BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Setting Pengamatan dilakukan terdapat dua setting yang terdapat di KRC. Kedua setting tersebut berada pada dua kawasan yang berbeda. Setting pertama merupakan setting yang berada di kawasan koleksi yaitu Taman Sakura dan setting berikutnya berada di kawasan rekreasi yaitu Lawn. Lokasi kedua setting dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 5). Gambar 5. Setting Penelitian

2 5.1.1 Taman Sakura Taman Sakura memiliki luas areal sebesar ± m² dan berada di vak XX.B yang berdekatan dengan obyek wisata lainnya, yaitu Taman Rhododendron, Jalan Air, dan Air Terjun Cibogo (Gambar 6). Keunikan jenis koleksi serta lokasi Taman Sakura yang berdekatan dengan obyek wisata lainnya menyebabkan setting ini ramai dikunjungi oleh para wisatawan. Gambar 6. Lokasi Taman Sakura Aktivitas yang mendominasi setting ini adalah kegiatan rekreasi dan kegiatan piknik yang dilakukan oleh perorangan maupun berkelompok. Kegiatan rekreasi yang biasa dilakukan adalah bermain air, berenang, maupun mengabadikan gambar di setting ini. Perancangan yang kurang tepat pada setting ini menyebabkan terdapatnya pemusatan lokasi beraktivitas, sehingga terdapat bagian yang kelebihan daya dukung dan bagian yang jarang dikunjungi. Lokasi yang sering dimanfaatkan oleh para wisatawan berada di daerah timur hingga selatan setting dan lokasi yang jarang dikunjungi berada di sebelah utara setting (Gambar 7).

3 Gambar 7. Penyebaran Pengunjung pada Setting Taman Sakura Koleksi sakura merupakan hal utama yang menjadi daya tarik setting dan merupakan tanaman utama penyusun yang menyusun lanskapnya. Terdapat sebanyak 250 pohon sakura pada setting ini. Setting Taman Sakura memiliki 5 spesies sakura, yaitu Prunus Cerasoides (121 pohon), Prunus Campulata (124 pohon), Prunus Yamasakura (1 pohon), Prunus spp. (3 pohon), dan Prunus Xydoensis (1 pohon). Prunus Yamasakura, Prunus spp., dan Prunus Xydoensis merupakan spesies sakura berasal dari Jepang dan dua jenis lainnya merupakan spesies lokal yang berasal dari Indonesia. Sakura memiliki bunga dengan warna merah muda yang menarik, namun pada saat penelitian ini berlangsung pohon sakura tidak pada musim berbunga. Pohon sakura pada setting ini, didominasi oleh tanaman muda yang tingginya dibawah 2 meter dengan tinggi rata-rata percabangan pertama pohon sakura dari tanah adalah 0,3 meter, sehingga ranting, daun, dan bunga berada pada ketinggian rata-rata antara 0,3 meter hingga 2 meter. Ketinggian ini merupakan ketinggian yang berada pada daerah jangkauan tangan manusia. Pohon sakura dengan ketinggian diatas 2 meter memiliki ketinggian rata-rata 3 meter dengan tinggi rata-rata percabangan pertama pohon sakura dari tanah adalah 0,7 meter, dan ketinggian ranting, daun, dan bunga juga berada pada daerah jangkauan tangan manusia.

4 Gambar 8. Peta Taman Sakura Selain pohon sakura, juga didapati tanaman lain yang menjadi penyusun utama lanskap areal ini seperti pohon kecrutan (1 pohon), palem merah (14 pohon), pakis monyet (5 pohon), pangkas kuning (12 semak), cemara kipas (8 pohon), dan rumput paetan. Pohon kecrutan memiliki bunga berwarna jingga dengan ketinggian 8 meter. Palem merah yang berada di setting ini terdapat di tiga titik yang berbeda dimana disetiap lokasinya terdiri dari 4-6 pohon palem merah dengan ketinggian ratarata 3 meter. Semak pangkas kuning yang berada di setting ini, hanya dapat ditemui pada ulangan pertama dan kedua kemudian dalam pengamatan diulangan selanjutnya obyek ini dipangkas habis oleh pihak pengelola kawasan, sehingga tidak didapati adanya aksi vandalisme yang menjadikan obyek ini sebagai sasaran pada ulangan selanjutnya. Pemangkasan ini dilakukan karena tanaman tersebut dalam kondisi yang tidak sehat sehingga nampak berupa ranting kering. Hal lain yang menunjang daya tarik areal ini adalah sungai buatan yang aliran airnya berasal dari jalan air. Setting ini dilengkapi dengan beberapa fasilitas yang

5 disediakan untuk menunjang kenyamana para pengunjung, seperti gazebo, jembatan, media informasi, papan nama tanaman, besi untuk berjualan, tempat sampah, dan jalan setapak. Pada pengamatan lapang tidak ditemui tersedianya bangku taman yang diletakkan didalam setting. Taman Sakura memiliki media informasi yang terbuat dari material seng dan dilapisin dengan cat besi dengan jumlah coretan sebanyak 5% dari keseluruhan permukaannya. Fasilitas lainnya adalah dua buah gazebo yang berada pada lokasi yang berbeda. Gazebo pertama berada didekat akses utama untuk masuk ke taman sakura, sedangkan gazebo yang lainnya berada jauh lebih dalam. Gazebo pertama terbuat dari material beton dan beratap genteng dengan tempat duduk yang terbuat dari material kayu. Gazebo ini memiliki coretan sebanyak 15% dari luas keseluruhan gazebo (37,50 m²). Material yang menyusun gazebo kedua seluruhnya terbuat dari beton dan beratap genteng dengan jumlah coretan sebesar 80% dari luas permukaan keseluruhan Lawn Lawn terletak pada vak VI.B yang berseberangan dengan kolam besar dan berada sekitar setengah kilometer dari guest house (Gambar 9). Luas areal sebesar ± m² yang sebagian besar arealnya berupa padang rumput. Gambar 9. Lokasi Lawn

6 Areal ini merupakan areal yang sering digunakan untuk melaksanakan social gathering dengan intensitas kunjungan yang tinggi banyak pengunjung yang memanfaatkan areal ini sebagai areal piknik, maupun sebagai tempat untuk mengadakan acara-acara berkelompok, seperti acara tahunan kantor, acara perpisahan sekolah, dan lain-lain. Tingginya intensitas kunjungan disebabkan karena areal ini memiliki topografi yang sesuai untuk melakukan piknik dengan topografi yang relatif datar serta areal yang cukup terbuka dan luas. Gambar 10. Peta Lawn Pada Gambar 8 dapat terlihat bahwa kategori tanaman yang menyusun Setting Lawn adalah pohon dan ground cover dan tidak didapati adanya kategori tanaman semak. Tanaman yang yang terdapat pada areal ini adalah pohon bunya-bunya (19 pohon), pinus (6 pohon), cemara angin (11 pohon), cemara jupiter (2 pohon), pohon sakura (2 pohon), ki perak (8 pohon), rumput paetan, dan lantana. Ki perak

7 (Rhaphiolepis championi) yang terdapat pada setting ini merupakan tanaman muda yang belum mengalami pertumbuhan masksimal dengan tinggi rata-rata sebesar 0,6 meter sehingga tinggi tanaman masih berada dalam ketinggian yang mudah untuk dijangkau oleh tangan manusia. Sedangkan pohon sakura pada setting lawn memiliki tinggi rata-rata sebesar 5 meter dengan tinggi rata-rata percabangan pertama sebesar 0,8 meter. Seperti halnya pada setting taman sakura, pohon sakura pada setting lawn tidak mengeluarkan bunga karena saat pengamatan dilakukan pohon sakura tidak dalam masa berbunga. Tanaman lain yang menyusun setting ini adalah lantara. Lantana memiliki bunga dengan warna yang mencolok dan berwarna-warni (merah, merah muda, dan kuning) sehingga dapat menarik calon pelaku aksi vandalisme tipe 3 untuk melakukan aksi mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman tersebut. Selain itu, tanaman groundcover ini memiliki tinggi rata-rata 0,6 meter sehingga mudah untuk dijangkau oleh tangan manusia. Fasilitas yang mendukung areal ini adalah besi berjualan, papan nama tanaman, bangku taman dan tempat sampah, namun jika para pengunjung membutuhkan dapat menyewa tenda dan panggung. Besi untuk berjualan ini hanya berupa kerangka besi yang tidak menempel pada tanah dan hanya diletakkan begitu saja pada lokasi tempat mereka biasa berjualan sehingga saat hari-hari tertentu dimana para penjaja makanan ini tidak berjualan, besi-besi ini digunakan sebagai sasaran dari aksi vandalisme. Pada setting ini terdapat 11 buah papan nama tanaman dengan dua jenis yang berbeda dimana jenis pertama berupa lempengan seng yang bertuliskan identitas tanaman yang peletakkannya dengan menempelkan papan nama tersebut pada tanaman dengan menggunakan paku, sedangkan jenis yang lainnya berupa papan seng yang peletakkan papan tersebut terpisah dari tanaman dan tergabung dengan tabung seng yang menempel pada tanah. Terdapat pula tiga buah bangku taman yang letaknya menyebar di tiga lokasi berbeda. Ketiga bangku taman ini terbuat dari material yang sama yaitu beton. Dua diantaranya ditemukan adanya tulisan yang dibubuhkan pada fasilitas ini dan satu fasilitas yang lainnya bersih dari coretan. Besarnya coretan yang terdapat pada kedua fasilitas tersebut adalah 5% dari keseluruhan permukaan untuk tiap fasilitas. Setting lawn memiliki 5 tempat sampah,

8 dimana satu diantaranya sudah rusak namun masih difungsikan sebagai tempat sampah. Vandalisme pada obyek ini masih dianggap ada namun dalam jumlah yang sangat kecil, hanya ditemukan satu tempat sampah yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini dengan banyak coretan sebesar 5% dari keseluruhan luas permukaan bangku taman. 5.2 Karakteristik Pelaku Vandalisme Karakteristik pelaku vandalisme secara keseluruhan didominasi oleh pelaku dengan jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan pada tingkat usia, pelaku vandalisme merupakan remaja dengan kisaran usia tahun. Peran pendidikan dalam perilaku vandalisme didominasi oleh pelaku dengan jenjnang pendidikan SMP (Tabel 5). No. Tabel 5. Karakteristik Pelaku Vandalisme Taman Sakura Karakteristik Jumlah Persentase Jumlah (orang) (%) (orang) Lawn Persentase (%) 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Usia a tahun ,5 b tahun 31 77, c. >20 tahun 9 22,5 5 12,5 3 Pendidikan a. SD ,5 b. SMP 21 52, ,5 c. SMA 19 47,5 9 22,5 d. Akademi/ Perguruan Tinggi

9 Pelaku vandalisme didominasi oleh laki-laki dengan presentase lebih besar dari 50% (Tabel 5). Hal serupa juga ditemukan dalam Hindelang (1976); Mawby (1980); Murtiartini (1999); Smith (2003) yang menemukan bahwa tingkat partisipasi laki-laki dalam aksi vandalisme lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat partisipasi perempuan. Hal ini dapat disebabkan karena sifat dasar perempuan yang lebih menyukai keindahan sehingga menyebabkan minimnya tingkat partisipasi wanita dalam aksi pengrusakan. Sementara laki-laki yang lebih menyukai kegiatan rekreasi yang bersifat menantang atau berpetualang (Murtiartini, 1999) sehingga memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan aksi perusakan. Dari Tabel yang sama juga diperoleh bahwa pelaku vandalisme berusia 14 hingga 20 tahun dengan presentase diatas 25% (Tabel 5). Usia ini merupakan kategori remaja dimana tingkat keterlibatan mereka merupakan bagian dari perkembangan alami mereka untuk menunjukkan identitas, mengeksplorasi, dan memanipulasi lingkungan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Soemarwoto (2004) yang menyatakan bahwa vandalisme banyak dilakukan oleh remaja. Tingkah laku yang ditunjukkan oleh remaja sangat dipengaruhi emosi, sedangkan kebanyakan emosi remaja masih sangat labil sehingga bentuk-bentuk emosi mereka sering tampak sebagai tindakan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan dampaknya (Mappiare, 1982). Dalam hal peran pendidikan terhadap vandalisme, menurut Wijaya (1973) semakin tinggi pendidikan seseorang maka kesadaran akan lingkungan juga akan semakin besar karena cakrawala pengetahuannya akan semakin luas. Pernyataan ini juga berlaku dalam sikap yang ditunjukkan oleh seseorang dalam melakukan aksi vandalisme. Dalam penelitian ini, dapat dilihat adanya bukti yang mendukung pernyataan di atas dimana untuk keseluruhan setting dapat terlihat bahwa jenjang pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) merupakan pelaku vandalisme tertinggi pada kedua setting dengan tingkat presentase diatas 20%. Jenjang pendidikan pelaku vandalisme selanjutnya diikuti oleh jenjang SMA (Sekolah Menengah Akhir) dan Akademi atau Perguruan Tinggi.

10 5.3 Hubungan Setting dengan Frekuensi Obyek Vandalisme Penempatan site furniture pada seluruh setting bertujuan untuk mendapatkan kenyamanan, kemudahan, informasi, kontrol sirkulasi, dan perlindungan bagi penggunanya. Desain dan penempatan site furniture dalam tapak memerlukan yang pertimbangan cermat agar tercipta kesesuaian antara site furniture, manusia, dan lingkungan binaanya (Harris & Dines 1998). Dalam penelitian ini dapat dilihat site furniture dan tanaman yang menjadi sasaran aksi vandalisme merupakan akibat dari pertimbangan yang kurang cermat dalam pemilihan desain dan penempatannya. Gambar 11. Boxplot Hubungan Setting dengan Frekuensi Obyek Vandalisme Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa frekuensi obyek yang dikenai perilaku vandalisme pada setting lawn lebih banyak dibandingkan dengan frekuensi obyek yang dikenai perilaku vandalisme pada setting taman sakura. Pada keseluruhan setting terdapat kesamaan tiga besar obyek yang paling banyak dijadikan sasaran aksi vandalisme pada setting ini. Obyek yang menjadi sasaran aksi vandalisme tertinggi adalah groundcover, kemudian pohon dan semak.

11 Dengan melihat nilai median lawn yang bernilai tiga obyek vandalisme tiap ulangannya dapat terlihat bahwa frekuensi dilakukannya perilaku vandalisme terhadap obyek lebih tinggi dibandingkan dengan median data pada taman sakura yang bernilai dua obyek vandalisme tiap ulangannya. Tingginya obyek vandalisme pada setting lawn didominasi oleh aksi vandalisme membuang sampah sembarangan. Akumulasi sampah pada suatu tapak dapat memberikan gambaran akan penggunaanya dan dapat dihubungkan dengan ukuran pengguna (Gold, 1980). Aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya dapat dikaitan dengan aktivitas yang dilakukan pengunjung yang dilakukan pada setting lawn. Obyek vandalisme yang mendominasi adalah groundcover dimana obyek ini merupakan sasaran aksi vandalisme yang disebabkan oleh kegiatan social gathering yang sering dilakukan pada setting ini Hubungan Setting Taman Sakura dengan Obyek Vandalisme Penelitian ini menunjukkan bahwa vandalisme pada Setting Taman Sakura hanya dilakukan terhadap enam dari sembilan obyek yang diamati dalam penelitian ini. Obyek yang menjadi sasaran perilaku vandalisme pada setting ini adalah pohon, semak, groundcover, gazebo, jembatan, dan media informasi. Selama penelitian ini tidak ditemukan pelaku vandalisme yang menjadikan papan nama tanaman, besi untuk berjualan, dan tempat sampah sebagai sasaran dari aksi vandalisme mereka dalam Setting Taman Sakura. Pada setting ini tidak ditemukan adanya bangku taman yang diletakkan didalam tapak. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa hanya terdapat tiga obyek yang nilai datanya dapat membentuk kotak, obyek tersebut adalah groundcover, pohon, dan jembatan. Kotak tersebut memberikan gambaran bahwa ketiga obyek tersebut sering menjadi sasaran vandalisme. Apabila pemusatan data berada pada nilai nol obyek maka akan terlihat boxplot berbentuk garis dengan beberapa nilai ekstrim seperti pada data obyek semak, gazebo, dan media informasi. Hal ini memberikan gambaran bahwa obyek-obyek tersebut hanya sesekali menjadi sasaran aksi vandalisme.

12 Gambar 12. Boxplot Jenis Obyek Vandalisme pada Taman Sakura Keterangan Gambar: 1. Pohon 2. Semak 3. Groundcover 4. Gazebo 5. Jembatan 6. Media informasi 7. Papan nama tanaman 8. Besi untuk berjualan 9. Bangku taman (N/A) 10. Tempat sampah Tidak ditemukannya vandalisme pada papan nama tanaman, besi untuk berjualan, dan bangku taman menyebabkan boxplot yang terbentuk pada ketiga obyek ini hanya berbentuk garis yang seluruh datanya menyebar dan memusat pada nilai nol obyek. Data ini menunjukkan adanya ketepatan dalam pemilihan material dan penempatan obyek tersebut sehingga tidak menarik calon pelaku untuk melakukan aksi vandalisme. Keluaran serupa juga terlihat pada obyek bangku taman. Namun

13 nilai nol pada obyek ini disebabkan karena tidak terdapat faslitas tersebut pada setting taman sakura. Tabel 6. Tata Urut Obyek Vandalisme pada Setting Taman Sakura Tata Urutan Obyek Rata-rata Tinggi Ground cover 6,50 Pohon 2,90 Gazebo 0,80 Jembatan 0,80 Semak 0,30 Media Informasi 0,10 Papan Nama Tanaman 0,00 Besi untuk Berjualan 0,00 Tempat Sampah 0,00 Rendah Bangku Taman N/A Groundcover yang menutupi tapak pada setting taman sakura adalah rumput paetan (Axonopus compressus). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa obyek tersebut merupakan obyek vandalisme yang paling banyak dikenai perilaku vandalisme dalam setting ini. Meskipun obyek ini merupakan obyek yang dalam segi jumlah paling banyak dikenai perilaku vandalisme namun obyek vandalisme ini hanya dikenai satu aktivitas vandalisme yaitu membuang sampah tidak pada tempatnya. Berdasarkan boxplot di atas (Gambar 12), pemusatan data terlihat asimetris dengan nilai tengah data sebesar 6,5 obyek vandalisme, namun karena obyek yang diamati satuannya adalah fasilitas dan tanaman maka angka tersebut dibulatkan ke atas menjadi 7 obyek vandalisme. Penyebaran data untuk obyek ini simetris dengan range yang cukup jauh sebesar 12 obyek vandalisme. Berdasarkan pada data dalam tabel di atas (Tabel 6) diketahui bahwa pohon merupakan obyek vandalisme yang menempati urutan kedua terbanyak setelah

