BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap iklim mikro. Pada siang hari, pohon mampu menyerap radiasi matahari, memberi naungan, dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara (Grey & Deneke, 1978). Selain dapat mempengaruhi suhu udara dan kelembaban udara, pohon juga dapat mempengaruhi kecepatan angin. Menurut Scudo (2002), terdapat beberapa karakteristik struktural pohon yang dapat mempengaruhi iklim mikro antar lain: bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk. Berikut ini merupakan karakteristik struktural pohon yang dapat menurunkan suhu udara. 1) Memiliki tajuk piramidal atau bulat. Tajuk pohon dengan bentuk bulat dan piramidal memiliki daerah bebas cabang yang lebih rendah sehingga kemampuan tajuknya dalam menyerap radiasi matahari lebih tinggi. 2) Ditanam berjejer atau berkelompok. Pohon yang ditanam secara berjejer atau berkelompok memiliki kemampuan menyerap radiasi matahari sangat tinggi. 3) Memiliki tinggi yang sedang (6-15 meter). Pohon dengan tinggi sedang memiliki kemampuan menaungi serta mengurangi suhu udara permukaan paling baik. 4) Memiliki kepadatan tajuk tinggi. Semakin padat tajuk pohon, maka kemampuan dalam menyerap radiasi matahari akan semakin tinggi. Selain pohon dengan kemampuan menurunkan suhu udara, terdapat pula karakteristik struktural pohon yang dapat meningkatkan suhu udara yaitu: memiliki tajuk horisontal atau kolumnar; ditanam secara tunggal; memiliki ukuran sangat rendah, rendah, atau tinggi (< 6 meter dan > 15 meter); serta memiliki kepadatan tajuk rendah sampai sedang. Pohon juga dapat mempengaruhi angin, karena pohon memiliki kemampuan untuk mengarahkan, menyimpangkan,

2 44 menghalangi, serta menyaring. Berikut merupakan karakteristik struktural pohon yang dapat mengarahkan angin. 1) Memiliki tajuk kolumnar, piramidal, atau bulat. Pohon dengan tajuk tersebut memiliki ukuran yang tidak terlalu lebar sehingga angin tidak menyebar dan dapat diarahkan. 2) Ditanam secara berjejer/berkelompok. Pohon yang ditanam dengan berjejer/berkelompok memiliki kemampuan yang baik dalam mengarahkan angin. 3) Memiliki ukuran antara rendah sampai tinggi (kurang dari 6 meter sampai lebih dari 15 meter). Pohon dengan ukuran tersebut memiliki kemampuan cukup baik dalam menjangkau angin sehingga angin mudah diarahkan. 4) Memiliki kepadatan sedang/rendah. Pohon dengan kepadatan tajuk tersebut akan cenderung menyaring angin dibanding mengarahkan. Sementara itu, kemampuan dalam menyaring datau mengurangi kecepatan angin dapat dipilih pohon dengan kepadatan tajuk tinggi/sedang. Hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada struktur RTH pohon di antar lokasi pengukuran ini bertujuan untuk melihat pengaruh lingkungan luar dengan berbagai aktivitas yang dapat mempengaruhi iklim mikro terhadap setiap lokasinya. dapat dilihat pada Gambar 12, 13, dan 14. Gambar 12 Grafik Suhu Udara Pada Pohon Antar Lokasi

3 45 Pada Gambar 12 tersebut, terlihat bahwa suhu udara pohon pada ketiga lokasi yaitu di bawah 27 C. Jika dilihat laju perubahan selama pengukuran berlangsung, suhu udara cenderung menurun. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh keberadaan lokasi pengamatan yang berada di daerah dataran tinggi sehingga suhu udara cenderung rendah. Selain itu, perbedaan suhu udara antar lokasi juga dapat disebabkan karena jarak tanam dari pohon yang berbeda-beda. Lokasi 1 jarak tanam sangat tidak rapat karena sistem penanaman yang tunggal, Lokasi 2 berbanding terbalik dengan Lokasi 1 karena ditanam secara berkelompok sehingga jarak tanam cenderung rapat, sedangkan Lokasi 3, memiliki jarak tanam yang tidak rapat namun penanaman berkelompok. Perbandingan suhu udara berdasarkan Gambar 12 yaitu suhu udara di Lokasi 2 < Lokasi 3 < Lokasi 1. Hal tersebut dapat menunjukan bahwa lokasi pengamatan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap suhu udara, begitu pula dengan lingkungan luar KRC. Berdasarkan perbandingan suhu udara tersebut maka lokasi 1 yang berada di pusat KRC yang memiliki suhu udara paling tinggi. Pada kelembaban udara juga dilakukan perbandingan berdasarkan lokasi sama seperti suhu udara. Pengambilan data kelembaban udara pada setiap pohon di ketiga lokasi dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan data suhu udara dan angin. Gambar 13 Grafik Kelembaban Udara Pada Pohon Antar Lokasi

4 46 Kelembaban pada menit-menit awal pada Gambar 13 cenderung rendah pada tiga lokasi tersebut namun laju kelembaban meningkat pada menit-menit akhir. Perbandingan kelembaban udara mulai dari yang lebih rendah yaitu lokasi 1 < Lokasi 3 < Lokasi 2. Hal tersebut dipengaruhi oleh suhu udara, karena suhu udara dan kelembaban udara berbanding terbalik (Handoko, 1994). Sehingga didapatkan laju grafik kelembaban udara yang berbanding terbalik dengan laju grafik suhu udara. Nilai kelembaban udara setiap lokasi tersebut berkisar antara 70 % 83 %, ini merupakan kelembaban udara yang sedikit diatas batas nyaman sehingga lokasi dengan kelembaban udara diatas 75% masuk pada kategori lokasi yang lembab. Selain itu, hasil pengukuran kecepatan angin pun dibandingkan antar lokasi untuk mengetahui pengaruh dari luar KRC terhadap iklim mikronya. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Grafik Kecepatan Angin Pada Pohon Antar Lokasi Berdasarkan Gambar 14 dari data hasil pengukuran kecepatan angin terlihat perbandingan kecepatan berdasarkan laju perubahan dari yang terendah yaitu Lokasi 3 < Lokasi 1 < Lokasi 2. Struktur pohon pada Lokasi 2 memiliki kecepatan angin yang lebih besar dibandingkan lokasi lainnya. Hal tersebut dapat terjadi diduga karena jika dilihat pada titik-titik pengambilan data di Lokasi 2, lokasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya. Selain itu, penanaman yang berkelompok pada Lokasi 2 dapat menjadi faktor memiliki kecepatan angin

5 47 paling tinggi. Karena dengan penanaman yang tunggal/berkelompok dapat mengarahkan angin sehingga angin yang datang akan lebih maksimal dibandingkan dengan pohon dengan penanaman tunggal yang cenderung memecah angin. Hal itu yang terjadi pada Lokasi 1 yaitu pohon dengan sistem penanaman tunggal. Pada Lokasi 1 laju perubahan kecepatan angin selama waktu pengukuran relatif sedang hingga akhir. Pada Lokasi 3, titik-titik pengambilan data berbatasan dengan bangunan-bangunan yang ada di luar area KRC sehingga angin yang datang dari arah horizontal akan dipecahkan. Selain faktor-faktor sekitar lokasi pengamatan saja yang mempengaruhi hasil pengukuran. Namun, karaktersitik struktural menjadi faktor utama yang dapat menyebabkan suhu udara di setiap lokasi berbeda-beda. Karakteristik struktural pohon setiap lokasi memiliki kemampuan yang berbeda-beda pula dalam menciptakan iklim mikro yang nyaman. Hal tersebut dapat dilihat pada analisis berikut ini pada Tabel 9. Tabel 9 Analisis Karakteristik Struktural Pohon : Analisis Suhu Udara : Analisis Kelembaban Udara : Analisis Angin : Meningkatkan Suhu, RH, Tidak mengarahkan angin : Menurunkan Suhu, RH, mengarahkan angin : Keduanya

