang

22 44 Tabel 5 Lanjutan Wilayah Sekitar Keterkaitan Ruang Fisik Dasar Pemanfaatan Ruang Aksesibilitas Fungsi Pengembangan Selatan : Kab. Cianjur Kab. Sukabumi Kompleks Gunung Gede/ Pangrango, Salak, Halimun Sungai Cibeet Kawasan lindung Pertanian lembah sungai (tepian Sungai Cibeet) Jalan arteri dan KA ke Sukabumi Jalan kolektor ke Cianjur (kawasan Puncak) Jalan kolektor Cileungsi Cianjur Nanggung Malasari Taman Nasional Gunung Halimun (Wilayah Bogor) Kebun Nirmala (wilayah Taman Nasional) Cipentung Parung Kuda Pariwisata Kawasan lindung Pertanian Barat : Kab. Lebak Kompleks Gunung Halimun Sungai Cidurian Kawasan lindung Hutan produksi Perkebunan/ pertanian lahan kering Pertanian lahan basah (di hilir) Jalan kolektor Bogor Rangkas bitung Kawasan lindung Pertanian (perkebunan lahan basah) Hutan Produksi Perkotaan baru (Maja)

23 45 Tabel 5 Lanjutan Wilayah Sekitar Keterkaitan Ruang Fisik Dasar Pemanfaatan Ruang Aksesibilitas Fungsi Pengembangan Tengah Kota Bogor Hamparan datar Jalan tol Jagorawi Sumber : RTRW Kabupaten Bogor, 2001 Permukiman perkotaan Segala arah dan intensif Permukiman perkotaan dan pelayanan Fungsi dominan sebagai pusat pelayanan Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor, tujuan pengembangan wilayah Kabupaten Bogor akan meliputi hal-hal sebagai berikut: Memantapkan fungsi lindung yang terletak di dalam wilayah Kabupaten Bogor, terutama berkenaan dengan hutan lindung dan sempadan sungai maupun kawasan resapan (recharge area). Mengoptimalkan pemanfaatan ruang wilayah, sesuai dengan potensi atau daya dukung sehingga bentuk-bentuk kegiatan yang memanfaatkan ruang akan sesuai/seimbang dengan daya dukung ruang tersebut. Mengembangkan bagian-bagian wilayah baru dengan pola pemanfaatan ruang terutama berupa perkebunan dan pertanian lahan basah serta kemungkinan kegiatan lainnya yang sesuai dengan daya dukung ruang tersebut. Mengembangkan prasarana wilayah, terutama jaringan jalan guna merangsang pengembangan kawasan-kawasan baru, terutama di bagian hilir dan sekaligus menghubungkannya dengan bagian-bagian wilayah yang relatif lebih berkembang. Bentuk prasarana wilayah lainnya adalah jaringan irigasi atau

24 46 saluran yang akan mendukung upaya intensifikai pertanian sawah dan membuka kawasan baru di bagian hilir, baik untuk sawah maupun perikanan. Mengembangkan serta meningkatkan peranan dan fungsi kota-kota atau pusatpusat yang ada guna dapat memberikan pelayanan seoptimal mungkin terhadap wilayah pelayanannya. Untuk mendukung hal tersebut, dikembangkan fasilitasfasilitas pelayanan (sosial, ekonomi, pemerintahan) dan prasarana permukiman yang dibutuhkan (air minum, drainase, pembuangan air limbah, persampahan, telekomunikasi dan lain-lainnya). Mengembangkan kawasan-kawasan prioritas yang memerlukan penanganan segera yang dimulai dengan penataan ruang secara lebih rinci, terutama untuk kawasan-kawasan yang tumbuh cepat (seperti kawasan perkotaan dan kawasan kegiatan perekonomian/produksi, kawasan penunjang sektor ekonomi, kawasan tertinggal dan kawasan kritis). Arahan pengembangan struktur tata ruang Kabupaten Bogor dengan demikian adalah: Merangsang perkembangan ke arah bagian timur dan barat dengan pengembangan jaringan prasarana transportasi (dalam hal ini jalan raya) yang akan menghubungkan simpul-simpul atau pusat-pusat di bagian wilayah tengah (dalam hal ini sumbu wilayah/koridor perkembangan yang ada sekarang dengan sumbusumbu wilayah di bagian Timur dan Barat). Memanfaatkan perkembangan di bagian wilayah tengah dengan pemantapan fungsi kota-kota yang menjadi pusat pelayanan dan pengintensifan produksi. Membatasi perkembangan di bagian wilayah hulu karena itu tidak dikembangkan simpul atau pusat pelayanan. Bagian wilayah ini dilayani oleh simpul-simpul atau pusat di bagian wilayah Tengah. Atas dasar arahan tersebut dan penyebarannya secara spasial, maka kota-kota yang akan menjadi simpul atau pusat berkaitan dengan pengembangan jaringan transportasi (jalan raya) secara internal adalah:

25 47 o Cibinong o Citeureup o Cileungsi o Jonggol o Cariu o Dramaga o Leuwiliang o Jasinga o Tenjo Strategi Pemanfaatan Ruang Dengan dasar pola pemanfaatan ruang yang ada, karakteristik fisik geografis serta tujuan dan kebijaksanaan pengembangan wilayah, maka konsep arahan fungsi dan pemanfaatan ruang dibagi menjadi empat klasifikasi. Bagian wilayah sebelah selatan, dengan dominasi fungsi lindung, secara konseptual merupakan kompleks ekologi hulu yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Dalam bagian wilayah ini masih dimungkinkan adanya fungsi budidaya namun dibatasi agar dominasi fungsi lindung dapat dipertahankan dan dimantapkan. Pengembangan prasarana wilayah, yaitu jalan raya relatif lebih terbatas dan diharapkan dapat langsung berfungsi ganda baik secara internal maupun eksternal. Hal ini dimaksudkan agar tidak merangsang perkembangan (fungsi budidaya) ke bagian wilayah ini. Bagian wilayah dengan peningkatan pengembangan atau intensifikasi relatif merupakan sumbu wilayah utama dan cabang yang terletak terutama pada kompleks ekologi hulu sampai hilir di bagian tengah. Bagian wilayah ini merupakan yang paling maju dewasa ini dengan berbagai variasi kegiatan dan fungsi. Oleh karena itu pengembangan di masa yang akan datang sifatnya adalah peningkatan secara umum

26 48 bersifat intensifikasi. Pada bagian wilayah ini terletak sebagin besar pusat-pusat atau kota-kota yang akan memberikan pelayanan kepada wilayah secara keseluruhan serta mendukung langsung kegiatan produksi utama wilayah, yaitu perkebunan dan pertanian tanaman pangan. Dengan demikian, peningkatan pengembangan atau intensifikasi tersebut terutama ditujukan kepada kegiatan perkotaan, produksi perkebunan dan pertanian tanaman pangan. Pengembangan prasarana diarahkan pada pengembangan prasarana perkotaan dan prasarana wilayah, berupa jaringan jalan, lebih banyak bersifat peningkatan dan untuk pelayanan lokal, yaitu dari pusat-pusat produksi ke simpul-simpul atau kota terdekat. Dengan kata lain, pengembangan prasarana wilayah lebih bersifat mendukung dalam upaya peningkatan. Bagian wilayah dengan pengembangan baru atau ekstensifikasi, relatif terletak pada kompleks ekologi tengah dan hilir di luar sumbu wilayah utama. Pengembangan pola bagian wilayah ini sifatnya adalah ekstensifikasi dari kegiatan pada sumbu wilayah, terutama kegiatan perkebunan (karet, teh dan kelapa) dan pertanian tanaman pangan (sawah) dan palawija serta hortikultura. Ada dua prasarana utama yang harus dikembangkan, yaitu jaringan jalan dan irigasi (saluran). Pengembangan jaringan jalan, yang melintasi bagian wilayah ini dan menghubungkan sumbu wilayah utama dengan bagian wilayah timur dan Barat yang diharapkan berfungsi merangsang perkembangan kegiatan di bagian wilayah ini. Sementara pengembangan jaringan irigasi (saluran) dimaksudkan untuk mendukung pengembangan kegiatan produksi perkebunan dan pertanian tanaman pangan. Pada masa datang, dalam jangka panjang pada bagian wilayah ini diharapkan muncul simpul pelayanan baru yang akan mengarah menjadi kota-kota. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan secara keseluruhan di Kabupaten Bogor dapat dibagi menjadi 9 kelas yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

27 49 Tabel 6 Pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Berdasarkan Wilayah Pembangunan Barat Tengah Timur 1 Sungai/Danau Belukar/semak Hutan Kebun/perkebunan Pemukiman Rumput/tanah kosong Sawah Irigasi Sawah tadah hujan Tegalan/ladang Total Luas Sumber : Peta Landuse, Hasil Olahan. Dari sembilan pola penggunaan lahan tersebut, terlihat bahwa penggunaan lahan terbesar adalah lahan kering, yaitu kebun/perkebunan seluas hektar (20.48%), belukar/semak seluas hektar (19.28%), tegalan/ladang seluas hektar (12.74%) dan sawah tadah hujan seluas hektar (12.67%) yang tersebar dari barat hingga ke timur. Untuk pemukiman, dari luas hektar, lebih banyak terkonsentrasi di wilayah pembangunan tengah (54% dari total luas pemukiman). Dalam hal kemampuan lahannya, wilayah pertanian di Kabupaten Bogor dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok berikut: Lahan kelas I, yaitu lahan-lahan yang mempunyai potensi pengembangan pertanian secara sangat intensif seluas 10,9%. Lahan kelas II, yaitu lahan-lahan yang mempunyai potensi untuk pengembangan pertanian secara intensif seluas 19,6%. Lahan kelas III, yaitu lahan-lahan yang berpotensi untuk pengembangan pertanian dengan intensitas terbatas, seluas 20,1%. Lahan kelas IV dan V, yaitu lahan-lahan yang tidak layak untuk pengembangan pertanian dan lebih diarahkan untuk tujuan konservasi atau dihutankan seluas 21,31%.

28 50 Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Bogor mempunyai bentuk wilayah yang sangat beragam, mulai dari daerah pegunungan di bagian selatan yang menjadi sumber mata air bagi daerah di bawahnya hingga daerah yang relatif datar di bagian utara. Sebagian besar wilayah di Kabupaten Bogor termasuk pada kelerengan antara 0-8% (meliputi 421 desa), sedangkan yang termasuk pada kelerengan antara 8-25% meliputi 167 desa dan kelerengan lebih dari 25% meliputi 69 desa. Luasan masing-masing kelas lereng ini tersaji pada tabel berikut: Tabel 7 Luas wilayah pada setiap tingkat kelerengan No Kelas Lereng Luas (Ha) Berdasarkan Wilayah Pembangunan Barat Tengah Timur 1 0-8% % > 25% Jumlah Sumber : Peta Topografi, Hasil Olahan Selain kelas lereng, pengaruh topografi juga berdampak pada adanya perbedaan ketinggian. Bagian selatan relatif lebih tinggi dibanding bagian utara, dengan kisaran ketinggian antara 0 meter hingga lebih dari m di atas permukaan laut. Bagian yang lebih rendah umumnya berada di sebelah utara dan berangsur-angsur meninggi ke bagian selatan. Adapun jumlah desa yang tercakup pada masing-masing kelas ketinggian adalah sebagai berikut: Tabel 8 Ketinggian dan jumlah desa No Kelas Ketinggian Jumlah Desa lebih 3 Sumber : Hasil olahan, 2005.

29 51 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar desa di Kabupaten Bogor terletak pada ketinggian antara 100 hingga meter di atas permukaan laut. Desa-desa yang berada di ketinggian lebih dari meter terletak di sebelah selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur. Untuk jenis tanah, berdasarkan data yang diperoleh, di Kabupaten Bogor terdapat 14 jenis tanah (berdasarkan klasifikasi dari Pusat Penelitian Tanah). Untuk selengkapnya dapat dilihat dari tabel berikut ini. Tabel 9 Jenis tanah yang ada di Kabupaten Bogor No Jenis Tanah Luasan (ha) Persentase 1 Alluvial Andosol Assosiasi andosol dan regosol Assosiasi latosol coklat dan latosol coklat kekuningan Assosiasi latosol coklat dan latosol coklat kemerahan Assosiasi latosol coklat dan regosol Assosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan Assosiasi podsolik kuning dan hidromorf kelabu Grumosol Kompleks latosol merah kekuningan dan latosol coklat kemerahan dan litosol Kompleks podsolik merah kekuningan dan podsolik merah kekuningan Latosol Latosol coklat Podzolik kuning Podzolik merah Podzolik merah kekuningan Regosol Sumber : Pemda Kabupaten Bogor, 2004 dan Hasil Olahan, 2005.

30 52 Jenis tanah yang dominan berdasarkan tabel di atas adalah jenis asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan yang meliputi areal seluas hektar (21.08%), sedangkan jenis tanah asosiasi andosol dan regosol adalah yang paling sempit luas cakupannya, hanya meliputi areal seluas hektar (1.02%).

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor, terdapat 80 desa yang tergolong pada desa tertinggal berdasarkan kriteria indeks desa tertinggal (IDT)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA 13 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Cendawasari yang terletak di, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Sedangkan, analisis spasial

Lebih terperinci

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,31 Ha. Secara geografis terletak di antara 6⁰18'0" 6⁰47'10" Lintang Selatan dan 106⁰23'45" 107⁰13'30" Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR Oleh : Drs. Adang Suptandar, Ak. MM Disampaikan Pada : KULIAH PROGRAM SARJANA (S1) DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA, IPB Selasa,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Propinsi Jawa Barat yang pada tahun 2004 memiliki luas wilayah 2.301,95 kilometer persegi

Lebih terperinci

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun Data dan informasi perencanaan pembangunan daerah yang terkait dengan indikator kunci penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang diinstruksikan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial Sumberdaya Manusia Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 3 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian dan kehutanan, pemukiman penduduk, komersial, dan penggunaan untuk industri serta

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR Isnina Wahyuning Sapta Utami (isnina@ut.ac.id) Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka ABSTRACT The aims of this study

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian ini didasarkan pada kerangka pemikiran seperti terlihat pada Gambar 2, dimana konsep umum otonomi daerah mengarahkan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur 34 IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6 18"0" - 6 47"10" Lintang Selatan dan 106 23"45" - 107 13"30" Bujur Timur, yang berdekatan dengan Ibu kota

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN APBD MENURUT TAHUN ANGGARAN 205 KODE PENDAPATAN DAERAH 2 3 4 5 = 4 3 URUSAN WAJIB 5,230,252,870,000 5,84,385,696,000 584,32,826,000 0 PENDIDIKAN 0 0 Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Kabupaten Bogor Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara 6º18 0-6º47 10 Lintang Selatan dan 106º 23 45-107º 13 30 Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian. Berdasarkan data

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 7. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Perumusan Indikator Wilayah yang Layak Dicadangkan untuk Kawasan Produksi Beras

METODE PENELITIAN. Perumusan Indikator Wilayah yang Layak Dicadangkan untuk Kawasan Produksi Beras METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang meliputi 15 kecamatan dengan 73 nagari. Pelaksanaaan penelitian lapangan dilaksanakan bulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari hingga April 2010. Lokasi penelitian adalah areal perkebunan inti dan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6 18 0 6 47 10 Lintang Selatan dan 106 23 45 107 13 30 Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH 57 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 298.838,304 Ha,

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838, 304 hektar, yang secara geografis terletak di antara 6 o 18 0-6 o 47 lintang selatan dan 6

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 19 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Bab ini menjelaskan berbagai aspek berkenaan kelembagaan penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor yang meliputi: Organisasi Badan Pelaksana an Pertanian,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 33 IV. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, penelitian ini dibangun atas dasar kerangka pemikiran bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensi

Lebih terperinci

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administratif 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini sebagian telah menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Laju dan Pola Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang 5.1.1. Laju Konversi Lahan di Kabupaten Tangerang Penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 1.4. Kondisi Fisik Wilayah dan Administratif Pemerintahan Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 204.468 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 134 Perusahaan Jumlah perusahaan

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Cakupan Wilayah Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 13 kecamatan dan 165 desa. Beberapa kecamatan terbentuk melalui proses pemekaran. Kecamatan yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM. Secara visualisasi wilayah administrasi dapat dilihat dalam peta wilayah Kabupaten Lebak sebagaimana gambar di bawah ini

BAB V GAMBARAN UMUM. Secara visualisasi wilayah administrasi dapat dilihat dalam peta wilayah Kabupaten Lebak sebagaimana gambar di bawah ini 69 BAB V GAMBARAN UMUM 5.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Lebak terletak antara 6º18-7º00 Lintang Selatan dan 105º25-106º30 Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha (3.044,72 Km²) yang terdiri

Lebih terperinci

VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011

VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011 VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011 Hasil pengolahan Podes 2003, 2005, 2008 dan 2011 ditampilkan secara rinci dalam peta tematik klasifikasi, tipologi dan kategori desa pada Lampiran

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil pendugaan selang prediksi dari data simulasi yang menyebar Gamma dengan D i = 1 dan tanpa peubah penyerta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil pendugaan selang prediksi dari data simulasi yang menyebar Gamma dengan D i = 1 dan tanpa peubah penyerta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Simulasi 4.1.1 Tanpa Peubah Penyerta Hasil simulasi untuk kasus data yang menyebar Gamma dan tanpa peubah penyerta diperoleh hasil nilai-nilai panjang selang prediksi (average

Lebih terperinci

Prakiraan Maju Rencana Tahun 2014 Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Kode. Kebutuhan Dana/ Kebutuhan Dana/ Program/Kegiatan.

Prakiraan Maju Rencana Tahun 2014 Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Kode. Kebutuhan Dana/ Kebutuhan Dana/ Program/Kegiatan. PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013 SKPD : BADAN LINGKUNGAN HIDUP Kode URUSAN WAJIB BIDANG URUSAN LINGKUNGAN HIDUP 01 Program Pelayanan Administrasi 1,264,847,100 - - 1,264,847,100 1,264,847,100

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

SKPD : DINAS ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL

SKPD : DINAS ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL : DINAS ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL Kode Program/ Keluaran Hasil 2 URUSAN PILIHAN 2 03 BIDANG URUSAN ENERGI DAN SUMBER SUMBER DAYA MINERAL 2 03 01 Program Pelayanan - - 30,126,626,000 30,126,626,000

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan LAMPIRAN XXIII PERATURAN BUPATI BOGOR NOMOR : 43 TAHUN 2014 TANGGAL : 22 DESEMBER 2014 RENCANA STRATEGIS DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013-2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Arahan Pemanfaatan Daya Dukung Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor... (Kurniasari dkk.) ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR (Direction of Using Carrying Capacity Agricultural

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara Sumber: Chapman, D. J (2004) Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di kawasan utara Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Subang yaitu 2.051.76 hektar atau 6,34% dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Purbalingga Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Purbalingga terdiri dari 18 (delapan belas) kecamatan

Lebih terperinci

KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2008 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2008

KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2008 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2008 Katalog BPS 1403.3201 KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2008 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2008 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOGOR KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA TAHUN 2008 ISSN : 0215-417X Publikasi / Publication

Lebih terperinci

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH KEADAAN UMUM WILAYAH Letak dan Tipe Penggunaan Lahan Keadaan Biofisik Sub DAS Cisadane Hulu dengan luas wilayah 23.739,4 ha merupakan bagian dari DAS Cisadane (156.043 ha), terletak di 106 44 106 56 LS

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi dan kegiatan analisis data dilakukan di studio bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Kabupaten Purwakarta Kabupaten Purwakarta merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di antara 107 30 107 40 Bujur Timur dan 6 25 6 45

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Bab ini mendeskripsikan mengenai sejarah singkat, keadaan umum Kabupaten Bogor yang meliputi lokasi dan kondisi geografis, klasifikasi dan tataguna lahan, keadaan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah Melalui analisis skalogram akan diperoleh gambaran karakteristik perkembangan suatu wilayah, yaitu dengan menentukan struktur pusat-pusat pelayanan berdasarkan

Lebih terperinci