HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Pewilayahan Hujan Provinsi Sulawesi Selatan Karakteristik pola hujan wilayah Berdasarkan hasil pengolahan data curah hujan bulanan dari 142 stasiun hujan, wilayah Sulawesi Selatan memiliki tiga (3) pola hujan (Tabel 6) yaitu : (a) Pola Equatorial yang berhubungan dengan pergerakan zona konvergensi utara selatan mengikuti pergerakan matahari, yang dicirikan oleh dua kali maksimum curah hujan bulanan dalam setahun (pola bimodal), (b) Pola Monsunal yang dipengaruhi adanya angin darat atau angin laut dalam skala yang sangat luas, dicirikan oleh adanya perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan dalam setahun (pola tunggal), (c) Pola lokal yang dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi setempat, sehingga polanya tidak jelas. Tabel 6. Jumlah Curah Hujan, Tipe Iklim dan Pola Hujan di Sulawesi Selatan Curah hujan Tipe Wilayah Hujan Pola Hujan (mm/tahun) Iklim Kabupaten Kecamatan <1000 Sangat Kering Monsunal Jeneponto Bontoramban Binamu Lokal - - Equatorial Sinjai Sinjai Timur Kering Monsunal Jeneponto Lokal Equatorial Gowa Takalar Pinrang Enrekang Sidrap Sopeng Wajo Bulukumba Sinjai Bone - Binamu, Batang, Bangkalan Barat, Kelara - Bontonompo, Somba Opu, Pallangga, Bringbulu, Bontonompo - Mangara Bombang, Polobangkeng Selatan, Galesong Selatan - Mattirosompe, Duampanua - Enrekang, Baraka, Maiwa - Tellulimpoe, Watang Sidenreng, Panca Rijang, Watang Pulu, Duapitue, Pitu Riase - Mario Riawa, Lili Riaja, Lili Rilau, Donri-Donri - Tana Sitolo - Gantarang, Kindang, Ujung Bulu - Sinjai Selatan - Ajangale, Libureng, Amali, Ulaweng, Ponre, Bengo,

2 24 Curah hujan (mm/tahun) Tipe Iklim Pola Hujan Kabupaten Wilayah Hujan Kecamatan - Lappariaja, Barebo, Dua Boccoe, Tellu Limpoe, Kajuara, Salomekko, Kahu, Tellu Siattinge, Cenrana, Tanete Riatang Timur dan Barat - Ponrang, Bua, Malangke Sedang Monsunal Takalar Lokal Equatorial Gowa Maros Barru Pinrang Enrekang Sopeng Bulukumba Sinjai Bone Luwu Basah Monsunal Gowa Lokal Equatorial Maros Barru Pinrang Sidrap Sinjai Luwu Bulukumba - Polobangkeng Utara dan Selatan - Bontonompo, Bajeng, Bajeng Barat, Parangloe, Pallangga, Tinggimoncong, Bontomarannu - Camba, Maros Utara, Simbang, Maros Baru - Mallusetasi, Soppeng Riaja, Barru, - Batulappa - Maiwa - Lalabata - Rilau Ale - Sinjai Utara, Bullupoddo, Sinjai Barat, Sinjai Tengah - Pallaka, Awang Pone, Libureng, Mare, Barebbo, Tanete Riatang Barat, Cina, Kahu, Sibulue, Lamuru, Tonra, Bontocani, Bonebone - Baebunta, Bassesang Tempe, Mangkutana, Sukamaju, Walenrang Utara, Larompong, Suli, Bajo - Bungaya, Bontolempangan, Pattallasang - Bantimurung, Lau, Mandai, Tompo Bulu - Barru, Tanete Riaja, Mallusetasi - Patampanua - Sidenreng Rappang - Sinjai Tengah - Lamasi, Wotu, Bajo Barat, Suli Barat, Latimojong - Bulukumba >4000 Sangat Basah Monsunal Gowa Parangloe, Parigi Lokal Sidrap Pitu Riase Equatorial -

3 25 Wilayah dengan curah hujan tahunan kurang dari 1000 mm/tahun masuk kategori tipe iklim sangat kering dan pola hujan monsunal terdapat di Kabupaten Jeneponto yaitu Kecamatan Bontoramba dan Binamu. Pola hujan equatorial terdapat di Kabupaten Sinjai yaitu kecamatan Sinjai Timur. Wilayah yang bertipe iklim kering dengan curah hujan mm/tahun dan pola hujan monsunal terdapat di Kabupaten Jeneponto, Gowa dan Takalar. Wilayah dengan pola hujan lokal terdapat di Kabupaten Pinrang (Kecamatan Mattirosompe dan Duampana), Enrekang (Kecamatan Enrekang, Baraka dan Maiwa), Sidrap, Soppeng dan Wajo (Kecamatan Tana Sitolo). Wilayah dengan pola hujan equatorial terdapat di Kabupaten Bulukumba (Kecamatan Gantarang, Kindang, Ujung Bulu), Sinjai (Kecamatan Sinjai Selatan), Bone, dan Luwu (Kecamatan Ponrang, Bua, Malangke). Wilayah yang bertipe iklim sedang dengan curah hujan mm/tahun dan pola hujan monsunal terdapat di Kabupaten Takalar (Kecamatan Polobangkeng Utara dan Selatan), Gowa, Maros, dan Barru (Kecamatan Mallusetasi, Soppeng Riaja dan Barru). Wilayah dengan pola hujan lokal terdapat di Kabupaten Pinrang (Kecamatan Battulappa), Enrekang (Kecamatan Maiwa), dan Soppeng (Kecamatan Lalabata). Wilayah dengan pola hujan equatorial terdapat di Kabupaten Bulukumba (Kecamatan Rilau Ale), Sinjai, Bone, dan Luwu. Wilayah yang bertipe iklim basah dengan curah hujan mm/tahun dan pola hujan monsunal terdapat di Kabupaten Gowa (Kecamatan Pattallassang, Bungaya, Bontolempangan), Maros, dan Barru (Kecamatan Barru, Tanete Riaja, Mallusetasi). Wilayah dengan pola hujan lokal terdapat di Kabupaten Pinrang (Kecamatan Patampanua), dan Sidrap. Wilayah dengan pola hujan equatorial terdapat di Kabupaten Bulukumba, Sinjai, dan Luwu. Wilayah yang bertipe iklim sangat basah dengan curah hujan lebih dari 4000 mm/tahun dan pola hujan monsunal terdapat di Kabupaten Gowa yaitu Kecamatan Parangloe dan Parigi. Wilayah dengan pola hujan lokal terdapat di Kabupaten Sidrap yaitu Kecamatan Pitu Riase. Berdasarkan Tabel 6 diketahui Kabupaten Pinrang sebagai salah satu sentra produksi kakao memiliki tiga tipe iklim yaitu kering, sedang dan basah

4 26 dengan curah hujan tahunan antara mm/tahun dengan pola hujannya adalah lokal. Selain Kabupaten Pinrang, Kabupaten lain yang memiliki pola hujan yang sama adalah Kabupaten Soppeng dengan tipe iklim kering dan sedang, curah hujan tahunan antara mm/tahun. Kabupaten lain yang merupakan sentra produksi kakao adalah Luwu dan Bone, kedua kabupaten ini memiliki pola hujan yang sama yaitu; equatorial. Tipe iklim dari Kabupaten Bone dan Luwu juga sama yaitu kering dan sedang. Analisis pewilayahan hujan dengan tiga metode Gambar 8 menyajikan distribusi curah hujan tahunan dari 142 stasiun iklim di Sulawesi Selatan. Sebagian besar wilayah memiliki tipe iklim kering, sedang dan basah dengan jumlah curah hujan mm/tahun. Berdasarkan informasi data curah hujan tahunan dan koordinat stasiun hujan selanjutnya dibuat pewilayahan hujan dengan Sistem Informasi Geografi. Distribusi Curah Hujan Tahunan dari 142 Stasiun Hujan Di Sulawesi Selatan Curah Hujan Tahunan (mm) Curah Hujan Kering Sedang Basah Stasiun Hujan Gambar 8. Distribusi Curah Hujan Tahunan pada 142 Stasiun Hujan di Sulawesi Selatan (sumber data; Balitklimat dan BMKG)

5 27 Inverse Distance Weighting (IDW) Hasil pewilayahan hujan dengan metode IDW disajikan pada Gambar 9. Jumlah curah hujan berkisar antara mm/tahun. Jumlah ini hampir sama dengan curah hujan hasil observasi dari stasiun-stasiun hujan yaitu mm/tahun. Wilayah dengan curah hujan yang cukup tinggi tersebar di bagian selatan dan bagian tengah sedangkan wilayah dengan curah hujan rendah terdistribusi di bagian barat laut Sulawesi Selatan. Meskipun curah hujan dengan metode IDW mendekati nilai curah hujan observasi namun metode ini memiliki keterbatasan yaitu hanya memperhatikan jarak saja dan belum memperhatikan efek pengelompokan data, sehingga data dengan jarak yang sama namun mempunyai pola sebaran yang berbeda masih akan memberikan hasil yang sama. Artinya metode ini belum memberikan korelasi ruang antara titik data dengan tidak data yang lainnya. Gambar 9. Hasil Pewilayahan Hujan Metode IDW Metode Natural Neighbor (NN) Hasil pewilayahan hujan dengan metode NN disajikan pada Gambar 10. Jumlah curah hujan berkisar antara mm/tahun. Hampir sama dengan

6 28 metode IDW metode NN juga memiliki kisaran curah hujan hampir sama dengan curah hujan hasil observasi dari stasiun-stasiun hujan. Prinsip menghitung nilai bobot metode IDW merupakan fungsi jarak antar titik sehingga mampu menginterpolasi sampai jarak terjauh berbeda dengan metode NN dimana nilai bobot merupakan fungsi dari luas poligon dari titik yang terdekat saja sehingga ada luasan tertentu yang tidak dapat dihitung nilai curah hujannya seperti sebagian Kabupaten Luwu Utara, Enrekang dan Bulukumba. Gambar 10. Hasil Pewilayahan Hujan Metode NN Metode Ordinary Kriging (OK) Hasil pewilayahan hujan dengan metode OK disajikan pada Gambar 11. Jumlah curah hujan berkisar antara mm/tahun. Kisarannya berbeda dengan curah hujan hasil observasi dari stasiun-stasiun hujan dimana crah hujan minimumnya lebih tinggi 500 mm dan curah hujan maksimumnya lebih rendah 1300 mm. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh pemilihan model semivariogram dan jumlah titik yang digunakan dalam interpolasi masih kurang dimana idealnya adalah 150 titik, dengan jarak antara titik minimum 1100 meter.

7 29 Gambar 11. Hasil Pewilayahan Hujan Metode OK Tabel 7 menyajikan deskripsi statistik 142 pasang data curah hujan hasil Observasi, Metode IDW, NN dan OK. Hasil pewilayahan hujan dengan metode IDW memiliki nilai rataan, minimum dan maksimum yang hampir sama dengan curah hujan observasi. Curah hujan minimum yang dihasilkan dari metode OK adalah mm/tahun hasil ini berbeda jauh dari data observasi; mm/tahun. Tabel hasil pewilayahan hujan dari 142 pasang data curah hujan Observasi, IDW, NN dan OK dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 7. Deskripsi Statistik 142 Pasang Data Curah Hujan Obs., IDW, NN, OK Variabel Jumlah Rataan Str. Deviasi Minimum Median Maksimum CH Obs CH IDW CH NN CH OK Untuk mengetahui metode terbaik maka dihitung mean square error dari ketiga metode dengan menggunakan 142 data curah hujan (Tabel 8). Dari ketiga metode yang dianalisi IDW memberikan hasil MSE yang paling kecil (10,2),

8 diikuti NN dengan nilai MSE 1516,43 dan yang tertinggi adalah OK dengan nilai MSE; ,71. Metode dengan MSE yang mendekati 0 adalah metode terbaik maka pada studi pewilayah hujan di Sulawesi Selatan ini, metode yang terbaik adalah IDW. Tabel 8. Nilai Mean Square Error dari Metode IDW, OK dan NN Model Jumlah data (n) SUM(obs-model)^2 Mean Square Error IDW OK NN Analisis Tingkat Produksi Kakao Berdasarkan Pewilayahan Hujan Seperti sudah dijelaskan sebelumnya Sulawesi Selatan memiliki tiga pola hujan yaitu equatorial, lokal dan monsunal. Dari informasi hasil perkebunan kakao di setiap Kabupaten (sumber BPS) dan pola hujan yang ada di Sulawesi Selatan ada kecenderungan untuk wilayah dengan pola monsunal produksi kakao relatif lebih rendah (rata-rata 0.3 ton/ha/tahun) dibandingkan untuk wilayah dengan pola hujan lokal dan equatorial yang rata-rata produksi kakaonya mencapai 0.7 ton/ha/tahun (Gambar 12). Produksi Kakao di Sulawesi Selatan berdasarkan kabupaten dan pola hujan 1.4 Produksi Kakao (ton/ha/tahun Equatorial (0.7) Lokal (0.7) Monsoon (0.3) 0.0 Bulukumba Sinjai Bone Luwu Tator Luwu Utara Luwu Timur Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Maros Pangkep Barru Stasiun Gambar 12. Produksi Kakao dan Pola Hujan di Sulawesi Selatan. (Sumber Data : BPS dan BMG) Keterangan : (0,7 dan 0,3) : Produkasi kakao rata-rata.

9 31 Gambar 13 menyajikan hasil klasifikasi tinggat produksi kakao per kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Klasifikasi di bagi menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Gambar 14 menyajikan pewilayahan hujan dengan metode IDW berdasarkan kriteria curah hujan untuk kesesuaian lahan tanaman kakao. Wilayah hujan dibagi empat (4) kelas, yaitu (1) sangat sesuai (S1) dengan curah hujan mm/tahun. (2) cukup sesuai (S2) dengan curah hujan mm/tahun. (3) marginal sesuai (S3) dengan curah hujan dan mm/tahun. (4) tidak sesuai (N) dengan curah hujan < 1250 dan > 4000 mm/tahun. Gambar 15 menyajikan pola hujan wilayah di Sulawesi Selatan yang terdiri dari tiga pola yaitu monsunal, equatorial dan lokal. Gambar 13. Hasil Klasifikasi Tingkat Produksi Kakao di Sulawesi Selatan

10 32 Gambar 14. Hasil Pewilayahan Hujan Metode IDW Berdasarkan Kriteria Curah Hujan untuk Kelas Kesesuaian Lahan Komoditas Kakao di Sulawesi Selatan Gambar 15. Hasil Pewilayahan Pola Hujan di Sulawesi Selatan

11 Berdasarkan Gambar 13, 14 dan 15, yang dirangkum dalam Table 9. terlihat wilayah yang memiliki tingkat produksi rendah seperti Kabupaten Jeneponto, Maros, Pangkep dan Gowa memiliki kelas kesesuaian lahan S3 (marginal sesuai) dan N (tidak sesuai). Tingkat produksi rendah di empat kabupaten tersebut dapat disebabkan oleh tidak terdistribusinya curah hujan secara merata sepanjang tahun karena pola hujan wilayahnya adalah monsunal yang memiliki bulan kering >3 bulan. Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Produksi, Kriteria Curah Hujan untuk Kesesuaian Lahan dan Pola Hujan di Sulawesi Selatan. Kabupaten Klasifikasi Tingkat Kriteria Curah Hujan Produksi untuk Kesesuain Lahan Pola Hujan Bantaeng Rendah S1 Monsoon Jeneponto Rendah S3 Monsoon Gowa Rendah N Monsoon Maros Rendah S3 Monsoon Pangkep Rendah S3 Monsoon Barru Rendah S2 Monsoon Bulukumba Sedang S1 Equator Sinjai Sedang S1 Equator Bone Sedang S1 Equator Luwu Sedang S1 Equator Tator Sedang S1 Equator Luwu timur Sedang S2 Equator Wajo Sedang S1 Lokal Sidrap Sedang S1 Lokal Enrekang Sedang S1 Lokal Takalar Sedang S1 Monsoon Luwu Utara Tinggi S1 Lokal Soppeng Tinggi S1 Lokal Pinrang Tinggi S1 Lokal Keterangan : S1 = sangat sesuai, S2 = cukup sesuai, S3 = marginal sesuai, N = tidak sesuai 33 Tingkat produksi di Kabupaten Bantaeng dan Buru adalah rendah sedangkan kriteria curah hujan kelas kesesuaian lahannya S1 (sangat sesuai) dan S2 (cukup sesuai). Artinya selain parameter curah hujan perlu dilihat parameter lain yang mempengaruhi kesesuaian lahan tanaman kakao seperti suhu dan lereng. Kabupaten Bantaeng mempunyai wilayah dengan ketinggian tempat m dari permukaan laut. Wilayah dengan ketinggian antara m dari permukaan laut merupakan wilayah yang terluas atau 29,6 % dari luas wilayah

12 34 seluruhnya, dan terkecil adalah wilayah dengan ketinggian 0-25 m atau hanya 10,3 % dari luas wilayah (Sumber Pemda Kabupaten Bantaeng, 2010). Karena sebagian besar wilayahnya berada pada ketinggian >100 m maka parameter suhu yang berkaitan dengan ketinggian akan mempengaruhi tingkat produksi kakao. Selain itu 42,64 % wilayah Kabupaten Bantaeng memiliki lereng 2-15 % (16,877 hektar), sedangkan wilayah dengan lereng 0-2 persen hanya seluas hektar atau 14,99 persen dari luas wilayah. Berdasarkan table 4 kondisi lereng di Kabupaten Bantaeng dapat menyebabkan bahaya erosi rendah sampai sedang. Kondisi lereng dan bahaya erosi akan mempengaruhi tingkat produksi kakao. Kabupaten Buru memiliki kondisi wilayah yang hampir sama dengan Kabupaten Bantaeng. Berdasarkan data Badan Pertanahan Kabupaten Barru, wilayah dengan ketinggian antara m dari permukaan laut merupakan wilayah yang terluas atau 44,93 % dari luas wilayah seluruhnya. Keadaan wilayah berdasarkan kelerengan, Kabupaten Burru memiliki lereng % seluas hektar atau 45,08 % dari luas wilayah seluruhnya (Lampiran 4). Berdasarkan kondisi wilayah ini maka parameter suhu dan lereng akan lebih mempengaruhi tingkat produksi kakao selain karakteristik curah hujan. Wilayah dengan produksi tinggi seperti Kabupaten Pinrang, Soppeng, dan Luwu Utara memiliki kelas kesesuaian lahan S1. Pola hujan di tiga kabupaten tersebut adalah lokal dimana curah hujannya terdistribusi secara merata sepanjang tahun dengan besaran yang sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao yaitu mm/tahun. Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Bone, Tanah Toraja, Luwu Timur, Wajo, Sidrap, Enrekang dan Takalar memiliki kriteria curah hujan untuk kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) tetapi hasil produksi kakao di wilayah tersebut masuk kategori sedang. Tingkat produksi sedang di kabupaten-kabupaten tersebut dapat disebabkan oleh tidak terdistribusinya curah hujan secara merata sepanjang tahun karena pola hujan wilayahnya adalah monsunal dan equatorial yang memiliki bulan kering >3 bulan. Jadi meskipun jumlah curah hujan tahunannya sudah mencukupi kebutuhan tanaman akan tetapi perlu dilihat apakah distribusinya merata sepanjang tahun seperti pada pola lokal.

13 Untuk melihat kaitan antara tingkat produksi dan kriteria curah hujan selanjutnya dilakukan uji statistik (uji F) dengan menggunakan informasi Tabel 9. Hasil analisis statistik disajikan dalam bentuk tabel Anova (Tabel 10a dan b). Tabel 10. Tabel Anova : Curah Hujan Mempengaruhi Tingkat Produksi Kakao Sumber Derajat Jumlah Kuadrat keragaman Bebas (DB) Kuadrat (JK) Tengah (KT) F hitung P Produksi 2 10,398 5,199 13,35 0,000 Galat 16 6,233 0,390 Total 18 16,632 Ftabel : F 0,05(2,18) = 3,55 S = 0,6242 R-Sq = 62,52% R-Sq(adj) = 57,84% Berdasarkan Table 10, F hitung produksi > F tabel artinya curah hujan mempengaruhi tingkat produksi. Koefisien determinasi (R 2 ) untuk curah hujan mempengaruhi tingkat produksi adalah 62,52. Selanjutnya dianalisis tingkat produksi kakao berdasarkan pewilayahan pola hujan pada setiap kabupaten sentra produksi kakao tertinggi di Sulawesi Selatan yaitu; Bone, Luwu, Pinrang, dan Soppeng. Bone dan Luwu adalah kabupaten dengan pola hujan equatorial sedangkan Pinrang dan Soppeng adalah Kabupaten yang memiliki pola hujan lokal. Wilayah dengan pola hujan monsunal yang memiliki hasil produksi kakao rendah tidak dianalisis. Kabupaten Bone dengan pola hujan equatorial dan curah hujan mm/tahun memiliki produksi kakao berkisar antara 0,24 1,00 ton/ha/tahun. Sebagai salah satu sentra produksi kakao di Sulawesi Selatan kakao merupakan tanaman perkebunan utama di Kabupeten Bone (27 kecamatan) dengan tingkat produksi yang beragam. Tabel 11. menyajikan tingkat produksi kakao pada setiap kecamatan di Bone. Gambar 16 dan 17 menyajikan hasil pewilayahan klasifikasi tingkat produksi dan pewilayahan hujan berdasarkan kriteria curah hujan untuk kesesuaian lahan tanaman kakao pada setiap kecamatan di Kabupaten Bone. Gambar 16 menunjukkan wilayah dengan warna merah merupakan kecamatan dengan tingkat produksi kakao rendah yaitu kecamatan Cenrana (2), Tanete Riattang Barat (9), Tellu Limpoe (13), Ponre (15), dan Cina (17) dengan kriteria kesesuaian lahan S1 (Gambar 17). Artinya curah hujan yang mencukupi kebutuhan tanaman belum menjamin produksi kakao yang tinggi, ada faktor lain 35

14 yang dapat mempengaruhi tingkat produksi dan perlu dikaji lebih lanjut seperti suhu, kondisi tanah, ketinggian tempat, serangan hama penyakit dan dosis pupuk yang digunakan. Sebagian besar wilayah di Kabupaten Bone yaitu 21 kecamatan dari 27 kecamatan yang ada (Gambar 16) memiliki tingkat produksi sedang (kuning) dengan kriteria kesesuaian lahan S1 (Gambar 17). Meskipun jumlah curah hujan rata-rata tahunan sudah mencukupi kebutuhan tanaman tetapi penyebaranya tidak merata sepanjang tahun. Pola hujan equatorial dengan 2-3 bulan kering di Kabupaten Bone dapat mempengaruhi produksi kakao menjadi tidak maksimal. Tabel 11. Klasifikasi Tingkat Produksi dan Kriteria Curah Hujan untuk Kesesuaian Lahan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Kecamatan Klasifikasi Tingkat Kriteria Curah Hujan Produksi untuk Kesesuaian Lahan Cenrana (2) Rendah S1 Tanete Riattang Barat (9) Rendah S1 Tellu Limpoe (13) Rendah S1/S2 Ponre (15) Rendah S1 Cina (17) Rendah S1 Ajangale (0) Sedang S3/N Dua Boccoe (1) Sedang S1 Amali (4) Sedang S1/S3 Awangpone (5) Sedang S1 Ulaweng (6) Sedang S1 Palakka (7) Sedang S1 Tanete Riattang Timur (8) Sedang S1/S3/N Bengo (10) Sedang S1 Lamuru (11) Sedang S1 Tanete Riattang (12) Sedang S1 Barebbo (14) Sedang S1 Sibulue (16) Sedang S1 Lappariaja (18) Sedang S1 Mare (19) Sedang S1 Libureng (20) Sedang S1/S3 Patimpeng (21) Sedang S1 Tonra (22) Sedang S1 Kahu (23) Sedang S1 Salomekko (24) Sedang S1 Bontocani (25) Sedang S1/S2/S3 Kajuara (26) Sedang S1 Tellu Siattinge (3) Tinggi S1 Keterangan : S1 = sangat sesuai, S2 = cukup sesuai, S3 = marginal sesuai, N = tidak sesuai 36

15 37 Gambar 16. Hasil Klasifikasi Tingkat Produksi Kakao di Kabupaten Bone Gambar 17. Hasil Pewilayahan Hujan Metode IDW di Kabupaten Bone

16 Pola hujan di Kabupaten Luwu adalah equatorial dengan curah hujan ratarata pertahun mm/tahun memiliki produksi kakao berkisar antara 0,25-1,14 ton/ha/tahun. Tabel 12 menyajikan tingkat produksi kakao pada setiap kecamatan di Luwu. Gambar 18 dan 19 menyajikan hasil pewilayahan klasifikasi tingkat produksi dan pewilayahan hujan berdasarkan kriteria curah hujan untuk kesesuaian lahan tanaman kakao di Kabupaten Luwu. Sama halnya dengan Kabupaten Bone yang memiliki pola hujan Equatorial, sebagian besar wilayah di Kabupaten Luwu yaitu 16 kecamatan dari 21 kecamatan yang ada (Gambar 18) memiliki tingkat produksi sedang (kuning) dengan kriteria kesesuaian lahan S1 (Gambar 19). Tingkat produksi di Kabupaten Ponrang dan Latimojong tetap tinggi meskipun kriteria curah hujan untuk kesesuaian lahannya adalah S3 dan N. Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor lain seperti suhu, kondisi tanah, ketinggian tempat, serangan hama penyakit. Tabel 12. Klasifikasi Tingkat Produksi dan Kriteria Curah Hujan untuk Kesesuaian Lahan di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Kecamatan Klasifikasi Tingkat Kriteria Curah Hujan Produksi untuk Kesesuaian Lahan Walenrang Barat (1) Rendah S1/S2 Kamanre (12) Rendah S2/S1 Walenrang Utara (0) Sedang S1/S2 Lamasi (2) Sedang S1/S2 Lamasi Timur (3) Sedang S1/S2 Walenrang (4) Sedang S1/S2 Walenrang Timur (5) Sedang S1/S2 Bassesang Tempe (6) Sedang S1/S2/S3 Bua (7) Sedang S1/S3/N Bupon (9) Sedang S1/S2 Bajo (11) Sedang S2/S1 Bajo Barat (13) Sedang S2/S3 Belopa Utara (14) Sedang S2 Belopa (16) Sedang S2 Suli Barat (17) Sedang S3 Suli (18) Sedang S2/S3 Larompong (19) Sedang S2/S3 Larompong Selatan (20) Sedang S2 Ponrang (8) Tinggi S1/S3/N Ponrang Selatan (10) Tinggi S1 Latimojong (15) Tinggi S3 Keterangan : S1 = sangat sesuai, S2 = cukup sesuai, S3 = marginal sesuai, N = tidak sesuai 38

17 39 Gambar 18. Hasil Klasifikasi Tingkat Produksi Kakao di Kabupaten Luwu Gambar 19. Hasil Pewilayahan Hujan Metode IDW di Kabupaten Luwu Kabupaten Pinrang dengan pola hujan lokal dan curah hujan mm/tahun memiliki produksi kakao berkisar antara 0,8 1,2 ton/ha/tahun. Tabel 13 menyajikan tingkat produksi kakao pada setiap kecamatan di Luwu. Gambar 20 dan 21 menyajikan hasil pewilayahan klasifikasi tingkat produksi dan pewilayahan hujan berdasarkan kriteria curah hujan untuk kesesuaian lahan tanaman kakao pada setiap kecamatan di Kabupaten Pinrang.

18 Tabel 13. Klasifikasi Tingkat Produksi dan Kriteria Curah Hujan untuk Kesesuaian Lahan di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Kecamatan Klasifikasi Tingkat Kriteria Curah Hujan untuk Produksi Kesesuaian Lahan Batulappa (2) Sedang S1 Cempa (4) Sedang S1 Mattiro Sompe (8) Sedang S1/S3 Mattiro bulu (9) Sedang S1 Paleteang (5) Sedang S1/S2 Lembang (0) Tinggi S1 Duampanua (2) Tinggi S1 Watang Sawito (7) Tinggi S1 Lanrisang (10) Tinggi S1 Suppa (11) Tinggi S1 Tiroang (6) Tinggi S1 Patampanua (3) Tinggi S1/S2/S3 Keterangan : S1 = sangat sesuai, S2 = cukup sesuai, S3 = marginal sesuai, N = tidak sesuai Gambar 20 menyajikan dari 12 kecamatan di Kabupaten Pinrang tidak terdapat kecamatan dengan tingkat produksi rendah, Tujuh kecamatan memiliki tingkat produksi tinggi dan lima kecamatan dengan tingkat produksi sedang. Jika dilihat pewilayahan curah hujan seperti yang disajikan pada gambar 21, sebagian besar wilayah di Kabupaten Pinrang memiliki kriteria curah hujan S1. Meskipun curah hujan wilayah sudah sangat sesuai ternyata masih ada wilayah dengan tingkat produksi sedang ini artinya tingkat produksi tidak hanya dipengaruhi oleh curah hujan tetapi ada faktor lain yang perlu diperhatikan seperti suhu, kelembaban, kondisi tanah, ketinggian. 40

19 41 Gambar 20. Hasil Klasifikasi Tingkat Produksi Kakao di Kabupaten Pinrang Gambar 21. Hasil Pewilayahan Hujan Metode IDW di Kabupaten Pinrang Kabupaten Sopeng dengan pola hujan lokal dan curah hujan mm/tahun memiliki produksi kakao berkisar antara ton/ha/tahun. Sebagai salah satu sentra produksi kakao di Sulawesi Selatan kakao merupakan tanaman perkebunan utama di Kabupeten Sopeng (9 Kecamatan). Tabel 14 menyajikan tingkat produksi kakao pada setiap kecamatan di Soppeng. Gambar 22 dan 23 menyajikan hasil pewilayahan klasifikasi tingkat produksi dan pewilayahan hujan berdasarkan kriteria curah hujan untuk kesesuaian lahan tanaman kakao pada setiap kecamatan di Kabupaten Soppeng.

20 Tabel 14. Klasifikasi Tingkat Produksi dan Kriteria Curah Hujan untuk Kesesuaian Lahan di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Kecamatan Klasifikasi Tingkat Kriteria Curah Hujan untuk Produksi Kesesuaian Lahan Citta (6) Tidak ada data S1 Lalabata (4) Tinggi S1/S2 Lili Rilau (2) Tinggi S3/S1 Maria Riwawo (7) Tinggi S1 Mario Riawa (0) Tinggi S1/S2/S3 Donri-Donri (1) Tinggi S1 Ganra (3) Tinggi S1 Lili Riaja (5) Tinggi S1/S2 Keterangan : S1 = sangat sesuai, S2 = cukup sesuai, S3 = marginal sesuai, N = tidak sesuai Tingkat produksi di Kabupaten Soppeng sebagian besar adalah tinggi (Gambar 22). Hanya satu kecamatan yaitu Citta tidak ada data produksinya. Hasil oewilayahan curah hujan pada gambar 22, terlihat bahwa kecamatan Lili Rilau (2) memiliki kriteria curah hujan S3 akan tetapi tingkat produksinya tetap tinggi. Pola hujan di kabupaten Soppeng adalah lokal dan berdasarkan data bulanan curah hujan kecamatan Lili Rilau hanya terdapat 2 bulan kering. Jadi meskipun curah hujan tahunan < 1500 mm/tahun tetapi distribusi curah hujan bulanannya cukup memenuhi kebutuhan tanaman sehingga tingkat produksi tetap tinggi. 42 Gambar 22. Hasil Klasifikasi Tingkat Produksi Kakao di Kabupaten Soppeng Gambar 23. Hasil Pewilayahan Hujan dengan IDW di Kabupaten Soppeng

17. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SULAWESI SELATAN

17. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SULAWESI SELATAN 17. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SULAWESI SELATAN 206 Sulawesi Selatan 1. Bissappu 250 50 50 230 50 0 225 0 30 Bantaeng 2. Bantaeng

