BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa bangunan monumental di Yogyakarta adalah bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang nasibnya memprihatinkan. Penanganan tentang kerusakan dan kondisi bangunanbangunan cagar budaya tersebut sudah diupayakan oleh pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta, beserta stakeholder yang berwenang. Upaya tersebut berupa Konservasi bangunan dan kawasan. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010). Konservasi Bangunan Cagar Budaya (BCB) adalah tindakan perawatan dengan cara pengawetan terhadap BCB yang telah mengalami kerusakan/ pelapukan, dilakukan dengan teknik tradisional maupun modern untuk menghambat kerusakan lebih lanjut. Perlindungan adalah salah satu upaya pelestarian yang dilakukan dengan cara mencegah dan 1

2 2 menanggulangi kerusakan dan kemusnahan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan BCB yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun proses alam. Yogyakarta terdapat beberapa situs bangunan cagar budaya, salah satunya adalah bangunan stasiun kereta api. Perjalanan tentang perkeretaapian terutama tentang bangunan stasiun kereta di Yogyakarta sangatlah panjang. Namun sampai sekarang, stasiun kereta api yang berstatus sebagai Cagar Budaya (CB) belum dikelola dan dikonservasi secara maksimal. Salah satu bangunan stasiun kereta api yang mengandung nilai sejarah dan belum diketahui oleh banyak orang adalah stasiun kereta api Maguwo lama (Kalongan). Stasiun Maguwo lama (Kalongan) adalah sebuah stasiun yang terletak sekitar 300m barat Stasiun Maguwo Baru. Bangunannya murni terbuat dari kayu jati yang ada sejak jaman penjajahan Belanda. sekarang dijadikan Bangunan Cagar Budaya milik PT. KAI persero. Bangunan ini terletak di titik koordinat 7 47'"S '51"E masuk wilayah Kecamatan Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Stasiun Maguwo (lama) mulai beroperasi seiring beroperasinya jalan rel rute Klaten - Lempuyangan (30 km) pada tahun 1872 oleh perusahaan kereta api swasta NIS (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij). Jalan rel tersebut merupakan bagian dari jalur kereta api rute Solo Yogyakarta yang dibangun oleh NIS. Bangunan stasiun Maguwo (Lama) yang didirikan pertama kali telah dibongkar pada tahun 1930, kemudian dibangunlah bangunan baru yang dapat dilihat sampai sekarang. Bangunan berbentuk persegi panjang, memiliki 3 ruang, yaitu ruang PPKA (pimpinan perjalanan kereta api), ruang kepala stasiun yang tergabung dengan loket tiket, dan ruang tunggu

3 3 penumpang. Konstruksi bangunan stasiun ini terbuat dari kayu demikian juga dengan dindingnya yang juga terbuat dari papan kayu. Pada tiang-tiang persegi terdapat hiasan-hiasan geometris dan ukiran sulur kerawang. Dalam khasanah perkeretaapian Indonesia, Stasiun Maguwo termasuk dalam stasiun kelas C. Kategori ini didasarkan atas pelayanannya untuk jurusan tertentu dengan jarak dekat dan daya tampung penumpang atau barang dengan jumlah yang relatif sedikit, disamping itu ukuran bangunannya kecil dengan jumlah ruang 2 3 dan desain yang sederhana (Musadad, 2011:460). Sebelah selatan stasiun, masih terdapat sisa rel lama yang sekarang sudah tidak dipakai merupakan buatan Krupp tahun 1899 sebagai jalur yang mengawalinya. Sebelah barat bangunan utama stasiun juga masih terdapat wesel beserta papan informasi yang menjelaskan wesel itu sendiri. Karena memiliki nilai sejarah, maka bangunan stasiun Maguwo (lama) masuk ke dalam daftar bangunan cagar budaya. Pada tahun 2010, Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan - PT Kereta Api Indonesia melakukan konservasi dan perawatan dengan cara memperbaharui warna cat sehingga tampak lebih bersih dan rapi. Konservasi yang dilakukan masih berdasarkan prinsipprinsip konservasi heritage yang dimiliki oleh PT. KAI. Bangunan yang sudah lama tidak berfungsi ini direncanakan akan dihidupkan kembali agar bermanfaat bagi masyarakat luas. Selain itu, pengerjaan konservasi ini juga menambahkan pagar di sekeliling bangunan utama stasiun maguwo lama. Terdapat papan peringatan tentang bangunan cagar budaya di luar bangunan namun masih di dalam area pagar pengaman.

4 4 PT. KAI mempunyai unit tersendiri dalam menangani bangunan-bangunan yang menjadi warisan bagi generasi sekarang, yaitu Unit Pelestarian Benda dan Bangunan. Dalam unit ini, mengeluarkan aturan dalam mengkonservasi bangunan yang dimilikinya.dan tertuang dalam pedoman yang dikeluarkannya. Dari pedoman konservasi yang ada dan hasil konservasi di lapangan perlu dicermati keserasiannya. Unit Pelestarian Benda dan Bangunan PT. KAI sudah memiliki pedoman tentang tindakan koservasi bangunan, baik tentang prinsip maupun pelaku konservasi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini memiliki pertanyaan penelitian Apakah prinsip kegiatan konservasi dari PT. KAI, proses, dan hasil konservasi Bangunan Utama Stasiun Maguwo Lama (Kalongan) sudah sesuai dengan prinsip arkeologi tentang konservasi bangunan C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan utama. Tujuan pertama yaitu untuk mengetahui apakah hasil konservasi heritage Stasiun Maguwo lama sudah sesuai dengan prinsip konservasi bangunan arkeologi yang bedasarkan ilmu arkeologi. Hal ini disebabkan pengerjaan konservasi bangunan utama stasiun Maguwo lama masih berdasarkan prinsip konservasi bangunan milik Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan - PT Kereta Api Indonesia.

5 5 Tujuan kedua adalah mengkaji hasil konservasi yang sudah ada dengan peraturan yang dikeluarkan oleh dari PT. KAI itu sendiri. Dengan demikian penulis dapat mengevaluasi hasil pengerjaan konservasi yang dilakukan, apakah prinsip konservasi yang dilakukan sudah sesuai dengan undang-undang cagar budaya No. 11 tahun 2010 atau belum. Selain itu untuk mengetahui peran masyarakat sekitar stasiun Maguwo lama dalam proses konservasi dan pengawasan serta perawatan BCB stasiun Maguwo Lama. Pencapaian tersebut diharapkan dapat membantu penelitian arkeologi selanjutnya sebagai bahan pembanding untuk penelitian yang berkaitan dengan konservasi bangunan-bangunan kolonial lainnya, khususnya bangunan stasiun kereta api. Tentang bagaimana proses pelaksanaan konservasi yang sesuai dengan undang-undang tanpa mengurangi nilai keaslian dan nilai arkeologis dari BCB tersebut, dan peran masyarakat dalam ikut melestarikan BCB. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Bangunan Cagar Budaya Stasiun Maguwo Lama (Kalongan) di Maguwo, Sleman, Yogyakarta yang pernah dilakukan adalah identifikasi bagian-bagian bangunan stasiun Maguwo Lama dan analisis tentang wacana pemanfaatan kembali stasiun Maguwo Lama sebagai museum situs transportasi kereta api Yogyakarta (Musadad, 2011:466). Dalam tulisannya, beliau lebih berkonsentrasi kepada wacana pemanfaatan kembali stasiun maguwo lama, yang dikaji menurut konsep pembuatan Master Plan. Konsep pembuatan master plan tentunya ditujukan untuk menjaga kelestarian sebuah situs dan

6 6 monumen yang ada di dalamnya (Musadad, 2011:466). Selain itu, dalam tulisan artikel tersebut juga dianalisis tentang tanah kosong di sebelah bangunan utama stasiun, hal ini dilakukan karena lapangan ini akan dijadikan sebagai museum kereta api. Identifikasi tentang evaluasi konservasi Stasiun Kalongan berdasarkan kajian Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya belum pernah dilakukan. Maka dari itu penulis menganggap kajian ini dapat dijadikan sebagai bahan penulisan skripsi untuk jenjang pendidikan S1. E. Tinjauan Pustaka Dalam ilmu arkeologi, kajian yang mengulas tentang konservasi arkeologi terutama konservasi bangunan stasiun kereta api masih jarang dilakukan. Kepedulian masyarakat dan akademisi tentang pentingnya menjaga nilai sejarah, IPTEK, dan arkeologis perkeretaapian di Indonesia khususnya stasiun kereta api masih sangat kurang. Sebagian besar penelitian yang sudah dilakukan oleh banyak akademisi maupun masyarakat awam tentang bangunan cagar budaya adalah tentang pola tata ruang, arsitektur, dan proses konservasi yang dilakukan pada BCB. Penelitian ini mencoba lebih berfokus pada hasil konservasi, apakah prinsip dan pengerjaan konservasi yang dilakukan sudah sesuai dengan UU CB No. 11 tahun 2010, dan seperti apa peran serta masyarakat sekitar stasiun Maguwo dalam pelestarian maupun pemanfaatan BCB stasiun Maguwo Lama. Konservasi arkeologi adalah suatu kegiatan yang penting untuk menjaga kelestarian dan nilai-nilai yang terkandung dalam benda cagar budaya tersebut.

7 7 Penelitian ini akan bertolok ukur dari tulisan Bernard M. Fielden mengatakan Conservation is the action to prevent decay (Fielden: 1982). Terdapat 3 nilai penting yang harus diperhatikan dan dijaga sebelum dan sesudah melakukan konservasi, yaitu (Fielden, 1982 : 6) : (1) Nilai Emosional: (a) keindahan; (b) identitas: (c) keberlanjutan; (d) spiritual dan simbolis. (2) Nilai Budaya: (a) dokumenter: (b) sejarah: (c) arkeologis, usia dan kelangkaan; (d) estetika dan simbolis; (e) arsitektural; (f ) ekologi; (g) tekhnologi. (3) Use values: (a) fungsional; (b) ekonomi; (c) sosial; (d) pendidikan; (e) politik.

8 8 Proses pelaksanaan konservasi harus sesuai dengan prinsip serta undangundang yang ada. Ditegaskan dalam UU BCB No 11 Tahun 2010, bahwa proses konservasi tidak boleh sampai menghilangkan nilai keaslian dan arkeologis BCB, serta masyarakat juga harus ikut dalam pelestarian dan dapat memanfaatkan BCB sesuai dengan peraturan. Partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian warisan budaya merupakan salah satu prioritas yang harus tercapai dalam setiap kegiatan pemanfaatan benda cagar budaya yang berwawasan pelestarian. Upaya pelestarian yang dilakukan haruslah berdampak pada meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan bangunan-benda cagar budaya sehingga masyarakatlah nanti yang akan lebih berperan serta, pemerintah hanya mengayomi dan mengawasi sehingga tidak keluar dari koridor hukum yang berlaku tentang pelestarian (Wirastari, Suprihardjo: 2012). F. Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan penelaran induktif. Penalaran induktif merupakan penalaran yang bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala-gejala yang bersifat khusus untuk kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empiris. Penalaran induktif ini bersifat eksploratif deskriptif, mengamati atau menemukan suatu pengamatan data-data, kemudian dihubungkan antara satu dengan yang lain kemudian baru ditemukan kesimpulan (Tanudirdjo: 1989: 34). Tahap awal penelitian ini akan memfokuskan pada referensi-referensi yang terkait pada prinsip konservasi sebuah bangunan cagar budaya. Pemahaman

9 9 terhadap prinsip-prinsip konservasi harus dipahami terlebih dahulu. Tahap kedua adalah mempelajari dan memahami isi dari Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 tahun Tahap ketiga mulai ke lapangan untuk mengobservasi langsung, mencari data, dan untuk mengetahui kondisi objek penelitian yaitu situs bangunan utama stasiun Maguwo Lama. 1. Tahap pengumpulan data a. Data primer: Observasi ke lapangan yang akan dijadikan objek penelitian, yaitu Stasiun Kalongan. Selain itu data lengkap tentang bangunan cagar budaya stasiun Maguwo Lama sebelum dikonservasi dan sesudah dilakukan konservasi. Selain itu berupa tulisan, artikel, skripsi, dan foto yang menjelaskan dan memberi data tambahan tentang konservasi Stasiun Kalongan ataupun yang berkaitan dengan konservasi bangunan kolonial lainnya khususnya tentang stasiun. b. Data sekunder: Berbagai buku referensi yang menjadi acuan tentang sejarah kereta api di Indonesia serta tentang prinsip-prinsip dalam kegiatan konservasi bangunan cagar budaya, 2. Tahap pengolahan dan analisis data Analisis data dilakukan terhadap data primer yang digabungkan dengan data sekunder. Data utama adalah tentang sejarah Stasiun Kalongan, kondisi stasiun sebelum dikonservasi dan sesudah dilakukannya konservasi terhadap stasiun tersebut, foto-foto hasil konservasi, dan denah situs sebagai data pelengkap sebagai referensi utama. Sedangkan observasi di lapangan akan lebih menguatkan kembali penelitian ini. Data yang sudah terkumpul kemudian

10 10 diidentifikasi menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya, sehingga dapat mengetahui jawaban dari penelitian ini. Pada tahap ini juga menggunakan beberapa data sebagai tolok ukur antara konservasi yang dilakukan oleh PT. KAI dengan badan konservasi lain terhadap sebuah bangunan cagar budaya. Hal ini perlu dilakukan umtuk mengetahui apakah konservasi yang dilakukan pada bangunan Stasiun Kalongan sudah sesuai prinsip arkeologi tentang konservasi bangunan dan mempunyai manfaat lanjutan terhadap masyarakat sekitar. Kaidah dari konservasi bangunan yang telah disepakati dalam undang-undang dijadikan rujukan untuk menilai suatu kepantasan dari banguanan yang sudah dikonservasi. H. Batasan Penelitian Penelitian ini perlu diberi batasan agar permasalahan yang dikaji tidak terlalu luas dan tidak akan jauh dari objek yang diteliti yaitu situs cagar budaya bangunan utama Stasiun Kalongan dan evaluasi dari konservasi yang dilakukan serta mencari jawaban dari pertanyaan diatas. Batasan yang akan digunakan adalah tentang landasan serta prinsip yang digunakan dalam teknik pengerjaan konservasi pada bagian bangunan utama stasiun sehingga dapat dibandingkan dan dianalisis menggunakan referensi yang terkait dan Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun Bagian bangunan utama yang sudah dikonservasi hanya diambil pada bagian pewarnaan bangunan dan penambahan bangunan pendukung baru. Periode penelitian yang diambil untuk penulisan bab selanjutnya adalah

11 11 tahun 1930 yaitu sebagai tahun stasiun didirikan dan tahun 2010 dimana stasiun selesai dikonservasi.

BAB V PENUTUP. yaitu Stasiun Lempuyangan dan Balai Yasa Pengok. Kedua objek tersebut. Indonesia pada umumnya dan di Yogyakarta khususnya.

BAB V PENUTUP. yaitu Stasiun Lempuyangan dan Balai Yasa Pengok. Kedua objek tersebut. Indonesia pada umumnya dan di Yogyakarta khususnya. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kawasan Stasiun Lempuyangan dan Balai Yasa Pengok merupakan salah satu kawasan yang layak untuk dijadikan Kawasan Cagar Budaya baru di Yogyakarta. Hal ini mengingat pada kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk kepentingan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persoalan utama yang dihadapi kota-kota besar di Pulau Jawa akibat pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah masalah transportasi, masalah transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkembang secara dinamis. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Jakarta dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api saat ini merupakan salah satu moda transportasi pilihan utama sebagian masyarakat di Indonesia untuk bepergian. Dengan sistem yang dibangun saat ini oleh

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pembinaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya;

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG

BAB IV PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG BAB IV PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG A. PEMAHAMAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG Pengembangan Stasiun Pemalang merupakan suatu proses atau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :

Lebih terperinci

Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi

Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi Aileen Kartiana Dewi aileen_kd@yahoo.com Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan sejumlah bangunan antara lain; Alun alun Utara, Pagelaran, Sitihinggil Utara, Cepuri, Keputren, Keputran,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi yang mampu menunjukkan keterkaitan antar unsur-unsur budaya maritim lainnya (Thufail, 2010). Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Sawahlunto merupakan kota yang tumbuh karena pertambangan batu bara. Akan tetapi pada tahun 1997, produksi batu bara di PT. BA UPO kurang dari target

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 38 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN PELESTARI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota tujuan dari beberapa kota sekitar. Hal tersebut menuntut kota tersebut memenuhi kebutuhan transportasi. Kebutuhan transportasi umum hendaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. penelitian konservasi. Dengan evaluasi tersebut akan dapat ditemukan metode yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. penelitian konservasi. Dengan evaluasi tersebut akan dapat ditemukan metode yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Evaluasi konservasi memegang peranan penting dalam sebuah alur penelitian konservasi. Dengan evaluasi tersebut akan dapat ditemukan metode yang tepat dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal

Lebih terperinci

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe Cut Azmah Fithri (1), Sisca Olivia (1), Nurhaiza (1) cutazmah@unimal.ac.id (1) Dosen Tetap Program Studi Arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya

Lebih terperinci

Pengembangan Stasiun Kereta Api Pemalang di Kabupaten Pemalang BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Pengembangan Stasiun Kereta Api Pemalang di Kabupaten Pemalang BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini, akan dibahas mengenai, pengertian dan esensi judul, latar belakang munculnya gagasan atau ide dan judul, tujuan dan sasaran perencanaan dan perancangan, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Purworejo di masa lalu merupakan pos pertahanan militer Belanda di wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro pada Perang Jawa (1825-1830)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 C-63 Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya) Volare Amanda Wirastari

Lebih terperinci

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 022/M/2014 TENTANG TUGU PAHLAWAN SEBAGAI STRUKTUR CAGAR BUDAYA PERINGKAT NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 022/M/2014 TENTANG TUGU PAHLAWAN SEBAGAI STRUKTUR CAGAR BUDAYA PERINGKAT NASIONAL SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 022/M/2014 TENTANG TUGU PAHLAWAN SEBAGAI STRUKTUR CAGAR BUDAYA PERINGKAT NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

REGISTRASI NASIONAL CAGAR BUDAYA SECARA ON-LINE

REGISTRASI NASIONAL CAGAR BUDAYA SECARA ON-LINE REGISTRASI NASIONAL CAGAR BUDAYA SECARA ON-LINE Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 DASAR Undang-undang RI Nomor

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Tanggapan terhadap kualitas pelayanan KA Parahyangan dapat disimpulkan cukup

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemeliharaan Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya mempunyai sejarah yang panjang dan tidak terlepas dari dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan faktor penting didalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Tersedianya transportasi, jarak yang tadinya jauh dan membutuhkan waktu yang lama

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN BANGUNAN BERCIRIKAN ORNAMEN DAERAH KALIMANTAN TENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular

PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental yang dibuat. oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat seperti kompleks Kraton

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental yang dibuat. oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat seperti kompleks Kraton BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental yang dibuat oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat seperti kompleks Kraton dengan Sitinggil, Alun-alun Utara dan Alun-alun

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang

Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang Faisal Prabowo pbw.faisal@gmail.com KK Informatika, Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai

Lebih terperinci

BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif

BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif 1.1. Latar Belakang Pengertian museum kereta api yaitu suatu tempat atau lokasi dimana didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah dan cagar budaya banyak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan sebuah kota yang memiliki fasilitas publik untuk mendukung berjalannya proses pemerintahan dan aktivitas masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangkutan merupakan salah satu bidang kegiatan yang sangat vital. Hal ini disebabkan oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dan eksistensi kota, bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan elemen lingkungan fisik kota yang terdiri dari elemen lama kota dengan nilai historis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu alat transportasi darat antar kota yang diminati oleh seluruh lapisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu alat transportasi darat antar kota yang diminati oleh seluruh lapisan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu alat transportasi darat antar kota yang diminati oleh seluruh lapisan masyarakat. Sistem perkeretaapian di Indonesia semakin maju, hal

Lebih terperinci

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp: Kepada Yth -Kepala Dinas Tata Kota dan Permukiman (DTKP) Semarang -Pimpinan dan anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Semarang di tempat Perihal: Pendaftaran cagar budaya, permohonan kajian cagar budaya,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandar Udara Adisucipto yang berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta merupakan bandar udara yang digunakan sebagai bandara militer dan bandara komersial untuk penerbangan

Lebih terperinci

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi berasal dari bahasa Latin, yaitu transportare, trans berarti

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi berasal dari bahasa Latin, yaitu transportare, trans berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi berasal dari bahasa Latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain dan portare mengangkut atau membawa. Jadi pengertian transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran 2013 yang menyebutkan bahwa : Secara geografis, Kota Medan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran 2013 yang menyebutkan bahwa : Secara geografis, Kota Medan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau berdasarkan kedudukan, fungsi dan peranannya maka Kota Medan memiliki modal dasar pembangunan ekonomi yang potensial. Hal ini ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Keberadaan bangunan bersejarah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Banyak perangkatperangkat yang dibuat maupun dikembangkan sesuai bidangnya masing-masing. Perangkat tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi

BAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti telah lama diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non

Lebih terperinci

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp: Kepada Yth Wali Kota Semarang di tempat Perihal: Informasi mengenai kajian cagar budaya bangunan kuno Pasar Peterongan Semarang oleh BPCB Jateng Dengan hormat, Bersama surat ini kami menginformasikan bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN, JAKARTA PUSAT

BAB III TINJAUAN KAWASAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN, JAKARTA PUSAT BAB III TINJAUAN KAWASAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN, JAKARTA PUSAT 3.1. Tinjauan Umum Kota Administrasi Jakarta Pusat 3.1.1. Kondisi Administrasi Potensi Jakarta Pusat secara administratif terdiri

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maupun dari manca negara. dll) menjadi sesuatu yang bernilai penting bagi banyak pihak dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maupun dari manca negara. dll) menjadi sesuatu yang bernilai penting bagi banyak pihak dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat besar, baik dari sisi jumlah penduduk, luas wilayah, sumber daya alam (SDA), hingga seni budaya dan adat istiadatnya. 1 Seiring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. transportasi darat seperti kereta, mobil, bis, dan lain-lain.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. transportasi darat seperti kereta, mobil, bis, dan lain-lain. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi sangat penting dan sangat diperlukan dalam kehidupan yang serba modern ini. Berdasarkan kepemilikan transportasi, transportasi dapat dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA 2.1 Pengertian Bangunan Gedung Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung Dewasa ini fungsi bangunan gedung

Lebih terperinci

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkeretaapian sebagai salah satu bagian dari angkutan darat, merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Perkeretaapian sebagai salah satu bagian dari angkutan darat, merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Obyek Perkeretaapian sebagai salah satu bagian dari angkutan darat, merupakan salah satu elemen penting dalam perkembangan transportasi massal

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur

Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur Oleh : Panggah Ardiyansyah, S.S Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Pendahuluan Semenjak diresmikannya pada tanggal 23

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PENDOKUMENTASIAN CAGAR BUDAYA (Pengantar Umum) Pengertian CAGAR BUDAYA Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang tinggi, terutama di Pulau Jawa karena ibukota negara terletak di pulau ini. Jumlah penduduk Pulau Jawa pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias daerah atau suku suku yang telah membudaya berabad abad. Berbagai ragam hias yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan. 1. dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan. 1. dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelestarian Cagar Budaya merupakan upaya untuk mempertahankan warisan budaya agar tetap lestari dan berkelanjutan di samping memberikan manfaat bagi kebudayaan,

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Kota Lama merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perjalanan berkembangnya suatu kota karena di dalamnya terdapat hal-hal yang selalu menarik untuk diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Warisan pra kolonial di Tanah Karo sampai sekarang masih dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Warisan pra kolonial di Tanah Karo sampai sekarang masih dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Warisan pra kolonial di Tanah Karo sampai sekarang masih dapat dilihat jejak keberadaannya, salah satunya adalah Rumah Tradisional Kalak Karo atau disebut dengan Siwaluh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. berdasarkan analisis data yang dilakukan. Pengambilan kesimpulan dilakukan

BAB V PENUTUP. berdasarkan analisis data yang dilakukan. Pengambilan kesimpulan dilakukan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan penelitian, tentu dapat ditarik hasil kesimpulan berdasarkan analisis data yang dilakukan. Pengambilan kesimpulan dilakukan untuk menjawab dua pertanyaan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedemikian penting tersebut dicapai melalui proses perjalanan yang cukup. yang saat ini menjadi sangat populer didunia.

I. PENDAHULUAN. sedemikian penting tersebut dicapai melalui proses perjalanan yang cukup. yang saat ini menjadi sangat populer didunia. 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bidang Perkeretaapian telah menduduki peranan yang semakin penting dalam pembangunan nasional yaitu sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penulisan Transportasi merupakan alat yang di gunakan oleh kalangan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan perpindahan tempat satu ke tempat lainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ±

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± 18.110 pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. Negara Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Candi Prambanan merupakan salah satu cagar budaya Indonesia yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah UNESCO sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar

Lebih terperinci

: Arkeologi Transportasi dan Industri

: Arkeologi Transportasi dan Industri Nama Mata Kuliah Kode/SKS Semester Status : Arkeologi Transportasi dan Industri : BDP 3632/2 SKS : III/ ganjil : Pilihan Deskripsi Mata Kuliah : Dalam kurikulum arkeologi yang terbaru ini (2000) tercantum

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) 1. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Kehadiran kereta api

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN DAN PENGHAPUSAN WARISAN BUDAYA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Garis Sempadan Jalan.

Garis Sempadan Jalan. 1 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN I. UMUM Jalan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat. menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat. menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bangunan bersejarah merupakan bangunan yang memiliki nilai dan makna yang penting bagi sejarah, namun juga ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan ada kalanya bersifat

Lebih terperinci