PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A"

Transkripsi

1 PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO. Pengaruh Pemupukan Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu (Saccharum officinarum L.) (Dibimbing oleh SUWARTO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan Nitrogen dan Fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tebu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2009 sampai Agustus 2009 yang berlokasi di Rayon II Afdeling 7 Kebun Bungamayang PTPN VII (Persero) Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara. Penelitian ini menggunakan bahan tanaman tebu varietas Kidang Kencana (BM 9605) yang sudah ditanam sejak bulan Agustus Model rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang digunakan terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah taraf pemupukan Nitrogen yang terdiri atas 90, 135, 180, dan 225 kg N/ha. Faktor kedua adalah taraf pemupukan Fosfor yang terdiri atas 36, 72, 108, dan 144 kg P/ha. Tiap petak percobaan dipupuk K 2 O dengan dosis 270 kg/ha. Percobaan terdiri atas 16 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 10 juring dengan jarak pusat ke pusat (pkp) 1.3 m dan setiap juring ditanam 90 stek. Setiap satuan percobaan terdiri dari 3 rumpun contoh yang diamati. Variabel-variabel yang diamati terdiri atas jumlah anakan per rumpun, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, jumlah daun per tanaman, jumlah tanaman per juring, bobot kering organ tanaman, rendemen, jumlah tanaman dipanen per juring, luas daun spesifik, analisis hara tanaman, peubah parameter tanah dan analisis hara tanah. Aplikasi pemupukan Nitrogen berpengaruh terhadap beberapa parameter pengamatan seperti meningkatnya tinggi batang, jumlah tanaman per juring, diameter batang bagian tengah dan bawah. Pemupukan N 225 kg/ha pada 1 BST menghasilkan bobot kering daun tertinggi, kemudian pada 10 BST juga menghasilkan jumlah tanaman per juring tertinggi. Selain itu, pada 11 BST perlakuan tersebut menghasilkan diameter bawah terbesar jika dibandingkan

3 dengan perlakuan lainnya. Pada pemupukan N 180 kg/ha saat 4 BST menghasilkan tinggi batang tertinggi yaitu sebesar cm. Kemudian pada 7 BST juga menghasilkan jumlah tanaman per juring tertinggi, selain itu saat 6 BST diameter tengah tertinggi sebesar cm. Pemupukan Fosfor hanya menunjukkan pengaruh terhadap parameter bobot kering daun dan jumlah tanaman per juring. Pemupukan Fosfor 108 dan 72 kg/ha menghasilkan BK daun tertinggi, sedangkan jumlah tanaman per juring tertinggi terdapat pada pemupukan 144 kg P/ha. Kombinasi perlakuan 225 kg N/ha dan 72 kg P/ha menghasilkan tinggi batang dan jumlah ruas tertinggi berturut-turut sebesar 0.61 g/tanaman dan ruas/tanaman. Selain itu, kombinasi perlakuan 225 kg N/ha dan 108 kg P/ha menghasilkan bobot kering daun tertinggi. Peubah produksi tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk N dan P, serta interaksi keduanya. Rendemen rata-rata tebu sebesar 8.3 % dan rata-rata jumlah tanaman dipanen per juring sebesar batang. Produksi tebu yang dihasilkan sebesar 83.2 ton/ha dengan jumlah hablur kg/ha.

4 PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

5 Judul Nama NRP : PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) : Rifka Ernawan Ikhtiyanto : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Suwarto, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP Tanggal Lulus :...

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Kebonharjo, Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal Jawa Tengah pada tanggal 19 Desember Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Moch.Ichsan (alm) dan Ibu Hj. Istianah. Pada tahun 1999 penulis lulus dari SD Kebonharjo 2, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 2 Kendal. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kendal pada tahun Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian dengan kompetensi minor bidang Agroforestry Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan. Selama di IPB, penulis menjadi anggota UKM Panahan, kemudian aktif dalam organisasi BEM Fakultas Pertanian sebagai Ketua Departemen Pertanian Tahun 2008 serta menjadi koordinator dalam kegiatan Bina Desa BEM Faperta hingga tahun Kepanitiaan yang pernah diikuti adalah Masa Perkenalan Fakultas Pertanian Saung Tani Tahun 2007 sebagai koordinator Komdis, Seminar Pertanian Nasional Tahun 2007 sebagai koordinator Humas dan Dana Usaha. Selain aktif di organisasi dan kepanitiaan, penulis juga mengikuti beberapa seminar seperti Seminar Pertanian Nasional BEM Faperta Tahun 2007 dan 2008, Pelatihan Pembuatan jamur tiram, embedding, dan nata de coco Himabio 2006, Semiloka Nasional membahas tentang pertanian organik yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Tahun 2008.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pengaruh Pemupukan Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu (Saccharum officinarum L.) sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir Suwarto, M.Si selaku dosen pembimbing yang memberikan bimbingan serta arahan selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir Roedhy Poerwanto, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas saran, arahan dan bimbingannya tentang kegiatan akademik penulis. 3. Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M.Agr dan Dwi Guntoro, S.P. M.Si, selaku dosen penguji yang memberkan kritik dan saran penyusunan skripsi. 4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia (P3GI) yang telah mendanai penelitian ini. 5. Ir. Rozi Hermawan selaku Sinder Kepala Litbang Unit Usaha Bungamayang PTPN VII (Persero) dan Ir. Maria beserta staf (Pak Asep, Pak Asman dan Pak Tukidi) atas bantuan dan sarannya selama penulis melakukan penelitian 6. Ibu Dyah Setyorini, peneliti dari Balai Penelitian Tanah Bogor yang telah membantu dalam analisis organ tanaman dan tanah 7. Ibu, kakak, segenap keluarga, sahabat, penghuni wisma Evergreen, Fokma Bahurekso Kendal, BEM A 07 dan 08 serta semua warga AGH 42, 43 dan 44 yang telah memberikan motivasi baik moral maupun spiritual kepada penulis Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi yang memerlukan. Bogor, November 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tanaman Tebu... 3 Peranan Nitrogen bagi Tanaman... 6 Peranan Fosfor bagi Tanaman... 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Penelitian Pengamatan Pelaksanaan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pupuk Nitrogen Pengaruh Pupuk Fosfor Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Fosfor KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi viii ix

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu Tabel 2. Tinggi Batang pada Pengaruh Pupuk N pada 4 BST Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun, Tinggi Batang dan Jumlah Anakan per Rumpun Tebu umur 1-11 BST Tabel 4. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Tinggi Batang pada 11 BST Tabel 5. Jumlah Tanaman per Juring pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Dosis Pupuk Fosfor Tabel 6. Rata-rata SLA pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Tabel 7. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, dan Daun (g) Tanaman Tebu umur 1-11 BST Tabel 8. Bobot Kering Daun pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Tabel 9. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Bobot Kering Daun pada Umur 1 BST Tabel 10. Rata-rata Jumlah Ruas Tanaman Tebu (ruas/tanaman) umur 7-11 BST Tabel 11. Jumlah Ruas pada Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada 11 BST Tabel 12. Diameter Tengah dan Diameter Bawah pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen Tabel 13. Rata-rata Diameter Batang Tebu (cm) Bagian Atas, Tengah dan Bawah pada Berbagai Umur Tabel 14. Rata-rata Rendemen pada Perlakuan Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada 9-11 BST Tabel 15. Rata-rata Jumlah Tanaman Dipanen per Juring pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen... 32

10 16. Tabel 16. Rata-rata Bobot Tebu (Produksi) pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Tabel 17. Rata-rata Hablur pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Tabel 18. Kandungan Hara N Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) Tabel 19. Kandungan Hara N Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Tabel 20. Kandungan Hara N Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Tabel 21. Efisiensi Serapan N (%) pada Organ Tanaman Tebu Tabel 22. Efisiensi Penggunaan N pada Organ Tanaman Tebu saat Berumur 6 BST Tabel 23. Kandungan Hara P Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) Tabel 24. Kandungan Hara P Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Tabel 25. Kandungan Hara P Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Tabel 26. Efisiensi Serapan P (%) pada Organ Tanaman Tebu Tabel 27. Efisiensi Penggunaan P pada Organ Tanaman Tebu saat Berumur 6 BST Tabel 28. Kandungan Hara K Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST)... 40

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Gambar 1. Fase-fase perkembangan tanaman Tebu Gambar 2. (a) Fase perkecambahan tanaman tebu, (b) Fase pembentukan anakan Gambar 3. (a) Fase pertumbuhan cepat (b) Fase pemasakan dan pematangan Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tebu Umur 3-11 BST Gambar 5. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk N Gambar 6. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk P Gambar 7. Perkembangan Bobot Kering Organ Tanaman Tebu Gambar 8. Pertumbuhan Diameter Batang Bagian Atas, Tengah, dan Bawah Gambar 9. Rata-rata Efisiensi Serapan N pada Organ Tanaman Tebu saat 1, 3, dan 6 BST Gambar 10. Rata-rata Efisiensi Serapan P pada Organ Tanaman Tebu saat 1, 3, dan 6 BST Gambar 11. Reaksi Pembentukan Sukrosa... 43

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Lampiran 2. Denah Penelitian Lampiran 3. Gambar Persiapan Lahan dan Penanaman Lampiran 4. Gambar Pemeliharaan dan Panen Tebu Lampiran 5. Gambar Kegiatan Pengamatan Percobaan Pemupukan Tebu Lampiran 6. Analisa Kemasakan Lampiran 7. Waktu Pengamatan Penelitian Lampiran 8. Hasil Analisa Tanah (Balai Penelitian Tanah) Lampiran 9. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah Menurut Balai Penelitian Tanah (1983) Lampiran 10. Data Klimatologi Lampiran 11. Pengamatan Penggerek Batang / Pucuk Early Warning System (EWS) Lampiran 12. Batas Antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara Berdasarkan Analisis Tanaman Tebu Lampiran 13. Produksi Varietas Kebun Tahun Giling 2008/2009 Tebu Sendiri (TS) dan Tebu Rakyat (TR)... 67

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal gula, biasanya gula dikonsumsi sebagai pemanis dalam minuman kopi, teh, atau digunakan untuk penyedap rasa masakan. Pada skala industri, gula dapat dimanfaatkan sebagai bahan pemanis baik dalam bentuk gula konsumsi maupun gula rafinasi yang akan diolah menjadi berbagai produk makanan. Wakil sekjen IKAGI (Ikatan Ahli Gula Indonesia) menyatakan bahwa hingga akhir September 2008, produksi gula berbahan baku tebu di Indonesia mencapai 2.29 juta ton. Tahun 2008, produksi gula diperkirakan mencapai 2.78 juta ton atau melampaui kebutuhan gula nasional (konsumsi) sebanyak 2.70 juta ton, hasil ini lebih tinggi dibandingkan produksi gula tahun 2007 yang hanya 1.83 juta ton. Hasil perkiraan tersebut diproduksi dari juta ton tebu di atas lahan seluas hektar dan setiap hektar lahan rata-rata menghasilkan 6.19 ton gula. Apabila jumlah tersebut terlampaui, maka swasembada gula di Indonesia akan terwujud pada tahun 2009 (Kompas, 2008). Proyeksi naiknya produksi tebu tahun 2008 merupakan imbas dari membaiknya harga gula sepanjang tahun 2005 hingga Dalam kondisi seperti itu, petani akan lebih termotivasi untuk memperluas lahan dan meningkatkan produksi (Kompas, 2008). Tingginya produksi tahun 2008 belum menjamin peningkatan hasil pada tahun 2009 karena tahun 2009 harga gula lokal terpuruk setelah beredarnya gula rafinasi di tingkat konsumen. Sehingga ada persaingan harga antara gula konsumsi dan gula rafinasi. Permasalahan lain yang mampu mengancam penurunan produksi tebu adalah adanya kelangkaan pupuk. Krisis global menyebabkan harga bahan dasar pupuk di tingkat internasional meningkat. Akibatnya, ketersediaan pupuk di pasar terbatas dan harganya meningkat luar biasa. Pada komoditas tebu, kenaikan harga pupuk tersebut melemahkan daya saing karena pemerintah memberlakukan kebijakan pengendalian harga gula domestik. Akibatnya pupuk di pasaran yang jumlahnya terbatas tersebut lebih banyak tersedot ke komoditas pertanian non tebu karena petaninya mempunyai daya beli pupuk yang lebih kuat. Sementara itu,