Lebih terperinci

Rekomendasi Penggunaan Pupuk Majemuk (NPK Phonska) di Provinsi Sulawesi Selatan

Rekomendasi Penggunaan Pupuk Majemuk (NPK Phonska) di Provinsi Sulawesi Selatan Rekomendasi Penggunaan Pupuk Majemuk (NPK Phonska) di Provinsi Sulawesi Selatan No. KABUPATEN/KOTA KECAMATAN 1 KEPULAUAN SELAYAR PASIMARANNU 200 200 2 PASILAMBENA 0 0 3 PASIMASSUNGGU 200 200 4 TAKABONERATE

Lebih terperinci

Rekomendasi Penggunaan Pupuk Majemuk (NPK Pelangi) + Jerami 2 ton/ha di Provinsi Sulawesi Selatan

Rekomendasi Penggunaan Pupuk Majemuk (NPK Pelangi) + Jerami 2 ton/ha di Provinsi Sulawesi Selatan Rekomendasi Penggunaan Pupuk Majemuk (NPK Pelangi) + Jerami 2 ton/ha di Provinsi Sulawesi Selatan NPK Pelangi 20-10-10 NPK Pelangi 20-10-10 1 KEPULAUAN SELAYAR PASIMARANNU 250 125 2 PASILAMBENA 0 0 3 PASIMASSUNGGU

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Vegetatif 2 (31-40 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Maks. Vegetatif (41-54 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Vegetatif 2 (31-40 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Maks. Vegetatif (41-54 HST) 1 Sulawesi Selatan 150.254 68.159 57.839 53.331 33.203 64.811 45.948 30.028 74.175 285.160 581.860 2 Bantaeng 2.402 821 421 530 370 948 532 344 1.285 3.145 7.716 3 Bantaeng 257 240 37 27 15 20 36 32 157

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Vegetatif 2 (31-40 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Maks. Vegetatif (41-54 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Vegetatif 2 (31-40 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Maks. Vegetatif (41-54 HST) 1 Sulawesi Selatan 196,203 34,545 28,522 41,970 44,897 72,731 64,501 42,678 48,876 295,299 580,431 2 Bantaeng 1,564 117 303 1,214 1,156 1,091 545 494 1,069 4,803 7,717 3 Bantaeng 105 3 9 177 308 129 49

Lebih terperinci

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2)

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2) KABUPATEN / KOTA : KEPULAUAN SELAYAR 3.01 KEPULAUAN SELAYAR 63.489 66.99 130.486 1 3.01.01 BENTENG 10.98 11.525 22.323 2 3.01.02 BONTOHARU 6.568 6.58 13.326 3 3.01.03 BONTOMATENE 6.561.259 13.820 4 3.01.04

Lebih terperinci

SULAWESI SELATAN. Total Kabupaten/Kota

SULAWESI SELATAN. Total Kabupaten/Kota SULAWESI SELATAN Total Kabupaten/Kota Total Kecamatan Total APBN (Juta) Total APBD (Juta) Total BLM (Juta) : 24 : 304 : Rp. 415.977 : Rp. 26.938 : Rp. 442.915 268 of 342 PERDESAAN PERKOTAAN KAB ALOKASI

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Geografis Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari Kota Makassar. Mempunyai garis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2008 0 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2008 PEMBENTUKAN ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN BONE T E N T A N G DISUSUN OLEH BAGIAN

Lebih terperinci

Lampiran II PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran II PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran II.7. 58/Kpts/KPU/TAHUN 0 0 MARET 0 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI KABUPATEN/KOTA WAJO DP WAJO Meliputi Kecamatan 7.

Lebih terperinci

Lampiran II PENETAPAN DAERA H PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGO TA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KO TA DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran II PENETAPAN DAERA H PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGO TA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KO TA DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran II.7.0 8/Kpts/KPU/T AHUN 0 DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 0 PRO VINSI KAB UPATEN/KO TA KEPULAUAN SELAYAR DP KEPULAUAN SELAYAR Meliputi Kecamatan 6. BONT OMATENE.80. BONTOMANAI.6. BUKI 6.5 DP KEPULAUAN

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bone Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bone Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bone Tahun 2013 sebanyak 114.209 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Bone Tahun 2013 sebanyak 6 Perusahaan Jumlah perusahaan

Lebih terperinci

DATA SATELIT LANDSAT 8 PERIODE AGUSTUS Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Provinsi/Kabupaten/Kota/ Kecamatan.

DATA SATELIT LANDSAT 8 PERIODE AGUSTUS Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Provinsi/Kabupaten/Kota/ Kecamatan. 1 SULAWESI_SELATAN 139.264 26.654 47.276 27.099 26.736 48.509 53.813 42.324 133.689 545.364 2 BANTAENG 1.756 255 438 321 258 789 1.062 567 1.693 7.139 3 BANTAENG 130 33 42 24 19 69 262 109 137 825 4 BISAPPU

Lebih terperinci

Memorandum Program Sanitasi (MPS)

Memorandum Program Sanitasi (MPS) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan,

Lebih terperinci

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan merupakan daerah bagian paling selatan dari pulau Sulawesi yang terhampar luas di sepanjang koordinat 0 o 12 8 o Lintang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 9 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN 12 (DUA BELAS) KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BONE, SINJAI, SIDENRENG, RAPPANG, WAJO, LUWU DAN BULUKUMBA

Lebih terperinci

V. PERPETAAN HUTAN A. Peta Dasar (RBI, TOP) A.1. Pengadaan dan Distribusi Peta Dasar Skala 1: dan Skala 1: s/d Desember 2007

V. PERPETAAN HUTAN A. Peta Dasar (RBI, TOP) A.1. Pengadaan dan Distribusi Peta Dasar Skala 1: dan Skala 1: s/d Desember 2007 V. PERPETAAN HUTAN A. Peta Dasar (RBI, TOP) A.1. Pengadaan dan Distribusi Peta Dasar Skala 1:50.000 dan Skala 1:25.000 s/d Desember 2007 NO. JENIS PETA SKALA TAHUN KEADAAN PETA (LEMBAR) JUMLAH PENGADAAN

Lebih terperinci

PENGANTAR. Demikian publikasi ini disampaikan semoga bermanfaat, kritik dan saran untuk perbaikan publikasi ini sangat kami harapkan dan hargai.

PENGANTAR. Demikian publikasi ini disampaikan semoga bermanfaat, kritik dan saran untuk perbaikan publikasi ini sangat kami harapkan dan hargai. PENGANTAR Analisis Hujan Nopember 2012 dan Prakiraan Hujan Januari, Pebruari dan Maret 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 260 stasiun dan pos hujan diambil sampel untuk daerah prakiraan sekitar

Lebih terperinci

PENGANTAR. Demikian publikasi ini disampaikan semoga bermanfaat, kritik dan saran untuk perbaikan publikasi ini sangat kami harapkan dan hargai.

PENGANTAR. Demikian publikasi ini disampaikan semoga bermanfaat, kritik dan saran untuk perbaikan publikasi ini sangat kami harapkan dan hargai. PENGANTAR Analisis Hujan September 2012 dan Prakiraan Hujan Nopember, Desember 2012 dan Januari 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 260 stasiun dan pos hujan diambil sampel untuk daerah prakiraan

Lebih terperinci

PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA (INDONESIAN NUTRITION ASSOCIATION) PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA (INDONESIAN NUTRITION ASSOCIATION) PROVINSI SULAWESI SELATAN rektur RS. Kab/Kota Se-Sulsel (daftar terlampir) dalam kegiatan Akreditasi Pelayanan RS dan khususnya yang Pelayanan Kesehatan, : Gedung Fajar, Graha Pena Makassar Narasumber : 1. DR. Minarto, MPS ( DPP

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN l2 (DUA BELAS) KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BONE, SINJAI, SINDENRENG, RAPPANG,WAJO, LUWU, DAN BULUKUMBA

Lebih terperinci

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 21 TAHUN 1999 (21/1999) Tanggal: 25 MARET 1999 (JAKARTA)

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 21 TAHUN 1999 (21/1999) Tanggal: 25 MARET 1999 (JAKARTA) PP 21/1999, PEMBENTUKAN 12 (DUA BELAS) KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BONE, SINJAI, SIDENRENG, RAPPANG, WAJO, LUWU, DAN BULUKUMBA DALAM WILAYAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I SULAWESI SELATAN

Lebih terperinci

PENGANTAR. Demikian publikasi ini disampaikan semoga bermanfaat, kritik dan saran untuk perbaikan publikasi ini sangat kami harapkan dan hargai.

PENGANTAR. Demikian publikasi ini disampaikan semoga bermanfaat, kritik dan saran untuk perbaikan publikasi ini sangat kami harapkan dan hargai. PENGANTAR Analisis Hujan April 2012 dan Prakiraan Hujan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 260 stasiun dan pos hujan diambil sampel untuk daerah prakiraan sekitar 99

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH KABUPATEN BONE.

PROFIL BADAN KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH KABUPATEN BONE. PROFIL BADAN KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH KABUPATEN BONE. Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Bone berkantor dijalan Jenderal Ahmad Yani Nomor 1 Watampone, Nomor

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/06/73/Th. I, 15Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Sulawesi Selatan Tahun 2015 Pembangunan manusia di Sulawesi Selatan pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

PENGANTAR. Demikian publikasi ini disampaikan semoga bermanfaat, kritik dan saran untuk perbaikan publikasi ini sangat kami harapkan dan hargai.

PENGANTAR. Demikian publikasi ini disampaikan semoga bermanfaat, kritik dan saran untuk perbaikan publikasi ini sangat kami harapkan dan hargai. PENGANTAR Analisis Hujan April 2013 dan Prakiraan Hujan Juni, Juli dan Agustus 2013 disusun berdasarkan data hasil pengamatan dari 260 stasiun dan pos hujan, yang diambil sampel untuk daerah prakiraan

Lebih terperinci

Balai Perbenihan Tanaman Hutan dipimpin oleh seorang Kepala UPTD yang memiiliki tugas pokok menyelenggarakan urusan pengujian, sertifikasi, penataan

Balai Perbenihan Tanaman Hutan dipimpin oleh seorang Kepala UPTD yang memiiliki tugas pokok menyelenggarakan urusan pengujian, sertifikasi, penataan Balai Perbenihan Tanaman Hutan dipimpin oleh seorang Kepala UPTD yang memiiliki tugas pokok menyelenggarakan urusan pengujian, sertifikasi, penataan dan pengelolaan perbenihan dan bibit tanaman hutan.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BONE

PEMERINTAH KABUPATEN BONE 1 PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONE TAHUN 2012 2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONE, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TANAMAN PADI

ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TANAMAN PADI ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TANAMAN PADI DIWILAYAH IP3OPT/LPHP PINRANG PROP. SULAWESI SELATAN Data 2001 2011 INSTALASI PENGAMATAN PERAMALAN DAN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TANAMAN PADI

ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TANAMAN PADI ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TANAMAN PADI DIWILAYAH IP3OPT/LPHP PINRANG PROP. SULAWESI SELATAN Data 2001 2011 INSTALASI PENGAMATAN PERAMALAN DAN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN PENDAHULUAN Dalam mendorong ekonomi kerakyatan, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan mengembangkan Gerakan Pembangunan

Lebih terperinci

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK adalah terkenal sebagai penghasil utama jagung di

Lebih terperinci

Penentuan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan

Penentuan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan TEMU ILMIAH IPLBI 16 Penentuan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan Susilawati (1), Isfa Sastrawati (1), Shirly Wunas (2) (1) Laboratorium Perencanaan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 22/04/73/Th.II, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Sulawesi Selatan Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Selatan pada tahun 2016 terus

Lebih terperinci

katalog

katalog katalog 110.1002.7311.720 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TANETE RIATTANG 2015 Statistik Daerah Kecamatan Tanete Riattang 2015 i STATISTIK DAERAH KECAMATAN TANETE RIATTANG 2015 Katalog BPS : 1103001.7311.720

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TANAMAN PADI

ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TANAMAN PADI ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT PENGARUH DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TANAMAN PADI DIWILAYAH IP3OPT/LPHP PINRANG PROP. SULAWESI SELATAN Data MT.2002/2003 2011/2012 INSTALASI PENGAMATAN PERAMALAN DAN

Lebih terperinci

KERAGAAN SUMBERDAYA LAHAN, PEMANFAATAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN BERBAGAI DAERAH DI SULAWESI SELATAN

KERAGAAN SUMBERDAYA LAHAN, PEMANFAATAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN BERBAGAI DAERAH DI SULAWESI SELATAN KERAGAAN SUMBERDAYA LAHAN, PEMANFAATAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN BERBAGAI DAERAH DI SULAWESI SELATAN M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 65/1/73/Th. VIII, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2014 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sulawesi Selatan pada Agustus 2014 mencapai 3.715.801

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1.1 Simpulan 5.1.1 Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Berdasarkan analisis rasio ketergantungan daerah, semua pemerintah daerah di Pulau Sulawesi, memiliki

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

POTENSI IKLIM, SUMBER DAYA LAHAN DAN POLA TANAM DI SULAWESI SELATAN

POTENSI IKLIM, SUMBER DAYA LAHAN DAN POLA TANAM DI SULAWESI SELATAN POTENSI IKLIM, SUMBER DAYA LAHAN DAN POLA TANAM DI SULAWESI SELATAN Herniwati dan Syafruddin Kadir Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Abstrak. Potensi sumber daya iklim dan lahan perlu

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN OPT TANAMAN PADI MT.2012/2013 (Oktober - Maret) DIWILAYAH IP3OPT/LPHP PINRANG

ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN OPT TANAMAN PADI MT.2012/2013 (Oktober - Maret) DIWILAYAH IP3OPT/LPHP PINRANG ANALISIS DATA KRITERIA KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN OPT TANAMAN PADI MT.2012/2013 (Oktober - Maret) DIWILAYAH IP3OPT/LPHP PINRANG PROPINSI SULAWESI SELATAN Data tahun 2002-2011 INSTALASI PENGAMATAN PERAMALAN

Lebih terperinci

PEKERJAAN : PEMBANGUNAN GEDUNG DAN FASILITAS BALAI NIKAH DAN MANASIK HAJI

PEKERJAAN : PEMBANGUNAN GEDUNG DAN FASILITAS BALAI NIKAH DAN MANASIK HAJI PEKERJAAN : PEMBANGUNAN GEDUNG DAN FASILITAS BALAI NIKAH DAN MANASIK HAJI BALAI NIKAH DAN MANASIK HAJI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) KECAMATAN BAREBBO KABUPATEN BONE LOKASI : KECAMATAN BAREBBO DAFTAR ISI NAMA

Lebih terperinci

RIWAYAT KABUPATEN BONE Di Tulis Oleh : Andi Pamelleri (Budayawan Bone)

RIWAYAT KABUPATEN BONE Di Tulis Oleh : Andi Pamelleri (Budayawan Bone) RIWAYAT KABUPATEN BONE Di Tulis Oleh : Andi Pamelleri (Budayawan Bone) Bone dahulu disebut TANAH BONE. Berdasarkan LONTARAK bahwa nama asli Bone adalah PASIR, dalam bahasa bugis dinamakan Bone adalah KESSI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1. Kondisi Geografis Perairan Teluk Bone Secara administratif terletak di Propinsi Sulawesi Selatan di sebelah barat dan utara, dan Propinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nilai Indeks Williamson PDRB per. (fi/ fi)/(yi- ỳ)^2. Kabupaten/K ota PDRB (000) (fi/ fi) (yi-ỳ) (yi-ỳ)^2.

Lampiran 1. Nilai Indeks Williamson PDRB per. (fi/ fi)/(yi- ỳ)^2. Kabupaten/K ota PDRB (000) (fi/ fi) (yi-ỳ) (yi-ỳ)^2. Lampiran 1. Nilai Indeks Williamson 2004 Kabupaten/K ota PDRB (000) 2004 PDRB per Jumlah kapita Penduduk (fi/ fi) (yi-ỳ) (yi-ỳ)^2 (fi/ fi)/(yi- ỳ)^2 Selayar 317.241 111.458 2,8463 0,0151-0,9043 0,8178

Lebih terperinci

menyusun Rencana Strategis (Renstra-SKPD), dan dalam pelaksanaannya akan dijabarkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).

menyusun Rencana Strategis (Renstra-SKPD), dan dalam pelaksanaannya akan dijabarkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). menyusun Rencana Strategis (Renstra-SKPD), dan dalam pelaksanaannya akan dijabarkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). 1.2 Dasar Hukum Penyusunan Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan

Lebih terperinci

Indikator Sosial Ekonomi Makro Kabupaten Pinrang 2015

Indikator Sosial Ekonomi Makro Kabupaten Pinrang 2015 Indikator Sosial Ekonomi Makro Kabupaten Pinrang 2015 Indikator Sosial Ekonomi Makro Kabupaten Pinrang 2015 ISBN : No. Publikasi : Katalog BPS : 1301001.7315 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA?

BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA? BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA? Atmarita (Pengamat Garam beryodium) I. PENDAHULUAN Garam beryodium sudah ada sebelum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah dan Kerapatan Stasiun Hujan di Indonesia

PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah dan Kerapatan Stasiun Hujan di Indonesia 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam pemanfaatan data dan informasi agroklimat, terdapat keterbatasan jumlah dan mutu data yang digunakan, baik skala ruang (spasial) maupun skala waktu (temporal) yang disebabkan

Lebih terperinci

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013)

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013) JUMLAH MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013) PROVINSI SULAWESI SELATAN KAB/KOTA RAWAT INAP NON RAWAT INAP JUMLAH 7301 KEPULAUAN SELAYAR 11 3 14 7302 BULUKUMBA 13 6 19 7303 BANTAENG 3 9 12 7304

Lebih terperinci

ANOMALI PROSPEK PANAS BUMI DAERAH MASSEPE KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK DAN HEAD ON

ANOMALI PROSPEK PANAS BUMI DAERAH MASSEPE KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK DAN HEAD ON ANOMALI PROSPEK PANAS BUMI DAERAH MASSEPE KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK DAN HEAD ON Oleh : Sri Widodo, Ahmad Zarkasy Kelompok Program Penelitian Panas Bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

Belanja ( x Rp ) 28,459,972, ,459,972, ,351,299,600 A PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

Belanja ( x Rp ) 28,459,972, ,459,972, ,351,299,600 A PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN PROVINSI : SULAWESI SELATAN SKPD : DINAS PERKEBUNAN PERIODE : DESEMBER 2013 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A. 2013 LAPORAN REALISASI (FISIK DAN KEUANGAN ) ANGGARAN KINERJA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Potensi Lahan Untuk Pemanfaatan Lahan Padi Penilaian potensi lahan merupakan kegiatan penilaian lahan berdasarkan karakteristik alamiah dari komponen-komponen lahan. Evaluasi

Lebih terperinci

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 16/02/73/Th. I, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes)dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BUKU PUTIH SANITASI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik Batas Wilayah Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di

Lebih terperinci

KATALOG BPS :

KATALOG BPS : KATALOG BPS : 1101002.7311.010 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TANETE RIATTANG TIMUR Katalog BPS : 11030001.7311.730 Nomor Publiksai : 73110.15062 Ukuran Buku : 15 cm x 21 cm Jumlah Halaman Naskah : : iv; 15

Lebih terperinci

, ,56 99, , ,05 96,70

, ,56 99, , ,05 96,70 LAPORAN KONSOLIDASI PER PROGRAM/KEGIATAN/SUB.KEGIATAN/GROUP TAHUN ANGGARAN 2016 DANA DEKON DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP DITJEN PERKEBUNAN, P2HP DAN PSP Posisi : DESEMBER 2016 Sasaran Fisik Sasaran Keuangan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS INDEKS JALAN DAN KARAKTERISTIK SPASIAL KABUPATEN BONE BERBASIS GIS MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 DI SUSUN OLEH :

TUGAS AKHIR ANALISIS INDEKS JALAN DAN KARAKTERISTIK SPASIAL KABUPATEN BONE BERBASIS GIS MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 DI SUSUN OLEH : 1 TUGAS AKHIR ANALISIS INDEKS JALAN DAN KARAKTERISTIK SPASIAL KABUPATEN BONE BERBASIS GIS MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 DI SUSUN OLEH : NUR RAHMAT RAMADHAN D111 13 039 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun 2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun 2009-2012 PADI LADANG PADI SAWAH JAGUNG 2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012 LAROMPONG - - 4

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Sulawesi Selatan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Sulawesi Selatan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Sulawesi Selatan Tahun 2013 sebanyak 980.604 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Sulawesi Selatan Tahun 2013 sebanyak 118 Perusahaan Jumlah

Lebih terperinci

Strategi Pelaksanaan Program Kampung Iklim Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2018

Strategi Pelaksanaan Program Kampung Iklim Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2018 Strategi Pelaksanaan Program Kampung Iklim Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2018 Oleh : Ir. Andi Hasbi, MT Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan POTENSI PROKLIM SULAWESI SELATAN

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERKEBUNAN Jalan Perkebunan No. 7 Makassar Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

DAFTAR PELAKU UMKM PRODUK PERKEBUNAN (DAN BEBERAPA BINAAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SULAWESI SELATAN) SULSEL TA. 2017

DAFTAR PELAKU UMKM PRODUK PERKEBUNAN (DAN BEBERAPA BINAAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SULAWESI SELATAN) SULSEL TA. 2017 DAFTAR PELAKU UMKM PRODUK PERKEBUNAN (DAN BEBERAPA BINAAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SULAWESI SELATAN) SULSEL TA. 2017 No. Nama Pelaku UMKM 1. H. Lacinding - Desa Komba Luwu - Kakao Fermentasi Perkebunan

Lebih terperinci

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-Krpl) Di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-Krpl) Di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-Krpl) Di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan Ir. A h y a r, dkk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua

Lebih terperinci

DATA GAPOKTAN TAHUN 2008

DATA GAPOKTAN TAHUN 2008 DATA GAPOKTAN TAHUN 2008 NO KABUPATEN KECAMATAN DESA NAMA GAPOKTAN 1 BANTAENG BISSAPPU BONTO CINDE SUKA MAJU 2 BANTAENG BISSAPPU BONTO LOE BANGKALA LOE 3 BANTAENG BISSAPPU BONTO RITA BONTO RITA 4 BANTAENG

Lebih terperinci

KEGIATAN PEMBANGUNAN KBS/KBK/ASDG BPTH WILAYAH II OLEH : KEPALA BPTH WILAYAH II 25 JANUARI 2017

KEGIATAN PEMBANGUNAN KBS/KBK/ASDG BPTH WILAYAH II OLEH : KEPALA BPTH WILAYAH II 25 JANUARI 2017 KEGIATAN PEMBANGUNAN KBS/KBK/ASDG BPTH WILAYAH II OLEH : KEPALA BPTH WILAYAH II 25 JANUARI 2017 TARGET PEMBANGUNAN KBS/KBK DAN ASDG (2015-2019) Target Nasional Pembangunan dan Pemeliharaan KBS/KBK/ASDG

Lebih terperinci

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam yang dipimpin oleh Kepala Bidang memiliki tugas pokok melaksanakan perlindungan hutan, konservasi alam,

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam yang dipimpin oleh Kepala Bidang memiliki tugas pokok melaksanakan perlindungan hutan, konservasi alam, Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam yang dipimpin oleh Kepala Bidang memiliki tugas pokok melaksanakan perlindungan hutan, konservasi alam, pengamanan dan penyuluhan kehutanan, penanggulangan kebakaran

Lebih terperinci

ALOKASI KEGIATAN APBD TAHUN ANGGARAN 2013 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

ALOKASI KEGIATAN APBD TAHUN ANGGARAN 2013 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SULAWESI SELATAN ALOKASI KEGIATAN APBD TAHUN ANGGARAN 2013 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PAGU ANGGARAN No Nama Kegiatan Belanja Tidak Belanja REALISASI PENANGGUNG JAWAB Lokasi 1 2 3 4 5 6 7 BELANJA DAERAH

Lebih terperinci

Profil Kabupaten/Kota Statistik Perikanan Budidaya 2014 KATA PENGANTAR

Profil Kabupaten/Kota Statistik Perikanan Budidaya 2014 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Profil Kabupaten/Kota, yang diterbitkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebuah proses pengumpulan data untuk mengetahui Potensi Wilayah suatu kabupaten/kota

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGATURAN RUANG LINGKUP TUGAS INSPEKTUR PEMBANTU WILAYAH I, II, III, DAN IV PADA INSPEKTORAT PROVINSI SULAWESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun BAB I PENDAHULUAN LKPJ Tahun 2011 ini merupakan LKPJ tahun keempat dari pelaksanaan RPJMD Sulawesi Selatan tahun 2008-2013. Berangkat dari keinginan Pemerintah agar Sulawesi Selatan sebagai Provinsi sepuluh

Lebih terperinci

111. KEADAAN UMUM DAERAH PEWELITIAN

111. KEADAAN UMUM DAERAH PEWELITIAN 111. KEADAAN UMUM DAERAH PEWELITIAN 1. Letak dan Luas Daerah Aliran Sungai Bila Walanae merupakan gabungan antara Daerah Aliran Sungai Bila dan Daerah Aliran Sungai Walanae yang merupakan satu kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR: TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH

Lebih terperinci

ABSTRAK NURYA UTAMI. Deliniasi Wilayah Prioritas Penanganan Kekeringan di Lahan Pertanian (Studi Kasus : Sulawesi Selatan)

ABSTRAK NURYA UTAMI. Deliniasi Wilayah Prioritas Penanganan Kekeringan di Lahan Pertanian (Studi Kasus : Sulawesi Selatan) DELINIASII WILAYAH PRIORITAS PENANGANAN KEKERINGAN DI LAHAN PERTANIAN (STUDI KASUS: SULAWESI SELATAN) NURYA UTAMI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan dan Tingkat Perkembangan Wilayah Adanya ketimpangan (disparitas) pembangunan antarwilayah di Indonesia salah satunya ditandai dengan adanya wilayah-wilayah

Lebih terperinci

Laporan Pembayaran Iuran Kehutanan DR Bulan Januari Tahun 2015 BPPHP Wilayah XV Makassar

Laporan Pembayaran Iuran Kehutanan DR Bulan Januari Tahun 2015 BPPHP Wilayah XV Makassar Laporan Iuran Kehutanan DR Bulan Tahun 2015 BPPHP Wilayah XV Makassar No LHP/LP/DKB/LHC SPP DR Realisasi Kekurangan Tagihan Tgl Bank A SULAWESI SELATAN I BANTAENG II BARRU III BONE IV BULUKUMBA V ENREKANG

Lebih terperinci

Vol. Sat. Keu (Rp x 1,000) Keu (Rp x 1,000) Vol Sat. %

Vol. Sat. Keu (Rp x 1,000) Keu (Rp x 1,000) Vol Sat. % LAPORAN KONSOLIDASI PER PROGRAM/KEGIATAN/SUB.KEGIATAN/GROUP TAHUN ANGGARAN 2014 DANA DEKON DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP DITJEN PERKEBUNAN, P2HP DAN PSP Posisi : JUNI 2014 Kode Program / Kegiatan / Output

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dokumen perencanaan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan kewajiban

Lebih terperinci

Metodologi Quick Count

Metodologi Quick Count PRESS RELEASE: QUICK COUNT dan EXIT POLL PEMILIHAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN 22 JANUARI 213 Jl. Lembang Terusan D57, Menteng, Jakarta Pusat Telp. (21) 3919582, Fax (21) 3919528 Website: www.lsi.or.id,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN : DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PANGAN DI SULAWESI SELATAN. Dr.Ir.Nasrullah,MSc.

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN : DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PANGAN DI SULAWESI SELATAN. Dr.Ir.Nasrullah,MSc. LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN : DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PANGAN DI SULAWESI SELATAN Dr.Ir.Nasrullah,MSc., dkk PENDAHULUAN Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan : 57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian dan pembahasan terhadap Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan : 1. Pada periode pengamatan

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik

2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik GAMBARAN UMUM WILAYAH 1 Bab - 2 Gambaran Umum Wilayah 2.1 Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Kabupaten Pinrang merupakan wilayah provinsi Sulawesi Selatan yang secara geografis

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN HUJAN DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK MENGANALISIS TINGKAT PRODUKSI KAKAO (KASUS PROVINSI SULAWESI SELATAN) KHARMILA SARI HARIYANTI

PEWILAYAHAN HUJAN DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK MENGANALISIS TINGKAT PRODUKSI KAKAO (KASUS PROVINSI SULAWESI SELATAN) KHARMILA SARI HARIYANTI i PEWILAYAHAN HUJAN DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK MENGANALISIS TINGKAT PRODUKSI KAKAO (KASUS PROVINSI SULAWESI SELATAN) KHARMILA SARI HARIYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH (EDS) PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2011

LAPORAN ANALISIS HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH (EDS) PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2011 LAPORAN ANALISIS HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH (EDS) PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2011 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP) SULAWESI SELATAN Laporan Hasil Analisis

Lebih terperinci

Statistik Tanaman Holtikultura Kabupaten Pinrang 2016 i i STATISTIK PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN PINRANG 2016 Nomor Publikasi : 73153.006 Katalog BPS : 3311004.7315 Ukuran Buku : 21 x 15 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga PENDAHULUAN Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil beras di luar Pulau Jawa, yang berperan penting dalam upayah pelestarian swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

RUTE TENDER ANGKUTAN DARAT SULAWESI, KALIMANTAN, & MALUKU PERIODE:

RUTE TENDER ANGKUTAN DARAT SULAWESI, KALIMANTAN, & MALUKU PERIODE: TENDER ANGKUTAN DARAT SULAWESI, KALIMANTAN, & MALUKU PT PUPUK KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN I. KALIMANTAN BARAT 1 MANDAU/SIANTAN BENGKAYANG 5.000 2 MANDAU/SIANTAN KAPUAS HULU 5.000 3 MANDAU/SIANTAN KETAPANG

Lebih terperinci

PROVINSI : SULAWESI SELATAN : DINAS PERKEBUNAN PERIODE : 31 DESEMBER Belanja (Rp) Realisasi (Rp) Kode / No. Rekening.

PROVINSI : SULAWESI SELATAN : DINAS PERKEBUNAN PERIODE : 31 DESEMBER Belanja (Rp) Realisasi (Rp) Kode / No. Rekening. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A. 015 LAPORAN REALISASI (FISIK DAN KEUANGAN ) ANGGARAN KINERJA BERDASARKAN KOMPONEN BIAYA BELANJA TIDAK LANGSUNG DAN BELANJA LANGSUNG

Lebih terperinci

PROYEK SAFE WATER DAN SWASH SULAWESI SELATAN

PROYEK SAFE WATER DAN SWASH SULAWESI SELATAN HWTS sebagai bagian dari program WATSAN: SWASH PROYEK SAFE WATER DAN SWASH SULAWESI SELATAN RIENEKE ROLOS Presentasi Perkenalan singkat mengenai SWASH Perkenalan singkat mengenai o SWS Pengalaman SWASH

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Sulawesi Selatan Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Sulawesi Selatan Agustus 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN Keadaan Ketenagakerjaan Sulawesi Selatan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,61 persen Jumlah angkatan kerja pada sebanyak 3.812.358 orang, berkurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam adalah kegiatan agro-industri dengan hasil kokon atau benang sutera, terdiri dari kegiatan budidaya tanaman

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Sungguminasa, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kab. Gowa. Joni Matasik, SE

Sekapur Sirih. Sungguminasa, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kab. Gowa. Joni Matasik, SE Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Sulawesi Selatan No. 31/05/Th., 24 Mei 2017 BERTA RESM STATSTK BADAN PUSAT STATSTK PROVNS SULAWES SELATAN Hasil Pendaftaran (Listing)

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A. 2016 LAPORAN REALISASI (FISIK DAN KEUANGAN ) ANGGARAN KINERJA BERDASARKAN KOMPONEN BIAYA BELANJA TIDAK LANGSUNG DAN BELANJA LANGSUNG

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 56 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kabupaten Soppeng Letak geografis Kabupaten Soppeng berada pada titik koordinat 4 0 06 00-4 0 32 00 LS dan 119 0 47 18-120 0 06 13 BT. Secara administasi

Lebih terperinci