6 48 Berdasarkan analisis pada Tabel 9 tersebut, Pada Lokasi 1 dengan suhu udara : titik 1 (Araucaria heterophylla : 24,8 C); titik 2 (Araucaria cunninghamii : 25,5 C); & titik 3 (Araucaria cunninghamii : 25,2 C), secara umum ketiga titik memiliki karakteristik struktural untuk menaikkan suhu udara sangat baik karena ketiga sample ditanam secara tunggal, termasuk pohon tinggi, dan kepadatan tajuk yang padat. Hasil pengukuran suhu udara pada Lokasi 1 masih berada di bawah batas nyaman manusia yaitu di bawah 27 C, sehingga kemampuan yang dimiliki setiap strukturnya untuk meningkatkan suhu udara dapat dimanfaatkan untuk merekayasa iklim. Namun, ketiga bentuk tajuk pada Lokasi 1 ini yaitu bentuk piramidal yang berkemampuan untuk menurunkan/mereduksi suhu udara, sehingga dapat menjadi penyeimbang dalam menciptakan suhu udara yang nyaman bagi manusianya. Analisis karakteristik struktural berdasarkan kelembaban udara dipengaruhi oleh teori yang menyatakan bahwa suhu udara berbanding terbalik dengan kelembaban udara sehingga kemampuan setiap pohon untuk meningkatkan dan menurunkan kelembaban udara tergantung pada suhu udaranya. Hasil pengukuran kelembaban udara pada Lokasi 1 yaitu (Araucaria heterophylla : 75,0%); (Araucaria cunninghamii : 72,2%); & (Araucaria cunninghamii : 73,0%). Kelembaban udara Lokasi 1 masih berada pada kategori nyaman yaitu di bawah 75%, karakteristik pohon di ketiga titik pengambilan data yaitu kepadatan tajuk yang padat untuk transmisi, penanaman tunggal dan jarak tanam yang tidak rapat, sehingga dari karakteristik tersebut Lokasi 1 memiliki kemampuan untuk menurunkan kelembaban udara yang sangat baik. Akan tetapi, sama halnya dengan suhu udara, bentuk tajuk pada Lokasi 1 yaitu bentuk piramidal dapat menjadi penyeimbang dalam kemampuannya untuk meningkatkan kelembaban udara. Selain itu, karakteristik struktural pohon dari Lokasi 1 ini dianalisis pula dengan melihat kemampuannya dalam mengarahkan angin. Pada Lokasi 1 dengan kecepatan angin hasil pengukuran yaitu (Araucaria heterophylla : 0,3 m/s); (Araucaria cunninghamii : 0,4 m/s); & (Araucaria cunninghamii : 0,6 m/s), nilai kecepatan tersebut masih berada dibatas nyaman karena terhitung masih sangat kecil/pelan. Analisis karakteristik struktural pohon

7 49 berdasarkan Tabel 9, pada Lokasi 1 menunjukkan bahwa kemampuan pohonpohon tersebut untuk mengarahkan angin sangat besar, hanya terkendala pada penanaman pada lokasi ini yang tunggal sehingga dapat menyebabkan angin menyebar tidak terarah. Karakteristik berbeda ditunjukkan oleh Lokasi 2, yang karakteristik pohonnya sangat beragam. Lokasi 2 memiliki keberagaman karakteristik pada setiap pohonnya. Kombinasi dari ketiga karakteristik struktural tersebut dapat meningkatkan dan menurunkan suhu udara maupun keduanya dengan seimbang. Namun, jika dilihat dari nilai suhu udara masing-masing titik yaitu titik 4 (Eucalyptus saligna : 24,5 C); titik 5 (Eugenia formosa : 23,1 C); & titik 6 (Castanopsis jamaica : 25,1 C), ketiganya memiliki nilai dibawah 27 C sehingga kemampuan untuk meningkatkan suhu dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam menciptakan suhu udara yang nyaman bagi kegiatan manusia. Walaupun berdekatan dengan material yang dapat menghasilkan panas jika terkena sinar matahari, akan tetapi Lokasi 2 yang berada pada topografi bergelombang diperkirakan tetap dapat menyeimbangkan naik turunnya suhu udara dengan faktor-faktor yang dimilikinya tersebut. Kemampuan tersebut juga mempengaruhi kemampuan pohon di Lokasi 2 untuk meningkatkan maupun menurunkan kelembaban udara. Pada Lokasi 2 memiliki kelembaban udara hasil pengukuran yaitu (Eucalyptus saligna : 80,6%); (Eugenia formosa : 80,1%); & (Castanopsis jamaica : 76,1%), yang berada diatas batas nyaman karena kelembaban udara dari seluruh titik pengambilan data berada di atas 75%. Lokasi 2 memiliki karakteristik yang sangat beragam sehingga kemampuan dalam meningkatkan, menurunkan maupun keduanya dimiliki dengan seimbang. Namun, jika dilihat dari nilai kelembaban udara Lokasi 2 yang berada diatas batas nyaman, kemampuan untuk menurunkan kelembaban udara dimanfaatkan secara maksimal agar dapat tercipta kelembaban udara yang nyaman untuk manusia. Selain suhu udara dan kelembaban udara, masih terdapat unsur iklim yang dapat menciptakan kenyamanan yaitu dari kemampuan pohon dalam mengarahkan angin. Kecepatan angin pada lokasi ini yaitu (Eucalyptus saligna : 0,1 m/s); (Eugenia formosa : 1,1 m/s); & (Castanopsis jamaica : 0,2 m/s). Setiap titik menunjukkan perbedaan kecepatan angin yang cukup besar. Hal tersebut

8 50 diperkirakan dapat terjadi karena topografi di Lokasi 2 cukup bergelombang. Akan tetapi, kecepatan angin tersebut masih diatas batas nyaman karena kecepatan angin masih dibawah 2 m/s. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 9 dengan karaktersitik beragam yaitu struktur pohon pada Lokasi 2 memiliki kemampuan untuk mengarahkan angin sangat baik. Hal tersebut didukung oleh penanaman pada lokasi ini yang secara berkelompok sehingga kemampuan tersebut dapat dimanfaat secara maksimal. Selain itu, Lokasi 3 memiliki karakteristik yang hampir sama seperti Lokasi 1. Karakteristik struktural pada Lokasi 3 sangat cocok untuk meningkatkan suhu udara karena penanaman yang tunggal pada pohon tinggi dengan tajuk yang padat. Karakteristik struktural pada lokasi ini hampir mirip dengan lokasi 1. Suhu udara di Lokasi 3 yaitu : titik 7 (Eucalyptus saligna : 24,5 C); titik 8 (Eugenia formosa : 23,1 C); & titik 9 (Castanopsis jamaica : 25,1 C), suhu udara yang masih berada di bawah 27 C sehingga nyaman untuk manusia. Oleh karena itu, kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan suhu udara harus tetap menjaga agar suhu udara tetap pada suhu udara yang nyaman. Berbanding terbalik dengan kemampuan pohon dalam meningkatkan maupun menurunkan kelembaban udara. Lokasi 3 memiliki nilai kelembaban udara yaitu (Eucalyptus saligna : 79,0%); (Eugenia formosa : 74,4%); & (Castanopsis jamaica : 76,5%), sama dengan lokasi 2 yaitu diatas batas nyaman. Dengan karakteristik yang sama seperti Lokasi 1, maka kemampuan yang dimiliki struktur pohon Lokasi 3 sama seperti Lokasi 1 yaitu menurunkan kelembaban udara. Kemampuan ini dapat mendukung untuk menciptakan kelembaban udara yang nyaman karena pada lokasi ini kelembaban udara berada sedikit diatas batas nyaman yaitu 75%. Nilai kelembaban yang ideal sehingga menimbulkan tingkat kenyamanan yang tinggi terutama bagi orang Indonesia yaitu 40-75%, nilai tersebut tidak terlalu kering dan tidak juga terlalu lembab (Laurie, 1986). Selain itu juga, kemampuan pohon pada Lokasi 3 dalam mengarahkan angin cukup baik. Karakteristik struktural Lokasi 3 sama seperti Lokasi 1. Oleh karena itu, kemampuan yang dihasilkan dari struktur pohon tersebut sama. Selain itu, kecepatan angin pada Lokasi 3 juga tidak jauh berbeda dengan Lokasi 1 tapi Lokasi 3 jauh lebih kecil kecepatan anginnya, yaitu (Eucalyptus saligna : 0,2