14 upaya industri gula untuk membantu petani dalam pengadaan pupuk juga terkendala karena terjadinya kelangkaan pupuk. Apabila masalah tersebut tidak segera diatasi program swasembada gula terancam gagal karena sebagian besar tebu masa tanam 2008/2009 tidak dapat dipupuk, sehingga produktivitasnya dapat menurun (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia, 2008). Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan semusim yang di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan seperti halnya padi, jagung, bambu dan lain-lain. Selama ini di kalangan petani tebu ada kecenderungan penggunaan dosis aplikasi pupuk yang berlebihan untuk meningkatkan bobot. Di lain pihak, di perusahaan perkebunan tebu dosis aplikasi pupuk cenderung sama rata untuk semua kondisi lahan yang beragam. Dengan terjadinya kelangkaan dan mahalnya pupuk maka aplikasi dosis pemupukan perlu dirasionalisasi sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tebu sehingga mampu mengefisiensikan biaya produksi. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh pupuk Nitrogen dan Fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tebu. Hipotesis 1. Semakin tinggi pemupukan Nitrogen, semakin tinggi pertumbuhan dan produksi tanaman tebu. 2. Semakin tinggi pemupukan Fosfor, semakin tinggi pertumbuhan dan produksi tanaman tebu. 3. Terdapat pengaruh interaksi perlakuan pemupukan Nitrogen dan Fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tebu.

15 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu Tebu termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae dan ordo Glumamaceae. Saccharum officinarum adalah jenis yang paling banyak dikembangkan dan dibudidayakan karena kandungan sukrosa yang tinggi dan seratnya rendah (Wikipedia, 2006). Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang dengan daerah penyebaran antara 35ºLS dan 39ºLU. Namun umumnya tanaman tebu tumbuh baik di daerah beriklim tropis. Tebu memerlukan suhu tertentu, yaitu ºC dengan kelembaban nisbi % untuk menghasilkan sukrosa yang tinggi. Di daerah tropik yang bersuhu tinggi, altitude menjadi pembatas kemungkinan pengembangan pengusahaan tebu. Sebagai perbandingan, umur tanaman tebu memerlukan 12 bulan, sedangkan pada ketinggian m dpl memerlukan waktu 24 bulan (Sudiatso, 1999). Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air. Sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen, dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti (Sudiatso, 1980). Kemasakan batang memerlukan kondisi cuaca kering, suhu rendah, dan kelaparan Nitrogen (Sudiatso, 1999). Tebu dapat ditanam pada berbagai tipe tanah, tetapi tanah berat biasanya lebih dikehendaki. Tanaman tebu menghendaki tanah yang mempunyai tekstur tanah sedang pada lapisan permukaan dan sub-soilnya porous agak lebih halus untuk menghindari intensifnya pencucian dan dapat menahan air, sehingga mempermudah pengelolaan dan pertumbuhan tanaman tebu. Tanaman ini membutuhkan banyak nutrisi dan memerlukan tanah subur (Sudiatso, 1999). Pada tanah yang ph-nya kurang dari 5.5, merugikan perkembangan akar tanaman tebu. Dalam keadaan tersebut, akar rambut yang berfungsi menyerap air dan larutan hara tidak aktif berfungsi. Tanah demikian memerlukan pemberian kapur. Tanah kapur yang cenderung alkalis (ph ) kurang menguntungkan

16 bagi pertumbuhan tanaman tebu. Kondisi tanah demikian akan menghambat penyerapan hara oleh akar tanaman tebu (Sudiatso, 1999). Tanaman tebu termasuk golongan tumbuhan C 4 yang cukup efisien menggunakan CO 2 untuk menyusun 1 bagian berat bahan kering memerlukan 250 bagian berat air yang diperlukan untuk membentuk bahan kering sebagai 219 : 1 untuk air efektif, atau 366 : 1 untuk total air (Sudiatso, 1999). Perkembangan Tanaman Tebu Kuyper (1952) dalam Wikipedia (2006) membedakan empat fase pertumbuhan penting pada tanaman tebu yaitu fase perkecambahan (germination phase), fase pembentukan anakan (tillering formative phase), fase pertumbuhan utama (grand growth phase) dan fase masak dan matang (maturity and ripening phase) seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Fase-fase Perkembangan Tanaman Tebu (Wikipedia, 2006) Fase perkecambahan (germination phase) adalah dari saat tanam sampai terjadinya perkecambahan tunas secara lengkap (Gambar 2a.). Pada kondisi lapang perkecambahan akan mulai pada umur 7 10 hari setelah tanam (HST) dan biasanya berakhir pada HST. Suhu optimum untuk muncul tunas adalah 28 o - 30 o C. Suhu dasar untuk berkecambah adalah sekitar 12 o C. Kondisi yang hangat dan lembab menjamin terjadinya perkecambahan yang cepat. Fase pembentukan anakan (tillering phase), seperti Gambar 2b., dimulai pada sekitar umur 40 HST dan dapat berakhir hingga 120 HST. Pembentukan

17 anakan menghasilkan tanaman dengan batang yang cukup untuk hasil yang tinggi. Suhu optimum untuk pembentukan anakan adalah sekitar 30 o C, suhuu di bawah 20 o C akan menghambat pembentukan anakan. Anakan yang terbentuk lebih awal akan menghasilkan tebu dengan batang lebih tebal dan berat. Anakan yang terbentuk lebih akhir akan mati atau menjadi pendek dan tidak matang. Populasi anakan maksimum tercapai pada sekitar HST. Selanjutnya, pada umur antara HST paling tidak 50 % anakan mati dan mencapai populasi yang stabil (steady phase). Dari 6 8 anakan, biasanya hanya yang menjadi tebu yang dapat dipanen. a b Gambar 2. Fase Awal Pertumbuhan Tanaman Tebu. (a) Fase Perkecambahan, (b) Fase Pembentukan Anakan Fase pertumbuhan cepat (grand growth phase), Gambar 3a., dimulai pada 120 HST dan berakhir hingga 270 HST untuk tebu berumur 12 bulan. Selama awal pada periode fase ini terjadi pemantapan jumlah anakan (fase steady). Dari seluruh anakan yang dihasilkan, hanya % yang akan berlangsung hidup hingga umur 150 HST membentuk batang tebu yang dapat digilingg (millable cane). Pada fase ini terjadi pembentukan dan pemanjangan batang yang menentukan produksi. Pembentukan daun berlangsung terus menerus secara cepat dengan indeks luas daun hingga mencapai 6 7. Pada kondisi yang cocok batang tumbuh secara cepat, hampir 4 5 ruas per bulan. Irigasi tetes, pemupukan, kondisi hangat dan lembab, kondisi matahari cerah akan memacu perpanjangan

18 batang lebih baik. Stres air akan mengurangi panjang ruas. Suhu sekitar 30 o C dengan kelambaban sekitar 80% sangat kondusif untuk pertumbuhan yang baik. Fase pemasakan dan pematangan (ripening and maturity phase), seperti Gambar 3b., untuk tebu berumur 12 bulan akan berlangsung dari 270 HST sampai 360 HST. Pembentukan dan akumulasi gula secara cepat terjadi pada fase ini, sebaliknya pertumbuhan vegetatif berkurang. Saat mencapai masak, gula-gula sederhana (monosakarida seperti fruktosa dan glukosa) dikonversi ke dalam gula tebu (sukrosa, disakarida). Tebu masak dimulai dari batang bagian bawah ke atas sehingga batang bagian bawah mengandung kadar gula lebih tinggi dari bagian atas. a b Gambar 3. Fase Pertumbuhan Utama. (a) Fase pertumbuhan cepat (b) Fase pemasakan dan pematangan Peranan Nitrogen bagi Tanaman Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah paling besar dibandingkan dengan unsur hara yang lainnya. Secara umum kandungan Nitrogen dalam tanaman sebesar 1-5% bobot. Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat (NO 3- ) dan ammonium (NH 4+ ). Preferensi tanaman terhadap nitrit atau ammonium ditentukan oleh umur, jenis tanaman, lingkungan dan faktor lain. Tanaman sereal, jagung, kentang, gula bit, dan nenas mengggunakan kedua bentuk ini. Tomat, seledri dan tembakau tumbuh dengan baik ketika tersedia NO 3- (Tisdale et al., 1985).

19 Nitrogen lebih mudah menjadi faktor pembatas dibandingkan dengan Fosfor dan Kalium. Hal ini disebabkan nitrat sangat larut dalam air, sehingga dapat menghilang dari sekitar perakaran karena pencucian. Selain itu, kehilangan terbesar dari tanah disebabkan terangkut tanaman waktu panen (Soepardi, 1983). Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa bernitrogen, protein, dan nukleoprotein. Nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pada pembentukan tunas, atau perkembangan batang dan daun (Novizan, 2003). Suplai N yang cukup ditunjukkan dengan adanya aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang vigor, dan warna daun yang hijau tua (Tisdale et al., 1985). Tumbuhan yang terlalu banyak mendapatkan N biasanya mempunyai daun yang berwarna hijau tua dan lebat dengan sistem akar yang kerdil sehingga nisbah tajuk dan akar tinggi. Hal ini diduga karena terjadinya penurunan jumlah gula yang tersedia untuk ditranslokasikan ke akar (Salisbury dan Ross, 1995). Menurut Novizan (2003), defisiensi Nitrogen menyebabkan tanaman tumbuh lambat dan kerdil. Daunnya berwarna hijau muda. Sementara itu, daundaun yang lebih tua menguning dan akhirnya mengering. Di dalam tubuh tanaman, N bersifat mobil sehingga jika terjadi kekurangan N pada bagian pucuk, Nitrogen yang tersimpan pada daun tua akan dipindahkan ke organ yang lebih muda. Dengan demikian, pada daun-daun yang lebih tua gejala kekurangan Nitrogen akan terlihat lebih awal. Menurut Sundara (1998) Nitrogen merupakan unsur hara utama yang mempengaruhi hasil dan kualitas tebu. Hal ini dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif, yaitu pembentukan tunas, pembentukan daun, pertumbuhan batang (pembentukan ruas, pemanjangan ruas, peningkatan ketebalan batang dan bobot batang) dan pertumbuhan akar. Pertumbuhan vegetatif secara langsung berkaitan dengan hasil tebu, sehingga Nitrogen sangat penting untuk meningkatkan produksi. Kekurangan Nitrogen menyebabkan daun pucat, penuaan pada daun pertama, batang pendek dan kurus, akar menjadi panjang tetapi berukuran lebih

20 kecil. Kelebihan N juga berbahaya bagi tanaman tebu karena dapat memperpanjang pertumbuhan vegetatif, penundaan kedewasaan dan pematangan, menurunkan kadar gula dalam nira dan dengan demikian menurunkan kemurnian nira. Selain itu, tanaman tebu menjadi sukulen dan rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Peranan Fosfor bagi Tanaman Fosfor (P) merupakan unsur tanaman hara mikro yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfor berperan dalam macammacam metabolisme utama seperti karbohidrat, protein dan lemak (Ashari, 1995). Fosfor merupakan penyusun dari senyawa-senyawa tanaman seperti enzim dan protein serta komponen struktural dari phosphoprotein, phospholipid, dan nukleotida yang merupakan bahan pembentuk RNA dan DNA. Fosfor juga dilibatkan dalam transpor elektron dalam reaksi oksidasi-reduksi. Selain itu Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat, koenzim NAD (Nicotinamide Dinucleotida), dan nikotinamide dinukleotida phosphate (NADP) yang berperan dalam proses fotosintesis. Fosfor sebagai penyimpan energi pada metabolisme tanaman melalui transformasi ADP ke ATP dan juga berperan dalam formasi dan translokasi dari substrat seperti gula dan pati (Gardner, 1991). Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998), kekurangan Fosfor menyebabkan perakaran tidak berkembang dengan baik, pertumbuhan tanaman terhambat, dan daun tua cepat rontok karena Fosfor dalam tanaman bersifat mobil dan bergerak dari daun tua ke daun muda. Menurut Sundara (1998) perkembangan tebu secara normal sangat tergantung pada ketersediaan fosfat terlarut dalam bentuk yang dapat diserap tanaman di dalam tanah. Kebutuhan tanaman akan unsur Fosfor relatif lebih rendah dari unsur N dan K. Namun, Fosfor berperan penting dalam produksi tebu. Fosfor diperlukan untuk pembentukan protein. Selain itu, Fosfor berperan dalam dalam pembelahan sel, merangsang pertumbuhan akar, diperlukan dalam proses metabolisme dan fotosintesis tanaman. Gula dapat diperoleh dari penguraian pati atau lemak di organ penyimpanan saat perkembangan kecambah, atau dari hasil fotosintesis (Salisbury dan Ross, 1995).

21 Fosfor juga berinteraksi dengan unsur Nitrogen yang mempengaruhi pemasakan (PT Perkebunan Nusantara VII, 1997). Fosfor banyak ditemukan dalam bagian-bagian tumbuhan yang memiliki aktivitas fisiologi yang besar. Kekurangan Fosfor menyebabkan pembentukan tunas berkurang, penundaan pembentukan kanopi yang menyebabkan gulma tumbuh lebih cepat, mengurangi panjang tangkai, daun tumbuh berdekatan, dan daun muncul warna hijau-ungu pada daun kelebihan residu Fosfor di dalam tanah dapat menimbulkan masalah karena dapat mengganggu penyerapan unsur hara.

22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari Agustus 2009, bertempat di Rayon II Afdeling 7 Kebun Bungamayang PTPN VII Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tebu yang sudah ditanam sejak bulan Agustus 2008 yang umurnya 5 bulan. Varietas tebu yang digunakan adalah BM 9605 (Kidang Kencana) dengan kategori masak awal tengah dengan deskripsi seperti pada Lampiran 1. Metode Penelitian Penelitian menggunakan percobaan faktorial dengan dasar Rancangan Acak Kelompok yang terdiri 2 faktor, yaitu pemupukan Nitrogen dan Fosfor. Pupuk Nitrogen (N) dengan 4 taraf yaitu N1 = 90 kg/ha setara 200 kg Urea/ha, N2 = 135 kg/ha setara 300 kg Urea/ha, N3 = 180 kg/ha setara 400 kg Urea/ha, N4= 225 kg/ha setara 500 kg Urea/ha, dan pupuk Fosfor (P) dengan 4 taraf yaitu P1 = 36 kg/ha setara 80 kg TSP/ha, P2 = 72 kg/ha setara 160 kg TSP/ha, P3 = 108 kg/ha setara 240 kg TSP/ha, P4 = 144 kg/ha setara 320 kg TSP/ha. Petak percobaan berukuran 10 juring x 15 m dengan jarak pusat ke pusat (pkp) 1.3 m. Tata letak percobaan lapangan tertera pada Lampiran 2. Tiap petak percobaan dipupuk K 2 O dengan dosis 270 kg/ha. Total kombinasi perlakuan adalah 4 x 4 = 16 perlakuan. Tiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 3 x 16 = 48 petak percobaan. Ukuran tiap petak percobaan adalah 15 m x 10 m = 150 m 2 atau total lahan efektif = m 2 untuk seluruh petak percobaan. Selain perlakuan pupuk N dan P, tiap petak percobaan memperoleh perlakuan yang sama. Pengolahan tanah, penanaman dan pemeliharaan tanaman (Lampiran 3 dan 4) disesuaikan dengan kebiasaan di wilayah percobaan untuk tebu lahan kering. Pengairan mengandalkan curah hujan setempat dengan suplementary irigation sekedarnya; gulma dikendalikan secara

23 bersih; hama penyakit dikendalikan sesuai keperluan. Model statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Y ijk = µ + A i + B j + Kk + (AB) ij + ε ijk i = 0,2,3,4 j = 0,1,2,3,4 k = 1,2,3 Y ij = nilai pengamatan dari ulangan ke-k pada pemupukan N ke-i dan pemupukan P ke-j µ = nilai rata-rata A i B j Kk = pengaruh pemupukan N taraf ke-i = pengaruh pemupukan P taraf ke-j = pengaruh dari kelompok ke-k (AB) ij = pengaruh interaksi taraf pemupukan N ke-i dan tara pemupukan P ke-j ε ij = pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-k yang memperoleh pemupukan N taraf ke-i dan pemupukan P taraf ke-j Untuk mengetahui pengaruh maka digunakan uji F pada α = 5%. Bila terdapat pengaruh nyata dari perlakuan terhadap peubah yang diamati, maka setiap taraf perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji lanjut DMRT pada taraf kesalahan 5%. Pengamatan Peubah dan parameter pertumbuhan tanaman tebu yang diukur meliputi jumlah anakan per rumpun, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, jumlah daun per tanaman, jumlah tanaman per juring, bobot basah dan bobot kering organ tanaman (akar, batang, dan daun), bilangan brix, rendemen tebu, luas daun spesifik (spesific leaf area = Sla). Beberapa gambar pengamatan dalam penelitian disampaikan pada Lampiran 5. (1) Jumlah anakan per rumpun Jumlah anakan per rumpun dihitung pada umur 3, 4, 5, dan 6 BST. Pengamatan dilakukan pada rumpun contoh yang telah ditetapkan, dengan menghitung jumlah anakan yang muncul dari tanaman induk, tanaman induk tidak ikut dihitung. Tiap petak percobaan diambil 3 rumpun contoh.

24 (2) Tinggi batang Tinggi batang diukur pada 3 rumpun contoh yang telah ditetapkan dengan mengukur tinggi batang tanaman induk dari permukaan tanah sampai cincin teratas. Pengukuran dilakukan tiap bulan dari saat berumur 3 BST sampai panen. (3) Diamater batang Diameter batang diukur tiap bulan dari saat umur 6 BST sampai panen. Diameter batang diukur pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah (bagian b), pada bagian tengah batang (bagian t), dan pada 10 cm dari ujung batang (bagian a). Tanaman contoh yang diukur sama dengan pada pengukuran tinggi batang, tiap petak percobaan diukur 3 rumpun contoh. (4) Jumlah ruas Ruas batang dihitung bersamaan dengan pengukuran diameter batang. Ruas dihitung mulai dari atas permukaan tanah sampai daun terbawah. Tanaman contoh yang diukur sama dengan pada pengukuran tinggi batang, tiap petak percobaan diukur 3 rumpun contoh. (5) Jumlah daun per tanaman Dihitung pada tanaman induk yang terdapat di rumpun contoh. Rumpun contoh yang diamati sama dengan untuk peubah sebelumnya, tiap petak 3 rumpun contoh. Jumlah daun ditentukan dengan menghitung daun yang telah membuka sempurna (dan masih hijau) sampai cincin teratas, daun pucuk yang masih belum membuka dihitung sebagai 1 helai. Penghitungan dilakukan tiap bulan pada umur 3 BST sampai panen. (6) Jumlah tanaman per juring Jumlah tanaman atau batang dihitung tiap bulan dimulai sejak fase emergence sampai panen. Tiap petak percobaan diambil 3 juring contoh untuk dihitung yaitu juring 4, 5, dan 6. Penghitungan dilakukan tiap bulan mulai dari umur 3 BST sampai panen. (7) Bobot basah (BB) dan bobot kering (BK) organ tanaman Bagian-bagian atau organ vegetatif tanaman tebu yang terdiri atas akar, batang, dan daun diukur pada tiap fase pertumbuhan (fase emergence, fase anakan maksimum, fase steady, fase diameter maks, dan fase matang). Pada tiap

25 petak percobaan diambil 1 rumpun tanaman tebu di juring ke-3 untuk contoh destruktif. Langkah-langkah pengukuran adalah sebagai berikut: - Rumpun untuk contoh destruktif adalah yang terdapat pada juring ke-3. - Jumlah tanaman pada rumpun contoh yang akan dibongkar tersebut dihitung. - Rumpun contoh dibongkar beserta seluruh akar-akarnya, selanjutnya akar dicuci bersih dari tanah yang menempel. - Rumpun contoh dipisahkan menjadi akar, daun, dan batang; bagian daun yang dikumpulkan adalah seluruh helaian daun (tidak termasuk pelepah) baik yang hijau maupun yang telah kering; bagian batang termasuk pelepah/seludang daun (sisa batang bekas bibit dibuang, tidak dimasukkan dalam perhitungan). - Seluruh bagian akar (BbA-tot), seluruh bagian batang (BbB-tot), dan seluruh bagian daun (BbD-tot) ditimbang bobot basahnya. - Sebagian dari akar tersebut diambil sebagai sampel akar dan ditimbang bobot basahnya (BbA-sample). - Sebagian dari batang (yang mewakili bagian pangkal, tengah, dan ujung batang) diambil sebagai sampel batang dan ditimbang bobot basahnya (BbBsample). - Sebagian dari daun yang mewakili daun pada batang bagian bawah, tengah, dan atas diambil sebagai sampel daun dan ditimbang bobot basahnya (sebagai BbD-sample). - Bagian akar, daun dan batang tersebut dipotong-potong menjadi berukuran kecil-kecil, selanjutnya masukkan tiap bagian tanaman (akar, daun, dan batang) pada kantong kertas semen. - Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan oven bersuhu 80 o C selama 3 hari x 24 jam. - Setelah waktu tersebut bagian tanaman beserta kantong dikeluarkan dari oven, lalu dinginkan (sebaiknya dalam desikator bila tersedia) dan ditimbang bobot keringnya. - Hasil penimbangan bobot kering akar (BkA-sample), bobot kering batang (BkB-sample), dan bobot kering daun (BkD-sample) dimasukkan pada lembar pengamatan yang tersedia.

26 (8) Bilangan Brix Pengukuran bilangan brix pada bagian pangkal, tengah, dan ujung batang dilakukan tiap minggu sejak tanaman memasuki fase diameter maksimum sampai panen. Pada tiap petak percobaan dilakukan pengukuran 3 tanaman contoh. Tanaman contoh ini merupakan tanaman yang sama untuk pengukuran peubah tinggi batang, diameter batang, dan jumlah daun. (9) Penentuan kandungan gula Kandungan gula pada batang tebu atau rendemen ditentukan tiap minggu sejak tanaman memasuki fase diameter maksimum sampai fase panen dengan menggiling tebu contoh. Dari tiap petak percobaan diambil 3 tanaman contoh untuk digiling. (10) Luas daun spesifik (SLA) Parameter ini akan diukur pada tiap fase pertumbuhan. Contoh luasan daun (L) diambil dari daun bagian bawah, tengah, dan atas; kemudian daun tersebut dioven untuk mengetahui bobot keringnya (BK_daun). Nilai Sla dihitung sebagai nisbah antara luasan daun yang dioven dan bobot bahan keringnya; Sla = L/ BK_daun, satuannya cm 2 g -1 atau dikonversikan menjadi ha kg -1. Pengukuran dilakukan bersamaan dengan pengukuran bobot basah dan bobot kering organ. (11) Analisis hara tanaman Data hasil analisis hara tanaman (N dan P) diperoleh dengan melakukan analisis kandungan hara tersebut pada organ batang, daun, dan akar secara periodik. Analisis kandungan hara dilakukan pada fase anakan maksimum dan saat panen. (12) Analisis Tanah Berbagai peubah dan parameter yang menggambarkan keadaan fisik tanah yang diamati adalah bobot jenis tanah, kadar air kapasitas lapang, kadar air titik layu permanen, dan kadar air tanah. Keadaan kimia tanah juga diperlukan untuk mengetahui tingkat kesuburan dan kesesuainnya bagi tanaman tebu.

27 (13) Analisis Serapan Hara Analisis serapan merpakan salah satu parameter yang digunakan untuk menunjukkan seberapa besar unsur hara dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman. Nilai efisiensi serapan hara dihitung dengan rumus sebagai berikut : Efisiensi Serapan Hara (%)= C/[G+Kandungan hara dalam pupuk (g)] x 100% C = Hara yang diserap tanaman (g) = A x B A = Kandungan hara organ tanaman (%) B = Bobot kering organ (g) G = Hara yang diserap tanah (g) = E x F E = Hara tanah (%) F = Bobot tanah (g) (14) Analisis Efisiensi Penggunaan Hara Analisis efisiensi penggunaan hara menunjukkan keseimbangan relatif antara jumlah pupuk diambil dan digunakan oleh tanaman dengan jumlah pupuk yang hilang (Nielsen, 2006). Untuk unsur Nitrogen dapat diistilahkan dengan NUE (Nitrogen Uptake Efficiency) dan unsur Fosfor (Phospor Uptake Efficiency). NUE dan PUE dihitung dengan rumus sebagai berikut : NUE (%) = [E/Dosis pupuk N (kg/ha)] x 100% E = Serapan N (kg/ha) = (A/100) x C x (D/100) A = Kandungan hara N organ tanaman (%) C = Bobot basah organ (kg/ha) D = Kadar Padatan (%) = 100 B B = Kadar air (%) PUE (%) = [E/Dosis pupuk P (kg/ha)] x 100% E = Serapan P (kg/ha) = (A/100) x C x (D/100) A = Kandungan hara P organ tanaman (%) C = Bobot basah organ (kg/ha) D = Kadar padatan (%) = 100 B B = Kadar air (%)

28 (15) Jumlah tanaman dipanen per juring Jumlah tanaman dipanen perjuring dihitung pada saat panen. Dari setiap petak percobaan diambil 5 juring contoh untuk dihitung yaitu juring ke-6 sampai 10. Tebu yang telah ditebang kemudian diikat, masing-masing ikatan berjumlah 25 batang tebu. Setelah itu, dihitung jumlah ikatan dan sisanya. (16) Produksi tanaman Batang tebu ditebang pada setiap petak perlakuan kemudian ditimbang untuk diketahui bobotnya. Produksi tebu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Produksi (ton/ha) = A x bobot tebu per juring (ton/juring) A = Jumlah juring per hektar (juring/ha) = [(100 m /pkp) x 100 m] / B pkp = jarak pusat ke pusat (m) B = panjang juring (m) (17) Hablur Hablur (gula sukrosa yang dikristalkan) dihasilkan setelah proses ekstraksi nira dari batang tebu dan pengolahan gula di dalam pabrik. Nilai hablur dapat dihitung sebagai hasil kali antara berat tebu (produksi) dengan rendemen yang sudah dibagi 100; Hablur = Produksi x (Rendemen / 100), satuannya ton/ha atau dikonversikan menjadi kg/ha. Pelaksanaan Penelitian Tahap awal penelitian yang merupakan kegiatan perencanaan perlakuan dan rancangan percobaan dilakukan oleh tim peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia (P3GI). Selanjutnya, kegiatan pengolahan lahan, penanaman, dan pemupukan, hingga tanaman berumur 5 BST dilaksanakan oleh petugas lapangan dan mandor dari Penelitian dan Pengembangan Unit Usaha Bungamayang PTPN VII Kabupaten Lampung Utara. Penulis melanjutkan pengamatan 6 BST hingga panen. Secara umum, kegiatan budidaya tebu yang dilakukan oleh Unit Usaha Bungamayang PTPN VII adalah sebagai berikut :

29 Persiapan lahan Lahan yang digunakan untuk penelitian merupakan lahan yang sebelumnya ditanami tebu ratoon 3 dengan dosis pupuk standar perusahaan yaitu pupuk Urea 300 kg/ha, pupuk TSP 350 kg/ha, dan K 2 O 300 kg/ha. Lahan dibersihkan dari sisa tebangan atau tunggul tebu, daduk, maupun sogolan tebu dengan cara dibakar. Akan tetapi apabila tidak ada sogolan sebaiknya tidak dibakar tetapi dilakukan serak seresah (meratakan serasah) supaya serasah dapat ikut terolah saat dilakukan pembajakan sebagai tambahan bahan organik. Gulma dibabat, dibuang atau dibakar. Kemudian lahan dibersihkan dari segala kotoran. Pengolahan tanah Pengolahan tanah dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan bajak atau garu yang ditarik traktor. Pengolahan tanah pertama menggunakan bajak bertujuan untuk memecah dan membalik tanah. Arah bajak 45 0 dari alur tanaman yang dibongkar sehingga akan meratakan lahan bekas guludan lama. Hal ini akan memberikan kesempatan proses oksidasi dan membusukkan bahan organik yang masih mentah. Pengolahan tanah yang kedua menggunakan garu (harrow) yang arah kerjanya tegak lurus dengan kegiatan bajak, tujuannya adalah untuk mencacah ulang serasah dan sisa tebangan yang masih terdapat di dalam tanah dan menghancurkan bongkahan tanah. Setelah 7 hari, dilanjutkan pengolahan tanah ketiga (Garu II) agar bongkahan tanah memiliki tekstur remah. Selanjutnya dilakukan plotting perlakuan sebanyak 48 petak yang masingmasing berukuran 10 juring x 15 m. Pembuatan kair/alur tanaman dengan jarak pusat ke pusat (PKP) juring 1.30 m dan kedalaman juring 40 cm. Setelah alur dan plot tanaman terbentuk, kegiatan selanjutnya membuat jalan infield dengan menggunakan alat ridgers. Jalan infield kebun dibuat dengan panjang row ±50 m dan lebar jalan infield 2 3 m untuk membatasi antar ulangan atau blok. Penanaman Bibit yang ditanam berumur 6 7 bulan dari Kebun Bibit Dasar (KBD) dimuat pada truk yang membawa 5 ton (1 ha = 2 truk). Bibit yang ditanam merupakan bibit bagal (bibit yang mata tunasnya belum tumbuh) dengan mata tunas berjumlah 12 mata/m dan setiap meter ditanam 6 stek, jadi setiap juring ditanam 90 stek atau 180 mata tunas. Kemudian bibit lonjoran diecer di juringan

30 dengan posisi mendatar dan berjajar lurus. Setelah itu, bibit lonjoran dicacah setiap 2 mata atau 2 ruas. Bibit ditimbun dengan tanah hingga kedalaman cm. Selanjutnya dilakukan irigasi pada kairan. Pemeliharaan di Lahan Setelah 1 2 BST dilakukan penggemburan I dengan menggunakan sprintyn 4 mata yang ditarik oleh traktor. Posisi mata di samping juring sehingga tidak mengenai tebu. Tujuan dilakukan penggemburan adalah untuk menimbun tebu dan memberikan aerasi pada tanah. Penggemburan (kultivasi) dilakukan 2 kali, pada penggemburan II menggunakan alat teratyn 3 mata. Gulma dikendalikan secara manual dan grosok (mengendalikan gulma merambat sebelum tebu roboh) selama 2 hari. Sedangkan pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan herbisida pre emergence Diuron dosis 2 kg/l per hektar saat 1 minggu setelah penanaman. Pengendalian biologis hama penggerek pucuk dilakukan dengan memasang pias (lembaran kertas karton berukuran 2 x 5 cm yang berisi sekitar telur ulat beras (Corcyra cephalonica Stainton) yang telah mengandung embryo/terparasit oleh Trichogramma spp) sebagai parasitoid penggerek pucuk pada stadia telur. Pelepasan ini dilakukan sejak 1.5 hingga 4 bulan dengan interval waktu 1 minggu. Minggu pertama dilakukan 1 pias/ha, selanjutnya 6 pias/minggu/ha. Pada 3 BST dilakukan pengguludan selama 4 hari dengan menggunakan cangkul. Klentek (pembuangan daun kering/daduk) dilakukan 1 kali pada saat tanaman berumur 6 BST. Aplikasi Pemupukan Nitrogen dan Fosfor Pemupukan Nitrogen dilakukan sebanyak dua kali. Pemupukan pertama diberikan pada saat penanaman di lahan sebanyak 1/3 dosis dari perlakuan untuk N, yaitu N1:30 kg/ha, N2:45 kg/ha, N3:60 kg/ha, dan N4:75 kg/ha. Pemupukan Fosfor diberikan seluruhnya sesuai dosis perlakuan. Pada pemupukan pertama juga diberikan kapur dolomit sebanyak 2 ton/ha. Pemupukan kedua diberikan pada saat tanaman berumur 2 BST (Bulan Setelah Tanam) sebanyak 2/3 dosis perlakuan Nitrogen, yaitu N1:60 kg/ha, N2:90 kg/ha, N3:120 kg/ha, N4:150 kg/ha, dan pupuk Kalium diberikan seluruhnya sesuai dosis perlakuan (270 kg/ha).

31 Analisis Kemasakan Analisis kemasakan tebu dilakukan di laboratorium analisa kemasakan Unit Usaha Bungamayang PTPN VII. Analisis dilakukan pada saat tebu berumur 9, 10 dan 11 BST. Tebu yang akan dianalisis dipilih 3 batang pada juring ke-7 disetiap perlakuan. Urutan Analisis kemasakan tebu disajikan pada Lampiran 6. Waktu Pengamatan Waktu pengamatan terhadap masing-masing peubah pertumbuhan dan produksi tanaman tebu mulai umur 1 11 BST disajikan pada Lampiran 7.

