TINJAUAN PUSTAKA. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pengertian dan Tujuan Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh topografi secara alami sehingga semua air yang jatuh pada area tersebut mengalir keluar melalui titik tertentu (outlet). Di dalam suatu DAS terdapat suatu sistem yang terdiri dari komponen yang mempengaruhi input dan output. Adapun komponen yang ada di dalam DAS tersebut adalah topografi, vegetasi, tanah dan manusia, sedangkan proses yang bekerja antara lain evaporasi, transpirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi dan surface detention (Sinukaban, 2005). Secara umum sistem DAS dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu subsistem biofisik dan subsistem sosial ekonomi. Subsistem biofisik suatu DAS mencakup sumberdaya alam seperti tanah, vegetasi dan air yang merupakan objek. Subsistem biofisik merupakan dasar yang akan menentukan bentuk dan struktur dari subsistem sosial ekonomi (Arsyad, 2000). Subsistem sosial ekonomi mencakup sumberdaya manusia yang merupakan subjek dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di dalam DAS. Unsur unsur utama yang ada di dalam DAS akan membentuk suatu sistem yang saling berhubungan satu sama lain (Asdak, 2002). Pengelolaan DAS merupakan suatu usaha untuk memanfaatkan semua sumberdaya yang terdapat pada DAS tersebut secara rasional untuk mencapai produksi optimum secara berkelanjutan dan untuk meminimalkan degradasi sehingga didapatkan hasil air (water yield) dengan jumlah, kualitas dan distribusi yang baik. Dalam pengelolaan yang dimaksudkan diperlukan perencanaan yang spesifik dan komprehensif berdasarkan kemampuan lahan (Sinukaban, 1998). Langkah langkah yang perlu dilakukan dalam kegiatan pengelolaan DAS adalah: (a) melakukan evaluasi kemampuan lahan, (b) memprediksi besarnya erosi yang terjadi pada sistem pengelolaan lahannya, dan (c) membuat perencanaan ulang penggunaan lahan berdasarkan evaluasi kemampuan lahan dan menentukan tindakan pengelolaan yang diperlukan atas hasil evaluasi kemampuan lahan dan prediksi erosi yang telah dilakukan (Sinukaban, 2005).

2 5 Menurut Sinukaban (1995) suatu pengelolaan DAS yang lestari memiliki minimal tiga indikator utama, yaitu (1) pendapatan dan produktifitas masyarakat di dalam DAS yang relatif tinggi, sehingga dapat mendisain kehidupan keluarganya dengan layak, (2) erosi yang terjadi harus lebih kecil dari erosi yang dapat ditolerir, serta (3) agroteknologi yang diterapkan dapat diterima dan dikembangkan oleh petani dengan sumberdaya lokal yang tersedia. Selain itu juga, kelestarian suatu ekosistem DAS dicirikan oleh kemapuan DAS untuk mempertahankan produktivitasnya dari berbagai macam gangguan dan tekanan yang masuk ke dalam ekosistem DAS tersebut baik secara alami ataupun dibuat oleh manusia. Secara garis besar ada tiga sasaran umum yang ingin dicapai dalam pengelolaan DAS, yaitu (1) rehabilitasi lahan terlantar atau lahan yang masih produktif tetapi digarap dengan cara yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, (2) perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitif terhadap terjadinya erosi dan tanah longsor dan (3) peningkatan atau pengembangan sumber daya air dengan cara manipulasi satu atau lebih komponen penyusun sistem DAS yang diharapkan mempunyai pengaruh terhadap prosesproses hidrologi atau kualitas air (Asdak 2002). Pengelolaan DAS Kecil Analisis pada suatu Daerah Aliran Sungai akan valid atau akurat dengan menggunakan suatu model dan hanya untuk DAS dengan lingkup wilayah yang kecil (small watershed). Hal tersebut dilakukan dengan alasan bahwa kondisi dari DAS yang kecil (small watershed) mempunyai karakteristik: (1) luas areal yang kecil ( ha), (2) data hidrologi terbatas bahkan hampir tidak ada sama sekali; (3) pola hujan identik dengan pola run off, (4) intensitas hujan maksimal 15 (I 15 ) menit seringkali akan menghasilkan puncak aliran permukaan (peak discharge), (5) dengan luas yang kecil, maka perubahan yang sedikit dalam DAS akan memberikan pengaruh yang nyata pada keluaran, (6) masalah erosi (Sinukaban, 2000).

3 6 Erosi dan Prediksi Erosi Istilah erosi tanah umumnya diartikan sebagai kehilangan tanah oleh air atau angin. Erosi adalah peristiwa terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami yaitu air dan angin. Selanjutnya Schwaab, et.al (1981) menyatakan bahwa erosi merupakan proses pelepasan (detachment) dan pengangkutan (transportation) dari bahan-bahan tanah oleh air melalui limpasan serta pengendapan (sedimentation) bahan tanah yang terangkut. Dua peristiwa utama, yaitu pelepasan (detachment) dan pengangkutan (transportation) merupakan komponen-komponen erosi tanah yang penting; Di dalam proses terjadinya erosi, peristiwa pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa pelepasan merupakan variabel yang penting yang berdiri sendiri, tetapi pengangkutan tergantung dari pelepasan. Menurut Arsyad (2000), besarnya erosi ditentukan oleh faktor-faktor yang terdiri dari : iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia. Faktor-faktor tersebut bila dinyatakan dengan persamaan deskripsi sebagai berikut : A = f ( C, T, V, S, H) dimana, C = iklim, T = topografi, V = vegetasi, S = tanah dan H = manusia. Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung adalah melalui energi kinetik butir hujan, terutama intensitas dan diameter butir hujan. Pada hujan yang intensif dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar dari pada hujan dengan intensitas kecil dengan waktu berlangsungnya hujan lebih lama (Asdak, 2002). Faktor topografi yang mempengaruhi erosi adalah besarnya sudut lereng, bentuk dan panjang lereng serta bentuk daerah tangkapan air (Schwab et.al, 1981). Selanjutnya menurut Kohnke dan Bertrand (1959 dalam Erlina, 2006) bahwa kemiringan lereng merupakan faktor yang paling berperan, karena selain dapat memperbesar jumlah aliran permukaan, juga mempengaruhi kecepatan aliran permukaan sehingga akan memperbesar kapasitas merusak air.

4 7 Vegetasi sebagai penutup tanah dapat mengurangi pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam empat bagian yaitu: (1) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan merusak air, (3) pengaruh akar dan aktivitas biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetasi serta pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang (Schwab et.al, 1981). Sedangkan sifat sifat tanah yang mempengaruhi erosi meliputi struktur tanah, tekstur, kandungan bahan organik, kadar air, mineralogi liat, kerapatan, serta sifat kimia dan biologi tanah (Schwab et.al, 1981). Dari semua faktor di atas, faktor manusia merupakan faktor yang paling menentukan apakah tanah yang diusahakannya akan rusak atau lestari. Pengaruh manusia yang menentukan terhadap sumber daya tanah, antara lain: (1) luas tanah pertanian yang diusahakan, (2) sistem pengelolaan yang dilakukan, (3) tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi, (4) status penguasaan tanah, (5) harga produk pertanian, (6) pajak, (7) pasar dan input pertanian, dan (8) infrastruktur dan fasilitas (Arsyad, 2000). Prediksi erosi dari sebidang tanah merupakan cara untuk memperkirakan laju erosi pada tanah yang digunakan dalam setiap jenis penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Untuk memprediksi besarnya erosi pada suatu penggunaan lahan yang spesifik, maka digunakan persamaan USLE (universal soil loss equation) (Wischmeier dan Smith, 1978). Persamaan USLE mengkombinasikan faktor-faktor utama penyebab erosi dan hubungan kuantitatifnya untuk memprediksi besarnya erosi akibat air hujan dan aliran permukaan pada suatu daerah tertentu. Model persamaan yang digunakan adalah : A = R x K x L x S x C x P Dimana: A : banyaknya tanah tererosi (ton/ha/thn) R : faktor curah hujan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30 ) tahunan.

5 8 K : faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar yaitu petak percobaan yang panjangnya 22 m yang terletak pada lereng 9% tanpa tanaman. Jika tidak ada data lapangan, maka K dapat dihitung dengan: 100K= 1.29 [2.1 M 1.14 (10-4 ) (12-a) (b-2)+2.5 (c-3) M adalah persentase pasir sangat halus dan debu ( )x(100-% liat), a adalah persentase bahan organik, b adalah kode struktur tanah dan c adalah kelas permeabilitas profil tanah. L : faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22 m dibawah keadaan yang identik. Persamaannya adalah: X L = 22 Dimana X adalah panjang lereng (m) dan m adalah konstanta yang besarnya 0.5 untuk lereng >5%, 0.4 untuk lereng %, 0.3 untuk 1-3% dan 0.2 untuk <1%. S : faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng di bawah keadaan yang identik. Persamaannya adalah: S= sin 2 θ sin 2 θ Dalam prakteknya L dan S dihitung sekaligus dengan persamaan: LS = X m 2 ( ) s s C P : faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman. : faktor tindakan konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan menurut kontur, penanaman dalam strip atau terras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik. Dari kelima faktor yang menentukan nilai prediksi erosi tersebut, faktor faktor yang memungkinkan untuk dimodifikasi secara teknologi dan sosial ekonomi adalah faktor C dan P. Beberapa cara untuk memodifikasi nilai C dan P

6 9 misalnya melalui penanaman dengan sistem rotasi, tumpang sari, tumpang gilir, mulsa dan lain-lain. Nilai CP untuk setiap jenis pola tanam ditentukan berdasarkan hasil-hasil penelitian plot erosi, baik di dalam maupun di luar daerah penelitian. Pengaruh pola tanam dan jenis tanaman tidak saja tergantung pada jenis vegetasi, kerapatan, kualitas pertumbuhan, pengelolaan tanaman, namun bervariasi antara bulan dan musim. Oleh karena itu, efektivitas tanaman dalam menurunkan tingkat erosi sangat tergantung pada ketebalan dan lebar tajuk tanaman dan sistem pengelolaaannya yang paling tepat (Sinukaban, 1989). Metode USLE penggunaannya sangat terbatas karena: (1) tidak dapat digunakan untuk memprediksi area yang relatif luas, (2) hanya dapat dipakai untuk area yang relatif sempit dengan topografi yang relatif seragam dan bentuk usahatani yang spesifik, (3) hanya memperkirakan erosi lembar dan erosi alur, dan tidak ditujukan untuk menghitung erosi parit, dan (4) USLE bersifat empiris dan secara matematik tidak mewakili proses erosi yang sebenarnya. Persamaan USLE sebagai model untuk memprediksi erosi jika dibandingkan dengan model yang lain mempunyai kelebihan, yaitu variabel variabel yang berpengaruh terhadap besarnya kehilangan tanah dapat diperhitungkan secara terperinci dan terpisah. Selain itu indikator variabel datanya relatif mudah diperoleh, data tersebut sebagai faktor yang digunakan untuk memprediksi erosi tanah. Hasil prediksi erosi di atas akan dibandingkan dengan erosi yang dapat ditoleransikan (ETol) dalam jangka waktu yang lama untuk menentukan apakah tanah yang digunakan tersebut lestari atau tidak. Erosi Yang Masih dapat Ditoleransikan Menurut Sinukaban (1989), apabila laju erosi digunakan sebagai petunjuk kerusakan suatu DAS, maka diperlukan suatu tolak ukur untuk menentukan kebijaksanaan penanggulangannya. Tolak ukur yang sudah secara luas dipakai adalah erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol). Erosi yang masih dapat ditoleransikan adalah jumlah tanah hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah produktif secara lestari (Hardjowigeno et.al, 2001).

7 10 Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat ditoleransikan adalah perlu karena tidak mungkin untuk menekan laju erosi menjadi nol pada tanah tanah yang diusahakan untuk kegiatan pertanian. Oleh sebab itu suatu kedalaman tanah tertentu harus dipelihara agar terdapat suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berkembangnya akar tanaman, tempat menyimpan air serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sehingga dapat tumbuh dengan baik (Arsyad, 2000). Dalam menentukan besarnya erosi yang dapat ditoleransikan harus mempertimbangkan ketebalan lapisan tanah atas (top soil), sifat fisik tanah, pencegahan terjadinya erosi (gully), penurunan kandungan bahan organik dan kehilangan unsur hara (Hardjowigeno et.al, 2001). Selain itu, dalam menentukan erosi yang dapat ditoleransikan, perlu ditentukan jangka waktu penggunaan tanah (Soil Resource Life) yang diharapkan. Jangka waktu penggunaan tanah adalah lamanya waktu yang ditentukan dimana erosi yang terjadi hanya menghilangkan tanah sampai kedalaman yang telah ditetapkan, sehingga kedalaman tanah yang tersisa masih dapat produktif. Makin lama jangka waktu kelestarian yang diharapkan, berarti makin sedikit jumlah erosi yang dapat ditoleransi setiap tahun (Hardjowigeno et.al, 2001). Kemampuan Lahan Kemampuan lahan pada dasarnya merupakan potensi lahan untuk berbagai penggunaan dalam sistem pertanian secara luas dan tidak menitik-beratkan pada peruntukan jenis tanaman tertentu. Lahan dengan kelas kemampuan yang tinggi mempunyai potensi lebih besar untuk berbagai bentuk penggunaan dalam kegiatan pertanian secara intensif (Klingebeil dan Montgomery, 1976). Klasifikasi kemampuan lahan adalah cara penilaian lahan terhadap komponen komponen lahan secara sistematis dan mengelompokkannya ke dalam berbagai kategori berdasarkan sifat-sifat yang merupakan potensi dan atau penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Dalam klasifikasi kemampuan lahan, lahan dapat digolongkan ke dalam tiga kategori utama yaitu: kelas, sub kelas dan satuan kemampuan lahan (Klingebeil dan Montgomery, 1976).

8 11 Kelas Kemampuan Lahan Kelas kemampuan lahan merupakan pengelompokan tertinggi dan bersifat luas dalam struktur klasifikasi kemampuan lahan. Pengelompokan kelas didasarkan atas kemampuan lahan tersebut untuk memproduksi pertanian secara umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang. Dalam kelas kemampuan lahan, tanah dikelompokkan kedalam delapan kelas yang diberi nomor Romawi I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai VIII (Klingebeil dan Montgomery, 1976). Sub Kelas Kemampuan Lahan Pengelompokan dalam sub kelas didasarkan pada jenis faktor penghambat atau ancaman kerusakan. Sub kelas kemampuan lahan menunjukkan unit kemampuan lahan yang mempunyai jenis hambatan atau ancaman dominan yang sama jika digunakan untuk pertanian sebagai akibat faktor sifat-sifat tanah, topografi, hidrologi dan iklim. Terdapat empat jenis hambatan atau ancaman dalam sub kelas kemampuan lahan, yaitu: 1) ancaman erosi (e), 2) kondisi draenase atau kelebihan air atau ancaman banjir (w), 3) hambatan daerah perkaran (s), dan 4) hambatan iklim (c) (Arsyad, 2000). Satuan Kemampuan Lahan (Land Capability Unit) Satuan kemampuan lahan memberikan informasi yang lebih spesifik dan lebih terinci untuk setiap bidang lahan dibandingkan sub kelas kemampuan lahan. Satuan kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan yang sama atau hampir sama kesesuaiannya bagi tanaman. Satuan kemampuan lahan memerlukan pengelolaan yang sama dan memberikan respon atau tanggapan yang sama terhadap masukan pengelolaan yang diberikan. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam satu satuan kemampuan harus cukup seragam dalam sifat-sifat tanah dan lingkungan yang mempengaruhi kualitas lahan sehingga mempunyai potensi dan hambatan yang sama. Dengan demikian, lahan di dalam satu satuan kemampuan lahan harus cukup seragam dalam: (a) produksi tanaman pertanian di bawah tindakan pengelolaan yang sama, (b) kebutuhan akan tindakan konservasi dan pengelolaan yang sama di bawah vegetasi penutup yang sama, dan (c) mempunyai

9 12 produktivitas potensial yang setara (Arsyad, 2000). Pendugaan jangka panjang hasil tanaman yang diusahakan pada setiap bidang lahan dalam satuan kemampuan lahan yang sama dengan pengelolaan yang sama tidak boleh mempunyai perbedaan lebih dari 25%. Perencanaan Usahatani Lahan Kering dan Pertanian Berkelanjutan Usahatani lahan kering belum banyak dipahami secara mendalam. Hidayat, et al. (2000) mendefinisikan lahan kering sebagai lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian waktu dalam setahun. Sedangkan menurut Abdurrachman, et al. (2000) lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya bersumber dari air hujan. Lahan kering pada umumnya berada di bagian hulu suatu DAS. Kriteria yang membedakan lahan kering dengan lahan jenis lainnya adalah sumber air. Sumber air bagi lahan kering adalah air hujan, sedangkan bagi lahan basah di samping air hujan juga dari sumber air irigasi. Usahatani lahan kering dalam keadaan alami memiliki berbagai kondisi yang menghambat pengembangannya. Beberapa kendala tersebut antara lain keterbatasan air, kesuburan tanah yang rendah, peka terhadap erosi, topografi yang bergelombang sampai berbukit, ketersediaan sarana yang kurang memadai dan sulitnya memasarkan hasil (Haridjaja, 1990). Kendala lingkungan dan kondisi sosial-ekonomi petani, serta keterbatasan sentuhan teknologi konservasi yang sesuai tersebut menyebabkan kualitas dan produktivitas sistem usahatani yang ada masih sangat terbatas. Sebagian besar lahan kering ini dikelola oleh petani miskin yang tidak mampu melaksanakan upaya-upaya konservasi, sehingga makin lama kondisinya makin memburuk. Lahan tersebut pada umumnya terdapat di wilayah desa tertinggal dan hasil pertaniannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup penggarap bersama keluarganya (Karama dan Abdurrachman, 1995). Usahatani lahan kering umumnya dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga petani. Oleh sebab itu pemilihan jenis tanaman yang diusahakan masih berorientasi pada jenis komoditas pangan seperti padi gogo, jagung, kacang tanah, dan ubi kayu. Sistem usahatani yang demikian, disadari

10 13 maupun tidak akan mempercepat terbentuknya lahan kritis. Permasalahan petani miskin yang semakin terdesak menggunakan lahan marginal akan menyebabkan petani dan lahan terjebak dalam lingkaran yang saling memiskinkan. Petani miskin di lahan yang miskin akan terus saling memiskinkan apabila faktor-faktor penyebabnya tidak dibenahi (Sinukaban, 2001). Pemilihan skala prioritas yang harus ditanggulangi lebih dahulu, apakah kemiskinan atau kerusakan lingkungan menghadapkan pada pilihan yang sulit. Pilihan yang sulit ini menyebabkan pemutusan siklus yang saling memiskinkan ini harus dilakukan secara bersamaan antara pengendalian kerusakan lingkungan dan pengentasan kemiskinan (Sinukaban dan Sihite, 1993). Pada kondisi lahan yang telah terdegradasi berat tidak mudah untuk meningkatkan produktivitasnya, semakin parah tingkat kekritisan lahan maka semakin serius gangguan terhadap lingkungan; akibatnya adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas lahannya semakin sulit. Lahan lahan yang terdegradasi harus segera direhabilitasi sehingga produktivitas lahan dapat ditingkatkan. Mengingat lahan kering marginal dan kritis tersebut sebagian besar terletak di DAS bagian hulu dan tengah, maka pembangunan usahatani lahan kering tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kesejahteraan penduduk. Disamping itu terdapat fungsi yang lebih jauh lagi, yaitu untuk menyelamatkan sumberdaya yang terdapat di dalam DAS, dari hulu hingga ke daerah hilir. Penanganan masalah secara parsial yang telah ditempuh selama ini ternyata tidak mampu mengatasi masalah lahan kering yang kompleks dan juga tidak efisien ditinjau dari segi biaya. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan yang holistik dengan fokus sumberdaya alam. Dalam skala makro strateginya disebut ecoregional initiative dan dalam skala mikro dijabarkan dalam integrated crop management. Kunci keberhasilan usahatani lahan kering berkelanjutan dalam skala mikro (integrated crop management) adalah: (a) mengusahakan agar tanah tertutup tanaman sepanjang tahun guna melindungi tanah dari erosi dan pencucian unsur hara, (b) mengembalikan sisa-sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang ke dalam tanah guna mempertahankan bahan organik tanah (Kartaatmadja dan Fagi, 1999).

11 14 Pengembangan usahatani lahan kering di daerah hulu DAS saat ini telah mendapat perhatian yang cukup besar. Besarnya perhatian ini tidak hanya dikaitkan dengan keberlanjutan usahatani di daerah tersebut, tetapi juga dampak hidrologinya di daerah hilir. Terlebih lagi dengan ketidakseimbangan pembangunan dan investasi antara lahan kering di daerah hulu dengan lahan kering di daerah hilir akhir-akhir ini. Alternatif utama yang dapat dilakukan dalam perencanaan usahatani lahan kering meliputi beberapa tahap (Sinukaban, 1999) yaitu: (1) mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan, (2) melakukan prediksi erosi, (3) melakukan analisis ekonomi usahatani, dan (4) mempertimbangkan aspek sosial. Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang dirancang secara sistematis menggunakan akal sehat dan usaha keras yang berkesinambungan sehingga pertanian itu sangat produktif secara terus menerus. Pertanian berkelanjutan merupakan habitat tenaga kerja dalam jumlah yang besar dan merupakan suatu usaha yang menguntungkan. Dengan demikian, pertanian semacam ini akan menghasilkan produksi pertanian yang cukup tinggi dan memberikan penghasilan yang layak bagi petani secara terus menerus, sehingga mereka dapat merancang masa depannya sendiri. Disamping menghasilkan produksi yang tinggi secara terus menerus, pertanian berkelanjutan juga harus menghasilkan spektrum produksi yang luas sehingga dapat menyediakan bahan baku berbagai agroindustri dan produk-produk eksport secara lestari. Selanjutnya akan mempunyai kemampuan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dengan pendapatan yang cukup tinggi, sehingga daerah perianian ini akan menjadi penyerap hasil-hasil industri (Sinukaban, 2001). Produksi pertanian yang cukup tinggi dapat dipertahankan secara kontinyu apabila erosi lebih kecil dan erosi yang dapat ditoleransikan. Hal ini dapat dicapai jika petani menerapkan sistem pertanian yang pengelolaannya sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Disamping itu pembangunan pertanian harus dapat memberikan hasil yang cukup tinggi bagi petani dalam jangka pendek tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dalam jangka panjang. Dengan demikian diperlukan penerapan teknologi berupa penerapan sistem usahatani konservasi untuk membangun pertanian menjadi industri yang lestari berdasarkan

12 15 pengembangan sistem pengelolaan lahan dan tanaman yang ekonomis dalam jangka pendek dan dapat mempertahankan produktivitas lahan yang cukup tinggi dalam waktu yang tidak terbatas (Sinukaban, 2001). Sinukaban (1998) menjelaskan bahwa sistem usahatani konservasi adalah sistem usahatani yang mengintegrasikan tindakan/teknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem usahatani yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, serta menekan erosi sehingga sistem usahatani tersebut dapat berkelanjutan tanpa batas waktu. Dengan demikian sistem usahatani konservasi bukan hanya bertujuan untuk menerapkan tindakan konservasi tanah dan air, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mempertahankan pertanian yang lestari. Dalam sistem usahatani konservasi akan diwujudkan ciri-ciri sebagai berikut : (1) produksi usahatani cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya, (2) pendapatan petani yang cukup tinggi, sehingga petani dapat mendisain masa depan keluarganya dengan pendapatan usahataninya, (3) teknologi yang diterapkan baik teknologi produksi maupun teknologi konservasi merupakan teknologi yang diterima dan diterapkan sesuai dengan kemampuan sendiri sehingga sistem usahatani tersebut dapat diteruskan tanpa bantuan dari luar secara terus menerus, (4) komoditi yang diusahakan sangat beragam dan sesuai dengan kondisi biofisik daerah, dapat diterima oleh petani dan laku di pasar, (5) laju erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan, sehingga produksi yang tinggi tetap dapat dipertahankan atau ditingkatkan secara lestari dan fungsi hidrologis daerah tetap terpelihara dengan baik sehingga tidak terjadi banjir di musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, dan (6) sistem penguasaan/pemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang (longtime invesvtment security) dan menggairahkan petani untuk tetap berusahatani. Beberapa teknik konservasi yang telah dikenal seperti pemberian mulsa, budidaya lorong (alley cropping), teras gulud dan teras bangku telah terbukti dapat menekan laju erosi. Meskipun pemberian mulsa kurang efektif dalam mengendalikan laju erosi, tetapi mulsa memiliki beberapa keunggulan lain yang dapat meningkatkan produksi tanaman, bahkan memungkinkan untuk melakukan

13 16 budidaya tanpa olah tanah atau olah tanah minimum. Oleh karena itu, penggunaan mulsa tetap sangat dianjurkan namun dengan cara mengkombinasikannya dengan teknik konservasi tanah lainnya yang efektif dalam mengendalikan erosi. Analisis Finansial Usahatani dan Standar Hidup Layak Menurut Soekartawi (1986), ada tiga variabel yang perlu diperhatikan dalam analisis finansial usahatani dan standar hidup layak, yaitu (1) penerimaan usahatani, (2) biaya usahatani dan (3) pendapatan usahatani. 1. Penerimaan Usahatani, merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, persamaannya sebagai berikut : TR = Σ Yi.Pyi dimana : TR = total penerimaan ; Yi = produksi yang diperoleh dalam satu musim tanam ke-i (kg) ; Pyi = harga komoditas ke-i (Rp) 2. Biaya Usahatani, merupakan nilai semua input yang dipakai dalam satu musim tanam selama proses produksi, baik langsung maupun tidak, dengan persamaan sebagai berikut : TC = Σ Xi.Pxi dimana : TC = Biaya total ; Xi = jumlah fisik dari input usahatani ; Pxi = harga input ke-i (Rp) dan i = macam komoditas yang dikembangkan dalam suatu usaha tani 3. Pendapatan Usahatani, merupakan selisih dari total penerimaan terhadap total pengeluaran. PU = TR TC dimana : PU = pendapatan usahatani (Rp); TR = total penerimaan (Rp); dan TC = total biaya usahatani (Rp) Garis kemiskinan untuk wilayah Indonesia dikategorikan menjadi 3 (tiga) yang dinyatakan sebagai Nilai Ambang Kecukupan Pangan yaitu : miskin, miskin sekali, dan paling miskin (Sajogyo, 1990). Garis kemiskinan tersebut dinyatakan dalam nilai mata uang (Rp/bulan), ekivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun), dimana nilai ambang kecukupan untuk tingkat pengeluaran

14 17 rumah tangga di pedesaan berkisar antara kg/orang/tahun sedangkan di perkotaan berkisar antara kg/orang/tahun. Adapun perhitungan untuk kebutuhan fisik minimum dan kebutuhan hidup layak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut : 1. Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) = kebutuhan beras satu rumah tangga x 100% x jumlah anggota keluarga x harga beras. 2. Kebutuhan Hidup Tambahan (KHT) = pendidikan dan sosial + kesehatan dan rekreasi + asuransi dan tabungan. - Kebutuhan untuk pendidikan dan kegiatan sosial = 50% KFM; - Kebutuhan untuk kesehatan dan rekreasi = 50% KFM; dan - Kebutuhan untuk asuransi dan tabungan = 50% KFM. 3. Kebutuhan Hidup Layak (KHL) = KFM + KHT = kebutuhan equivalen beras satu rumah tangga x 2,5 x jumlah anggota keluarga x harga beras. Jika setiap rumah tangga diasumsikan terdiri dari 5 orang, dengan harga beras Rp 2.800/kg (harga di lokasi), maka kebutuhan hidup layak (KHL) = 320 kg/orang/tahun x 2,5 x 5 orang/kk x Rp = Rp /kk/tahun. Agar usahatani tersebut dapat berlangsung terus, maka pendapatan bersih petani harus > Rp /kk/thn.

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh pembatas topografi berupa punggung-punggung bukit atau gunung yang menampung air hujan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Metode prediksi erosi yang secara luas telah dipakai serta untuk mengevaluasi teknik konservasi pada suatu area diantaranya

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pertanian lahan kering adalah merupakan suatu bentuk bercocok tanam diatas lahan tanpa irigasi, yang kebutuhan air sangat bergantung pada curah hujan. Bentuk pertanian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan Standar Nasional Indonesia Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan ICS 13.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus sesuai dengan kemampuannya agar tidak menurunkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab menurunnya produktivitas suatu lahan. Degradasi lahan adalah kondisi lahan yang tidak mampu menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR

VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR KONSERVASI TANAH : Penggunaan tanah sesuai dengan kelas kemampuan tanah dan memperlakukan tanah tersebut agar tidak mengalami kerusakkan. Berarti : 1. menjaga tanah agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik (Arsyad, 1989).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 KONSERVASI TANAH 1. Pengertian Konservasi Tanah Penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU EROSI

MENENTUKAN LAJU EROSI MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

Konservasi lahan Konservasi lahan adalah usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani dengan memperhatikan kelas kemampuannya dan dengan menerapkan

Konservasi lahan Konservasi lahan adalah usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani dengan memperhatikan kelas kemampuannya dan dengan menerapkan Data tahun 1992 menunjukkan bahwa luas lahan usahatani kritis di luar kawasan hutan telah mencapai ±18 juta hektar. Setelah hampir 13 tahun, lahan kritis diluar kawasan hutan pada tahun 2005 sekarang ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan kemiringan lereng yang bervariasi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit atau yang dapat menampung

Lebih terperinci

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan lahan berkelanjutan (sustainable land management) adalah pengelolaan lahan secara terpadu berbasis ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan serat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan sumber kehidupan manusia dan sebagai pendukung kelangsungan hidup manusia sekaligus merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk memperbaiki sektor pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan serta mengatasi

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO Rini Fitri Dosen pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Almuslim ABSTRAK Lahan kering di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan. Erosi semacam itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off). BAB VII. EROSI DAN SEDIMENTASI A. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipelajari pengetahuan dasar tentang erosi pada DAS, Nilai Indeks Erosivitas Hujan, Faktor Erodibilitas Tanah, Faktor Tanaman atau Faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 KONSERVASI TANAH 1. Pengertian Konservasi Tanah Penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman sebanyak keperluan untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman apabila kekurangan air akan menderit (stress)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air.sedimentasi merupakan akibat dari adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 10 C. Tujuan Penelitian... 10

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

Manusia: Faktor manusia akhirnya menjadi penentu apakah tanah atau lahan akan menjadi rusak atau lebih baik dan produktif. Tergantung pada : tingkat

Manusia: Faktor manusia akhirnya menjadi penentu apakah tanah atau lahan akan menjadi rusak atau lebih baik dan produktif. Tergantung pada : tingkat AMDAL (AGR77) Manusia: Faktor manusia akhirnya menjadi penentu apakah tanah atau lahan akan menjadi rusak atau lebih baik dan produktif. Tergantung pada : tingkat pendapatan, penguasaan teknologi, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan hidup manusia, berupa sumberdaya hutan, tanah, dan air. Antara manusia dan lingkungan hidupnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5 PETA SATUAN LAHAN Pembuatan Satuan Lahan Lereng Faktor lereng sangat mempengaruhi erosi yang terjadi. Pengaruh lereng pada proses terjadinya erosi yaitu mempengaruhi besarnya energi penyebab erosi. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Model merupakan representasi dari realita. Tujuan pembuatan model adalah untuk membantu mengerti, menggambarkan, atau memprediksi bagaimana suatu fenomena bekerja di dunia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan DAS Krueng Peutoe yang luasnya 30.258 ha terdiri atas lima jenis penggunaan lahan, yaitu pemukiman, kebun campuran, perkebunan, semak belukar dan hutan primer. Dari

Lebih terperinci