9 51 m/s); (Eugenia formosa : 0,1 m/s); & (Castanopsis jamaica : 0,2 m/s). Sehingga kemampuan untuk mengarahkan cukup dibutuhkan agar pada titik-titik lokasi yang banyak dijadikan lokasi berkegiatan manusia dapat tetap berada pada situasi nyaman. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis yang telah diuraikan, dengan karakteristik struktural yang cenderung homogen jika dirata-ratakan pohon dapat menurunkan suhu udara sebesar 0,8 C. Dan telah diketahui pula bahwa suhu udara di seluruh area KRC pada pohon memiliki suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin yang masih pada batas nyaman. Oleh karena itu, tidak diperlukan modifikasi pada struktur RTH agar suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin tetap berada pada kondisi nyaman untuk kegiatan manusia. Pada Lokasi 2 yang memiliki kelembaban diatas 75% untuk menurunkan kelembaban tersebut sebaiknya pengaturan jarak tanam pada lokasi ini sehingga radiasi matahari dapat masuk lebih banyak sehingga mereduksi kelembaban udara Analisis Pengaruh Struktur RTH Semak Terhadap Iklim Mikro Struktur semak tidak jauh berbeda dengan struktur pohon, yaitu memiliki kemampuan dalam menyerap radiasi matahari, memberikan nauangan, dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Namun, karena ukuran semak lebih kecil dari pada pohon maka kemampuannya dalam menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara tidak semaksimal pohon (Brown & Gillespie, 1995). Semak juga memiliki pengaruh terhadap angin, hanya saja dalam skala lebih kecil dari pohon. Semak sama seperti pohon, terdapat beberapa karakteristik struktural semak yang dapat mempengaruhi iklim mikro diantaranya: bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk (Scudo, 2002). Semak dengan tajuk piramidal dan bulat, ditanam berjejer/berkelompok, memiliki tinggi yang sedang (1-2 meter), serta memiliki kepadatan tajuk tinggi dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Sementara itu, semak dengan tajuk kolumnar/horisontal; ditanam secara tunggal; memiliki ukuran sangat rendah, rendah, atau tinggi (0,5-1 dan 2-3 meter); serta memiliki

10 52 kepadatan tajuk rendah sampai sedang memiliki kemampuan untuk meningkatkan suhu udara dan menurunkan kelembaban udara. Selain berpengaruh dalam suhu udara dan kelembaban udara sama seperti halnya pohon, semak juga berpengaruh terhadap angin. Semak memiliki fungsi untuk mengarahkan angin, menyimpan, menghalangi, maupun menyaring angin. Semak yang dapat mengarahkan angin yaitu semak dengan karakteristik sebagai berikut. Semak yang memiliki bentuk tajuk kolumnar, piramidal, atau bulat; ditanam berjejer/berkelompok; memiliki ukuran rendah hingga tinggi (0,5-3 meter); dan memiliki kepadatan tajuk yang sedang/rendah. Untuk melihat pengaruh antara struktur RTH terhadap iklim mikro, dilakukan pengukuran iklim mikro yang meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada waktu yang sama seperti pengukuran pada pohon yaitu pukul WIB. Hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada struktur semak dapat dilihat pada Gambar 15, 16, dan 17. Gambar 15 Grafik Suhu Udara Pada Semak Antar Lokasi Dari gambar di atas, dapat dikatakan bahwa suhu udara semak secara keseluruhan pada menit awal pengukuran lebih tinggi dari pada suhu udara di menit akhir. Suhu udara semak yaitu berkisar antara 25 C - 32 C. Suhu udara yang berada diatas 28 C merupakan suhu udara yang tidak nyaman untuk manusia. Perbandingan suhu udara berdasarkan Gambar 15 yaitu suhu udara semak pada

11 53 Lokasi 1 < Lokasi 2 < Lokasi 3. Pada Lokasi 1 terlihat memiliki suhu udara lebih rendah daripada lokasi lainnya, hal ini dikarenakan tingkat penutupan awan saat pengukuran Lokasi 1 tinggi, sehingga suhu udara pun rendah. Semakin tinggi tingkat penutupan awan maka suhu udara rendah, dan sebaliknya semakin rendah tingkat penutupan awan maka suhu udara akan tinggi. Pada Gambar 15 terlihat pula bahwa suhu udara semak pada Lokasi 2 dan Lokasi 3 relatif mirip. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor kerapatan vegetasi pada lokasi-lokasi tersebut relatif sama. Penanaman semak berbeda halnya dengan pohon tetapi ada pula semak yang ditanam seperti pohon secara tunggal, jika semak ditanam secara bersama dalam pola desain atau tanam tertentu maka kerapatannya akan berbeda dengan semak yang ditanam tunggal (Asiani, 2007). Faktor-faktor tersebut berdasarkan kondisi yang terdapat di lokasi pengamatan.jika dilihat perbandingan pada suhu udara semak dapat membuktikan tujuan dilakukannya perbandingan struktur semak antar lokasi yaitu melihat ada/tidaknya pengaruh lingkungan luar KRC terhadap iklim mikro. Namun, hal tersebut juga masih dipengaruhi dengan kondisi sekitar lokasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengukuran juga dilakukan untuk mengetahui kelembaban udara pada semak. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Grafik Kelembaban Udara Pada Semak Antar Lokasi

12 54 Berdasarkan Gambar 16, kelembaban udara di ketiga lokasi tersebut berada diantara 60-80%. Perbandingan kelembaban udara berdasarkan laju perubahan Lokasi 3 < Lokasi 2 < Lokasi 1. Kelembaban udara pada Lokasi 2 dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi/ kerindangan yang cukup rapat sehingga kelembaban udara juga cenderung tinggi. Jika dilihat perbandingan kelembaban udara pada semak ini merupakan perbandingan yang berbanding terbalik dengan suhu udaranya. Hal ini kembali membuktikan bahwa kelembaban udara berbanding terbalik dengan suhu udara. Selain suhu udara dan kelembaban udara, yang diukur bersama-sama yaitu kecepatan angin pada struktur semak. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 Grafik Kecepatan Angin Pada Semak Antar Lokasi Berdasarkan Gambar 17 dari data hasil pengukuran lapang terlihat laju perubahan kecepatan angin setiap lokasi untuk struktur semak ini relatif kecil. Perbandingan kecepatan angin yaitu Lokasi 3 < Lokasi 1 < Lokasi 2. Pada Lokasi 2 merupakan lokasi dengan kecepatan angin paling besar. Hal tersebut dapat terjadi sama halnya seperti struktur pohon yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu ketinggian tempat. Lokasi 2 merupakan lokasi pangambilan data yang titik-titik pengukurannya lebih tinggi dibandingkan lokasi lainnya.

13 55 Kecepatan angin pada Lokasi 1 dan Lokasi 3 relatif beriringan selama waktu pengukuran tersebut. Hal ini dapat terjadi karena dua lokasi tersebut memiliki ketinggian yang relatif sama sehingga angin yang datang pada lokasilokasi tersebut tidak sebesar/sekencang Lokasi 2. Selain itu, kondisi Lokasi 1 dan Lokasi 3 yang tidak terlalu rindang menyebabkan kecepatan angin relatif beriringan. Faktor penting yang mempengaruhi hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin pada semak ini sama seperti pada struktur pohon dalam menciptakan iklim mikro yang nyaman. oleh karena itu, dilakukan analisis karaktersitik struktural dan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Analisis Karakteristik Struktural Semak : Analisis Suhu Udara : Analisis Kelembaban Udara : Analisis Angin : Meningkatkan Suhu, RH, Tidak mengarahkan angin : Menurunkan Suhu, RH, mengarahkan angin : Keduanya Berdasarkan analisis pada Tabel 10 tersebut, setiap lokasi memiliki karakteristik struktur semak yang beragam namun, kemampuan meningkatkan dan menurunkan suhu udara sama seperti pohon.

14 56 Secara umum ketiga sample semak pada Lokasi 1 dengan suhu udara yaitu : titik 1 (Araucaria cunninghamii : 24,8 C); titik 2 (Araucaria cunninghamii : 24,4 C); & titik 3 (Calliandra calothyrsus : 26,2 C), memiliki karakteristik struktural untuk meningkatkan suhu udara sangat baik karena 2 dari 3 sample ditanam secara tunggal dan kepadatan tajuk yang padat. Karakteristik tersebut dapat menjadi pelengkap dari karakteristik pohon yang dimiliki Lokasi 1 untuk menciptakan suhu udara yang nyaman. Namun, ketiga bentuk tajuk pada Lokasi 1 ini berkemampuan untuk menurunkan suhu udara, hal tersebut dapat menjadi penyeimbang dalam menciptakan suhu udara yang nyaman bagi manusianya. Berdasarkan kelembaban udara, secara umum Lokasi 1 memiliki nilai kelembaban udara yaitu (Araucaria cunninghamii : 75,5%); (Araucaria cunninghamii : 75,7%); & (Calliandra calothyrsus : 72,2%), sedikit diatas batas nyaman. Hasil analisis suhu udara menunjukkan lebih besar berkemampuan untuk menaikkan suhu udara itu artinya berarti berkemampuan besar untuk menurunkan kelembaban udara. Kondisi tersebut dapat digunakan untuk menurunkan kelembaban udara pada lokasi ini dengan maksimal karena berdasarkan hasil pengukuran nilai kelembaban udara Lokasi 1 cukup tinggi. Namun, analisis karakteristik struktural semak dalam melihat kemampuannya dalam mengarahkan angin, Lokasi 1 yang memiliki kecepatan angin (Araucaria cunninghamii : 0,1 m/s); (Araucaria cunninghamii : 0,4 m/s); & (Calliandra calothyrsus : 0,5 m/s), kecepatan angin tersebut berada dibawah batas nyaman. Hasil analisis struktural pada Tabel 10 menunjukkan semak pada Lokasi 1 kemampuan mengarahkan angin dan tidak mampu mengarahkan anginnya seimbang. Sehingga kemampuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengkombinasikan kemampuan seluruh struktur RTH agar tercipta angin yang nyaman serta aman untuk kegiatan manusia. Keadaan berbeda terjadi pada lokasi 2 dengan nilai suhu udara yaitu : titik 4 (Carex morowii : 26,8 C); titik 5 (Fagraera sp : 28,3 C); & titik 6 (semak liar : 27,3 C), diperkirakan faktor lingkungan di lokasi ini diduga memiliki kemampuan untuk meningkatkan suhu udara yang sangat baik sama halnya dengan struktur pohon, karena berdekatan dengan material yang dapat menghasilkan panas jika

15 57 terkena radiasi matahari seperti aspal dan bebatuan. Berbeda dengan pohon yang banyak ditanam secara berkelompok yang memiliki kemampuan untuk menurunkan suhu, semak pada Lokasi 2 ditanam secara tunggal sehingga berkemampuan untuk meningkatkan suhu udara yang baik tetapi hal tersebut dapat sangat membahayakan karena suhu udara semak di lokasi ini diambang batas nyaman. Jika kemampuan tersebut dimanfaatkan secara maksimal akan menimbulkan suhu udara yang tidak nyaman untuk kegiatan manusia. Padahal kemampuan berbanding terbalik yaitu dengan hasil analisis kemampuan semak dalam meningkatkan maupun menurunkan kelembaban udara. Pada lokasi 2 mempunyai nilai kelembaban udara yaitu (Carex morowii :70,0%); (Fagraera sp : 60,3%); & (semak liar : 65,1%), yang masih pada batas nyaman masih berada di bawah 75%. Dengan melihat hasil analisis suhu udara yang berkemampuan lebih besar untuk meningkatkan suhu udara sehingga struktur semak Lokasi 2 untuk kelembaban udara memiliki kemampuan menurunkan kelembaban udara. Akan tetapi, dengan nilai kelembaban udara berdasarkan pengukuran lapang yang cukup nyaman untuk manusia maka kemampuan struktur semak untuk menurunkan kelembaban udara tersebut sebaiknya diminimalisir agar kelembaban udara pada lokasi tersebut tetap pada batas nyaman. Hasil pengukuran semak di dua lokasi itu pun memiliki nilai yang masih cukup kecil sehingga masih di bawah batas nyaman, nilai-nilai tersebut berturutturut yakni (Carex morowii : 0,1 m/s); (Fagraera sp : 0,8 m/s); & (semak liar : 0,7 m/s). Analisis karakteristik struktural terhadap kemampuan dalam mengarahkan angin, menghasilkan proporsi kemampuan mengarahkan maupun tidak mengarahkan angin dari struktur semak-semak tersebut seimbang. Pada lokasi selanjutnya yaitu Lokasi 3, karakteristik yang dimilikinya mendominasi kemampuan untuk meningkatkan suhu udara dengan penanaman secara tunggal dan kepadatan tajuk yang padat. Selain itu pengaruh faktor lingkungan pada titik-titik lokasi yang berdekatan dengan aspal jalan diperkirakan akan semakin memperkuat kemampuan karakteristik semak Lokasi 3 untuk meningkatkan suhu udaranya. Selain itu, kemampuan tersebut dapat membuat kondisi di lokasi ini semakin tidak nyaman untuk manusia karena Lokasi 3

16 58 memiliki suhu udara yang berada di atas batas nyaman yaitu titik 7 (Chamaedorea sp : 28,9 C); titik 8 (Duranta sp : 28,6 C); & titik 9 (Castanospermum australe : 27,3 C). Lokasi 3 memiliki nilai kelembaban udara yaitu (Chamaedorea sp : 66,0%); (Duranta sp : 59,4%); & (Castanospermum australe : 65,0%) sama dengan Lokasi 2 yaitu pada kategori nyaman. Berdasarkan analisis karakteristik struktur semak Lokasi 3 ini memiliki kemampuan untuk menurunkan kelembaban udara yang baik. Akan tetapi, dengan hasil pengukuran yang masih pada kondisi nyaman sehingga kemampuan untuk menurunkan kelembaban udara di Lokasi 3 harus tetap pada batas nyaman agar tingkat kelembaban udara pada Lokasi 3 tidak terlalu kering sehingga dapat membuat tidak nyaman untuk kegiatan manusia. Struktur semak memiliki hasil analisis yang berbeda dengan struktur pohon sebelumnya yang didominasi oleh kemampuan pohon untuk mengarahkan angin sangat baik hampir di setiap lokasi pengamatan. Struktur semak yang memiliki tinggi mulai dari rendah hingga sangat rendah sangat mempengaruhi kemampuan setiap semak tersebut dalam mengarahkan angin. Begitu pula yang terjadi pada Lokasi 3, analisis struktural tersebut memhasilkan proporsi kemampuan mengarahkan maupun tidak mengarahkan seimbang. Hasil pengukuran semak di dua lokasi itu pun memiliki nilai yang masih cukup kecil sehingga masiih di bawah batas nyaman, nilai-nilai tersebut berturut-turut yakni (Chamaedorea sp : 0,2 m/s); (Duranta sp : 0,1 m/s); & (Castanospermum australe : 0,3 m/s). Setelah diketahui bahwa semak suhu udara sedikit diatas batas nyaman, akan tetapi kelembaban udara dan kecepatan angin masih pada batas nyaman di seluruh area KRC. Oleh karena itu, diperlukan sedikit modifikasi pada struktur RTH semak agar dapat mereduksi suhu udara namun tetap mempertahankan kelembaban udara dan kecepatan angin agar tetap pada keadaan yang nyaman. Semak memiliki kemampuan mereduksi suhu udara lebih buruk dari pohon disebabkan oleh ukurannya yang lebih kecil daripada pohon. Untuk menurunkan suhu udara pada struktur RTH semak, dapat dilakukan melalui beberapa modifikasi.

17 59 Setelah didapatkan hasil pengukuran dan dilakukan analisis karakteristik struktural semak pada area KRC ini jika dirata-ratakan dapat menurunkan suhu udara sebesar 0,6 C. Kemampuan tersebut lebih kecil dari pada pohon, dapat dikarnakan karakteristik struktural semak yang juga berukuran lebih kecil. Pemilihan semak dengan karakteristik struktural yang baik dalam menurunkan suhu udara dapat memaksimalkan kemampuan semak dalam menurunkan suhu udara. Sama halnya dengan pohon, semak yang baik dalam menurunkan suhu udara memiliki beberapa karakteristik struktural seperti bentuk tajuk piramidal atau bulat, ditanam berjejer atau berkelompok, memiliki tinggi yang sedang (1-2 meter), dan memiliki kepadatan tajuk tinggi. Contoh spesies semak yang memiliki karakteristik-karakteristik tersebut antara lain: kaliandra (Caliandra sp.), kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis), kembang pukul delapan (Turnera subulata), dll Analisis Pengaruh Struktur RTH Rumput Terhadap Iklim Mikro Rumput merupakan struktur RTH dengan tinggi kurang dari 0,5 meter dan dengan karakter ujung daun yang runcing. Rumput memiliki kemampuan dalam memantulkan dan menyerap radiasi matahari serta menghasilkan evapotranspirasi sehingga suhu udara dapat direduksi. Dalam hal mengontrol angin, rumput memiliki kemampuan mereduksi kecepatan angin karena rumput menutupi permukaan tanah dan membuat permukaan tanah menjadi lebih kasar. Akan tetapi, ukuran rumput yang cukup rendah menyebabkan kemampuannya dalam mereduksi kecepatan angin tidak maksimal dan tidak memiliki kemampuan dalam mengarahkan angin. Rumput merupakan struktur RTH yang tidak memiliki karakteristik struktural seperti pohon dan semak, oleh karena itu, untuk mempermudah analisis maka diamati berdasarkan kondisi lingkungan sekitar lokasi pengukuran. Menurut Robinette (1977), struktur naungan yang ada pada RTH mampu mempengaruhi suhu udara dan kelembaban udara pada RTH tersebut. Struktur naungan itu dapat berupa struktur bangunan maupun tanaman. Berdasarkan hal tersebut, maka mengamati struktur lain yang terdapat di sekitar titik pengukuran lawn/rumput menjadi hal penting. Untuk melihat pengaruh antara struktur RTH rumput terhadap iklim mikro dilakukan pengukuran suhu udara, kelembaban