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah lokasi penelitian tergolong agak masam dengan ph 5.6. Menurut Sundara (1998) tanaman tebu masih dapat toleran pada kisaran ph Kandungan N-total, Na dan KTK tergolong sangat rendah. Kandungan Ca, Mg, dan K rendah, dan P sangat tinggi. Nilai-nilai kandungan hara dapat dilihat pada Lampiran 8 dan penggolongannya menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) seperti pada Lampiran 9. Curah hujan dari bulan Juli 2008 hingga bulan Agustus 2009 sebesar mm (Lampiran 10). Kondisi suhu pada bulan-bulan tersebut sebesar 27 0 C. Menurut Sundara (1998) tebu dapat beradaptasi baik pada curah hujan rata-rata 1200 mm/tahun dan pertumbuhan optimum tanaman tebu dicapai pada suhu C. Secara umum, kondisi lingkungan pada saat penelitian sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu. Hama yang menyerang tanaman adalah penggerek pucuk dan penggerek batang. Hasil pengamatan tim EWS (Early Warning System) Unit Usaha Bungamayang PTPN 7 (Lampiran 11), rata-rata intensitas serangan penggerek pucuk dan penggerek batang masing-masing sebesar 5.21% dan 12.57%. Petak percobaan juga ditumbuhi gulma jenis daun lebar yang banyak tumbuh disela-sela tanaman seperti Ageratum conyzoides, Borreria alata, dan Physalis angulata. Beberapa jenis gulma rumput juga tumbuh di jalan dalam petak, seperti Axonopus compressus, Cynodon dactylon, dan Eleusine indica. Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, P dan interaksinya tertera pada Tabel 1. Sebagian besar peubah yang diamati tidak dipengaruhi oleh pemupukan N, P, dan interaksinya. Pupuk N pada tanaman tebu berpengaruh sangat nyata pada peubah BK daun 1 BST, pengaruh nyata pada peubah jumlah tanaman per juring 7 dan 10 BST, diameter tengah 6 BST, tinggi batang 4 BST, dan diameter bawah 11 BST. Pupuk P hanya berpengaruh nyata pada jumlah tanaman per juring 5 dan 10 BST dan BK daun 1 dan 11 BST. Interaksi pupuk N dan P berpengaruh sangat nyata hanya pada BK daun 11 BST dan berpengaruh nyata pada tinggi batang, dan jumlah ruas 11 BST. Rendemen tebu, jumlah

33 tanaman dipanen per juring, produksi tebu dan hablur tidak dipengaruhi oleh pupuk N, pupuk P, dan interaksinya. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu Nilai F-hitung Peubah Nitrogen Fosfor Interaksi Jumlah Daun (1-11 BST) tn tn tn Jumlah Tanaman per Juring 5 BST Jumlah Tanaman per Juring 7 BST Jumlah Tanaman per Juring 10 BST Jumlah Tanaman per Juring (1, 3, 4, 6, 8, 9, 11 BST) tn * * tn * tn * tn tn tn tn tn Jumlah Anakan per Rumpun (3-11 BST) tn tn tn Tinggi Batang 4 BST Tinggi Batang 11 BST Tinggi Batang (3, 5, 6, 7, 8, 9, 10 BST) SLA (3, 5, 7, 8, 9, 10, 11 BST) tn tn tn Bobot Kering Akar (1, 3, 5, 9, 11 BST) tn (a tn (a tn (a Bobot Kering Batang (1, 3, 5, 9, 11 BST) tn tn tn Bobot Kering Daun 1 BST Bobot Kering Daun 11 BST Bobot Kering Daun 3, 5 dan 9 BST Jumlah Ruas 11 BST Jumlah Ruas (7-10 BST) tn tn tn tn * tn Diameter Batang Atas (6, 7, 8, 11 BST) tn tn tn Diameter Batang Tengah 6 BST Diameter Batang Tengah (7-11 BST) * tn tn tn tn tn Diameter Batang Bawah 11 BST Diameter Batang Bawah (6-10 BST) * tn tn tn tn tn Rendemen tn tn tn Jumlah Tanaman Dipanen per Juring tn tn tn Produksi tn tn tn Hablur tn tn tn Kadar N Daun (1,3 dan 6 BST) tn - - Kadar P Daun (1 dan 6 BST) Kadar P Daun 3 BST - - tn tn (a - - Kadar N Batang (1,3 dan 6 BST) tn - - Kadar P Batang (1 dan 3 BST) Kadar P Batang 6 BST - - tn tn (a - - Kadar N Akar (1,3 dan 6 BST) tn - - Kadar P Akar (1 dan 3 BST) Kadar P Akar 6 BST - - tn tn (a - - Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada uji-f pada taraf 5% ** = Berpengaruh sangat nyata uji-f pada taraf 1% tn = Tidak berpengaruh nyata (a = Hasil transformasi x+0.5 * tn tn ** tn tn (a tn tn tn * * tn (a tn * tn ** tn tn (a

34 Jumlah Daun, Tinggi Batang, dan Jumlah Anakan per Rumpun Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan N, P dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun/tanaman dan jumlah anakan per rumpun umur 1 sampai 11 BST (Tabel 1). Pengaruh nyata hanya terdapat pada tinggi batang umur 4 BST. Semakin tinggi dosis pupuk N hingga 180 kg/ha akan meningkatkan tinggi batang. Pupuk N dengan dosis terendah (90 kg/ha) menghasilkan tinggi batang terendah (Tabel 2). Tabel 2. Tinggi Batang pada Pengaruh Pupuk N pada 4 BST Dosis Pupuk N (kg/ha) Peubah cm Tinggi Batang 137.4b 141.3ab 144.7a 144.3a Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Nilai rata-rata jumlah daun berkisar antara 2.0 sampai 7.8 helai/tanaman. Jumlah daun/tanaman induk meningkat hingga 6 BST kemudian berangsur-angsur menurun akibat penuaan daun. Tinggi batang tebu terus meningkat dari umur 3 BST sampai 11 BST (Gambar 4). Jumlah anakan per rumpun mengalami penurunan hingga umur 8 BST, selanjutnya meningkat lagi hingga umur 11 BST (Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun, Tinggi Batang dan Jumlah Anakan per Rumpun Tebu umur 1-11 BST Peubah BST Jumlah Daun (helai) Tinggi Batang (cm) Jumlah Anakan per Rumpun (anakan/rumpun)

35 Tinggi Batang (cm) Umur (BST) Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Batang Tebu Umur 3-11 BST Interaksi N dan P tampak pengaruhnya secara nyata pada tinggi batang umur 11 BST (Tabel 4). Interaksi perlakuan 225 kg N/ha dengan 72 kg P/ha menghasilkan tanaman tertinggi dan mampu meningkatkan tinggi batang sebesar % jika dibandingkan dengan perlakuan yang menghasilkann tanaman terendah (interaksi perlakuan 135 kg N/ha dengan 108 kg P/ha) ). Interaksi perlakuan 90 kg N/ha dengan 36 kg P/ha tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan 225 kg N/ha dengan 144 kg P/ha. Sehingga, dapat dinyatakan pemupukan dosis perlakuan tertinggi dan terendah menghasilkan tinggi batang yang tidak berbeda nyata. Tabel 4. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Tinggi Batang pada 11 BST Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) cm abcd 290.8cd 322.8ab 303.4abcd abcd 323.0ab 283.6d 316.6abc abcd 295.0abcd 312.1abcd 304.9abcd abcd 325.2a 293.0bcd 315.2abcd Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

36 Jumlah Tanaman per Juring Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah tanaman per juring. Semakin tinggi dosis pupuk N semakin banyak jumlah tanaman per juring seperti yang terjadi pada pengamatan 7 dan 10 BST (Tabel 5). Pupuk N dengan dosis terendah (90 kg/ha) menghasilkan tanaman per juring paling sedikit. Tiga dosis selebihnya menghasilkan jumlah tanaman per juring yang tidak berbeda nyata, namun lebih tinggi daripada dosis 90 kg/ha tersebut. Semakin tinggi dosis pupuk P juga menghasilkan jumlah tanaman per juring semakin banyak, yang tampak nyata pada umur 5 dan 10 BST. Tabel 5. Jumlah Tanaman per Juring pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Dosis Pupuk Fosfor Bulan Setelah Tanam (BST) Perlakuan tanaman /juring Nitrogen (kg/ha) b b ab ab a a ab a Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) ab b ab ab b b a a Rata-Rata P Rata-Rata NP Rata-rata NP/m Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Kurva respon pada Gambar 5, menunjukkan peningkatan dosis pupuk N dapat meningkatkan jumlah tanaman per juring berdasarkan persamaan linier Y=0.034x+116.5, dan menggambarkan bahwa dosis 225 kg N/ha belum merupakan dosis yang optimum. Hal ini terlihat lebih jelas terutama saat tanaman berumur 10 BST (R 2 = 0.921) dari pada 7 BST (R 2 = 0.409). Nilai koefisien determinasi (R 2 ) = menunjukkan bahwa 92.1% dari keragaman rataan jumlah tanaman per juring terhitung dalam fungsi linier pada 10 BST, sedangkan pada 7 BST hanya 40.9 %.

37 Jumlah Tanaman / Juring BST 10 BST y = 0,034x + 116,5 R² = 0,921 y = 0,023x + 102,2 R² = 0, Dosis Pupuk N (kg/ha) Gambar 5. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk N Respon pemupukan P terhadap peubah jumlah tanaman per juring dapat dinyatakan dalam persamaan regresi Y= 0.014x pada 5 BST dan persamaan regresi Y= 0.031x pada 10 BST. Kurva respon yang dihasilkan cenderung menunjukkan hubungan yang tidak linier karena pada 5 dan 10 BST mempunyai nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang kecil yaitu sebesar dan (Gambar 6). Nilai R 2 tersebut menunjukkan bahwa hanya 26.3% dan 32% dari keragaman rataan jumlah tanaman per juring terhitung dalam fungsi linier. Jumlah Tanaman / Juring BST 10 BST y = 0,031x + 123,0 R² = 0,320 y = 0,014x + 112,2 R² = 0, Dosis Pupuk P (kg/ha) Gambar 6. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk P

38 Spesific Leaf Area (SLA) Pemupukan Nitrogen dan Fosfor serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap peubah Spesific Leaf Area (SLA). SLA Rata-rata SLA pada perlakuan N dan P adalah 1.1 Ha/kg. Nilai rata-rata SLA cenderung menurun dengan bertambahnya umur. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat fase pemasakan dan pematangan tebu kemampuan tanaman dalam fotosintesis semakin berkurang dan pertumbuhan vegetatif mulai berkurang. Nilai rata-rata SLA mulai dari umur 3-11 BST tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata SLA pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor BST Peubah Ha/kg (/1000) SLA BK Akar, BK Batang, dan BK Daun Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan Nitrogen dan Fosfor serta interaksinya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah BK akar dan BK batang. Nilai berat kering masing-masing organ tebu (1-11 BST) tertera pada Tabel 7. Pengaruh pupuk N terhadap BK daun hanya terlihat pada awal pertumbuhan (1 BST) selanjutnya tidak berpengaruh. Tanaman yang memperoleh pupuk N sebesar 225 kg/ha memiliki BK daun tertinggi, sedangkan untuk ketiga dosis lainnya yang lebih rendah tidak berbeda nyata. Pupuk P memperlihatkan pengaruh yang tidak konsisten selama pertumbuhan dari 1-11 BST (Tabel 8). Tabel 7. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, dan Daun (g) Tanaman Tebu umur 1-11 BST Peubah 1BST 3 BST 5 BST 9 BST 11 BST BK Akar BK Batang BK Daun BK Daduk BK Daun Total

39 Tabel 8. Bobot Kering Daun pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Perlakuan Bulan Setelah Tanam (BST) g/tanaman Nitrogen (kg/ha) b b b a Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) b b ab a a b ab b Rata-Rata P Rata-Rata NP Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Interaksi pupuk N dan P juga berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering daun pada 1 BST. Pemupukan N dosis tertinggi (225 kg/ha) yang dikombinasikan dengan pemupukan P 108 kg/ha mampu menghasilkan bobot kering daun paling tinggi dari perlakuan lainnya. Kombinasi pemupukan N dan P dengan dosis terendah (90 kg N/ha dan 36 kg P/ha) menghasilkan BK daun terendah (Tabel 9). Kombinasi perlakuan lainnya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Tabel 9. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Bobot Kering Daun pada Umur 1 BST Pupuk P (kg/ha) g c 0.29bc 0.26bc 0.34b bc 0.30bc 0.24bc 0.29bc bc 0.19bc 0.29bc 0.35b b 0.33b 0.61a 0.26bc Pupuk N (kg/ha) Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

40 Peningkatan bobot kering organ daun, batang dan akar tanaman tebu terjadi dengan adanya peningkatan umur dan pada titik tertentu berangsur-angsur menurun sehingga akan terbentuk kurva pertumbuhan (sigmoid). Selain itu, masing-masing organ memiliki perbedaan waktu untuk mencapai nilai bobot kering maksimum. Pada organ akar dan daun nilai maksimum dicapai saat tanaman tebu berumurr 9 BST, sedangkan organ batang nilainya cenderung meningkat hingga panenn seperti tampak pada Gambar Akar Batang Daun BK (g/tanaman) Umur (BST) Gambar 7. Perkembangan Bobot Kering Tanaman Tebu Dari gambar di atas juga diketahui periode kritis yaitu pada saat tanaman melakukan aktivitas pertumbuhan maksimal. Pada 3 dan 9 BST, terjadi peningkatan pertumbuhan BK organ daun, batang dan akar yang tinggi. Pada saat itu, unsur hara yang tersedia harus dapat mencukupi kebutuhan tanaman yang dimanfaatkan dalam pertumbuhan vegetatif. Sehingga pada 3 dan 9 BST merupakan periode kritis yang sangat menentukan tinggi rendahnyaa produksi tanaman tebu.

41 Jumlah Ruas Pupuk N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas. Interaksi keduanya juga tidak berpengaruh nyata dari awal pertumbuhan hingga tanaman berumur 10 BST. Interaksi pupuk N dan P berpengaruh nyata pada saat tanaman tebu berumur 11 BST. Nilai rata-rata jumlah ruas cenderung meningkat dengan bertambahnya umur (Tabel 10). Rata-rata pembentukan ruas pada tebu kurang lebih 2 ruas/bulan. Tabel 10. Rata-rata Jumlah Ruas Tanaman Tebu (ruas/tanaman) umur 7-11 BST Perlakuan 7 BST 8 BST 9 BST 10 BST 11 BST Jumlah Ruas Perlakuan pupuk N sebesar 180 kg/ha yang dikombinasikan dengan pupuk P 72 kg/ha menghasilkan tanaman dengan jumlah ruas paling sedikit pada 11 BST. Perlakuan pupuk N 135 kg/ha dan pupuk P 36 kg/ha menghasilkan tanaman dengan jumlah ruas yang lebih banyak, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 11). Tabel 11. Jumlah Ruas pada Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada 11 BST Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) ruas/tanaman ab 29.3ab 31.1a 30.1ab a 30.2ab 27.8ab 30.1ab a 27.2b 30.9a 30.0ab ab 31.1a 28.2ab 29.7ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Diameter Batang Perlakuan pemupukan N dan P serta interaksinya, tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang bagian atas dan tengah pada umur 7-11 BST. Pada umur 6 BST pupuk N berpengaruh nyata pada diameter batang bagian tengah dengan pola yang tidak menentu, dan pengaruhnya menjadi tidak nyata pada umur-umur

42 yang lebih tua. Pada diameter bagian bawah, pengaruh pupuk N terlihat pada akhir pengamatan (11 BST) semakin tinggi dosis pupuk N semakin besar diameter batang tebu (Tabel 12). Nilai rata-rata diameter batang cenderung menurun mulai tanaman berumur 7 BST hingga 11 BST. Nilai rata-rata diameter batang bagian atas tengah dan bawah berkisar antara cm (Tabel 13). Tabel 12. Diameter Tengah dan Diameter Bawah pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen Perlakuan Diameter Tengah Diameter Bawah 6 BST 11 BST cm Pupuk N (kg/ha) a 26.7ab b 25.6b a 27.1ab ab 28.3a Rata-Rata N Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Tabel 13. Rata-rata Diameter Batang Tebu (cm) Bagian Atas, Tengah dan Bawah pada Berbagai Umur Perlakuan 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST 10 BST 11 BST Bagian Atas Bagian Tengah Batang Bawah Respon diameter batang terhitung dalam persamaan linier Y= x untuk diameter bagian atas, Y= x untuk diameter bagian tengah dan persamaan Y = x untuk bagian bawah. Nilai koefisien keragaman (R 2 ) dari ketiga bagian pengukuran diameter tersebut menunjukkan bahwa sebesar 87%, 56.2% dan 7% dari keragaman rataan diameter bagian atas, tengah dan bawah terhitung dalam fungsi linier. Pada kurva respon terlihat bahwa terjadi penurunan diameter batang seiring dengan bertambahnya umur. Hal tersebut terlihat jelas pada diameter bagian atas karena nilai R 2 paling besar daripada lainnya (Gambar 8).

43 Diameter Batang (cm) Rendemen Bagian Atas Bagian Tengah Batang Bawah y = -0,096x + 28,67 R² = 0,077 y = -0,274x + 28,15 R² = 0,562 y = -0,364x + 20,15 R² = 0, Umur (BST) Gambar 8. Pertumbuhan Diameter Batang Bagian Atas, Tengah, dan Bawah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan Nitrogen, Fosfor, dan interaksinya tidak berpengaruh terhadap rendemen. Rata-rata nilai rendemen cenderung meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman (Tabel 14) karena proses pemasakan dan pembentukan gula terus berlangsung hingga rendemen mencapai maksimum. Rendemen tebu berkisar antara 8.1 % %. Tabel 14. Rata-rata Rendemen pada Perlakuan Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada 9-11 BST Perlakuan Nitrogen (kg/ha) Bulan Setelah Tanam (BST) % Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) Rata-Rata P Rata-Rata NP

44 Jumlah Tanaman Dipanen per Juring Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa pemupukan N dan P dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah batang tebu dipanen per juring. Pada penelitian ini diperoleh nilai jumlah tanaman dipanen per juring berkisar antara tanaman/juring sampai tanaman/juring (Tabel 15). Rata-rata batang tebu yang dapat dipanen sebanyak tanaman/juring atau 8.4 tanaman/m. Tabel 15. Rata-rata Jumlah Tanaman Dipanen per Juring pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Panen --tanaman/juring *) tanaman/m--- Nitrogen (kg/ha) Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) Rata-Rata P Rata-Rata NP *) = Panjang juring 15 m Produksi Analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan N dan P dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap berat tebu atau produksi. Pada penelitian ini diperoleh nilai produksi tebu berkisar antara 79.4 ton/ha sampai 87.5 ton/ha dengan rata-rata sebesar kg/juring atau 83.2 ton/ha (Tabel 16). Nilai tersebut hanya mencapai 83.9 % potensi produksi varietas yang digunakan (Kidang Kencana) yaitu sebesar 99.2 ton/ha.

45 Tabel 16. Rata-rata Bobot Tebu (Produksi) pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Bobot Tebu ---kg/juring*) ton/ha--- Nitrogen (kg/ha) Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) Rata-Rata P Rata-Rata NP *) = Panjang juring 15 m Hablur Sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap hablur (kristal gula) yang akan dihasilkan ketika tebu diproses menjadi gula di dalam pabrik. Pada penelitian ini nilai hablur yang dihasilkan berkisar antara kg/ha sampai kg/ha dengan rata-rata sebesar ton/ha (Tabel 17). Tabel 17. Rata-rata Hablur pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Panen ---kg/ha--- Nitrogen (kg/ha) Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) Rata-Rata P Rata-Rata NP 6 942

46 Kandungan Nitrogen Saat tanaman berumur 1, 3 dan 6 BST kadar N daun cenderung menurun (Tabel 18) dan nilainya tergolong lebih rendah dari batas kecukupan unsur hara tanaman tebu (Lampiran 12). Hal serupa juga terjadi pada kadar N batang (Tabel 19) dan akar (Tabel 20). Tabel 18. Kandungan Hara N Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % BST BST BST Tabel 19. Kandungan Hara N Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % BST BST

47 Tabel 20. Kandungan Hara N Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % BST BST Efisiensi serapan unsur N pada organ daun, batang dan akar tebu mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur. Serapan N tertinggi terdapat pada organ batang (Tabel 21). Menurut Erwin dan Abidin (1986) unsur N diserap relatif sedikit pada umur 1 bulan dan makin bertambah jumlahnya sesuai dengan bertambahnya umur. Jika kebutuhan N tidak diimbangi dengan ketersediaan kecukupan N dalam tanah akan mengakibatkan penyerapan terhadap unsur N berkurang sehingga dapat terjadi penurunan kadar N pada daun, batang dan akar. Tabel 21. Efisiensi Serapan N (%) pada Organ Tanaman Tebu Perlakuan Daun Batang Akar 1 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST N1P N1P N1P N1P N2P N2P N2P N2P N3P N3P N3P N3P N4P N4P N4P N4P Rata-rata

48 Rata-rata efisiensi serapan N pada organ batang dan akar mengalami kenaikan hingga tanaman berumur 6 BST. Pada organ daun mengalami peningkatan hingga 3 BST kemudian berangsur-angsur turun (Gambar 9). Efisiensi penggunaan unsur N tertinggi terdapat pada batang tebu saat tanaman berumur 6 BST ( Tabel 22) N Daun N Batang N Akar N (%) BST 3 BST 6 BST Gambar 9. Rata-rata Efisiensi Serapan N Organ Tanaman Tebu saat 1, 3 dan 6 BST Tabel 22. Efisiensi Penggunaan N pada Organ Tanaman Tebu saat Berumur 6 BST Perlakuan Daun Batang Serapan N (kg/ha) NUE (%) Serapan N (kg/ha) NUE (%) N1P N1P N1P N1P N2P N2P N2P N2P N3P N3P N3P N3P N4P N4P N4P N4P Rata-rata

49 Kandungan Fosfor Kandungan hara P daun, cenderung menurun seiring bertambahnya umur (Tabel 23). Hal serupa juga terjadi pada kadar P batang (Tabel 24) dan akar (Tabel 25) meskipun demikian, kadar unsur P tersebut tergolong masih mencukupi kebutuhan hara tanaman tebu (Lampiran 12). Tabel 23. Kandungan Hara P Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % BST BST BST Umur 3 BST 6 BST Tabel 24. Kandungan Hara P Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) %

50 Umur 3 BST 6 BST Tabel 25. Kandungan Hara P Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % Efisiensi serapan unsur P memiliki nilai yang berbeda pada organ daun, batang dan akar tebu dan nilainya semakin cenderung meningkat pada 1, 3 dan 6 BST. Serapan P tertinggi terdapat pada organ batang (Tabel 26) sehingga kandungan P batang nilainya paling tinggi (0.31%). Tabel 26. Efisiensi Serapan P (%) pada Organ Tanaman Tebu Perlakuan Daun Batang Akar 1 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST N1P N1P N1P N1P N2P N2P N2P N2P N3P N3P N3P N3P N4P N4P N4P N4P Rata-rata Rata-rata efisiensi serapan P pada organ batang dan akar mengalami kenaikan hingga 6 BST. Pada organ daun mengalami peningkatan hingga 3 BST kemudian berangsur-angsur turun (Gambar 10). Selain itu, batang tebu juga menggunakan

51 unsur P yang terbanyak (Tabel 27). Hal ini dikarenakan unsur P sangat diperlukan dalam proses pembentukan gula pada batang tebu. 3,50 3,00 2,50 Daun Batang Akar P (%) 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 1 BST 3 BST 6 BST Gambar 10. Rata-rata Efisiensi Serapan P pada Organ Tanaman Tebu saat 1, 3 dan 6 BST Tabel 27. Efisiensi Penggunaan P pada Organ Tanaman Tebu saat Berumur 6 BST Perlakuan Daun Batang Serapan P* (kg/ha) PUE (%) Serapan P* (kg/ha) PUE (%) N1P N1P N1P N1P N2P N2P N2P N2P N3P N3P N3P N3P N4P N4P N4P N4P Rata-rata *) P 2 O 5

52 Kandungan Kalium Hasil analisis kandungan K daun, saat tanaman berumur 3 BST kadarnya lebih besar dari umur 6 BST (Tabel 28). Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian unsur K meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Ketersediaan K tanah yang rendah (0.13 cmol(+)/kg) menyebabkan unsur K yang diserap tanaman jumlahnya sedikit sehingga kecukupan unsur K pada tanaman tebu belum terpenuhi (Lampiran 12) walaupun pupuk K tetap diberikan dengan dosis 270 kg/ha untuk semua perlakuan. Unsur K banyak dibutuhkan tanaman tebu yang digunakan untuk aktivitas pertumbuhan seperti fotosintesis, translokasi gula ke batang, dan dapat menyeimbangkan penyerapan unsur N dan P (Sundara, 1998). Umur 3 BST 6 BST Tabel 28. Kandungan Hara K Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % Pembahasan Pengaruh Pupuk Nitrogen Pupuk N tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), walaupun pengaruhnya tampak pada beberapa peubah pertumbuhan seperti meningkatnya tinggi tanaman pada 4 BST (Tabel 2), jumlah tanaman per juring pada 7 dan 10 BST (Tabel 5), diameter batang bagian tengah pada 6 BST dan diameter bagian bawah pada 11 BST (Tabel 12). Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan kandungan unsur N dalam tanah tergolong sangat rendah (0.09 %). Setelah pupuk N diberikan, maka akan terlihat respon yang nyata pada peubah pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

53 Wagimin (1985) terhadap tanaman Saccharum spontaneum menunjukkan bahwa kandungan N total pada tanah yang cukup rendah menyebabkan N yang tersedia bagi tanaman juga rendah sehingga penambahan Nitrogen menyebabkan tanaman memberikan respon nyata. Jumlah tanaman dipanen per juring juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan Nitrogen (Tabel 15), meskipun jumlah tanaman per juring berpengaruh nyata pada 7 dan 10 BST. Penyebabnya adalah saat panen dilakukan, terdapat batang tebu yang tidak memenuhi kriteria tebang seperti sogolan (anakan tebu) yang tingginya kurang dari 1 m, tebu berpenyakit atau terkena hama penggerek dan tebu mati sehingga batang tersebut tidak dihitung dalam produksi. Peubah pertumbuhan seperti tinggi batang, jumlah tanaman dan diameter batang menjadi faktor yang menentukan tinggi rendahnya produksi (Apoen, 1975) yaitu semakin tinggi jumlah tanaman, tinggi batang dan diameter batang maka semakin besar pula produksi dan hablur yang dihasilkan. Pupuk N yang diberikan dari 90, 135, 180 sampai 225 kg/ha tidak berpengaruh nyata terhadap peubah produksi tebu karena pada peubah pertumbuhan tersebut juga tidak berpengaruh nyata saat menjelang panen (11 BST). Hal tersebut dapat terjadi, diduga adanya kehilangan unsur N yang berdampak pada penurunan kandungan N dalam tanah. Unsur N dalam tanah dapat berkurang jumlahnya karena diserap oleh tanaman tebu selama fase pertumbuhan. Selain diserap oleh tanaman, unsur N dapat hilang karena tekstur tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah lempung liat berpasir. Menurut Hardjowigeno (2003) tanah berpasir cenderung memiliki KTK tanah yang rendah seperti pada penelitian ini (4.78 cmol(+)/kg). Hardjowigeno (2003) menambahkan KTK tanah yang rendah akan berdampak pada sedikitnya kation (NH + 4 ) yang dijerap oleh koloid-koloid tanah. Hal tersebut didukung oleh pendapat Leiwakabessy dan Sutadi (1998) yang menyatakan bahwa kehilangan N-NH 3 dari pemberian sejumlah urea ternyata meningkat dengan menurunnya KTK tanah. Kehilangan unsur N dapat juga terjadi karena volatilisasi yang prosesnya dibantu oleh mikroorganisme. Menurut Soepardi (1983) reduksi biokimia dari Nitrogen nitrat menjadi senyawa gas melibatkan jasad mikro dari golongan

54 heterotropik. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tersebut adalah ph tanah. Dalam penelitian ini, ph tanah termasuk dalam kategori agak masam (5.6). Pada kondisi ini memberikan lingkungan tumbuh yang baik untuk perkembangan bakteri (Hardjowigeno, 2003) dalam mereduksi Nitrogen nitrat menjadi gas. Kehilangan unsur N dapat pula disebabkan oleh curah hujan tinggi (1 280 mm) yang mengakibatkan terjadinya pencucian N. Pencucian yang tinggi terjadi pada tanah dengan tekstur berpasir. Tanah berpasir seperti pada penelitian ini, memiliki ruang pori drainase yang lebih besar sehingga kemampuan dalam memegang air rendah. Akibatnya, N yang terlarut dalam air akan lebih mudah hilang karena pencucian. Pengaruh Pupuk Fosfor Pupuk P juga tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), Pengaruhnya hanya tampak pada peubah pertumbuhan yaitu meningkatnya jumlah tanaman per juring pada 5 dan 10 BST (Tabel 5). Respon yang berbeda, diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Suhadi, et al (1985) terhadap tanaman tebu varietas PS 56 dan F 154 yaitu pemupukan P memberikan pengaruh terhadap panjang daun, lebar daun, panjang batang, panjang ruas dan diameter batang akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan dan jumlah daun. Jumlah tanaman per juring merupakan salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya berat batang per hektar (produksi). Jumlah tanaman yang semakin banyak akan menghasilkan produksi yang semakin besar. Dalam penelitian ini, pupuk P yang diberikan dari 36, 72, 108 sampai 144 kg/ha tidak memberikan pengaruh terhadap peubah pertumbuhan, produksi tebu, dan hablur. Hal ini diduga karena kebutuhan hara tebu terhadap unsur P sudah terpenuhi sehingga P dosis tinggi dan rendah menghasilkan respon yang tidak nyata. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Afrida (2009) yang melaporkan bahwa pemberian pupuk P tidak berpengaruh terhadap produksi dan sebagian besar peubah pertumbuhan tanaman pegagan pada kondisi kebutuhan tanaman akan unsur P sudah tercukupi. Selain itu, pupuk P dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara tidak langsung jika dibandingkan dengan pemberian

55 pupuk N (Soepardi, 1983). Menurut Sundara (1998) kebutuhan tanaman tebu akan unsur Fosfor relatif lebih rendah dari unsur N dan K. Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan kandungan unsur P dalam tanah tergolong sangat tinggi (187 ppm). Kandungan unsur P yang tinggi pada tanah diduga berasal dari residu pupuk TSP yang diberikan sebelumnya yaitu sebesar 350 kg/ha. Fosfor hanya berperan dalam proses metabolisme energetik dan biosintesis tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998) misalnya pada proses pembentukan gula, Fosfor diinkorporasikan dalam adenosin trifosfat (ATP) (Soepardi, 1983). Pada reaksi pembentukan sukrosa (Gambar 11), ATP digunakan bersama enzim untuk membentuk sukrosa (gula). Matahari CO 2 + O 2 C 6 H 12 O 6 + C 6 H 12 O 6+ O 2 Daun Enzim+ATP C 6 H 12 O 6 + C 6 H 12 O 6 C 6 H 22 O 11 + H 2 O Glukosa Fruktosa Sukrosa Air Gambar 11. Reaksi Pembentukan Sukrosa Tercukupinya Fosfor pada tanaman tebu diduga karena curah hujan yang tinggi (1 280 mm) menyebabkan Fosfor dilarutkan oleh air sehingga tersedia untuk tanaman dan memudahkan penyerapan unsur Fosfor secara difusi. Salah satu cara untuk meningkatkan keefisienan pengambilan Fosfor tanah yaitu dengan menurunkan kesukaran difusi melalui penambahan air dalam tanah (Sabiham et al., 1983). Tersedianya P bagi tanaman juga disebabkan oleh rendahnya kejenuhan Al (0.00 cmol(+)/kg) dan unsur Ca (3.33 cmol(+)/kg) yang sangat mudah mengikat unsur P menjadi bentuk senyawa yang tidak tersedia. Menurut Hardjowigeno (2003) salah satu penyebab kekurangan P di dalam tanah adalah pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam atau Ca pada tanah alkalis. Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dengan Fosfor Interaksi Pupuk N dan P tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), walaupun pengaruhnya tampak pada beberapa peubah pertumbuhan seperti tinggi batang pada 11 BST (Tabel 4), dan jumlah ruas pada 11 BST (Tabel 11). Jumlah ruas dan tinggi batang merupakan parameter untuk

56 melihat pemanjangan batang saat tebu memasuki fase pertumbuhan cepat. Bertambahnya tinggi batang akan diikuti oleh peningkatan jumlah ruas batang sehingga kedua peubah tersebut memiliki hubungan sinergis yang menentukan produksi. Saat panen, batang bawah tebu ditebang dengan ketinggian yang berbeda dari atas tanah sehingga panjang batang tebu menjadi lebih seragam. Hal tersebut menyebabkan tinggi batang tidak berpengaruh pada produksi. Kombinasi pupuk N dan P yang diberikan berpengaruh terhadap peubah tinggi batang pada 11 BST tetapi tidak berpengaruh pada produksi dan hablur. Penelitian yang dilakukan oleh Saputro et al. (1990) melaporkan bahwa perlakuan pemupukan NPK yang dicobakan terhadap varietas tebu PSBM dan PS di Bungamayang menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap peubah produksi, rendemen dan hablur. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terganggunya keseimbangan unsur hara dalam tanah. Penjelasan sebelumnya menunjukkan bahwa kandungan N dalam tanah dan organ tanaman tergolong rendah. Kehilangan N dalam tanah menyebabkan unsur N tersedia bagi tanaman juga rendah. Namun di sisi lain, kandungan P tersedia yang sangat tinggi menyebabkan kebutuhan tanaman tebu terhadap unsur P sudah tercukupi. Adanya ketidakseimbangan unsur hara tersebut akan mengganggu tanaman selama fase pertumbuhan. Menurut Foth (1988) peningkatan pertumbuhan dan produksi akibat pemberian Nitrogen tidak berubah apabila Fosfor, Kalium dan unsur penting lainnya tidak tersedia bagi tanaman dalam jumlah yang cukup. Hal tersebut menunjukkan bahwa keseimbangan unsur hara sangat diperlukan karena pemupukan yang berimbang berpengaruh baik terhadap produksi. Keseimbangan unsur hara di dalam tubuh tanah terjadi karena adanya interaksi antar unsur hara, sehingga untuk menjaga agar tetap diperoleh hasil gula yang tinggi, diperlukan adanya keseimbangan antar unsur hara yang satu dengan yang lain. (Usman, 1985). Pada dasarnya, unsur N dan P memiliki hubungan yang sinergis yaitu jika pupuk Nitrogen diberikan dan pertumbuhan tanaman dirangsang, maka akan meningkatkan permintaan semua unsur hara tanaman lainnya misalnya pemakaian pupuk N-nitrat menyebabkan peningkatan penyerapan P dibanding pemakaian pupuk N-ammonium, sebagai konsekuensi meningkatnya reduksi nitrat menjadi

57 ammonium dalam metabolisme tanaman yang membutuhkan sejumlah energi ATP (Hanafiah, 2005). Selain itu, interaksi Fosfor dengan unsur Nitrogen mempengaruhi pemasakan (Sundara, 2004) dalam proses pembentukan gula (sukrosa). Marsadi dalam Maswal dan Abidin (1988) menyatakan bahwa Nitrogen merupakan unsur yang paling dominan diantara unsur yang diperlukan oleh tanaman tebu, yang berfungsi antara lain untuk mendorong pembentukan anakan yang akhirnya akan memperbanyak jumlah batang dan berat batang per hektar. Dalam keseimbangan yang serasi, Nitrogen, Fosfor, dan kalium merupakan pelengkap satu sama lainnya yang akan menaikkan produksi. Pupuk N dan P tidak berpengaruh terhadap peubah produksi. Meskipun demikian, pupuk N dan P yang diberikan mampu menghasilkan rata-rata produksi yang lebih tinggi (83.2 ton/ha) jika dibandingkan dengan produksi tebu pabrik dan tebu rakyat (Lampiran 13). Hal ini diduga penggunaan dosis N yang lebih besar dari dosis sebelumnya (135 kg N/ha) pada perlakuan sehingga terdapat penambahan unsur N dalam tanah untuk meminimalisasi kehilangan unsur N selama fase pertumbuhan. Menurut Pawirosemadi dalam Maswal dan Abidin (1988), pada tanah yang kurang persediaan unsur hara N, P dan K, perlu ditambah unsur hara yang di perlukan dalam jumlah yang serasi, sebab masing-masing unsur hara akan memberikan pengaruh baik yang penuh kepada tanaman, jika unsur hara lain juga tersedia dalam jumlah yang cukup.

58 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pupuk N dan P yang diberikan tidak berpengaruh terhadap produksi tebu kecuali pada beberapa peubah pertumbuhan. Semakin tinggi dosis pupuk Nitrogen meningkatkan BK daun, jumlah tanaman per juring, diameter batang bagian tengah dan bawah. Selain itu, semakin tinggi dosis pupuk Fosfor dapat meningkatkan jumlah tanaman per juring tanaman tebu. Kandungan Fosfor dalam tanah tergolong sangat tinggi sehingga kebutuhan tanaman sudah tercukupi. Hal ini berakibat pupuk P yang diberikan tidak berpengaruh terhadap sebagian besar peubah yang diamati. Interaksi pupuk Nitrogen dan Fosfor tidak berpengaruh pada produksi tebu dan hablur yang dihasilkan, tetapi pada peubah pertumbuhan berpengaruh pada tinggi batang dan jumlah ruas. Rata-rata produksi tebu sebesar 83.2 ton/ha dan hablur kg/ha. Nilai ini lebih tinggi dari rata-rata produksi tebu pabrik dan tebu rakyat. Saran Perlu diketahui status hara tanah terutama unsur P sebelum penanaman. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh pemupukan Nitrogen dan Fosfor pada tanaman RC 1 (Ratoon Cane) sehingga diharapkan pupuk yang diaplikasikan akan lebih terlihat responnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tebu dari pada tanaman PC (Plant Cane).

59 DAFTAR PUSTAKA Afrida, A Pengaruh pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) di dataran tinggi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB. Bogor. 52 hal Apoen, S. D Peranan Jumlah Batang dan Tinggi Tanaman terhadap Hasil Panen pada Budidaya Tebu. Pertemuan Teknis Tengah Tahunan II. BP3G. Pasuruan Ashari, S Hortikultura: Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta, 485 hal. Dinas Infokom Jatim Pertengahan Juli, sudah 342,042 ton gula diproduksi. [15 Desember 2009] Erwin dan Z. Abidin Percobaan penggunaan pupuk campur dan waktu aplikasi pada tanaman tebu. Bulletin (04): 1-10 Foth, H. D Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi ketujuh. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 762 hal. Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell Terjemahan Susilo, Herawati Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal. Hanafiah, K. A Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 hal. Hardjowigeno, S Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal. Kompas Tahun 2009, Surplus Gula. [21 November 2008] Leiwakabessy, F. dan Sutadi Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Maswal dan Z. Abidin Pengaruh pemupukan NPK terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksi tebu varietas F-156 pada tanah aluvial. Bulletin (2): 1-36 Nielsen, R. L N Loss Mechanisms and Nitrogen Use Efficiency. [ 27 Maret 2010]. Novizan Petunjuk Penggunaan Pupuk yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta. 114 hal

60 Pramono, D Seri Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu. Dioma, Malang. 219 hal. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Vademecum Tanaman Tebu. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero). Bandar Lampung. 355 hal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Kiat Mengatasi Kelangkaan Pupuk untuk Mempertahankan Produktivitas Tebu dan Produksi Gula Nasional. [16 Desember 2009] Sabiham, S., S. Djokosudardjo, G. Soepardi Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Ilmu tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 140 hal. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross Fisiologi Tumbuhan. Jilid I, II, dan III. Terjemahan dari : Plant Physiology. Penerjemah : D. R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung. 241 hal. Saputro, S.E., I. Ismail, dan Sukarto Pemupukan NPK berimbang pada tanaman pertama beberapa varietas unggul lokal PG Bungamayang. Berita. 9: Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Faperta, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal. Sudiatso, S Tanaman bahan baku pemanis dan produksi pemanis. Departemen Budidaya pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hal Sudiatso, S Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 32 hal Sundara, B Sugarcane Cultivation. First Edition. Vikas Publishing House Pvt Ltd, New Delhi.292 p. Tisdale, S. M., W. L. Nelson, and J. D. Beaton Soil Fertility and Fertilizer. Fourth Edition. Macmillan Publishing company, New York. 694 p. Usman, B Pengaruh tipe agroklimat dan jenis tanah terhadap hasil gula tanaman tebu dengan pemupukan urea dan AS. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan. BP3G Pasuruan: Wagimin, S. Aminudin, Pudjiarti, dan Munadi Pengaruh pemupukan nitrogen dan fosfor terhadap produksi kandungan protein dan serat kasar (Saccharum spontaneum). Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto. 20 hal. Wikipedia Sugarcane. [30 Mei 2006]

61 LAMPIRAN

62 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Asal : tidak diketahui, pertama kali berkembang di Dusun Kencana, Kecamatan Jatitujuh, Majalengka Jawa Barat. Sifat Morfologi 1. Batang Bentuk ruas Warna batang Lapisan lilin Retakan tumbuh Cincin tumbuh Teras dan lubang Bentuk buku ruas Alur mata : Silindris, susunan antar ruas lurus sampai berbiku, dengan penampang melintang bulat : hijau kekuningan, menjadi coklat keunguan bila terpapar sinar matahari : ada di sepanjang ruas, tipis tidak mempengaruhi warna ruas : tidak ada : melingkar datar di atas puncak mata, dengan warna kuning kehijauan : masif : konis, dengan 2-3 baris mata akar, baris paling atas tidak melewati puncak mata : tidak ada

63 2. Daun Warna daun Ukuran lebar daun Lengkung daun Telinga daun Bulu bidang punggung Sifat lepas pelepah : hijau muda : lebar (lebih dari 6 cm) : melengkung kurang dari ½ panjang daun : ada, lemah-sedang, dengan kedudukan serong : tidak ada : mudah 3. Mata Letak mata Bentuk mata Sayap mata Rambut tepi basal Rambut jambul Pusat tumbuh Sifat-Sifat Agronomis 1. Pertumbuhan Perkecambahan Awal pertunasan Kerapatan batang Diameter batang Pembungaan Kemasakan Daya kepras : pada bekas pangkal pelepah : bulat telur, dengan bagian terlebar di tengah : berukuran sama lebar, dengan tepi sayap bergerigi : tidak ada : tidak ada : di atas tengah mata : cepat, seragam : cepat : sedang (8-10 batang/meter) : sedang - besar : sporadis : tengah - lambat : baik

64 2. Potensi produksi Lahan sawah : - Hasil tebu (ku/ha) : ± Rendemen (%) : 10,99 ± 1,65 - Hasil hablur (ku/ha) : 110,6 ± 22,1 Lahan tegalan : - Hasil tebu (ku/ha) : 992 ± Rendemen (%) : 9,51 ± 0,88 - Hasil hablur (ku/ha) : 95,4 ± 25,5 3. Ketahanan hama dan penyakit - Penggerek batang : tahan - Penyakit blendok : tahan - Pokkahbung : tahan - Luka api : tahan 4. Kesesuaian lokasi : cocok untuk lahan tegalan dan sawah jenis tanah mediteran dengan iklim C3, Kambisol C3, Aluvial C2 dan Grumusol C2. 5. Kadar sabut : + 13,05 Peneliti Pemilik varietas : Bari Ngarijan dan Kusmiyanto : PT. PG. Rajawali Nusantara II

65 Lampiran 2. Denah Penelitian N1P2 N2P1 N2P3 N1P1 N1P1 N2P2 N4P3 N1P3 N4P2 N1P3 N2P2 N4P4 N1P4 N3P3 N1P3 N4P2 N3P2 N2P1 N1P2 N4P1 N4P1 N1P1 N3P4 N3P2 N3P1 N2P2 N3P2 N4P4 N1P4 N4P4 N2P3 N3P4 N4P3 N2P3 N2P1 N2P4 N2P4 N4P1 N4P3 N3P4 N3P1 N4P2 N2P4 N3P3 N3P3 N1P2 N1P4 N3P1 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Jalan kontrol Jalan kontrol PERLAKUAN MACAM DOSIS PUPUK KG/ HA N1 UREA 200 N2 UREA 300 N3 UREA 400 N4 UREA 500 P1 TSP 80 P2 TSP 160 P3 TSP 240 P4 TSP 320 K KCL 270

66 Lampiran 3. Gambar Persiapan Lahan dan Penanaman Pembajakan Penggaruan I Penggaruan II Pembuatan alur tanaman Dropping bibit Ecer bibit Pencacahan 2 mata Tutup tanam

67 Lampiran 4. Gambar Pemeliharaan dan Panen Tebu Irigasi di alur tanaman Pemupukan II Pengendalian gulma Pembumbunan Klentek Penebangan Muat (loading) tebu Pengangkutan ke pabrik

68 Lampiran 5. Gambar Kegiatan Pengamatan Percobaan Pemupukan Tebu Pengukuran Tinggi Batang Pengambilan sampel SLA Pengukuran diameter batang Sampel organ tebu kering Organ tebu umur 9 BST Organ tebu umur 11 BST Penampang tanah Tinggi batang tebu

69 Serangan penggerek pucuk Serangan penggerek batang Serangan penggerek pucuk Larva penggerek batang

70 Warna batang tebu akibat perbedaan penerimaan cahaya matahari Sogolan Petak percobaan tebu Petak perlakuan N2P4 Petak perlakuan N3P4

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu Tebu termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae dan ordo Glumamaceae. Saccharum officinarum adalah jenis yang paling banyak dikembangkan dan dibudidayakan

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah lokasi penelitian tergolong agak masam dengan ph 5.6. Menurut Sundara (1998) tanaman tebu masih dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ;

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ; TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ; divisi : Spermatophyta ; subdivisi : Angiospermae ; kelas : Monocotyledoneae ; ordo : Graminales ;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Buncis Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 ditanam di Kebun Percobaan PG Djatirorto PTPN XI, Jawa Timur. Secara administrasi, lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Khusus 6.1.1. Pengelolaan Kebun Bibit Datar di PG. Krebet Baru Pengelolaan kebun bibit berjenjang dilakukan mulai KBP (Kebun Bibit Pokok), KBN (Kebun Bibit Nenek), KBI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN RESPON PERTUMBUHAN STEK TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP JENIS DAN TAKARAN PUPUK ORGANIK Lendri Yogi, Gusmiatun, Erni Hawayanti Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009. Bahan dan

Lebih terperinci

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pupuk urea dan KCl berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.Tinggi Tanaman Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida pada umur 28 dan 45 HST (lampiran 1), bahwa F-hitung lebih besar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) Oleh: Mardhyillah Shofy A34103042 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.a. Parameter Utama 4.a.l. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan bahwa pemberian pupuk nitrogen (kombinasi kascing dan pupuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27 J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 50 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):50-54, 2013 Vol. 1, No. 1: 50 54, Januari 2013 PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN 1979 5777 55 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) VARIETAS LOKAL MADURA PADA BERBAGAI JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK FOSFOR Nurul Hidayat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam kelas Monokotiledon, ordo Glumaccae, famili Graminae, genus Saccharum. Beberapa spesies tebu yang lain

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

Tata Cara penelitian

Tata Cara penelitian III. Tata Cara penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Lahan Percobaan, Labaratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Mengembangkan dan membudidayakan tanaman tomat membutuhkan faktor yang mendukung seperti pemupukan, pengairan, pembumbunan tanah, dan lain-lain. Pemberian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Teknis 6.1.1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan proses awal budidaya tanaman tebu. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tercapainya produksi yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci