BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan
|
|
- Ari Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan Pekalongan, di sebelah Selatan berbatasan dengan Karesidenan Kedu, Surakarta, Madiun. Di sebelah Timur dan Timur Laut berbatasan dengan Karesidenan Rembang dan Jepara, dan di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa. Dalam abad ke-19, Karesidenan Semarang terdiri dari 5 kabupaten, yakni Kabupaten Semarang, Salatiga, Kendal, Demak, dan Grobogan; 8 kawedanan (afdeeling) yakni: Semarang, Salatiga, Ambarawa, Kaliwungu, Kendal, Selokaton, Demak, dan Grobogan. Secara administratif Karesidenan Semarang pada akhir abad ke- 19 terdiri dari 8 afdeeling atau pembagian wilayah, yaitu Semarang, Salatiga, Kendal, Demak, Grobogan, Pati, Kudus, dan Jepara (Inventaris Arsip Karesidenan Semarang, 2007: 2-3). Sepur berasal dari bahasa Belanda Spoor, memiliki arti yang sama dalam bahasa Indonesia yaitu kereta api. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang bergerak di atas rel, terdiri dari lokomotif dan gerbong untuk membawa barang dan penumpang serta memberikan pelayanan keselamatan, nyaman, dan aman bagi para penumpang (Yan Pramdya Puspa, 1977: ). Awal abad ke-19 penduduk Jawa berjumlah jiwa, diantaranya lebih dari 1,5 juta jiwa hidup di daerah kerajaan dan 3 juta jiwa hidup di daerah 1
2 yang langsung diperintah oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda yang berada di wilayah Karesidenan Semarang. Dalam abad ke-19 Jawa merupakan daerah agraris, yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dan peternakan. Pertanian dan teknologi yang digunakan masih tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di Jawa (Sartono Kartodirdjo, 1990: ). Dalam sistem feodal atau pemerintahan kuno di Jawa awal abad ke-19, lalu lintas barang menggunakan jalan tradisional dan pengangkutan tradisional. Pengangkutan tradisional yaitu dilakukan dengan menggunakan tenaga binatang kerbau, kuda dan sapi yang memerlukan waktu tempuh perjalanan cukup lama (Sartono Kartodirdjo, 1987: 302). Beberapa perkebunan baru di Karesidenan Semarang dibuka selama periode 1860, seperti perkebunan di Ambarawa, Kedu, dan Salatiga yang merupakan penyebab utama dari meningkatnya produksi hasil-hasil perdagangan. Perkebunan-perkebunan tersebut sebagian besar diperuntukkan bagi tanaman kopi, kina dan padi. Orang-orang Eropa menginvestasikan modal dalam perusahaan-perusahaan pertanian untuk kepentingan terhadap perdagangan ekspor. Usaha-usaha ekspor dari Semarang melibatkan kepentingan pemerintah maupun swasta, yang dipegang oleh Nederlandsche Handelmaatschappij (Maskapai Dagang Belanda) di Semarang. Ekspor komoditi pemerintah yang sangat penting ialah kopi dan gula, sedangkan ekspor komoditi dari pihak swasta yaitu kopi, gula, nila, tembakau, merica, getah perca, rotan dan kulit. Hasil-hasil panen yang diekspor melalui pelabuhan Semarang tidak hanya 2
3 merupakan hasil dari Karesidenan Semarang saja, melainkan dari luar Karesidenan Semarang seperti tembikar, kapas, kerajinan emas dan perak. Barang-barang yang diimpor berupa barang jadi, seperti barang konsumsi, pakaian, peralatan mekanik, dan teknik mesin. Barang-barang tersebut umumnya sudah jadi dan siap untuk dipakai, yang berasal dari Eropa, Amerika, Australia, dan beberapa Negara di Asia. Di antara barang-barang impor yang berasal dari luar Indonesia, katun dan jenis-jenis tekstil lainnya memiliki peranan yang penting dalam perdagangan di Semarang. Tahun 1860 barang-barang impor mengalami peningkatan dalam perdagangan (Djoko Suryo, 1989: ). Pertumbuhan hasil-hasil produksi pertanian dan ekspor membutuhkan alat dan sarana akan penambahan transportasi, tercermin adanya penambahan sejumlah transportasi baik dalam pembukaan dan perbaikan jalan, jembatanjembatan antara Bawen dan Pingit yang memudahkan transportasi ke Semarang, Magelang, dan Yogyakarta. Jalan-jalan tersebut menjadi urat nadi yang pokok bagi pengangkutan hasil-hasil panen dari daerah Kerajaan dan Karesidenan Kedu ke Semarang, sehingga menjadi wilayah terpenting di Jawa Tengah (Djoko Suryo, 1989: 106). Peningkatan hasil ekspor dan impor mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk menambah alat transportasi darat yang dapat menembus ke wilayah-wilayah pedalaman Jawa Tengah. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya perkebunan-perkebunan, sehingga pemerintah membuat jalanjalan kereta api untuk pertama kalinya yaitu dari Semarang ke daerah-daerah 3
4 Kerajaan di pedalaman untuk mengangkut barang-barang dan penumpang. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya komunikasi langsung antara wilayah pantai (pelabuhan) dengan wilayah pedalaman, serta menjadi daya tarik bagi para pedagang luar pedesaan untuk menghubungkan unit-unit pemasaran di pedesaan dengan kota. Pedagang luar pedesaan berperan membuka desa-desa pedalaman terhadap komoditi impor dan pengaruh ekonomi dunia (Djoko Suryo, 1989: 108). Sektor ekonomi masa Hindia Belanda mengalami perkembangan pesat, terutama industri-industri ekspor yang terdiri dari perkebunan-perkebunan besar dan pertambangan-pertambangan. Selama melaksanakan politik liberal, pemerintahan Belanda telah membangun prasarana pengangkutan, tujuan utamanya untuk menunjang produksi tanaman perdagangan ekspor. Salah satu sarana terpenting adalah alat transportasi, yaitu dengan membangun jalan kereta api secara umum pada jalur lalu lintas Jawa Tengah. Tahun 1860 keadaan transportasi darat semakin menjadi masalah, khususnya bagi kawasan Vorstenlanden (wilayah-wilayah Kerajaan). Perusahaan perkebunan di kawasan itu telah maju dan banyak memberikan keuntungan, sehingga tidak mungkin lagi memperluas usahanya karena alat transportasi yang kurang memadai. Pada tahun 1857 pemerintah Hindia Belanda membentuk sebuah komisi urusan alat-alat angkut di bawah pimpinan Insinyur Stieltjes (Rusdi Santoso, 1988: 10). Komisi ini bertugas untuk melihat dari dekat sistim pengangkutan yang ada, serta 4
5 bagaimana menciptakan sarana-sarana transportasi yang memadai untuk mengangkut hasil perkebunan yang akan dibawa ke pelabuhan Semarang. T.J. Stieltjes ditunjuk oleh pemerintah sebagai penasehat masalahmasalah teknis pada Kementerian daerah-daerah kolonial, dan dikirim ke Jawa tahun 1860 untuk mengadakan penelitian tentang perbaikan-perbaikan transportasi. T.J. Stieltjes mengidentifikasikan dua rute jalan kereta api yang menghubungkan Semarang dengan daerah-daerah kerajaan di pedalaman selatan Jawa Tengah, yang disebut sebagai rute gunung sebelah barat dan rute gunung sebelah timur meskipun kenyataannya kedua rute tersebut melewati sebelah timur kompleks Merapi-Merbabu. Pertama menuju ke selatan dari Semarang, sejajar dengan jalan kecil melewati Ungaran, Bawen, Ambarawa, Salatiga, Boyolali, dan Prambanan berakhir ke Kedu. Rute pertama lebih singkat dan mampu menarik lalu lintas yang lebih berat bagi para penumpang maupun barang-barang dagangan, dikarenakan rute ini melintasi daerah-daerah yang lebih padat penduduknya dan dekat dengan daerah makmur. Rute yang kedua menuju ke arah tenggara dari Semarang melewati Kedungjati, Repaking, Sarean, Saren, dan Jatinom (Djoko Suryo, 1989: 109). Bagian yang pertama, rute dari Semarang-Kedungjati dibagi menjadi dua yaitu Semarang-Tanggung, dan Tanggung-Kedungjati. Rute pertama dibangun mulai tanggal 17 Juni 1864 dan selesai pada bulan Agustus Panjangnya 24,6 km melewati daerah dataran rendah, daerah persawahan dan desa-desa yang penduduknya padat. Rute yang kedua yaitu dari Tanggung- 5
6 Kedungjati, panjangnya 19,2 km berselang-seling melewati jurang, perbukitan, dan hutan kayu jati, diselesaikan pada tahun Bagian yang kedua, dari Kedungjati ke Surakarta mempunyai beberapa terminal lokal. Jalur-jalur dari Kedungjati menuju Serang panjangnya 24 km, melintasi hutan kayu jati dan beberapa ladang tanaman, namun sebagian besar merupakan daerah yang tidak berpenghuni. Selanjutnya dari Serang ke Ngresep menuju Lawang jaraknya 7 km, dengan melintasi daerah-daerah yang sama. Rute berikutnya memanjang dari Lawang menuju Salam melalui sawah-sawah irigasi, dimana hampir tidak ada pemukiman penduduk. Sebaliknya, rute dari Salam ke Surakarta melintasi tanah-tanah pertanian dan daerah yang agak padat penduduknya. Bagian dari Kedungjati ke Surakarta ini akhirnya selesai pada tahun Bagian yang ketiga, dari Surakarta menuju ke Yogyakarta melewati sawah-sawah irigasi dan desa-desa yang padat penduduknya. Bagian ini melewati jurang-jurang sepanjang 56,7 km. Dibangun jalur cabang dari Surakarta menuju sungai Sala, yaitu sekitar 4,5 km yang selesai pada tahun Bagian yang terakhir, dari Kedungjati ke Ambarawa diselesaikan tahun Panjangnya kira-kira 33,5 km dengan beberapa tempat pada mulanya belum ada jalur perhubungan yang memadai. Tahap pertama menghubungkan Kedungjati dengan desa Tempuran melewati hutan-hutan kayu jati, beberapa daerah penanaman dan melintasi sungai Tuntang. Dari Tempuran menuju Karanglo, melewati tanah-tanah yang belum diolah, beberapa areal penanaman dan 6
7 perkebunan kopi di sekitar jurang dan daerah perbukitan. Selanjutnya jalur ini menuju Suruan, rute kembali lagi melintasi sungai Tuntang dan menuju ke jalan kecil Bawen-Salatiga, berakhir di terminal Willem I yang baru. Rute Kedungjati- Ambarawa dimaksudkan untuk mengangkut hasil-hasil panen seperti kopi, tembakau, dan nila. Jalur ini merupakan penghubung utama antara Kedu dengan sebagian daerah Kerajaan dan Semarang (Djoko Suryo, 1989: ). Tanaman kopi yang maju pesat mengalami kenaikan harga di antara tahun , produksinya memuncak pada tahun yang mencapai 94 ribu ton di tanah gubernemen yang meliputi Yogyakarta dan Surakarta. Dalam periode ini tampak beberapa kecenderungan yaitu menanjaknya beberapa hasil ekspor seperti tembakau, teh, karet, minyak tanah. Semakin besar pula bagian yang diambil oleh daerah luar Jawa dalam produksi untuk ekspor, serta pertumbuhan pesat tanaman ekspor untuk dijual (cash crop) bila dibanding dengan perkembangan tanaman pangan (food crops) di luar Jawa. Sehubungan dengan itu, investasi dalam bidang infrastruktur dilakukan melalui pengembangan alat transportasi kereta api untuk kelancaran pengangkutan hasil tanaman ekspor tersebut (Sartono Kartodirdjo, 1987: ). Dalam tahun 1860 politik batig slot atau politik mencari keuntungan besar dari tanah jajahan (Hindia Belanda), dilaksanakan kaum liberal dan kaum agama Kristen berusaha memperbaiki taraf kehidupan rakyat Indonesia agar mampu menghadapi iklim liberalisme. Keberhasilan tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun Pokok-pokok Undang- 7
8 Undang Agraria tahun 1870 berisi : pribumi diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada pengusaha swasta, serta pengusaha dapat menyewa tanah dari gubernemen dalam jangka waktu 75 tahun. Undang-Undang Agraria memberi kesempatan dan jaminan kepada swasta asing Eropa non Belanda untuk membuka usaha dalam bidang perkebunan di Indonesia, dan melindungi hak penduduk atas tanah agar tidak hilang atau tidak dijual. Dengan adanya Undang- Undang Agraria tahun 1870, banyak swasta asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan maupun pertambangan. Kalangan liberalisme membuka pelatihan praktis kepada rakyat untuk mampu menghadapi pasar-pasar internasional, seperti mengajarkan keterampilan dengan pengenalan pada produk-produk pasar internasional, pola tanam, dan sistem jual beli bukan barang tukar barang. Undang-Undang Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta asing Eropa non Belanda. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin dengan politik pasifikasi. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa (Marwati Djoened, 1975: 89-94). Sistem perdagangan bebas mengatur hubungan-hubungan ekonomi Belanda dengan negara-negara tetangga. Perkembangan perusahaan-perusahaan swasta mengakibatkan hasil-hasil tanah jajahan lebih banyak mencari pasaran di 8
9 negeri-negeri asing daripada di Negeri Belanda sendiri. Kebijakan politik pintu terbuka yaitu meningkatnya komunikasi dan transportasi karena perkembangan perdagangan dan industri yang cepat di Pulau Jawa. Jalan dan rel kereta api dibangun untuk menghubungkan perkebunan satu dengan perkebunan yang lain serta dari perkebunan menuju pelabuhan. Keberhasilan komersial politik pintu terbuka di Jawa menimbulkan golongan kelas menengah yang terdiri dari Belanda asli, Indo-Belanda, pribumi dan imigran Cina. Sedangkan dampak positif bagi pemerintah Belanda adalah keuntungan yang sangat besar bagi kaum swasta Belanda dan pemerintah Hindia-Belanda dari pajak penyewaan tanah dan penjualan hasil-hasil pertanian yang ditanam di Indonesia (Sartono Kartodirdjo, 1987: 22). Berbagai komoditi diangkut dari daerah pedalaman menuju ke Semarang menggunakan kereta api. Pengangkutan barang-barang yang menonjol tahun 1870 ialah berupa batu untuk perbaikan tanggul-tanggul, jalan-jalan, jembatan-jembatan dan kanal-kanal, gula, kopi, kayu api. Gula menjadi komoditi yang sangat penting di antara semua barang yang diangkut dari daerah pedalaman menuju ke Semarang. Tahun 1890 Indonesia terbuka untuk modal swasta asing non Belanda supaya bisa masuk dan diatur dalam Undang-Undang Agraria, yaitu wilayah yang sudah diamankan. Tahun 1900 wilayah-wilayah perkebunan dan pertanian di Karesidenan Semarang mengalami surplus (Djoko Suryo, 1989: 158). 9
10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah serta pembatasan yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana perkembangan dan fungsi Transportasi Kereta Api di Karesidenan Semarang tahun ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan dan fungsi Transportasi Kereta Api di Karesidenan Semarang tahun D. Batasan Masalah Dalam rangka memenuhi tuntutan ilmiah dalam penelitian ini diadakan pembatasan masalah, agar tidak terjadi penyimpangan dalam menafsirkan masalah yang diteliti dan menghindari munculnya kesalahan pengertian. Maka diperlukan batasan-batasan yaitu: 1. Tempat penelitian (lokasi) Penelitian dilakukan di Karesidenan Semarang. 2. Waktu Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada tahun Peristiwa Penelitian ini hanya dibatasi pada perkembangan dan fungsi Transportasi Kereta Api di Karesidenan Semarang. 10
11 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi dunia pendidikan pada umumnya dan pengajaran pada khususnya. Penelitian ini memiliki manfaat: 1. Manfaat Akademis a. Memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan sejarah khususnya, sebagai sumber belajar dan sumber mengajar bagi siswa dan guru. b. Memberikan wawasan mengenai perkembangan dan fungsi Transportasi Kereta Api di Karesidenan Semarang tahun Manfaat Praktis a. Secara praktis penelitian ini memberikan pemahaman terhadap perkembangan dan fungsi Transportasi Kereta Api di Karesidenan Semarang tahun b. Menambah khazanah sumber-sumber tertulis tentang perkembangan sistim transportasi kereta api di Jawa Tengah era
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem. Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan
BAB VI KESIMPULAN Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan penghubung jaringan transportasi darat antara sentral di Surabaya
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA KUNJUNGAN KERJA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS
1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA KUNJUNGAN KERJA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS TANGGAL 20 SEPTEMBER 2014 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN MAHASISWA UNIVERSITAS GALUH CIAMIS JAWA BARAT TANGGAL 8 MEI 2014
1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN MAHASISWA UNIVERSITAS GALUH CIAMIS JAWA BARAT TANGGAL 8 MEI 2014 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu alaikum
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan Kereta Api 1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api Sehubungan dengan kesulitan prasarana dan sarana transportasi di Pulau Jawa ditinjau dari
Lebih terperinciPENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA
PENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA Sri Chiirullia Sukandar (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Ambarawa in colonial times included in the residency of Semarang. Despite having a hilly landscape
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakikatnya, Indonesia telah mengenal sistem kebun sebagai sistem perekonomian tradisional dengan penanaman tanaman-tanaman seperti kopi, lada, kapur barus dan rempah-rempah,
Lebih terperinciPENJABAT BUPATI SEMARANG SAMBUTAN PENJABAT BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI D DPRD KABUPATEN BATANG
1 PENJABAT BUPATI SEMARANG SAMBUTAN PENJABAT BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI D DPRD KABUPATEN BATANG TANGGAL 6 NOVEMBER 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam
122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam kesimpulan
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI D DPRD KABUPATEN KEDIRI
1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI D DPRD KABUPATEN KEDIRI TANGGAL 26 MARET 2014 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu alaikum Wr.
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM
Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi
69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI A DPRD KABUPATEN BANGKALAN
1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI A DPRD KABUPATEN BANGKALAN TANGGAL 28 APRIL 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu alaikum Wr.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam
Lebih terperinciPROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT
PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DAFTAR ISI LATAR BELAKANG KEDATANGAN BANGSA BARAT KE INDONESIA What: (latar belakang) Indonesia negara dengan SDA yang melimpah Why: (Alasan) Orang-orang
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
96 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Dalam bab ini, akan dipaparkan secara umum tentang 14 kabupaten dan kota yang menjadi wilayah penelitian ini. Kabupaten dan kota tersebut adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perkembangan suatu kota dapat diukur oleh semakin banyaknya sarana dan prasarana penunjang perkembangan kota, (Tamin, 2000). Salah satu laju perkembangan ini
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA PEMERINTAH KABUPATEN BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA PEMERINTAH KABUPATEN BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TANGGAL 16 OKTOBER 2014 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG
Lebih terperinciPENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA
PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA TUGAS AKHIR Oleh : PUTRAWANSYAH L2D 300 373 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penulisan sejarah Indonesia, gerakan-gerakan sosial cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan bahwa sejarawan konvensial lebih
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus
Lebih terperinciGambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah
36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak
Lebih terperinciPERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)
PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciTABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012
Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan Indonesia sudah diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan Indonesia sudah diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak datang ke Indonesia dengan keuntungan yang melimpah. Hal tersebut merupakan salah
Lebih terperinci6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan penyokong utama perekonomian rakyat. Sebagian besar masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciKondisi Geografis dan Penduduk
Kondisi Geografis dan Penduduk 1) Kondisi geograis suatu wilayah terdiri dari empat faktor utama yaitu: a) Litosfer (lapisan tanah), b) Atmosfer (lapisan udara), c) Hidrosfer (lapisan air), d) dan biosfer
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN
Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM
PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah menghubungkan
Lebih terperinciGambar 3.1 Peta Administratif Provinsi Jawa Tengah Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/jawa_tengah, diunduh pada tanggal 4 September 2016
BAB III TINJAUAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA 3.1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang terletak di Jawa bagian tengah dengan luas wilayah 32.548 km². Ibu kota dari Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Cepu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Blora yang memiliki prospek perkembangan menjadi pusat pengelolaan minyak dan gas Blok Cepu. Untuk mendukung hal itu diperlukan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Kabupaten Ngawi 1. Tinjauan Grafis a. Letak Geografis Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah.
Lebih terperinciMACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI.
MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI. Macam-macam Letak Geografi Untuk mengetahui dengan baik keadaan geografis suatu tempat atau daerah, terlebih dahulu perlu kita ketahui letak tempat atau daerah tersebut di permukaan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penduduknya untuk mendapatkan pekerjaan atau mata pencaharian di daerah yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transmigrasi di Indonesia dikenal sebagai upaya untuk memindahkan penduduk dari daerah asal yang padat penduduknya ke daerah baru yang jarang penduduknya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.
Lebih terperinciEkonomi Pertanian di Indonesia
Ekonomi Pertanian di Indonesia 1. Ciri-Ciri Pertanian di Indonesia 2.Klasifikasi Pertanian Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri pertanian di Indonesia serta klasifikasi atau
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN
Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat
51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota
Lebih terperinciPRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah mengutamakan
Lebih terperinciRevolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurun waktu 1945-1949, merupakan kurun waktu yang penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Karena Indonesia memasuki babakan baru dalam sejarah yaitu masa Perjuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang terletak 6 55-7 6 LS dan 110 15-110 31 BT, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah utara : Laut Jawa sebelah selatan : Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan/maritim, sehingga peranan pelayaran sangat penting bagi kehidupaan sosial, ekonomi, pemerintahan, hankam dan sebagainya. Sarana
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Trenggalek, 16 Maret Tim Penyusun
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa kami panjtakan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini berkenaan dengan Pengaruh Revolusi Industri
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA PANSUS DPRD KABUPATEN LAMONGAN
BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA PANSUS DPRD KABUPATEN LAMONGAN TANGGAL 21 APRIL 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG Assalamu alaikum Wr. Wb.
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota
66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah
Lebih terperinciD3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan penduduk dan semakin menggeliatnya mobilitas ekonomi Masyarakat terutama di sektor industri, pertanian dan perkebunan menuntut kesiapan prasarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda antara tahun 1830 hingga akhir abad ke-19 dinamakan Culturstelsel (Tanam Paksa).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi
1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan
BAB V PENUTUP Pemerintah Kolonial Hindia Belanda banyak membangun fasilitas pertahanan di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan fasilitas pertahanan di Cilacap dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak
Lebih terperinciPola pemukiman berdasarkan kultur penduduk
Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan
Lebih terperinciMenunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan
Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Pulau Jawa yang termasuk dalam kelompok Kawasan Telah Berkembang di Indonesia, merupakan wilayah dengan perkembangan perekonomian yang sangat
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERKEBUNAN KOPI BANARAN
19 BAB II GAMBARAN UMUM PERKEBUNAN KOPI BANARAN A. Kondisi Geografis Perkebunan Kopi Banaran Kabupaten Semarang merupakan salah satu Kabupaten dari 29 kabupaten dan 6 kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah.
Lebih terperinciKegiatan Ekonomi. Berdasarkan Potensi Alam
Bab 7 Kegiatan Ekonomi Berdasarkan Potensi Alam Bab ini akan membahas tentang kegiatan ekonomi yang didasarkan pada potensi alam. Pelajarilah dengan saksama agar kamu dapat mengenal aktivitas-aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara astronomis terletak antara 6 08 LU - 11 15 LS dan 94 45 BT - 141 5 BT. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.997 mil di antara Samudra
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM
BAB II GAMBARAN UMUM 2.1 Aspek Geografi, Topografi, dan Hidrologi Secara geografi, luas dan batas wilayah, Kota Semarang dengan luas wilayah 373,70 Km 2. Secara administratif Kota Semarang terbagi menjadi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat
112 BAB V KESIMPULAN Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat perdagangan di Kota Surakarta berawal dari migrasi orang-orang Cina ke pesisir utara pulau Jawa pada abad XIV. Setelah
Lebih terperinciPENGARUH AKTIVITAS BUDIDAYA PERIKANAN AIR TAWAR TERHADAP PERKEMBANGAN DESA JIMBARAN, KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR
PENGARUH AKTIVITAS BUDIDAYA PERIKANAN AIR TAWAR TERHADAP PERKEMBANGAN DESA JIMBARAN, KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: M. LUTHFI EKO NUGROHO NIM L2D 001 440 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG TANGGAL 3 JUNI 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG
1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN PESERTA OBSERVASI LAPANGAN DIKLAT PENGELOLAAN ASET DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TANGGAL 3 JUNI 2015
Lebih terperinciANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI
ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN Biro Riset LMFEUI Data tahun 2007 memperlihatkan, dengan PDB sekitar Rp 3.957 trilyun, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar, yaitu Rp
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHAULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHAULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau mesin.
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah dan cagar budaya banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-undang No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Di Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang Balai Pelaksana Teknis Bina Marga atau disingkat menjadi BPT Bina Marga Wilayah Magelang adalah bagian dari Dinas
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan I-1
I-1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan
Lebih terperinciSEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH
SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciJenis-jenis Sumber Daya Alam
Jenis-jenis Sumber Daya Alam Apa yang dimaksud dengan sumber daya alam? Sumber daya alam merupakan kekayaan alam di suatu tempat yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berbagai jenis tumbuhan,
Lebih terperinciPERTANIAN.
PERTANIAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN Menyediakan kebutuhan pangan penduduk Menyerap tenaga kerja Pemasok bahan baku industri Sumber penghasil devisa SUBSEKTOR PERTANIAN Subsektor tanaman pangan
Lebih terperinciKEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan
KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR
4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara
Lebih terperinciPENYUSUNAN MATRIKS PERSANDINGAN PROGRAM
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN RUANG PENYUSUNAN MATRIKS PERSANDINGAN PROGRAM
Lebih terperinci2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai
BAB 2 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Serdang Bedagai pada prinsipnya merupakan sarana/alat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan dan global governance pada abad ke 21, dampaknya terhadap pengelolaan sektor pertanian dan
Lebih terperinciPENGARUH LETAK GEOGRAFIS TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
TUGAS: PEMASARAN GLOBAL PENGARUH LETAK GEOGRAFIS TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA DISUSUN OLEH Oleh: ZAINAL NIM. B2B1 110 33 PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2012
Lebih terperinci