18 60 udara, dan kecepatan angin di atas hamparan rumput. Pengukuran dilakukan pada pukul WIB. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Gambar 18, 19, dan 20. Gambar 18 Grafik Suhu Udara Pada Lawn/Rumput Antar Lokasi Berdasarkan gambar di atas, suhu udara lawn area yaitu berkisar antara C terdapat suhu udara yang tidak nyaman untuk manusia karena berada di atas 28 C. Menurut Laurie (1986), suhu udara yang nyaman untuk manusia antar 27 C - 28 C. Laju perubahan suhu udara yang terjadi di setiap titik pengambilan data sangat berbeda. Pada Lokasi 1 suhu udara lebih rendah dibandingkan dengan lokasi lainnya. Selain itu selama satu jam, pengukuran laju perubahan menunjukan bahwa suhu udara di lokasi tersebut cenderung terus menurun. Hal ini diduga dipengaruhi oleh tingkat penutupan awan yang menutupi sinar matahari pada Lokasi 1 tinggi, sehingga suhu yang dihasilkan lebih rendah. Berbeda dengan Lokasi 1, suhu udara pada Lokasi 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dua lokasi lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena pada Lokasi 2 keberadaan titik-titik pengambilan data berdekatan dengan aspal jalan raya yang dapat diduga pula mempengaruhi suhu udara karena terjadi pemanasan pada elemen-elemen tersebut. Perbandingan suhu berdasarkan Gambar 18 yaitu suhu udara Lokasi 1 < Lokasi 3 < Lokasi 2. Dengan perbandingan tersebut, maka menunjukkan bahwa lokasi tidak berpengaruh nyata terhadap suhu udara.

19 61 Gambar 19 Grafik Kelembaban Udara Pada Lawn/Rumput Antar Lokasi Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Gambar 19, terlihat bahwa laju perubahan setiap lokasi sangat berbeda. Pada Lokasi 1 laju perubahan cenderung meningkat sedangkan pada dua lokasi lainnya laju perubahan yang terjadi cenderung menurun hingga akhir waktu pengukuran terjadi peningkatan yang tidak terlalu tinggi. Perbandingan kelembaban udara dari yang terendah yaitu Lokasi 2 < Lokasi 3 < Lokasi 1. Hal yang mempengaruhi yaitu kerapatan vegetasi yang cenderung rapat. Perbandingan tersebut merupakan kebalikan dari perbandingan suhu udara pada rumput. Selain suhu udara dan kelembaban udara pada lawn/rumput pun dilakukan pengukuran kecepatan angin bersamaan dengan pengukuran unsur iklim lainnya. Struktur RTH lawn/ hamparan rumput merupakan struktur yang tidak memiliki naungan, hanya ruang terbuka dengan permukaan tanah hanya dilapisi oleh rumput. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 20.

20 62 Gambar 20 Grafik Kecepatan Angin Pada Lawn/Rumput Antar Lokasi Berbeda dengan kecepatan angin pada struktur semak, struktur lawn/hamparan rumput, Perbandingannya yaitu Lokasi 3 < Lokasi 2 < Lokasi 1. Hal tersebut dapat terjadi akibat kondisi cuaca pada saat pengukuran di Lokasi 1 yang berawan dan berangin cukup kencang dan Lokasi 1 merupakan lokasi dengan lawn paling luas dibanding lokasi lainnya dan lebih sedikit penghalang sehingga mengakibatkan kecepatan angin pada lokasi ini lebih besar dibandingkan lokasi lainnya. Berdasarkan Gambar 20 hasil pengukuran lapang, pada Lokasi 2 dan 3 laju perubahan relatif sama, tidak mengalami perubahan yang meningkat tajam pada setiap menitnya. Selain itu, terlihat di beberapa menit lokasi-lokasi tersebut tidak memiliki kecepatan angin. Dengan begitu artinya pada menit tersebut tidak terdapat angin yang datang pada lokasi pangambilan data. Struktur lawn/rumput ini merupakan struktur yang tidak memiliki naungan kecuali jika dihubungkan dengan sekitarnya seperti vegetasi lain dan bangunan. Oleh sebab itu, analisis karaktersitik sedikit berbeda dengan struktur semak dan pohon. Pada struktur lawn/rumput dengan menganalisis karakteristik lingkungan antar lokasi. Analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

21 63 Tabel 11 Analisis Karakteristik Lingkungan Lawn (Rumput) : Analisis Suhu Udara : Analisis Kelembaban Udara : Analisis Angin : Meningkatkan Suhu, RH, Tidak mengarahkan angin : Menurunkan Suhu, RH, mengarahkan angin : Keduanya Berdasarkan analisis (Tabel 11) tersebut, pada Lokasi 1 dengan faktor-faktor yang secara keseluruhan memiliki kemampuan untuk meningkatkan suhu udara yang baik. Namun, hal tersebut dapat membuat kenyamanan di Lokasi 1 menjadi kurang nyaman karena suhu udara yang melebihi batas nyaman manusia, Lokasi 1 memiliki nilai suhu udara yaitu: 25,7 C; 25,2 C; & 26,6 C. Dengan begitu, kemampuan tersebut dapat dikombinasikan dengan struktur RTH lainnya yang ada pada lokasi yang sama. Pada Lokasi 2, hasil analisis menunjukkan kemampuan berbeda yaitu untuk meningkatkan maupun menurunkan memiliki proporsi yang seimbang. Hal tersebut dapat bermanfaat sebagai pendukung terciptanya suhu udara yang nyaman untuk kegiatan manusia dengan struktur RTH lainnya. Suhu udara pada lokasi ini diatas batas nyaman yaitu 31,8 C; 36,9 C; 32,1 C. Kemampuan untuk menurunkan suhu udara sangat dibutuhkan untuk membuat lokasi ini kembali nyaman dengan bantuan struktur RTH lainnya yang berada di sekitarnya. Lokasi 3 memiliki kemampuan yang sama seperti Lokasi 1, sehingga sangat diperlukan perpaduan struktur RTH lainnya agar kenyamanan pada lokasi-lokasi tersebut tetap terjaga. Suhu udara pada lokasi ini sudah diatas batas nyaman yaitu 31,5 C; 31,4 C; & 33,3 C. Pada analisis karakteristik lingkungan lawn/rumput untuk suhu udara, mayoritas lokasi didominasi kemampuannya untuk meningkatkan suhu udara dengan faktor pendukung yang berada di setiap lokasi. Oleh sebab itu,

22 64 kemampuan yang dimiliki setiap lawn untuk kelembaban udara yaitu menurunkan kelembaban udara. Kemampauan tersebut dapat dimaksimalkan maupun diminimalkan agar tetap dapat kelembaban udara yang nyaman untuk manusia berkegiatan tidak terlalu kering maupun tidak terlalu lembab. Struktur lawn/rumput sama seperti analisis-analisis sebelumnya yang menggunakan faktor lingkungan untuk menganalisis, pada analisis kecepatan angin pun demikian karena lawn tidak memiliki struktur seperti struktur RTH lainnya. Jika dilihat dari Tabel 11 yang merupakan analisis berdasarkan ada atau tidaknya bangunan di sekitar lawn tersebut dihasilkan pada Lokasi 1 menunjukkan tidak adanya bangunan karena lokasi tersebut didominasi oleh lawn area/ hamparan rumput. Oleh karena itu, pada Lokasi 1 menunjukkan kemampuan untuk mengarahkan angin karena dengan tidak adanya bangunan diperkirakan angin tidak akan membelok arah/ berbalik arah. Hasil berbeda ditunjukkan oleh Lokasi 2 dan Lokasi 3. Keadaan berbalik ditunjukkan oleh dua lokasi tersebut. Pada Lokasi 2 menghasilkan analisis dengan adanya 2 titik yang berdekatan dengan bangunan maka kemampuan untuk mengarahkan angin sangat kecil. Lokasi 3 menunjukkan bahwa hanya 1 lokasi yang berdekatan dengan bangunan sehingga kemampuan mengarahkan anginnya masih cukup besar. Jika kemampuan tersebut diurutkan maka Lokasi 1 > Lokasi 3 > Lokasi 2. Telah diketahui bahwa suhu udara pada seluruh lawn/rumput di KRC memiliki nilai cukup tinggi dan berada pada kategori tidak nyaman. Oleh karena itu, diperlukan modifikasi pada struktur RTH agar dapat menurunkan suhu udara. Lawn/rumput memiliki kemampuan menurunkan suhu udara paling buruk di antara struktur RTH lainnya. Hal ini terjadi karena lawn/ rumput tidak memiliki tajuk sehingga tidak memiliki karakteristik struktural yang dapat mereduksi suhu udara. Untuk meningkatkan kenyamanan manusia, perlu dilakukan modifikasi pada lawn area/ hamparan rumput yang sering digunakan sebagai area rekreasi agar suhu udara dapat diturunkan. Untuk menurunkan suhu udara pada lawn/rumput, diperlukan modifikasi dari kondisi lingkungan. Penempatan struktur penaung seperti tanaman dan bangunan dekat lawn area dapat menaungi struktur RTH rumput dari paparan langsung radiasi matahari sehingga suhu udara dapat diturunkan.

23 65 Struktur RTH lawn/rumput tidak memiliki tajuk yang dapat mengarahkan aliran angin. Untuk memaksimalkan kecepatan angin pada lawn/rumput diperlukan modifikasi dari kondisi lingkungan. Peletakan lawn area yang berdekat dengan struktur lain yang dapat mengarahkan angin dapat memaksimalkan kecepatan angin. Struktur pengarah tersebut dapat berupa jalan atau barisan tanaman yang memiliki orientasi yang sama dengan orientasi aliran angin. Selain itu, untuk memaksimalkan kecepatan angin, perlu dihindari peletakan lawn area dekat dengan struktur penghalang angin seperti tanaman atau bangunan Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH Terhadap Suhu Udara Selain dilakukan analisis suhu udara pada struktur RTH yang sama di antar lokasi, dilakukan pula analisis berdasarkan struktur RTH yang berbeda pada lokasi yang sama. Berdasarkan hipotesis kemampuan setiap struktur RTH dalam mereduksi/menurunkan suhu udara berbeda-beda. Struktur pohon merupakan struktur dengan kemampuan mereduksi suhu udara yang paling tinggi dibandingkan struktur RTH lainnya. hal tersebut karena pohon memiliki tajuk lebih tinggi dan lebih padat sehingga memiliki kemampuan yang baik untuk menaungi dan menyerap radiasi matahari oleh karena itu dapat mereduksi suhu udara dengan baik. Struktur semak merupakan struktur RTH kedua yang memiliki kemampuan mereduksi suhu udara lebih baik karena semak memiliki kemampuan dalam menaungi dan menyerap radiasi matahari, namun dalam skala lebih kecil dari pohon. Pada struktur lawn/rumput tidak memiliki kemampuan manaungi lokasi sekitarnya. Hal tersebut karena rumput tidak memiliki naungan tajuk seperti pohon dan semak. Sehingga rumput dipengaruhi faktor lingkungannya dalam mereduksi suhu udara menyebabkan hasil pengukuran tidak sesuai perkiraan. Oleh karena itu, dilakukan analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara. Rata-rata suhu udara pada struktur RTH di setiap lokasi dapa dilihat pada Tabel 12.

24 66 Tabel 12 Hasil Pengukuran Lapang Unsur Iklim Suhu Udara Struktur RTH Suhu Udara Rata-rata ( C) Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Pohon 25,2 24,2 24,4 Semak 25,3 26,5 28,3 Lawn 25,8 29,6 32,1 Jika dilihat dari hasil rata-rata pada Tabel 12, perbandingan yang dihasilkan menunjukkan bahwa suhu udara pohon < semak < lawn/rumput. Tabel diatas telah menjelaskan bahwa perbedaan karakteristik struktural memiliki pengaruh yang berbeda-beda pula terhadap suhu udara yang tercipta di setiap lokasi. Hasil pengukuran tersebut dapat terlihat pada Gambar 21, Gambar 22 dan Gambar 23. Setiap struktur memiliki nilai suhu udara yang berbeda-beda. Gambar 21 Grafik Suhu Udara Pada Lokasi 1 Berdasarkan data hasil pengukuran lapang pada Gambar 21 tersebut, terlihat bahwa suhu udara pada ketiga struktur RTH yaitu di bawah 27 C, suhu udara tersebut masih di batas nyaman manusia (Laurie, 1986). Jika dilihat laju perubahan selama pengukuran berlangsung, suhu udara pada setiap struktur RTH berbeda-beda. Pohon memiliki laju yang cenderung terus menurun selama pengukuran. Namun, pada semak terlihat laju yang berubah-ubah dengan perubahan cukup sering selama pengukuran, sedangkan pada lawn/rumput laju

25 67 cenderung terus naik berbanding terbalik dengan pohon. Hal tersebut dapat diperkirakan oleh beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab. Salah satu yang diperkirakan menjadi penyebab yaitu tingkat tutupan awan yang berbeda-beda. Akan tetapi selain itu, faktor naungan tajuk menjadi pengaruh yang menyebabkan suhu udara pohon lebih rendah dibandingkan struktur RTH lainnya. Jika lawn/rumput memiliki nilai suhu udara yang paling tinggi itu karena karakteristik struktural lawn yang tidak memiliki naungan tajuk dan naungan dari sekitar sehingga radiasi matahari diterima lebih banyak dibandingkan struktur RTH lainnya. Perbandingan suhu udara berdasarkan struktur RTH (Gambar 13) yaitu pohon < semak < lawn/rumput. Perbandingan tersebut merupakan bukti darii hipotesis yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu pohon memiliki suhu udara lebih rendah dibandingkan suhu udara struktur RTH lainnya karena pengaruh karakteristik strukturalnya. Pengukuran suhu udara pada Lokasi 2 sama halnya dengan pengukuran suhu udara pada Lokasi 1. Hasil pengukuran suhu tersebut dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22 Grafik Suhu Udara Pada Lokasi 2 Dari Gambar 22, dapat dikatakan bahwa suhu udara pada Lokasi 2 sedikit berbeda pada laju perubahan di setiap struktur RTHnya dengan hasil pengukuran pada Lokasi 1. Secara keseluruhan perubahan laju suhu udara pada Lokasi 2 cenderung

26 68 stabil tidak seperti Lokasi 1 yang cukup drastis setiap strukturnya. Pada menit awal pengukuran pohon dan semak memiliki suhu udara lebih tinggi dari pada suhu udara di menit akhir. Pada lawn/rumput memiliki laju yang terus naik selama satu jam pengukuran. Sehingga jika dibandingkan, berdasarkan perubahan lajunya maka lawn/rumput memiliki perubahan laju yang berbeda dengan pohon dan semak yaitu naik sedangkan pohon dan semak cenderung menurun. Faktor-faktor penyebab perbedaan laju dan hasil pengukuran pada Lokasi 2 ini hampir sama seperti Lokasi 1 yaitu karena perbedaan karakteristik struktural pohon, semak, dan lawn/rumput sehingga jumlah radiasi matahari yang diterima setiap strukturnya berbeda-beda. Salah satu karakteristik yang dapat mempengaruhi suhu udara pada tanaman yaitu tajuk. Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki tajuk paling terlihat kemampuannya dalam mereduksi sehingga suhu udara pohon lebih rendah dibandingkan semak dan lawn/rumput. Perbandingan suhu udara berdasarkan struktur RTH Lokasi 2 (Gambar 22) yaitu pohon < semak < lawn/rumput. Perbandingan pada Lokasi 2 pun dapat membuktikan hipotesis yang telah dijelaskan sebelumnya. Struktur RTH yang diukur suhu udaranya selain Lokasi 1 dan Lokasi 2 yaitu Lokasi 3. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar 23 Grafik Suhu Udara Pada Lokasi 3

27 69 Berdasarkan hasil pengukuran pada Lokasi 3, suhu udara berkisar antara C sehingga terdapat suhu udara yang tidak nyaman karena yang nyaman untuk manusia yaitu C (Laurie, 1986). Laju perubahan suhu udara yang terjadi di setiap struktur RTH Lokasi 3 sangat berbeda. Pada pohon suhu udara laju selama pengukuran cenderung konstan sehingga tidak ada peningkatan dan penurunana suhu udara yang cukup drastis. Berbeda dengan semak, laju perubahannya cenderung menurun hingga akhir pengukuran. Akan tetapi, suhu udara semak tetap lebih tinggi daripada pohon. Dan yang terjadi pada lawn/rumput berbanding terbalik dengan semak yaitu meningkat pada pertengahan waktu pengukuran. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor-faktor yang sama seperti lokasilokasi lainnya yaitu faktor perbedaan karakteristik strukturalnya sehingga berbeda pula dalam menerima radiasi sinar matahari dan tingkat tutupan lahan yang berbeda-beda menjadi faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran. Perbandingan suhu berdasarkan struktur RTH Lokasi 3 (Gambar 23) yaitu pohon < semak < lawn/rumput. Secara keseluruhan berdasarkan hasil pengukuran dengan membandingkan struktur RTH di setiap lokasinya memiliki perbandingan suhu udara yang sama yaitu suhu udara pohon < semak < lawn/rumput. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakteristik struktural memiliki pengaruh yang berbeda-beda untuk menciptakan suhu udara yang nyaman untuk manusia khususnya. Selain itu untuk mengetahui perbedaan signifikansi penggunaan struktur RTH di setiap lokasi, maka dilakukan perhitungan selisih suhu udara ( T) antar struktur RTH. Perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil Perhitungan Selisih Suhu Udara Perhitungan Selisih Suhu Udara ( T) Antar Struktur RTH ( C) Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 T (Pohon Semak) 0,1 2,3 3,9 T (Semak Lawn) 0,5 3,1 3,8 T (Pohon Lawn) 0,6 5,4 7,7

28 70 Semakin tinggi selisih suhu udara antara pohon dan semak, semakin signifikan penggunaan pohon dibanding semak. Semakin tinggi selisih suhu udara antara semak dan lawn, semakin signifikan penggunaan semak dibanding lawn. Semakin tinggi selisih duhu udara antara pohon dan lawn, semakin signifikan penggunaan pohon dibanding lawn. Berdasarkan perhitungan selisih suhu udara tersebut, dari rata-rata selisih suhu udara antara pohon dan semak didapatkan bahwa yang paling tinggi terdapat di Lokasi 3 yaitu dengan selisih 3,9 C. Hal tersebut dapat disebabkan kemampuan pohon dalam mereduksi suhu udara jauh lebih baik dibanding semak yang berkemampuan kurang baik dalam mereduksi suhu udara di Lokasi 3. Dan selisih suhu udara yang paling kecil berada di Lokasi 1 yaitu dengan 0,1 C. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penggunaan pohon pada lokasi ini tidak memiliki pengaruh nyata dalam menurunkan suhu udara. Sistem penanaman yang tunggal dapat diperkirakan menjadi pengaruh yang kurang mendukung untuk menurunkan suhu udara pada Lokasi 1. Selisih rata-rata suhu udara antara struktur semak dan lawn, menunjukkan bahwa yang paling tinggi yaitu Lokasi 3 dengan selisih 3,8 C. Selisih yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa penggunaan semak di lokasi ini memberikan pengaruh yang cukup besar dalam menurunkan suhu udara dibandingkan dengan lawn yang lebih terbuka. Dan selisih yang paling rendah yaitu pada Lokasi 1 (0,5 C). Pengaruh dominasi lawn pada Lokasi 1 menyebabkan penggunaan semak tidak memiliki dampak yang nyata dalam menurunkan suhu udara. Selain itu, ratarata selisih suhu udara antara pohon dan lawn menunjukkan bahwa Lokasi 3 tetap memiliki selisih paling tinggi. Hal tersebut disebabkan karena penggunaan pohon lebih berpengaruh dalam menurunkan suhu udara dengan karakteristik struktural yang mendukung dibandingkan lawn yang lebih terbuka. Selisih yang paling rendah yaitu 0,6 C pada Lokasi 1. Hal ini menunjukkan bahwa pohon tidak memiliki pengaruh nyata seperti yang terjadi pada selisih semak dan lawn dalam menurunkan suhu udara dikarenakan dominasi lawn pada Lokasi 1 dan sistem penanaman yang tunggal pada lokasi ini.

29 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH Terhadap Kelembaban Udara Unsur iklim yang mempengaruhi kehidupan antara lain suhu udara, kelembaban udara, dan angin. Kelembaban udara tidak terlepas dari pola suhu udara. Peningkatan suhu udara berdampak pada penurunan kelembaban udara. Variasi kelembaban udara bergantung pada suhu udara, perbedaan tipe penutupan lahan atau permukaan di masing-masing lokasi pengukuran (Lakitan, 1994), dan kerapatan vegetasi/kerindangan (Asiani, 2007). Pada analisis suhu udara diketahiu bahwa suhu udara paling rendah yaitu pohon < semak < lawn/rumput, maka perbandingan kelembaban udara dapat dinyatakan yaitu kelembaban udara paling tinggi yaitu pohon > semak > lawn/rumput. Hasil rata-rata dari pengukuran kelembaban udara dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil Pengukuran Lapang Unsur Iklim Kelembaban Udara Kelembaban Udara (%) Struktur RTH Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Pohon 73,4 78,9 78,3 Semak 74,5 65,1 63,4 Lawn 77,3 57,3 61,3 Berdasarkan data hasil rata-rata tersebut didapatkan perbandingan kelembaban udara pada setiap struktur RTH berdasarkan kelembaban udara terendah yaitu pada Lokasi 1 : pohon < semak < lawn ; Lokasi 2 : lawn < semak < pohon ; Lokasi 3 : lawn < semak < pohon. Pada Lokasi 2 dan Lokasi 3 memiliki perbandingan kelembaban pohon > semak > lawn/rumput. Hal tersebut merupakan perbandingan yang sama seperti yang terlah dijelaskan sebelumnya yaitu perbandingan yang berlawanan dari suhu udara. Namun, pada Lokasi 1 kelembaban udara pada lawn area lebih tinggi dibandingkan pohon dan semak hal tersebut dapat diduga karena pengaruh faktor-faktor lingkungan sekitar titik-titik pengukuran dan kondisi cuaca saat pengukuran yang mengadung air di udara lebih banyak dibandingkan struktur lainnya. Hasil pengukuran kelembaban udara antar struktur RTH di setiap lokasi dapat dilihat pada Gambar 24, 25, dan 26.

30 72 Gambar 24 Grafik Kelembaban Udara Pada Lokasi 1 Pada Gambar 24, terlihat bahwa kelembaban udara pada menit-menit awal cenderung tinggi yaitu diatas 65%. Laju perubahan dari setiap struktur RTH berbeda-beda namun semuanya cenderung berfluktuasi naik turun. Pohon dan semak memiliki laju perubahan selama pengukuran yang sama yaitu cenderung terus naik. Karena kelembaban udara berbanding terbalik dengan suhu udara maka laju grafik pada kelembaban udara ini berbanding terbalik dengan suhu udara pada pohon dan semak yang cenderung menurun. Namun, pada lawn/rumput terlihat laju perubahan secara drastis karena terdapat laju naik pada menit-menit awal dan menurun di menit-menit akhir. Perbandingan kelembaban udara mulai dari yang lebih rendah berdasarkan struktur RTH Lokasi 1 yaitu semak < pohon < lawn/rumput. Berdasarkan perbandingan tersebut, lawn/rumput justru memiliki kelembaban udara yang paling tinggi padahal suhu udara juga tinggi. Hal tersebut diperkirakan dapat dipengaruhi oleh kondisi cuaca pada saat pengukuran dan kandungan air di udara sekitar lokasi yang cukup tinggi pada saat pengukuran lawn/rumput. Pengukuran kelembaban udara juga dilakukan pada Lokasi 2 dengan teknik yang sama di hari berikutnya pada jam yang sama pula. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 25.

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan September 2011. Lokasi yang dipilih

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI i PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan Pembangunan perkotaan membawa perubahan pada lingkungan fisikdan atmosfer kota. Pada lingukungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci

Pengaruh Fungsi Vegetasi terhadap Kenyamanan Termal Lanskap Jalan di Kawasan Kolonial Jalan Besar Idjen, Malang

Pengaruh Fungsi Vegetasi terhadap Kenyamanan Termal Lanskap Jalan di Kawasan Kolonial Jalan Besar Idjen, Malang TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Pengaruh Fungsi Vegetasi terhadap Kenyamanan Termal Lanskap Jalan di Kawasan Kolonial Jalan Besar Idjen, Malang Rizki Alfian (1), Irawan Setyabudi (2), Rofinus Seri Uran (3) (1)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN CAHAYA Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan suatu kota dapat terefleksikan dengan mudah pada ruang publik kotanya. Jalan adalah salah satu ruang publik kota yang sudah semestinya ada sebagai elemen utama access

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

PENINGKATAN KENYAMANAN TERMAL KORIDOR JALAN MELALUI DESAIN TATA VEGETASI BERBASIS SIMULASI Studi kasus : jalan Supadi, Kotabaru, Yogyakarta

PENINGKATAN KENYAMANAN TERMAL KORIDOR JALAN MELALUI DESAIN TATA VEGETASI BERBASIS SIMULASI Studi kasus : jalan Supadi, Kotabaru, Yogyakarta Adityo, Peningkatan Kenyamanan Termal Koridor Jalan Melalui Desain Tata Vegetasi Berbasis Simulasi Studi Kasus : Jalan Supadi, Kotabaru, Yogyakarta PENINGKATAN KENYAMANAN TERMAL KORIDOR JALAN MELALUI DESAIN

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. metabolisme, dan tubuh tanaman itu sendiri. Menurut Foth (1998), untuk

I. PENDAHULUAN. metabolisme, dan tubuh tanaman itu sendiri. Menurut Foth (1998), untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman membutuhkan air dalam proses evapotranspirasi, fotosintesis, aktivitas metabolisme, dan tubuh tanaman itu sendiri. Menurut Foth (1998), untuk menghasilkan 1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif PEMBAHASAN UMUM Dalam studi ini salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara konsentrasi partikel Pb yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dengan besarnya penurunan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI (PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) TANAMAN KELAPA IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI TANAMAN KELAPA Suhu rata rata tahunan adalah 27 C dengan fluktuasi 6 7 C Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

PENGARUH TIPE TUTUPAN LAHAN TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA BITUNG. Yorri Yotam Junam Sanger Johannes E. X. Rogi Johan Rombang

PENGARUH TIPE TUTUPAN LAHAN TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA BITUNG. Yorri Yotam Junam Sanger Johannes E. X. Rogi Johan Rombang Agri-SosioEkonomi Unsrat, ISSN 1907 4298, Volume 12 Nomor 3A, November 2016: 105-116 PENGARUH TIPE TUTUPAN LAHAN TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA BITUNG Yorri Yotam Junam Sanger Johannes E. X. Rogi Johan Rombang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Iklim, karakternya dan Energi Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Cuaca Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer atau planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena

Lebih terperinci

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Gambar 17. Tampilan Web Field Server IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Leaf Index Area (LAI) Lokasi Sampel Kerapatan daun atau kerindangan, biasa diukur dengan nilai indeks luas daun atau Leaf Area Index (LAI) (Chen & Black 1992 diacu dalam

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN Penghawaan adalah aliran udara di dalam rumah, yaitu proses pertukaran udara kotor dan udara bersih Diagram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya jumlah curah hujan di bawah normal pada suatu periode atau biasa disebut dengan kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama yang selanjutnya mulai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DESKRIPSI DATA Penelitian evaluasi kenyamanan termal dilaksanakan di Sekolah Menengah yang berlokasi di 7Jalan Raden Dewi Sartika Nomor 96 Kota Bandung. Seperti

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu dan Kelembapan dalam Kajian Iklim Mikro di Kota Malang

Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu dan Kelembapan dalam Kajian Iklim Mikro di Kota Malang Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu dan Kelembapan dalam Kajian Iklim Mikro di Kota Malang Heni Masruroh Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang E-mail: henimasruroh@rocketmail.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan running modifikasi, didapatkan beberapa temuan, diantaranya sebagai berikut

Lebih terperinci

FUNGSI TANAMAN BAMBU DALAM LANSEKAP BERDASARKAN KARAKTER FISIK DAN VISUAL. Oleh : RETNO ISMURDIATI

FUNGSI TANAMAN BAMBU DALAM LANSEKAP BERDASARKAN KARAKTER FISIK DAN VISUAL. Oleh : RETNO ISMURDIATI FUNGSI TANAMAN BAMBU DALAM LANSEKAP BERDASARKAN KARAKTER FISIK DAN VISUAL Oleh : RETNO ISMURDIATI JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANLAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1998 RETNO ISMURDIATI. Fungsi Tanaman

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah dirasakan pada hampir seluruh wilayah di dunia dan salah satu dampak yang dirasakan oleh manusia adalah pemanasan global (Dipayana dkk, 2012; DNPI,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Tabel 8 Penilaian Kriteria Standar Pohon Sebagai Pereduksi Angin

BAB V PEMBAHASAN. Tabel 8 Penilaian Kriteria Standar Pohon Sebagai Pereduksi Angin 27 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis 5.1.1 Analisis RTH (Pohon) Sebagai Pereduksi Angin Analisis ini dilakukan pada empat area CBD di Sentul City, yakni Marketing Office, Plaza Niaga I, Graha Utama dan Graha

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. Pembangunan pada sebuah kawasan membawa perubahan terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanaman tembakau memiliki sistem perakaran yang relatif dangkal, namun sangat peka terhadap drainase yang kurang baik, sehingga persediaan air yang cukup didalam

Lebih terperinci

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan,S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami kriteria tanaman Lanskap Kota Mengetahui berbagai

Lebih terperinci

Pemeliharaan merupakan pekerjaan yang terakhir. Keberhasilan pembuatan taman menunjukkan keberhasilan pemeliharaan taman dan sebaliknya.

Pemeliharaan merupakan pekerjaan yang terakhir. Keberhasilan pembuatan taman menunjukkan keberhasilan pemeliharaan taman dan sebaliknya. Pemeliharaan merupakan pekerjaan yang terakhir. Keberhasilan pembuatan taman menunjukkan keberhasilan pemeliharaan taman dan sebaliknya. Pemeliharaan direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan disain

Lebih terperinci

f. Nilai estetis (Aesthetic values)

f. Nilai estetis (Aesthetic values) 3. Fungsi Tanaman Tanaman tidak hanya mengandung/mempunyai nilai estetis saja, tapi juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas Iingkungan. Adapun fungsi 1anaman adalah: (baca, Carpenter, Phillip L., Theodore

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT. js1 1. Kelembaban Mutlak dan Relatif Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Pengaruh Desain Bukaan Ruang Terhadap Konsentrasi Belajar Mahasiswa, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa : 1. Intensitas

Lebih terperinci

Pengertian Kebisingan. Alat Ukur Kebisingan. Sumber Kebisingan

Pengertian Kebisingan. Alat Ukur Kebisingan. Sumber Kebisingan Pengertian Kebisingan Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki, kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi.

Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi. Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi. Guntar Marolop S. Abstract Merujuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jambi Tahun 2013-2033, salah

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Taman Kota Tengah, Taman Rekreasi Damai dan Taman Smart Nursery di Kota Gorontalo

Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Taman Kota Tengah, Taman Rekreasi Damai dan Taman Smart Nursery di Kota Gorontalo Nursery di Kota Gorontalo 285 Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Taman Kota Tengah, Taman Rekreasi Damai dan Taman Smart Nursery di Kota Gorontalo 1 Ekawaty Prasetya, 2 Hermawansyah,

Lebih terperinci

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Evapotranspirasi 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi BAB 1 ATMOSFER BUMI A tmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara drastis di malam hari dan tidak memanas dengan cepat di siang

Lebih terperinci

BAB 6 EVALUASI RANCANGAN. 6.1 Kesimpulan Review dari Pembimbing dan Penguji

BAB 6 EVALUASI RANCANGAN. 6.1 Kesimpulan Review dari Pembimbing dan Penguji BAB 6 EVALUASI RANCANGAN Evaluasi rancangan dilakukan dari hasil yang telah dipresentasikan dan diujikan pada dosen pembimbing dan dosen penguji untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan dari rancangan.

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) ANALISIS TINGKAT KENYAMANAN THERMAL WEBB DI RUMAH TINGGAL T-45 PADA MUSIM KEMARAU Studi Kasus: Rumah Tinggal di Komplek HKSN Permai Banjarmasin M. Tharziansyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pembahasan perilaku termal dan pembangkitan energi mengkonfirmasi beberapa hasil riset terdahulu. Kebaruan dari riset ini adalah dihasilkannya optimalisasi kinerja

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 60 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Analisis GIS dengan CITYgreen 5.4 Proses analisis dibagi menjadi analisis enam belas rumah sampel. Keenam belas rumah ini berasal dari dua kecamatan dengan kondisi

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Atmosfer Bumi Meteorologi Pendahuluan Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kota dan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci