BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit dalam dunia perdagangan dan termasuk kelompok dioktohedral. Penamaan jenis lempung tergantung dari penemu atau peneliti, misal ahli geologi, mineralogi, mineral industri dan lain-lain (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005). Istilah bentonit pertama kali diberikan oleh W.C. Knight untuk jenis clay yang ditemukan dekat Fort Benton, Wyoming atau Montana USA pada tahun Istilah bentonit tersebut menjadi umum bagi lempung yang mempunyai tipe dasar sama seperti yang ditemukan di Fort Benton tetapi kondisi pembentukannya yang berbeda mengakibatkan perbedaan kapasitas pengembangan di dalam air. Bentonit dihasilkan dari pelapukan abu vulkanik dan pada dasarnya mengandung monmorilonit (thmer, dalam Deskawati 2007). Bentonit merupakan lempung jenis smektit, yang kandungan utamanya montmorillonit yaitu sekitar 85%-90% dan mineral lainnya seperti kalsit, kristobalit, illit, kuarsa dalam jumlah yang relatif kecil. Rumus kimia dari monmorilonit yaitu () 4 Si 8 Al 4 20.xH 2. 6

2 7 Dalam keadaan kering, bentonit memiliki sifat fisik seperti berikut: Warna Berat jenis : Bervariasi dari krem sampai kuning kehijauan : g/l Indeks bias : Titik lebur Struktur Kristal : o C : Monoklonik Sementara itu, komposisi senyawa kimia penyusun bentonit ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bentonit* Senyawa Kimia Kadar (%) Si 2 51,14 Al ,76 Fe 2 3 0,83 Mg 3,22 Ca 1,62 Na 2 0,11 K 2 0,04 *Sumber : Secara umum bentonit dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005): a. Natrium-Bentonit (Swelling Bentonit) Na-bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau krem, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan

3 8 kapur tinggi, suspensi koloid mempunyai ph 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion natrium (Na + ). b. Kalsium-Bentonit (Non Swelling Bentonit) Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat menyerap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki ph: 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak goreng perlu aktivasi terlebih dahulu. Seperti telah dikemukakan sebelumnya penyusun utama bentonit adalah monmorillonit yang merupakan sejenis clay mineral, dimana strukturnya terdiri dari dua lapisan silika tetrahedron yang disispi satu lapisan alumina oktahedron (2:1). Pada lapisan silika tetrahedron, atom silikon diikat oleh 4 atom oksigen sedangkan pada lapisan alumina oktahedron atom alumunium atau atom magnesium dan ion hidroksida diikat oleh 6 atom oksigen. Struktur umum monmorillonit dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

4 9 Lapisan lempung Daerah interlayer Lapisan tetrahedral (Si 4 tetrahedral) Lapisan octahedral (Al 6, Fe 6 oktahedral) Lapisan tetrahedral Interlayer molekul air Kation interlayer Gambar 2.1 Struktur Monmorillonit Rumus kimia teoritis dari montmorillonit tanpa adanya substitusi adalah () 4 Si 8 Al 4 20.xH 2, namun substitusi isomorf Si 4+ oleh Al 3+ pada lapisan tetrahedral dan Mg 2+ atau Zn 2+ untuk Al 3+ pada lapisan oktahedral menghasilkan muatan permukaan negatif pada montmorillonit. Muatan ini diimbangi secara eksternal oleh adanya kation yang dipertukarkan (khususnya Na + dan Ca 2+ ) pada permukaan montmorillonit sehingga rumus ideal untuk montmorillonit adalah () 4 Si 8 (Al 3.34 Mg 0.66 ) 20 M 0.66.xH 2, dimana M dapat berupa Ca, Na, atau Mg. (thmer, 1964). Keberadaan kation-kation anorganik tersebut mengakibatkan karakter hidrofilik pada permukaan montmorillonit sehingga montmorillonit merupakan adsorben yang sangat polar namun kapasitas adsorpsinya kecil untuk senyawa organik nonionik

5 Kitosan Kitosan adalah polimer alam yang merupakan heteropolisakarida polimer linier derivat dari kitin. Kitin merupakan polimer alam yang keberadaannya melimpah di alam setelah selulosa. Secara umum kitin banyak terdapat pada eksoskeleton atau kutikula serangga, crustacea, dan jamur (Tsigos dalam Emma, 2004). Kitosan merupakan polimer kitin yang telah mengalami proses penghilangan gugus asetil. Proses penghilangan gugus asetil (CH 3 -C) dari molekul polimer kitin dilakukan dengan menggunakan larutan Na yang disebut dengan proses deasetilasi. Polimer kitosan ataupun kitin akan selalu berupa komposisi gugus amina dan asetilamin, yang berarti bahwa pada setiap rantai kitin atau kitosan akan selalu terdapat kedua gugus tersebut secara bersamaan. Yang membedakan kedua polimer tersebut adalah derajat desetilasinya (DD). Jika polimer tersebut memiliki derajat deasetilasi lebih besar dari 50 % maka polimer tersebut dikatakan sebagai kitosan, sebaliknya jika derajat deasetilasi kurang dari 50 %, maka polimer tersebut dikatakan sebagai kitin (Li dan Kegley, 2005). Semakin tinggi derajat deasetilasi yang dimiliki sebuah polimer kitosan maka semakin tinggi pula kelarutannya. Derajat deasetilasi dapat dihitung melaui persamaan 2.1. AAmida 100 DD = (2.1) A 1,33

6 11 dengan A Amida = puncak serapan gugus amida A = merupakan puncak serapan gugus 1,33 = merupakan faktor koreksi dari A Amida / A untuk kitosan dengan N-terasetilasi penuh Perbedaan kitin dan kitosan dilihat dari rumus strukturnya, kitin memiliki rumus struktur poli (1-4)-2-asetamido-2-deoksi-B-D-glukosamin sedangkan kitosan memiliki rumus molekul (poli- β (1-4)-2-amino-2-deoksi- D-glukosa). Rumus struktur kitin dan kitosan disajikan pada Gambar 2.2 dan 2.3. CH 2 CH 2 CH 2 NHCCH 3 NHCCH 3 NHCCH 3 Gambar 2.2 Struktur Kitin (Li dan Kegley, 2005) CH 2 CH 2 CH 2 NH 2 NH 2 NH 2 Gambar.2.3 Struktur Kitosan (Li dan Kegley, 2005) Kitosan tidak bersifat racun dan merupakan polimer dengan rantai yang sangat panjang. Panjangnya rantai tersebut menyebabkan kitosan memiliki berat

7 12 molekul yang besar. Dalam keadaan larutan, kitosan berwarna kuning pucat dan memiliki bau yang tajam. Kitosan memiliki kelarutan yang lebih bervariasi dibandingkan kitin. Kitosan dapat larut dalam air bersuasana asam dengan ph dibawah 6,5. Kelarutan kitosan sangat bergantung pada banyaknya gugus amina yang terdapat pada kitosan. Kitosan larut dengan baik dalam HCl, HCl 4, HN 3, HBr dan asamasam organik. Namun kitosan tidak larut dengan baik dalam H 2 S 4 karena ion sulfat akan membentuk kompleks yang tidak larut dengan kitosan (Domard dalam Li dan Kegley, 2005). 2.3 Kitosan-Bentonit Kitosan bentonit merupakan salah satu jenis organo-bentonit hasil modifikasi antara bentonit dengan kitosan. Pada umumnya, organo-bentonit merupakan hasil modifikasi bentonit menggunakan kation organik. Kation organik yang digunakan harus memiliki bagian bermuatan positif dan bagian yang bersifat hidrofobik. Kation organik tersebut akan menggantikan posisi kation anorganik pada daerah interlayer bentonit sehingga dapat meningkatkan afinitas bentonit terhadap senyawa organik. Berdasarkan penelitian Dimas (2009), kitosan-bentonit memiliki kinerja yang baik sebagai adsorben untuk pestisida diazinon dengan nilai persen adsorpsi rata-rata sebesar 79,04%. Adapun kondisi optimum dalam sintesis kitosanbentonit yaitu 30 menit waktu kontak kitosan terhadap bentonit dengan

8 13 kecepatan pengadukan 160 rpm, dan perbandingan komposisi kitosan terhadap bentonit 1:180. Berdasarkan kondisi medium dan struktur kitosannya sendiri, kitosan dapat berinteraksi dengan bentonit melalui berbagai cara, yaitu melalui pemerangkapan, melalui pembentukan kompleks, melalui pertukaran ion, dan pembentukan ikatan hidrogen. Pada kondisi ph di bawah 4, kation anorganik pada bentonit, yaitu Ca 2+ dapat digantikan oleh kitosan. Nilai ph ini mengakibatkan kitosan berada dalam bentuk kation yang dapat berinteraksi dengan pemukaan bentonit. leh karena itu, pada ph asam, kemungkinan kitosan dapat dengan mudah menggantikan Ca 2+ pada permukaan bentonit melalui reaksi pertukaran kation. Hasil yang diperoleh berupa kitosan-bentonit yang memiliki karakter hidrofobik dan dapat digunakan sebagai adsorben untuk senyawa organik seperti diazinon. 2.4 Diazinon Diazinon merupakan insektisida golongan organofosfat yang ditemukan pada tahun Nama kimia dari diazinon adalah,-dietil -2-isopropil-6- metil (pirimidin-4yl)fosfortioat. Diazinon dapat bersifat racun jika terjadi kontak dengan saluran pernapasan dan pencernaan dengan cara menghambat kerja asetilkolinesterase, suatu enzim yang berfungsi untuk menormalkan transmisi impuls pada syaraf. Diazinon juga dapat menyebabkan gangguan pernafasan, iritasi mata, dan iritasi kulit.

9 14 Bentuk fisik diazinon adalah cairan tak berwarna hingga coklat dan bersifat tidak stabil pada suasana asam dan alkali, larut dalam alkohol, eter, benzena, sikloheksana, dan senyawa hidrokarbon lainnya yang serupa. Struktur diazinon diperlihatkan pada Gambar 2.4. Adapun sifat-sifat diazinon adalah berikut: Rumus molekul : C 12 H 21 N 2 3 PS Massa molekul relatif : 304,35 g/mol Densitas : 1,11 g/cm 3 Kelarutan dalam air Titik didih Ambang batas : 40 mg/l (suhu ruangan) : 120 o C : 0,02 mg/l (dalam air minum). Gambar 2.4 Struktur diazinon Sumber : Dari struktur pada Gambar 2.4 terlihat bahwa diazinon terdiri dari fosforotioat yang menempel pada cincin pirimidin. Meskipun ikatan P=S bersifat polar, tapi cincin pirimidin non polar yang memiliki subsituen alkil menyebabkan senyawa diazinon relatif bersifat hidrofobik. Diazinon biasa digunakan untuk mengontrol hama serangga pada tanah, tanaman, buah dan sayuran. Selain itu, diazinon juga biasa digunakan untuk

10 15 mengontrol lalat, kutu, kecoa dan semut di rumah-rumah, perkantoran dan tempat-tempat umum lainnya. Penggunaan dan pembuangan diazinon yang tidak benar dapat menyebabkan pestisida tersebut memasuki sumber air minum, sehingga membahayakan kesehatan manusia dan merugikan lingkungan. Diazinon terhidrolisis secara lambat oleh air menjadi 2-isopropil-6-metil-4- hidroksi pirimidin yang kurang beracun. (Anonim, 1989). Gambar 2.5 Reaksi hidrolisis diazinon (National Registration Authority for Agliculture and Veterinary Chemical, 2002) Diazinon sering digunakan oleh para petani di Indonesia karena tidak menetap lama di dalam tanah, hal ini disebabkan oleh degradasinya yang sangat cepat baik secara kimia maupun biologi. Waktu paruh diazinon dalam tanah bervariasi mulai dari 21 sampai 80 hari, tergantung tipe tanah, aktivitas mikroorganisme, kandungan air dan konsentrasi pestisida. Waktu paruh diazinon dalam air netral (ph 7,4) yaitu 185 hari, pada ph 3,14 yaitu 0,5 hari dan 6 hari pada ph 10,9.

11 Adsorpsi Adsorpsi adalah proses pengikatan suatu molekul atau ion dari satu fasa ke permukaan fasa lain. Molekul atau ion yang terserap disebut adsorbat, sedangkan padatan yang menyerap disebut adsorben. Adsorpsi secara umum dibagi menjadi dua, yaitu adsorpsi fisika (physisorption) dan adsorpsi kimia (chemisorption). Adsorpsi fisika merupakan interaksi yang lemah antara adsorbat dengan adsorben dan tidak melibatkan pembentukan ikatan kimia (Abdelrasool, dalam Iis Neta 2005). Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals dan gaya elektrostatik antara molekul-molekul adsorbat dengan molekul-molekul pada permukaan adsorben. Pada adsorpsi fisika, adsorpsi bersifat reversibel dan molekul tidak melekat secara pasti pada beberapa situs tertentu dari permukaan adsorben melainkan menyebar secara acak pada semua situs permukaan adsorben. Selanjutnya, material yang terserap membentuk lapisan dan menutup permukaan adsorben. Adsorpsi kimia terjadi jika interaksi adsorben dan adsorbat melibatkan pembentukan ikatan kimia. Menurut scik (1982) adsorpsi kimia melibatkan ikatan kovalen koordinasi sebagai hasil pemakaian bersama elektron oleh adsorben dan adsorbat. Biasanya, material yang teradsorp melapisi permukaan adsorben dalam bentuk satu lapisan molekul yang tebal dan tidak dapat bergerak bebas dari satu situs permukaan ke situs permukaan lain. Ketika permukaan ditutup oleh lapisan monomolekular, kapasitas adsorben akan berkurang. Pada saat itu adsorpsi secara kimia jarang sekali bersifat reversibel.

12 17 Pada adsorpsi kimia terjadi pembentukkan dan pemutusan ikatan, sehingga energi adsorpsinya berada pada kisaran yang sama dengan reaksi kimia. Selain itu, ikatan antara adsorben dengan adsorbat cukup kuat sehingga tidak terjadi spesiasi, karena zat yang teradsorpsinya menyatu dengan adsorben membentuk satu lapisan tunggal dan relatif bersifat irreversibel. Menurut Adamson (dalam Khoerunnisa, 2004) batas minimal energi adsorpsi kimia adalah 20,92 kj/mol, sedangkan besarnya energi adsorpsi yang menyertai adsorpsi fisika sekitar 10 kj/mol dan lebih rendah dari energi adsorpsi kimia Proses Adsorpsi Proses adsorpsi berlangsung melalui tiga tahap. Langkah pertama, molekul/ion akan bergerak dari fasa cairnya/gas melewati lapisan pembatas dalam larutan mencapai bagian luar adsorben (eksterior). Selanjutnya molekul/ion akan mengalami difusi melewati pori-pori adsorben. Terkahir, molekul/ion akan terikat pada adsorben (Sawyer et al., 1994). Menurut Hancock dalam Khoerunnisa (2004) proses adsorpsi melibatkan berbagai macam gaya yaitu gaya vander waals, gaya elektrostatik, ikatan hidrogen, dan ikatan kovalen. Proses adsorpsi yang terjadi pada gugus aktif bahan organik adalah adsorpsi kimia. Model Langmuir dapat digunakan sebagai pendekatan penelitian ini. Menurut Langmuir, pada permukaan adsorben terdapat situs-situs aktif bersifat homogen yang proporsional dengan luas permukaan. Masing-masing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat sehingga adsorpsi hanya akan terbatas pada lapisan tunggal (monolayer).(amri dkk, 2004).

13 18 Menurut Benefield (dalam Dimas, 2009), faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi, antara lain luas permukaan adsorben, karakteristik adsorbat, ukuran molekul adsorbat, konsentrasi adsorbat, suhu, ph, waktu pengadukan. a. Luas permukaan adsorben Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi sebab semakin banyak pula situs-situs aktif yang tersedia pada adsorben untuk kontak dengan adsorbat. Luas permukaan sebanding dengan jumlah situs aktif adsorben. b. Karakteristik adsorbat Senyawa yang mudah larut memiliki afinitas yang tinggi dengan pelarutnya sehingga lebih sulit untuk teradsorpsi daripada senyawa yang sukar larut. c. Ukuran molekul adsorbat Molekul yang besar akan lebih mudah teradsorpsi daripada molekul yang kecil. Tetapi, pada difusi pori molekul-molekul yang besar akan mengalami kesulitan untuk teradsorpsi akibat konfigurasi molekul yang tidak mendukung. Sehingga adanya batas ukuran molekul adsorpsi tertentu pada setiap adsorpsi. d. Konsentrasi adsorbat Konsentrasi adsorbat yang tinggi akan menghasilkan daya dorong (driving force) yang tinggi bagi molekul adsorbat untuk masuk ke dalam situs aktif adsorben.

14 19 e. Suhu Adsorpsi merupakan proses kinetika oleh karena itu pengaturan suhu akan mempengaruhi kecepatan proses adsorpsi. f. ph ph mempengaruhi terjadinya ionisasi ion hidrogen dan ion ini sangat kuat teradsorpsi. Asam organik lebih mudah teradsorpsi pada ph rendah sedangkan basa organik terjadi pada ph tinggi. g. Waktu pengadukan Waktu pengadukan yang relatif lama akan memberikan waktu kontak yang lebih lama terhadap adsorben untuk berinteraksi dengan adsorbat Isoterm Adsorpsi Distribusi kesetimbangan zat terlarut di antara fasa cair dan fasa padat dikembangkan dalam beberapa hubungan matematis. Salah satunya dilakukan dalam kondisi suhu konstan yang disebut isoterm adsorpsi. Isoterm adsorpsi merupakan suatu persamaan yang menghubungkan banyaknya substansi yang menempel pada permukaan terhadap konsentrasinya dalam fasa gas maupun cairan, pada suhu yang ditentukan. Persamaan ini menunjukkan q (banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi per unit berat adsorben padatan) sebagai fungsi dari C (konsentrasi sisa zat terlarut dalam larutan) pada saat kesetimbangan. Persamaan yang sering digunakan dalam menjelaskan isoterm adsorpsi diantaranya adalah persamaan Freundlich, dan Langmuir.

15 20 Freundlich mengembangkan persamaan isoterm adsorpsi dalam banyak larutan encer dengan asumsi bahwa adsorben mempunyai komposisi permukaan yang heterogen. Persamaan tersebut dirumuskan sebagai berikut: q = KC 1/n Keterangan : q C K n = banyaknya adsorbat yang teradsorpsi oleh adsorben = konsentrasi larutan kesetimbangan = ukuran kekuatan adsorpsi = ukuran yang menunjukkan mekanisme penyerapan Jika diambil logaritma dari persamaan di atas, maka persamaan menjadi: 1 log q = log C + log K n Grafik antara log q terhadap log C merupakan garis lurus dengan koefisien arah dan log K sebagai intersep. 1 α n = tg sebagai Nilai 1/n biasanya diantara 0,2 dan 0,7 (Kruyt, 1944 dalam Tan, 1991). Untuk beberapa kasus pada konsentrasi encer, 1/n = 1. Langmuir menurunkan persamaan adsorpsi secara teoritis bahwa yang berperan dalam penurunan rumus ini adalah konsentrasi, situs yang kosong, dan jumlah yang diikat. Menurut Langmuir, pada permukaan adsorben terdapat situssitus aktif bersifat homogen yang proporsional dengan luas permukaan. Masingmasing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat sehingga adsorpsi hanya akan terbatas pada lapisan tunggal (monolayer).(amri dkk, 2004).

16 21 Persamaan linear Langmuir dirumuskan sebagai berikut: 1 q = 1 q max 1 + K. q max 1. C Keterangan : q = banyaknya adsorbat yang teradsorpsi oleh adsorben q max = banyaknya adsorbat maksimum yang teradsorpsi oleh adsorben (kapasitas adsorpsi maksimum) K C = konstanta = konsentrasi kesetimbangan 2.6 Kapasitas adsorpsi Kapasitas adsorpsi merupakan karakteristik yang paling penting pada adsorben yang menunjukkan ukuran kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi adsorbat perunit massa (volum) adsorben. Kapasitas adsorpsi bergantung kepada konsentrasi larutan, suhu dan kondisi lainnya terutama kondisi awal adsorben. Umumnya data kapasitas adorpsi diambil pada suhu tetap dan konsentrasi adsorbat yang bervariasi (Knaebel, dalam Siti Empit 2006). Nilai kapasitas adsorpsi dapat ditentukan berdasarkan persamaan adsorpsi isoterm Langmuir dan Freundlich.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentonit merupakan suatu lempung yang terutama terdiri dari monmorilonit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentonit merupakan suatu lempung yang terutama terdiri dari monmorilonit. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan suatu lempung yang terutama terdiri dari monmorilonit. Selain monmorilonit, bentonit juga mengandung sedikit kuarsa, kalsit, dolomite dan feldspar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

*ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo /

*ÄÂ ¾½ Á! ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo / *ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â Okki Novian / 5203011009 Michael Wongso / 5203011016 Jindrayani Nyoo / 5203011021 Chemical Engineering Department of Widya Mandala Catholic University Surabaya All start is difficult Perbedaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK

Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia UNLA, 26 Januari 2008 1 Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK Anna Permanasari, Erfi Rusmiasih, Irma Junita,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na + BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan Terdapat banyak unsur di alam yang berperan dalam pertumbuhan tanaman, contohnya karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), fosfor (P), nitrogen (N), kalium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan hama dan penyakit pada tanaman baik dari jenis maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bentonit adalah istilah untuk lempung yang terdiri atas mineral

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bentonit adalah istilah untuk lempung yang terdiri atas mineral BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit adalah istilah untuk lempung yang terdiri atas mineral monmorilonit sebagai kandungan utamanya. Kandungan monmorilonit pada bentonit berkisar antar 70-80%. leh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Unsur kadmium dengan nomor atom 48, bobot atom 112,4 g/mol, dan densitas 8.65 g/cm 3 merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya, karena dalam jangka waktu panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah lempung mempunyai cadangan yang cukup besar di hampir seluruh wilayah Indonesia namum pemanfaatannya masih belum optimal. Tanah lempung merupakan bahan alam

Lebih terperinci

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perlakuan nh 4 cl dan gelombang mikro terhadap karakter keasaman montmorillonit Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M.0304063 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lempung merupakan materi yang unik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun memerlukan bahan pangan yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun memerlukan bahan pangan yang semakin meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun memerlukan bahan pangan yang semakin meningkat pula. Peningkatan kebutuhan pangan nasional

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Waktu Optimal yang Diperlukan untuk Adsorpsi Ion Cr 3+ Oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia Data konsentrasi Cr 3+ yang teradsorpsi oleh serbuk gergaji kayu albizia

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pentanahan Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat yang mempergunakan listrik sebagai sumber tenaga, dari lonjakan listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Limbah cair yang mengandung zat warna telah banyak dihasilkan oleh beberapa industri domestik seperti industri tekstil dan laboratorium kimia. Industri-industri tekstil

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 POLUTAN LOGAM BERAT Pencemaran lingkungan dengan zat beracun telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan industri [8]. Aktivitas berbagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras yang berasal dari tanaman padi merupakan bahan makanan pokok bagi setengah penduduk dunia termasuk Indonesia. Oleh karena itu, tanaman padi banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zeolit Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang kerangka dasarnya terdiri dari unit-unit tetrahedral alumina (AlO 4 ) dan silika (SiO 4 ) yang saling berhubungan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian umumnya digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian umumnya digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian umumnya digunakan oleh petani sebagai bagian dari upaya mendapatkan hasil yang maksimal dengan waktu yang seefisien

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil penentuan kandungan oksida logam dalam abu boiler PKS Penentuan kandungan oksida logam dari abu boiler PKS dilakukan dengan menggvmakan XRF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas air semakin hari semakin menurun akibat aktivitas manusia yang banyak menimbulkan polusi di perairan. Penurunan kualitas air

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada era industrialisasi. Terdapat puluhan ribu industri beroperasi di Indonesia, dan dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman dapat memenuhi siklus hidupnya dengan menggunakan unsur hara. Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak terdapat suatu hara

Lebih terperinci

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN Anggit Restu Prabowo 2307 100 603 Hendik Wijayanto 2307 100 604 Pembimbing : Ir. Farid Effendi, M.Eng Pembimbing :

Lebih terperinci

Imobilisasi Enzim Lipase pada Ca-Bentonit serta Aplikasinya pada Produksi Asam Lemak Omega-3 dari Limbah Minyak Ikan Ruth Chrisnasari 1)*, Restu Kartiko Widi 2), Billy Adrian Halim 1), Maria Goretti Marianti

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 11 BAB VIII LARUTAN ASAM DAN BASA Asam dan basa sudah dikenal sejak dahulu. Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin acetum yang berarti

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dalam bidang industri sampai saat ini masih menjadi tolak ukur perkembangan pembangunan dan kemajuan suatu negara. Kemajuan dalam bidang industri ini ternyata

Lebih terperinci

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion 1 IKATAN ION A. KECENDERUNGAN ATOM UNTUK STABIL Gas mulia merupakan sebutan untuk unsur golongan VIIIA. Unsur unsur ini bersifat inert (stabil). Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATEKS KARET ALAM Karet alam dihasilkan dari tanaman karet Hevea brasiliensis. Untuk mendapatkan karet alam, dilakukan penyadapan terhadap batang pohon tanaman karet hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN POLIMER A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali Logam alkali adalah kelompok unsur yang sangat reaktif dengan bilangan oksidasi +1,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MINYAK KELAPA SAWIT Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia [11]. Produksi CPO Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan adalah kromium (Cr). Krom adalah kontaminan yang banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan adalah kromium (Cr). Krom adalah kontaminan yang banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Logam berat merupakan salah satu pencemar yang sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, sebab toksisitasnya dapat mengancam kehidupan mahluk hidup. Salah satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara penghasil tebu yang cukup besar di dunia. Menurut data FAO tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ke-9 dengan produksi tebu per

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda Teknik elektrometri telah dikenal luas sebagai salah satu jenis teknik analisis. Jenis teknik elektrometri yang sering digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR Fosfor termasuk unsur bukan logam yang cukup reaktif, sehingga tidak ditemukan di alam dalamkeadaan bebas. Fosfor berasal dari bahasa Yunani, phosphoros, yang berarti memiliki

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 Soal 1 ( 13 poin ) KOEFISIEN REAKSI DAN LARUTAN ELEKTROLIT Koefisien reaksi merupakan langkah penting untuk mengamati proses berlangsungnya reaksi. Lengkapi koefisien reaksi-reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya teknologi di bidang pertanian, industri, dan kehidupan sehari-hari meningkatkan jumlah polutan berbahaya di lingkungan. Salah satu dampak peningkatan

Lebih terperinci