PENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA"

Transkripsi

1 PENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA Sri Chiirullia Sukandar (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Ambarawa in colonial times included in the residency of Semarang. Despite having a hilly landscape in the area but Ambarawa built rail networks and a station. In this city the Dutch colonial government also built a substantial fort is Fort Willem I and make Ambarawa as a military center. In addition Ambarawa area is also a growing region that the results are transported to Semarang to the colonial government and then traded to the worldwide market. Keywords: rail network, transported, trade and politic Pendahuluan 1. Latar Belakang Kota Ambarawa terletak pada jalur penghubung antara Magelang dan Semarang. Secara geografis Ambarawa berada pada posisi 110 o 22 0,9 sampai 110 o BT dan 7 o 12 30, 28 sampai 7 o 17 2, 95 LS, dengan ketinggian berkisar antara 475 m 975 m dari permukaan laut, temperaturnya berkisar antara 16 o C 31 o C (Debyosaputro dan Widiyanto, 1995:17). Kondisi tersebut menjadikan Ambarawa sebagai daerah dengan bentang lahan yang berbukit-bukit terutama di bagian utara Kota Ambarawa. Secara geomorfologis Ambarawa terletak pada lereng tengah suatu perbukitan. Selain itu Ambarawa juga memiliki hawa yang sejuk. Secara administratif Ambarawa merupakan kecamatan yang terletak di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Ambarawa terdiri dari sembilan kelurahan, yaitu Kelurahan Lodoyong, Kelurahan Panjang, Kelurahan Ngampin, Kelurahan Pojoksari, Kelurahan Kupang, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Tambakboyo, Kelurahan Bejalen dan Kelurahan Baran. Adapun wilayah Kecamatan Papua TH. III NO. 1 / Juni

2 Ambarawa berbatasan dengan Kecamatan Banyubiru di sebelah selatan, Kecamatan Jambu di sebelah barat, Kecamatan Bawen di sebelah utara dan Kecamatan Tuntang di sebelah timur. Pada masa Hindia Belanda, Ambarawa merupakan salah satu daerah perkebunan dalam wilayah Karesidenan Semarang. Selain di Ambarawa perkebunan yang berada di daerah pegunungan juga terdapat di Salatiga, Boja, dan Selokaton. Perkebunan ini mengusahakan hasil bumi untuk ekspor seperti karet, kopi, teh, kina, coklat, lada, pala dan panili (ANRI, 1977:XLIII). Pada tahun 1833 Ambarawa dijadikan daerah militer oleh pemerintah Hindia Belanda dengan dibangunnya sebuah benteng untuk keperluan militer bernama Willem I. Pembangunan benteng ini atas persetujuan Gubernur Jendral J.C. Bond. Benteng Willem I yang ada di Ambarawa ini merupakan suatu poros perbentengan Semarang Ambarawa Yogyakarta (Suroyo, 2000:140). Benteng ini merupakan benteng besar yang difungsikan sebagai kamp tawanan dan sekaligus gudang perbekalan pasukan Belanda (Abbas, 2001:18). Adanya perkebunan yang semakin berkembang dan peningkatan produksi yang berlipat-lipat menimbulkan masalah dan kesulitan berkaitan dengan cara untuk mengangkut barang-barang hasil perkebunan dari tempat produksi ke pelabuhan, karena daerah perkebunan yang ada kebanyakan berada di wilayah pedalaman. Selain perkebunan adanya benteng Willem I yang penting artinya dari segi kemiliteran untuk menghubungkan pusat-pusat kedudukan tentara kolonial Belanda, maka dibutuhkan sarana transportasi yang memadai. Dengan demikian kebutuhan transportasi yang cepat dan efisien semakin mendesak. Jenis transportasi yang dimaksud adalah jenis yang dapat mengangkut komoditi hasil perkebunan pada suatu masa panen ke tempat pengelolaan selanjutnya, yaitu kereta api (Sutjipto ed., 1990:83) 2. Permasalahan Wilayah Ambarawa yang memiliki bentang lahan berbukit-bukit tentu kurang cocok untuk dilewati jaringan rel kereta api. Oleh karena itu pembangunan stasiun di Ambarawa mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pendirian Stasiun Kereta Api Willem I di Ambarawa? 98 Papua TH. III NO. 1 / Juni 2011

3 3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi dibangunnya stasiun kereta api di daerah Ambarawa. 4. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif, sebagai penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang data yang ditemukan (Sukendar, 1999: 20). Hasil dan Pembahasan Kota Ambarawa merupakan daerah yang cukup strategis karena terletak pada persimpangan jalan yang menghubungkan pelabuhan Semarang dan Magelang dan Salatiga. Sejak abad ke-17 Kota Ambarawa telah dikuasai oleh VOC, di kota ini pula pemerintah Kolonial Hindia Belanda telah mendirikan beberapa bangunan bagi kepentingan pihak kolonial. Pertengahan abad ke-19 di Ambarawa dibangun sebuah benteng dengan nama Willem I yang cukup besar untuk menampung para anggota militer Belanda. Selanjutnya pada tahun 1873 di Ambarawa dibangun lintasan rel dan stasiun kereta api. Kedua bangunan kolonial itu akan diuraikan sebagai berikut: a. Stasiun Kereta Api Stasiun kereta api di Ambarawa ini bernama Willem I, terletak di Kelurahan Panjang. Bangunan stasiun berada sejauh kurang lebih 500 meter ke arah barat dari benteng Willem I. Stasiun kereta api Willem I dibangun pada tahun Stasiun ini menempati tanah seluas m 2 (Astuti, 1994/1995:23). Bangunan stasiun memiliki denah empat persegi panjang, yang memanjang dari timur ke barat. Semua emplasmen relnya berada di kedua sisi bangunan stasiun, sehingga Stasiun Willem I merupakan stasiun pulau. Papua TH. III NO. 1 / Juni

4 Stasiun ini terdiri dari dua bangunan utama, yang berada di depan (sisi timur) dibagi dalam beberapa ruang yang difungsikan sebagai ruang loket pembelian karcis, ruang kepala stasiun, ruang pemimpin perjalanan kereta api, dan ruang telegraf. Bangunan utama yang ada di sisi barat difungsikan sebagai ruang tunggu untuk penumpang VIP. Bangunan stasiun ini sekarang digunakan sebagai Museum Kereta Api Ambarawa. Selain bangunan utama, stasiun Willem I juga memiliki bangunan penunjang stasiun. Bangunan-bangunan tersebut antara lain: - Gudang Gudang untuk menyimpan barang-barang terletak di selatan stasiun serta bersebrangan dengan lintasan rel kereta api. Bangunan ini menghadap ke timur dengan pintu utama di timur dan terdapat tiga buah pintu geser, masing-masing di samping kanan dan kiri bangunan. - Depo Lokomotif Bangunan ini terletak kurang lebih 100 meter di sebelah timur stasiun kereta api Willem I. Depo lokomotif merupakan gedung yang digunakan untuk perbaikan dan perawatan lokomotif. Bangunan depo memiliki satu buah bengkel yang tepat di tengahnya terdapat tiga buah lintasan rel. Di sebelah selatan ruang bengkel terdapat empat ruangan, salah satu ruangan tersebut digunakan sebagai kantor kepala depo. - Toilet Seperti pada umumnya, Stasiun Willem I juga memiliki bangunan fasilitas umum berupa toilet. Bangunan ini berada di sebelah barat bangunan utama (ruang tunggu VIP). b. Benteng Willem I Lokasi Benteng Willem I berada agak tersembunyi atau cukup jauh dari jalur utama di Kota Ambarawa. Secara administratif terletak di wilayah Kelurahan Lodoyong. Bangunan benteng ini didirikan antara tahun (Abbas, 2001:17). 100 Papua TH. III NO. 1 / Juni 2011

5 Benteng Willem I Ambarawa (dokumentasi Sri Chiirullia S.) Benteng ini berdenah empat persegi panjang dengan luas areal benteng secara keseluruhan adalah 3,24 Ha. Keseluruhan kompleks benteng ini terdiri dari kelompok bangunan utama, yaitu bangunan penjara dan perkantoran. Pintu masuk utama pada kelompok bangunan utama terletak di sisi barat. Kelompok bangunan lain yang berada di luar kelompok utama terdiri dari empat bangunan penjagaan yang terdapat pada masingmasing sudut bangunan. Selanjutnya gudang amunisi terdapat pada arah masing-masing sumbu bangunan penjara, sedangkan tempat penyimpanan tank berada di bawah tanah (Abbas, 2001:17-18). Sejak dibangunnya jaringan perkeretaapian di Indonesia pada pertengahan abad ke-19, transportasi kereta api mampu memberikan kelebihan-kelebihan berupa kecepatan yang mampu menghemat waktu perjalanan dan biaya jika dibandingkan dengan sarana transportasi lainnya. Sebaliknya kapasitas sarana transportasi jalan raya seperti kuda, gerobak atau cikar yang menghubungkan antar daerah sangat terbatas, sehingga kereta api dapat memegang peranan utama yang terpadu, baik sebagai angkutan barang maupun angkutan manusia. Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai dalam pembangunan Stasiun Willem I Ambarawa, terutama diorientasikan kepada kepentingan penguasa waktu itu. Seperti Papua TH. III NO. 1 / Juni

6 diketahui bahwa pihak penguasa yaitu pemerintah kolonial Belanda memerlukan sarana transportasi yang cepat dan efisien guna mengangkut pasukan militer Belanda dari Ambarawa menuju ke Semarang. Meskipun demikian, pembangunan jaringan rel dan alat transportasi kereta api di Pulau Jawa tujuan awalnya adalah digunakan untuk mengangkut hasil bumi dari daerah pedalaman ke pelabuhan di Semarang. Latar belakang pembangunan Stasiun Willem I di Ambarawa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah faktor ekonomi dan faktor militer. 1. Faktor Ekonomi Stasiun kereta api Willem I dalam kaitannya dengan awal pendiriannya untuk kepentingan ekonomi, yaitu digunakan sebagai pengangkut hasil-hasil perkebunan dari daerah pedalaman seperti Magelang, Yogyakarta, dan daerah sekitar Ambarawa ke pelabuhan Semarang oleh pihak kolonial Belanda. Sebelum adanya alat transportasi kereta api, satu-satunya alat pengangkutan yang digunakan adalah gerobak yang ditarik dengan lembu atau kerbau, bahkan masih ada yang dipikul. Akibatnya untuk menuju ke pelabuhan makan waktu cukup lama. Kondisi-kondisi semacam ini amat merugikan bagi pemerintah kolonial Belanda, sehingga dirasakan perlunya transportasi yang lebih cepat dan efisien yaitu kereta api. Untuk mendukung kegiatan perkebunan, maka dibangunlah jalur kereta api guna menghubungkan daerah perkebunan dengan pelabuhan. Pembangunan jalur kereta api pertama dilaksanakan pada tahun 1864 dari Semarang menuju Tanggung sepanjang 23 km (Oemar, dkk., 1994:101). Pemasangan jalur rel kereta api dilakukan oleh pihak swasta yang telah mendapatkan konsesi. Perluasan jaringan rel ke Ambarawa dibangun dari jalur Yogyakarta-Magelang melalui Secang sampai ke Ambarawa. Di jalur ini dipasang rel kereta api bergigi karena terdapat tanjakan di Bedono. Dibangunnya stasiun tentu saja berkaitan pula dengan keberadaan jalur kereta api. Di stasiun inilah kereta api berhenti dan kemudian melakukan perjalanan lagi. Di stasiun pula penumpang dan barang akan dinaikkan dan diturunkan, sehingga seringkali di stasiun terdapat gudang untuk menyimpan barang-barang sebelum diangkut dengan kereta api maupun sesudah diturunkan dari kereta api untuk kemudian dibawa ke tempat tujuan. 102 Papua TH. III NO. 1 / Juni 2011

7 Keberadaan stasiun di Ambarawa dianggap penting karena di tempat inilah penumpang dan barang dinaikkan dan diturunkan. Stasiun kereta api Willem I Ambarawa merupakan stasiun yang terletak pada pertemuan jalur rel kereta api dari Kedungjati menuju Ambarawa dan jalur rel dari Magelang menuju Ambarawa. Kedua jalur tersebut memiliki lebar rel yang berbeda, sehingga penumpang harus berganti kereta api di stasiun Willem I bila akan melanjutkan perjalanan sampai ke Semarang. Ambarawa sendiri merupakan salah satu daerah perkebunan di wilayah Karesidenan Semarang. Hasil perkebunan di Ambarawa antara lain kopi, coklat, karet, rempahrempah dan kina (Ensyclopaedie van Nederlandsch-Indie, 1917:34). 2. Faktor Militer Ambarawa sebagai daerah militer dirasakan adanya keperluan angkutan militer yang cepat dan efisien guna mengangkut pasukan menuju daerah lain. Dengan dibangunnya jalur rel dan stasiun kereta api di Ambarawa maka mobilitas tentara Belanda akan menjadi semakin mudah karena kereta api mampu menampung banyak penumpang dan barang sehingga melancarkan hubungan dengan pusat-pusat kedudukan tentara Belanda di kota lain, seperti Semarang, Magelang dan Yogyakarta. Perluasan jalur rel dari Kedungjati menuju Ambarawa merupakan persyaratan yang diajukan pemerintah kolonial Belanda dalam konsesi. Perluasan ini dimasukkan dalam persyaratan konsesi karena penting artinya ditinjau dari segi militer guna memperlancar mobilitas tentara Belanda yang berkedudukan di Benteng Willem I. Faktor militer inilah yang merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam membangun stasiun kereta api di Ambarawa. Kesimpulan Kota Ambarawa memiliki letak yang cukup strategis karena berada pada pertigaan jalan yang menghubungkan Kota Semarang, Magelang dan Salatiga. Ambarawa oleh pemerintah kolonial Belanda dijadikan pusat militer dengan tangsi militer dan bentengnya yang cukup besar yaitu Benteng Willem I. Ambarawa yang berada di daerah pedalaman juga merupakan daerah perkebunan. Hasil tanaman perkebunan ini oleh pihak kolonial kemudian diangkut dan dikumpulkan ke pelabuhan ekspor di Semarang. Papua TH. III NO. 1 / Juni

8 Faktor ekonomi dari pembangunan Stasiun Willem I di Ambarawa terlihat dari adanya kebutuhan akan alat transportasi kereta api guna mengangkut hasil-hasil perkebunan dari pedalaman menuju ke pelabuhan ekspor di Semarang. Faktor militer pembangunan Stasiun Willem I di Ambarawa karena Ambarawa merupakan daerah pusat militer sehingga membutuhkan kereta api sebagai alat transportasi yang cepat dan efisien guna mengangkut pasukan militer Belanda hingga mobilitas tentara Belanda menjadi semakin lancar. Daftar Pustaka Abbas, Novida Sarana Pertahanan Kolonial di Jawa Tengah dan Jawa Timur, BPA No.14. Balai Arkeologi Yogyakarta. Arsip Nasional Republik Indonesia Pemberitaan Sumber-Sumber Sejarah No.9 Memori Serah Jabatan (Jawa Tengah). Jakarta: ANRI. Astuti, Sri Retna. 1994/1995. Kereta Api Ambarawa-Yogyakarta: Suatu Kajian Sejarah Sosial Ekonomi Pada Abad XIX. Laporan Penelitian Jarahnitra No.002/P/1994. Yogyakarta: Balai Penelitian Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. Dibyosaputro, Suprapto dan Widiyanto Pembangunan Kota Ambarawa Jawa Tengah Ditinjau dari Segi Geomorfologi. Majalah Geografi Indonesia Th.8-9. No September 1994-Maret Hlm Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie Tweede Druk. Eerste Deel. sgravenhage: Martinus Nijhoff. Oemar, Moh., dkk Sejarah Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. Sukendar, Haris., dkk Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Suroyo, A.M. Djuliati Eksploitasi Kolonial Abad XIX Kerja Wajib di Karesidenan Kedu Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia. Sutjipto, F.A. (ed.) Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: P.T. Grafitas. 104 Papua TH. III NO. 1 / Juni 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan Pekalongan, di sebelah Selatan berbatasan dengan Karesidenan Kedu, Surakarta, Madiun. Di

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA KUNJUNGAN KERJA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA KUNJUNGAN KERJA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS 1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA KUNJUNGAN KERJA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS TANGGAL 20 SEPTEMBER 2014 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan BAB V PENUTUP Pemerintah Kolonial Hindia Belanda banyak membangun fasilitas pertahanan di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan fasilitas pertahanan di Cilacap dilakukan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta Administratif Provinsi Jawa Tengah Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/jawa_tengah, diunduh pada tanggal 4 September 2016

Gambar 3.1 Peta Administratif Provinsi Jawa Tengah Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/jawa_tengah, diunduh pada tanggal 4 September 2016 BAB III TINJAUAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA 3.1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang terletak di Jawa bagian tengah dengan luas wilayah 32.548 km². Ibu kota dari Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

SEJARAH TRANSPORTASI KERETA API DI KARESIDENAN SEMARANG TAHUN SKRIPSI

SEJARAH TRANSPORTASI KERETA API DI KARESIDENAN SEMARANG TAHUN SKRIPSI SEJARAH TRANSPORTASI KERETA API DI KARESIDENAN SEMARANG TAHUN 1870-1900 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Disusun

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan Kereta Api 1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api Sehubungan dengan kesulitan prasarana dan sarana transportasi di Pulau Jawa ditinjau dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu. Letaknya yang di kelilingi oleh pegunungan selalu memberikan suasana yang sejuk. Secara astronomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi adalah sarana untuk mempercepat waktu. dalam mencapai suatu tujuan. Di Indonesia, transportasi terbagi

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi adalah sarana untuk mempercepat waktu. dalam mencapai suatu tujuan. Di Indonesia, transportasi terbagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah sarana untuk mempercepat waktu dalam mencapai suatu tujuan. Di Indonesia, transportasi terbagi menjadi tiga, yaitu transportasi darat, laut, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.164, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penetapan. Trase. Jalur Kereta Api. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang terletak 6 55-7 6 LS dan 110 15-110 31 BT, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah utara : Laut Jawa sebelah selatan : Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dengan sungai yang banyak dan besar. Hal ini memberikan potensi yang besar bagi pengembangan lahan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular

PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

RESORT DAN SPA Sebagai Fasilitas Pengikat Paket Wisata Adventure di Ambarawa

RESORT DAN SPA Sebagai Fasilitas Pengikat Paket Wisata Adventure di Ambarawa LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RESORT DAN SPA Sebagai Fasilitas Pengikat Paket Wisata Adventure di Ambarawa Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) 2030 telah direncanakan program jangka panjang pembangunan Trans Sumatera Railways yang membentang dari Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkeretaapian Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2007, perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah usaha untuk memperluas, menjamin lalu lintas perdagangan rempah-rempah hasil hutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya

Lebih terperinci

BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif

BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif 1.1. Latar Belakang Pengertian museum kereta api yaitu suatu tempat atau lokasi dimana didalamnya

Lebih terperinci

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia SEJARAH KOTA BANDUNG AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia A. Asal Nama Bandung Banding/Ngabanding -------- berdampingan/berdekatan Bandeng/Ngabandeng --- sebutan untuk genangan air yang luas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat lain, atau dari tempat asal ke tempat tujuan (Adisasmita 2011:1).

BAB I PENDAHULUAN. tempat lain, atau dari tempat asal ke tempat tujuan (Adisasmita 2011:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah Transportasi atau Transport diartikan sebagai tindakan atau kegiatan mengangkut atau memindahkan muatan (barang dan orang) dari suatu tempat ke tempat lain,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. BAB V Kesimpulan dan Saran 126

BAB V KESIMPULAN. BAB V Kesimpulan dan Saran 126 BAB V KESIMPULAN 5.1 KESIMPULAN Manusia memiliki sifat alami untuk selalu bergerak. Pergerakan yang dilakukan dapat bersifat fisik (berpindah tempat) maupun non fisik (perilaku). Bergerak secara fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah mengutamakan

Lebih terperinci

SEJARAH GEDUNG LAWANG SEWU

SEJARAH GEDUNG LAWANG SEWU SEJARAH GEDUNG LAWANG SEWU RATRI SEPTINA SARASWATI Sejarah gedung ini tak lepas dari sejarah perkeretaapian di Indonesia karena dibangun sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij

Lebih terperinci

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng No. 380, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kereta Api. Jalur. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 60 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan penduduk dan semakin menggeliatnya mobilitas ekonomi Masyarakat terutama di sektor industri, pertanian dan perkebunan menuntut kesiapan prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah menghubungkan

Lebih terperinci

MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI.

MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI. MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI. Macam-macam Letak Geografi Untuk mengetahui dengan baik keadaan geografis suatu tempat atau daerah, terlebih dahulu perlu kita ketahui letak tempat atau daerah tersebut di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN OBJEK 18 BAB II TINJAUAN OBJEK 2.1. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 dan 43 Tahun 2011, perkeretaapian terdiri dari sarana dan prasarana, sumber daya manusia, norma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, dijelaskan bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 62 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Provinsi Lampung 1. Kondisi Geografi Secara geografis Provinsi Lampung terletak antara 3045' Lintang Selatan dan 103050' 105050' Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN STASIUN KERETA API SOLO JEBRES

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN STASIUN KERETA API SOLO JEBRES KARAKTER SPASIAL BANGUNAN STASIUN KERETA API SOLO JEBRES Agustina Putri Ceria, Antariksa, Noviani Suryasari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167, Malang 65145

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem. Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan

BAB VI KESIMPULAN. Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem. Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan BAB VI KESIMPULAN Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan penghubung jaringan transportasi darat antara sentral di Surabaya

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I-1

BAB I Pendahuluan I-1 I-1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta Api merupakan salah satu moda transportasi darat yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut baik penumpang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING

BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING BAB IV GAMBARAN UMUM TENTANG DANAU RAWA PENING Pada bagian ini, penulis ingin memaparkan mengenai kondisi danau Rawa Pening secara umum baik mengenai lokasi geografis, kondisi alam atau kondisi topografi,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurun waktu 1945-1949, merupakan kurun waktu yang penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Karena Indonesia memasuki babakan baru dalam sejarah yaitu masa Perjuangan

Lebih terperinci

BAB 1 SKOUW WUTUNG. A. Sejarah

BAB 1 SKOUW WUTUNG. A. Sejarah BAB 1 SKOUW WUTUNG Peta Pulau Papua A. Sejarah Provinsi Papua dulunya mencakup seluruh Pulau Papua bagian barat. Pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal

Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal Samurai PKK (Sistem Palang Pintu Pencegah Kecelakaan Kereta Api) dengan Control Room dan Wifi Signal Marisa Gita Putri *), Nabilah Fairusiyyah *), Dwiyanto *), Yuddy Dharmawan **) *) Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM PERKEBUNAN

KEADAAN UMUM PERKEBUNAN KEADAAN UMUM PERKEBUNAN Sejarah Perkebunan Perkebunan Teh Medini dahulu digunakan sebagai kebun kopi dan kina milik NV culture MY Medini. Pada masa pendudukan Jepang, Kebun Teh Medini menjadi tidak terawat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung berada antara 3º45 dan 6º45 Lintang Selatan serta 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah utara berbatasan dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA Perancangan Kawasan Stasiun Terpadu Manggarai BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik Gambar 29 Stasiun Manggarai Sumber : Google Image, diunduh 20 Februari 2015 3.1.1. Data Kawasan 1.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API SOLO- BALAPAN DENGAN FASILITAS PENDUKUNG SHOPPING MALL DAN HOTEL BINTANG TIGA DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup. Melalui berbagai perubahan dan pembaharuan yang diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas 29 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan salah satu kabupaten/kota yang berada di wilayah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERKEBUNAN KOPI BANARAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERKEBUNAN KOPI BANARAN 19 BAB II GAMBARAN UMUM PERKEBUNAN KOPI BANARAN A. Kondisi Geografis Perkebunan Kopi Banaran Kabupaten Semarang merupakan salah satu Kabupaten dari 29 kabupaten dan 6 kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang dan

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang dan 1 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Kereta Api (persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang dan barang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam mendistribusikan penumpang dan barang antar suatu tempat. Kelebihan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Kajian Pustaka F. Historiografi yang Relevan...

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Kajian Pustaka F. Historiografi yang Relevan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iv MOTTO... v PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

PENGARUH JALUR KERETA API BATAVIA-BUITENZORG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT BATAVIA TAHUN e-journal

PENGARUH JALUR KERETA API BATAVIA-BUITENZORG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT BATAVIA TAHUN e-journal PENGARUH JALUR KERETA API BATAVIA-BUITENZORG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT BATAVIA TAHUN 1875-1913 e-journal Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri yogyakarta Untuk

Lebih terperinci

BANGUNAN PERTAHANAN (LOUVRAK) JEPANG DI PULAU DOOM

BANGUNAN PERTAHANAN (LOUVRAK) JEPANG DI PULAU DOOM BANGUNAN PERTAHANAN (LOUVRAK) JEPANG DI PULAU DOOM Sri Chiirullia Sukandar (Balai Arkeologi Jayapura, e-mail: schiirullia@yahoo.com) Abstract The outbreak of the Pacifi c War between Japan and the Allied

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1992 TENTANG PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SALATIGA DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SEMARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) 1. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Kehadiran kereta api

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development BAB II FIRST LINE Sesuai dengan proses perancangan, pengetahuan dan pengalaman ruang sangat dibutuhkan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Karena itu

Lebih terperinci

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA Perumahan menengah : meliputi kompleks perumahan atau dan sederhana permukiman Perumahan pasang surut : meliputi perumahan yang berada di daerah

Lebih terperinci

STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI

STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI MENELISIK MANGGARAI: DAHULU, KINI, DAN NANTI ARI NOVIANTO VP ARCHITECTURE PT.KAI Sejarah Kawasan Manggarai Wilayah Manggarai di Jakarta sudah dikenal warga Batavia sejak

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Lebih terperinci

PENJABAT BUPATI SEMARANG SAMBUTAN PENJABAT BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI D DPRD KABUPATEN BATANG

PENJABAT BUPATI SEMARANG SAMBUTAN PENJABAT BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI D DPRD KABUPATEN BATANG 1 PENJABAT BUPATI SEMARANG SAMBUTAN PENJABAT BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI D DPRD KABUPATEN BATANG TANGGAL 6 NOVEMBER 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi Lampung, sebagai dasar perekonomian dan sumber pemenuh kebutuhan hidup. Selain itu,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan

KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan PT. Perkebunan Tambi merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang industri teh. Tahun 85 kebun-kebun teh di Bagelen, Wonosobo disewakan kepada Tuan D. Vander Sluij

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Tanjungpinang adalah salah satu kota dan sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 Tanggal

Lebih terperinci

PETA WILAYAH KECAMATAN AMBARAWA

PETA WILAYAH KECAMATAN AMBARAWA 7 14' 7 16' 7 18' PETA WILAYAH KECAMATAN AMBARAWA 110 22' 110 24' 110 26' U Kec. Bandungan Kec. Bawen BARAN PASEKAN KRANGGAN KUPANG PANJANG TAMBAKBOYO 7 16' NGAMPIN LODOYONG Kec. Jambu POJOKSARI BEJALEN

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang Balai Pelaksana Teknis Bina Marga atau disingkat menjadi BPT Bina Marga Wilayah Magelang adalah bagian dari Dinas

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Relokasi Stasiun Merak 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Relokasi Stasiun Merak 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana transportasi dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dalam jumlah pelayanan kepada masyarakat, terutama tranportasi darat. Kereta api merupakan transportasi darat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah

Lebih terperinci

EVALUASI PRASARANA KERETA API DALAM RANGKA PENGAKTIFAN KEMBALI LINTAS KEDUNGJATI-AMBARAWA

EVALUASI PRASARANA KERETA API DALAM RANGKA PENGAKTIFAN KEMBALI LINTAS KEDUNGJATI-AMBARAWA EVALUASI PRASARANA KERETA API DALAM RANGKA PENGAKTIFAN KEMBALI LINTAS KEDUNGJATI-AMBARAWA EVALUATION FOR REACTIVATION TRACK INFRASTRUCTURE FOR THE TRACK OF KEDUNGJATI-AMBARAWA Purwoko Puslitbang Perhubungan

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN ARKEOLOGI SITUS PABRIK PENGOLAHAN KARET,DI SUNGAI TABUK KERAMAT, KABUPATEN BANJAR,PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN ARKEOLOGI SITUS PABRIK PENGOLAHAN KARET,DI SUNGAI TABUK KERAMAT, KABUPATEN BANJAR,PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN ARKEOLOGI SITUS PABRIK PENGOLAHAN KARET,DI SUNGAI TABUK KERAMAT, KABUPATEN BANJAR,PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 1. SEJARAH PENEMUAN SITUS Situs pabrik pengolahan karet diketahui ketika

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLINK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II ACEH SINGKIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLINK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II ACEH SINGKIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLINK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II ACEH SINGKIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Dalam perjalanan sejarahnya, angkutan kereta api di tanah air membuktikan peranannya yang berarti pada sektor perhubungan disamping menunjang

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA Jori George Kherel Kastanya L. F. Kereh, M. R. E. Manoppo, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 Januari 1997 dan pada tanggal 21 Maret 1997 resmi menjadi salah

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

Tipologi Arsitektural Stasiun Bringin, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah

Tipologi Arsitektural Stasiun Bringin, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 PENELITIAN Tipologi Arsitektural Stasiun Bringin, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah Nafiah Solikhah nafiahs@ft.untar.ac.id Bagian Sejarah dan Pemuugaran, Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prasarana Kereta Api Berdasarkan UU No.23 tentang perkeretaapian, prasarana kereta api adalah jalur dan stasiun kereta api termasuk fasilitas yang diperlukan agar sarana kereta

Lebih terperinci

REDESAIN TERMINAL BUS INDUK MADURESO TIPE B DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN PENEKANAN DESAIN EKSPRESI STRUKTUR

REDESAIN TERMINAL BUS INDUK MADURESO TIPE B DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN PENEKANAN DESAIN EKSPRESI STRUKTUR REDESAIN TERMINAL BUS INDUK MADURESO TIPE B DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN PENEKANAN DESAIN EKSPRESI STRUKTUR Oleh : Khoirunnisa D. Ayu, Septana Bagus Pribadi, Sukawi Sistem transportasi menjadi bagian

Lebih terperinci

Kata Kunci : Transposrtasi, Bandara, Terminal Penumpang Bandara Pusako Anak Nagari, Ikon Daerah

Kata Kunci : Transposrtasi, Bandara, Terminal Penumpang Bandara Pusako Anak Nagari, Ikon Daerah TERMINAL PENUMPANG BANDARA PUSAKO ANAK NAGARI KAB. PASAMAN BARAT TERMINAL PENUMPANG BANDARA PUSAKO ANAK NAGARI KAB. PASAMAN BARAT Oleh : Ricky Masri, Abdul Malik, Bharoto Keberadaan Bandar Udara Pusako

Lebih terperinci