14 groundcover. Pohon yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme adalah pohon sakura (Prunus sp.). Dalam pengamatan lapang, obyek pohon dikenai beberapa macam perilaku vandalisme antara lain mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman (aktivitas vandalisme 3) dan membuang sampah tidak pada tempatnya (aktivitas vandalisme 4). Bagian tanaman yang dipatahkan atau diambil oleh pelaku vandalisme tipe 3 adalah daun dan ranting. Sedangkan, aktivitas vandalisme membuang sampah pada bagian pohon dilakukan dengan meletakkan sampah pada bagian dari ranting pohon. Meskipun pohon sakura (Prunus sp.) memiliki bunga yang menarik dan dapat mengundang calon pelaku aksi vandalisme tipe 3 sehingga aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari pohon sakura karena tanaman tersebut memiliki bagian yang menarik memiliki kemungkinan yang kecil sebab saat pohon sakura tidak berbunga dan tanaman tersebut tampak seperti tanaman yang kering dengan daun yang minim dan didominasi oleh ranting saja. Jika melihat pada boxplot di atas (Gambar 12), obyek ini memiliki pemusatan data yang tidak simetris dengan pemusatan data yang cenderung kearah nilai-nilai rendah sehingga berlawanan dengan penyebaran datanya yang cenderung mengarah pada data yang bernilai besar. Pemusatan data berada pada data yang bernilai antara satu obyek vandalisme hingga empat obyek vandalisme. Pada tabel diatas (Tabel 6) dapat dilihat bahwa gazebo merupakan yang menempati urutan ketiga terbanyak sebagai sasaran vandalisme. Dalam pengamatan lapang, obyek gazebo dikenai beberapa aksi vandalisme yaitu menulis atau menggambar pada fasilitas (aktivitas vandalisme 1) dan membuang sampah tidak pada tempatnya (aktivitas vandalisme 4). Pada boxplot di atas (Gambar 6), data terpusat pada nilai 0 (nol) obyek vandalisme dengan dua data pencilan pada ulangan keempat dan kedelapan. Pada ulangan keempat, data pencilan ini bernilai tujuh aksi vandalisme yang menjadikan gazebo sebagai obyek perilaku vandalisme. Sedangkan pada ulangan ke sembilan, data pencilan bernilai satu aksi vandalisme yang menjadikan gazebo sebagai sasaran aksi vandalisme. Berdasarkan tabel di atas (Tabel 6) dapat dilihat bahwa obyek yang menempati urutan keempat terbanyak sebagai sasaran vandalisme adalah jembatan.

15 Dalam penelitian ini, obyek vandalisme jembatan hanya bisa ditemukan dalam setting taman sakura dan tidak ditemukan pada setting lawn. Aktivitas vandalisme yang menjadikan obyek ini sebagai sasaran dari aksi vandalisme adalah aktivitas vandalisme 4 (membuang sampah tidak pada tempatnya). Pada penyajian data di boxplot dapat terlihat bahwa pemusatan data pada obyek ini terpusat pada data dengan nilai kecil, yaitu pada data bernilai 0 (nol) obyek vandalisme hingga satu obyek yang dijadikan sasaran vandalisme. Terdapat satu nilai pencilan yang terlihat pada boxplot obyek vandalisme 5 ini, yaitu data dengan nilai enam obyek yang diperoleh pada ulangan kesepuluh. Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa obyek yang menempati urutan kelima terbanyak sebagai sasaran vandalisme adalah obyek 2. Obyek yang menjadi sasaran aksi vandalisme dengan label 2 adalah semak. Semak yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme adalah pangkas kuning (Duranta sp.). Obyek vandalisme ini merupakan sasaran dari aksi vandalisme mengambil atau mengambil bagian dari tanaman (aktivitas vandalisme 3). Bagian dari tanaman ini yang menjadi sasaran aksi vandalisme 3 adalah daunnya. Berdasarkan pada data yang tersaji dalam boxplot (Gambar 12), data untuk obyek vandalisme ini jarang ditemukan dalam setting taman sakura sehingga data terpusat pada nilai 0 (nol) obyek vandalisme dan hanya terdapat satu data pencilan yang bernilai enam aksi vandalisme yang menjadikan obyek ini sebagai sasaran aksi vandalisme. Data pencilan ini dapat dilihat pada ulangan pertama. Hal ini berarti bahwa obyek vandalisme ini tidak selalu dikenai perilaku vandalisme dan hanya sesekali menjadi sasaran perilaku vandalisme pada setting ini. Berdasarkan pada data dalam tabel di atas (Tabel 6) diketahui bahwa obyek vandalisme ini merupakan obyek vandalisme yang menempati urutan kedua terendah pada setting ini. Obyek ini menjadi sasaran dari aksi vandalisme menulis dan menggambar pada fasilitas (aktivitas vandalisme 1). Media informasi merupakan obyek yang tidak selalu dijadikan sebagai sasaran vandalisme dan hanya sesekali saja menjadi sasaran aksi vandalisme. Hal ini dapat terlihat pada penyajian data pada boxplot (Gambar 12) dimana kesembilan data bernilai nol aktivitas vandalisme yang mengenai obyek ini dan hanya terdapat satu data pencilan yang bernilai satu aksi

16 vandalisme. Aksi vandalisme 1 yang dilakukan pada obyek ini dilakukan dengan menggunakan spidol yang dapat dihilangkan karena adanya lapisan cat besi sehingga tidak meninggalkan bekas pada fasilitas ini. Berdasarkan pada tabel tata urut obyek yang menjadi sasaran aksi vandalisme di atas (Tabel 6), diketahui bahwa terdapat tiga obyek yang memiliki nilai terendah dalam setting ini. Ketiga obyek tersebut adalah obyek 7 (besi penjual), obyek 8 (besi penyangga), dan obyek 10 (tempat sampah). Pada setting taman sakura tidak didapati adanya aksi vandalisme yang menjadikan ketiga obyek ini sebagai sasaran aksi para pelaku vandalisme, hal ini menyebabkan data yang disajikan pada boxplot di atas (Gambar 12) hanya berupa garis dengan pemusatan pada nilai nol tanpa adanya nilai ekstrim Hubungan Setting Lawn dengan Frekuensi Vandalisme Pada Setting Lawn, tidak didapati beberapa jenis site furniture yang diamati dalam penelitian ini. Site furniture yang tidak didapati pada setting lawn namun terdapat pada setting taman sakura adalah gazebo dan jembatan. Selain site furniture terdapat juga kategori tanaman yang tidak didapati pada setting lawn, yaitu semak. Gambar 13. Boxplot Jenis Obyek Vandalisme pada Lawn

17 Keterangan Gambar: 1. Pohon 2. Semak (N/A) 3. Groundcover 4. Gazebo (N/A) 5. Jembatan (N/A) 6. Media informasi 7. Papan nama tanaman 8. Besi untuk berjualan 9. Bangku taman 10. Tempat sampah Dengan melihat boxplot diatas (Gambar 13) dapat diketahui bahwa aktivitas vandalisme yang dilakukan pada setting lawn mengenai enam obyek yang diamati dalam penelitian ini. Obyek yang menjadi sasaran perilaku vandalisme pada setting ini adalah pohon, groundcover, papan nama tanaman, besi penjual, bangku taman, dan tempat sampah. Selama penelitian berlangsung, tidak ditemukan pelaku vandalisme yang menjadikan media informasi sebagai sasaran dari aksi vandalisme mereka dalam setting ini. Berikut ini adalah tata urutan rata-rata jumlah obyek yang menjadi sasaran aksi vandalisme pada setting lawn. Tabel 7. Tata Urut Obyek Vandalisme pada Setting Lawn Tata Urutan Obyek Rata-rata Tinggi Ground cover 11,90 Pohon 2,50 Besi untuk Berjualan 0,30 Papan Nama Tanaman 0,10 Bangku Taman 0,10 Tempat Sampah 0,10 Media Informasi 0,00 Semak N/A

18 Gazebo N/A Rendah Jembatan N/A Berdasarkan tabel di atas (Tabel 7) dapat dilihat bahwa obyek terbanyak yang menjadi sasaran aksi vandalisme pada setting lawn adalah groundcover. Seperti pada setting taman sakura, groundcover yang mendominasi penutupan tapak pada setting ini adalah rumput paetan (Axonopus compressus). Aksi vandalisme pada groundcover ditemukan pada tanaman rumput paetan (Axonopus compressus) dan lantana (Lantana camara). Obyek rumput paetan menjadi sasaran dari aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya sedangkan lantana merupakan obyek dari aksi vandalisme mengambil bagian dari tanaman. Pada boxplot diatas (Gambar 13), penyebaran data terlihat asimetris dan condong pada data bernilai besar dengan jangkauan. Penyebaran data untuk obyek ini simetris dengan range yang cukup jauh sebesar 12 obyek vandalisme. Berdasarkan pada data dalam tabel di atas (Tabel 7) diketahui bahwa pohon merupakan obyek vandalisme yang menempati urutan kedua terbanyak setelah groundcover. Dengan melihat pada boxplot di atas (Gambar 13) diketahui bahwa obyek ini memiliki pemusatan data yang tidak simetris dengan pemusatan data yang cenderung kearah nilai-nilai kecil. Pemusatan data berada pada data yang bernilai antara satu aksi vandalisme hingga tiga aksi vandalisme yang mengenai obyek vandalisme pohon. Pohon yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme adalah ki perak (Rhaphiolepis championi) dan sakura (Prunus sp.). Dalam pengamatan lapang diketahui bahwa pohon dikenai aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman (Aktivitas vandalisme 3). Bagian tanaman yang dipatahkan atau diambil oleh pelaku vandalisme tipe 3 adalah daun dan ranting. Berdasarkan pada data dalam tabel di atas (Tabel 7) diketahui bahwa obyek vandalisme ini merupakan obyek vandalisme yang menempati urutan ketiga tertinggi pada setting ini. Besi untuk berjualan menjadi salah satu sasaran dari aksi vandalisme memindahkan fasilitas (aktivitas vandalisme 2). Sebagian besar pelaku vandalisme tipe 2 berada dalam

19 kategori usia anak-anak dan remaja sehingga seringkali besi ini dipindahkan sebagai alat untuk bermain. Dengan melihat pada boxplot di atas (Gambar 13) diketahui bahwa obyek ini memiliki pemusatan data yang tidak simetris dengan pemusatan data yang cenderung kearah nilai-nilai besar. Pemusatan data berada pada data yang bernilai antara 0 (nol) aksi vandalisme hingga satu aksi vandalisme yang mengenai besi untuk berjualan. Berdasarkan pada tabel tata urut obyek yang menjadi sasaran aksi vandalisme diatas (Tabel 7) diketahui bahwa terdapat tiga obyek yang memiliki nilai kedua terendah dalam setting ini. Ketiga obyek tersebut adalah obyek 7 (papan nama tanaman), obyek 9 (bangku taman), dan obyek 10 (tempat sampah). Obyek vandalisme ini merupakan obyek vandalisme yang tidak selalu menjadi sasaran dari aksi vandalisme dan merupakan obyek yang jarang menjadi sasaran vandalisme. Obyek papan nama tanaman merupakan sasaran dari aksi vandalisme memindahkan fasilitas di setting lawn. Dalam pengamatan lapang hanya terdapat satu dari 11 papan nama tanaman yang dapat dipindahkan karena sudah tidak menempel dengan baik pada tanaman. Hal ini dapat menggambarkan bahwa struktur papan tanaman yang terdapat pada setting lawn cukup kokoh sehingga dapat meminimalkan kemungkinan timbulnya aksi vandalisme memindahkan fasilitas. Aksi vandalisme pada obyek ini hanya terjadi satu kali dalam sepuluh kali ulangan yaitu pada ulangan ketiga dengan nilai satu aktifitas yang mengenai fasilitas papan nama tanaman. Obyek bangku taman merupakan sasaran dari aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas. Aksi vandalisme pada obyek ini hanya terjadi satu kali dalam sepuluh kali ulangan yaitu pada ulangan kesepuluh dengan nilai satu aktifitas yang mengenai fasilitas bangku taman. Tempat sampah menjadi sasaran dari aksi vandalisme yang menjadikan obyek ini sebagai sasarannya adalah aksi vandalisme menulis dan menggambar pada fasilitas. Aksi vandalisme pada obyek ini hanya terjadi satu kali dalam sepuluh kali ulangan yaitu pada ulangan kedelapan dengan nilai satu aktifitas yang mengenai fasilitas tempat sampah.

20 5.4 Hubungan Setting Taman dengan Aktivitas Vandalisme Perancangan pada setting lawn mengintroduksi lebih banyak tindak vandalisme dibandingkan dengan perancangan pada setting taman sakura. Pada setting lawn terdapat sebanyak 150 orang yang melakukan tindakan vandalisme sedangkan pada setting taman sakura terdapat sebanyak 114 orang yang melakukan tindak vandalisme. Perbedaan ini dipengaruhi oleh aktivitas pengunjung yang dilakukan pada kedua setting ini, dimana pada setting lawn aktivitas utama yang dilakukan adalah kegiatan social gathering dan piknik sedangkan pada setting taman sakura, kegiatan utama yang dilakukan adalah piknik dan bermain air. Meskipun salah satu kegiatan utama yang dilakukan pada kedua setting ini sama, yaitu piknik namun terdapat perbedaan dalam segi kuantitas orang yang melakukannya dimana rata-rata untuk tiap rombongan piknik pad setting lawn berisi 8-6 orang sedangkan pada setting taman sakura hanya berisikan 6-4 orang. Gambar 14. Boxplot Hubungan Setting Taman dengan Jumlah Pelaku Vandalisme

21 Setting taman yang berbeda akan menghasilkan kebutuhan penggunaan yang berbeda menurut perilaku yang dihasilkan oleh setting tersebut (Wahyuni, 2004). Setting yang kurang sesuai dapat menyebabkan terjadinya kesalahan penggunaan yang dapat memicu pada tindakan vandalisme terhadap setting tersebut. Dalam hasil pengamatan lapang didapatkan bahwa terdapat perbedaan jumlah pelaku vandalisme pada setting taman sakura dengan setting pada areal lawn. Berdasarkan boxplot di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan dalam pemusatan data dan penyebaran data. Setting lawn memiliki pemusatan data yang lebih tinggi dibandingkan dengan setting taman sakura, hal ini dapat menjelaskan bahwa rata-rata jumlah aktivitas vandalisme yang dilakukan pada setting rekreasi (lawn) lebih banyak dibandingkan dengan setting koleksi (taman sakura). Pemusatan data pada setting taman sakura bersifat asimetrik yang ditandai oleh adanya kecondongan data pada nilai-nilai besar dimana median berada lebih dekat dengan Q1. Pemusatan data pelaku vandalisme pada setting taman sakura berada pada jumlah perilaku vandalisme 11 orang, dengan satu nilai ekstrim pada ulangan ke-10 yang bernilai 23. Nilai ekstrim ini terdiri atas 3 aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman dan 20 aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya. Pada saat data ulangan ke-10 diambil, sedang dilaksanakan kegiatan social gathering suatu perusahaan yang menyebabkan meningkatnya jumlah pengunjung pada setting ini dan diikuti oleh peningkatan jumlah aksi vandalisme, korelasi ini sejalan dengan penelitian Clarke et al. (1978) yang menyatakan bahwa ukuran kerapatan manusia dalam suatu kawasan merupakan variable yang paling pengaruh dengan kerusakan yang dialami oleh kawasan tersebut. Ketidaksimetrisan pemusatan data juga ditemukan dalam setting lawn, hal disebabkan karena setting lawn memiliki kecondongan data pada nilai kecil dimana median data berada lebih dekat dengan Q3. Pemusatan data jumlah orang yang melakukan vandalisme pada setting taman sakura berada pada jumlah perilaku vandalisme 14 orang. Tidak hanya pemusatan data pada kedua setting yang bersifat asimetris namun penyebaran data dikedua setting ini juga bersifat asimetrik dengan penyebaran yang lebih banyak di nilai-nilai rendah pada setting taman sakura dan

22 penyebaran yang lebih banyak di nilai-nilai rendah pada setting lawn. Perbedaan pemusatan dan penyebaran data ini disebabkan oleh rasionalitas pelaku vandalisme yang dalam melakukan aksi vandalisme terkait dengan perancangan dan pengelolaan kawasan yang kurang memperhatikan desain perilaku penggunanya sehingga meningkatkan biaya pemeliharaan dan kerusakan fasilitas (Laurens, 2004). Gambar 15. Boxplot Hubungan Setting Taman dengan Frekuensi Jumlah Jenis Aktivitas Vandalisme Berdasarkan pada penyajian boxplot di atas (Gambar 15) diketahui bahwa frekuensi obyek yang menjadi sasaran vandalisme pada kedua setting adalah dua hingga tiga obyek. Meskipun penyebaran frekuensi obyek vandalisme di kedua setting ini sama, namun setting lawn memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan setting taman sakura. Pada setting lawn ditemukan penyebaran kearah nilai rendah dengan satu obyek vandalisme yang menjadi sasaran vandalisme pada ulangan ke sembilan.

23 5.4.1 Hubungan Setting Taman Sakura dengan Aktivitas Vandalisme Perancangan yang diterapkan pada setting taman sakura mendorong timbulnya tiga macam aktivitas vandalisme dari empat aktivitas vandalisme yang diamati. Ketiga aktivitas vandalisme tersebut adalah Aktivitas 1 (menulis atau menggambar/grafiti pada fasilitas), Aktivitas 3 (mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman), dan Aktivitas 4 (membuang sampah sembarangan). Pada setting ini tidak ditemui adanya aktivitas vandalisme 2 (memindahkan fasilitas). Gambar 16. Boxplot Jenis Aktivitas Vandalisme pada Taman Sakura Aktivitas vandalisme 1 memiliki nilai pemusatan data pada nilai 0 (nol) untuk aksi vandalisme ini, namun selama penelitian ini berlangsung terdapat nilai ekstrim yang muncul dalam dua kali ulangan yaitu pada ulangan kedelapan dan ketiga yang pada masing-masing ulangan ditemukan satu aktivitas vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas. Dalam pengamatan ini, tidak ditemukan Aktivitas vandalisme 2 pada taman sakura sehingga ukuran pemusatan data untuk

24 Aktivitas vandalisme 2 terdapat pada nilai 0 (nol) aktivitas vandalisme. Aktivitas vandalisme 3 memiliki pemusatan dan penyebaran data yang asimetris namun tidak terdapat pencilan nilai dari data yang diperoleh. Nilai aktivitas vandalisme 3 memusat pada nilai rata-rata 3 aktivitas per ulangan dengan pemusatan data yang condong kearah nilai-nilai kecil. Aktivitas vandalisme 4 merupakan aksi vandalisme dengan ukuran pemusatan data yang tertinggi dibandingkan dengan aksi vandalisme yang lainnya. Seperti halnya aktivitas vandalisme 3, aktivitas vandalisme 4 memiliki pemusatan dan penyebaran data yang asimetris. Nilai tengah untuk aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya sebesar 7 aktivitas vandalisme, dengan pemusatan data yang lebih condong pada data bernilai besar. Dalam boxplot dapat diketahui bahwa pada Aktivitas vandalisme 4 terdapat satu nilai ekstrim yang ditemukan pada ulangan ke-10 yang bernilai 20 aksi vandalisme. Nilai ekstrim ini disebabkan karena adanya kegiatan yang dilaksanakan diluar kebiasaan dari aktivitas yang biasa dilakukan pada setting ini. Tabel 8. Sikap Pelaku Vandalisme pada Setting Taman Sakura Tipe Vandalisme Faktor Lingkungan Sangat Menunjang Cukup Menunjang Tidak Menunjang Aktivitas 1 Aktivitas 2 a. Berada pada lokasi yang sepi b. Keberadaan grafiti yang sebelumnya a. Struktur fasilitas yang tidak permanen b. Material fasilitas yang rentan 30% 40% 40% 70% 20% 10% 20% 30% 50% 40% 40% 20%

25 Aktivitas 3 a. Dalam jangkauan tangan 70% 20% 10% b. Keindahan/keunikan 30% 20% 50% Aktivitas 4 bagian dari tanaman a. Minimnya ketersediaan tempat sampah b. Keberadaan sampah sebelumnya 50% 40% 20% 40% 60% 0% Keterangan: Aktivitas1 : Menulis atau menggambar/grafiti pada fasilitas Aktivitas 2 : Memindahkan fasilitas Aktivitas 3: Mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman Aktivitas 4 : Membuang sampah tidak pada tempatnya Aktivitas vandalisme 4 merupakan aksi vandalisme yang paling banyak dilakukan selama pengamatan lapang berlangsung. Aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya di setting taman sakura dilakukan karena pengaruh dari perancangan setting yang kurang memenuhi kebutuhan pengguna setting ini. Salah satu ketidaksesuaian rancangan setting tersebut adalah minimnya ketersediaan tempat sampah pada kawasan ini (Tabel 8). Tingginya aktivitas pada setting ini, utamanya didominasi oleh kegiatan piknik keluarga atau kegiatan piknik berkelompok sehingga menyebabkan jumlah sampah yang dihasilkan dalam setting ini cukup tinggi. Namun tingginya produksi sampah dalam setting ini tidak ditunjang oleh ketersediaanya tempat sampah yang memadahi. Untuk faktor lingkungan yang kedua, dapat diketahui bahwa sikap terbanyak yang dinyatakan oleh pelaku vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya di Taman Sakura bahwa keberadaan sampah yang sudah ada lebih dulu pada setting ini cukup mendorong mereka untuk membuang sampah sembarangan (Tabel 8). Sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme di

26 kedua setting ini disebabkan karena terlalu tingginya jumlah sampah yang dihasilkan namun tidak berhasil diikuti oleh penanganan yang jauh lebih cepat terhadap pembersihan sampah sehingga jumlah sampah yang menumpuk pada tempat sampah melebihi kapasitasnya dan menyebabkan para pengunjung membuang sampah tidak pada tempatnya. Salah satu hal yang menarik pada Kebun Raya Cibodas adalah terdapatnya orang yang menyewakan alas duduk yang dinilai cukup membantu dalam penanganan cepat terhadap sampah yang dibuang sembarangan dalam setting ini. Orang yang menyewakan alas duduk ini tidak hanya menyewakan alas duduk yang mereka jajakan namun juga disertai oleh jasa membersihkan sampah yang berada di lokasi yang akan ditempati oleh para penyewa alas duduk, baik sampah yang terdapat sebelum para penyewa menempati lokasi tersebut maupun sampah yang dihasilkan oleh penyewa alas duduk tersebut. Vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman dilakukan pada obyek sakura (Prunus sp.) dan pangkas kuning (Duranta sp.). Berdasarkan pada pengamatan lapang yang dilakukan, diketahui bahwa aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman pada setting taman sakura didukung oleh peletakan tanaman yang terlalu rapat dan berada di dalam jangkauan tangan manusia sehingga memudahkan para pelaku untuk melakukan aksi vandalisme ini. Selain itu, penggunaan spesies tanaman yang memiliki bagian yang menarik turut mengundang para pelaku vandalisme untuk mengambil atau mematahkan bagian dari tanaman tersebut (Tabel 8). Pelaku vandalisme menunjukkan sikap bahwa faktor lingkungan yang mendorong mereka untuk mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman adalah bahwa penempatan tanaman pada setting ini sangat menunjang mereka untuk melakukan aksi mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman (Tabel 8). Tanaman yang sebagai sasaran dari aksi vandalisme merupakan tanaman yang memiliki ketinggian cabang, daun, dan bunga yang berada pada daerah yang mudah dijangkau oleh manusia. Kondisi ini makin didukung oleh tingginya jumlah tanaman dan peletakannya yang berdekatan sehingga semakin meningkatkan interaksi antara manusia dengan tanaman yang menjadi pemicu terjadinya tindakan vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman pada setting ini. Berdasarkan pada

27 tabel di atas (Tabel 8), sikap yang dikemukakan oleh pelaku vandalisme untuk faktor lingkungan kedua bahwa bagian yang menarik dari suatu tanaman tidak mendorong mereka untuk melakukan tindak vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman tersebut. Pernyataan sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme pada setting ini didukung oleh kenyataan dilapang dimana yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini adalah bagian tanaman yang kurang menarik dan tidak unik. Bagian tanaman yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini adalah ranting dan daun. Hal ini dapat menggambarkan bahwa aksi vandalisme 3 yang dilakukan pada setting ini bukan karena keindahan atau keunikan dari morfologi tanaman yang terdapat di setting ini. Aktivitas vandalisme 1 (menulis dan menggambar/grafiti pada fasilitas) merupakan aktivitas ketiga terbanyak yang dilakukan pada setting ini. Aksi vandalisme ini dilakukan terhadap obyek sasaran vandalisme yang berbeda, yaitu : gazebo dan media informasi. Berdasarkan pada pengamatan lapang yang dilakukan, rasionalitas yang mendukung para pelaku vandalisme untuk melakukan aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas di setting taman sakura karena fasilitas yang berada di taman sakura terletak pada lokasi yang sepi dan dipicu oleh tulisan atau gambar terdahulu yang ada pada fasilitas atau tanaman sehingga mendorong pelaku vandalisme untuk melakukan hal serupa (Tabel 8). Dalam wawancara diketahui bahwa sikap yang dinyatakan oleh para pelaku vandalisme pada setting taman sakura adalah bahwa kondisi sepi pada setting ini cukup mendukung dan tidak mendukung mereka untuk melakukan aksi vandalisme. Pernyataan para pelaku ini sesuai dengan kondisi lapang dimana setting ini merupakan salah satu vantage point Kebun Raya Cibodas yang selalu ramai oleh pengunjung sehingga dapat diketahui bahwa aksi vandalisme yang dilakukan pada kedua setting tersebut tidak dipengaruhi oleh keberadaan setting yang terletak pada lokasi yang sepi. Menariknya meskipun taman sakura merupakan area yang selalu ramai dikunjungi namun pada area ini terdapat fasilitas yang letaknya tersembunyi dan jarang diakses oleh pengunjung kebanyakan. Fasilitas tersebut adalah gazebo dimana coretan yang terdapat di areal yang sepi lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan coretan

28 yang berada di area ramai, hal ini disebabkan karena para pelaku vandalisme merasa jauh lebih mudah untuk melakukan perusakan obyek jika kurangnya pengawasan dari pihak lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jacobs (1961) bahwa jalanan, taman, dan tempat umum lainnya yang berada pada lokasi yang sepi akan lebih banyak memicu para pelaku vandalisme untuk melakukan aksi vandalisme. Faktor lingkungan kedua yang ditanyakan kepada pelaku vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas di Taman Sakura bahwa keberadaan coretan terdahulu yang terdapat pada setting ini sangat mendorong mereka untuk melakukan vandalisme menulis atau menggambar yang serupa pada obyek tersebut. Tingginya persentase para pelaku yang berpendapat bahwa tulisan dan gambar yang sudah ada mempengaruhi mereka dalam melakukan tindakan vandalisme sejalan dengan banyaknya jumlah tulisan yang dapat ditemui di Taman Sakura, dimana semakin banyaknya coretan akan memicu lebih banyak lagi coretan pada obyek ini. Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh dalam studi kerusakan mencoret-coret pada meja taman oleh Christensen dan Samdahl (1985) bahwa kehadiran kerusakan akan memicu kerusakan coretan yang lebih banyak pada obyek tersebut. Aktivitas vandalisme 2 (memindahkan fasilitas) merupakan aktivitas vandalisme yang tidak didapati pada setting ini. Berdasarkan pada pengamatan lapang yang dilakukan terhadap para pelaku vandalisme di setting ini, diketahui bahwa tidak didapatinya aktivitas vandalisme 2. Tidak didapatinya aktivitas vandalisme tersebut ditunjang oleh struktur fasilitas yang kokoh dan kekuatan material site furniture yang digunakan pada setting ini sehingga menyulitkan para pelaku vandalisme untuk memindahkan fasilitas yang ada di dalam setting (Tabel 8). Pada tabel di atas (Tabel 8) dapat diketahui bahwa sikap yang dinyatakan oleh para pelaku vandalisme pada setting taman sakura adalah bahwa fasilitas dengan struktur tidak permanen pada setting ini kurang mendukung mereka untuk melakukan aksi vandalisme. Meskipun terdapat satu obyek yang tidak permanen (besi untuk berjualan) namun terdapat usaha dari pihak pengelola yang dapat mengurangi aksi vandalisme ini yaitu dengan cara menahan obyek tersebut dengan batu pada pondasi besi tersebut. Sikap yang ditunjukkan pelaku vandalisme memindahkan fasilitas terhadap faktor lingkungan

29 kedua untuk adalah bahwa mereka memindahkan fasilitas dikarenakan kerentanan material dari obyek vandalisme tersebut tidak menunjang sikap mereka untuk melakukan aksi vandalisme ini. Hal ini dapat dijelaskan karena materi yang digunakan pada setting ini memiliki sifat material fasilitas yang kokoh dan tahan lama, sehingga menunjang ikut menunjang pencegahan terhadap aktivitas vandalisme memindahkan fasilitas. Kesesuaian material yang dipilih dalam penggunaan fasilitas umum menyebabkan ditemukannya lebih sedikit kerusakan pada fasilitas tersebut (Mayhew et al. 1979) Hubungan Setting Lawn dengan Aktivitas Vandalisme Keseluruhan aktivitas yang diamati dalam penelitian ini dapat ditemukan pada setting ini. Aktivitas yang dapat ditemui adalah aktivitas 1 (menulis atau menggambar pada fasilitas), aktivitas 2 (memindahkan fasilitas), aktivitas 3 (mengambil atau mematahkan bagian dari tanaman), dan aktivitas 4 (membuang sampah tidak pada tempatnya). Hal ini dapat menggambarkan bahwa setting ini memiliki jumlah vandalisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan setting taman sakura. Gambar 17. Boxplot Jenis Aktivitas Vandalisme pada Lawn

30 Aktivitas vandalisme tipe 1 (menulis atau menggambar pada fasilitas atau tanaman) memiliki nilai tengah yang bernilai 0 (nol) aktivitas vandalisme dengan dua frekuensi nilai ekstrim yang masing-masing bernilai satu aktivitas vandalisme. Nilai ekstrim ini merupakan aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas bangku taman dan tempat sampah. Dalam penelitian ini, aktivitas vandalisme 2 merupakan aktivitas vandalisme yang hanya ditemukan pada setting lawn. Aksi vandalisme ini hanya terlihat dalam empat kali ulangan yang masing-masing ulangan terdapat satu aktivitas memindahkan fasilitas yang berada pada setting ini, hal ini menyebabkan pemusatan data berada pada nilai perilaku vandalisme sebesar 0 (nol) aktivitas vandalisme hingga satu aktvitas vandalisme. Pemusatan data yang terlihat dalam boxplot aktivitas vandalisme 3 tidak simetris karena terdapat pemusatan data yang lebih besar pada nilai-nilai kecil dengan nilai tengah data yang bernilai tiga aktivitas vandalisme. Aktivitas vandalisme 3 memiliki pemusatan data antara data yang bernilai satu aktivitas vandalisme hingga empat aktivitas vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman. Aktivitas vandalisme 4 memiliki penyebaran data kearah data yang bernilai besar dengan pemusatan data pada besaran jumlah perlaku vandalisme antara enam hingga 16 pelaku vandalisme tiap ulangan. Tabel 9. Sikap Pelaku Vandalisme pada Setting Lawn Tipe Vandalisme Aktivitas 1 Aktivitas 2 Faktor Lingkungan a. Berada pada lokasi yang sepi b. Keberadaan grafiti yang sebelumnya a. Struktur fasilitas yang tidak permanen Sangat Menunjang Cukup Menunjang Tidak Menunjang 30% 20% 50% 20% 50% 30% 50% 30% 20%

31 b. Material fasilitas yang 30% 20% 50% rentan Aktivitas 3 a. Dalam jangkauan tangan 20% 70% 10% b. Keindahan/keunikan 40% 30% 30% bagian dari tanaman Aktivitas 4 a. Minimnya ketersediaan 50% 40% 20% tempat sampah b. Keberadaan sampah sebelumnya 60% 30% 10% Keterangan: Aktivitas1 : Menulis atau menggambar/grafiti pada fasilitas Aktivitas 2 : Memindahkan fasilitas Aktivitas 3: Mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman Aktivitas 4 : Membuang sampah tidak pada tempatnya Aktivitas vandalisme 4 (membuang sampah tidak pada tempatnya) merupakan aktivitas yang paling banyak dilakukan dalam setting ini. Tingginya aktivitas piknik dan social gathering yang dilakukan pada setting ini menyebabkan tingginya jumlah sampah yang dihasilkan dalam setting ini. Tingginya produksi sampah dalam setting ini serta minimnya ketersediaan tempat sampah dan juga keberadaan sampah yang sudah dibuang sembarangan pada setting ini, mendorong pelaku vandalisme untuk membuang sampah tidak pada tempatnya dalam setting lawn (Tabel 9). Pada setting ini, sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya adalah kurangnya ketersediaan tempat sampah sangat menunjang pelaku vandalisme untuk membuang sampah tidak pada tempatnya. Jumlah sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya ini dapat memberikan gambaran bahwa menurut para pelaku vandalisme, setting ini tidak memiliki jumlah tempat sampah yang dapat menampung jumlah sampah yang dihasilkan dari aktivitas pada kedua setting ini. Tingginya produksi sampah dalam setting ini tidak ditunjang oleh ketersediaanya tempat sampah yang memadahi karena

32 ketersediaan tempat sampah pada setting ini hanya berjumlah 3 buah tempat sampah. Berdasarkan pada tabel diatas (Tabel 9) dapat diketahui bahwa sikap terbanyak yang dinyatakan oleh pelaku aksi vandalisme adalah bahwa keberadaan sampah yang sudah ada lebih dulu pada setting ini sangat mendorong mereka untuk melakukan aksi vandalisme serupa pada setting ini. Tingginya aksi vandalisme tipe ini, salah satunya dipacu oleh kurangnya penanganan cepat atas keberadaan sampah. Menurut Wiesenthal dan Stehlin (1988) bahwa suatu tindak vandalisme akan menjadi pemicu dari aksi vandalisme yang selanjutnya. Tidak seperti taman sakura, wisatawan pada setting lawn tidak banyak menggunakan jasa penyewa alas duduk karena lawn yang berada pada setting ini cukup kering sehingga para pengunjung dapat duduk dengan nyaman dibawah tanpa menggunakan alas duduk. Hal ini menyebabkan dampak tidak langsung bagi jumlah sampah di setting ini. Dengan sedikitnya jumlah pengguna jasa penyewa alas duduk maka akan penanganan sampah pada setting ini hanya bergantung pada penanganan dari pihak pengelola kawasan saja. Aktivitas vandalisme 3 dalam penelitian ini adalah aksi vandalisme mengambil atau mematahkan bagian tanaman. Aktivitas vandalisme ini merupakan aktivitas terbanyak kedua pada setting lawn setelah aktivitas vandalisme membuang sampah sembarangan. Tanaman yang menjadi obyek dari aksi vandalisme ini adalah tanaman sakura (Prunus sp.), ki perak (Rhaphiolepis championi), dan lantana (Lantana camara). Faktor lingkungan yang mendorong para pelaku vandalisme untuk melakukan aktivitas vandalisme mengambil atau mematahkan bagian dari tanaman pada setting ini adalah ada beberapa tanaman dalam setting ini yang berada dalam jangkauan tangan (Tabel 9). Sikap terbanyak yang dinyatakan oleh pelaku aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman bahwa penempatan tanaman pada setting ini cukup mempengaruhi mereka dalam melakukan aksi vandalisme. Dalam pengamatan lapang diketahui bahwa terdapat tanaman yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini merupakan tanaman yang berada dalam jangkauan tangan manusia. Jumlah tanaman yang tidak banyak dan penempatan tanaman yang tidak padat serta berada pada perbatasan setting menyebabkan tersedianya ruang yang cukup bagi wisatawan untuk beraktifitas sehingga dapat

33 meminimalkan interaksi antara manusia dengan tanaman. Meskipun dalam penempatan tanaman pada setting ini memungkinkan untuk memberi ruang beraktifitas yang cukup bagi wisatawan namun tingginya kunjungan wisatwan pada setting ini menyebabkan terjadinya aksi vandalisme tipe ini memiliki jumlah yang tidak jauh berbeda dengan aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman pada setting lawn. Berdasarkan pada tabel diatas (Tabel 9), sikap yang dikemukakan oleh pelaku vandalisme mengenai faktor lingkungan yang kedua adalah bahwa bagian yang menarik dari suatu tanaman sangat mendorong mereka untuk melakukan tindak vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman tersebut. Pernyataan sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme pada setting ini didukung oleh kenyataan dilapang dimana yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini adalah ranting, daun, dan bunga. Bunga yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini merupakan bunga yang memiliki warna yang mencolok sehingga menimbulkan keinginan bagi pelaku vandalisme untuk memiliki bunga tersebut. Aktivitas vandalisme tertinggi ketiga yang dilakukan dalam setting ini adalah aktivitas vandalisme 2, yaitu memindahkan fasilitas. Faktor lingkungan yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas vandalisme memindahkan fasilitas yang dilakukan pada setting ini adalah struktur dari beberapa fasilitas yang berada di setting lawn kurang kokoh sehingga mudah untuk dipindahkan (Tabel 9). Pada setting lawn, aksi vandalisme memindahkan fasilitas dilakukan terhadap dua obyek, yaitu besi tempat berjualan dan papan nama tanaman, dimana besi tempat berjualan merupakan obyek yang paling sering dikenakan tindakan vandalisme memindahkan fasilitas. Tingginya tingkat vandalisme pada fasilitas taman terkait dengan kerentanan fasilitas yang berasal dari pemilihan konstruksi fasilitas tersebut (Chalingger 1992, diacu dalam Clarke 1997). Pernyataan tersebut mendukung sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme ini dimana obyek yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini merupakan fasilitas yang memiliki struktur tidak permanen sehingga aksi vandalisme ini dapat terjadi. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 9. dimana sikap yang dinyatakan oleh para pelaku vandalisme pada setting lawn adalah bahwa fasilitas dengan struktur tidak permanen pada setting ini sangat mendukung mereka

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Februari hingga bulan Agustus 2010. Penelitian dilakukan di Kebun Raya Cibodas (KRC) yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Keadaan Fisik Fungsi

KONDISI UMUM Keadaan Fisik Fungsi 19 KONDISI UMUM Keadaan Fisik Kebun Raya Cibodas (KRC) merupakan salah satu kebun raya yang terdapat di Indonesia. KRC terletak di Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pintu gerbang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI HUBUNGAN PERILAKU VANDALISME TERHADAP SETTING PADA KEBUN RAYA CIBODAS, KABUPATEN CIANJUR ANNISAA ELOK PERMATASARI A

IDENTIFIKASI HUBUNGAN PERILAKU VANDALISME TERHADAP SETTING PADA KEBUN RAYA CIBODAS, KABUPATEN CIANJUR ANNISAA ELOK PERMATASARI A IDENTIFIKASI HUBUNGAN PERILAKU VANDALISME TERHADAP SETTING PADA KEBUN RAYA CIBODAS, KABUPATEN CIANJUR ANNISAA ELOK PERMATASARI A44060928 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Kebun Raya Cibodas

METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Kebun Raya Cibodas 10 METODE Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2010. Penelitian dilakukan di Kebun Raya Cibodas, Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vandalisme Definisi mengenai vandalisme diterapkan untuk segala macam perilaku yang menyebabkan kerusakan atau penghancuran benda pribadi atau publik (Haryadi dan Setiawan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peraturan Pendakian

Lampiran 1. Peraturan Pendakian 93 Lampiran 1. Peraturan Pendakian 1. Semua pengunjung wajib membayar tiket masuk taman dan asuransi. Para wisatawan dapat membelinya di ke empat pintu masuk. Ijin khusus diberlakukan bagi pendaki gunung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan beberapa wilayah lainnya di Pulau Jawa. Tingkat kehidupan Jakarta dan sekitarnya

Lebih terperinci

VI. ATRIBUT-ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE CV ALAM SIBAYAK

VI. ATRIBUT-ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE CV ALAM SIBAYAK VI. ATRIBUT-ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE CV ALAM SIBAYAK Penelitian ini menggunakan analisis Regresi Logistik atau yang disebut model LOGIT untuk mengidentifikasi atribut-atribut

Lebih terperinci

BAB II MENEMUKENALI SPESIFIKASI TIRTA UJUNG DI KARANGASEM

BAB II MENEMUKENALI SPESIFIKASI TIRTA UJUNG DI KARANGASEM BAB II MENEMUKENALI SPESIFIKASI TIRTA UJUNG DI KARANGASEM Tirta Ujung merupakan mata air alami di Desa Ujung yang dibendung menjadi kolam, yang kemudian digunakan warga setempat untuk melakukan ritual

Lebih terperinci

Studi Hubungan Vandalisme dengan Setting Taman Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar - Bali

Studi Hubungan Vandalisme dengan Setting Taman Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar - Bali Studi Hubungan Vandalisme dengan Setting Taman Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar - Bali ANNISA UTAMININGTYAS*) A.A.MADE ASTININGSIH IDA AYU MAYUN Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan, kelautan dan perikanan, serta pertambangan Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. perkebunan, kelautan dan perikanan, serta pertambangan Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata secara umum merupakan salah satu prioritas unggulan penghasil devisa negara selain migas, pertanian dan agro industri, kehutanan dan perkebunan, kelautan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA

KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA LAMPIRAN 1 133 134 KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA Aspek Pertanyaan 1. Latar belakang 1. Bagaimanakah sejarah berdirinya LPIT BIAS? 2. Siapakah pendiri LPIT BIAS? 3. Apa tujuan didirikan LPIT BIAS? 4. Ada

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

B A B 4 A N A L I S I S

B A B 4 A N A L I S I S B A B 4 A N A L I S I S Pada bab ini saya ingin melakukan analisis terhadap data yang sudah didapat dari studi kasus berdasarkan tiga teori pada bab sebelumnya. Pertama, saya ingin melihat hubungan keempat

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan.

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan. KONSEP Konsep Dasar Street furniture berfungsi sebagai pemberi informasi tentang fasilitas kampus, rambu-rambu jalan, dan pelayanan kepada pengguna kampus. Bentuk street furniture ditampilkan memberikan

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian Berdasarkan olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka beberapa informasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Agrowisata Agrowisata pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang mengintegrasikan sistem pertanian dan sistem pariwisata sehingga membentuk objek wisata yang menarik. Menurut

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk ditunjukkan pada pengunjung sekaligus sebagai pusat produksi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN DESAIN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN DESAIN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Denah Lokasi Hutan Kota Sungkur Klaten terletak di Kelurahan Sungkur, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten. Bagian Utara Hutan Kota berbatasan dengan Jalan

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR

V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR 5.1. Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional Kota Bogor Terdapat tujuh buah pasar tradisional yang dibangun oleh Pemerintah Kota Bogor untuk menunjang perekomomian dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Metode Umum Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau tahapan-tahapan dalam merancang, yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. perancangan tapak dan bangunan. Dalam penerapannya, terjadi ketidaksesuaian

BAB VI HASIL RANCANGAN. perancangan tapak dan bangunan. Dalam penerapannya, terjadi ketidaksesuaian BAB VI HASIL RANCANGAN Hasil perancangan yang menggunakan konsep dasar dari prinsip teritorial yaitu privasi, kebutuhan, kepemilikan, pertahanan, dan identitas diaplikasikan dalam perancangan tapak dan

Lebih terperinci

dan perancangan Pasar Seni di Muntilan adalah bagaimana wujud rancangan sebagai tempat pemasaran dan wisata berdasarkan kontinuitas antar ruang

dan perancangan Pasar Seni di Muntilan adalah bagaimana wujud rancangan sebagai tempat pemasaran dan wisata berdasarkan kontinuitas antar ruang BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1. Konsep Dasar Perancangan Berdasarkan tinjauan dan proses analisis, permasalahan dalam perencanaan dan perancangan Pasar Seni di Muntilan adalah bagaimana wujud

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode pengumpulan data, metode analisis data serta metode penyajian hasil analisis data.

BAB III METODE PENELITIAN. metode pengumpulan data, metode analisis data serta metode penyajian hasil analisis data. BAB III METODE PENELITIAN Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu optimalisasi peran dan fungsi ruang publik Taman Sungai Kayan kota Tanjung Selor Kalimantan Utara, maka diperlukan penajaman metode penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perubahan Konsep Tapak pada Hasil Rancangan. bab sebelumnya didasarkan pada sebuah tema arsitektur organik yang menerapkan

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perubahan Konsep Tapak pada Hasil Rancangan. bab sebelumnya didasarkan pada sebuah tema arsitektur organik yang menerapkan BAB 6 HASIL RANCANGAN 6.1 Perubahan Konsep Tapak pada Hasil Rancangan 6.1.1 Bentuk Tata Massa Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo pada uraian bab sebelumnya didasarkan pada sebuah

Lebih terperinci

BAB 5 KARAKTERISTIK PENGUNJUNG AGROWISATA KEBUN RAYA BOGOR. (%) Muda: tahun 50 Usia. Tingkat Pendidikan Sedang: SMA/SMK-D1 50 Tinggi: D3-S2 41

BAB 5 KARAKTERISTIK PENGUNJUNG AGROWISATA KEBUN RAYA BOGOR. (%) Muda: tahun 50 Usia. Tingkat Pendidikan Sedang: SMA/SMK-D1 50 Tinggi: D3-S2 41 BAB 5 KARAKTERISTIK PENGUNJUNG AGROWISATA KEBUN RAYA BOGOR Konsumen memiliki karakteristik yang dapat mempengaruhi perilaku dalam proses keputusan pembelian. Karakteristik pengunjung merupakan hal yang

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TAMAN BACAAN DI PATI

BAB I PENDAHULUAN TAMAN BACAAN DI PATI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Kabupaten Pati terletak di daerah pantai Utara Pulau Jawa dan di bagian Timur dari Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan segi letaknya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM Bujur Timur dan antara Lintang Selatan. Batas wilayah. 19 sampai dengan 162 meter.

V. GAMBARAN UMUM Bujur Timur dan antara Lintang Selatan. Batas wilayah. 19 sampai dengan 162 meter. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Objek Wisata dan merupakan salah satu objek wisata yang berada di Kabupaten Pesawaran. Kabupaten Pesawaran sendiri merupakan kabupaten yang baru terbentuk

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 konsep Dasar 5.1.1 Tata Letak Bangunan Gate entrance menuju Fasilitas Wisata Agro terletak di jalan akses masuk wisata Kawah Putih, dengan pertimbangan aksesibilitas jalan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP DASAR Konsep dasar dalam perancangan hotel ini adalah menghadirkan suasana alam ke dalam bangunan sehingga tercipta suasana alami dan nyaman, selain itu juga menciptakan

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 7. Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha Keberadaan pariwisata memberikan dampak postif bagi pengelola, pengunjung, pedagang,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PERANCANGAN. Dalam Perancangan Hotel Resort Wisata Organik ini terdapat kerangka

BAB III METODELOGI PERANCANGAN. Dalam Perancangan Hotel Resort Wisata Organik ini terdapat kerangka BAB III METODELOGI PERANCANGAN Dalam Perancangan Hotel Resort Wisata Organik ini terdapat kerangka kajian yang diuraikan dalam beberapa tahap, antara lain: 3.1 Pencarian Ide / Gagasan Tahapan kajian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau atau RTH merupakan salah satu komponen penting perkotaan. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka

Lebih terperinci

KUESIONER HUBUNGAN PERILAKU PENGOLAHAN LIMBAH IKAN ASIN DENGAN SANITASI LINGKUNGAN KERJA PADA INDUSTRI IKAN ASIN PHPT MUARA ANGKE JAKARTA UTARA

KUESIONER HUBUNGAN PERILAKU PENGOLAHAN LIMBAH IKAN ASIN DENGAN SANITASI LINGKUNGAN KERJA PADA INDUSTRI IKAN ASIN PHPT MUARA ANGKE JAKARTA UTARA Identitas Responden Petunjuk: isilah data identitas Anda di bawah ini dan lingkari pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan yang Anda alami, dengan sebenar-benar nya dan sesuai identitas. 1. Nama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1 Jumlah Penduduk Usia 2-6 Tahun Pada Tahun 2013 di DKI Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1 Jumlah Penduduk Usia 2-6 Tahun Pada Tahun 2013 di DKI Jakarta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dikatakan mengalami keterlambatan perkembangan motorik dan kognitif pada anak usia dini. Hal ini diungkapkan oleh Ketua

Lebih terperinci

Laporan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas LIPI Tahun 2016

Laporan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas LIPI Tahun 2016 Laporan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas LIPI Tahun 2016 A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas (KRC) - LIPI, merupakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk yang cukup besar, berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk yang cukup besar, berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Blitar adalah sebuah kabupaten yang sedang berkembang dengan kepadatan penduduk yang cukup besar, berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk

Lebih terperinci

dipengaruhi oleh faktor-faktor peninggalan sejarah. Dari Peninggalan sejarah yang berbentuk fisik tampak adanya pengaruh kuat yang dominan pada

dipengaruhi oleh faktor-faktor peninggalan sejarah. Dari Peninggalan sejarah yang berbentuk fisik tampak adanya pengaruh kuat yang dominan pada Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang to 1.1.1 Umum Berbagai langkah kebijaksanaan pemerintah daerah Surakarta telah dilakukan dalam mengembangkan tempat kepariwisataan terhadap daerahdaerah yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata di Indonesia saat ini banyak sekali mendatangkan komoditi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata di Indonesia saat ini banyak sekali mendatangkan komoditi yang sangat BAB I PENDAHULUAN I.LATAR BELAKANG 1.1 Kelayakan Proyek Pariwisata di Indonesia saat ini banyak sekali mendatangkan komoditi yang sangat menjanjikan bagi perkembangan daerah-daerah di Indonesia, apalagi

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

Lampiran 7: Pertanyaan Kuesioner dan Wawancara

Lampiran 7: Pertanyaan Kuesioner dan Wawancara Lampiran 7: Pertanyaan Kuesioner dan Wawancara Kuisioner Responden yang terhormat, Agrowisata Salatiga merupakan salah satu agrowisata yang banyak diminati oleh pengunjung. Welcome area yang ada di agrowisata

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KARAKTERISTIK RESPONDEN Gambaran Umum Pengunjung (Wisatawan) ada pengunjung yang berasal dari luar negeri (wisatawan mancanegara)

GAMBARAN UMUM KARAKTERISTIK RESPONDEN Gambaran Umum Pengunjung (Wisatawan) ada pengunjung yang berasal dari luar negeri (wisatawan mancanegara) GAMBARAN UMUM KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Gambaran Umum Pengunjung (Wisatawan) Pengunjung yang datang ke Hutan Wisata Punti Kayu Palembang, berasal dari daerah dalam dan luar Kota Palembang (wisatawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula.

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula. PEMELIHARAAN Dalam proses pembuatan taman pemeliharaan merupakan tahapan yang terakhir, namun tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Keberhasilan pemeliharaan bahkan

Lebih terperinci

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 46 VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 7.1. Perencanaan Alokasi Ruang Konsep ruang diterjemahkan ke tapak dalam ruang-ruang yang lebih sempit (Tabel 3). Kemudian, ruang-ruang tersebut dialokasikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah Di Sidoarjo dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin menurun.

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah kota, sebagai untuk mengebumikan jenazah makam juga

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Tujuan Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan Penataan PKL Sebagai Pasar Loak di Sempadan Sungai Kali Gelis Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA PENGELOLAAN

BAB VI RENCANA PENGELOLAAN 68 BAB VI RENCANA PENGELOLAAN Konsep dasar rencana pengelolaan Taman Lalu Lintas Bandung adalah mempertahankan dan memaksimalkan fungsinya sebagai taman pendidikan kelalulintasan, taman lingkungan hidup,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR Oleh : BETHA PATRIA INKANTRIANI L2D 000 402 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1) ; (2) (3)

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1)  ; (2)  (3) 48 PERENCANAAN LANSKAP Konsep dan Pengembangannya Konsep dasar pada perencanaan lanskap bantaran KBT ini adalah menjadikan bantaran yang memiliki fungsi untuk : (1) upaya perlindungan fungsi kanal dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK DAN SUBJEK PENELITIAN. Gambar 4.1. Peta Kabupaten Sleman

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK DAN SUBJEK PENELITIAN. Gambar 4.1. Peta Kabupaten Sleman 46 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK DAN SUBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Kabupaten Sleman Gambar 4.1 Peta Kabupaten Sleman Kota Sleman terletak antara 110 33 00 sampai

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

TAMAN HERBAL SEBAGAI WAHANA PENDIDIKAN DAN REKREASI EKOLOGI DI KARANGANYAR JAWA TENGAH

TAMAN HERBAL SEBAGAI WAHANA PENDIDIKAN DAN REKREASI EKOLOGI DI KARANGANYAR JAWA TENGAH KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TAMAN HERBAL SEBAGAI WAHANA PENDIDIKAN DAN REKREASI EKOLOGI DI KARANGANYAR JAWA TENGAH TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 1 Juli 2010 hingga tanggal 20 Agustus 2010. Lokasi penelitian terletak di Padang Golf Sukarame. JL. H. Endro Suratmin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi geografis kota Magelang berada pada jalur transportasi kota

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi geografis kota Magelang berada pada jalur transportasi kota BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi geografis kota Magelang berada pada jalur transportasi kota Yogyakarta dan kota Semarang Di Kabupaten Magelang, terdapat objek wisata Kalibening yang ikut dalam

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. beberapa kesimpulan sebagai berikut: orang dengan total tiket masuk sebesar Rp

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. beberapa kesimpulan sebagai berikut: orang dengan total tiket masuk sebesar Rp 73 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Besaran nilai Willingness To Pay (WTP) adalah sebesar

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Karakteristik Pengunjung Responden dalam penelitian ini adalah pengunjung aktual, yakni pengunjung yang ditemui secara langsung di kawasan Wana Wisata curug Nangka (WWCN).

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sedang digalakkan oleh pemerintah dan merupakan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sedang digalakkan oleh pemerintah dan merupakan andalan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sedang digalakkan oleh pemerintah dan merupakan andalan bagi Indonesia dalam meningkatkan devisa negara. Potensi sumber daya alam Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN 4.1. Deskripsi Lokasi Perumahan Taman Nirwana terletak di pinggir kota Klaten. Untuk mencapai lokasi dapat dilalui dengan kendaraan bermotor sedang,

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. tersebut diperoleh dari alternatif-alternatif terbaik yang sudah sesuai dengan objek

BAB V KONSEP PERANCANGAN. tersebut diperoleh dari alternatif-alternatif terbaik yang sudah sesuai dengan objek BAB V KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan merupakan proses pengambilan keputusan desain dalam Perancangan Kembali Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember Jawa Timur berdasarkan analisis perancangan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting Terdapat beberapa hal yang benar-benar harus diperhatikan dalam analisis obyek perancangan terhadap kondisi eksisting

Lebih terperinci

JURNAL UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN HOTEL RESORT DI WISATA PANTAI ALAM INDAH. Disusun Oleh :

JURNAL UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN HOTEL RESORT DI WISATA PANTAI ALAM INDAH. Disusun Oleh : JURNAL UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN HOTEL RESORT DI WISATA PANTAI ALAM INDAH Disusun Oleh : Nama : M. Edi Kurniawan NPM : 20303058 Fakultas : Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TRUTHS. bukunya yang berjudul Experiencing Architecture, mengatakan bahwa arsitektur

BAB II TRUTHS. bukunya yang berjudul Experiencing Architecture, mengatakan bahwa arsitektur BAB II TRUTHS Setelah menemukan adanya potensi pada kawasan perancangan, proses menemukan fakta tentang kawasan pun dilakukan. Ramussen (1964) dalam bukunya yang berjudul Experiencing Architecture, mengatakan

Lebih terperinci

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN BAB VII PENGHIJAUAN JALAN Materi tentang penghijauan jalan atau lansekap jalan, sebagian besar mengacu buku "Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan No.033/TBM/1996" merupakan salah satu konsep dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Banyak daerah-daerah di Indonesia yang memiliki potensi pariwisata yang dapat diolah dan dikembangkan untuk dikenalkan kepada wisatawan mancanegara bahwa Indonesia

Lebih terperinci

TAMAN REKREASI AIR DI PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

TAMAN REKREASI AIR DI PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN VI. 1. Konsep Peruangan VI. 1. 1. Kebutuhan dan Besaran Ruang Berdasarkan analisis pelaku dan kegiatan didapatkan tabel kebutuhan ruang seperti dibawah ini: Zona

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya

BAB VI HASIL RANCANGAN. terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya 165 BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1. Dasar Rancangan Hasil perancangan diambil dari dasar penggambaran konsep dan analisa yang terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya sebagai

Lebih terperinci

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang C534 Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang Dian Fajar Novitasari dan Ardy Maulidy Navastara Departemen Perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek. 1.2 Tujuan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek. 1.2 Tujuan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Pertumbuhan penduduk dan meningkatnya taraf kehidupan kota menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan fasilitas perkotaan yang lebih terencana. Hal ini terjadi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN Kerangka kajian yang digunakan dalam proses perancangan Hotel Resort Batu ini secara umum, diuraikan dalam beberapa tahap antara lain: 3.1 Pencarian Ide/Gagasan Tahapan kajian

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA 6.1. Konsep Hutan Kota Perencanaan hutan kota ini didasarkan pada konsep hutan kota yang mengakomodasi kebutuhan masyarakat kota Banjarmasin terhadap ruang publik. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Agar dapat memberikan kejelasan mengenai maksud dari judul yang diangkat, maka tiap-tiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan pengertiannya, yaitu sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN 4.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa temuan studi, yaitu: Secara normatif, terdapat kriteria-kriteria atau aspek-aspek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah dengan berkunjung ke tempat wisata. Menurut Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, wisata

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah dengan berkunjung ke tempat wisata. Menurut Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, wisata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial memiliki beberapa kebutuhan untuk bisa bertahan hidup, yaitu kebutuhan primer meliputi pangan, sandang, papan dan kebutuhan sekunder

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar mengacu kepada tema yang telah diusung yaitu Ekspos Arsitektur untuk Rakyat, dalam tema ini arsitektur haruslah beradaptasi dengan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( DP3A ) AGROWISATA EKOLOGIS PETERNAKAN SAPI PERAH DI KABUPATEN BOYOLALI

TUGAS AKHIR DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( DP3A ) AGROWISATA EKOLOGIS PETERNAKAN SAPI PERAH DI KABUPATEN BOYOLALI TUGAS AKHIR DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( DP3A ) AGROWISATA EKOLOGIS PETERNAKAN SAPI PERAH DI KABUPATEN BOYOLALI Diajukan sebagai Pelengkap dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci