IDENTIFIKASI DAN DETEKSI MULTIPLEX REVERSE TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI DAN DETEKSI MULTIPLEX REVERSE TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI DAN DETEKSI MULTIPLEX REVERSE TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION VIRUS VIRUS PENYEBAB GEJALA MOSAIK PADA NILAM (Pogostemon cablin BENTH.) MIFTAKHUROHMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi dan Deteksi Multiplex Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction Virus Virus Penyebab Gejala Mosaik pada Nilam (Pogostemon cablin Benth.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Miftakhurohmah NIM A *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

4

5 RINGKASAN MIFTAKHUROHMAH. Identifikasi dan Deteksi Multiplex Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction Virus Virus Penyebab Gejala Mosaik pada Nilam (Pogostemon cablin Benth.). Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan TRI ASMIRA DAMAYANTI. Nilam merupakan salah satu sumber devisa Indonesia dan Indonesia menjadi penyuplai terbesar kebutuhan minyak nilam dunia. Salah satu kendala dalam budidaya nilam adalah infeksi virus. Informasi tentang virus virus yang menginfeksi tanaman nilam masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus virus yang berasosiasi dengan gejala mosaik pada tanaman nilam secara serologi dan molekuler. Pengambilan sampel dan pengamatan gejala infeksi virus dilakukan di tiga lokasi pertanaman nilam, yaitu Manoko (Bandung Barat), Cicurug (Sukabumi) dan Cijeruk (Bogor). Setiap lokasi dilakukan pengambilan sampel sebanyak 30 tanaman baik yang bergejala maupun tidak. Deteksi secara serologi dilakukan menggunakan empat antiserum : Cymbidium mosaic virus (CymMV), Broad bead wilt virus 2 (BBWV2), Cucumber mosaic virus (CMV) dan Potyvirus. Identifikasi secara molekuler dilakukan meliputi amplifikasi DNA virus tanaman dengan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR), perunutan DNA, dan analisis hasil runutan DNA. Untuk pengembangan deteksi cepat secara molekuler dilakukan multiplex reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) dengan menggunakan delapan variasi kombinasi konsentrasi primer (I, II, III, IV, V, VI, VII dan VIII). Kejadian infeksi Potyvirus di Manoko sebesar 100%, di Cicurug 83.3% dan 50.0% di Cijeruk. Kejadian infeksi BBWV2 sebesar 100% di Manoko, 73.3% di Cicurug dan 90.0% di Cijeruk. Kejadian infeksi CymMV sebesar 3.3% di Manoko dan Cicurug, sedangkan kejadian CMV di Cicurug sebesar 80.0% dan 13.3% di Cijeruk. Semua pasangan primer yang digunakan berhasil mengamplifikasi semua virus, dan mengkonfirmasi deteksi secara serologi. Analisis homologi runutan nukleotida dan asam amino menunjukkan bahwa isolat BBWV2 Manoko memiliki homologi tertinggi dengan BBWV2 asal Singapura (tanaman inang Megakepasma erythroclamys / ME). Isolat BBWV2 Manoko mengelompok dengan isolat BBWV2 asal Singapura (ME), Cina (lada) dan Korea Selatan (cabai merah) berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino. Isolat CymMV asal Manoko memiliki homologi nukleotida dan asam amino tertinggi dengan isolat CymMV asal Korea Selatan (Cymbidium). Hasil analisis filogenetik berdasarkan runutan nukleotida, isolat CymMV Manoko mengelompok dengan CymMV asal Indonesia (Dendobrium), Cina (Cymbidium dan vanili), Korea Selatan (Cymbidium), India (Phaius sp.), Thailand (Oncidium) dan Hawai (Dendobrium). Sedangkan berdasarkan asam amino isolat CymMV asal Manoko mengelompok dengan CymMV Singapura (Dendrobium) dan India (Phaius sp. dan vanili).

6 Multiplex RT-PCR berhasil mengamplifikasi Potyvirus, BBWV2 dan CymMV menggunakan kombinasi primer V, VI, VII dan VIII. Dengan teknik ini, deteksi infeksi virus ganda pada tanaman nilam bisa dilakukan secara simultan dan hemat dalam penggunaan bahan bahan yang diperlukan. Kata kunci : Broad bean wilt virus 2, Cymbidium mosaic virus, mosaik, nilam

7 SUMMARY MIFTAKHUROHMAH. Identification and Multiplex Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction Detection of Viruses Associated with Mosaic Symptom on Patchouli (Pogostemon cablin Benth.). Supervised by GEDE SUASTIKA and TRI ASMIRA DAMAYANTI. Patchouli essential oil is one of sources of Indonesia foreign exchange, since Indonesia is the biggest supplier of patchouli oil in the world. One of obstacle on the patchouli production is viral infection. Virus(es) infecting patchouli plant has not been well known. Thus, the aim of presented work is to detect and identify virus(es) associated with mosaic symptom on patchouli either serologically or molecularly. Samples were collected from patchouli cultivation in Cicurug and Cijeruk (Sukabumi) and in Manoko (Lembang, Bandung) by taking 30 symptomatic and asymptomatic samples from each location. Serological test using four antisera to Cucumber mosaic virus (CMV), Cymbidium mosaic virus (CymMV), Potyvirus and Broad bean wilt virus 2 (BBWV2) were carried out to determine the incidence of virus infection. Further molecular detection of virus(es) was carried out by reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) and DNA sequencing. Multiplex RT-PCR was developed to provide rapid detection of those viruses used eight combination of primer concentrations (I, II, III, IV, V, VI, VII and VIII). Serology detections showed that BBWV2 and Potyvirus were detected in all sampling locations, CymMV was found in Cicurug and Manoko, while CMV was detected in Cicurug and Cijeruk. Potyvirus disease incidence was 100% in Manoko, 83.3% in Cicurug and 50.0% in Cijeruk. BBWV2 disease incidence was 100% in Manoko, 73.3% in Cicurug and 90.0% in Cijeruk. Disease incidence of CymMV in Manoko and Cicurug was 3.3%, while the incidence of CMV in Cicurug was 80.0% and 13.3% in Cijeruk. Each of primer pairs were able to amplify the coresponding viruses, which confirmed the serology detections. Nucleotide and amino acid sequence homology analysis showed that BBWV2 isolated from Manoko has a highest homology with BBWV2 from Singapore (natural host: Megakepasma erythroclamys / ME). BBWV2 from Manoko clustered with BBWV2 from Singapore (ME), China (pepper) and South Korea (red pepper) based on the nucleotide and amino acid sequences. CymMV from Manoko has a highest homology of nucleotide and amino acid sequences with CymMV from South Korea (Cymbidium). CymMV from Manoko clustered with CymMV from India (Phaius sp), Indonesia (Dendrobium), China (Cymbidium and vanilla), Thailand (Oncidium), Hawai (Dendrobium) and South Korea (Cymbidium) based on nucleotide sequence. While based on amino acid sequence, CymMV from Manoko clustered with CymMV from India (Phaius sp and vanilla), and Singapore (Dendrobium).

8 Multiplex RT-PCR was succesfully amplified Potyvirus, BBWV2 and CymMV by using primer combination V, VI, VII and VIII. The multiplex RT- PCR can be applied to detect multiple viruses infection on patchouli simultaneously. Key words : Broad bean wilt virus 2, Cymbidium mosaic virus, mosaic, patchouli

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11

12 IIDENTIFIKASI DAN DETEKSI MULTIPLEX REVERSE TRANSCIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION VIRUS VIRUS PENYEBAB GEJALA MOSAIK PADA NILAM (Pogostemon cablin BENTH.) MIFTAKHUROHMAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

13 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi, PhD

14

15 Judul Tesis : Identifikasi dan Deteksi Multiplex Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction Virus - Virus Penyebab Gejala Mosaik pada Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Nama NIM : Miftakhurohmah : A Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Gede Suastika, MSc Ketua Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Fitopatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Sri Hendrastuti H., MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 30 Juli 2013 Tanggal Lulus:

16 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Identifikasi dan Deteksi Multiplex Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction Virus - Virus Penyebab Gejala Mosaik pada Nilam (Pogostemon cablin Benth.). Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Gede Suastika, MSc dan Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr atas bimbingan, saran, kritik, dan dukungan moril yang sangat besar peranannya dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi, PhD yang bersedia menjadi Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis; Badan Litbang pertanian atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Pascasarjana di IPB; Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc atas bimbingan dan izin penggunaan bahan laboratorium untuk penelitian. Terima kasih sebesar besarnya penulis ucapkan kepada suami, anak anak, orang tua dan saudara yang telah memberikan dukungan selama penulis menjalani studi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pegawai Kelompok Peneliti Proteksi Tanaman Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat atas seluruh bantuan dan dukungannya selama penulis menjalani studi. Penulis menyampaikan terima kasih kepada teman teman di laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB atas seluruh bantuan, dukungan semangat, dan keceriannya selama penulis menjalani penelitian. Bogor, Oktober 2013 Miftakhurohmah

17 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI xvii xvii xviii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Budidaya Tanaman Nilam 3 Virus - Virus yang Menginfeksi Tanaman Nilam 4 Potyvirus 4 Cucumber mosaic virus 5 Fabavirus 6 Potexvirus 7 Deteksi dan Identifikasi Virus 8 Pengamatan Partikel Virus Menggunakan Mikroskop Elektron 8 Deteksi dan Identifikasi Virus Berdasarkan Biomolekuler 9 Serologi 9 Polymerase Chain Reaction (PCR) 10 METODE 11 Tempat dan Waktu 11 Pengambilan Sampel 11 Pengamatan Partikel Virus 11 Deteksi Serologi 12 Deteksi Asam Nukleat 13 Ekstraksi RNA 13 Konstruksi cdna (complementary DNA) 14 Amplifikasi DNA dan Multiplex Reverse Transcription 14 Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Amplifikasi DNA 14 Multiplex RT-PCR 15 Visualisasi DNA 16 Analisis Runutan Nukleotida dan Asam Amino 16 Perunutan Susunan Nukleotida 16 Analisis Identitas Matriks dan Filogenetika 16 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Gejala Infeksi Virus pada Nilam 17 Kejadian Infeksi Virus pada Pertanaman Nilam 17 Partikel Virus 20 Deteksi Potyvirus, BBWV2 dan CymMV secara Molekuler 21 Potyvirus 21

18 Broad bean wilt virus 2 22 Homologi runutan nukleotida dan asam amino gen SCP BBWV2 23 Pohon filogenetika runutan nukleotida dan asam amino gen SCP BBWV2 25 Cymbidium mosaic virus 26 Homologi runutan nukleotida dan asam amino gen CP CymMV 28 Pohon filogenetika runutan nukleotida dan asam amino gen CP CymMV 30 Multiplex RT-PCR 32 SIMPULAN DAN SARAN 33 Simpulan 34 Saran 34 DAFTAR PUSTAKA 34 LAMPIRAN 40 RIWAYAT HIDUP 51

19 DAFTAR TABEL 1 Primer - primer yang digunakan untuk deteksi virus mosaik nilam 14 2 Program amplifikasi untuk setiap primer yang digunakan dalam kegiatan PCR 15 3 Kombinasi total konsentrasi primer Potyvirus, BBWV2 dan CymM 15 4 Kejadian penyakit Potyvirus, BBWV2, CymMV, CMV dan TMV pada pertanaman nilam di Manoko, Cicurug dan Cijeruk 18 5 Hasil BLAST runutan nukleotida isolat BBWV2 asal Cicurug menggunakan software Blast (www. ncbi.nml.niv.gov) 22 6 Isolat BBWV2, PatMMV dan BBWV1 dari database GenBank yang digunakan untuk membandingkan homologi gen SCP BBWV2 Manoko 24 7 Homologi runutan nukleotida dan asam amino gen SCP BBWV2 Manoko dengan beberapa anggota genus Fabavirus 24 8 Hasil BLAST runutan nukleotida isolat CymMV asal Manoko menggunakan software Blast ( Isolat CymMV dari database GenBank yang digunakan untuk membandingkan homologi gen CP CymMV Manoko Homologi nukleotida dan asam amino gen CP CymMV Manoko dengan beberapa CymMV asal beberapa negara lain 29 DAFTAR GAMBAR 1 Peta genom secara umum anggota genus Potyvirus. P1-Pro, berukuran 35K, yaitu protein dengan aktifitas proteolitik; HC-Pro berukuran 52K yaitu protein dengan aktifitas helper component; P3 berukuran 50K; protein yang belum diketahui fungsinya berukuran 6K; CI berukuran 71 K, membentuk badan inklusi silindris; protein yang belum diketahui fungsinya, berukuran 6K; NIa dan NIb berukuran 21, 27 dan 58K merupakan protein pembentuk badan inklusi (small dan large) dan CP sebagai pembentuk selubung protein, berukuran 30K (van Regenmortel et al. 2000) 5 2 Organisasi genom CMV. 1a dan 2a : protein replikasi berukuran 109K dan 14K; protein 2b overlap dengan ORF 2a sebanyak 69 kodon; 3a : Movement protein berukuran 32K, dan 3b. : selubung protein (CP) berukuran 24K (Hull 2002) 5 3 Struktur genom RNA 1 (A) dan RNA 2 (B) PatMMV. Pro-C= protease cofactor, NTB= nucleotide tri-phosphate binding protein, VPg= viral protein genome-linked, C-Pro : cysteine protease, RdRp : RNA dependent RNA polymerase, MP : movement protein, LCP : Large Coat Protein, SCP : Short Coat Protein (Ikegami et al. 1998; 2001) 6 4 Genom CymMV, salah satu anggota genus Potexvirus, RdRP : RNA dependent RNA polymerase, TGB : triple gene block, MP : movement protein, CP : coat protein (Ajjikuttira dan Wong 2009) 7 5 Gejala infeksi virus tanaman nilam di lapangan. a. tidak bergejala, b dan c. mosaik lemah, d g. variasi gejala mosaik, h. bintik kuning 18

20 6 Mikrograf elektron dari cairan daun nilam yang telah diwarnai dengan uranyl acetate : a. Partikel Potyvirus, b. Partikel BBWV2, c. Partikel CymMV 21 7 Hasil visualisasi RT-PCR dengan primer P29502 dan CPUP pada gel agarosa 1.5% Isolat Cijeruk, 3-7. Isolat Cicurug, Isolat Manoko, K+. Kontrol positif Potyvirus dari nilam asal Bogor, K-. Kontrol negatif, M. Penanda DNA 100 pb 21 8 Hasil visualisasi RT-PCR dengan primer BBWVVSSP dan BBWVKMRM pada gel agarose 1.5%. M. Penanda DNA 100 pb, K-. kontrol negatif, 1-2. isolat dari Manoko positif, 3. isolat Manoko negatif, 4-6. isolat dari Cicurug positif, 7-9. isolat dari Cijeruk positif 22 9 Hasil visualisasi RT-PCR BBWV2 pada gel agarosa 1%. 1. Isolat Manoko negatif, 2. Isolat Manoko positif, 3. Isolat Cicurug positif, K-. kontrol negatif, M. Penanda DNA 1 kb plus Pohon filogenetika gen SCP BBWV2 isolat Manoko berdasarkan : (a) runutan nukleotida, (b) asam amino. Pohon filogenetika dibuat dengan menggunakan software MEGA 4.0, metode neighbour-joining, dengan bootstrap sebanyak 1000 kali. BBWV1 (AY781172) digunakan sebagai pembanding di luar grup Hasil visualisasi RT-PCR dengan primer general Potexvirus pada gel agarosa 1.5 %. M. Penanda DNA 100 pb, K-. kontrol negatif, K+. kontrol positif, CymMV asal Anggrek, 1. isolat Manoko Hasil visualisasi RT-PCR CymMV pada gel agarosa 1.5 %. M. Penanda DNA 100 pb, K-. kontrol negatif, K+. kontrol positif, 1. sampel Cicurug, 2-4. sampel Manoko Pohon filogenetika gen CP CymMV isolat Manoko berdasarkan : (a) runutan nukleotida. (b) asam amino. Pohon filogenetika dibuat menggunakan software MEGA 4.0, metode neigbour-joining, dengan bootstrap sebanyak 1000 kali. PVX (AF485891) digunakan sebagai pembanding di luar grup Hasil visualisasi uniplex RT-PCR pada gel agarosa 1.5%. M. Penanda DNA 100 pb, 1. Sampel sehat, 2. Potyvirus, 3. CymMV, 4. BBWV Hasil visualisasi multiplex RT-PCR pada gel agarosa 1.5 %. M. Penanda DNA 100 pb, 1 8. Produk PCR yang teramplifikasi oleh set primer I VIII, dimana kombinasinya dapat dilihat pada tabel di atas gambar 33 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil ELISA sampel komposit dan sampel tunggal dari Manoko, Cicurug dan Cijeruk 41 2 Hasil alignment nukleotida antara genom SCP BBWV2 isolat Manoko dengan nukleotida genom genom SCP BBWV2, dan PatMMV, serta BBWV1 sebagai isolat di luar grup yang didapatkan dari database GenBank 45 3 Hasil alignment asam amino gen SCP BBWV2 isolat Manoko dengan asam amino gen SCP BBWV2, dan PatMMV, serta BBWV1 sebagai isolat di luar grup yang didapatkan dari database GenBank 47

21 4 Hasil alignment nukleotida antara genom CymMV isolat Manoko dengan nukleotida genom genom CymMV yang didapatkan dari database GenBank Hasil alignment nukleotida antara genom CymMV isolat Manoko dengan nukleotida genom genom CymMV yang didapatkan dari database GenBank 48 5 Hasil alignment asam amino antara genom CymMV isolat Manoko dengan nukleotida genom genom CymMV yang didapatkan dari database GenBank 50

22

23 PENDAHULUAN Latar Belakang Nilam (Pogostemon cablin Beth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang menjadi salah satu sumber devisa Indonesia. Minyak nilam dalam dunia perdagangan internasional dikenal sebagai patchouli oil banyak digunakan sebagai bahan fiksatif dalam pembuatan parfum, sabun dan kosmetik. Indonesia memenuhi kurang lebih 70% kebutuhan minyak nilam dunia dengan volume ekspor rata rata di atas ton per tahun (Barani 2008). Ekspor minyak nilam Indonesia pada tahun 2004 mencapai ton dengan nilai US$ juta (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006). Hal ini mengakibatkan tingginya minat petani untuk mengembangkan tanaman nilam. Pada tahun 2009 luas areal penanaman nilam seluas ha, yang meningkat sebesar 9.79% dari tahun 2008, dengan produktifitas sebesar 0.11 ton/ha. Namun demikian, pada tahun 2010, terjadi penurunan sebesar 4.53% luas penanaman nilam, menjadi ha, dan penurunan produktifitas sebesar 0.09 ton/ha (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012). Salah satu kendala budidaya tanaman nilam adalah adanya serangan hama dan penyakit. Penyakit utama pada tanaman nilam adalah penyakit layu yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum dan serangan nematoda (Asman et al. 1998; Mustika et al. 1991). Penelitian tentang penyakit layu sudah banyak dilakukan, baik mengenai deteksi dan identifikasi, serta usaha usaha pengendaliannya. Selain penyakit layu dan serangan nematoda, infeksi virus juga ditemukan pada tanaman nilam. Beberapa virus yang dilaporkan menyerang tanaman nilam adalah Tobacco necrosis virus (Gama et al. 1982), Patchouli mild mosaic virus (PatMMV) (Natsuaki et al. 1994), Patchouli mottle virus (PatMoV) (Natsuaki et al. 1994, Sugimura et al. 1995), Patchouli virus X (PatVX) (Filho et al. 2002), dan Peanut stripe virus (PStV) (Singh et al. 2009). Uji serologi sampel tanaman nilam berhasil mendeteksi PatMoV (Sumardiyono et al. 1996), dan infeksi campuran antara CMV dan Potyvirus pada pertanaman nilam di Cianjur dan Bogor (Sukamto et al. 2007). Pada pertanaman nilam di Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, ditemukan gejala mosaik yang berasosiasi dengan Potyvirus berdasarkan uji serologi dan PCR. Sedangkan gejala mosaik di Brebes (Jawa Tengah) terdeteksi positif Broad bean wilt virus 2 (BBWV2) (Noveriza et al. 2012a). Infeksi virus pada tanaman nilam diketahui telah menjadi kendala utama pada pertanaman nilam di Jawa dan Sumatera Barat. Kejadian penyakit akibat infeksi Potyvirus diperkirakan berkisar antara 30 sampai 50%, sedangkan di Jawa Tengah akibat infeksi BBWV2 berkisar 40% (Noveriza et al., 2012a). Infeksi virus menyebabkan penurunan bobot terna basah sebesar 7.87 sampai 34.65%, bobot terna kering sebesar 0.62 sampai 40.42% dan penurunan kadar patchouli alcohol sebesar 0.72 sampai 5.06% (Noveriza et al., 2012b). Deteksi dan identifikasi virus merupakan langkah pertama yang harus dilakukan sebelum penentuan strategi pengendalian yang tepat. Ada beberapa metode untuk mendeteksi virus, yaitu berdasarkan sifat-sifat biologi dan bagian dari partikel virus. Deteksi dengan target partikel virus dapat dilakukan secara

24 2 serologi dan molekuler. Salah satu teknik serologi adalah Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), sedangkan teknik molekuler yang umum digunakan adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) (Naidu dan Hughes, 2003). Dari hasil PCR, selanjutnya dapat dilakukan perunutan susunan nukleotida, yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan virus berdasarkan genomnya. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa analisis sekuen coat protein (CP) sangat berguna dalam kegiatan identifikasi BBWV1 dan BBWV2 (Kobayashi et al. 1999, Kondo et al. 2005). Beberapa software telah tersedia untuk mengklasifikasikan virus berdasarkan susunan nukleotida genomnya, diantaranya BioEdit, MEGA, dan GeneDoc (Tamura et al. 2007; Hall 1999). Infeksi ganda virus pada tanaman nilam telah dilaporkan sebelumnya oleh Natsuaki et al. (1994) dan Sugimura et al. (1995), yang menyebabkan gejala lebih parah dibandingkan infeksi tunggal. Untuk mendeteksi secara cepat infeksi beberapa virus pada tanaman, diperlukan metode deteksi secara cepat, efisien dan akurat. Metode multiplex reverse transcription polymerase chain reaction (RT- PCR) telah banyak digunakan untuk mendeteksi infeksi ganda beberapa virus pada tanaman. Kebun Percobaan Balittro di Manoko dan Cicurug, serta kebun petani di Cijeruk memiliki lahan pertanaman nilam yang cukup luas, dan berdasarkan pengamatan awal, banyak ditemukan gejala penyakit yang diduga berasosiasi dengan virus. Nilam diperbanyak secara vegetatif dan pada ketiga lahan pertanaman tersebut diproduksi bibit tanaman nilam, serta belum diketahui status kesehatan nilam yang berasal dari lokasi tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang deteksi dan identifikasi virus virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada pertanaman nilam di ketiga lokasi tersebut serta metode deteksi beberapa virus secara simultan. Tujuan Penelitian 1. Mendeteksi dan mengidentifikasi virus virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam. 2. Mengoptimasi metode multiplex reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) untuk mendeteksi secara simultan Potyvirus, BBWV2 dan CymMV. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan mendapatkan informasi jenis jenis virus yang menginfeksi nilam sebagai dasar pengambilan tindakan pengendalian yang tepat serta metode deteksi secara simultan Potyvirus, BBWV2 dan CymMV. Hipotesis 1. Gejala mosaik pada nilam dapat disebabkan oleh lebih dari satu jenis virus. 2. Multiplex RT-PCR dapat diterapkan untuk mendeteksi virus virus pada tanaman nilam secara simultan.

25 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Nilam Tanaman nilam merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak nilam, yang dalam dunia perdagangan internasional dikenal sebagai patchouli oil, merupakan bahan pengikat aroma wangi yang tidak dapat digantikan dengan zat sintetis lain. Selain minyak nilam yang bermanfaat, limbah hasil penyulinganpun dapat dipergunakan sebagai bahan baku pupuk organik, karena memiliki kadar hara yang tinggi. Dengan teknologi pengomposan yang cepat dan efisien, akan menghasilkan pupuk organik yang bermutu tinggi (Suhirman 2011). Di Indonesia, terdapat tiga jenis nilam, yaitu Pogostemon cablin Benth (nilam Aceh), P. heyneanus (nilam jawa) dan P. hortensis (nilam sabun), dimana hanya nilam jawa yang berbunga. Selain bunga, ketiga jenis tanaman nilam tersebut dapat dibedakan berdasarkan karakter morfologi, kandungan dan kualitas minyak, serta ketahanannya terhadap cekaman biotik dan abiotik. Nilam Aceh merupakan jenis nilam yang paling banyak dibudidayakan karena kadar minyaknya lebih tinggi dan kualitas minyaknya lebih bagus dibandingkan nilam jawa dan nilam sabun (Nuryani 2006). Nilam Aceh diperkirakan masuk ke Indonesia lebih dari seabad yang lalu, diduga berasal dari Filipina atau Semenanjung Malaysia. Berdasarkan pengamatan tanaman nilam Aceh, ditemukan perbedaan baik karakter morfologi, kandungan minyak, sifat fisika kimia minyak serta ketahanannya terhadap penyakit dan kekeringan. Hal ini diduga karena telah lama dibudidayakan di beberapa daerah, menyebabkan terjadinya perubahan dari sifat sifat asalnya. Nilam Jawa berasal dari India, disebut juga nilam kembang karena dapat berbunga, yang dapat dibedakan dengan nilam Aceh berdasarkan visual daunnya. Daun nilam Jawa permukaannya kasar dengan tepi bergerigi runcing, sedangkan daun nilam Aceh permukaannya halus dengan tepi bergerigi tumpul. Nilam Jawa lebih tahan terhadap serangan nematoda dan penyakit layu bakteri dibandingkan nilam Aceh, namun kualitas minyaknya kurang bagus (Nuryani 2006). Nilam sabun, seperti halnya nilam Jawa, memiliki kualitas minyak yang kurang bagus dibandingkan nilam Aceh. Pada zaman dulu, daun nilam sabun digunakan untuk mencuci pakaian. Daun nilam sabun tidak berbulu, permukaannya mengkilap, dan lebih tipis dari daun nilam Aceh (Mangun 2002). Tanaman nilam termasuk tanaman herba yang mudah dibudidayakan. Nilam dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 500 sampai 400 m dpl, namun masih mampu tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi sampai ketinggian m dpl. Pertumbuhan tanaman nilam membutuhkan curah hujan berkisar antara sampai mm/th, suhu optimum 24 sampai 28 o C, intensitas penyinaran 75 sampai 100%, serta kelembaban lebih dari 75% (Nuryani et al. 2005). Dalam upaya peningkatan produksi dan produktifitas serta mutu minyak nilam, perlu memperhatikan bahan tanaman yang digunakan, teknologi budidaya, lingkungan tumbuh, baik abiotik maupun abiotik, serta panen dan pasca panen. Dalam pemilihan bahan tanaman, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti

26 4 (1) varietas, harus berasal dari varietas unggul. Varietas yang direkomendasikan yaitu Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan; (2) Tanaman induk, benih harus berasal dari tanaman induk yang sehat (bebas hama dan penyakit) dan tanpa gejala kekurangan unsur hara; (3) Lokasi asal benih, untuk benih dari lokasi dengan kondisi agroklimat yang berbeda, perlu dilakukan penyesuaian (Ditjenbun 2011). Salah satu kendala budidaya pada tanaman nilam adalah adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Hama utama pada tanaman nilam adalah Aphis gossypii, ulat pemakan daun, ulat penggulung daun (Sylepta sp.), walang sangit, tungau merah, belalang dan rayap (Mardiningsih et al. 2011). Selain berperan sebagai hama, A. gossypii juga berperan sebagai vektor beberapa virus, diantaranya yaitu Broad bean wilt virus 1 (BBWV1) (Belliure et al. 2009), dan Potyvirus. BBWV1 dan Potyvirus ditemukan menginfeksi tanaman nilam, yang menyebabkan gejala mosaik pada tanaman nilam (Noveriza et al. 2012a). Penyakit penting pada tanaman nilam adalah penyakit layu bakteri yang diakibatkan oleh Ralstonia solanacearum, penyakit merah dan kuning yang disebabkan oleh nematoda, penyakit budok yang diakibatkan oleh cendawan Synchytrium sp., dan penyakit mosaik yang disebabkan oleh virus (Wahyuno et al. 2011). Infeksi virus menyebabkan terjadinya penurunan produksi dan kadar patchouli alcohol pada beberapa varietas tanaman nilam (Noveriza et al. 2012b). Virus Virus yang Menginfeksi Tanaman Nilam Potyvirus Potyvirus tergolong ke dalam famili Potyviridae yang memiliki anggota spesies paling banyak dibandingkan genus lain (Fauquet et al. 2005). Beberapa anggota genus ini menyebabkan kehilangan secara nyata pada tanaman holtikultura, tanaman hias, tanaman pangan dan padang rumput (Chen et al. 2001). Genom Potyvirus terdiri dari satu RNA utas tunggal positif sense, berukuran kira kira 8.5 sampai 10 kb, dengan bagian bagian : (1) 5 VPg (genome-linked viral protein) (24kDa); (2) 5 non coding region, berukuran 144 nukleotida yang kaya dengan basa A dan U, (3) ORF tunggal berukuran besar, yaitu nukleotida yang mengkode asam amino (340 kda), terdiri dari P1-Pro, HC-Pro, P3, CI (cylindrical inclusion), NIa dan NIb (nuclear inclusion a dan b), serta CP (coat protein), (4) 3 untranslated region, berukuran 190 basa, sebelum poly A (van Regenmortel et al. 2000; Hull 2002) (Gambar 1). Partikel Potyvirus berbentuk benang lentur, tanpa amplop, berdiameter 11 sampai 15 nm, dengan panjang 650 sampai 900 nm (Fauquet et al. 2005). Pada umumnya spesies anggota genus ini memiliki kisaran inang yang sempit, namun beberapa spesies memiliki lebih dari 30 famili tanaman sebagai inangnya. Potyvirus ditularkan oleh kutudaun secara non persisten, serta bisa ditularkan secara mekanis. Bagian genom, yaitu helper component dan bagian asam amino triplet (DAG untuk beberapa spesies Potyvirus) dibutuhkan dalam penularan dengan kutudaun. Penularan melalui kutudaun pada beberapa isolat tidak efisien, bahkan ada yang tidak bisa ditularkan oleh kutudaun (van Regenmortel et al. 2000).

27 Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam diidentifikasi sebagai Peanut stripe virus (PStV) di India yang menyebabkan gejala mosaik pada daun nilam (Singh et al. 2009), Patchouli mottle virus (PatMoV) di Jepang, dengan gejala berkisar antara tanpa gejala sampai belang lemah (Natsuaki et al. 1994) dan Telosma mosaic virus (TeMV) di Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Jawa Barat yang menyebabkan gejala mosaik dengan beberapa variasi (Noveriza et al. 2012a). 5 VPg P1- Pro HC- Pro P3 6K1 CI 6K2 NIa NIa NIb CP (A)n3 Gambar 1 Peta genom secara umum anggota genus Potyvirus. P1-Pro, berukuran 35K, yaitu protein dengan aktifitas proteolitik; HC-Pro berukuran 52K yaitu protein dengan aktifitas helper component; P3 berukuran 50K; protein yang belum diketahui fungsinya berukuran 6K; CI berukuran 71 K, membentuk badan inklusi silindris; protein yang belum diketahui fungsinya berukuran 6K; NIa dan NIb berukuran 21, 27 dan 58K merupakan protein pembentuk badan inklusi (small dan large) dan CP sebagai pembentuk selubung protein berukuran 30K (van Regenmortel et al. 2000) Cucumber mosaic virus (CMV) CMV tergolong ke dalam genus Cucumovirus, famili Bromoviridae. CMV merupakan tipe spesies dari Cucumovirus, dengan bentuk partikel spherical berdiameter 26 sampai 35 nm dan panjang 30 sampai 85 nm. Virus ini memiliki kisaran inang yang luas, menginfeksi 85 famili tanaman, dan lebih dari spesies. CMV ditularkan oleh kutudaun secara non persisten, dan dapat ditularkan juga secara mekanis (Fauquet et al. 2005). Genom CMV memiliki 3 utas tunggal RNA positif sense, yaitu RNA 1 (3 357 nukleotida), RNA 2 (3 050 nukleotida), dan RNA 3 (2 116 nukleotida), serta 2 subgenomik RNA, yaitu RNA 4 dan RNA4A (1 027 nukleotida). RNA 1 dan RNA 2 mengkode gen replikasi. Selain itu, pada 3 sequence RNA 2, mengkode protein yang berperan dalam perpindahan jarak jauh CMV, melalui subgenomik RNA4A. RNA 3 mengkode movement protein dan protein selubung (CP), dimana gen CP tersebut diekspresikan dari RNA 4 sebagai subgenomik (Gambar 2) (Hull 2002; Roossinck 2001; Gal-On et al dalam Feng et al. 2006). RNA1 RNA2 RNA3 1a 2a 2b RNA4 3a 3b Gambar 2 Organisasi genom CMV. 1a dan 2a : protein replikasi berukuran 109K dan 14K; protein 2b overlap dengan protein 2a sebanyak 69 kodon; 3a : movement protein berukuran 32K dan 3b : selubung protein (CP) berukuran 24K (Hull 2002)

28 6 CMV terdeteksi secara serologi menginfeksi pertanaman nilam di Cianjur dan Bogor, Jawa Barat. Infeksi CMV bersama sama dengan Potyvirus menyebabkan gejala mosaik. Berdasarkan hasil ELISA, antiserum Potyvirus bereaksi lebih kuat dengan sampel dibandingkan dengan antiserum CMV (Sukamto et al. 2007). Fabavirus Fabavirus tergolong ke dalam famili Comoviridae, dilaporkan menginfeksi tanaman yang memiliki arti penting secara ekonomi diantaranya bush basil (Ocimum basilicum) (Sanz et al. 2001), gentian (Gentiana scabra) (Kobayashi et al. 2005), Mikania micrantha (Compositae) (Wang et al. 2008), dan cabai (Capsicum annum) (Lee et al. 2000). Di lapangan, Fabavirus ditularkan oleh kutudaun secara non persisten. Broad bean wilt virus 1 ditularkan secara efektif oleh Myzus persicae dan Aphis gossypii (Belliure et al. 2009), serta BBWV pada basil juga ditularkan oleh M. persicae dan A. gossypii (Sanz et al. 2001). Partikel Fabavirus berbentuk icosahedral berdimeter sekitar 30 nm, memiliki genom 2 RNA utas tunggal berukuran antara 6.0 sampai 6.3 kb (RNA1) dan 3.9 sampai 4.5 kb (RNA2), di mana masing masing RNA terenkapsidasi secara terpisah (Kobayashi et al. 2005). Prediksi runutan poliprotein yang dikode oleh RNA 1 PatMMV dihasilkan untuk protease cofactor (39K), NTP-binding protein (66K), VPg (3K), cysteine protease (23K) dan RNA-dependent RNA polymerase (79K). Protease diperlukan untuk memecah poliprotein pada virus yang menggunakan polyprotein processing sebagai strategi translasi. ORF panjang dari RNA2 PatMMV, menunjukkan Movement Protein (MP) berukuran 52K, Large Coat Protein (LCP) berukuran 44K dan Small Coat Protein (SCP) berukuran 22K (Gambar 3A dan 3B) (Ikegami et al. 1998; 2001). (A) RNA1 Pro-C NTB VPg C-Pro RdRp poly A (B) RNA2 MP LCP SCP poly A Gambar 3 Struktur genom RNA 1 (A) dan RNA 2 (B) PatMMV. Pro-C= protease cofactor, NTB= nucleotide tri-phosphate binding protein, VPg= viral protein genome-linked, C-Pro : cystein protease, RdRp : RNA dependent RNA polymerase, MP : movement protein, LCP : Large Coat Protein, SCP : Short Coat Protein (Ikegami et al. 1998; 2001) Genus Fabavirus memiliki empat spesies definitif yaitu : BBWV 1 dan 2, Lamium mild mosaic virus (LMMV) dan PatMMV (van Regenmortel et al. 2000). Saat ini ditemukan virus baru yang tergolong Fabavirus juga, yaitu Gentian mosaic virus (Kobayashi et al. 2005). Fabavirus yang menyebabkan gejala mosaik pada tanaman nilam di Jepang dilaporkan disebabkan oleh PatMMV. Virus ini memiliki kemiripan

29 morfologi partikel, berat molekul CP dan hubungan serologi dengan BBWV dan LMMV. Namun demikian, PatMMV menunjukkan perbedaan kisaran inang dan gejala pada tanaman Vicia faba dan Nicotiana tabacum. Perbedaan ini yang menyebabkan PatMMV dikategorikan sebagai spesies baru anggota Fabavirus (Natsuaki et al. 1994). Potexvirus Genus Potexvirus dinamakan setelah Potato virus X (PVX), memiliki banyak anggota yang menginfeksi beberapa tanaman di seluruh dunia. Salah satu anggota genus ini yang terkenal adalah Cymbidium mosaic virus (CymMV) yang menyebabkan kehilangan besar secara ekonomi pada tanaman anggrek. Gejala yang disebabkan Potexvirus umumnya mosaik dan tanaman kerdil. Potexvirus memproduksi sejumlah besar partikel virus pada sitoplasma sel yang terinfeksi (Agrios 2005). Partikel Potexvirus berbentuk flexuous rod, dengan panjang antara 470 sampai 580 nm, dan berdiameter antara 11 sampai 13 nm. Genom Potexvirus adalah RNA positif utas tunggal, berukuran 5.8 sampai 7.0 kb dan memiliki lima Open Reading Frame (ORF). ORF1 mengkode protein yang berhubungan dengan replikasi virus, ORF2 sampai 4 berfungsi sebagai Triple Gene Block (TGB) dan mengkode gen yang berhubungan dengan perpindahan virus dari sel ke sel. ORF5 mengkode coat protein virus (Gambar 4) (Agrios 2005; van der vlugt dan Barendsen 2002). 7 TGB K 26K 10K 3 (A)n 13K 24K RdRp MP CP Gambar 4 Genom CymMV, salah satu anggota genus Potexvirus. RdRp : RNAdependent RNA polymerase, TGB : triple gene block, MP : movement protein, CP : coat protein (Ajjikuttira dan Wong 2009) Anggota genus Potexvirus yang menginfeksi tanaman nilam dilaporkan adalah Patchouli virus X (PatVX). Secara serologi, virus ini berhubungan dekat dengan Papaya mosaic virus (PapMV), PVX, Viola mottle virus (VMV), White clover mosaic virus (WClMV) dan Lily virus X (LVX). PatVX tidak ditularkan melalui pemangkasan, benih atau vektor, namun ditularkan dengan efektif secara mekanis. Pada tanaman nilam, infeksi PatVX hanya menyebabkan gejala laten (Filho et al. 2002).

30 8 Deteksi dan Identifikasi Virus Deteksi dan identifikasi secara tepat virus penyebab penyakit merupakan langkah penting pertama untuk menentukan strategi pengendalian penyakit. Pengendalian setelah terjadi infeksi virus sering tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pengendalian virus lebih efektif jika dilakukan sebelum terjadi infeksi. Penggunaan bahan tanaman bebas virus merupakan pendekatan pengendalian yang paling efektif. Salah satu bagian penting untuk memproduksi bahan tanaman bebas virus adalah tersedianya metode diagnosis yang sensitif (Makkouk dan Kumari 2006). Teknik deteksi dan identifikasi virus terbagi dalam dua kategori yaitu : berdasarkan sifat-sifat biologi yang berhubungan dengan interaksi virus dengan inang dan atau vektor dan berdasarkan bagian dari partikel virus, yaitu asam nukleat dan CP (Naidu dan Hughes 2003). Deteksi dan identifikasi berdasarkan sifat biologi virus adalah berdasarkan tipe gejala yang muncul, kisaran inang, penularan melalui vektor, sifat-sifat fisik virus (titik panas inaktivasi, titik batas pengenceran dan ketahanan in vitro), dan pengamatan partikel virus dengan mikroskop elektron. Sedangkan berdasarkan CP dan asam nukleat bisa dilakukan dengan uji serologi dan teknik molekuler. Pengamatan Partikel Virus Menggunakan Mikroskop Elektron Mikroskop elektron merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengamati bentuk partikel virus, sebagai dasar identifikasi virus tertentu yang belum diketahui identitasnya. Dengan mikroskop elektron identitas virus dapat diketahui dengan mengamati bentuk partikel virus, panjang partikel virus, dan morfologinya. Partikel virus yang akan diamati akan lebih jelas apabila dipurifikasi terlebih dahulu. Pengamatan partikel virus dari sap tanaman yang belum dipurifikasi biasanya merupakan ekstrak sap yang kasar sehingga pada hasil pengamatan akan terlihat kotoran sap disekitar partikel virus (Doi et al. 1969; Djikstra dan De Jagger 1998). Penggunaan transmission electron microscope (TEM) selama tahun 1970 sampai 1980 telah berkontribusi pada penemuan beberapa virus penting pada manusia, seperti Adenovirus, Entrovirus, Paramyxovirus dan Reovirus yang diisolasi dari sel. Pada masa itu, TEM digunakan sebagai teknik rutin dalam deteksi virus. Setelah teknik ELISA dan PCR ditemukan, penggunaan TEM pada deteksi virus telah bergeser dari teknik rutin menjadi teknik penunjang dalam deteksi agen infeksius yang belum diketahui, karena teknik ELISA dan PCR lebih sensitif. Selain itu, TEM tidak bisa digunakan untuk deteksi cepat virus pada sampel yang banyak, relatif mahal baik alatnya maupun perawatannya, sehingga banyak insitusi penelitian pertanian yang tidak mampu memilikinya. Namun demikian, TEM masih digunakan untuk mempelajari siklus hidup virus pada sel inangnya, dan deteksi cepat patogen baru atau yang belum diketahui misalnya pada kasus bioterorisme. Dengan menggunakan TEM, maka akan terlihat semua morfologi patogen pada sampel yang diamati (Roingeard 2008; Naidu dan Hughes 2003). Salah satu teknik penyiapan sampel untuk pengamatan struktur dan ukuran partikel virus di bawah TEM adalah dengan pewarnaan negatif. Pada teknik ini, diperlukan irisan tipis sampel yang berisi partikel virus. Pada irisan tipis jaringan

31 / sel tersebut, akan dapat dilihat interaksi virus-sel, termasuk tahapan replikasi virus. Teknik pewarnaan negatif ini dapat dikombinasikan dengan metode serologi untuk melokalisasi antigen virus (Marshal 2012). Penggabungan TEM dengan metode serologi menggunakan antiserum monoklonal ataupun poliklonal merupakan teknik deteksi virus yang cepat dan akurat. Antiserum VP 664 mampu mengaglutinasi lebih banyak partikel White spot syndrome virus pada kerang laut dengan reaksi antigen antiserum, sehingga lebih banyak partikel virus yang teramati di bawah TEM (Hipolito et al. 2012). Teknik pewarnaan negatif yang telah dioptimasi, dapat digunakan sebagai protokol umum untuk mempelajari struktur protein di bawah mikroskop elektron, terutama protein highly dynamic dengan struktur equilibrium-fluctuating (Zhang et al. 2013). Deteksi dan Identifikasi Virus Berdasarkan Sifat Biomolekuler Serologi. Beberapa teknik serologi yang bisa digunakan adalah dot immunoblotting assay (DIBA), immunosorbent electron microscopy (ISEM) (Naidu dan Hughes 2003), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan tissue blot immunoassay (TBIA) (Webster et al. 2004). ELISA merupakan uji serologi yang populer untuk deteksi virus pada materi tanaman, serangga vektor, benih dan bahan tanaman vegetatif (Naidu dan Hughes 2003). Keuntungan dari teknik ELISA adalah memiliki sensitifitas yang tinggi, dapat mendeteksi sampel dalam jumlah besar lebih cepat, hanya membutuhkan antiserum dalam jumlah sediki dan hasilnya kuantitatif (Agrios 2005). Namun demikian, teknik ELISA, seperti teknik serologi lainnya, memiliki kelemahan, yaitu tidak bisa membedakan virus yang sekerabat, terutama bila yang digunakan antiserum universal genus. Selain itu, beberapa antigenic site dimiliki oleh virus yang tidak sekerabat, sehingga memungkinkan terjadinya reaksi silang (Putnam 1995). Terdapat dua teknik ELISA, yaitu Double Antibody Sandwich ELISA (DAS-ELISA atau ELISA secara langsung) dan Indirect ELISA (ELISA tidak langsung). Perbedaan pada kedua teknik ini telah dijelaskan oleh Clark dan Adams (1977) serta Koenig (1981), yaitu pada coating microtiter plates-nya dengan antiserum atau antigen. Pada teknik DAS-ELISA, plate langsung dicoating dengan antiserum spesifik yang kemudian berikatan dengan antigennya (virus), sedangkan pada teknik Indirect ELISA, plate dicoating dengan antigen dulu, baru dicoating dengan antiserumnya. Penggunaan teknik Indirect ELISA untuk mengamati reaktivitas antiserum Chrysanthemum B Carlavirus (CVB) menunjukkan bahwa semakin tinggi pengenceran antiserum dan sampel menghasilkan reaksi yang semakin lemah. Sensitifitas teknik ELISA dalam mendeteksi CVB cukup tinggi, yaitu virus masih terdeteksi pada pengenceran sampel 1/256 dan antiserum kali (Temaja et al. 2010). Dengan teknik Indirect ELISA, CymMV dan Odontoglossum ringspot virus (ORSV) terdeteksi pada Dendrobium yang diperbanyak secara vegetatif, dan tidak terdeteksi pada Dendrobium hasil kultur jaringan (Khentry et al. 2006). Apple mosaic virus (ApMV), Apple stem grooving virus (ASGV) dan Apple chlorotic leaf spot virus (ACLSV) terdeteksi pada tanaman apel, baik varietas hasil koleksi maupun komersial dengan teknik DAS-ELISA menggunakan antiserum komersial (Caglayan et al. 2006). 9

32 10 Polymerase chain reaction (PCR). PCR merupakan teknik yang memungkinkan amplifikasi spesifik dan deteksi runutan target DNA dari campuran komplek asam nukleat. Kombinasi primer spesifik dan DNA polymerase, yang digunakan untuk mengamplifikasi runutan target melalui siklus denaturasi, annealing, dan sintesis DNA yang berulang memungkinkan terjadinya peningkatan jumlah DNA (Seal dan Coates 1998). Teknik ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih sensitif dan spesifik, dapat digunakan untuk mendeteksi virus yang telah diketahui maupun yang belum diketahui, yang tidak memiliki antiserum, belum tersedia banyak informasi, dan juga bisa untuk mendeteksi virus dari tanaman berkayu (Agrios 2005; Naidu dan Hughes 2003). Namun demikian, teknik PCR sulit dilakukan di beberapa laboratorium yang memiliki keterbatasan dana, karena teknik ini memerlukan peralatan dan bahan bahan yang relatif mahal. Selain itu, sensitifitas teknik ini menyebabkan peralatan dan proses pengerjaan PCR harus selalu steril untuk mencegah hasil positif yang palsu (false positive), karena kontaminan bisa menjadi DNA templat (Johnson 2000). Proses PCR terdiri dari 20 atau 30 siklus, yang masing-masing siklus terdiri dari tiga tahap : (1) DNA utas ganda dipanaskan pada suhu 94 sampai 96 o C untuk memisahkannya menjadi utas yang terpisah, (2) tahap annealing atau penempelan primer pada utas DNA yang dilakukan pada suhu 45 sampai 60 o C, (3) ekstensi setiap primer, selalu terjadi pada suhu 72 o C menggunakan DNA thermostable (Akinjogunla et al. 2008). Dalam beberapa jam, runutan target diamplifikasi dalam jumlah besar dan hasilnya dapat dianalisis dengan gel agarosa yang dielektroforesis, kemudian diwarnai dengan ethidium bromide untuk melihat keberadaan DNA hasil amplifikasi (Naidu dan Hughes 2003). Untuk diagnosis virus tanaman yang memiliki asam nukleat RNA, RNA target dikonversikan menjadi complementary DNA (cdna) yang dikopi dengan transkripsi balik sebelum PCR dimulai. Pada siklus awal PCR, DNA akan disintesis berdasarkan cdna templat menghasilkan DNA utas ganda. Proses amplifikasi dinamakan RT-PCR (Naidu dan Hughes 2003). Teknik RT-PCR telah banyak digunakan untuk mendeteksi virus virus tanaman yang memiliki genom RNA. Teknik RT-PCR berhasil mendeteksi sampel positif ACLSV, ASGV, dan ASPV pada apel lebih banyak 8.6% dibandingkan dengan teknik ELISA (Caglayan et al. 2006). Beberapa pengembangan lain dari teknik PCR, diantaranya adalah Immunocapture-PCR (IC-PCR) (Webster et al. 2004) dan Bio-PCR (Schaad dan Frederick 2002). Teknik PCR yang dikembangkan untuk mendeteksi beberapa target sekaligus, dinamakan Multiplex PCR. Teknik ini menggunakan beberapa pasang primer yang berbeda dalam satu reaksi PCR. Multiplex PCR merupakan teknik yang cepat, mudah dilakukan dan lebih ekonomis untuk deteksi rutin beberapa virus dalam satu sampel, dan telah berhasil digunakan untuk deteksi virus dari beberapa tanaman (Lee dan Chang 2006). Teknik multiplex RT-PCR dengan menggunakan pasangan primer spesifik, telah berhasil mendeteksi infeksi CymMV dan Odontoglossum ringspot virus (ORSV) pada anggrek (Lee dan Chang 2006) dan Dasheen mosaic virus (DsMV), Turnip mosaic virus (TuMV), Konjac mosaic virus (KoMV), serta Zantedeschia mild mosaic virus (ZaMMV) pada tanaman Calla lily di Taiwan (Hu et al. 2010). Penggunaan beberapa pasang primer dalam satu reaksi, bisa menyebabkan beberapa DNA non target teramplifikasi lebih efisien dibandingkan DNA target.

33 Oleh karena itu, optimasi harus dilakukan untuk meminimalkan produk yang tidak diinginkan. Beberapa optimasi yang perlu dilakukan adalah : (1) optimasi kondisi siklus multiplex RT-PCR, yang meliputi suhu dan waktu ekstensi, serta suhu dan waktu annealing; (2) optimasi komponen reaksi multiplex, yang meliputi konsentrasi primer, konsentrasi dntp dan MgCl 2, konsentrasi bufer PCR, konsentrasi templat DNA dan DNA polimerase serta penggunaan adjuvants seperti DMSO, glyserol dan BSA. Optimasi tersebut dilakukan dengan pendekatan empiris atau trial and error, karena tidak diketahui cara untuk memprediksi kinerja pasangan primer yang dipilih. Oleh karena itu, perlu didesain primer primer yang digunakan dengan memperhatikan GC content, panjang primer, dan sekuennya (Henegariu et al. 1997; Elnifro et al. 2000). Penggunaan beberapa pasangan primer dalam satu reaksi multiplex RT- PCR sering menyebabkan kendala dalam pelaksanaannya, yaitu menyebabkan teknik ini kurang bersifat universal dan memerlukan optimasi yang ekstensif. Untuk mengatasi kendala tersebut, metode universal multiplex PCR diciptakan dengan menggunakan universal adapter-f dan universal adapter-r yang dihubungkan ke primer forward dan reverse. Dengan teknik ini, maka pasangan - pasangan primer yang berbeda suhu annealingnya bisa digunakan untuk mendeteksi secara cepat keragaman genetik jagung. Teknik ini juga bisa digunakan untuk analisis polimorfisme, pengujian kuantifikasi dan identifikasi spesies (Wen dan Zhang 2012). 11 METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari bulan Januari 2012 sampai Maret Pengambilan Sampel Pengambilan sampel daun tanaman nilam, baik yang bergejala maupun tidak, dilakukan di dua Kebun Percobaan Balittro yaitu di Cicurug (Sukabumi) dan Manoko (Bandung Barat), serta di lahan petani di Cijeruk (Bogor). Setiap lokasi dilakukan pengambilan sampel sebanyak 30 tanaman yang terdiri dari 5 sampel diambil dari tanaman yang tidak bergejala, dan sisanya tanaman yang bergejala. Pengambilan sampel dilakukan secara acak, baik pada tanaman yang bergejala maupun tidak. Dokumentasi gejala di lapangan juga dilakukan untuk keperluan deskripsi gejala. Pengamatan Partikel Virus Sampel yang digunakan daun nilam yang terinfeksi virus. Pengamatan partikel virus dilakukan di Laboratorium Tropical Plant Protection, Department

34 12 of International Agricultural Development, Tokyo University of Agriculture (Jepang), serta di lembaga Eijkman, Jakarta. Pengamatan dilakukan dengan metode pewarnaan negatif dengan menggunakan grid berukuran 400 mesh, di bawah mikroskop elektron. Deteksi Serologi Sampel yang didapatkan dari lapangan, dideteksi secara serologi dengan menggunakan antiserum universal Potyvirus, antiserum spesifik BBWV2 dan CymMV (DSMZ, Jerman), serta antiserum spesifik CMV (Agdia, USA). Uji serologi dilakukan untuk mengetahui kejadian infeksi Potyvirus, BBWV2, CMV dan CymMV dari setiap lokasi pengambilan sampel. Sampel yang didapatkan dari setiap lokasi, yaitu sebanyak 30, dibuat menjadi 6 sampel komposit, dimana setiap komposit terdiri dari 5 sampel. Selanjutnya, bila sampel komposit menunjukkan hasil positif, uji serologi dilanjutkan terhadap setiap individu sampel dari sampel komposit positif tersebut. Teknik DAS-ELISA untuk antiserum BBWV2 dan CymMV mengacu pada pedoman DSMZ. Antiserum (IgG), dilarutkan pada bufer coating (sodium carbonate 1.59 g; sodium bicarbonate 2.93g; sodium azide 0.2 g; aquades 1 L, ph 9.6), dengan perbandingan sesuai yang dianjurkan, kemudian dimasukkan ke dalam sumuran plat mikrotiter sebanyak 100 µl, diinkubasi pada suhu 37 o C, selama 2 sampai 4 jam. Plat mikrotiter dicuci dengan PBST (Phosphate Buffered Saline Tween : sodium chloride 8.0 g; monobasic potassium phosphate 0.2 g; dibasic sodium phosphate 1.15 g; potassium chloride 0.2 g; aquades 1 L; ph 7.4; tween ml) tiga kali. Sampel digerus pada bufer ekstraksi (PBST + 2% PVP (Polyvinyl pyrrolidone)) dengan perbandingan 1:5 (b/v), dimasukkan ke sumuran plat mikrotiter sebanyak 100 µl, diinkubasi pada suhu 4 o C semalaman. Plat mikrotiter dicuci dengan PBST tiga kali. Enzim konjugat (IgG-AP) disiapkan, dilarutkan pada bufer konjugat (bufer ekstraksi + 0.2% egg albumin (Sigma A- 5253)), dengan perbandingan sesuai yang dianjurkan, dimasukkan ke sumuran plat mikrotiter, diinkubasi pada suhu 37 o C, selama 4 jam. Plat mikrotiter dicuci dengan PBST tiga kali. Substrat, yaitu p-nitrophenyl phosphate (PNP) dilarutkan ke bufer substrat (diethanolamine 97 ml; sodium azide 0.2 g; aquades 1 L; ph 9.8), kemudian dimasukkan ke setiap sumuran plat mikrotiter, diinkubasi pada suhu ruang pada kondisi gelap, selama 30 sampai 60 menit, atau sampai diperoleh reaksi yang jelas. Metode indirect-elisa untuk antiserum Potyvirus dilakukan sesuai dengan anjuran dari DSMZ. Sampel digerus pada bufer coating M Dieca, kemudian dimasukkan ke sumuran plat mikrotiter sebanyak 100 µl, diinkubasi semalaman pada suhu 4 o C. Plat mikrotiter dicuci tiga kali dengan PBST. Skim milk 2% dalam PBST sebanyak 100 µl dimasukkan ke plat mikrotiter, diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 o C. Larutan skim milk dibuang. Larutan antiserum (IgG), dilarutkan dalam bufer konjugat, dimasukkan ke setiap sumuran sebanyak 100 µl, diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 sampai 4 jam. Plat mikrotiter dicuci tiga kali dengan PBST. Konjugat RAM-AP (Rabbit anti mouse yang telah dilabel dengan enzim Alkaline phosphatase), dilarutkan pada bufer konjugat, dimasukkan sebanyak 100 µl ke setiap sumuran, diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37 o C. Plat

35 mikrotiter dicuci tiga kali dengan PBST. PNP dilarutkan pada bufer substrat, dimasukkan ke setiap sumuran sebanyak 100 µl, diinkubasi pada suhu ruang pada kondisi gelap, selama 30 sampai 60 menit, atau sampai reaksi yang jelas diperoleh. Prosedur Indirect-ELISA untuk antiserum CMV sesuai dengan anjuran dari Agdia : sampel digerus pada bufer ekstraksi. Sampel sebanyak 100 µl dimasukkan ke plat mikrotiter, diinkubasi semalam pada suhu 4 o C. Plat mikrotiter dicuci dengan larutan PBST 1x, 3 sampai 5 kali, sampai bersih. Antiserum primer (IgG) dilarutkan dalam bufer konjugat dengan perbandingan sesuai yang direkomendasikan, kemudian dimasukkan sebanyak 100 µl ke setiap sumuran plat mikrotiter, diinkubasi selama 1 sampai 2 jam pada suhu ruang. Plat mikrotiter dicuci dengan PBST 1x sebanyak tiga kali. Enzim konjugat GAR-AP (Goat antirabbit yang telah dilabel dengan enzim Alkaline phosphatase) dilarutkan dalam bufer konjugat, dimasukkan ke sumuran plat sebanyak 100 µl, diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang. Plat dicuci dengan PBST 1x, sebanyak 3 kali. Tablet PNP dilarutkan dalam bufer PNP, dimasukkan ke sumuran plat sebanyak 100 µl, diinkubasi selama 15 menit sampai 4 jam pada ruang gelap, sampai terjadi perubahan warna. Titer virus secara kuantitatif dibaca menggunakan ELISA READER model 550 (Bio-Rad, USA) pada panjang gelombang 405 nm. Hasil pembacaan dengan ELISA reader dinilai positif bila nilai absorbansinya 1.5 kali lebih besar daripada kontrol negatif. 13 Deteksi Asam Nukleat Ekstraksi RNA Ekstraksi RNA dilakukan dengan Xprep Plant RNA mini kit (PKT- Philekorea Technology). Bufer XPRB disiapkan dengan menambahkan 1% mercaptoethanol (ME). Sampel daun nilam sebanyak 0.1 g digerus menggunakan nitrogen cair pada mortar, sampai menjadi serbuk. Serbuk sampel ditambah bufer XPRB yang telah ditambah ME, dimasukkan ke dalam kolom filter dan disentrifugasi selama 2 menit pada kecepatan rpm. Supernatan dipindahkan ke tabung eppendorf baru dan etanol absolut ditambahkan sebanyak 0.5 kali volume supernatan, dan dicampur dengan cara dipipet atau dibolak-balik. Kemudian supernatan dalam alkohol dimasukkan ke dalam kolom XPPLR mini, dan disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan rpm. Setelah supernatan dibuang, kolom diberi wash buffer 1 (WB1) sebanyak 500 µl, disentrifugasi selama 1 menit, dan supernatan dibuang. Wash buffer 2 (WB2) sebanyak 750 µl ditambahkan ke dalam kolom, disentrifugasi selama 1 menit, dan supernatan dibuang. Selanjutnya, untuk mengeringkan kolom, dilakukan sentrifugasi kolom selama 3 menit pada kecepatan rpm. RNA total dikoleksi dengan cara memberikan air bebas nuklease sebanyak 50 µl ke pusat membran kolom XPPLR yang diletakkan pada tabung eppendorf baru, dibiarkan selama 1 menit, lalu disentrifugasi selama 2 menit. RNA yang telah diperoleh disimpan di freezer -80 o C, sampai digunakan.

36 14 Konstruksi cdna (complementary DNA) Reaksi reverse transcription (RT) dilakukan untuk membuat cdna dengan menggunakan enzim reverse transcriptase. Adapun reaksi RT dilakukan dalam 10 µl reaksi campuran yang terdiri dari air bebas nuklease (3.7 µl), bufer RT 5x (2 µl), DTT 50 mm (0.35 µl), dntp 10 mm (0.5 µl), M-MuLV Rev (Fermentas) (0.35 µl), RNase Inhibitor (0.35 µl), Oligo d(t) 10 µm (0.75 µl) dan RNA templat (2 µl) selama 1 jam pada suhu 42 o C. Amplifikasi DNA dan Multiplex Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Amplifikasi DNA. Sepasang primer degenerate untuk BBWV1 dan BBWV2 (BBWVSSP dan BBWVKMRM), digunakan dalam deteksi awal BBWV2 pada nilam. Dengan primer ini, ukuran produk yang didapatkan sebesar 323 pb, yang merupakan bagian dari C-terminal Large Coat Protein (LCP) sampai N-terminal Short Coat Protein (SCP) Selanjutnya, untuk mendapatkan keseluruhan bagian gen CP, yang berukuran pb, digunakan primer degenerate BBWV (BBWV25 dan BBWV3487M) (Kondo et al. 2005) (Tabel 1). Untuk mendeteksi Potexvirus pada nilam, digunakan sepasang primer universal Potexvirus, yang mengamplifikasi bagian RNA dependent RNA polymerase (RdRp/replikase) (Miglino et al. 2011). Selanjutnya, untuk mengamplifikasi keseluruhan gen CP CymMV, digunakan sepasang primer spesifik CyCP-F1 dan CyCP-R1 (Lee dan Chang 2008) (Tabel 1). Deteksi Potyvirus secara molekuler menggunakan primer degenerate P9502 dan CPUP, yang mengamplifikasi wilayah CP Potyvirus (Van der vlugt et al 1999). Tabel 1 Primer - primer yang digunakan untuk deteksi virus mosaik nilam No. Pasangan Primer Urutan Basa Ukuran DNA Sumber Rujukan 1 BBWVVSSP 5 -GTBTCDAGTGCTYTD GAAGG pb Kondo et BBWVKMRM 5 -TDGWDCCATCVAG ICKCATTTT-3 al. (2005) 2 BBWV25 5 -AATGARRTKGTNCTCAAYTA BBW3487M 5 -AMAMAGGTCATGGAACCCA-3. pb Kondo et al. (2005) 3 Potex4 5 -AGCATGGCGCCATCTTGTGACTG pb Miglino et Potex5 5 -CTGAAGTCACAATGGGTGAAGAA-3 al. (2011) 4 CyCP-F1 5-ATGGGAGAGYCCACTCCARCYCCAGC pb CyCP-R1 5 -ATCGCTCGAGTTCAGTAGGGGGTGCAG GCA-3 Lee dan Chang (2008) 5 P9502 CPUP 5 -GCGGATCCTTTTTTTTTTTTTTTTTT-3 5 -TGAGGATCCTGGTGYATHGARAAYG pb Van der vlugt et al. (1999) cdna yang dihasilkan dari hasil RT, diamplifikasi pada reaksi campuran dengan total volume 25 µl yang terdiri dari : air bebas nuklease 9.5 µl, PCR mix (Go Green Taq-Promega) 12.5 µl, primer forward 10 µm dan reverse 10 µm,

37 masing masing 1 µl dan DNA templat 1 µl. Program PCR diatur berbeda, tergantung pasangan primer yang digunakan (Tabel 2). Tabel 2 Program Amplifikasi untuk setiap primer yang digunakan dalam kegiatan PCR 15 No. Pasangan Primer 1 BBWVVSSP BBWVKMM Program PCR Denaturasi awal pada suhu 95 o C selama 5 menit; 35 siklus terdiri dari 95 o C selama 1 menit, 51 o C selama 1 menit dan 72 o C selama 1 menit; ekstensi akhir 72 o C selama 5 menit Sumber Rujukan Kondo et al. (2005) 2 BBWV25 BBW3487M Denaturasi awal, suhu 99 o C selama 5 menit; 35 siklus terdiri dari 94 o C selama 1 menit, 55 o C selama 2 menit dan 72 o C selama 3 menit; ekstensi akhir 72 o C selama 5 menit 3 Potex4 Potex5 Denaturasi awal, suhu 94 o C selama 2 menit; 35 siklus terdiri dari 94 o C selama 30 detik, 55 o C selama 1 menit dan 72 o C selama 1 menit; ekstensi akhir 72 o C selama 5 menit 4 CyCP-F1 Denaturasi awal pada suhu 96 o C selama 5 menit, 30 siklus CyCP-R1 : 96 o C selama 30detik; 52 o C selama 30 detik; 72 o C selama 30 detik, ekstensi akhir 72 o C selama 7 menit. Kondo et al. (2005) Miglino et al. (2011) Lee dan Chang (2008) 5 P9502 CPUP Denaturasi awal pada suhu 94 o C selama 5 menit, 45 siklus : 94 o C selama 1 menit; 54 o C selama 2 menit; 72 o C selama 1 menit, ekstensi akhir 72 o C selama 10 menit. Van der vlugt et al. (1999), modifikasi Multiplex RT-PCR. Untuk menyediakan deteksi cepat virus virus yang menginfeksi nilam secara simultan, dilakukan optimasi multiplex RT-PCR Potyvirus, BBWV2 dan CymMV. Primer yang digunakan adalah primer degenerate Potyvirus, P9502 dan CPUP (800 pb), primer degenerate BBWV, BBWVVSSP dan BBWVKMRM (323 pb), serta primer spesifik CymMV, CyCP- F1 dan CyCP-R1 (679 pb). Untuk optimasi reaksi multiplex RT-PCR, digunakan beberapa kombinasi konsentrasi primer sebagai berikut (Tabel 3): Tabel 3 Kombinasi total konsentrasi primer Potyvirus, BBWV2, dan CymMV Kombinasi ke- Konsentrasi Primer (µm) Potyvirus BBWV2 CymMV I II III IV V VI VII VIII 3 5 7

38 16 cdna yang dihasilkan dari hasil RT, diamplifikasi pada reaksi campuran PCR mix (Go Green Taq-Promega) 12.5 µl, primer forward dan reverse 10 µm, masing masing sesuai konsentrasi primer pada Tabel 3, DNA template 1 µl, dan air bebas nuklease ditambahkan sampai volume 25 µl. Program PCR terdiri dari 1 siklus 95 o C selama 5 menit, 10 siklus pada suhu 95 o C selama 1 menit; 51 o C selama 1 menit; 72 o C selama 1 menit, 30 siklus pada suhu 94 o C selama 1 menit; 54 o C selama 1 menit; 72 o C selama 2 menit, ekstensi akhir 72 o C selama 10 menit. Visualisasi DNA DNA hasil amplifikasi PCR divisualisasi pada gel agarosa 1 atau 1.5 % yang telah ditambah ethidium bromide (0.5 µl/10 ml 0.5x TBE). Sampel dimasukkan ke dalam sumuran gel agarosa, kemudian dielektroforesis pada 50 Volt selama 50 menit. Hasil visualisasi dilihat di bawah transilluminator ultraviolet dan didokumentasi dengan kamera digital. Analisis Runutan Nukleotida dan Asam amino Perunutan Susunan Nukleotida Perunutan susunan nukleotida menggunakan mesin sequencer ABI-Prism 3100-Avant Genetic Analyzer di laboratorium Research and Development Centre PT. Genetika Science Indonesia. Hasil runutan dianalisis menggunakan software Blast (www. NCBI. Nml. Niv.gov) dan software Wu-Blast ( Contiq hasil perunutan DNA dilakukan dengan bantuan program Sequencher4.8 dan software Complementor ( Selanjutnya, hasil runutan yang sudah diolah, diterjemahkan menjadi urutan protein (asam amino), dengan bantuan software Translate ( Analisis Identitas Matriks dan Filogenetika Hasil runutan yang telah diolah, dibandingkan tingkat homologi runutan gen CP dan asam aminonya dengan beberapa genom virus dari berbagai negara yang diambil dari database GenBank. Matriks identitas nukleotida dan asam amino diperoleh dengan menggunakan software BioEdit versi 7.0. Selanjutnya, gambar pensejajaran susunan nukleotida didapatkan dengan menggunakan program GeneDoc versi Pohon filogenetika dikonstruksi dengan menggunakan software MEGA 4.0 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis software) (Tamura et al. 2007), dengan metode neighbour-joining menggunakan bootstrap 1000 kali ulangan.

39 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Infeksi Virus pada Nilam Infeksi virus pada tanaman nilam menyebabkan gejala mosaik dengan beberapa variasi, yaitu mosaik lemah, bintik kuning, mosaik hijau muda hijau tua, dengan penebalan pada warna hijau tua, mosaik dengan perubahan bentuk pada daun (malformasi) serta mosaik hijau tua dan kuning (Gambar 5). Gejala mosaik, baik mosaik, mosaik hijau muda hijau tua, serta mosaik hijau tua dan kuning, ditemukan di semua lokasi pengambilan sampel. Sedangkan gejala bintik kuning hanya ditemukan pada sampel asal Cicurug. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa sampel dari Bogor, Cianjur, Sukabumi dan Garut (Jawa Barat), Pakpak Barat (Sumatera Utara) serta Pasaman Barat (Sumatera Barat) menunjukkan gejala mosaik yang bervariasi juga. Gejala mosaik lemah sampai parah menunjukkan terinfeksi oleh Potyvirus secara tunggal. Sedangkan gejala mosaik parah yang ditemukan di Brebes (Jawa Tengah) disebabkan oleh infeksi tunggal BBWV2 (Noveriza et al. 2012a). Gejala mosaik dilaporkan sebelumnya pada pertanaman nilam di India yang terinfeksi PStV (Potyvirus) (Singh et al. 2009), dan di Jepang yang terinfeksi oleh PatMMV (Fabavirus) (Natsuaki et al. 1994). a b c d e f g h Gambar 5 Gejala infeksi virus pada tanaman nilam di lapangan. a. tidak bergejala, b dan c. mosaik lemah, d g. variasi gejala mosaik, h. bintik kuning Kejadian Infeksi Virus pada Pertanaman Nilam Hasil uji serologi menunjukkan bahwa BBWV2 dan Potyvirus menginfeksi tanaman nilam di ketiga lokasi pengambilan sampel, CymMV ditemukan di Cicurug dan Manoko, sedangkan CMV ditemukan di Manoko dan

40 18 Cijeruk. Infeksi Potyvirus dan BBWV2 di Manoko menunjukkan kejadian paling tinggi (100%), dan yang terendah CymMV (3.3%). Demikian juga di Cicurug, kejadian infeksi Potyvirus tertinggi (83.3%), diikuti dengan CMV (80.0%), BBWV2 (73.3%) dan yang terendah CymMV (3.3%). Infeksi virus tertinggi di Cijeruk adalah BBWV2 (90.0%), diikuti dengan Potyvirus (50.0%) dan CMV (13.3%) (Tabel 4). Hasil ini menunjukkan bahwa pada pertanaman nilam di ketiga lokasi tersebut telah terinfeksi oleh beberapa virus dengan kejadian penyakit yang tinggi. Infeksi BBWV2 sebelumnya dilaporkan ditemukan di pertanaman nilam di Brebes (Noveriza et al. 2012a). Ditemukannya BBWV2 di Cicurug, Manoko dan Cijeruk, serta CymMV di Manoko dan Cicurug menunjukkan bahwa infeksi kedua virus tersebut telah menyebar ke daerah lain, padahal sebelumnya Potexvirus tidak ditemukan di Cicurug dan Bogor (Sukamto et al. 2007) Berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Noveriza et al. (2012a), gejala yang ditemukan pada ketiga lokasi, berdasarkan uji serologi bereaksi positif dengan 2 sampai 4 antiserum yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi virus pada pertanaman nilam sudah lebih parah dari tahun tahun sebelumnya karena terjadi infeksi ganda virus. Tabel 4 Kejadian infeksi Potyvirus, BBWV2, CymMV, CMV dan TMV pada pertanaman nilam di Manoko, Cicurug dan Cijeruk Lokasi Kejadian Infeksi (%)* Potyvirus BBWV2 CymMV CMV Manoko 30/30 (100) 30/30 (100) 1/30 (3.3) 0/30 (0.0) Cicurug 25/30 (83.3) 22/30 (73.3) 1/30 (3.3) 24/30 (80.0) Cijeruk 15/30 (50.0) 27/30 (90.0) 0/30 (0.0) 4/30 (13.3) *(n/n)x100%; n=sampel terinfeksi, N= total sampel Pada tanaman yang tidak bergejala, juga terdeteksi terinfeksi oleh Potyvirus, CMV, BBWV2 dan CymMV, baik secara tunggal maupun ganda (Lampiran 1). Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian penelitian terdahulu. Infeksi PatVX (Potexvirus) pada pertanaman nilam di Brazil, tidak menunjukkan gejala (Filho et al. 2002). PatMMV dan PatMoV terdeteksi juga pada tanaman nilam yang tidak bergejala (Natsuaki et al. 1994). Oleh karena itu identifikasi jenis virus tidak bisa dilakukan berdasarkan deskripsi gejala saja karena terjadinya infeksi virus baik tunggal maupun ganda menyebabkan gejala yang sangat bervariasi, bahkan tidak bergejala. Untuk mendapatkan gejala yang khas dari setiap infeksi virus, maka perlu dilakukan pemurnian virus dari sampel yang didapatkan pada tanaman indikator virus target. Pemisahan Tobacco mosaic virus (TMV), Tomato mosaic virus (ToMV) dan Pepper mild mottle virus (PMMoV) dari tanaman cabai dapat dilakukan dengan tanaman indikator (Baker dan Adkins 2000). Setelah didapatkan virus murni, dilakukan inokulasi ke tanaman nilam yang sehat, kemudian dilakukan pengamatan terhadap gejala yang muncul. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengamatan gejala infeksi virus secara individu, namun hanya dilakukan pengamatan tanaman bergejala mosaik dan deteksi virus yang berasosiasi dengan gejala yang ditemukan di lapangan.

41 Berdasarkan hasil deteksi virus dan pengamatan gejala pada tanaman, ditemukan bahwa tanaman dengan gejala yang parah pada umumnya berasosiasi dengan infeksi ganda virus, atau infeksi ganda virus mungkin menyebabkan gejala yang lebih parah pada tanaman. Hal ini, diduga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ketahanan tanaman, kondisi lingkungan yang mendukung (suhu, kelembaban, vektor) dan virulensi virus. Berdasarkan ELISA, tanaman nilam varietas Lhokseumawe dan Tapak Tuan dari UPBS Balittro terdeteksi Potyvirus, sedangkan varietas Sidikalang tidak terdeteksi terinfeksi virus (Noveriza et al. 2012b). Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian ini, yaitu varietas Sidikalang di ketiga lokasi pengambilan sampel terdeteksi terinfeksi virus. Hal ini menunjukkan bahwa varietas varietas tanaman nilam yang dimiliki oleh Balittro rentan terhadap infeksi virus. Keberadaan vektor di lapangan paling berperan dalam penyebaran virus, karena selain membawa virus ke pertanaman, juga menularkan virus dari tanaman sakit ke tanaman sehat (Agrios 2005). A. gossypii sebagai salah satu hama pada tanaman nilam, berperan sebagai vektor Potyvirus, CMV dan BBWV. Keberadaan vektor yang membawa tiga virus ini diduga merupakan penyebab meluasnya infeksi beberapa virus pada tanaman nilam. Infeksi BBWV2 di Manoko dan Cicurug ditemukan selalu bersamaan dengan infeksi Potyvirus, bahkan pada beberapa sampel dari Cicurug, terinfeksi tiga virus dengan CMV. Sebaliknya, infeksi Potyvirus ditemukan tunggal pada beberapa sampel, dengan titer yang lebih tinggi dibandingkan BBWV2 dan CMV. Hasil yang berbeda di lokasi Cijeruk, dimana infeksi Potyvirus ditemukan selalu bersamaan dengan infeksi BBWV2, sedangkan infeksi tunggal BBWV2 ditemukan pada beberapa sampel. Namun demikian, titer Potyvirus tetap terlihat lebih tinggi dibandingkan BBWV2 dan CMV (Lampiran 1). Diduga Potyvirus merupakan virus yang dominan pada tanaman nilam dibandingkan BBWV2, CMV dan CymMV. Infeksi ganda Potyvirus dengan CMV pada tanaman melon juga memperlihatkan konsentrasi Potyvirus yang lebih tinggi (Grafton-Cradwell et al. 1996). Selain pemurnian virus, untuk mendapatkan gejala yang khas dari setiap virus, juga perlu dilakukan kajian tentang jenis interaksi antara virus virus yang menginfeksi tanaman nilam. Interaksi antara beberapa virus pada infeksi campuran, bisa bersifat antagonis atau sinergis. Interaksi antagonis terjadi bila infeksi virus pertama akan mencegah infeksi virus kedua. Sedangkan interaksi sinergis terjadi bila infeksi campuran akan menyebabkan peningkatan multiplikasi dari satu atau semua virus, dan menyebabkan gejala lebih parah dibandingkan pada infeksi tunggal (Syller 2012). Gejala parah yang ditemukan di ketiga lokasi pengambilan sampel diduga juga disebabkan oleh interaksi sinergis antara virus virus yang menginfeksi tanaman nilam. Keparahan gejala akibat interaksi sinergis juga terjadi pada infeksi ganda Blackberry yellow vein associated virus (Crinivirus) (BYVaV) dengan Blackberry Virus Y (BVY) (Potyvirus), dimana infeksi ganda keduanya menyebabkan gejala penguningan pada pembuluh daun tanaman Blackberry, sedangkan infeksi tunggal kedua virus tersebut tidak menyebabkan gejala (Susaimuthu 2008). Infeksi tunggal PatMoV (Potyvirus) dan PatMMV menyebabkan gejala belang dan mosaik lemah, sedangkan gejala yang lebih parah disebabkan oleh infeksi ganda PatMoV dan PatMMV (Natsuaki et al. 1994). Penyakit akibat infeksi virus yang parah pada melon juga disebabkan oleh infeksi 19

42 20 ganda antara Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV) (Potyvirus) dan CMV, dimana interaksi keduanya bersifat sinergis (Malik et al. 2010). Titer Potyvirus tidak berbeda, baik pada infeksi tunggal maupun infeksi ganda. Sebaliknya, titer BBWV2 pada infeksi campuran dengan Potyvirus dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada infeksi tunggal (Lampiran 1). Hasil ini menunjukkan bahwa infeksi ganda BBWV2 dengan Potyvirus merupakan interaksi sinergis, yang menyebabkan peningkatan titer BBWV2 pada tanaman. Interaksi sinergis yang menyebabkan peningkatan titer virus juga terjadi pada infeksi ganda PVX dengan TMV atau Tomato mosaic virus (ToMV) pada daun tomat, yaitu titer PVX pada infeksi ganda terlihat lebih tinggi dibandingkan infeksi tunggal, berdasarkan uji serologi dengan DAS-ELISA. Peningkatan titer virus pada infeksi ganda, juga berkorelasi dengan peningkatan keparahan penyakit dibandingkan pada infeksi tunggal (Balogun et al. 2002; Balogun 2008). Namun demikian, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat interaksi antara virus virus yang menginfeksi tanaman nilam, dengan membandingkan gejala yang diakibatkan oleh infeksi tunggal dan infeksi ganda. Pada penelitian ini, tidak dilakukan pengamatan perbedaan gejala yang diakibatkan oleh infeksi tunggal dan campuran. Perbanyakan nilam secara konvensional dilakukan secara vegetatif, yaitu dengan stek batang. Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya peningkatan infeksi virus pada pertanaman nilam jika dalam perbanyakan stek tidak memperhatikan kesehatan tanaman nilam. Untuk itu, perlu dilakukan upaya untuk mendapatkan bibit nilam yang sehat, misalnya dengan kultur jaringan stek nilam bebas virus. Tanaman nilam hasil kultur meristem terdeteksi bebas PStV sebesar 66.67% dengan RT-PCR (Singh et al. 2009). Selanjutnya, untuk menurunkan penyebaran virus pada tanaman nilam di lapangan dapat dilakukan dengan teknik rekayasa genetika. Teknik rekayasa genetika dengan memasukkan precursor gen CP, berhasil mendapatkan 21 tanaman transgenik dari 24 tanaman yang digunakan. Dua minggu setelah inokulasi PatMMV, tanaman transgenik yang dihasilkan terlihat sehat, sedangkan tanaman non transgenik daunnya keras, menguning dan tanaman menjadi kerdil. Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman transgenik yang dihasilkan resisten terhadap PatMMV (Kadotani dan Ikegami 2002). Pengamatan Partikel Virus Pengamatan partikel virus pada sampel tanaman yang terinfeksi virus dengan menggunakan mikroskop elektron merupakah teknik cepat untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel virus dari daun bergejala. Partikel berbentuk benang lentur, dengan panjang partikel sekitar nm, ditemukan pada sampel daun segar tanaman nilam yang terdeteksi secara molekuler sebagai Potyvirus (Gambar 6a). Bentuk dan panjang partikel yang hampir sama juga ditemukan pada sampel daun segar tanaman nilam yang terdeteksi secara molekuler terinfeksi TeMV (Noveriza 2013). Pada sampel yang sama, ditemukan juga partikel virus berbentuk isometrik, berdiameter lebih kurang 30 nm, yang merupakan BBWV2 (Gambar 6b). Gentian mosaic virus, yang ditemukan pada tanaman gentian dan PatMMV yang merupakan anggota genus Fabavirus, juga

43 nm a 100 nm b 100 nm c Gambar 6 Mikrograf elektron dari cairan daun nilam yang telah diwarnai dengan uranyl acetate : a. Partikel Potyvirus, b. Partikel BBWV2, c. Partikel CymMV berdiameter lebih kurang 30 nm dan 27 nm (Kobayashi et al. 2005; Natsuaki et al. 1994). Dengan ditemukannya dua partikel virus pada 1 sampel, merupakan konfirmasi adanya infeksi campuran beberapa virus berdasarkan deteksi serologi. Pada sampel yang berbeda, yang terdeteksi secara molekuler terinfeksi oleh CymMV, ditemukan partikel virus berbentuk benang lentur, memiliki panjang partikel lebih kurang 500 nm, yang merupakan ciri partikel Potexvirus (Gambar 6c). Partikel Mint Virus X asal tanaman mentha juga memiliki bentuk dan panjang partikel yang sama dengan CymMV yang ditemukan pada nilam dalam penelitian ini (Tzanetakis et al. 2006). Deteksi Potyvirus, BBWV2 dan CymMV secara Molekuler Potyvirus Deteksi molekuler beberapa sampel daun nilam bergejala dan tidak bergejala dari ketiga lokasi menggunakan primer degenerate gen CP Potyvirus, berhasil teramplifikasi pita DNA berukuran 800 pb pada sampel Manoko, Cicurug dan Cijeruk, yang berukuran sama dengan kontrol positif (Gambar 7). Potyvirus pada tanaman nilam di Indonesia, telah teridentifikasi sebagai TeMV (Noveriza et al. 2012a) K+ K- M 900 pb 800 pb 700 pb 500 pb Gambar 7 Hasil visualisasi RT-PCR dengan primer P29502 dan CPUP pada gel agarosa 1.5% Isolat Cijeruk, 3-7. Isolat Cicurug, Isolat Manoko, K+. Kontrol positif Potyvirus dari nilam asal Bogor, K-. Kontrol negatif, M. Penanda DNA 100 pb

44 22 Broad bean wilt virus 2 Hasil deteksi RT-PCR dengan primer degenerate BBWV 1 dan BBWV2, menunjukkan bahwa beberapa sampel dari ketiga lokasi yang dideteksi, berhasil teramplifikasi pita DNA berukuran 323 pb (Gambar 8). Perunutan nukleotida dilakukan terhadap isolat asal Cicurug. Runutan nukleotida yang didapatkan diedit dengan bantuan program sequncher4.8, selanjutnya dilakukan analisa homologinya, untuk mengetahui jenis virus yang didapatkan. Hasil BLAST terhadap runutan nukleotida isolat asal Cicurug menunjukkan bahwa runutan nukleotida isolat tersebut memiliki homologi sebesar 90% dengan isolat BBWV2 Singapura dari tanaman hias Megakesma erythrochlamys (Koh et al. 2001). Sedangkan dengan isolat BBWV2 yang lain, memiliki homologi sebesar 77 sampai 88% (Tabel 5). Hasil ini menunjukkan bahwa virus yang ditemukan merupakan BBWV2. M K pb 400 pb 323 pb 300 pb Gambar 8 Hasil visualisasi RT-PCR dengan primer BBWVVSSP dan BBWVKMRM pada gel agarosa 1.5%, M. Penanda DNA 100 pb, K-. kontrol negatif, 1-2. isolat dari Manoko positif, 3. isolat Manoko negatif, 4-6. isolat dari Cicurug positif, 7-9. isolat dari Cijeruk positif Tabel 5 Hasil BLAST runutan nukleotida isolat BBWV2 asal Cicurug menggunakan software Blast (www. ncbi.nml.niv.gov) No Asal Isolat BBWV2 Inang Homologi (%) Aksesi GenBank 1 Singapura Megakepasma erythroclamys 90 AF Jepang Cabai 88 AB Korea Selatan Cabai merah 88 JX Cina Lada 86 HQ Korea Selatan Kacang babi 85 AB Taiwan Salvia dorisiana 78 EF Jepang Chinese yam 78 AB Jepang Gentiana triflora 79 AB Cina Bupleurum chinense 79 FJ Cina Tomat 77 JQ855708

45 Hasil RT-PCR menggunakan primer spesifik untuk amplifikasi LCP dan SCP menunjukkan hanya sampel dari Cicurug dan 1 sampel Manoko yang membentuk pita DNA berukuran pb, dan hanya sampel dari Manoko yang pitanya terlihat jelas, sedangkan sampel Cicurug membentuk dua pita DNA (Gambar 9). Oleh karena itu, untuk perunutan DNA digunakan sampel dari Manoko. Amplifikasi dengan target produk DNA berukuran besar relatif lebih sulit dibandingkan target produk DNA berukuran lebih kecil. Hal ini yang diduga menyebabkan hanya 1 sampel Manoko yang berhasil teramplifikasi pita DNA berukuran pb K- M 2000 pb Gambar 9 Hasil visualisasi RT-PCR BBWV2 pada gel agarosa 1%. 1. Isolat Manoko negatif, 2. Isolat Manoko positif, 3. Isolat Cicurug positif, K-. kontrol negatif, M. Penanda DNA 1 kb plus. Homologi runutan nukleotida dan asam amino gen SCP BBWV2. Dari hasil kegiatan RT-PCR untuk mengamplifikasi keseluruhan gen CP BBWV2, didapatkan hasil pita berukuran pb, namun demikian, belum berhasil didapatkan runutan sebesar pb. Dengan demikian, untuk analisis homologi dan filogenetika digunakan bagian dari gen CP, yaitu gen Small Coat Protein (SCP), yang berukuran 591 pb, dan ditranslasikan menjadi 197 asam amino. BBWV2 yang menginfeksi tanaman Yam dibandingkan homologi asam amino bagian LCP dan SCPnya dengan beberapa isolat BBWV2 secara terpisah, dimana homologi asam amino SCP cenderung lebih rendah dibandingkan homologi LCP (Kondo et al. 2005). Penggunaan gen SCP juga dilakukan untuk melihat variasi genetik beberapa isolat BBWV2 dari beberapa negara (Ferrer et al. 2011). Runutan nukleotida dan asam amino gen SCP isolat BBWV2 Manoko dibandingkan dengan 8 isolat BBWV2 dari beberapa negara, 1 isolat PatMMV dari Jepang dan sebagai isolat di luar grup, digunakan BBWV1 (Tabel 6). Hasil analisis homologi runutan nukleotida dan asam amino menunjukkan bahwa gen SCP isolat asal Manoko menunjukkan homologi tertinggi sebesar 93.0% dan 93.9% dengan BBWV2 asal Singapura. Sedangkan dengan isolat BBWV2 lain dan PatMMV, homologi berdasarkan runutan nukleotida berkisar antara %, dan berdasarkan asam amino berkisar antara 88.8 sampai 93.4%. Homologi isolat asal Manoko dengan BBWV1, hanya sebesar 63.6%

46 24 berdasarkan runutan nukleotida, dan sebesar 58.8% berdasarkan asam amino (Tabel 7). Hasil ini menunjukkan bahwa isolat yang ditemukan merupakan salah satu spesies BBWV2. Dalam genus Fabavirus, virus diklasifikan ke dalam spesies yang sama bila homologi gen CP lebih dari 75% (Fauquet et al. 2005). Tabel 6 Isolat BBWV2, PatMMV dan BBWV1 dari database GenBank yang digunakan untuk membandingkan homologi gen SCP BBWV2 Manoko Spesies Asal Isolat Inang Strain Aksesi GenBank BBWV2 Cina Tomat - JQ Jepang Alstroemeria Rs AB Taiwan Salvia dorisiana Fruit sage EF Jepang Chinese yam Nagaimo AB Singapura Megakepasma ME AF erythrochlamys Cina Lada XJP1 HQ Jepang Gentiana triflora - AB Korsel Cabai merah RP7 JX PatMMV Jepang Nilam - NC_ BBWV1 Spanyol Cabai Ben AY Tabel 7 Homologi runutan nukleotida dan asam amino gen SCP BBWV2 Manoko dengan beberapa anggota genus Fabavirus Homologi (%) Spesies Asal Isolat Inang/Strain Strain Nukleotida Asam Amino BBWV2 Cina Tomat Jepang Alatroemeria Rs Taiwan Salvia dorisiana Fruit Sage Singapura Megakepasma ME erythroclamys Cina Lada XJP Jepang Gentiana triflora Korsel Cabai merah RP Jepang Chinese yam Nagaimo PatMMV Jepang Nilam BBWV1 Spanyol Cabai Ben Fabavirus nilam di Jepang diidentifikasi sebagai PatMMV. PatMMV memiliki kemiripan morfologi partikel, berat molekul CP dan hubungan serologi dengan isolat BBWV dan Lamium mild mosaic virus (LMMV). Namun, PatMMV menunjukkan perbedaan kisaran inang dan gejalanya pada Vicia faba dan Nicotiana tabacum, sehingga digolongkan sebagai spesies baru dalam genus Fabavirus (Natsuaki et al. 1994). Fabavirus yang menginfeksi pertanaman nilam di Indonesia, menunjukkan homologi nukleotida dan asam amino lebih tinggi

47 terhadap BBWV2 asal Singapura, dibandingkan dengan PatMMV. Dengan demikian, Fabavirus yang menginfeksi tanaman nilam merupakan BBWV2. Selain itu, PatMMV akhirnya juga diklasifikasikan sebagai salah satu strain BBWV2, karena perbedaan gen CP-nya hanya berkisar antara 3 sampai 21% dengan BBWV2 (Fauquet et al. 2005). BBWV2 memiliki kisaran inang yang luas, menginfeksi tanaman holtikultura dan hias (Ferrer et al. 2011), namun belum pernah dilaporkan menginfeksi nilam. Secara serologi BBWV2 terdeteksi menginfeksi nilam (Noveriza et al. 2012a). Penelitian ini berhasil mengidentifikasi BBWV2 secara molekuler. Pohon filogenetika runutan nukleotida dan asam amino gen SCP BBWV2. Hasil analisis filogenetika berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino gen SCP, menunjukkan terbentuk dua kelompok / cluster. BBWV2 Manoko berada dalam satu cluster dengan BBWV2 Singapura (AF225954), Cina (HQ283390) dan Korea Selatan (JX183234). Isolat PatMMV (NC ) berada pada cluster lain dengan BBWV2 Taiwan (EF392660), Jepang (AB746939, AB dan AB261176) dan Cina (JQ855708) (Gambar 10). Hasil analisa filogenetik ini mendukung hasil analisa homologi runutan nukleotida dan asam amino, dimana BBWV2 Manoko dekat dengan BBWV2 Singapura, dan pada pohon filogeni berada dalam satu kelompok. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa pengelompokan isolat isolat BBWV2 baik berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino tidak berdasarkan asal isolat. Hal ini terlihat pada kedua isolat Cina, berada pada kelompok yang berbeda. Hasil yang sama juga terjadi pada analisis filogenetika isolat isolat BBWV2 dari beberapa negara dan dari inang yang berbeda berdasarkan genom SCP, terlihat bahwa pengelompokan tidak berdasarkan inang dan asal isolat (Ferrer et al. 2011). 25

48 26 (a) JQ AB AB AB EF NC BBWV2-Manoko AF HQ JX AY (b) AB NC EF JQ AB AB BBWV2-Manoko AF HQ JX AY Gambar 10 Pohon filogenetika gen SCP BBWV2 isolat Manoko berdasarkan : (a) runutan nukleotida, (b) asam amino. Pohon filogenetika dibuat dengan menggunakan software MEGA 4.0, metode neighbour-joining, dengan bootstrap sebanyak 1000 kali. BBWV1 (AY781172) digunakan sebagai pembanding di luar grup Cymbidium mosaic virus Hasil RT-PCR dengan primer universal Potexvirus menunjukkan sampel dari Manoko teramplifikasi pita DNA berukuran 280 bp, yang berukuran sama dengan kontrol positif asal anggrek (Gambar 11). Hasil BLAST menunjukkan bahwa Potexvirus yang ditemukan pada tanaman nilam memiliki homologi tertinggi sebesar 98% dengan isolat CymMV dari Hawai (Dendrobium), dan

49 27 M K- K pb 300 pb 280 pb 200 pb Gambar 11 Hasil visualisasi RT-PCR dengan primer general Potexvirus pada gel agarosa 1.5 %. M. Penanda DNA 100 pb, K-. kontrol negatif, K+. kontrol positif, CymMV asal Anggrek, 1. isolat Manoko sebesar 95-97% dengan CymMV dari beberapa negara lain (Tabel 8). Hasil ini memunjukkan bahwa isolat yang ditemukan merupakan CymMV. Tabel 8 Hasil BLAST runutan nukleotida isolat CymMV asal Manoko menggunakan software Blast ( No Asal Isolat CymMV Inang Homologi (%) Aksesi GenBank 1 Hawai Dendrobium 98 EF Cina Phalaenopsis 97 JQ India Phaius tancarvilleae 96 AJ Meksiko Encyclia sp. 96 HQ Jepang Cymbidium 96 AB Taiwan Phalaenopsis 95 EU Perancis Vanili 95 AM Cina Vanili 95 HQ Singapura Cattleya 95 U62963 Berdasarkan uji serologi Potexvirus pada nilam di Brazil, diidentifikasi sebagai PatVX. PatVX bereaksi positif dengan antiserum PVX (Filho et al. 2002), menunjukkan terjadinya reaksi silang secara serologi. Hasil yang sama diperoleh dari uji serologi sampel nilam bergejala mosaik dengan antiserum PVX, beberapa sampel bereaksi positif (data tidak ditampilkan). Hal ini menunjukkan bahwa reaksi silang juga terjadi antara CymMV dengan antiserum PVX. Namun tidak diketahui CymMV yang ditemukan dalam penelitian ini akan bereaksi silang dengan antiserum PatVX. Pada umumnya, reaksi silang terjadi antar antiserum anggota Potexvirus. Hosta virus X (HVX), anggota tentatif genus Potexvirus bereaksi kuat dengan antiserum Clover yellow mosaic virus (ClYMV) dan bereaksi lemah dengan antiserum Hydrangia ringspot virus (Currier dan Lockhart

50 ). Alternanthera mosaic potexvirus (AltMV) memiliki hubungan serologi dengan ClYMV, Plantain virus X (PlVX), PVX, PapMV dan Pototo aucuba mosaic virus (PAMV) (Hammond et al. 2006). Selanjutnya, untuk mengamplifikasi keseluruhan gen coat protein CymMV, digunakan primer degenerate yang disusun dari 3 genom CymMV (AF016914, AY571289, U62963) yang diambil dari GenBank (Lee dan Chang 2008). Ketiga strain tersebut berdasarkan hasil analisis runutan dengan analisis BLAST memiliki kemiripan yang tinggi dengan CymMV isolat Manoko. M K- K pb 679 pb 600 pb 500 pb Gambar 12 Hasil visualisasi RT-PCR CymMV pada gel agarosa 1.5%. M. Penanda DNA 100 pb, K-. kontrol negatif, K+. kontrol positif, 1. sampel Cicurug, 2-4. sampel Manoko Hasil RT-PCR menunjukkan bahwa 2 sampel dari Manoko dan 1 sampel dari Cicurug teramplifikasi pita berukuran 679 pb, yang berukuran sama dengan kontrol positif (Gambar 12). Pada sampel asal Cijeruk, CymMV tidak teramplifikasi (data tidak ditampilkan). Hasil ini sesuai dengan uji serologi, dimana sampel CymMV hanya ditemukan di Manoko dan Cicurug. Selanjutnya, dilakukan perunutan nukleotida terhadap isolat CymMV asal Manoko, karena produk PCR-nya terlihat lebih jelas dibandingkan isolat Cicurug. Homologi runutan nukleotida dan asam amino gen CP CymMV. Gen CP CymMV berhasil dirunut berukuran 681 pb, yang ditranslasikan menjadi 227 asam amino, dimana hasil translasi menunjukkan gen CP penuh. Karena rata rata gen CP CymMV yang berada di Gen Bank berukuran 672 pb, sehingga ukuran runutan nukleotida yang dianalisis homologi dan dibuat pohon filogeninya berukuran 672 pb, yang ditranslasikan menjadi 224 asam amino. Alignment gen CP CymMV dilakukan dengan membandingkan homologinya dengan delapan isolat CymMV dari beberapa negara lain, satu isolat CymMV Indonesia, dan sebagai pembanding di luar grup, digunakan satu isolat PVX (Tabel 9).

51 Tabel 9 Isolat CymMV dari database GenBank yang digunakan untuk membandingkan homologi gen CP CymMV Manoko Spesies Asal Isolat Inang Strain Aksesi GenBank CymMV Korea Selatan Cymbidium CYK9 AB Cina Vanili HNXL HQ Indonesia Dendrobium - AB Hawai Dendrobium 2 EF Thailand Oncidium - AY Cina Cymbidium GD3 AY India Vanili - DQ Singapura Dendrobium - AF India Phaius tancarvilleae - AJ PVX Cina Terong - AF Tabel 10 Homologi nukleotida dan asam amino gen CP CymMV Manoko dengan beberapa CymMV asal beberapa negara lain Homologi (%) Spesies Negara Inang/Strain Strain Nukleotida Asam Amino CymMV Cina Cymbidium GD Korea Selatan Cymbidium CYK India Phaius tancarvilleae Cina Vanili HNXL Indonesia Dendrobium India Vanili Thailand Oncidium Hawai Dendrobium Singapura Dendrobium PVX Cina Terong Runutan nukleotida gen CP CymMV isolat Manoko terlihat memiliki kemiripan yang tinggi (88.5 sampai 96.8%) dengan delapan isolat CymMV dari beberapa negara lain dan satu isolat CymMV Indonesia. Homologi tertinggi, yaitu sebesar 96.8% dengan isolat CymMV dari Korea Selatan (Cymbidium), dan homologi terendah sebesar 88.5% dengan isolat CymMV Thailand (Oncydium). CymMV isolat Manoko memiliki homologi sebesar 95.8% dengan CymMV dari Dendrobium isolat Indonesia. Sedangkan dengan PVX sebagai isolat di luar grup, hanya memiliki homologi sebesar 48.6 % (Tabel 10). Tingkat homologi yang tinggi dengan isolat isolat CymMV dari negara lain juga didapatkan dari hasil penghitungan homologi runutan asam amino gen CP CymMV asal Manoko, dengan kisaran antara 94.6 sampai 99.1%. Homologi tertinggi dengan isolat CymMV asal Korea Selatan, homologi terendah dengan CymMV Thailand. Sedangkan dengan PVX sebagai isolat di luar grup, seperti

52 30 halnya isolat isolat CymMV lain, tingkat homologinya rendah, hanya sebesar 35.8% (Tabel 10). Pada CymMV asal Manoko ditemukan mutasi nukleotida pada beberapa titik dibandingkan dengan sembilan isolat CymMV dari beberapa negara, termasuk CymMV Indonesia asal anggrek. Mutasi pada urutan nukleotida ke-10 dan ke-82 menyebabkan perubahan asam amino pada posisi ke 4, yaitu dari proline menjadi serine (P4S), dan ke-28, dari alanine menjadi threonine (A28T) (Lampiran 2). Sedangkan mutasi pada titik yang lain tidak menyebabkan perubahan asam amino. CymMV asal Manoko memiliki perbedaan nukleotida pada posisi ke , serta tambahan 9 nukleotida di akhir runutan gen CP, dibandingkan dengan gen CP CymMV Indonesia dan beberapa CymMV yang lain. Nukleotida TAA yang berada pada posisi nukleotida ke mengkode stop kodon, bergeser posisinya ke posisi nukleotida Pada posisi nukleotida ke , merupakan tambahan (insersi) 9 nukleotida, yang ditranslasikan menjadi asam amino leucine, glutamic acid dan arginine (Lampiran 2). Perubahan dan tambahan beberapa asam amino gen CP CymMV Manoko ini diduga mempengaruhi perbedaan inang CymMV Manoko dan isolat CymMV lain. CymMV dilaporkan hanya menginfeksi tanaman dalam famili Orchidaceae, sedangkan CymMV Manoko menginfeksi tanaman nilam yang tergolong ke dalam famili Lamiaceae. Hal ini terjadi karena gen CP Potexvirus selain berperan sebagai pembentuk selubung protein, juga berperan dalam pergerakan virus antar sel (sebagai tambahan), yang mempengaruhi penyebaran virus (Scholthof 2005). Dengan demikian, perbedaan susunan asam amino gen CP bisa menyebabkan respon yang berbeda pada inang. Hal ini terlihat pada dua strain CymMV asal Phalaenopsis. Perbedaan empat asam amino gen CP menyebabkan CymMV M1 menginduksi gejala sistemik pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum), sedangkan CymMV M2 hanya menyebabkan gejala lokal (Lu et al. 2009). Potexvirus pada nilam di Brazil, diidentifikasi sebagai virus baru, yang dinamakan dengan PatVX (Filho et al. 2002). Namun demikian, peneliti dari Brazil tersebut hanya melakukan pembuatan antiserum, uji serologi, baik dengan antiserum dan dengan uji protein, tanpa melakukan sekuensing. Dengan demikian, runutan nukleotida isolat CymMV yang didapatkan dari nilam tidak bisa dibandingkan homologinya dengan runutan nukleotida isolat PatVX yang ditemukan di Brazil. CymMV telah dilaporkan menginfeksi tanaman anggrek di beberapa negara. Selain tanaman anggrek, CymMV juga dilaporkan menginfeksi tanaman vanili (Grisoni et al. 2004). Di Indonesia, CymMV telah dilaporkan menginfeksi tanaman anggrek (Lakani et al. 2010). Namun demikian, infeksi CymMV pada tanaman nilam belum pernah dilaporkan sebelumnya. Oleh karena itu terdeteksinya CymMV di Manoko dan Cicurug merupakan kejadian pertama infeksi CymMV pada tanaman nilam. Pohon filogenetika runutan nukleotida dan asam amino gen CP CymMV. Hasil analisis filogenetika runutan nukleotida gen CP membentuk dua cluster. Isolat Manoko berada dalam satu cluster dengan CymMV Indonesia (AB693982), Cina (AY360410), Korea Selatan (AB541542), India (AJ564562),

53 31 (a) (b) CymMV-Manoko AB AY HQ AB AJ AY EF AF DQ AF CymMV-Manoko AJ DQ AF AB AY AB HQ EF AY AF Gambar 13 Pohon filogenetika gen CP CymMV isolat Manoko berdasarkan : (a) runutan nukleotida, (b) asam amino. Pohon filogenetika dibuat menggunakan software MEGA 4.0, metode neigbour-joining, dengan bootstrap sebanyak 1000 kali. PVX (AF485891) digunakan sebagai pembanding di luar grup Thailand (AY376393) dan Hawai (EF125179). Isolat Singapura (AF405728) dan India (DQ208422) membentuk cluster terpisah (Gambar 13a). Analisis filogenetika berdasarkan asam amino gen CP memberikan hasil yang berbeda, yaitu membentuk empat cluster. CymMV Manoko berada dalam satu cluster dengan CymMV India (AJ dan DQ208422) dan Singapura (AF405728). Cluster kedua adalah CymMV Indonesia (AB693982), Cina (AY360410), Korea Selatan (AB541542), dan Cina (HQ681906). Isolat CymMV Hawai (EF125179) dan Thailand (AY376393) masing masing membentuk cluster yang terpisah (Gambar 13b).

54 32 Hasil analisa BLAST, homologi asam amino dan nukleotida serta filogenetik menunjukkan bahwa isolat Manoko yang ditemukan merupakan salah satu spesies CymMV. Dalam genus Potexvirus, virus diklasifikan ke dalam spesies yang sama bila gen CP-nya memiliki homologi nukleotida lebih dari 72% atau asam amino lebih dari 80% (Fauquet et al. 2005). Multiplex RT-PCR Hasil uniplex RT-PCR (menggunakan primer tunggal), berhasil teramplifikasi BBWV2, CymMV, Potyvirus dengan ukuran DNA masing - masing 323 pb, 679 pb dan 800 pb (Gambar 14). Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga primer yang digunakan memiliki spesifitas mengamplifikasi target yang diinginkan. M K pb 679 pb 323 pb Gambar 14 Hasil visualisasi uniplex RT-PCR pada gel agarosa 1.5%. M. Penanda DNA 100 pb, K-. Sampel sehat, 1. Potyvirus, 2. CymMV, 3. BBWV2 Diantara kombinasi primer yang digunakan, kombinasi primer V, VI, VII dan VIII menunjukkan ketiga DNA berhasil teramplifikasi (Gambar 15), sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi secara cepat ketiga virus tersebut. Pada kombinasi primer yang sama, terlihat bahwa yang teramplifikasi hanya Potyvirus, sedangkan BBWV2 dan CymMV baru muncul ketika konsentrasi primernya lebih tinggi dari Potyvirus. Hasil ini menunjukkan bahwa efisiensi amplifikasi DNA justru terjadi pada ukuran DNA yang lebih besar. Pada umumnya DNA berukuran pendek lebih efisien teramplifikasi dibandingkan DNA berukuran besar. Hal ini diduga karena suhu annealing Potyvirus paling tinggi (54 o C) dibandingkan CymMV dan BBWV2, sehingga amplifikasi lebih efisien pada suhu annealing tinggi. Hasil yang sama juga diperoleh Hu et al (2010). Kombinasi primer dengan mengurangi konsentrasi primer TuMV menjadi 0.25 (target DNA pb) maupun meningkatkan konsentrasi primer DsMV menjadi 1.5 (target DNA 457 pb), menghasilkan amplifikasi TuMV, DsMV, KoMV dan ZaMMV yang sangat jelas. Hal ini diduga karena primer untuk mengamplifikasi TuMV memiliki Tm

55 Primer Kombinasi Primer (µm) I II III IV V VI VII VIII Potyvirus CymMV BBWV M pb 679 pb 323 pb Gambar 15 Hasil visualisasi multiplex RT-PCR pada gel agarose 1.5 %. M. Penanda DNA 100 pb, 1 8. Produk PCR yang teramplifikasi oleh set primer I VIII, dimana kombinasinya dapat dilihat pada tabel di atas gambar (temperature melting) paling tinggi dibandingkan primer virus lain, sehingga pada proses PCR amplifikasi target lebih efisien. Selanjutnya, dengan menggunakan kombinasi primer V dilakukan multiplex RT-PCR pada beberapa sampel tanaman nilam bergejala mosaik. Multiplex RT-PCR berhasil mendapatkan amplifikasi DNA virus virus (data tidak ditampilkan), yang menunjukkan terjadinya infeksi ganda pada tanaman nilam, yang mengkonfirmasi deteksi secara serologi. Multiplex RT-PCR dikembangkan untuk menyediakan metode yang sensitif dan terpercaya untuk deteksi secara langsung 7 virus pada jeruk yang berbeda, baik yang genomnya berupa RNA maupun DNA dengan menggunakan reaksi PCR tunggal (Roy et al. 2005). Pada penelitian ini, berhasil dikembangkan teknik multiplex RT-PCR untuk mendeteksi Potyvirus, BBWV2 dan CymMV pada tanaman nilam dalam satu reaksi PCR. Dengan menggunakan teknik ini, maka deteksi infeksi virus ganda pada tanaman nilam bisa dilakukan dengan lebih cepat, akurat, dan hemat dalam penggunaan bahan bahan yang diperlukan. Meskipun sudah didapatkan 3 pita DNA target, namun masih terlihat pita DNA yang tidak diharapkan yang berukuran sekitar 400 pb (Gambar 15). Oleh karena itu, beberapa optimasi masih harus dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu tentang optimasi multiplex RT-PCR telah banyak dilakukan. Optimasi suhu annealing dari 50 sampai 57 o C (dengan interval 1 o C) mendapatkan hasil amplifikasi CymMV, ORSV dan kontrol internal nad5 yang tidak berbeda, dan kemudian yang digunakan adalah suhu 52 o C (Lee dan Chang 2006). Sebaliknya, 7 virus yang menginfeksi jeruk teramplifikasi dengan jelas pada suhu annealing 59 dan 60 o C, dan tidak bisa teramplifikasi keseluruhan virus pada suhu di bawah

56 34 53 dan di atas 63 o C (Roy et al. 2005). Optimasi pengenceran RNA total dari 10-1 sampai 10-8 menunjukkan bahwa kontrol internal (nad5), Plum pox virus (PPV) dan Prune dwarf virus (PDV) teramplifikasi hingga pengenceran 10-6, sedangkan Prunus necrotic ringspot virus (PNRSV) teramplifikasi pada semua tingkat pengenceran RNA (Jarasova dan Kundu 2010). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Virus virus yang ditemukan berasosiasi dengan gejala mosaik pada tanaman nilam adalah Potyvirus, BBWV2, CymMV dan CMV. Keempat virus tersebut ditemukan menginfeksi secara tunggal atau ganda pada tanaman nilam yang bergejala mosaik. Potyvirus dan BBWV2 ditemukan di semua lokasi pengambilan sampel, CMV ditemukan di Cicurug dan Cijeruk, sedangkan CymMV ditemukan di Manoko dan Cicurug. CymMV pertama kali teridentifikasi pada nilam di Indonesia. Multiplex RT-PCR dapat digunakan untuk mendeteksi Potyvirus, BBWV2 dan CymMV secara simultan. Metode ini dapat dimanfaatkan dalam monitoring kesehatan bibit nilam. Saran Kegiatan penelitian perlu dilanjutkan untuk mengetahui gejala akibat infeksi tunggal dari masing masing virus pada tanaman nilam, perbedaan gejala akibat infeksi tunggal dan ganda, serta interaksi antara virus virus yang menginfeksi tanaman nilam. Selain itu, juga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk deteksi dan identifikasi molekuler CMV pada tanaman nilam serta optimasi lanjutan multiplex RT-PCR untuk menghilangkan DNA non target. DAFTAR PUSTAKA Agrios N Plant Pathology. Fifth Edition. New York (US) : Elsevier Academic Press. Hal Ajjikuttira P, Wong S Molecular biology of two orchid infecting viruses : Cymbidium mosaic potexvirus and Odontoglossum ringspot tobamovirus. Orchid Biol : Reviews and Perspective X : Akinjogunla OJ, Taiwo MA, Kareem KT Immunological and molecular diagnostic methods for detection of viruses infecting cowpea (Vigna unguiculata). African J Biotechnol 7 (13) : Asman A, Esther MA, Sitepu D Penyakit layu, budok dan penyakit lainnya serta strategi pengendaliannya. Di dalam : Hasanah et al. Monograf Nilam. Bogor (ID) : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Hal

57 Baker C dan Adkins S Peppers, tomatoes and Tobamoviruses. Plant Pathol Circular 400 : 1-4. Barani AM Strategi pengembangan nilam di Indonesia. Di dalam : Supriadi et al., editor. Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Prosiding Seminar Nasional; 2008 Nov 4; Bogor. Bogor (ID) : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Hal Balogun OS, Xu L, Teraoka T, Hosokawa D Effect of single and double infections with Potato virus X and Tobacco mosaic virus on disease development, plant growth and virus accumulation in tomato. Fitopatol Brasil 27 : Balogun OS Seedling age at inoculation and infection sequence affect disease and growth responses in tomato mixed infected with Potato virus X and Tomato mosaic virus. Int Agri Biol 10 : Belliure B, Gomez-Zambrano M, Ferriol I, La Spina M, Alcacer L, Debreczeni DE, Rubio L Comparative transmission efficiency of two Broad bean wilt virus 1 isolates by Myzus persicae and Aphis gossypii. [short communication] : Plant Pathol 91 (2) : Caglayan K, Serce CU, Gazel M, Jelkmann W Detection of four apple viruses by ELISA and RT-PCR assay in Turkey. Turkey J Agric For 30 : Chen J, Chen J, Adams MJ A universal PCR primer to detect member of the Potyviridae and its use to examine the taxonomic status of several members of the family. Arch Virol 146 : Clark MF, Adams AN Characteristics of the microplate method of enzymelinked immunosorbent assay for the detection of plant viruses. J Gen Virol 34 : Currier S, Lockhart BEL Characterization of a Potexvirus infecting Hosta spp. Plant Dis 80 : Direktorat Jenderal Perkebunan Statistik Perkebunan Indonesia. Tree Crop Estate Statistics of Indonesia Nilam (Patchouli). Jakarta (ID) : Direktorat Jenderal Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan Statistik Perkebunan Indonesia. Tree Crop Estate Statistics of Indonesia Tanaman Semusim (Seasonal Crop) : Akar Wangi (Vetiver), Jarak Kepyar (Castor Bean), Nilam (Patchouli), Tanaman Penghasil Serat (Fiber Producing Crop), Sereh Wangi (Citronella). Jakarta (ID) : Direktorat Jenderal Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan Pedoman Budidaya Nilam. Jakarta (ID) : Direktorat Jenderal Perkebunan. Hal 1-7. Dijkstra J, de Jager CP Practical Plant Virology, Protocol dan Exercise. Berlin (DE). Hal 459. Doi Y. S, Toriyama, Yora K, Asuyama H Direct negative staining method for detection of virus particles in fresh preparations from infected plant tissues. Ann Phytopathol Soc Jpn 35 : (In Japanese with English summary). Elnifro EM, Ashshi AM, Cooper RJ, Klapper PE Multiplex PCR : optimazion and application in diagnostic virology. Clin Microbiol Review 13 (4) :

58 36 Fauquet CM, Mayo MA, Maniloff J, Desselberger U, Ball LA Virus Taxonomy : Classification and Nomenclature of Viruses. New York (US) : Elsevier Academic Press. Hal Ferrer MR, Farriol I, Moreno P, Guerri J, Rubio L Genetic variation and evolutionary analysis of Broad bean wilt virus 2. Arch Virol 156 : Filho PEM, Resende RO, Lima MI, Kitajima EW Pantchouli virus X, a new Potexvirus from Pogostemon cablin. Annals Appl Biol 141: Feng JL, Chen SN, Tang XS, Ding XF, Du ZY, Chen JS Quantitative determination of Cucumber mosaic virus genome RNAs in virions by real-time reverse transcription-polymerase chain reaction. Acta Biochim Biophys Sin 38 (10) : ISSN DOI: /j x Gama MICS, Kitajima EW, Lin MT Properties of a Tobacco necrosis virus isolate from Pogostemon patchouli in Brazil. Phytopathology 72 (5): Grafton-Cardwell EE, Smith RF, Valencia J, Farrar CA Occurence of mosaic viruses in melons in the central valley of California. Plant Dis 80: Grisoni M, Davidson F, Hydrondelle C, Farreyrol K, Caruana ML, Perason M Nature, insidence and symptomatology of viruses infecting Vanilla tahitensis in French Polysenia. Plant Dis 88 : Hall TA BioEdit : a user-friendly biological sequence alignment editor and analysis program for Windows 95/98/NT. Nucleic Acid Symposium Series 41 : Hammond J, Reinsel MD, Maroon-Lango CJ Identification and full sequence of an isolate of Alternanthera mosaic potexvirus infecting Phlox stolonifera. Arch Virol 151 : Henegariu O, Heerema NA, Dlouhy SR, Vance GH, Vogt PH Multiplex PCR : critical parameters and step-by-step protocol. BioTechniques 23 (3) : Hipolito M, Catroxo MHB, Martins AMCRPF, Melo NA, Pituco EM, Galleti NTC, Ranzanipaiva MJT, Mourino JLP, Ferreira CM Detection of White spot syndrome virus in Brazil using negative staining immunoelectron microscopy and immunocytochemistry techniques. Int J Morphol 30 (2) : Hu WC, Huang CH, Lee SC, Wu CI, Chang YC Detection of four calla Potyviruses by multiplex RT-PCR using nad5 mrna as an internal control. Eur Plant Pathol 126 : DOI /a y. Hull R Matthews Plant Virology. Fourth Edition. California (USA) : Academic Press. Hal Ikegami M, Kawashima H, Natsuaki T, Sugimura N Complete nucleotide sequence of the genome organization of RNA2 of Patchouli mild mosaic virus, a new Fabavirus. Arch Virol 143 : Ikegami M, Onobori Y, Sugimura N, Natsuaki T Complete nucleotide sequence and the genome organization of Patchouli mild mosaic virus RNA1. Intervirology 44 : Jarasova J dan Kundu JK Simultaneous detection of stone fruit tree viruses by one-step multiplex RT-PCR. Sci Hortic 125 : Johnson JR Development of polymerase chain reaction-based assay for bacterial gene detection. Microbiol Method 41 :

59 Kadotani N and Ikegami M Production of Patchouli mild mosaic virus resistant patchouli plants by genetic engineering of coat protein precursor gene. Pest Manage Sci 58 : DOI : /pa.581. Khentry Y, Paradornuwat A, Tantiwiwat S, Phansiri S, Thaveechai N Incidence of Cymbidium mosaic virus and Odontoglossum ringspot virus in Dendrobium spp. in Thailand. Crop Prot 25 : DOI : /j.cropro Kobayashi YO, Kobayashi A, Hagiwara K, Uga H, Mikoshiba Y, Naito T, Honda Y, Omura T Gentian mosaic virus : a new spesies in the genus Fabavirus. Phytopathology 95 : Koenig R Indirect ELISA methods for the broad specificity detection of plant viruses. J Gen Virol 55 : Koh LH, Cooper JI, Wong SM Complete sequences and phylogenetic analyses of Singapore isolate of Broad bean wilt fabavirus. Arch Virol 146 : Kondo T, Fuji S, Yamashita K, Kang DK, Chang MU Broad bean wilt virus 2 in yams. J Gen Plant Pathol 71 : Lakani I, Suastika G, Maatjik N, Damayanti TA Identification and molecular characterization of Odontoglossum ringspot virus (ORSV) from Bogor. Indonesia. Hayati J Biosci 17: Lee U, Hong JS, Choi JK, Kim KC, Kim YS, Curtis IS, Nam HG, Lim PO Broad bean wilt virus causes necrotic symptoms and generates defective RNAs in Capsicum annuum. Phytopatology 90 : Lee SC, Chang YC Multiplex RT-PCR detection of two orchid viruses with an internal control of plant nad5 mrna. Plant Pathol Bull 15 : Lee SC, Chang YC Performaces and application of antisera produced by recombinant capsid proteins of Cymbidium mosaic virus and Odontoglossum ringspot virus. Eur Plant Pathol 122 : DOI /s Lu H-C, Chen C-E, Tsai M-H, Wang H, Su H-J, Yeh H-H Cymbidium mosaic potexvirus isolate-dependent host movement systems reveal two movement control determinants and the coat protein is the dominant. Virology. 388 : Makkouk K, Kumari S Molecular diagnosis of plant viruses. Arab Plant Prot 24 : Malik AH, Mansoor S, Iram S, Briddon RW, Zafar Y Severe disease of melon in north west frontier province is associated with simultaneous infection of two RNA viruses. Pakistan J Bot 42(1) : Mangun MSH Nilam. Penebar Swadaya. Jakarta. Mardiningsih TL, Rohimatun, Rizal M Hama nilam dan strategi pengendaliannya. Dalam : Nilam (Patchouli). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Hal Marshall JA The role of transmission electron microscopy in the study of gastroenteritis viruses. Microbiol Aust : Miglino R, Druffel KL, van Schadewijk AR, Pappu HR Molecular characterization of Allium virus X, a new Potexvirus in the family Alphaflexiviridae, infecting ornamental allium. Arch Virol 156 : DOI /s

60 38 Mustika I, Nuryani Y, Rostiana O Nematoda parasit pada beberapa kultivar nilam di Jawa Barat. Bul Littro VI(1) : Naidu RA, Hughes JDA Methods for the detection of plant viral diseases of plant viral diseases in plant virology in sub-saharan Africa. Proceedings of Plant Virology. Nigeria : IITA. [internet]. [diunduh pada 2011 Jun 16] Tersedia pada : / pdf. Natsuaki KT, Tomaru K, Ushiku S, Ichikawa Y, Sugimura Y, Natsuaki T, Okuda S, Teranaka M Characterization of two viruses isolated from patchouli in Japan. Plant Dis 78: Nuryani Y, Emmizar, Wiratno Budidaya Tanaman Nilam. Sirkuler. Bogor (ID). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Hal 4 Nuryani Y Budidaya Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth). Bogor (ID). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Hal 3 Noveriza, R., Suastika, G., Hidayat, S.H., Kartosuwondo, U. 2012a. Potyvirus associated with mosaic disease on patchouli (Pogostemon cablin Benth.) plants in Indonesia. J ISSAAS 18 (1) : Noveriza R, Suastika G, Hidayat SH, Kartosuwondo U. 2012b. Pengaruh infeksi virus mosaik terhadap produksi dan kadar minyak tiga varietas nilam. Bul Littro 23 (1) : Noveriza R Penyakit mosaik pada tanaman nilam dan identifikasi Telosma mosaic virus yang berasosiasi serta pengendaliannya. [DISERTASI]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Putnam ML Evaluation of selected method of plant diagnosis. Crop Prot 14 (6) : Roingeard P History of biology and the cell : viral detection by electron microscopy : past, present and future. Biol Cell 100 : Roy A, Fayad A, Barthe G, Brlansky RH A multiplex polymerase chain reaction method for reliable, sensitive and simultaneous detection of multiple viruses in citrus trees. J Virol Method 129 : Santz NT, Chen TH, Lai PY A newly discovered mosaic disease of bush busil (Ocimum basilicum) in Taiwan. Plant Pathol Bull 10 : Schaad NW, Frederick RD Real-time PCR and its application for rapid plant disease diagnostic. Can Plant Pathol 24 : Scholthof HB Plant virus transport : motion funtional equivalence. Trends in Plant Sci 10 (8) : Seal S, Coates D Detection and quantification of plant viruses by PCR. Di dalam: Foster GD, Taylor SC. editor. Methods in Mol Biol [internet]. [diunduh pada 2011 Juni 16]. Totowa (NJ) : Humana Press. 81: Singh MK, Chandel V, Hallan V, Ram R, Zaidi AA Occurrence of Peanut stripe virus on patchouli and raising of virus-free patchouli plants by meristem tip culture. Plant Dis Prot 116(1): 2 6. Sugimura Y, Padayhag BF, Ceniza MS, Kamata N, Eguchi S, Natsuaki T, Ouda S Essential oil production increased by using virus-free patchouli plants derived from meristem-tip culture. Plant Pathol 44: Suhirman S Penggunaan minyak nilam dan pemanfaatan limbahnya. Dalam : Nilam (Patchouli). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Hal

61 Sukamto, Rahardjo IB, Sulyo Y Detection of Potyvirus on patchouli plant (Pogostemon cablin Benth.) from Indonesia. Proceeding of International Seminar on Essential Oil. Jakarta, 7 9 November Hal Sumardiyono YB, Sulandari S, Hartono S Penyakit mosaik kuning pada nilam (Pogostemon cablin). Risalah Konggres Nasional XII dan Seminar Ilmiah. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Yogyakarta, 6 8 September Hal Susaimuthu J, Tzanetakis IE, Gergerich RC, Kim KS, Martin RR Viral interactions lead to decline of blackberry plants. Plant Dis 92 : Syller J Review : Facilitative and antagonistic interaction between plant viruses in mixed infections. Mol Plant Pathol 13 (2) : Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S MEGA 4 : Molecular evolutionary genetic analysis (MEGA) software version 4.0. Mol Biol Evol 24 (8) : Temaja IGRM, Suastika G, Hidayat SH, Kartosuwondo U Produksi antiserum dan kajian serologi Chrysanthemum B carlavirus (CVB). J HPT Tropika. 10 (1) : Tzanetakis IE, Postman JD, Martin RR Mint virus X : a novel Potexvirus associated with symptoms in variegata mint. Arch Virol 151 : DOI /s x. Van der Vlught RAA, Steffens P, Cuperus C, Barg E, Lesemann DE, Bos I, Vetten HJ Further evidence Shallot yellow stripe virus (SYSV) is a distinct Potyvirus and reidentification of Welsh onion stripe virus as a SYSV strain. Phytopathology 89 : Van der Vlugt RAA, Barendsen M Development of general Potexvirus detection method. Europ J Plant Pathol 108 : Van Regenmortel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens EB, Estes MK, Lemon SM, Maniloff J, Mayo MA, McGeoch DJ, Pringle CR, Wickner RB Virus Taxonomy : Classification and Nomenclature of Viruses. California (USA) : Academic Press. Hal Wahyuno D, Hartati SY, Djiwanti SR, Noveriza R, Sukamto Penyakit penting pada tanaman nilam dan usaha pengendaliannya. Dalam : Nilam (Patchouli). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Hal Wang RL, Ding LW, Sun QY, Li J, Xu ZF, Peng SL Genome sequence and characterization of a new virus infecting Micania micrantha H.B.K. Arch Virol 153 : Webster CG, Wylie SJ. Jones MGK Review anticle : diagnosis of plant viral pathogen. Curr Sci 86 (12) : Wen D, Zhang C Universal multiplex PCR : a novel method of simultaneous amplification of multiple DNA fragments. Plant Methods 8 : Zhang L, Tong H, Garewal M, Ren G Optimized negative-staining electron microscopy for lipoprotein studies. Biochim Bhiophys Acta 1830 :

62 40 LAMPIRAN

63 41 Lampiran 1 Hasil ELISA sampel komposit dan sampel tunggal dari Manoko, Cicurug dan Cijeruk Tabel 1 Hasil ELISA komposit sampel dari Manoko Komposit Nilai absorban sampel dengan antiserum* ke- CMV Potyvirus BBWV2 CymMV Kontrol (-) *Uji positif jika NAE sampel lebih dari 1.5xNAE kontrol negatif (tanaman sehat) Tabel 2 Hasil ELISA komposit sampel dari Cicurug Komposit Nilai absorban sampel dengan antiserum ke- CMV** Potyvirus* BBWV2* CymMV* Kontrol (-) *Uji positif jika NAE sampel lebih dari 1.5xNAE kontrol negatif (tanaman sehat) ** Uji positif jika NAE sampel lebih dari 1.5xNAE kontrol negatif (bufer) Tabel 3 Hasil ELISA komposit sampel dari Cijeruk Komposit Nilai absorban sampel dengan antiserum* ke- CMV Potyvirus BBWV2 CymMV Kontrol (-) *Uji positif jika NAE sampel lebih dari 1.5xNAE kontrol negatif (tanaman sehat)

64 42 Tabel 4 Hasil ELISA sampel Manoko dengan Antiserum Potyvirus, BBWV2 dan CymMV Sampel Nilai Absorban Sampel dengan Antiserum BBWV2* Potyvirus** CymMV* Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Kontrol negatif *Uji positif jika NAE sampel lebih dari 1.5xNAE kontrol negatif (tanaman sehat) ** Uji positif jika NAE sampel lebih dari 1.5xNAE kontrol negatif (bufer)

65 Tabel 5 Hasil ELISA sampel Cicurug dengan Antiserum Potyvirus, BBWV2, CymMV, dan CMV Sampel Nilai Absorban Potyvirus** BBWV2* CymMV* CMV* Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Kontrol negatif *Uji positif jika NAE sampel lebih dari 1.5xNAE kontrol negatif (tanaman sehat) ** Uji positif jika NAE sampel lebih dari 1.5xNAE kontrol negatif (bufer) 43

66 44 Tabel 6 Hasil ELISA sampel Cijeruk dengan Antiserum Potyvirus, BBWV2, CymMV, dan CMV Sampel Nilai Absorban* Potyvirus BBWV2 CymMV CMV Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Bergejala Bergejala Begejala Bergejala Bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Tidak bergejala Kontrol negatif *Uji positif jika NAE sampel lebih dari 1.5xNAE kontrol negatif (tanaman sehat)

67 Lampiran 2 Hasil alignment nukleotida antara genom SCP BBWV2 isolat Manoko dengan nukleotida genom genom SCP BBWV2, dan PatMMV, serta BBWV1 sebagai isolat di luar grup yang didapatkan dari database GenBank 45 Keterangan : Latar belakang warna hitam menunjukkan kesamaan runutan nukleotida antar isolat. sedangkan warna abu abu menunjukkan ketidaksamaan. Pensejajaran dilakukan dengan program Bioedit. dilanjutkan dengan program GeneDog Ver (

68 46 Lampiran 2 Hasil alignment nukleotida antara genom SCP BBWV2 isolat Manoko dengan nukleotida genom genom SCP BBWV2, dan PatMMV, serta BBWV1 sebagai isolat di luar grup yang didapatkan dari database GenBank Keterangan : Latar belakang warna hitam menunjukkan kesamaan runutan nukleotida antar isolat. sedangkan warna abu abu menunjukkan ketidaksamaan. Pensejajaran dilakukan dengan program Bioedit. dilanjutkan dengan program GeneDog Ver (

69 47 Lampiran 3 Hasil alignment asam amino gen SCP BBWV2 isolat Manoko dengan asam amino gen SCP BBWV2, dan PatMMV, serta BBWV1 sebagai isolat di luar grup yang didapatkan dari database GenBank Keterangan : Latar belakang warna hitam menunjukkan kesamaan runutan nukleotida antar isolat. sedangkan warna abu abu menunjukkan ketidaksamaan. Pensejajaran dilakukan dengan program Bioedit. dilanjutkan dengan program GeneDog Ver (

70 48 Lampiran 4 Hasil alignment nukleotida antara genom CymMV isolat Manoko dengan nukleotida genom genom CymMV yang didapatkan dari database GenBank Keterangan : Latar belakang warna hitam menunjukkan kesamaan runutan nukleotida antar isolat. sedangkan warna abu abu menunjukkan ketidaksamaan. Pensejajaran dilakukan dengan program Bioedit. dilanjutkan dengan program GeneDog Ver (

71 Lampiran 4 Hasil alignment nukleotida antara genom CymMV isolat Manoko dengan nukleotida genom genom CymMV yang didapatkan dari database GenBank 49 Keterangan : Latar belakang warna hitam menunjukkan kesamaan runutan nukleotida antar isolat. sedangkan warna abu abu menunjukkan ketidaksamaan. Pensejajaran dilakukan dengan program Bioedit. dilanjutkan dengan program GeneDog Ver (

72 50 Lampiran 5 Hasil alignment asam amino antara genom CymMV isolat Manoko dengan nukleotida genom genom CymMV yang didapatkan dari database GenBank Keterangan : Latar belakang warna hitam menunjukkan kesamaan runutan nukleotida antar isolat. sedangkan warna abu abu menunjukkan ketidaksamaan. Pensejajaran dilakukan dengan program Bioedit. dilanjutkan dengan program GeneDog Ver (

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth) Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan bahan baku minyak nilam (patchouli oil) yang merupakan komoditi ekspor terbesar (60%) dari ekspor minyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Inang Potyvirus Isolat Nilam Bogor Tanaman nilam sakit banyak terdapat di daerah Bogor yang memperlihatkan gejala mosaik dengan ciri-ciri hampir sama dengan yang pernah diutarakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULER BROAD BEAN WILT VIRUS 2 (BBWV2) DAN CYMBIDIUM MOSAIC VIRUS (CYMMV) ASAL TANAMAN NILAM (POGOSTEMON CABLIN BENTH.

IDENTIFIKASI MOLEKULER BROAD BEAN WILT VIRUS 2 (BBWV2) DAN CYMBIDIUM MOSAIC VIRUS (CYMMV) ASAL TANAMAN NILAM (POGOSTEMON CABLIN BENTH. J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 188 J. HPT Tropika Vol. 15, No. 2: 188 199, September 2015 Vol. 15 No. 2, 2015: 188-198 IDENTIFIKASI MOLEKULER BROAD BEAN WILT VIRUS 2 (BBWV2) DAN CYMBIDIUM MOSAIC VIRUS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit mosaik dan koleksi sampel tanaman nilam sakit dilakukan di Kebun Percobaan Balai Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO) di daerah Gunung Bunder

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban

Lebih terperinci

DETEKSI POTYVIRUS PADA NILAM (Pogostemon Cablin (BLANCO) BENTH) DENGAN TEKNIK ELISA DI SULAWESI TENGGARA

DETEKSI POTYVIRUS PADA NILAM (Pogostemon Cablin (BLANCO) BENTH) DENGAN TEKNIK ELISA DI SULAWESI TENGGARA JURNAL AGROTEKNOS Maret 2014 Vol. 4 No. 1. Hal 53-57 ISSN: 2087-7706 DETEKSI POTYVIRUS PADA NILAM (Pogostemon Cablin (BLANCO) BENTH) DENGAN TEKNIK ELISA DI SULAWESI TENGGARA Detection of Potyvirus on Patchouli

Lebih terperinci

EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin. Benth) MELALUI SERANGGA Myzus persicae

EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin. Benth) MELALUI SERANGGA Myzus persicae EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin. Benth) MELALUI SERANGGA Myzus persicae NINING TRIANI THAMRIN Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo

Lebih terperinci

DETEKSI SECARA SEROLOGI DAN MOLEKULER BEBERAPA JENIS VIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT MOSAIK TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth)

DETEKSI SECARA SEROLOGI DAN MOLEKULER BEBERAPA JENIS VIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT MOSAIK TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth) Jurnal Littri 19(3), September 2013. Hlm. 130 JURNAL - 138 LITTRI VOL. 19 NO. 3, SEPTEMBER 2013 : 130-138 ISSN 0853-8212 DETEKSI SECARA SEROLOGI DAN MOLEKULER BEBERAPA JENIS VIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas

Lebih terperinci

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jl. Kamper, Kampus Dramaga Bogor 16680

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jl. Kamper, Kampus Dramaga Bogor 16680 PENGARUH INFEKSI VIRUS MOSAIK TERHADAP PRODUKSI DAN KADAR MINYAK TIGA VARIETAS NILAM Rita Noveriza 1), Gede Suastika 2), Sri Hendrastuti Hidayat 2) dan Utomo Kartosuwondo 2) 1) Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus Tomato infectious chlorosis virus (TICV) diklasifikasikan dalam famili Closteroviridae yang terdiri dari 2 genus yaitu Closterovirus dan Crinivirus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan, Dramaga dan Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nilam ( Pogostemon cablin Benth.)

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nilam ( Pogostemon cablin Benth.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Tanaman nilam dikenal dengan berbagai nama di beberapa daerah antara lain, yaitu dilem (Sumatera dan Jawa), rei (Sumba), pisak (Alor), dan ungapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Metode deteksi yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan Potyvirus dan Fabavirus di pertanaman nilam yaitu dengan DAS-ELISA untuk mendeteksi Fabavirus, I-ELISA untuk mendeteksi Potyvirus

Lebih terperinci

Patchouli Viruses: Identification, Biological and Physical Characters, and Control Strategy

Patchouli Viruses: Identification, Biological and Physical Characters, and Control Strategy Virus J. nilam: Litbang Identifikasi, Pert. Vol. karakter 32 No. 2 biologi Juni 2013: dan...-... (Miftakhurohmah dan Rita Noveriza) 1 VIRUS NILAM: IDENTIFIKASI, KARAKTER BIOLOGI DAN FISIK, SERTA UPAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. Golongan kacang panjang ini merupakan tanaman perdu semusim yang memiliki banyak manfaat bagi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK FITRI MENISA. Deteksi dan Identifikasi

Lebih terperinci

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon sp.) merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Di dalam dunia perdagangan Intemasional minyak nilam sering

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ii ABSTRAK IRWAN LAKANI.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman penghasil minyak atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

DETEKSI DIFERENSIAL POTYVIRUS DAN FABAVIRUS DENGAN REVERSE TRANSCRIPTION-POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR) VISHORA SATYANI

DETEKSI DIFERENSIAL POTYVIRUS DAN FABAVIRUS DENGAN REVERSE TRANSCRIPTION-POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR) VISHORA SATYANI DETEKSI DIFERENSIAL POTYVIRUS DAN FABAVIRUS DENGAN REVERSE TRANSCRIPTION-POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR) VISHORA SATYANI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),

Lebih terperinci

Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor )

Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Ir. Lilik Koesmihartono Putra, M.AgSt (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) Tahun-3 1. Konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional dan merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang dibudidayakan di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Cabai besar dicirikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budi Daya Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Budi Daya Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) TINJAUAN PUSTAKA Budi Daya Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Kacang panjang termasuk dalarn divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, subkelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Leguminosae, genus Vigna,

Lebih terperinci

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama annisriennadiah@gmail.com Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Setiap tahun, produksi

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan petani dalam menerapkan teknologi

Lebih terperinci

Identifikasi Virus Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Mosaik, Kuning, Dan Klorosis Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.)

Identifikasi Virus Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Mosaik, Kuning, Dan Klorosis Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) Identifikasi Virus Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Mosaik, Kuning, Dan Klorosis Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) I GUSTI NGURAH BAGUS PRANATA PUTRA 1 NI MADE PUSPAWATI 1 I DEWA NYOMAN

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A44102060 PROGRAM STUD1 HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. golongan sayuran dan mengandung zat gizi cukup banyak. Kacang panjang adalah sumber

TINJAUAN PUSTAKA. golongan sayuran dan mengandung zat gizi cukup banyak. Kacang panjang adalah sumber II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Kacang panjang adalah tanaman hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kacang panjang merupakan anggota Famili Fabaceae

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPESIES POTYVIRUS

IDENTIFIKASI SPESIES POTYVIRUS TESIS IDENTIFIKASI SPESIES POTYVIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vignasinensis L.) BERDASARKAN SEKUEN NUKLEOTIDA I WAYAN SUKADA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM

FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM I. Latar Belakang Nilam (Pogostemon cablin Benth) atau dilem wangi (Jawa), merupakan tanaman yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas. Tanaman nilam banyak

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Turnip mosaic virus 6 K 2 6 K 1

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Turnip mosaic virus 6 K 2 6 K 1 18 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Turnip mosaic virus 5 UTR Morfologi dan Biologi Turnip mosaic virus termasuk ke dalam famili Potyviridae (CABI 2007).Virus ini mempunyai partikel berbentuk filamen dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN DI KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN DI KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN TESIS IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN DI KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN I DEWA MADE PUTRA WIRATAMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

Bioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi

Bioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi Bioinformatika Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi Contents Klasifikasi virus Penentuan tingkat mutasi Prediksi rekombinasi Prediksi bagian antigen (antigenic sites) yang ada pada permukaan virus. Sebelum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat ( Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas unggulan hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013).

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA. Amalia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor I.

KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA. Amalia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor I. KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amalia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 I. PENDAHULUAN Nilam (Pogostemon cablin Benth) atau dilem wangi (Jawa),

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun (Cucumis sativus Linn.) Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini,

Lebih terperinci

7 KARAKTER MOLEKULER Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH (Molecular Characterization of Weak Isolates of Chili veinal mottle virus)

7 KARAKTER MOLEKULER Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH (Molecular Characterization of Weak Isolates of Chili veinal mottle virus) 55 7 AKTER MOLEKULER Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH (Molecular Characterization of Weak Isolates of Chili veinal mottle virus) Abstrak Pre-imunisasi dengan isolat-isolat lemah Chili veinal mottle

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Chili veinal mottle virus, isolat lemah, isolat kuat. Abstract

Abstrak. Kata kunci : Chili veinal mottle virus, isolat lemah, isolat kuat. Abstract 31 5 INTERAKSI ANTARA Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH DENGAN ISOLAT KUAT (Interaction between Weak Isolates and Severe Isolate of Chili veinal mottle virus) Abstrak Salah satu virus yang banyak

Lebih terperinci

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I T 572 MUL ABSTRAK DNA polimerase merupakan enzim yang berperan dalam proses replikasi DNA. Tiga aktivitas yang umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017 Pengaruh Infeksi Beberapa Jenis Virus Terhadap Penurunan Hasil Produksi Tanaman Tomat ( Solanum lycopersicum Mill.) Di Dusun Marga Tengah, Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar IDA BAGUS GEDE

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU PROSES INFEKSI DAN GEJALA SERANGAN TOBACCO MOZAIC VIRUS PADA TANAMAN TEMBAKAU Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang Bean common mosaic virus (BCMV)

TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang Bean common mosaic virus (BCMV) 4 TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) adalah tanaman sayuran yang sudah lama ditanam di Indonesia. Sumber genetik tanaman kacang panjang diduga berasal dari India, Cina,

Lebih terperinci

Deteksi Molekuler Cucumber Mosaic Virus (Cmv) pada Tanaman Gamal (Gliricidia Sepium) Sebagai Barier pada Pertanaman Cabai

Deteksi Molekuler Cucumber Mosaic Virus (Cmv) pada Tanaman Gamal (Gliricidia Sepium) Sebagai Barier pada Pertanaman Cabai Deteksi Molekuler Cucumber Mosaic Virus (Cmv) pada Tanaman Gamal (Gliricidia Sepium) Sebagai Barier pada Pertanaman Cabai IDA BAGUS GDE PRANATAYANA I GEDE RAI MAYA TEMAJA*) KETUT AYU YULIADHI 1 I DEWA

Lebih terperinci

TESIS. DETEKSI SIMULTAN CMV DAN ChiVMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN CABAI RAWIT (CAPSICUM FRUTESCENS L.) DENGAN DUPLEX RT-PCR

TESIS. DETEKSI SIMULTAN CMV DAN ChiVMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN CABAI RAWIT (CAPSICUM FRUTESCENS L.) DENGAN DUPLEX RT-PCR TESIS DETEKSI SIMULTAN CMV DAN ChiVMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN CABAI RAWIT (CAPSICUM FRUTESCENS L.) DENGAN DUPLEX RT-PCR diawasi dandidukung dengan I GEDE AGUS ADI CHANDRA PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULER BROAD BEAN WILT VIRUS 2 (BBWV2) DAN CYMBIDIUM MOSAIC VIRUS (CYMMV) ASAL TANAMAN NILAM (POGOSTEMON CABLIN BENTH.

IDENTIFIKASI MOLEKULER BROAD BEAN WILT VIRUS 2 (BBWV2) DAN CYMBIDIUM MOSAIC VIRUS (CYMMV) ASAL TANAMAN NILAM (POGOSTEMON CABLIN BENTH. J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 188 J. HPT Tropika Vol. 15, No. 2: 188 199, September 2015 Vol. 15 No. 2, 2015: 188-198 IDENTIFIKASI MOLEKULER BROAD BEAN WILT VIRUS 2 (BBWV2) DAN CYMBIDIUM MOSAIC VIRUS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) RITA KURNIA APINDIATI

IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) RITA KURNIA APINDIATI IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) RITA KURNIA APINDIATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena minyak

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

Jurnal Littri 23(1), Juni Hlm DOI: v23n ISSN e-issn

Jurnal Littri 23(1), Juni Hlm DOI:  v23n ISSN e-issn Jurnal Littri 23(1), Juni 2017. Hlm. 11-17 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/littri. v23n1.2017.11-17 ISSN 0853-8212 e-issn 2528-6870 IDENTIFIKASI MOLEKULER CUCUMBER MOSAIC VIRUS (CMV) ASAL TANAMAN NILAM

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DAN IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus YANG BERASOSIASI SERTA PENGENDALIANNYA RITA NOVERIZA

PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DAN IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus YANG BERASOSIASI SERTA PENGENDALIANNYA RITA NOVERIZA PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DAN IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus YANG BERASOSIASI SERTA PENGENDALIANNYA RITA NOVERIZA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman nilam (Pogostemon Cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, dihasilkan oleh

Lebih terperinci

PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT i PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MARTIN BASTIAN DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Rosihan Rosman dan Hermanto Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Nilam merupakan salah satu komoditi ekspor

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L.

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh: AFIF FERDIANTO A44103058 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Lebih terperinci

EVALUASI TIGA METODE PREPARASI RNA TOTAL UNTUK DETEKSI

EVALUASI TIGA METODE PREPARASI RNA TOTAL UNTUK DETEKSI EVALUASI TIGA METODE PREPARASI RNA TOTAL UNTUK DETEKSI Turnip mosaic virus PADA BENIH Brassica sp. DENGAN REVERSE TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION JATI ADIPUTRA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

VIROLOGI TUMBUHAN; Panduan Kerja Laboratorium Edisi 2, oleh Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A

VIROLOGI TUMBUHAN; Panduan Kerja Laboratorium Edisi 2, oleh Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A VIROLOGI TUMBUHAN; Panduan Kerja Laboratorium Edisi 2, oleh Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057;

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

Sherli Anggraini, Sri Hendrastuti Hidayat* Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK ABSTRACT. reverse transcription-polymerase chain reaction

Sherli Anggraini, Sri Hendrastuti Hidayat* Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK ABSTRACT. reverse transcription-polymerase chain reaction ISSN: 23392479 Volume 10, Nomor 1, Februari 2014 Halaman 17 22 DOI: 10.14692/jfi.10.1.17 Sensitivitas Metode Serologi dan Polymerase Chain Reaction untuk Mendeteksi Bean Common Mosaic Potyvirus pada Kacang

Lebih terperinci

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 YOHANES NOVI KURNIAWAN 10702026 KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK NILAM (Pogostemon cablin Benth) YANG DIBUDIDAYAKAN DI BALI BERDASARKAN MARKA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK NILAM (Pogostemon cablin Benth) YANG DIBUDIDAYAKAN DI BALI BERDASARKAN MARKA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TESIS KERAGAMAN GENETIK NILAM (Pogostemon cablin Benth) YANG DIBUDIDAYAKAN DI BALI BERDASARKAN MARKA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) I PUTU CANDRA NIM : 08.908.61002 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial).

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Nilam Tanaman nilam merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). Tanaman ini merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh Lina Setyastuti A44102061 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 2 SEPTEMBER 2010 ISSN Tri Asmira Damayanti

AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 2 SEPTEMBER 2010 ISSN Tri Asmira Damayanti AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 2 SEPTEMBER 2010 ISSN 1979-5777 95 SEBARAN DAN RESPON KETAHANAN LIMA KULTIVAR BENGKUANG (Pachyrhizus erosus (L.) Urban ) TERHADAP PENYAKIT MOSAIK Tri Asmira Damayanti Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, banyak dikonsumsi karena rasanya lezat. Komoditas kerapu diekspor dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) adalah salah satu komoditas sayuran penting secara ekonomi yang dibudidayakan hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komoditas ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati memberikan harapan baru untuk pengendalian hama pertanian terutama fungi yang bersifat patogen. Secara

Lebih terperinci