I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan terutama di kawasan yang sumberdaya alamnya belum dimanfaatkan secara optimal dan jumlah penduduknya relatif sedikit. Pembangunan kawasan transmigrasi pada hakekatnya adalah pembangunan pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya lahan. Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para transmigran dan masyarakat sekitar, serta untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru. Dalam proses pengembangannya terdapat berbagai permasalahan sehingga terdapat kawasan transmigrasi belum berkembang sesuai yang diharapkan. Kawasan transmigrasi yang telah dibangun diantaranya sudah berkembang dan menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru. Program transmigrasi telah berhasil mengembangkan sekitar an Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) dengan berbagai infrastrukturnya. Terdapat 945 diantaranya telah berkembang menjadi desa baru. Desa-desa baru tersebut dihuni oleh kurang lebih 12 juta jiwa dan telah tumbuh dan mendorong terbentuknya kecamatan dan kabupaten baru. Data eks UPT yang telah mendorong perkembangan daerah menjadi pusat pemerintahan sebanyak 180 kecamatan dan 32 kabupaten (Yudohusodo, 1998). Namun demikian, sebagian besar masih memerlukan upaya penanganan agar dapat berkembang menjadi sentra-sentra produksi dan memiliki keterkaitan kegiatan hulu-hilir yang selanjutnya dapat menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan baru. Pembangunan transmigrasi yang dilaksanakan sampai dengan tahun 2005 sebagian besar memanfaatkan lahan kering. Sebanyak 90,8% (2.718 UPT) dari jumlah pembangunan UPT dilakukan dengan memanfaatkan lahan kering, sedangkan sisanya (9,2%) memanfaatkan lahan basah (Depnakertrans, 2004). Hal ini menunjukkan diperlukannya pendekatan pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering. Di wilayah Indonesia terdapat sekitar 88,3 juta ha lahan kering yang terletak di empat pulau (P. Sumatera, P. Kalimantan, P. Sulawesi, P. Papua) (Sitorus, 1989). Sekitar 98 juta ha lahan yang berpotensi untuk pertanian dan

2 2 perkebunan (Adimiharja, 2002). Dari luasan tersebut sekitar 57 juta ha dapat digunakan untuk pertanian lahan kering. Luas lahan kering yang siap dimanfaatkan 21,2 juta ha dan 37% diantaranya dapat dikembangkan untuk komoditi kelapa sawit dengan kemiringan di bawah 15% (Mapaona, 2003). Melihat potensi lahan kering tersebut, pembangunan kawasan transmigrasi masih cukup berpeluang untuk dikembangkan. Lagipula lahan kering mempunyai potensi menjadi lahan kritis apabila tidak dikelola dengan baik (Sitorus, 2003a). Lahan yang diperuntukkan bagi permukiman transmigrasi pada umumnya bersifat marginal (miskin unsur hara), sehingga pemanfaatannya memerlukan berbagai perlakuan apabila akan diusahakan untuk kegiatan pertanian. Hal tersebut merupakan faktor penyebab banyaknya desa transmigrasi yang mengalami kegagalan, sehingga perkembangan permukiman transmigrasi tidak dapat berkembang seperti yang diharapkan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong perkembangan kawasan transimigrasi, namun demikian belum ditemukan kebijakan pengembangan kawasan yang efektif dan efisien mendorong perkembangan kawasan transmigrasi secara optimal. Berbagai kendala yang ditemukenali antara lain adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, keterbatasan sumberdaya finansial, dan kekurangan sarana dan prasarana pendukung. Selain itu terdapat disharmoni kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam melaksanakan prioritas pembangunan kawasan baik antar sektor maupun antar wilayah. Kebijakan yang ditetapkan sebagai dasar pengembangan kawasan transmigrasi memiliki berbagai kelemahan, baik secara substansi maupun secara prosedural. Secara substansi, kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi belum memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pertimbangan ekonomi lebih dominan sehingga aspek sosial budaya dan ekologi kurang dipertimbangkan. Hasil kajian Depnakertrans menyatakan bahwa penyebab kegagalan di berbagai unit permukiman transmigrasi tersebut antara lain karena pelaksanaan program transmigrasi hanya mengejar kepentingan ekonomi sesaat dan kurang mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek sosial budaya setempat. Proses pengambilan keputusan dalam penetapan kebijakan dilakukan secara top down dan parsial. Proses ini menghasilkan kebijakan yang bersifat makro sehingga kurang relevan dengan karakteristik kawasan yang berbeda-

