BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...Baruklinting mencabut lidi tersebut, dan dari lubang bekas lidi itu memancar air. Air mengalir terus-menerus, bahkan mulai membanjiri pemukiman penduduk. Mereka pun berlarian menyelamatkan diri. Tetapi terlambat, air sudah menggenangi seluruh daerah itu, menjadi sebuah rawa. Dan sejak saat itu, dari kata amba yang berarti luas, dan rawa, daerah di sekitar itu dikenal dengan nama Ambarawa. 1 Kutipan diatas merupakan kutipan dari cerita legenda terbentuknya Kota Ambarawa atau yang dikenal dengan Legenda Baruklinting. Menurut legenda, kota Ambarawa berasal dari kata Amba yang berarti luas dan Rawa yang berarti danau. Bisa diartikan bahwa Ambarawa adalah danau yang luas. Namun dalam tulisan ini tidak akan diceritakan mengenai legenda tersebut tapi lebih pada perkembangan kota Ambarawa masa Kolonial tahun Masa penjajahan yang dilakukan oleh Belanda di Indonesia sangatlah panjang, sehingga menyebabkan banyak perubahan di Jawa khususnya dan Indonesia secara umum. Salah satu perubahan yang terjadi antara lain dengan munculnya kota-kota 1 Asal Usul Kota Ambarawa oleh Lucia Sapto Wendah Wisanti dalam diakses tanggal 1 Maret 2011 pukul

2 2 baru di Indonesia yang bercorak kolonial. Apalagi setelah tahun 1870 saat liberalisasi berkembang pesat. Selain itu kebijakan dan politik pemerintah kolonial mempunyai andil sangat besar dalam perkembangan bentuk dan struktur kota-kota kolonial. Sebagai contoh kebijakan perkebunan, dimana pemerintah kolonial memberikan kemudahan-kemudahan bagi pengusaha swasta untuk membuka usaha perkebunannya di Indonesia. Perusahaan yang berhubungan dengan ekspor seperti bank, jalan, kereta api dan perusahaan listik merupakan perusahaanperusahaan yang mulai berkembang. Keberadaan perusahaanperusahaan tersebut memberikan corak baru bagi perkembangan sebuah kota dengan banyak dibangunnya sarana dan prasarana untuk menunjang ekspor hasil produksi perkebunan ke Eropa. Dilihat dari letak kota-kota yang kebanyakan merupakan pusat pemerintahan Belanda, kota-kota seperti Batavia (sekarang Jakarta), Semarang, dan Surabaya merupakan kota yang paling banyak mendapat pengaruh kolonial. Kota merupakan suatu objek penelitian sejarah yang sangat menarik untuk dikaji. Melalui kota bisa dilihat banyak hal, seperti perubahan jumlah penduduk, perubahan bentuk bangunan, gaya hidup masyarakat, dan juga kehidupan ekonomi secara ekologis. Hal inilah yang menarik untuk dituliskan, mengenai sejarah kota. Menurut Djoko Suryo dalam makalahnya kota mempunyai arti

3 3 sebagai suatu ruang yang didasarkan pada lingkungan fisik, dimana didalamnya mempunyai ciri-ciri demografis, ekologis, serta sosial ekonomi. Secara demografis kota didasarkan pada tingkat kepadatan dan jumlah penduduk. Sebuah tempat dapat disebut kota apabila memiliki tingkat kepadatan tinggi, yang secara fisik terlihat melalui munculnya pemukiman-pemukiman padat dan mempunyai batas kota yang jelas. Secara ekologis kota juga lebih tertata daripada desa. Sementara secara sosial ekonomi kehidupan kota lebih bersifat industrialis dan kapitalis dibandingkan dengan situasi sosial ekonomi di desa. 2 Gideon Sjoberg dalam artikelnya berjudul The Preindustrial City menyebutkan ada tiga faktor suatu daerah bisa menjadi sebuah kota. 3 Pertama, adanya basis ekologi yang baik dan menguntungkan iklim, air dan tanah yang baik untuk kehidupan. Suatu tempat tidak akan menjadi sebuah kota jika tidak terdapat basis ekologi yang menguntungkan, sebagai contoh terdapat banyak air, terdapat tanah yang baik untuk cocok tanam. Kedua, teknologi yang maju baik bagi pertanian maupun non pertanian. Ketiga, organisasi sosial yang komplek dan maju khususnya di 2 Djoko Suryo, Penduduk Dan Perkembangan Kota Yogyakarta , Makalah dalam The 1st International Conference on Urban History Surabaya, August 23rd-25th 2004, hlm Gideon Sjoberg, The Pre-Industrial City The Present and The Past,3th Printing, (New York: The Free Press, 1965), hlm

4 4 bidang ekonomi dan politik. Organisasi sosial ini dibutuhkan guna menambah keuangan masyarakat kota, seperti melalui pajak. Beberapa teori selain yang disebutkan diatas menyebutkan jika munculnya sebuah kota memang selalu diawali dari sebuah desa. Tidak ada kota yang tiba-tiba muncul, semua dari desa kemudian berkembang menjadi kota. Menurut Lewis Mumford dalam bukunya The Culture of Cities setidaknya ada enam tahapan perkembangan suatu kota dimulai dari eopolis (kota yang baru berdiri), polis (kota), metropolis (kota besar), megapolis (kota yang sudah besar), tyranopolis (kota yang sudah ekspansif), nekropolis (kota yang telah runtuh). 4 Dari sini bisa dilihat jika perkembangan kota juga mengakibatkan perubahan ekologi desa ke kota. Kuntowijoyo juga mengatakan jika pergeseran dari desa ke kota terjadi bersamaan dengan perubahan sosial dalam masyarakat. 5 Hal ini yang sepertinya terjadi dengan kota-kota kolonial di Jawa. Jika dilihat dari perkembangannya kebanyakan dari kota-kota ini awalnya merupakan desa yang kemudian oleh pemerintah kolonial dikembangkan menjadi sebuah kota. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka kota juga berfungsi 4 Mumford, Lewis., The Culture of Cities, (New York: Harcourt Brace, 1996) 5 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 59.

5 5 untuk menjalankan empat fungsi pokok, yakni fungsi ideologis, fungsi administrasi, fungsi politik dan fungsi ekonomi. 6 Fungsi ideologis ini maksudnya kota menjalankan peran sebagai pusat pemujaan agamawi, pusat simbol dan politik, sedangkan dalam fungsi administrasi, kota mempunyai peran sebagai pusat informasi dan pengambilan keputusan. Begitu juga fungsi ketiga yakni fungsi politik, kota berperan sebagai pusat konsentrasi kekuatan politik. Di fungsi keempat kota merupakan pusat ekonomi. Secara geografis, kota-kota kolonial di Jawa terbagi menjadi dua macam yakni kota Pasisir dan Kota Pedalaman 7. Antara kota pesisir dan kota pedalaman mempunyai fungsi masing-masing. Kota kolonial yang terdapat di Pasisir biasanya berperan penting dalam bidang perdagangan internasional dimana kota pesisir menjadi tempat singgah atau peristirahatan. Kota kolonial yang berada di pedalaman berada di dekat keraton berguna untuk kegiatan politik dan ekonomi. Kota pedalaman disebut juga kota tradisional dengan di dalamnya terdapat alun-alun, pasar, dan masjid. 6 Supratikno Rahardjo. op.cit., hlm Handinoto, Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada Masa Kolonial, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 239.

6 6 Secara geografis Ambarawa termasuk ke dalam jenis kota pedalaman. Berdasarkan Regeringsalmanaak tahun 1901, Ambarawa merupakan sebuah wilayah yang masuk dalam bagian Karesidenan Semarang dengan wilayahnya meliputi Ungaran dan dipimpin oleh seorang wedana 8. Namun semenjak tahun 1902 wilayah Ambarawa dimasukkan ke dalam wilayah afdelling 9 Salatiga. Banyaknya perkebunan ini juga dikarenakan letak Ambarawa sangat strategis. Ambarawa berada di jalur utama antara Semarang dan Magelang, sehingga menjadi jalur lalu lintas perdagangan dari pedalaman Jawa Tengah ke Pantai Utara Jawa. Oleh karena itu pemerintah kolonial Belanda memandang jika kota ini juga strategis untuk dijadikan kota militer, sehingga pada tahun 1848 didirikan benteng yang bernama benteng Willem II 10. Pembangunan benteng ini kemudian diikuti pula dengan pembangunan tangsi dan bangunan-bangunan militer lainnya di jalur antara Ambarawa dengan Salatiga. Selain berguna sebagai tempat militer, pembangunan bangunan ini dimaksudkan untuk 8 D.G. Stibbe dan C. Spat. Encylopedie van Nederlandsch Indies,1927 Tweede Druk. hlm Afdeeling sendiri adalah suatu daerah yang dipimpin oleh pembantu residen atau asisten residen. Taryati, dkk., Kabupaten Semarang dalam Perjalanan Sejarah, (Yogyakarta: Eja Publisher, 2006), hlm Ibid., hlm. 7-8.

7 7 mengamankan jalur antara Magelang dengan Semarang dan Ambarawa dengan Salatiga. Karena letak kota Ambarawa yang strategis, maka kota ini menjadi penting dalam kegiatan ekonomi dan politik pertahanan. Memasuki awal tahun 1900 terjadi modernisasi di banyak kota-kota kolonial, tidak terkecuali Ambarawa. Selain itu juga dengan semakin banyak penduduk yang melakukan urbanisasi atau sengaja dibawa oleh penguasa kolonial ke Ambarawa menyebabkan semakin beragamnya jenis masyarakat di kota tersebut. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai buruh di perkebunan maupun pabrik-pabrik yang terdapat di Ambarawa. Semakin beragamnya masyarakat yang tinggal di Ambarawa menyebabkan beberapa permasalahan dalam kehidupan masyarakat, seperti terjadi kelangkaan air, kondisi hidup yang tidak sehat dan pertambahan penduduk yang meningkat 11. Oleh karena itu pemerintah kolonial membentuk pola-pola pemukiman di Ambarawa. Jenis masyarakatnya terdiri atas penduduk pribumi, timur asing, dan eropa. Pembagiannya meliputi para pedagang dan pekerja ahli dikelompokkan dalam berbagai wilayah, 11 Peter, J.M. Nas, The Indonesian City: Studies in Urban Development and Planning, (USA: Foris Publication, 1986), hlm. 8.

8 8 menurut negara dan asal mereka 12. Penduduk dari Eropa berada di dekat pusat pemerintahan dan komplek militer, penduduk dari Cina dan Arab berada di sekitar pasar dan Peribumi berada di daerah pinggiran kota atau kampung. 13 Pembagian-pembagian ini secara tidak langsung menjadikan kota sebagai batasan rasial. Seperti halnya kota lain, di Ambarawa juga terdapat nama-nama kampung seperti Kauman, Bugisan, dan Pecinan. B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ini mengkaji permasalahan mengenai perkembangan kota Ambarawa pada masa kolonial antara tahun 1902 sampai dengan tahun Pemilihan kota Ambarawa pada periode ini karena ada fase sejarah yan belum sepenuhnya diungkap. Dalam penulisan ini memfokuskan perubahan sebuah kota dari yang semula desa menjadi kota, terutama perubahan ekologi kota. 14 Faktor militer dan ekonomi sangat berpengaruh pada perkembangan kota Ambarawa. Ini terlihat pada perubahan 12 W.F. Wertheim, Masyarakat Indonesia dalam Perubahan Studi Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999), hlm Handinoto, op.cit., hlm Kuntowijoyo. op.cit., hlm. 64.

9 9 jumlah penduduk yang tinggal di Ambarawa, aktifitas perekonomian dan sistem pemerintahan. Hal ini ditandai dengan pembangunan sarana transportasi, pasar, kios-kios, sarana pendidikan dan fasilitas lainnya. Berdasarkan permasalahan diatas dapat diuraikan dalam beberapa pertanyaan antara lain yaitu Bagaimana perkembangan kota Ambarawa dari tahun 1902 sampai tahun 1940? dan Bagaimana perkembangan kota mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Ambarawa? Cakupan temporal yang penulis pilih yakni pada masa kolonial tahun 1902 sampai dengan Tahun 1902 dipilih sebagai awal penelitian karena berdasarkan surat keputusan tanggal 19 Desember 1901 dimana kota Ambarawa dimasukkan dalam wilayah afdelling Salatiga. 15 Selain itu pada kurun waktu tahun-tahun tersebut banyak terjadi perubahan di Ambarawa, yang nantinya akan menjadi cikal bakal kota Ambarawa sekarang. Sebelumnya pada tahun 1835 dibangun benteng dan tangsi yang dilanjutkan dengan pembangunan stasiun dan jalur kereta api pada tahun Kemudian pada tahun-tahun awal 1900an, kota-kota yang diduduki oleh Belanda banyak mendapat modernisasi, tidak terkecuali kota Ambarawa. Tahun 1940-an 15 Staatsblad no. 463 tahun 1901.

10 10 dijadikan sebagai akhir penelitian karena pada tahun tersebut sudah tidak ditemukan perubahan yang berarti. C. Tujuan Penelitian Buku ataupun referensi mengenai sejarah kota sudah semakin banyak, tetapi dari semua itu yang secara spesifik membahas mengenai perkembangan kota Ambarawa belum ada. Oleh karena itu penelitian yang dilakukan penulis bertujuan untuk mengetahui dan mendokumentasikan sejauh mana perkembangan kota Ambarawa pada tahun Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kekosongan tulisan sejarah mengenai kota Ambarawa. Sebagaimana diketahui penulis mengalami kesulitan dalam mencari sumber referensi yang berkaitan dengan Ambarawa dikarenakan sumber sezaman. Penelitian ini juga dapat menjadi penambah referensi dari penulisan sejarah kota kolonial di Indonesia pada umumnya dan Jawa khususnya. D. Tinjauan Pustaka Telah banyak kajian mengenai sejarah kota sudah dilakukan, baik oleh sejarawan lokal maupun sejarawan asing. Kajian mengenai sejarah kota tersebut menyinggung berbagai aspek seperti aspek sosial, ekonomi dan politik, maupun tentang

11 11 perkembangan arsitektur dari kota tersebut. Sumber pustaka yang digunakan penulis dalam kajian ini kebanyakan masih berupa sumber sekunder, yaitu buku dan artikel. Sepanjang pembacaan yang penulis lakukan mengenai kajian sejarah kota terutama kota kolonial penulis menemukan beberapa buku maupun artikel yang bisa dijadikan acuan, yakni: Tinjauan pustaka yang pertama, penulis menggunakan buku Ambarawa, Kota Lokomotif Tua karangan Eddy Supangkat 16. Buku ini awalnya hanya sebuah booklet yang terdapat di Museum Kereta Api Ambarawa. Oleh Eddy Supangkat kemudian booklet ini di tulis ulang dengan menambahkan sumber-sumber baru. Dalam buku ini dijelaskan sejarah dari kota Ambarawa secara singkat. Namun di dalamnya kebanyakan bercerita tentang sejarah Kereta Api di Ambarawa. Bagi penulis buku ini cukup memberi informasi mengenai perkembangan kota Ambarawa masa kolonial. Selanjutnya penulis juga menggunakan buku milik Eddy Supangkat yang lain, yakni Salatiga Sketsa Kota Lama 17. Di dalam buku yang bejumlah 7 (tujuh) bab ini terdapat kajian mengenai kota terutama kota kolonial Salatiga. Dimana pada masa 16 Eddy Supangkat, Ambarawa Kota Lokomotif Tua, (Salatiga: Griya Media, 2008) 17 Eddy Supangkat, Salatiga Sketsa Kota Lama, (Salatiga: Griya Media, 2007)

12 12 kolonial Salatiga dan Ambarawa berada dalam satu wilayah, karena Ambarawa pada tahun 1902 dimasukan ke dalam wilayah afdeeling Salatiga. Sehingga dalam penelitian ini antara kota Ambarawa dan Kota Salatiga tidak bisa dipisahkan. Selain itu dalam buku ini juga memuat sedikit kajian mengenai sejarah kota militer yang bisa digunakan dalam penulisan penelitian ini. Untuk tinjauan pustaka yang selanjutnya penulis menggunakan Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada Masa Kolonial karangan Handinoto 18. Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang diterbitkan di majalah arsitektur, didalamnya memuat mengenai perkembangan arsitektur dan perkotaan di Jawa. Handinoto membagi buku ini dalam dua bagian topik yakni bagian pertama tentang masalah perkotaan pada masa kolonial, bagian kedua tentang arsitektur terutama masa kolonial serta prakolonial yang berkaitan dengan keadaan sekarang. Pembagian topik ini dimaksudkan untuk mengatasi banyaknya bab dalam buku ini bahkan sampai 21 bab. Bagi penulis buku ini merupakan salah satu referensi utama dalam kajian tentang sejarah kota kolonial di Jawa. Di dalam buku ini banyak terdapat referensi yang berkaitan dengan sejarah kota kolonial, sehingga dapat 18 Handinoto, Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada Masa Kolonial, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010)

13 13 dijadikan pembanding walaupun pengarang dari buku ini berasal dari bidang arsitektur. Selanjutnya yakni sebuah artikel dari Gideon Sjoberg yang berjudul The Preindustrial City The Present and The Past 19. Dalam artikel ini Sjoberg menyebutkan tiga faktor awal munculnya kota. Pertama, adanya basis ekologi yang baik dan menguntungkan iklim, air dan tanah yang baik untuk kehidupan tanaman dan binatang. Kedua, Teknologi yang maju baik bagi pertanian maupun non pertanian. Ketiga, Organisasi sosial yang komplek dan maju khususnya di bidang ekonomi dan politik. Artikel ini menjadi penting karena yang ingin penulis kaji perubahan ekologi dari desa menjadi kota. Buku milik Supratikno Rahardjo yang berjudul Kota-kota Prakolonial Indonesia Pertumbuhan dan Keruntuhan juga penulis gunakan 20. Buku ini aslinya merupakan tesis yang berjudul Pertumbuhan dan Keruntuhan Kota-kota Prakolonial di Indonesia: Suatu Kajian Menurut Model Evolusi. Buku ini dibagi dalam 4 Bab dengan bab kedua menjelaskan mengenai model- 19 Gideon Sjoberg, The Pre-Industrial City The Present and The Past, 3th Printing, (New York: The Free Press, 1965) 20 Supratikno Rahardjo, Kota-kota Prakolonial Indonesia Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2007)

14 14 model perkotaan. Bab ketiga Supratikno mencoba merekonstruksi pertumbuhan dan keruntuhan kota-kota prakolonial. Kemudian buku kumpulan artikel yang dieditori oleh Peter J. M. Nas yang berjudul The Indonesian City: Studies in Urban Development and Planning 21. Dalam buku ini pada bab 1 dia membahas mengenai jenis kota yang dibagi menjadi empat macam yakni kota-kota awal Indonesia, kota indis, kota kolonial dan kota modern. Kota awal Indonesia atau disebut juga kota tradisional mempunyai struktur yang didasarkan pada kosmologi dan refleksi sosial budaya yang dibedakan menjadi dua macam yakni kota pedalaman dengan tradisional dan religius karakter dan kota pesisir yang berbasis pada aktivitas perdagangan. Kota pedalaman sendiri mempunyai pola dari pusat kemudian menuju periperi dan fungsi administratif dengan produk agrikultur dari pedalaman. Berbeda dengan kota pesisir dimana kota ini hidup dari aktivitas pasardan terdiri dari bermacam-macam grup etnik, umumnya berbeda-beda jenis. Kota-kota ini kebanyakan tidak lama, kadangkala lokasinya berbeda-beda. Dalam kasus ini kepemilikan tanah bukan sesuatu yang penting dalam kota tradisional seperti yang terjadi pada kota masa kini karena ini biasanya kepemikan secara komunal. 21 Peter, J.M. Nas, The Indonesian City: Studies in Urban Development and Planning, (USA: Foris Publication, 1986)

15 15 Kemudian yang kedua yakni kota indis. Kota indis biasanya mencontek negara asal, seperti kota Batavia yang mencontek Amsterdam. Namun kemudian terjadi percampuran budaya antara Belanda dengan Indonesia yang bernama budaya Indis. Indis merupakan budaya tersendiri dengan kelas yang tersendiri pula, bukan budaya Belanda maupun budaya Indonesia. Dalam lingkup publik disebut priyayi, sedangkan dalam wilayah yang lebih privat disebut nyai. Budaya Indis sendiri berakibat pada gaya hidup yang lebih luas dan mengarah pada kota indis. Transformasi dari Batavia lama ke kota Indis mempunyai banyak konsekuensi untuk orang Indonesia dan kota tua, orang Indonesia tinggal di kampung (diluar benteng). Namun setelah orang-orang yang tinggal di luar benteng mengambil alih kota ini, maka tempat ini menjadi seperti kampung. Kota kolonial kemudian muncul setelah kota Indis dimana setelah tahun 1870 banyak orang Belanda datang ke Indonesia untuk berbisnis. Lama-kalamaan penduduk kota menjadi semakin banyak dan tempat tinggal menjadi kumuh. Hal ini menyebabkan perubahan bentuk kota, dari yang semula kumuh dan kotor digantikan oleh kota yang bersih dan tertata rapi dengan bangunan-bangunan kolonial berdiri megah. Salah satu tokoh yang berjasa dalam perencanaan kota yakni Ir. Thomas Karsten, terakhir yakni kota modern. Kota yang lebih

16 16 kompleks dari kota kolonial, di dalamnya sudah terdapat banyak perubahan atau modernisasi yang menunjang kehidupan masyarakat dengan jumlah penduduknya semakin banyak. Selanjutnya digunakan juga buku yang ditulis oleh Djoko Suryo berjudul Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang , yang menceritakan tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat karesidenan semarang pada tahun-tahun antara Buku ini terbagi atas beberapa bab. Bagianbagian yang penting terdapat dalam bab dua sampai bab enam. Pada bab dua yang dibahas yakni permasalahan-permasalahan yang timbul pada masa Tanam Paksa di Karesidenan Semarang. Bab tiga membahas mengenai masalah-masalah pedesaan. Bab empat membahas mengenai perbaikan komunikasi dan transportasi dimana pembangunan jalur kereta api menjadi pintu menuju modernisasi. Bab lima membahas mengenai krisis ekonomi yang terjadi di pedesaan semarang akibat dari krisis dunia. Untuk kesehatan sendiri dibahas dalam bab enam. Buku milik Purnawan Basundoro yang berjudul Pengantar Sejarah Kota juga digunakan. 23 Buku ini merupakan sebuah buku pengantar yang cocok bagi penulis karena didalam buku ini 22 Djoko Suryo, Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang , (Yogyakarta: PAU Studi Sosial UGM, 1989) 23 Purnawan Basundoro, Pengantar Sejarah Kota, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012)

17 17 dijelaskan banyak hal mengenai sejarah kota dari masa tradisional sampai kontemporer. Melalui buku ini juga bisa dilihat berbagai sudut pandang dalam melihat perkembangan sebuah kota. Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka kajian sejarah tentang kota Ambarawa belum banyak dibahas secara mendalam. Sedikit gambaran tentang masa kolonial dapat diambil dari buku Ambarawa, Kota Lokomotif Tua yang ditulis oleh Eddy Supangkat namun buku ini lebih banyak menyentuh aspek perkembangan kereta api di Ambarawa. Selain itu, buku Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang juga lebih membahas masamasa ketika Ambarawa masih menjadi desa belum menjadi kota dan yang dibahas lebih banyak sebelum tahun E. Metode dan Sumber Dalam sebuah penelitian, pengumpulan sumber sangatlah berpengaruh terhadap penulisan hasil penelitian nantinya. Oleh karena ini merupakan penelitian sejarah maka dalam penulisannya menggunakan metode sejarah. Kuntowijoyo menjelaskan dalam penelitian sejarah terdapat lima tahap, yakni pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, intepretasi dan penulisan sejarah Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005) hlm. 9

18 18 Dalam penulisan skripsi ini penulis mengumpulkan sumber berdasarkan relevansinya dengan tema skripsi ini. Sumber yang digunakan merupakan sumber primer maupun sekunder baik yang tertulis maupun tidak tertulis ditambah dengan data-data yang berasal dari buku, artikel, skripsi, tesis, dokumen, surat kabar maupun internet yang berkaitan dengan perkembangan Kota Ambarawa pada Masa Kolonial. Dalam pencarian data sumber penulis menelusur data yang terdapat di Kantor Badan Arsip Jawa Tengah dan Arsip Nasional Republik Indonesia. Data arsip ini berupa Memorie van Overgave, Regeringsalmanaak, Koloniale Verslaag dan Staatsblad. Kemudian penulis juga mengambil data dari kantor Kecamatan Ambarawa dan dinasdinas terkait. Selain data tersebut, penulis juga menggunakan sumber berupa foto yang didapat dari situs dan peta dari Penggunaan foto disini dikarenakan kebanyakan dari tokoh maupun tempat sudah tidak bisa ditemui. Sehingga penggunaan foto dirasa penting untuk membantu analisa penulis. Kemudian sumber lain penulis dapatkan melalui buku, artikel, skripsi, tesis dan majalah yang terdapat di Pusat Studi Asia Tenggara Universitas Gadjah Mada, Pusat Studi Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Pusat Studi Pedesaan Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas

19 19 Gadjah Mada, Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, Perpusatakaan Ignatius Yogyakarta, Perpustakaan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Perpustakaan Daerah Ambarawa, Salatiga dan Semarang, Perpustakaan Nasional Jakarta dan berbagai macam tempat koleksi buku-buku maupun data lainnya. Selain Perpustakaan, pencarian sumber selanjutnya dilakukan di Kantor Kecamatan Ambarawa dan BPS Kabupaten Semarang, disini akan didapatkan data mengenai kota Ambarawa. Selain menggunakan studi kepustakaan dalam pengumpulan sumber sebagai data penelitian penulis juga menggunakan metode interview atau wawancara. Melalui metode ini penulis berusaha mengumpulkan sumber dengan cara mewawancarai beberapa tokoh yang dianggap mengetahui informasi. Walaupun terdapat kesulitan untuk mendapatkan sumber yang bisa diwawancara, akhirnya dapat mewawancarai salah satu tokoh di Ambarawa. Setelah semua data terkumpul nantinya tidak akan langsung digunakan nantinya terlebih dahulu dilakukan verifikasi untuk mencari fakta dari sumber tersebut. Dalam proses verifikasi digunakan dua macam kritik yakni kritik eksternal yang berguna untuk mendapatkan keaslian sumber atau ontentisistas dan internal yang berguna untuk mendapatkan kredibilitas sumber.

20 20 Setelah semua fakta didapatkan barulah kemudian datadata tersebut dirumuskan menjadi sebuah sintesis. Perumusan ini harus dibuat se-kronologis mungkin. Kemudian setelah itu beranjak pada intepretasi dan penafsiran. Dari analisis-analisis tadi maka didapatkan sumber-sumber yang mendukung penulisan. Kemudian berlanjut pada penulisan sejarah menggunakan data atau sumber yang telah melewati prosesproses diatas. F. Sistematika Penulisan ini secara sistematis terbagi dalam 5 (lima) bab pokok, yang didalamnya nanti akan terdapat beberapa sub-bab. Tulisan dalam skripsi ini akan dibuat secara kronologis berdasarkan fakta-fakta sejarah yang penulis temukan. Bab I atau Pendahuluan adalah pengantar yang berisi Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode dan Sumber juga Sistematika Penulisan. Kemudian di Bab II tulisan ini diawali dengan penjelasan mengenai kota kolonial di Jawa secara umum dan sejarah dari kota Ambarawa secara khusus. Penjelasan untuk sejarah kota Ambarawa diawali dari masa sebelum tahun 1902, ketika masih berada di bawah kerajaan-kerajaan sebelum dikelola oleh pemerintah. Dimana munculnya kota berdampak besar pada

21 21 pembentukan pola interaksi sosial dan ekonomi masyarakat di Jawa terutama bagi masyarakat Ambarawa yang ditandai simbolsimbol modernisasi kota mulai muncul. Setelah itu, bab tiga akan berisi penjelasan mengenai perubahan apa saja yang terjadi di kota Ambarawa dalam kurun waktu Keberadaan bangunan Militer seperti tangsi militer dan benteng sangat berpengaruh dalam perkembangan kota Ambarawa, karena berawal dari ini kota Ambarawa berkembang pesat. Pengaruh dari bangunan militer kemudian merambah Transportasi dan Perkebunan. Bab empat sebagai bab selanjutnya akan dijelaskan berbagai macam fasilitas penunjang kota yang terdapat di kota Ambarawa dan perubahan apa saja setelah dibangunnya fasilitas militer. Dari bab-bab itu nantinya akan ditulis sebuah kesimpulan sebagai penutup yang di dalamnya terdapat pembahasaan yang akan menjawab permasalahan yang telah dipertanyakan dalam rancangan penelitian di bab satu.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular

PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Politik Etis membuka era baru dalam perpolitikan kolonial di. Hindia Belanda sejak tahun Pada masa ini diterapkan suatu

BAB I PENGANTAR. Politik Etis membuka era baru dalam perpolitikan kolonial di. Hindia Belanda sejak tahun Pada masa ini diterapkan suatu BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Politik Etis membuka era baru dalam perpolitikan kolonial di Hindia Belanda sejak tahun 1900. Pada masa ini diterapkan suatu politik yang bertujuan untuk melunasi hutang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan Pekalongan, di sebelah Selatan berbatasan dengan Karesidenan Kedu, Surakarta, Madiun. Di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN ~ GRAHAILMU DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN BAB2 Arsitektur Cina Akhir Abad Ke-19 di Pasuruan Denah, Bentuk, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angkutan kota merupakan unsur yang penting dan. mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angkutan kota merupakan unsur yang penting dan. mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angkutan kota merupakan unsur yang penting dan mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan lingkungan kehidupan kota yang produktif dan merupakan satu aspek dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Seperti aspek ekonomi, religi, seni, filsafat, dan termasuk juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri pada 1849 di Weltevreden, Batavia. Sekolah ini selanjutnya mengalami berbagai perubahan kurikulum.

Lebih terperinci

BAB IV KOTA BANYUMAS PASCA PERPINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KE KOTA PURWOKERTO

BAB IV KOTA BANYUMAS PASCA PERPINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KE KOTA PURWOKERTO BAB IV KOTA BANYUMAS PASCA PERPINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KE KOTA PURWOKERTO A. Perekonomian Perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas ke Kota Purwokerto menjadi sebuah peristiwa yang sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. yang terjadi di kawasan pelabuhan Muara Angke pada pertengahan tahun 1990an,

BAB I PENGANTAR. yang terjadi di kawasan pelabuhan Muara Angke pada pertengahan tahun 1990an, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pendaratan ikan berlangsung selama 24 jam dan tidak ada waktu khusus kapal mendarat. Kegiatan pendaratan ikan pada pagi hari, kebanyakan orang adalah nelayan, buruh nelayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20, kota-kota kolonial mulai memiliki makna penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20, kota-kota kolonial mulai memiliki makna penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak akhir abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20, kota-kota kolonial mulai memiliki makna penting bagi perkembangan kota-kota di Indonesia. Menurut Roosmalen setidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebudayaan dan gaya hidup Indis. Pada awal abad XX dalam kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebudayaan dan gaya hidup Indis. Pada awal abad XX dalam kehidupan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penjajahan Belanda pada kurun abad XVIII hingga abad XX tak hanya melahirkan kekerasan, tapi juga memicu proses pembentukan kebudayaan khas, yakni kebudayaan dan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara. Luas wilayahnya 60 km. Kota ini berada ditepi Sungai Asahan, sebagai salah satu sungai terpanjang

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR Oleh : SEVINA MAHARDINI L2D 000 456 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok industri kecil memiliki peran strategis dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok industri kecil memiliki peran strategis dalam peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Masalah Kelompok industri kecil memiliki peran strategis dalam peningkatan pendapatan, perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha di Indonesia. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi adalah sarana untuk mempercepat waktu. dalam mencapai suatu tujuan. Di Indonesia, transportasi terbagi

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi adalah sarana untuk mempercepat waktu. dalam mencapai suatu tujuan. Di Indonesia, transportasi terbagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah sarana untuk mempercepat waktu dalam mencapai suatu tujuan. Di Indonesia, transportasi terbagi menjadi tiga, yaitu transportasi darat, laut, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan sebuah kota, merupakan topik yang selalu menarik untuk dikaji, karena memiliki berbagai permasalahan kompleks yang menjadi ciri khas dan membedakan antara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Pekalongan, merupakan sebuah kota yang terletak di pantai

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Pekalongan, merupakan sebuah kota yang terletak di pantai BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pekalongan, merupakan sebuah kota yang terletak di pantai utara provinsi Jawa Tengah. Karesidenan Pekalongan memiliki pelabuhan perikanan terbesar dan sering menjadi tempat

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan jaman, perkembangan dalam berbagai bidang kini semakin terasa di Indonesia. Kemajuan teknologi telah membawa suatu pengaruh yang cukup signifikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Wilayah pedesaan umumnya adalah wilayah yang penduduknya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Wilayah pedesaan umumnya adalah wilayah yang penduduknya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Wilayah pedesaan umumnya adalah wilayah yang penduduknya mempunyai kegiatan utama yang bergerak dibidang pertanian, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah

Lebih terperinci

RESUME BUKU. : Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Dari. Kolonialisme sampai Nasionalisme (Jilid 2)

RESUME BUKU. : Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Dari. Kolonialisme sampai Nasionalisme (Jilid 2) RESUME BUKU Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme (Jilid 2) Penulis : Sartono Kartodirdjo Judul : Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi kota adalah perdagangan. Sektor ini memiliki peran penting dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

modernisasai kebudayaan Barat di Magelang awal abad XX, kemudian

modernisasai kebudayaan Barat di Magelang awal abad XX, kemudian BAB V KESIMPULAN Pada bagian kesimpulan ini ada beberapa catatan penting yang harus dipertegas kembali, yakni kehidupan sosial, ekonomi, dan kebudayaan yaitu modernisasai kebudayaan Barat di Magelang awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah dan cagar budaya banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian tentang Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Salatiga Masa

BAB III METODOLOGI. Penelitian tentang Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Salatiga Masa BAB III METODOLOGI A. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Salatiga Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945 mengambil lokasi di Salatiga. B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban yang. diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah untuk mengurus,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban yang. diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah untuk mengurus, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah untuk mengurus, mengatur, mengembangkan, dan menyelesaikan urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan budaya dan sejarah bangsa sehingga mampu menjadi simbol identitas keberadaban. Pengalihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerima baik bangsa asing yang datang ke Indonesia. Belanda

BAB I PENDAHULUAN. menerima baik bangsa asing yang datang ke Indonesia. Belanda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya Belanda datang ke Indonesia hanya untuk berdagang dan hal itu dapat membantu perekonomian masyarakat Indonesia dari segi perdagangan. Masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 35 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji skripsi yang berjudul Peranan Oda Nobunaga dalam proses Unifikasi Jepang ini, yaitu metode historis

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif

BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif 1.1. Latar Belakang Pengertian museum kereta api yaitu suatu tempat atau lokasi dimana didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal

Lebih terperinci

PENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA

PENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA PENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA Sri Chiirullia Sukandar (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Ambarawa in colonial times included in the residency of Semarang. Despite having a hilly landscape

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda antara tahun 1830 hingga akhir abad ke-19 dinamakan Culturstelsel (Tanam Paksa).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 terjadi gelombang migrasi besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli kontrak akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu jenis kain yang memiliki corak tertentu. Corak

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu jenis kain yang memiliki corak tertentu. Corak 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batik merupakan salah satu jenis kain yang memiliki corak tertentu. Corak pada batik dibuat menggunakan lilin dan digambarkan diatas kain mori. Pembuatan batik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR Oleh: M Anwar Hidayat L2D 306 015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Kajian Pustaka F. Historiografi yang Relevan...

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Kajian Pustaka F. Historiografi yang Relevan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iv MOTTO... v PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Kota sebagai pusat berbagai kegiatan baik itu kegiatan perekonomian, kegiatan industri, kegiatan pendidikan, perdagangan, hiburan, pemerintahan dan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan negara-negara lain di dunia, tak terkecuali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang dipakai oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan judul skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan BAB V PENUTUP Pemerintah Kolonial Hindia Belanda banyak membangun fasilitas pertahanan di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan fasilitas pertahanan di Cilacap dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanpa terasa Bandung sudah memasuki usianya yang lebih dari 200 tahun. Sebuah perjalanan yang sangat panjang dari wilayah yang sebelumnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu dari permasalahan yang telah dirumuskan maka bentuk dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah di Desa Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten. Sedangkan datanya dikumpulkan dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan faktor penting didalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Tersedianya transportasi, jarak yang tadinya jauh dan membutuhkan waktu yang lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki makna sesuatu yang beragam, sesuatu yang memilik banyak perbedaan begitupun dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan. beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini.

BAB VI KESIMPULAN. Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan. beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini. BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini. 1. Perkembangan morfologi dan aspek-aspek simbolik di Kota

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Bencana alam yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi dua. yaitu bencana yang berasal dari alam dan bencana alam dengan

BAB I PENGANTAR. Bencana alam yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi dua. yaitu bencana yang berasal dari alam dan bencana alam dengan BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Bencana alam yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu bencana yang berasal dari alam dan bencana alam dengan adanya campur tangan manusia. Contoh bencana alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum 1.2. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum 1.2. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Jembatan merupakan struktur bangunan yang menghubungkan rute/lintasan transportasi yang terputus oleh sungai, rawa, danau, selat, saluran, jalan atau perlintasan lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota tidak terlepas dari mobilitas barang dan orang.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota tidak terlepas dari mobilitas barang dan orang. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan kota tidak terlepas dari mobilitas barang dan orang. Pergerakan ini bertujuan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia. Untuk menunjang segala aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persoalan utama yang dihadapi kota-kota besar di Pulau Jawa akibat pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah masalah transportasi, masalah transportasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat 112 BAB V KESIMPULAN Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat perdagangan di Kota Surakarta berawal dari migrasi orang-orang Cina ke pesisir utara pulau Jawa pada abad XIV. Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan sebuah kota yang memiliki fasilitas publik untuk mendukung berjalannya proses pemerintahan dan aktivitas masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdirinya sebuah kota tidak dapat dipisahkan dari perkembangan desa di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdirinya sebuah kota tidak dapat dipisahkan dari perkembangan desa di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdirinya sebuah kota tidak dapat dipisahkan dari perkembangan desa di Indonesia yang ditandai dengan budaya masyarakat yang saling berhubungan dan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Kota Lama merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perjalanan berkembangnya suatu kota karena di dalamnya terdapat hal-hal yang selalu menarik untuk diamati

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri BAB V KESIMPULAN Perkembangan fisik Kota Bekasi paling besar terjadi akibat Industrialisasi dan juga Konsepsi Jabotabek. Pada awal pemerintahan Orde Baru melalui program Pelita yang salah satu tujuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu. Letaknya yang di kelilingi oleh pegunungan selalu memberikan suasana yang sejuk. Secara astronomis

Lebih terperinci

Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang

Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang Rosawati Saputri 1, Antariksa 2, Lisa Dwi Wulandari 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia SEJARAH KOTA BANDUNG AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia A. Asal Nama Bandung Banding/Ngabanding -------- berdampingan/berdekatan Bandeng/Ngabandeng --- sebutan untuk genangan air yang luas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dengan objek perancangan. Kerangka rancangan yang digunakan dalam proses

BAB III METODE PERANCANGAN. dengan objek perancangan. Kerangka rancangan yang digunakan dalam proses BAB III METODE PERANCANGAN Secara umum kajian perancangan dalam tugas ini, merupakan paparan dari langkah-langkah dalam proses merancang. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode berdasarkan logika,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode historis. Menurut Kuntowijoyo, (1994: xii), metode sejarah adalah petunjuk pelaksanaan dan

Lebih terperinci

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi alam di sektor perikanan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota

BAB I PENDAHULUAN. a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota Semarang sebelah utara, berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah menjadi salah satu kegiatan perekonomian penduduk yang sangat penting. Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena

BAB I PENDAHULUAN. berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang terletak di Pantai Timur Sumatera berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena berhadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi perekonomian masyarakatnya. Tidak heran jika dewasa ini banyak masyarakat bersikap positif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Pendidikan juga dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Pendidikan juga dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Pendidikan sangat penting peranannya dalam kehidupan manusia, karena pendidikan merupakan sarana ataupun alat untuk mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan penelitian yang penulis kaji mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia disamping sebagai pusat kegiatan Pemerintahan, perdagangan dan jasa, pariwisata dan kebudayaan juga sekaligus merupakan

Lebih terperinci

Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah

Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah Permalahan : Persebaran (distribusi) dan kesenjangan (disparitas) penduduk yang terlalu besar antara desa dengan kota dapat menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan

Lebih terperinci

Bab V. Kesimpulan. dalam mengelola industri gula di Mangkunegaran khususnya, dan di Jawa

Bab V. Kesimpulan. dalam mengelola industri gula di Mangkunegaran khususnya, dan di Jawa Bab V Kesimpulan A. Kesimpulan Kajian Penelitian Penelitian ini untuk mengetahui kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam mengelola industri gula di Mangkunegaran khususnya, dan di Jawa umumnya pada periode

Lebih terperinci