PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Erlin Muljana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) adalah vegetasi, tanah dan air serta jasa-jasa lingkungan yang merupakan modal bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas pembangunan, sumberdaya alam telah dimanfaatkan dengan prinsip orientasi ekonomi sesaat, terutama hutan dan lahan. Menurut Kartodihardjo et al. (2004), pemanfaatan lahan dalam DAS umumnya kurang memperhatikan keterkaitan unsur-unsur penyusun sistem DAS, padahal kondisi daya dukung lingkungan DAS ditentukan oleh banyak faktor yang mempunyai hubungan dan keterkaitan yang kompleks. Prinsip pemanfaatan yang demikian merupakan salah satu penyebab kerusakan DAS di Indonesia. Gambaran kerusakan DAS di Indonesia dapat dilihat berdasarkan jumlah DAS prioritas yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No : 19 tahun 1984 No : 059/Kpts-II/1984 No : 124/kpts/1984 tanggal 4 April 1984 tentang penanganan konservasi tanah dalam rangka pengamanan DAS prioritas, tahun 1984 terdapat 22 DAS super prioritas (Arsyad 2006). Berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 284/Kpts-II/1999 tentang penetapan urutan prioritas DAS, jumlah DAS prioritas meningkat hingga 472 DAS. Daerah aliran sungai (DAS) tersebut terdiri atas 62 DAS Prioritas I, 232 DAS Prioritas II dan 178 DAS Prioritas III (Ditjen RRL Dephut 1999). Jumlah DAS prioritas I pada tahun 2004 telah meningkat pula menjadi 65 DAS (Ditjen Sumberdaya Air 2004). Daerah aliran sungai (DAS) Batanghari merupakan salah satu DAS yang mewakili gambaran umum kondisi DAS di Indonesia yang menunjukkan degradasi pengelolaan hutan dan lingkungan hidup (Direktorat KKSDA BAPPENAS 2007) dan merupakan DAS kedua terbesar di Indonesia. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 284/1999, DAS Batanghari termasuk dalam kategori DAS prioritas I (Ditjen RRL Dephut 1999). Daerah aliran sungai (DAS) Batanghari dengan luas ± 4.5 juta ha meliputi wilayah Provinsi Jambi, Sumatera Barat dan Riau dan mempunyai nilai yang sangat strategis bagi masyarakat sekitarnya. Kekritisan DAS Batanghari ditandai dengan kondisi sungai Batanghari di luar ambang batas ketentuan sungai yang lestari. Kekritisan DAS dilihat 1
2 2 berdasarkan frekuensi dan besaran banjir yang sulit diprediksi. Banjir besar pernah terjadi tahun 1996; muka air sungai Batanghari naik hingga 4 m dan kembali terjadi pada tahun 2002 dan tahun 2003 (Sihite dan Pasaribu 2004). Banjir yang terjadi di DAS Batanghari disebabkan oleh sedimentasi sehingga terjadi pendangkalan sungai dan pada musim hujan air sungai meluap. Sedimentasi dan pendangkalan sungai mengancam nilai strategis DAS Batanghari, diantaranya telah menyebabkan menurunnya debit aliran sungai Batang Siat yang merupakan sumber air irigasi Sungai Dareh dan Sitiung (SEDASI) di Sumatera Barat. Penurunan debit sungai Batang Siat selama 15 tahun terakhir adalah 10.5 m 3 /det (tahun 1986) menjadi 6.1 m 3 /det (tahun 2001) sehingga kapasitas aliran irigasi ini menurun 67%. Sedimentasi juga mengancam rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di DAS Batang Merao dan Batang Merangin-Tembesi (Tim Peneliti Bioregion DAS Batanghari 2003). Daerah aliran sungai (DAS) Merangin mempunyai tingkat sedimentasi tertinggi dibandingkan dengan sub DAS yang lain, yaitu juta ton/tahun (Depkimpraswil 2003). Pendangkalan sungai akibat sedimentasi juga terjadi di DAS Batanghari hilir sehingga operasional Pelabuhan Samudera Muara Sabak pun terganggu karena keperluan navigasi kapal dengan bobot DWT hanya dapat dipenuhi jika dilakukan pengerukan sedimen sebesar m 3 /tahun (JICA 2002). Sedimentasi di DAS Batanghari diduga berasal dari erosi di kawasan hulu. Erosi di DAS Batanghari menggambarkan telah rusaknya daerah resapan terutama di bagian hulu sehingga run off meningkat (koefisien run off sebesar 0.475). Berdasarkan kriteria yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 52 tahun 2001, koefisien rejim sungai kawasan hulu DAS Batanghari (120) pun telah mengindikasikan terjadinya kerusakan (Depkimpraswil 2004). Daerah aliran sungai (DAS) Batanghari terdiri atas 5 sub DAS, yaitu Batanghari Hulu, Batang Tebo, Batang Tabir, Batang Merangin-Tembesi, dan Batanghari Hilir. Sub DAS yang mempunyai tingkat erosi paling tinggi adalah DAS Batang Tebo (kawasan hulu DAS Batanghari) yaitu ton/ha/tahun (Depkimpraswil 2004). Secara administratif DAS Batang Tebo termasuk dalam Kabupaten Bungo dan terdiri atas tiga sub DAS, yaitu Batang Pelepat, Batang Bungo dan Batang Ule (BPDAS Batanghari 2002). Daerah aliran sungai (DAS) Batang Pelepat yang meliputi sebagian besar kecamatan Pelepat saat ini lebih menarik perhatian berbagai pihak, baik
3 3 Pemerintah Kabupaten Bungo, Pemerintah Provinsi Jambi, swasta (pengusaha) maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti ICRAF, CIFOR dan WARSI dibandingkan dengan DAS Batang Bungo dan Batang Ule. Hal ini disebabkan oleh potensi sumberdaya alamnya, namun beberapa tahun belakangan ini setiap musim hujan di DAS Batang Pelepat selalu terjadi banjir. Informasi terakhir pada awal Pebruari 2006 telah terjadi banjir bandang yang merusak beberapa fasilitas/sarana umum dan menggenangi lahan-lahan pertanian di beberapa desa di kecamatan Pelepat (Rantel, Balai Jaya, Rantau Keloyang, Baru Pelepat dan Batu Kerbau). Banjir yang terjadi menggenangi wilayah tersebut hingga ketinggian 2 m (Anonim 2006). Banjir di DAS Batang Pelepat juga berawal dari erosi dan sedimentasi yang diduga terjadi akibat pembukaan hutan untuk berbagai penggunaan, termasuk pertanian. Pembukaan hutan di DAS Batang Pelepat ditujukan untuk mengembangkan usahatani karet dan kelapa sawit (UTKKS) karena Kecamatan Pelepat merupakan salah satu sentra produksi karet nasional dan kawasan prioritas pengembangan kelapa sawit (BAPPEDA Kabupaten Bungo 2005). Berdasarkan data penggunaan lahan di DAS Batang Pelepat juga dapat diketahui bahwa luas tutupan hutan di DAS Batang Pelepat saat ini hanya 23.51% dari luas DAS (BPDAS Batanghari 2002). Daerah aliran sungai (DAS) Batang Pelepat terdiri atas beberapa kelas lereng yaitu landai ( ha), agak curam ( ha), curam ( ha) dan curam sekali (1 116 ha). Pembukaan hutan untuk UTKKS di DAS Batang Pelepat pun telah mencapai lereng yang tergolong curam, tetapi tidak disertai dengan teknik konservasi tanah dan air (KTA). Kondisi ini peka menimbulkan erosi terutama pada saat awal tanam yang pada gilirannya menyebabkan degradasi lahan. Daerah aliran sungai (DAS) Batang Pelepat mempunyai nilai indeks bahaya erosi sebesar 4.71 (BPDAS Batanghari 2002); berdasarkan kriteria Hammer (1981) indeks bahaya erosi tersebut tergolong tinggi. Prediksi erosi di beberapa desa yang termasuk dalam DAS Batang Pelepat menunjukkan bahwa erosi telah melebihi erosi yang dapat ditoleransikan (Etol), seperti di Baru Pelepat prediksi erosi mencapai ton/ha/tahun dan di Sungai Beringin sebesar ton/ha/tahun; padahal Etol di kedua lokasi ini hanya dan ton/ha/tahun (PPLH UNJA 2003). Erosi dapat menyebabkan kerugian berupa kehilangan unsur hara pada lahan yang tererosi (on site). Alih fungsi lahan hutan eks HPH (PT Maju Jaya
4 4 Raya Timber dan PT Rimba Karya Indah) menjadi UTKKS di sekitar kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) telah menimbulkan erosi yang menyebabkan kerugian berupa kehilangan unsur hara senilai Rp milyar/tahun; sebagian besar wilayah eks HPH PT Rimba Karya Indah terdapat di DAS Batang Pelepat (Ridwansyah et al. 2006). Erosi diperkirakan juga menyebabkan sedimentasi di beberapa sungai (off site) yang termasuk dalam DAS Batang Pelepat diantaranya Sungai Batang Pelepat (7.28 ton/hari), Sungai Beringin (9.31 ton/hari) dan Sungai Senamat (9.69 ton/hari) (PPLH UNJA 2003). Lahan UTKKS di DAS Batang Pelepat umumnya dikelola dengan berbagai agroteknologi yang belum memadai. Pengelolaan UTKKS seperti ini menyebabkan rendahnya produktivitas karet (0.45 ton KKK/ha atau 0.71 ton lateks/ha) dan kelapa sawit (11 ton TBS/ha atau 2.20 ton CPO/ha) di DAS Batang Pelepat (Disbun Provinsi Jambi 2005); produktivitas ini berada di bawah produktivitas karet dan kelapa sawit nasional yang masing-masing mencapai 0.60 ton KKK/ha dan 2.78 ton CPO/ha (Ditjenbun 2004; Balitbang Pertanian 2005a) dan potensi produksi karet yang mencapai ton KKK/ha (Balitbang Pertanian 2005a). Produktivitas karet dan kelapa sawit yang rendah berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat di DAS Batang Pelepat yang sebagian besar berasal dari usahatani. Pendapatan petani yang berasal dari usahatani berkisar Rp Rp /bulan, sedangkan total pendapatan masyarakat termasuk usaha di luar usahatani adalah Rp Rp /bulan; pendapatan tersebut masih dibawah standar upah minimum regional Kabupaten Bungo (Rp /bulan), meskipun luas pemilikan lahan di kawasan ini adalah 3.82 ha/kk (PPLH UNJA 2003). Secara nasional standar luas lahan yang dianggap layak untuk mendukung kehidupan keluarga petani adalah 2 ha/kk. Standar ini sesuai dengan standar minimum luas lahan pertanian yang diberikan pada transmigran, dengan asumsi bahwa lahan pertanian diusahakan secara intensif (Permana 1980). Usahatani karet dan kelapa sawit (UTKKS) yang tidak berkelanjutan disebabkan oleh perencanaan usahatani belum disusun secara komprehensif berdasarkan pendekatan terhadap berbagai aspek secara simultan. Kondisi UTKKS yang tidak berkelanjutan di DAS Batang Pelepat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat terus merambah hutan; jika dibiarkan hal ini dapat mengancam kelestarian TNKS karena sebagian DAS Batang Pelepat termasuk kawasan penyangga TNKS.
5 5 Peningkatan kinerja usahatani karet rakyat tidak dapat dicapai dengan mudah karena tidak hanya menyangkut masalah dana, tetapi juga terkait dengan masalah teknologi dan kemampuan sumberdaya manusia yang terkait dalam penerapannya (PPK Medan 1998). Penerapan sistem pertanian konservasi (SPK) dengan penanaman legum penutup tanah (legume cover crop atau LCC) berupa mucuna sp. dan teras gulud yang disertai pemupukan pada lahan usahatani karet milik peladang berpindah di Jambi, Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan dapat meningkatkan produksi tanaman hingga 51.10% dan kelayakan usahatani hingga mencapai B/C sebesar 1.82 serta menurunkan aliran permukaan dan erosi masing-masing 65% dan 45% (Juarsah 2008). Perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga berkembang pesat dengan teknologi yang sudah ada, tetapi produktivitasnya masih rendah dibandingkan dengan potensi produksi (terutama perkebunan rakyat). Teknologi yang telah ada saat ini belum cukup untuk mendukung pengembangan usahatani kelapa sawit di masa akan datang. Oleh karena itu penelitian yang menghasilkan paket teknologi yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas tanaman dan pengelolaan lahan secara berkelanjutan perlu segera dilakukan (PPKS Medan 1998). Perbaikan agroteknologi melalui SPK seperti halnya pada lahan usahatani karet diatas merupakan solusi tepat dalam pengembangan usahatani kelapa sawit berkelanjutan. Budidaya kelapa sawit pada lahan berlereng harus dilengkapi dengan tanaman penutup tanah dan teras untuk mengendalikan erosi tanah (PPKS Medan 1999). Berdasarkan pemikiran tersebut penelitian tentang kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat DAS Batang Pelepat serta karakteristik tipe UTKKS dan pengaruhnya terhadap sifat tanah, erosi, aliran permukaan dan sosial ekonomi masyarakat sangat penting dilakukan. Karakteristik biofisik dan sosial ekonomi tersebut sangat diperlukan dalam penyusunan perencanaan SPK yang komprehensif untuk pengembangan UTKKS berkelanjutan di DAS Batang Pelepat. Perumusan Masalah Sistem pertanian konservasi (SPK) adalah sistem pertanian yang mampu mengendalikan degradasi lahan (erosi Etol) dan meningkatkan pendapatan petani hingga dapat memenuhi standar kebutuhan hidup secara layak (PKHL) dengan menggunakan agroteknologi memadai serta bersifat site specific (khas lokasi). Penyempurnaan sistem pertanian yang sedang berjalan menjadi SPK
6 6 harus melalui langkah-langkah seperti : (1) inventarisasi keadaan biofisik daerah, (2) inventarisasi keadaan sosial ekonomi petani dan (3) inventarisasi pengaruh luar (Sinukaban 2007a). Kondisi biofisik dan sosial ekonomi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan SPK untuk mewujudkan UTKKS berkelanjutan di DAS Batang Pelepat, sedangkan faktor luar (eksternal) merupakan pendukung implementasi perencanaan tersebut. Oleh karena itu SPK dapat diterapkan secara optimal melalui pendekatan interdisipliner sebagaimana konsep sistem pertanian berkelanjutan (SPB). Penyempurnaan sistem UTKKS di DAS Batang Pelepat dengan mengikuti langkah-langkah dan pendekatan tersebut dapat menghasilkan perencanaan UTKKS yang komprehensif. Oleh karena itu penyusunan perencanaan UTKKS di DAS Batang Pelepat perlu didukung dengan kajian tentang (1) bagaimana karakteristik lahan dan tipe UTKKS, (2) bagaimana pengaruh berbagai tipe UTKKS terhadap aspek biofisik (beberapa sifat tanah, aliran permukaan dan erosi) dan sosial ekonomi (pendapatan petani dan kelayakan usahatani) dan (3) bagaimana mencapai UTKKS berkelanjutan. Kerangka Pemikiran Daerah aliran sungai (DAS) terdiri atas unsur yang saling berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi (interdependensi) dan peka terhadap unsur masukan, termasuk perubahan penggunaan lahan seperti konversi hutan menjadi penggunaan lain. Hutan di DAS Batang Pelepat umumnya mengalami konversi menjadi lahan UTKKS yang masih dikelola secara konvensional sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan hidup petani secara layak dan bahkan menimbulkan degradasi lahan. Perencanaan SPK dalam kerangka pengelolaan DAS sesuai konsep SPB (mengkompromikan berbagai kepentingan, meskipun saling bertentangan) merupakan solusi tepat untuk mewujudkan UTKKS berkelanjutan di DAS Batang Pelepat (Gambar 1). Hal ini sesuai dengan pendapat Sinukaban (2007b) yang menyatakan bahwa konsep SPB yang telah dilaksanakan di sebagian wilayah pulau Jawa dan daerah transmigrasi juga harus diimplementasikan di seluruh daerah dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian dan sekaligus mempertahankan kelestarian sumberdaya alam. Penerapan SPK untuk memperbaiki agroteknologi dengan pendekatan SPB harus bersifat proaktif, berdasarkan pengalaman (experential) dan partisipatif serta mempertimbangkan sistem yang holistik dan lokal spesifik
7 7 (Zamora 1995, diacu dalam Salikin 2003). Agroteknologi adalah suatu teknologi inovatif yang dirancang untuk mencapai produksi pertanian yang lebih efisien dan menguntungkan (Parker 2002). Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agroteknologi meliputi semua teknologi yang diterapkan dalam budidaya tanaman pertanian seperti sistem tanam, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta teknik KTA. DAS Batang Pelepat Karakteristik Biofisik Karakteristik Sosial Ekonomi Sistem Pertanian Konservasi Tipe dan Agroteknologi UTKKS Analisis Ekologi : Enviromental friendly Analisis Sosial Ekonomi : Economically profitable and Socially acceptable & Applicable Tipe dan Agroteknologi UTKKS Berkelanjutan UTKKS Berkelanjutan di DAS Batang Pelepat Gambar 1 Kerangka pemikiran perencanaan UTKKS berkelanjutan di DAS Batang Pelepat. Paket agroteknologi untuk lahan pertanian telah banyak tersedia dan direkomendasikan berdasarkan berbagai hasil penelitian, tetapi tidak semua agroteknologi dapat diterima dengan baik oleh petani dan efektif dalam mengurangi erosi dan meningkatkan pendapatan petani. Selain itu tidak semua agroteknologi yang sama dapat diterapkan diberbagai lokasi. Teknik KTA akan efektif jika penggunaan lahan sudah cocok (sesuai dengan kelas kemampuan dan kesesuaian lahan). Agroteknologi tidak ada yang mendukung tanaman dapat tumbuh dengan baik dan tidak ada teknik KTA yang dapat mencegah erosi kalau
8 8 kondisi tanahnya tidak cocok untuk pertanian (Sinukaban 1989). Berbagai teknik KTA yang dibutuhkan untuk melengkapi agroteknologi usahatani juga bervariasi dan dapat dipilih melalui simulasi sesuai dengan kondisi biofisik dengan menggunakan model Universal of soil loss equation (USLE). Efektivitas suatu teknik KTA untuk mengurangi erosi dapat diindikasikan oleh laju erosi aktual yang lebih kecil daripada Etol (Dariah et al. 2004). Agroteknologi dalam SPB juga harus dapat diterima dan diterapkan oleh petani dengan sumberdaya yang tersedia baik pengetahuan, ketrampilan maupun tingkat persepsinya (Sinukaban 2007b). Hal ini berarti bahwa agroteknologi yang dipilih dalam usahatani harus pula disesuaikan dengan karakteristik (kendala) sosial ekonomi masyarakat, seperti ketersediaan modal petani, baik lahan, tenaga kerja maupun sarana produksi lainnya. Oleh karena itu agroteknologi juga akan mempengaruhi pendapatan petani, karena agroteknologi yang dipilih akan berhubungan dengan modal usahatani. Petani akan mengadopsi suatu agroteknologi jika mereka memperoleh manfaat ekonomis dari kegiatan tersebut (Arifin 1996; Cahyono 2002 dan Santoso et al. 2004). Pemilihan agroteknologi usahatani dalam penerapan SPB harus berdasarkan berbagai kriteria, yaitu memberi keuntungan kelestarian lingkungan (environmentally friendly), memberi keuntungan ekonomi kepada masyarakat (economically profitable), serta dapat diterima dan diaplikasikan oleh masyarakat (socially acceptable and Applicable) secara simultan. Berbagai metode dapat digunakan untuk merumuskan model pertanian berkelanjutan dalam pengelolaan DAS melalui analisis sistem multikriteria. Multiple goal programming (MGP) atau program tujuan ganda (PTG) adalah salah satu model yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang mengakomodasi berbagai tujuan atau kepentingan secara simultan (Nasendi dan Anwar 1985; Mulyono 1991 dan Briassoulis 2004). Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran, penelitian ini bertujuan untuk : 1. mengidentifikasi karakteristik lahan dan tipe UTKKS di DAS Batang Pelepat. 2. menganalisis pengaruh tipe UTKKS terhadap beberapa sifat tanah, aliran permukaan dan erosi. 3. menyusun perencanaan UTKKS berkelanjutan di DAS Batang Pelepat.
9 9 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini menyajikan kajian biofisik dan sosial ekonomi DAS Batang Pelepat terutama yang berkaitan dengan UTKKS dan alternatif pengembangan UTKKS berkelanjutan di DAS Batang Pelepat. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk : 1. memberi informasi dan bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam memanfaatkan lahan di DAS Batang Pelepat yang sebagian besar termasuk dalam kawasan penyangga TNKS. 2. menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan SPB di kawasan hulu DAS Batanghari (khususnya DAS Batang Pelepat) sehingga dapat mengurangi tekanan penduduk terhadap TNKS. 3. menjadi sumber informasi bagi petani setempat sebagai pengguna lahan. 4. pengembangan ilmu pengetahuan dalam merancang usahatani yang berkelanjutan dengan menggunakan analisis sistem multikriteria.
PERENCANAAN USAHATANI KARET DAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN DI DAS BATANG PELEPAT KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI S U N A R T I
PERENCANAAN USAHATANI KARET DAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN DI DAS BATANG PELEPAT KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI S U N A R T I SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pertanian lahan kering adalah merupakan suatu bentuk bercocok tanam diatas lahan tanpa irigasi, yang kebutuhan air sangat bergantung pada curah hujan. Bentuk pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari
Lebih terperinciANALISIS PENDAPATAN PETANI PADA BERBAGAI TIPE USAHATANI KARET DI DAS BATANG PELEPAT KABUPATEN BUNGO, JAMBI. Sunarti * ) ABSTRACT
ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADA BERBAGAI TIPE USAHATANI KARET DI DAS BATANG PELEPAT KABUPATEN BUNGO, JAMBI Sunarti * ) * ) Staf Pengajar Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi Telp.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan lingkungan mempunyai hubungan timbal balik. Di dalam pembangunan, manusia merupakan konsumen yang berperan aktif dalam proses pemanfaatan sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan
Lebih terperinciSTUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)
JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 9, Issue 2: 57-61 (2011) ISSN 1829-8907 STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) Rathna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan
Lebih terperinciPOTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK
1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan dan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya di muka bumi. Berdasarkan UU Sumberdaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, menyimpan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Manusia sangat bergantung pada lingkungan yang memberikan sumberdaya alam untuk tetap bertahan
Lebih terperinciPerkembangan Potensi Lahan Kering Masam
Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Garang merupakan DAS yang terletak di Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo dan Garang, berhulu
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat
18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai merupakan
Lebih terperinciPEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO
PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO Rini Fitri Dosen pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Almuslim ABSTRAK Lahan kering di
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Dieng merupakan salah satu kawasan penting dalam menyangga keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500 sampai dengan 2093
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian
Lebih terperinciPREDIKSI EROSI PADA LAHAN PERTANIAN DI SUB DAS KRUENG SIMPO PROVINSI ACEH
PREDIKSI EROSI PADA LAHAN PERTANIAN DI SUB DAS KRUENG SIMPO PROVINSI ACEH (PREDICTION OF EROSION ON AGRICULTURAL LAND IN KRUENG SIMPO SUB WATERSHED ACEH PROVINCE) Rini Fitri ABSTRACT Erosion on agricultural
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciPOTENSI LAHAN DI DAS BATANG PELEPAT UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN
POTENSI LAHAN DI DAS BATANG PELEPAT UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN Sunarti 1 ABSTRACT Land degradation as impact of agricultural practices is one of some land use impacts that unsuitable with land capability.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),
Lebih terperincisumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu
BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan
Lebih terperinciPENDAHULLUAN. Latar Belakang
PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah dengan topogafi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit tempat tangkapan air hujan yang akan dialirkan melalui anak-anak sungai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jumlah manusia yang menghuni permukaan bumi kian hari kian meningkat, tetapi kondisi tersebut berlaku sebaliknya dengan habitat hidup manusia, yaitu lahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia Tuhan memang diperuntukkan bagi manusia sehingga harus dimanfaatkan atau diambil manfaatnya. Di sisi lain dalam mengambil manfaat hutan harus
Lebih terperinciDAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek
Lebih terperinciINDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi faktor pendukung dalam penyediaan kebutuhan air. Lahan-lahan yang ada pada suatu DAS merupakan suatu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan. Erosi semacam itu
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut
Lebih terperinciPENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK
PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kendala utama dalam kegiatan pengelolaannya. Dalam rangka memudahkan. pengelolaan DAS maka dikembangkan Model DAS Mikro menggunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pengelolaan DAS pada dasarnya bertujuan untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dan lingkungan dengan kegiatan manusia agar fungsi lingkungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Jumlah penduduk yang terus bertambah mendorong meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit
Lebih terperincimampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan
Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari
Lebih terperinciDr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013
Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres VIII MKTI Di Palembang 5-7 November 2013 Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Permasalahan Pengelolaan SDA Sampah Pencemaran Banjir Kependudukan
Lebih terperinciPrestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng
KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan
Lebih terperinciVol 2 No. 1 Januari - Maret 2013 ISSN :
POTENSI SUMBERDAYA LAHAN DI DAS BATANG BUNGO UNTUK PENGEMBANGAN SAYURAN (Land Resources Potency at Batang Bungo Watershed for Vegetables Development) Dedy Antony, Sunarti and Henny, H. Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan
Lebih terperinci1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING
Lebih terperinciMODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG
MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang
Lebih terperinciBAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI
BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha-usaha pengelolaan DAS adalah sebuah bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
4 TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pengertian dan Tujuan Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh topografi secara alami sehingga semua air yang jatuh pada area
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciPendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang
Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope
Lebih terperinciPERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program
Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) Oleh : Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis ABSTRAK Luasan penggunaan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai dari bulan Agustus 2006 hingga Januari 2007. Lokasi penelitian adalah kawasan hulu DAS Batanghari, tepatnya
Lebih terperinciVISI HIJAU UNTUK SUMATRA
REPORT FEBRUARY 2O12 Ringkasan Laporan VISI HIJAU UNTUK SUMATRA Menggunakan informasi Jasa Ekosistem untuk membuat rekomensi rencana peruntukan lahan di tingkat provinsi dan kabupaten. Sebuah Laporan oleh
Lebih terperinciRINGKASAN DISERTASI. Oleh : Sayid Syarief Fathillah NIM 06/240605/SPN/00217
PENILAIAN TINGKAT BAHAYA EROSI, SEDIMENTASI, DAN KEMAMPUAN SERTA KESESUAIAN LAHAN KELAPA SAWIT UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DAS TENGGARONG, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA RINGKASAN DISERTASI Oleh : Sayid Syarief
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan
Lebih terperinciMODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea
MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR Sumihar Hutapea UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN 2016 KARAKTERISTIK DAS : DAS Sebagai Ekosistem Geografi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,
Lebih terperinci: ARY PERMADI NIM PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN PESISIR DAN KELAUTAN (PSP2K)
MODIFIKASI TATA GUNA LAHAN DAS SUMANI UNTUK MEMPERKECIL EROSI BERDASARKAN METODE USLE DALAM RANGKA MENJAMIN SUMBERDAYA AIR DANAU SINGKARAK YANG BERKELANJUTAN ARTIKEL Oleh : ARY PERMADI NIM 0910018112018
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan sumberdaya alam terutama air dan tanah oleh masyarakat kian hari kian meningkat sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kebutuhan tersebut
Lebih terperinciVII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL
VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL Sektor ekonomi kakao yang sebenarnya merupakan bagian dari sub sektor perkebunan dan bagian dari sektor pertanian dalam arti luas mempunyai pangsa
Lebih terperinci