3 3 beda. Mekanisme ini menyebabkan kesenjangan program dan kegiatan antara kebijakan pemerintah dengan kebijakan pemerintah daerah. Demikian pula yang terjadi secara lintas sektor. Selain itu proses tersebut kurang melibatkan masyarakat dan pengusaha sejak awal, sehingga implementasinya mengalami berbagai hambatan. Kondisi objektif ini memerlukan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan secara partisipatif dan terpadu agar pengembangannya dapat lebih berkelanjutan. Kabupaten Kutai Timur yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur yang mempunyai potensi dalam pengembangan kawasan transmigrasi, khususnya pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering. Sejak tahun 1985 sampai dengan tahun 2004 telah dilakukan pembangunan permukiman transmigrasi sebanyak 44 UPT yang semua pembangunannya dilakukan dengan memanfaatkan lahan kering. Luas lahan kering yang dimanfaatkan mencapai 74,91% (Tabel 1). Tabel 1. Luas lahan kering yang dimanfaatkan di Kabupaten Kutai Timur No Kecamatan Lahan Potensial (ha) Dimanfaatkan (ha) Persentase Pemanfaatan (%) Sawah Kering Sawah Kering Sawah Kering 1 Sangata dan ,97 45,37 Bengalon 2 Ma Bengal ,45 99,99 3 Ma Ancalong dan ,90 60,91 Busang 4 Ma Wahau dan Telen ,33 8,67 5 Sangkulirang, Kaliorang dan Sandaran ,81 79,80 Total Kabupaten ,14 74,91 Sumber: Bappeda Kabupaten Kutai Timur (2003) Lahan kering di Kabupaten Kutai Timur yang potensial dikembangkan untuk usaha pertanian seluas ha. Dari luasan tersebut yang telah dimanfaatkan seluas ha, sehingga masih terdapat ha yang merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kawasan transmigrasi. Namun demikian, kondisi kawasan transmigrasi di Kabupaten Kutai Timur masih relatif belum berkembang. Hal ini terlihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah, ketersediaan sarana dan prasarana terbatas, dan kontribusi sektor pertanian kawasan transmigrasi terhadap ekonomi wilayah masih rendah (Bappeda Kabupaten Kutai Timur, 2003).

4 4 Guna mencapai keberhasilan pembangunan kawasan transmigrasi khususnya di lahan kering diperlukan penerapan paradigma pembangunan berkelanjutan. Kegiatan pembangunan dinyatakan berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara ekonomi, ekologi, dan sosial bersifat berkelanjutan (Serageldin, 1996). Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti bahwa kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memeliharan daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan. Di dalam RTR pulau Kalimantan ditetapkan tiga komponen utama yang dapat menjamin pengembangan wilayah Kalimantan. Ketiga komponen tersebut adalah: (1) pengelolaan sumberdaya alam, (2) menjaga dan mengoptimalkan prinsip pengelolaan lingkungan hidup agar tercapai pembangunan berkelanjutan dan (3) penyediaan prasarana transportasi wilayah (Depkimpraswil, 2003). Kegiatan pengelolaan sumberdaya alam akan berinteraksi dengan penduduk, permukiman, atau dengan lokasi pasar. Interaksi yang baik, lancar, aman, murah dan tidak mengganggu lingkungan alam yang serasi merupakan kebutuhan untuk dapat memperlancar pemasaran hasil produksi pemanfaatan sumberdaya alam, dan sekaligus akan memberikan dampak timbulnya berbagai kegiatan ekonomi lainnya yang berpotensi bagi pengembangan wilayah di masa yang akan datang. Dalam konteks inilah kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang serasi juga memerlukan sarana dan prasarana transportasi wilayah untuk memasarkannya. Dalam kegiatan pengolahan sumberdaya alam diperlukan input teknologi guna memperoleh nilai tambah produk, khususnya hasil pertanian. Apabila dikaitkan dengan kondisi wilayah dan sarana transportasi yang relatif terbatas maka faktor teknologi menjadi penting. Pembangunan sarana jalan dan penerapan teknologi sedapat mungkin mengoptimalkan pemanfaatan lahan sekaligus mengarahkan kecenderungan perkembangan kawasan. Hal ini akhirnya mempertegas bahwa untuk mengoptimasikan pengembangan kawasan

5 5 harus dikaitkan dengan perlunya masukan teknologi dan peran transportasi wilayah agar tercapai nilai-nilai ekonomi. Dalam pengembangan kawasan diperlukan pula investasi sebagai stimulan percepatan pengembangan kawasan. Hal ini memerlukan mekanisme dan aturan yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholder dan juga untuk menjaga kelestarian ekologi dan mencegah konflik sosial. Mekanisme dan aturan ini perlu ditetapkan dalam bentuk kebijakan yang disepakati bersama. Lahan merupakan modal dasar dalam pengembangan kawasan transmigrasi. Dalam kaitan dengan investasi, aspek-aspek legalitas lahan dan kelembagaan usahatani perlu diperhatikan guna mencapai kesetaraan dalam suatu kemitraan. Dalam upaya pembangunan kawasan transmigrasi berkelanjutan diperlukan kebijakan yang terpadu dan komprehensif mempertimbangkan berbagai aspek yang sesuai dengan kondisi kawasan yakni aspek fisik lahan, ekonomi, sosial budaya, teknologi, kelembagaan, dan asksesibilitas. Selain itu proses pengambilan keputusan kebijakan pengembangan kawasan agar dilakukan secara partisipatif. Kebijakan tersebut diperlukan, untuk menyeimbangkan prinsip kelestarian lingkungan hidup dan pengembangan wilayah dengan tetap berpedoman pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pengaturan tersebut diharapkan sebagai suatu kebijakan yang sinergis yang dapat menjawab kebutuhan mengoptimasikan pemanfaatan sumberdaya alam secara harmonis dan berkelanjutan. Pengusaha dan masyarakat yang membutuhkan arahan pengembangan kawasan dapat menjadikan kebijakan tersebut sebagai acuan dalam pelaksanaan pembangunan kawasan transmigrasi berkelanjutan. Uraian tersebut menunjukkan bahwa pengembangan kawasan transmigrasi bersifat kompleks dengan berbagai aspek yang saling berkaitan dan dinamis. Selain itu kebutuhan stakeholder dalam kaitan dengan pengembangan kawasan bervariasi. Dengan demikian, tinjauan secara kesisteman dalam pembangunan kawasan transmigrasi penting untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan secara berkelanjutan (Eriyatno, 1998; Sardjadidjaja, 2004; Hartrisari, 2007). Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kajian model kebijakan dan strategi dalam pengembangan kawasan transmigrasi yang berkelanjutan. Hal ini diperlukan untuk mengurangi kegagalan pembangunan transmigrasi dan meningkatkan keberhasilan pembangunan kawasan transmigrasi di lahan kering.

6 6 1.2 Perumusan masalah Perkembangan suatu kawasan transmigrasi menjadi lebih baik rata-rata memerlukan waktu yang relatif cukup lama, yakni sekitar 15 tahun setelah pembangunan. Bahkan terdapat kawasan transmigrasi yang memerlukan waktu lebih dari 20 tahun untuk dapat berkembang. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk berkembangnya suatu kawasan transmigrasi, semakin banyak pula waktu, biaya dan tenaga yang diperlukan untuk dapat menangani kondisi tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pembangunan kawasan transmigrasi yang berkelanjutan, yang diharapkan dapat membantu mempercepat perkembangan suatu kawasan transmigrasi. Kebijakan tersebut sebagai suatu bentuk intervensi agar perkembangan kawasan yang diinginkan dapat tercapai. Konsepsi dan pola pengembangan kawasan transmigrasi dapat dilihat pada Gambar 1. Perlu model kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan Perkembangan yang diinginkan Tingkat perkembangan permukiman transmigrasi Perkembangan yang terjadi Waktu Gambar 1. Pola perkembangan kawasan transmigrasi Selain waktu berkembangnya suatu kawasan transmigrasi yang relatif cukup lama, juga terdapat beberapa isu negatif yang berkaitan dengan pembangunan kawasan transmigrasi yakni pembangunan kawasan transmigrasi merupakan program yang merusak lingkungan, baik lingkungan ekologis maupun lingkungan sosial budaya. Juga terdapat pendapat bahwa pembangunan kawasan transmigrasi hanya menambah dan memindahkan kemiskinan. Kebiasaan cara mengolah tanah, bercocok tanam di lahan kering berbeda dengan di lahan sawah, yang pada umumnya dialami oleh para pendatang

7 7 (transmigran), sehingga para transmigran memerlukan waktu untuk dapat mengetahui dan memahami kondisi dan karakteristik pengelolaan lahan kering. Transmigran di tempat asalnya mempunyai latar belakang keterampilan mengolah dan mengelola lahan sawah yang mempunyai tingkat kesuburan yang lebih baik dibandingkan dengan di lokasi transmigrasi, sehingga transmigran mengalami kendala mengelola lahan kering. Menurut Sitorus dan Susetio (2000), berbagai kendala tersebut mengakibatkan tingkat perkembangan UPT relatif lambat, terlihat antara lain dari tingkat produktivitas lahan yang rendah dan pengusahaan lahan yang kurang optimal yang mengakibatkan pendapatan para transmigran menjadi rendah. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh para transmigran selama ini umumnya masih terfokus pada komoditi tanaman pangan. Hasil dari tanaman pangan pada awal transmigran datang belum cukup memberikan hasil yang memadai, dan juga harga jual tanaman pangan relatif cukup rendah. Pendapatan transmigran menjadi sulit dicapai, karena selain luasan lahan yang diusahakan hanya 1 ha dan kegiatan usaha pokok adalah pertanian tanaman pangan yang pada umumnya mempunyai tingkat kelayakan ekonomis yang relatif rendah. Keberhasilan dalam peningkatan kesejahteraan transmigran sangat ditentukan oleh tingkat pengusahaan lahan yang diterima transmigran dan tingkat produktifitas lahan yang diusahakan. Pada umumnya kawasan transmigrasi lahan kering dibangun pada lahan marginal. Kondisi ini mengakibatkan hasil pertanian yang diusahakan di kawasan transmigrasi lahan kering belum cukup baik. Sebagai gambaran, produksi jagung dan padi ladang memberikan hasil rata-rata 16,40 kuintal/ha dan 8,87 kuintal/ha seperti terlihat pada Gambar 2 (Depnakertrans, 2005; Deptan, 2005). Ku/ Ha Produksi Jagung Nasional di Lahan Kering Produksi Jagung di Kawasan Transmigrasi Lahan Kering Ku/ Ha 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 Produksi Padi Ladang Nasional di Lahan Kering Produksi Padi Ladang di Kawasan Transmigrasi Lahan Kering 25,23 25,63 10,60 8, , Tahun 2 Gambar 2. Produktivitas rata-rata jagung dan padi ladang nasional di lahan kering dan di kawasan transmigrasi lahan kering 0, Tahun

8 8 Di samping hasil yang belum cukup baik, pemanfaatan lahan juga belum optimal. Hasil penelitian Sitorus dan Pribadi (2000), menemukan dari rata-rata 1,37 ha/kk lahan usaha I (LU-I) dan lahan usaha II (LU-II) pola tanaman pangan lahan kering dan hanya 0,76 ha/kk pola tanaman pangan lahan basah yang sudah diusahakan oleh transmigran pada tahun bina ke-lima. Keterbatasan anggaran pemerintah dalam penyelenggaraan transmigrasi menyebabkan alokasi luasan lahan 2 ha/kk hanya kurang lebih 1 ha/kk yang diberikan dalam keadaan siap tanam/siap olah (LP dan LU-I), sedangkan 1 ha LU-II diharapkan dapat dibuka sendiri oleh transmigran. Kawasan transmigrasi Kaliorang merupakan kawasan pertanian lahan kering. Kesesuaian lahan untuk komoditi pertanian pada umumnya sesuai marginal. Produktivitas lahan relatif rendah dengan komoditi yang dibudidayakan disesuaikan dengan kemampuan petani. Tingkat pemanfaatan lahan juga belum optimal. Masyarakat masih memanfaatkan LP dan LU untuk kegiatan pertanian. Sistem budidaya yang dilakukan masih bersifat subsisten. Kondisi perekonomian kawasan belum dapat memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perekonomian wilayah Kutai Timur. Sebagian besar masyarakatnya adalah transmigran dengan tingkat pendidikan yang rendah. Kawasan Kaliorang telah menjadi kawasan transmigrasi selama duapuluh tahun. Sejak tahun 2001 telah ditetapkan sebagai kawasan agropolitan. Selain itu juga menjadi salah satu kawasan pembangunan agribisnis oleh pemerintah daerah. Namun demikian, kondisi kawasan Kaliorang belum berkembang sesuai dengan tujuan pengembangan kawasan yang diinginkan. Hal ini merupakan daya tarik untuk dilakukan kajian pengembangan kawasan transmigrasi. Hasil penelitian Levang (2003) menyatakan bahwa untuk meningkatkan keberhasilan pembangunan ketransmigrasian maka perlu ditinjau dari perpaduan antara faktor-faktor yang terlibat dalam pembangunan tersebut, yaitu: faktor ekologi, ekonomi, teknis dan sosial budaya. Sehubungan dengan kondisi kawasan transmigrasi di lahan kering, maka aspek teknologi dan aksesibilitas lokasi menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengembangan kawasan. Keenam faktor (dimensi) tersebut masih bersifat umum sehingga diperlukan atribut yang dapat diukur untuk mengetahui kondisi keberlanjutan setiap dimensi dari pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering. Guna mempercepat perkembangan kawasan transmigrasi Kaliorang secara berkelanjutan perlu mengkaji dan menentukan faktor kunci pembangunan

9 9 kawasan. Faktor tersebut memiliki pengaruh yang tinggi terhadap faktor lainnya dalam pengembangan kawasan sehingga melalui pengembangan faktor tersebut akan dapat mendorong pengembangan kawasan secara efektif dan efisien. Untuk memudahkan implementasi kebijakan dan strategi pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang, maka semua proses tersebut dilakukan secara partisipatif melibatkan stakeholder kunci. Berdasarkan uraian tersebut diperlukan suatu kajian model pengembangan kebijakan pembangunan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh suatu model kebijakan dan strategi yang dapat memberikan suatu pola pelaksanaan pembangunan kawasan transmigrasi yang berkelanjutan. Model ini dapat menjadi acuan pelaksanaan pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering lainnya yang memiliki karakterisitik kawasan yang serupa. 1.3 Tujuan penelitian Tujuan penelitian model kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering adalah: 1. Mengetahui status keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering dari aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, aksesibilitas, dan kelembagaan. 2. Menganalisis faktor-faktor kunci yang menentukan keberlanjutan pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering. 3. Merumuskan arahan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian model kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering, diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai alat bagi pengambil keputusan dalam penyusunan pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan di Kaliorang. 2. Sebagai acuan bagi pengusaha dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan kawasan transmigrasi berkelanjutan di Kaliorang

10 10 3. Sebagai acuan pelaksanaan pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering lainnya yang memiliki karakterisitik kawasan yang serupa. 4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya terutama yang berhubungan dengan pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering. 1.5 Kerangka Pikir Pembangunan berkelanjutan mempunyai arti bahwa pembangunan dilakukan tidak saja memenuhi kebutuhan penduduk di masa sekarang tetapi juga memenuhi kehidupan generasi di masa mendatang (Moffatt dan Hanley, 2001). Di dalamnya terdapat dua gagasan penting: (1) gagasan kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia, (2) gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Tujuan yang harus dicapai untuk keberlanjutan pembangunan adalah: keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya dan politik, serta pertahanan dan keamanan. Pembangunan berkelanjutan mempunyai prinsip-prinsip dasar dari setiap elemen pembangunan berkelanjutan dapat diringkas menjadi empat, yaitu: pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi dan perspektif jangka panjang (Djajadiningrat, 2001). Pada pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada kepentingan ekonomi dan kepentingan lingkungan, terdapat tiga pilar tujuan, yaitu: pilar pertama, pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan, stabilitas dan efisiensi. Pada pilar kedua pembangunan sosial budaya yang bertujuan pengentasan kemiskinan, pengakuan jati diri dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pilar ketiga pembangunan lingkungan (dalam hal ini penelitian ditinjau dari aspek lahan) yang berorientasi pada perbaikan lingkungan lokal seperti mengurangi laju erosi, sanitasi lingkungan, industri yang lebih bersih dan rendah emisi, dan kelestarian sumberdaya alam (Munasinghe, 1993). Konsep pembangunan kawasan transmigrasi merupakan salah satu strategi untuk pengembangan wilayah baru. Rustiadi et al. (2004) menyatakan bahwa strategi pengembangan dan pembangunan kawasan transmigrasi menjadi sangat penting. Secara teoritis strategi tersebut dapat digolongkan dalam dua kategori strategi, yaitu: demand side strategy dan supply side strategy. Strategi

11 11 demand side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan permintaan akan barang-barang dan jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal yang menciptakan pendapatan dan konsumsi masyarakat lokal. Strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini adalah untuk meningkatkan suplai dari komoditi yang pada umumnya di proses dari sumberdaya alam lokal. Adanya peningkatan penawaran akan meningkatkan ekspor wilayah yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan lokal. Hal ini akan menarik kegiatan lain untuk datang ke wilayah tersebut. Pembangunan kawasan transmigrasi pada tahap perencanaan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan dengan perencanaan atau program pembangunan yang ada di wilayah tersebut. Terdapat banyak faktor yang harus dipertimbangkan secara terpadu pada pembangunan kawasan transmigrasi, karena pembangunan kawasan transmigrasi tidak hanya pembangunan secara fisik (lahan) saja tetapi juga pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial budaya. Komponen pembangunan fisik lahan, komponen pembangunan ekonomi dan komponen pembangunan sosial budaya merupakan tiga komponen utama dalam pembangunan kawasan transmigrasi. Pembangunan secara fisik (lahan kering), juga harus memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan kelestarian, karena pembangunan permukiman transmigrasi akan mengubah fungsi bentang lahan yang diawalnya tidak terdapat kegiatan manusia di atas lahan tersebut. Terdapat tiga komponen utama yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan ruang/wilayah untuk perencanaan kawasan transmigrasi, yaitu: (1) komponen optimasi pemanfaatan sumberdaya lahan seperti potensi pertambangan, kehutanan, perkebunan, pertanian, (2) komponen pemanfaatan lingkungan hidup yang harus memperhatikan upaya-upaya pelestarian sumberdaya alam dan pencegahan kerusakan alam (degradasi lahan), dan (3) komponen sarana dan prasarana untuk permukiman dan usaha pertanian, yang merupakan upaya untuk mendorong peningkatan nilai tambah dari komoditi yang dihasilkan dari ekstraksi sumberdaya alam (Depkimpraswil, 2003). Pada pembangunan kawasan transmigrasi, komponen pembangunan fisik lahan, komponen pembangunan ekonomi dan komponen pembangunan sosial budaya saling berkait dan saling berinteraksi satu dengan lainnya sehingga penting untuk diperhatikan guna menghasilkan pembangunan kawasan

12 12 transmigrasi yang berkelanjutan. Apabila ketiga komponen tersebut ditinjau secara terpadu pada pembangunan kawasan transmigrasi maka akan sangat rumit dan kompleks dikarenakan terdapat komponen yang bersifat eksak seperti kondisi lahan (jenis tanah) dan komponen yang bersifat non-eksak seperti interaksi kehidupan sosial budaya antara penduduk lokal dan penduduk pendatang (transmigran) karena hanya dapat dirasakan. Aspek fisik (lahan), aspek ekonomi dan aspek sosial budaya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya dalam suatu sistem dan bersifat dinamis. Perubahan suatu aspek akan mempengaruhi dinamika aspek lainnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil pembangunan kawasan transmigrasi dan tingkat perkembangannya. Keterkaitan antar aspek fisik (lahan), ekonomi dan sosial budaya tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Aspek ekonomi Aspek fisik lahan Aspek Sosial budaya Lahan kering Pemanfaatan Komoditi tanaman miskin unsur hara luasan lahan pangan (hasil (LP,LU-I & produksi rendah) LU-II) belum Diperlukan tambahan optimal unsur hara (pupuk Harga jual rendah dan kapur) transmigran kurang mampu membeli, Perkembangan / karena mahal (biaya peningkatan ekonomi produksi tinggi) transmigran berjalan cukup lama Hasil pertanian belum optimal Perkembangan kawasan transmigrasi belum optimal, belum berkelanjutan dan perlu waktu Pengetahuan, pengalaman dan latar belakang mengelola lahan kering Transmigran perlu waktu untuk mengetahui/ memahami karakteristik pengelolaan lahan kering Perlu waktu untuk memperoleh hasil pertanian yang memadai Perkembangan/ peningkatan ekonomi perlu waktu Gambar 3. Keterkaitan aspek fisik (lahan), aspek ekonomi dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi perkembangan kawasan transmigrasi di lahan kering Pembangunan ekonomi akan tercapai bila terdapat permintaan dan penawaran barang dan jasa. Pada pembangunan kawasan transmigrasi, lahan ditanami dengan tanaman pertanian dan usaha-usaha pertanian lainnya. Kegiatan ekonomi dari usaha-usaha pertanian di kawasan transmigrasi merupakan hal yang penting, karena merupakan salah satu indikator dalam menilai perkembangan suatu kawasan transmigrasi. Indikatornya adalah seberapa besar nilai barang dan jasa yang dapat dipasarkan atau dijual keluar kawasan transmigrasi tersebut (Azis, 1994). Dengan demikian terdapat kegiatan

13 13 perekonomian dari usaha-usaha pertanian tersebut yang juga harus memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan supaya hasil-hasil pertanian mempunyai nilai ekonomi tertentu, sehingga akan terjadi permintaan dan penawaran akan barang dan jasa secara berkelanjutan. Komponen sosial budaya pada pembangunan kawasan transmigrasi sangat penting, karena terdapat unsur penduduk lokal (setempat) dan penduduk pendatang (transmigran) yang masing-masing mempunyai latar belakang sosial budaya yang berbeda. Perbedaan latar belakang sosial budaya lokal dan pendatang (transmigran) yang bersifat positif sangatlah penting untuk dipertahankan. Demikian juga akan terjadi interaksi kehidupan sosial budaya antar penduduk lokal dan pendatang. Interaksi kehidupan ini dapat saling tenggang rasa, saling menghargai antar pendatang (transmigran) dengan penduduk lokal, sehingga terjadi kehidupan yang harmonis secara berkelanjutan. Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering, perlu memperhatikan aspek teknologi dan kelembagaan. Hal ini karena lahan kering memerlukan perlakuan khusus untuk digunakan sebagai lahan budidaya pertanian. Teknologi budidaya pertanian menjadi relevan apabila dikaitkan dengan pengetahuan masyarakat dalam budidaya pertanian di lahan kering. Aspek kelembagaan menjadi penting karena petani di kawasan transmigrasi memiliki budaya yang berbeda dalam berinteraksi sosial mapun ekonomi. Dengan demikian, aspek sosial masyarakat perlu diperhatikan secara lebih spesifik. Bagi kawasan transmigrasi yang relatif jauh dari pusat kegiatan wilayah, maka aspek aksesibilitas menjadi penting. Prasarana jalan merupakan prasarana vital untuk mengembangkan kawasan ini. Terbangunnya jalan kabupaten (antar kecamatan) dan antar desa akan memudahkan pengangkutan hasil pertanian, barang produksi, dan konsumsi. Selain itu juga akan mendorong pergerakan manusia untuk berinteraksi dalam hubungan ekonomi dan sosial. Interaksi ini pula dapat mendorong alih teknologi antar penduduk. Secara lebih spesifik, pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering dikatakan berkelanjutan apabila memenuhi enam kriteria keberlanjutan pembangunan yakni ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, teknologi, dan aksesibilitas. Beberapa kriteria yang dikembangkan dari enam dimensi tersebut antara lain: kontribusi terhadap PDRB tinggi, pendapatan masyarakat relatif tinggi terhadap upah minimum regional, penyerapan tenaga kerja tinggi, distribusi pendapatan merata, pasar berskala nasional, pola kemitraan ada dan berfungsi,

14 14 perkembangan sarana ekonomi meningkat. Di samping itu secara sosial mencakup: pengetahuan terhadap lingkungan yang memadai, tingkat pendidikan masyarakat relatif sama terhadap kabupaten, frekuensi konflik rendah, partisipasi keluarga dalam pemanfaatan sumberdaya tinggi, ada alternatif usaha, kesehatan masyarakat meningkat, ketersediaan peraturan pengelolan, ada transparansi dalam pengambilan keputusan, pengembangan kelembagaan lokal atas inisiatif masyarakat (Pitcher, 1999). Program pembangunan kawasan transmigrasi merupakan salah satu program pengembangan dan pembangunan wilayah yang dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya alam secara harmonis dan serasi dengan pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi dan sosial budaya untuk pembangunan berkelanjutan (Misra, 1982). Sitorus (2003a) menyatakan bahwa pembangunan wilayah berkelanjutan erat kaitannya dengan rencana pemanfaatan lahan (ruang) yang diwujudkan melalui keterkaitan pengelolaan yang tepat antara sumberdaya alam, dengan aspek sosial ekonomi dan budaya. Dalam perencanaan tata ruang kawasan transmigrasi, ketiga komponen utama tersebut harus disesuaikan dengan pola-pola perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Hal ini seperti dikemukakan oleh Sitorus (2003b), bahwa dalam tahapan pembangunan, penting terlebih dahulu dilakukan perencanaan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui potensi pengembangan lahan, daya dukung lahan dan manfaat lahan. Dalam pengembangan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering menggunakan metode pendekatan sistem yang mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, sosial budaya, teknologi, aksesibilitas, dan kelembagaan dalam suatu analisis yang runtun. Dimensi tersebut penting diperhatikan dalam pembangunan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Kondisi ekonomi, ekologi, sosial budaya, teknologi, aksesibilitas, dan kelembagaan kawasan diperoleh melalui berbagai atribut sesuai dengan keadaan riil di kawasan. Berdasarkan kondisi tersebut diketahui status keberlanjutan kawasan transmigrasi lahan kering. Informasi status keberlanjutan ini merupakan hal yang penting dalam perencanaan pembangunan wilayah. Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan di lahan kering,

15 15 khususnya di kawasan transmigrasi maka perlu mengetahui faktor pengungkit (leveraging factor) keberhasilan pembangunan kawasan. Selain faktor pengungkit, perlu pula memperhatikan kebutuhan stakeholder untuk memudahkan implementasi kebijakan. Dalam melakukan kegiatan pengembangan kawasan transmigrasi di masa mendatang, perlu ditemukenali faktor kunci pengembangan kawasan yang diperoleh dari faktor pemenuhan kebutuhan stakeholder dan faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan kawasan. Faktor kunci ini merupakan masukan dalam perumusan arahan kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering. Sistem yang disusun dalam penelitian ini sekaligus merupakan model pengembangan yang dapat direplikasikan di kawasan transmigrasi lahan kering di wilayah yang karakteristiknya hampir sama. Secara skematis kerangka pemikiran model kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering disajikan pada Gambar 4. Fisik Lahan Ekonomi Sosial Budaya Teknologi Kelembagaan Aksesibilitas Kebijakan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Berkelanjutan di Lahan Kering Kondisi Kawasan Transmigrasi Lahan Kering di Kaliorang Potensi dan permasalahan pengembangan kawasan Dimensi Pembangunan Berkelanjutan : Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Aksesibilitas Status keberlanjutan dan faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan Kebutuhan dan preferensi Stakeholder Faktor Kunci Pengembangan Kawasan Transmigrasi yang Berkelanjutan Prioritas Kebijakan dan Strategi Implementasi Pembangunan Kawasan Transmigrasi yang Berkelanjutan di Lahan Kering Gambar 4. Kerangka pemikiran model kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering

16 Kebaruan Penelitian Kebaruan penelitian (novelty) model pengembangan kebijakan pembangunan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering adalah sistem penyusunan kebijakan pembangunan dan strateginya didasarkan pada status keberlanjutan kawasan, yang ditinjau dari enam dimensi yaitu ekologi, sosial, ekonomi, teknologi, kelembagaan, dan aksesibilitas lokasi. Keenam dimensi ini merupakan pengembangan dari tiga pilar pembangunan berkelanjutan yakni ekologi, ekonomi, dan sosial yang dikembangkan oleh Munasinghe (1993) dan Charles (1994); empat kriteria keberlanjutan yaitu: keberlanjutan lingkungan, ekonomi, sosial, dan teknologi yang dikembangkan oleh Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (2005); empat aspek pembangunan kehutanan berkelanjutan yaitu: aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan yang dikembangkan oleh Center for International Forestry Research - Cifor (1999). Keenam dimensi tersebut dielaborasi dalam suatu sistem pengambilan keputusan dengan melibatkan stakeholder dalam pembangunan kawasan transmigrasi di lahan kering. Hasil penelitian ini dapat menjadi model penyusunan pengembangan kebijakan dan strategi pembangunan kawasan transmigrasi berkelanjutan di lahan kering.

MODEL KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI BERKELANJUTAN DI LAHAN KERING (Studi Kasus di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Kabupaten Kutai Timur)

MODEL KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI BERKELANJUTAN DI LAHAN KERING (Studi Kasus di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Kabupaten Kutai Timur) MODEL KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI BERKELANJUTAN DI LAHAN KERING (Studi Kasus di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Kabupaten Kutai Timur) GATOT DWI ADIATMOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lebak 2005-2025 disusun dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Masalah utama dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian adalah penurunan kualitas lahan dan air. Lahan dan air merupakan sumber daya pertanian yang memiliki peran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA Strategi dan Program Prioritas Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Mahulu

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) Tentang: KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Pertanian Paradigma pembangunan pertanian berkelanjutan dapat menjadi solusi alternatif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kelestarian

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk 1 B A B I PE N D A H U L U A N A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, khususnya dalam Repelita VI, sektor pertanian masih mempunyai peranan strategis, yaitu sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat menjadi suatu koreksi akan strategi pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Krisis tersebut ternyata

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh

Lebih terperinci

PERTANIAN BERBASIS SUMBERDAYA & KEARIFAN LOKAL. Benyamin Lakitan 2017

PERTANIAN BERBASIS SUMBERDAYA & KEARIFAN LOKAL. Benyamin Lakitan 2017 3 PERTANIAN BERBASIS SUMBERDAYA & KEARIFAN LOKAL Benyamin Lakitan 2017 Pertanian berbasis Sumberdaya & Kearifan Lokal Kuliah ke Sumberdaya Pertanian 3 Urgensi, Legalitas & Konsepsi Sumberdaya Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Status Keberlanjutan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kaliorang Keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering di Kaliorang dianalisis dengan model MDS. Nilai indeks

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 3-1972 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

Shared Resources Joint Solutions

Shared Resources Joint Solutions Lembar Informasi Shared Resources Joint Solutions Sawit Watch - Padi Indonesia SRJS di Kabupaten Bulungan Program dengan pendekatan bentang alam ini memilih Daerah Aliran Sungai Kayan dengan titik intervensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting dalam pembangunan pertanian Indonesia masa depan mengingat pesatnya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peranan agribisnis dalam perekonomian Indonesia diharapkan dapat

I. PENDAHULUAN. Peranan agribisnis dalam perekonomian Indonesia diharapkan dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan agribisnis dalam perekonomian Indonesia diharapkan dapat menjamin pertumbuhan ekonomi, kesempatan lcerja dan memperbaiki kondisi kesenjangan yang ada. Keunggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Jumlah penduduk yang terus bertambah mendorong meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia

I. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Nomor Per.06/MEN/2010 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan tropis Indonesia merupakan kekayaan alam yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan terjamin kelestariannya dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan sebagai ketahanan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci