V. TABEL 1-0 JAWA TENGAH: SUATU TEMUAN WIRIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. TABEL 1-0 JAWA TENGAH: SUATU TEMUAN WIRIS"

Transkripsi

1 V. TABEL 1-0 JAWA TENGAH: SUATU TEMUAN Tabel 1-0 dapat dipandang sebagai kumpulan data yang menguraikan karakteristik struktural utama dari sistem perekonomian. Melalui tabel tersebut seorang perencana mampu menerangkan dan mempengaruhi kelakuan dari sistem yang ada dalam periode waktu tertentu. Bab ini menyajikan pembentukan model 1-0 ukuran 22 x 22 sektor dari perekonomian Jawa Tengah. Tabel tran- saksi (flow table) akan diuraikan pada bagian pertama bab ini, diikuti oleh koefisien teknologi. Selanjutnya secara lebih terinci, didiskusikan nilai-ni,lai yang ada dalam tabel transaksi meliputi sistem ketergantungan antar sektor, biaya dan nilai produksi. Tabel 1-0 memberikan transaksi kerja yang memuaskan untuk mengukur dan menggambarkan arus antar industri da- * ri input dan output yang berlangsung di antara berbagai sektor perekonodian. Tabel Lampiran 3 berisi estimasi struktur perekono- mian Jawa Tengah berdasarkan nilai tahun 1983 pada harga produsen dalam jutaan rupiah. itu: Tabel transaksi ini terdiri dari.empat bagian, ya- (a) Bagian sebelah kiri atas tabel (kuadran 11) adalah arus antar industri. Kuadran ini menggambarkan

2 transaksi jual-beli barang-barang setengah jadi (Ighrmgi$b&s noods) antar industri (sektor 1-22) untuk diproses lebih lanjut atau diolah menjadi bentuk barang dan jasa akhir. Kuadran transaksi input antara ini disebut juga sebagai sektor prosesing (Miernyk, 1969). (b) Bagian sebelah kiri bawah (kuadran 111) terdiri dari tiga baris. Yang pertama (Uj) adalah total lajur a- tau jurnlah pembelian input antara oleh masing-masing industri (sektor I. -22). Baris kedua (Vj) adalah nilai tambah (yuw added) yang merupakan nilai balas jasa atau pembayaran terhadap faktor-faktor produksi primer yang meliputi tanah dan tenaga kerja rumah tangga, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Baris ketiga (Xj) adalah penjumlahan dari input atau sama dengan total output. Seringkali impor dimasukkan ke dalam kuadran ini, tergantung perlakuan yang aikenakan tarhadap impor tersebut. Dalam studi ini impor digerlakuhn secara non-kompetitip. Total input untuk setiap sektor didefinisikan sebagai jumlah semua input antara ditambah nilai tam- bah, atau secara matematis: Xj = uj + vj - = T: xij + vj i (1 (c) Kuadran IV berisi total input atau total output se- perti terlihat pada bagian sebelah kanan bawah dari

3 tabel yang didefinisikan sebagai jumlah dari input- input sektor individu, yang dapat dituliskan seba- 4 gai : Pendapatan Regional Bruto (PRB) didefinisikan sebagai jumlah dari semua nilai tambah seluruh sektor, atau dari persamaan (2) di atas dapat dituliskan sebagai berikut: PRB = J Vj = Rp juta. Dengan populasi penduduk wilayah Jawa Tengah pada tahun 1983 sebesar juta jiwa, maka pendapatan per tahun per kapita' adalah sebesar Rp (d) Bagian sebelah kanan atas tabel (kuadran I) adalah permintain akhir (=gal dmmd) yang merupakan tu ju- an akhir barang dan jasa. Secara teoritis di dalam ilmu ekonorni, total penawaran (2wE;Iy) harus sama de- ngan total permintaan (&mn$). Dengan demikian ana- log untuk setiap sektor penyusun perekonomian Jawa Tengah, maka penawaran sektor harus sama pula dengan - - permintaan sektor. Penawaran untuk setiap sektor me- rupakan jurnlah produksi domestik wilayah ~ awa Tengah ditambah impor, yang dinyatakan sebagai berikut:

4 Z, = Xi + H, (4) Permintaan terhadap output sektor tertentu terdiri dari pemakaian sektor-sektor produksi lainnya untuk tujuan antara ditambah permintaan akhir serta ekspor ke luar wilayah. Secara matematis dapat dituliskan: Zi = x + Yi + Ei (5) Untuk seluruh perekonomian Jawa Tengah, total penawaran diperoleh dengan menjumlahkan semua sektor-. sektor produsen: Demikian pula halnya dengan total permintaan un- tuk perekonomian Jawa Tengah adalah: Menurut definisi: total penawaran sama dengan total permintaah, sehingga: Z = z Hubungan Pendapatan Regional Bruto dengan kompo- nen-komponen penawaran dan permintaan wilayah dapat ditelusuri dari ketiga persamaan terakhir sebagai berikut : - EXi = Z - CMi i i = CZXij + ZYi + Z E i -CMi i j i i i (9 1

5 86 Dari persamaan (3) maka dapat dituliskan: $ Yi + Z Ei - f Hi = Z Vj = PRB I i j 2. Yastfisien2mlQgi Dari tabel transaksi 1-0 dapat dihitung koefisien teknologi dari masing-masing sektor penyusun perekonomi- an wilayah penelitian. Untuk setiap sektor atau industri ke-i di dalam Ta- be1 1-0 tersebut berlakzl rumus: Xi - Z xij = Yi + Ei - Mi (12) j Penggunaan output antara dari industri ke-i yang di- gunakan dalam proses produksi industri ke-j dapat dinya- takan sebagai xij yang merupakan proporsi dari tingkat produksi industri ke-j. Secara matematis dapat ditulis- kan sebagai: xij = aij Xj (13) Dari persamaan (12) dan (13) diperoleh: Yi + Ei - Mi = x i * J aij Xj (14) atau dalam notasi aljabar linear dapat dituliskan seba- gai berikut: X-AX_ = Y_+E-M (I-A)X = - Y+E M X = (I-A)-~ (Y + E - M) - - = C-I (Y + E - - H_) (15) Koefisien teknologi (aij) dari 22 sektor ekonomi wi- layah Jawa Tengah disajikan pada Tabel Lampiran 4.

6 3 - BhmAmJUU9-i Dari Tabel Lampiran 3 dapat dilihat besarnya nilai 4 produksi dan biaya dari masing-masing sektor sebagai ber- ikut: Penerimaan total (bul Q-) dari sektor ~adi adalah sebesar Rp juta. Luas areal panen tanaman padi seluruhnya di wilayah Jawa Tengah Ha, yang terdiri dari lahan sawah Ha dan lahan ladang/tegalan Ha. Biaya input antara yang dikeluarkan untuk proses produksi sektor padi sebesar Rp juta atau 21.7 persen dari total output. Distribusi biaya ini meliputi pembelian input dari sektor peternakan lainnya sebesar Rp juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor bangunan Rp juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi sebesar Rp juta, sektor bank, jasa keuangan RP juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp 501 juta, dari sektor koperasi lainnya Rp juta dan dari sektor padi sendiri untuk pembelian benih sebesar Rp juta. Biaya input primer dari sektor ini adalah sejumlah Rp juta atau 78.3 persen dari total output. Biaya ini terdiri dari gaji dan upah sebesar Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyusutan sebesar

7 Rp juta, pajak tak langsung Rp juta dan impor sebesar Rp juta. 4 Output yang dihasilkan oleh sektor padi dialokasi- kan kepada dua penggunaan utama, yaitu yang tergolong ke dalam permintaan antara dan permintaan akhir. Jumlah a- lokasi output ke sektor-sektor yang tercakup ke dalam permintaan antara sebesar Rp juta atau persen. Sedangkan pembelian output sektor padi oleh permintaan akhir adalah sejumlah Rp juta atau persen. Nilai total output sektor ini meliputi tanaman pa- ngan di luar padi, buah-buahan dan sayur-sayuran yang ke- seluruhannya berjumlah Rp juta. Biaya antara yang dibelanjakan untuk menghasilkan output tersebut yang bersumber dari sektor sendiri sebe- sar Rp juta, yaitu untuk pengadaan bibit. Pembe- * lian input dari sektor-sektor lainnya yang berasal dari sektor susu clan peternakan sapi perah sebesar RP juta, sektor peternakan lainnya Rp juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor bangunan sebe- sar Rp juta, sektor perdagangan Rp juta sektor angkutan dan komunikasi Rp juta, sektor - bank dan jasa keuangan Rp juta, sektor jasa-ja- sa lainnya Rp juta dan sektor koperasi adalah sebe- sar Rp juta, sehingga biaya input antara seluruhnya

8 berjumlah Rp juta atau 16.8 persen dari total * output. Disamping pengeluaran untuk input antara, juga terdapat pengeluaran input primer sebesar Rp juta atau 83.2 persen dari nilai total penerimaan. Komposisi input primer ini terdiri dari Rp juta untuk gaji dan upah, Rp juta untuk biaya penyusutan barang modal, Rp juta pengeluaran pajak tak langsung, Rp juta pembelian input yang berasal dari impor serta surplus usaha sebesar Rp juta. Output yang diperoleh dari sektor tanaman bahan makanan lainnya ini dialokasikan ke permintaan antara sebesar Rp juta atau persen lian ke permintaan akhir sebesar Rp juta atau persen dari nilai total output. kk,$!ar_;l;ep;rbsthlanm Nilai output sektor? perkebunan adalah sebesar Rp juta. Gekkos ini meliputi perkebunan besar seluas Ha, dengan kornoditi utama berupa tanam- an karet, dan perkebunan rakyat seluas Ha yang terdiri dari komoditi utama kelapa, tebu dan tembakau. i Di dalam proses produksinya, sektor ini memerlukan input-input antara yang berasal dari sektor lainnya, yai- tu: dari sektor perkebunan sendiri sebesar Rp juta sektor peternakan lainnya Rp 11.2 juta, sektor kehutanan

9 Rp 2.2 juta, sektor industri lainnya Rp juta, sek- tor listrik, gas dan air rninum Rp juta, sektor ba- a ngunan Rp juta, sektor perdagangan Rp 791 juta, sektor hotel dan restoran Rp 203 juta, sektor angkutan dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya sebesar Rp juta dan dari sektor koperasi lainnya sebesar Rp juta. Jumlah seluruh biaya input antara adalah sebesar Rp juta atau persen dari total penerimaan sektor perkebunan ini. Pengeluaran untuk input primer sektor ini bernilai Rp juta atau persen dari nilai total pendapatan yang terdiri dari gaji dan upah Rp juta penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung Rp juta, pembelian barang impor Rp juta dan surplus usaha Rp juta. Alokasi dari output yang dihasilkan sektor ini ke perrnintaan aatara sebesar Rp juta atau persen, dan ke penaintaan akhir Rp juta atau persen. ~~ara~sla-dnnpe~m-p~bb Nilai total output yang diperoleh sektor ini adalah sebesar Rp juta. Pendapatan ini bersumber dari penjualan produk utama berupa susu segar berikut produk sampingan yang terdiri dari pertambahan kuantitas sapi

10 perah berupa anak sapi yang lahir dan hasil ikutan pupuk kandang. 0 Struktur biaya antara sektor ini terdiri dari input- input yang berasal dari sektor-sektor lain, yaitu: dari sektor tanaman bahan makanan lainnya Rp juta, sektor perkebunan Rp juta, sektor susu dan peternakkan sapi perah Rp juta, sektor pertambangan sebesar Rp juta, sektor industri makanan ternak sebesar Rp juta, sektor industri makanan, minuman dan tembakau Rp juta, sektor industri pendinginan susu Rp juta, sektor industri lainnya sebesar Rp juta, sektor listrik, gas dan air'minum sebesar Rp 4.16 juta, sektor bangunan Rp juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan sebesar Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp juta, dan dari sektor koperasi susu/kud unit persusuan sebesar RP juta: Juwlah bfaya antara rang dikeluarkan sektor ini sebesar Rp juta atau 70.54:persen dari total penerfmaan. Struktur biaya input primer sejumlah Rp juta atau sebesar persen dari nilai total output, terdiri dari komponen gaji dan upah Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung Rp juta dan impor Rp juta.

11 Jumlah permintaan antara terhadap output sektor su- * su dan peternakan sapi perah adalah sebesar RF juta (8.65 persen), sedangkan permintaan akhirnya sebe- sar Rp juta (91.35 persen). S&~~S;S&-%QLEG&S~~.~~~J~_~~MYB Sektor ini menghasilkan output senilai Rp juta. Distribusi biaya proses produksi dari sektor ini terdiri dari input antara sebesar Rp juta (31.77 persen), dan input primer Rp juta (68.23 persen). Komponen biaya input antara tersebut ber- asal dari sektor padi Rp juta, sektor tanaman bahan makanan lainnya Rp juta, sektor perkebun- an Rp juta, sektor peternakan lainnya sebesar RP juta, sektor kehutanan Rp 35.6 juta, sektor perikanan Rp 12.3 juta, sektor pertambangan Rp juta, sektor industri makanan ternak Rp juta, sektor' indus'tri makanan, minuman dan tembakau sebesar Rp juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum Rp juta, sektor bangunan Rp juta, sektor perdagangan se- besar Rp juta, sektor hotel dan restoran sebesar Rp 49.6 juta, sektor angkutan dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp juta dan dari sek- tor koperasi lainnya Rp juta. Biaya-biaya input primer terdiri dari gaji dan upah Rp juta,

12 surplus usaha Rp juta, penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung Rp juta dan impor Rp juta. Dari output yang dihasilkan sektor ini, ternyata sebesar Rp juta (48.25 persen) merupakan'permintaan antara dan selebihnya sejumlah Rp juta merupakan permintaan akhir (51.75 persen). E!!SUS?X~~L~~~~Q Produksi sektor kehutanan bernilai Rp ju- ta. Sektor-sektor antara penyedia input kehutanan ini adalah: sektor peternakan lainnya menyediakan input se- nilai Rp 86.1 juta, dari sektor kehutanan sendpri adalah Rp juta, sektor industri lainnya Rp juta sektor listrik, gas dan air minum Rp juta, sektor bangunan Rp juta, sektor perdagangan Rp ju- ta, sektor hotel dan restoran Rp 27.9 juta, sektor ang- * kutan dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya sebesar Rp juta. Jumlah keseluruhan biaya antara adalah Rp juta atau persen dari nilai total pro- duksi. Komponen input primer terdiri--dari gaji dan upah Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyu- sutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung

13 RP juta, impor Rp juta, yang keseluruh- * annya berjumlah Rp juta (85.87 persen dari to- tal input). Alokasi output sektor kehutanan didistribusikan kepada sektor permintaan antara sebesar Rp juta (79.8 persen) dan sektor permintaan akhir RP juta (20.2 persen). S-rZiPerikm~hn Nilai produksi sebesar Rp juta dari sektor ini berasal dari perikanan laut dan perikanan darat. Struktur input tergolong ke dalam input antara sebesar.rp juta (21.41 persen) dan input primer sebesar Rp juta (78.59 persen). Input antara berasal dari sektor padi Rp 20 juta, sektor tanaman bahan makanan lainnya Rp juta, sektor peternakan lainnya Rp 31.2 juta, sektor kehutanan Rp 5.1 juta, sektor perikanan Rp 3 7,67.7 juta, sektor pertambangan Rp 25.1 juta, sektor industri makanan, minuman dan tembakau Rp juta, sektor industri lainnya Rp ' juta, sektor listrik, gas dan air minum Rp 76.4 juta, sektor bangunan Rp juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor hotel dan restoran Rp 29.7 juta, sektor angkutan dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp ju- ta, dan dari sektor koperasi lainnya Rp juta. Kom- ponen biaya yang tergolong ke dalam input primer adalah

14 gaji dan upah Rp juta, surplus usaha sebesar Rp juta, penyusutan Rp juta, pajak tak # langsung Rp juta dan impor Rp juts. Permintaan antara terhadap output adalah sebesar Rp juta (19.28 persen) sedangkan permintaan a- hirnya adalah sebesar Rp juta (80.72 persen). S & ~ r & _ E ~ ~ i. n ~ n _ Sektor pertambangan menghasilkan output senilai Rp juta. Biaya-biaya pembelian input antara yang dikeluarkan sektor ini bersumber dari sektor industri lainnya sebe- sar Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum Rp juta, sektor bangunan Rp juta, sektor per- dagangan Rp juta, sektor hotel dan restoran se- - besar Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi sebe- sar Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan sebesar Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp juta, yang keseluruhannya berjumlah Rp juta (6.05 per- sen dari nilai total output). Komponen biaya yang terma- suk ke dalam input primer adalah gaji dan upah sebesar RP juta, surplus usaha Rp juta, penyu- sutan Rp juta, pajak tak langsung Rp ju ta dan impor Rp juta. Jumlah biaya primer ini semuanya Rp juta (93.95 persen).

15 Pengalokasian output ke sektor permintaan antara sebesar Rp juta (80.06 persen) dan ke sektor 4 permintaan akhir Rp juta (19.94 persen). ~~L%J&W~LW~LDU& Nilai total output sektor ini adalah Rp ju- ta. Jumlah input antara sebesar Rp (60.77 per- sen) berasal dari berbagai sektor yaitu: sektor padi se- besar Rp 4.7 juta, sektor tanaman bahan makanan lainnya Rp juta, sektor perkebunan Rp juta, sektor perikanan Rp 2 juta, sektor industri makanan ter- nak Rp juta, sektor industri makanan, minuman dan tembakau Rp juta, sektor industri lagnnya sebe- sar Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum se- besar Rp 6.15 juta, sektor bangunan Rp juta, sek- tor perdagangan Rp juta, sektor angkutan dan komu- nikasi Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan sebe- sar Rp ,jutaJ sektor koperasi susu Rp juta, dan sektor koperasi lainnya Rp 21.2 juta. Input primer yang keseluruhannya bernilai Rp juta (39.23 persen) terdiri dari gaji dan upah Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung Rp juta, dan impor Rp juta. Permintaan antara dan permintaan akhir terhadap pro- duk sektor ini berturut-turut adalah sebesar Rp juta (67.35 persen) dan Rp juta (32.65 persen).

16 Penerimaan total dari output sektor ini besarnya 4 Rp juta. Ongkos produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan output tersebut terdiri dari input antara adalah sebesar Rp juta (78.65 persen) dan input primer se- besar Rp juta (21.35 persen). Sektor-sektor penyedia input yang termasuk ke dalam kelompok biaya antara adalah sektor padi yaitu sebesar RP juta, sektor tanaman bahan makanan sebesar RP juta, sektor perkebunan Rp ju- ta, sektor susu dan peternakan sap5 perah Rp ju- ta, sektor peternakan lainnya Rp juta, sektor kehutanan Rp juta, sektor perikanan Rp ju- ta, sektor pertambangan Rp juta, sektor industri makanan, minuman dan tembakau Rp juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum' Rp juta, sektor bangunan sebesar Rp juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor hotel dan restoran Rp juta, sektor angkut- an dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan ja- ~, sa keuangan Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp juta, sektor koperasi susu Rp juta, sek- - tor koperasi lainnya Rp juta. Komponen biaya input primer meliputi gaji dan upah Rp juta, -surplus usaha adalah Rp juta.

17 penyusutan Rp juta, pajak tak langsung sebesar Rp juta dan impor Rp juta. 4 Pengalokasian output sektor ini ke permintaan anta- ra sebesar Rp juta (16.95 persen), sedangkan ke permintaan akhir sebesar Rp juta (83.05 persen). &mdlindmf;rleendhgi~~~~au Produksi sektor ini bernilai Rp juta. Untuk menghasilkan output sebesar tersebut di atas, diperlukan biaya produksi yang tergolong ke dalam input antara dan input primer. Nilai input antara sebesar Rp juta (42.44 persen dari nilai output) terdiri dari sektor sen- diri Rp juta, sektor industri lainnya Rp ju- ta, sektor listrik, gas dan air minurn Rp juta, sek- tor bangunan Rp juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor hotel dan restoran Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan? jasa keuangan Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp 7.42 juta dan dari sektor koperasi susu R;? 34.8 juta. Pengeluaran untuk sektor input primer yang berjum- lah Rp juta (57.56 persen) terdiri dari gaji dan upah Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyu- sutan Rp juta, pajak tak langsung Rp juta, dan impor Rp juta. Dari output yang dihasilkan sektor ini adalah sebe- sar Rp juta (76.99 persen) dialokasikan ke sektor

18 permintaan antara dan sisanya sebesar Rg juta (23.01 persen) ke sektor permintaan akhir. 4 Sektor ini menghasilkan output dengan nilai sebesar Rp juta. Struktur biaya yang dikeluarkan untuk pernbelian input terdiri dari Rp juta (6.8 persen dari output) input antara dan Rp juta (93.2 persen dari output) input primer. Komponen penyusun input antara berasal dari sektor perkebunan Rp juta, sektor peternakan lainnya Rp juta, sektor kehutanan Rp juta, sektor pertambangan Rp juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum Rp juta, sektor bangunan Rp juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor hotel dan restoran Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan sebesar RP juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp juta, sektor koperasi susu Rp 22.3 juta, $an dari sektor koperasi lainnya sebesar Rp juta. Input primer terdiri dari gaji dan upah Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyusutan sebesar Rp juta, pajak tak langsung Rp juta dan impor Rp juta.

19 100 Output yang diproduksikan sektor ini didistribusi- * kan ke sektor permintaan antara sebesar Rp ju- ta (17.9 persen) dan ke sektor permintaan akhir sebesar Rp juta (82.1 persen). Sek~rU:kis.%riLGasAmAirAinym Nilai penerimaan sektor ini besarnya Rp juta. Biaya input yang dikeluarkan untuk proses produksinya terdiri dari pembelanjaan input antara adalah sebesar Rp juta (29.5 persen dari penerimaan total) dan input primer sebesar Rp juta (70.5 persen). Pengeluaran input antara meliputi sektor kehutanan Rp 4.9 juta, sektor pertambangan Rp 39.2 juta, sektor industri lainnya Rp juta, dari sektor sendiri sebesar Rp juta, sektor bangunan Rp 61.2 juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor hotel dan restoran RP 27.9 juta,*sektor angkutan dan komunikasi Rp 67.1 juta, sektor bank dan jasa keuangan Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp juta, sektor koperasi lainnya Rp juta. Pengeluaran untuk input primer adalah gaji dan upah Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyusutan Rp juta, pajak tak langsung sebesar Rp juta dan impor Rp juta. Alokasi output sektor ini ke sektor permintaan antara sebesar Rp juta (58.1 persen), dan ke sektor permintaan akhir Rp juta (41.9 persen).

20 4 Total output yang diperoleh sektor ini bernilai se- besar Rp juta. Distribusi ongkos produksi tercakup dalam input antara sebesar Rp juta (59.83 persen dari output) dan input primer Rp juta (40.17 persen). Komponen input antara terdiri dari sektor perkebunan Rp 24.4 juta, sektor kehutanan Rp juta, sektor pertambangan Rp juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum Rp juta, sektor bangunan Rp l juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor hotel' dan restoran RP juta, sektor angkutan dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp juta dan sektor kope- rasi lainnya Rp 77.3 juta. Input primer terdiri dari gaji dan upah Rp ? juts, surplus usaha Rp juta, penyusutan ba- rang modal Rp Suta, pajak tak lanesung sebesar Rp juta, dan impor Rp juta. Dari output yanq dihasilkan, sebesar Rp juta (11.08 persen) dialokasikan ke sektor permintaan an- tara dan Rp juta (88.92 persen) ke permintaan ak- hir.

21 * Jumlah total permintaan sektor ini adalah sebesar Rp juta. Struktur biaya yang dikeluarkan di dalam proses ke- giatannya terdiri dari pengeluaran input antara sebesar Rp juta (3.8 persen dari total output), dan in- put primer Rp juta (96.2 persen dari output total). Yang termasuk input antara terdiri dari sektor ta- naman bahan makanan Rp juta, sektor perkebunan se- besar Rp juta, sektor susu dan paternakan sapi pe- rah Rp 9.7 juta, sektor peternakan lainnya Rp ju- ta, sektor kehutanan Rp juta, sektor gerikanan RP juta, sektor pertambangan Rp juta, sektor industri makanan ternak Rp juta, sektor industri makanan, minuman dan tembakau Rp juta, sektor in- dustri lainnya Rp juta, sektor listrik, gas dan v air minum Rp juta, sektor bangunan Rp juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor hotel dan res- toran Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi se- besar Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan se- besar Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya sebesar Rp juta, dan dari sektor koperasi lainnya sebe- sar Rp juta. Yang termasuk komponen input primer adalah gaji dan upah Rp juta, surplus usaha Rp juta,

22 penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak lang- sung Rp juta dan impor Rp juta. 4 Permintaan antara terha,dap output sektor perdagang- an Rp juta (12.52 persen) dan permintaan akhir sebesar Rp juta (87.48 persen). ~~er1~h~~am-besfs~- Nilai output sektor ini sebesar Rp juta. Distribusi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksikan output tersebut tercakup dalam input antara adalah sebesar Rp juta (55.08 persen dari output) dan input primer sebesar Rp juta (44.92 persen dari output ). Sektor-sektor penyedia input antara meliputi sektor tanaman bahan makanan Rp juta, sektor perkebunan Rp juta, sektor susu dan peternakan sapi perah Rp juta, sektor peternakan lainnya sebesar RP juta, sektor kehutanan Rp 3.1 juta, sektor perikanan Rp juta, sektor pertambangan Rp 71.2 juta, sektor industri makanan, minuman dan tembakau sebesar Rp juta, sektor industri lainnya sebesar Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum sebesar Rp juta, sektor bangunan Rp juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor hotel dan restoran Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan sebesar

23 104 Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp ju-.ta, dan sektor koperasi lainnya Rp juta. 0 Yang terrnasuk ke dalam sektor input primer adalah gaji dan upah Rp juta, surplus usaha sebesar Rp juta, penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung Rp juta dan impor sebesar Rp juta. Ternyata dari output yang dfproduksikan oleh sektor ini, sebesar Rp juta (4.85 persen) didistribusikan'ke sektor-sektor permintaan antara dan ke permintaan akhir dialokasikan sebesar Rp juta (95.15 persen). %kttor_t7;anun,b~eiawnihfi Sektor ini rnenghasilkan penerimaan kotor sebesar Rp juta. Sektor-sektor penyedia input yang tergolong ke da- lam input antgra dengan nilai Rp juta (18.58 parsen dari total output) tsrdiri dari sektor peternakan lainnya Rp juta, sektor industri makanan, minuman dan ternbakau Rp juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum sebe- sar Rp juta, sektor bangunan Rp juta, sek tor perdagangan Rp juta, sektor hotel dan resto- ran Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi se- besar Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan se- besar Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya sebesar

24 llj5 RP juta dan sektor koperasi lainnya RP d juta. Input primer sebesar Rp juta (81.42 per- sen dari output) meliputi gaji dan upah Rp ju- ta, surplus usaha Rp juta, penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung Rp juta dan impor Rp juta. \ Dari sejumlah output yang dihasilkan sektor ini, sebesar Rp juta (14.93 persen) dialokasikan ke sektor-sektor permintaan antara. dan sebesar Rp juta merupakan perrnintaan akhir atau persen dari output. SrsbbrLS~&&danJii%a Kewngan Penerimaan total sektor ini adalah Rp juta. Biaya produksi yang dikeluarkan sektor ini terdiri dari Rp juta (9.75 persen dari output) input antara dan Rp juta (90.25 persen dari output) in- put primer. 1 Komponen sektor penyedia input antara adalah sektor industri pendinginan susu Rp 25.1 juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum Rp l 240 juta, sektor bangunan Rp juta, sektor perdagangan Rp juta, sektor hotel dan resto- - ran Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi sebesar Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan sebesar Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp 4 636

25 lu6 juta, sektor koperasi susu Rp juta, sektor kopera- si lainnya Rp juta. 0 Input primer terdiri dari gaji dan upah Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung Rp juta dan impor Rp juta. Permintaan antara terhadap output sektor ini adalah Rp juta (55.06 persen), sedangkan pemintaan akhir Rp juta (44.94 persen). ~ ~ a r ~ % J ~ a - - h ~ ~ ~ ~ y a Nilai pendapatan yang diperoleh sektor ini besarnya Rp juta. Pengeluaran biaya-biaya produksi tercakup dalam biaya-biaya input antara sebesar Rp juta (31.86 persen dari output) dan biaya untuk input primer sebesar Rp juta (68.14 persen dari output). Komponen biaya antara berasal dari berbagal sektor yaitu sektor tanaman bahan makanan lainnya Rp juta, sektor perkebunan Rp juta, sektor susu dan peternakan sapi perah Rp juta, sektor peternakan lainnya Rp juta, sektor perikanan Rp 85.2 juta, sektor industri makanan, minuman dan tembakau Rp juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum Rp juta, sektor bangunan Rp juta, sektor perdagangan Rp

26 juta, sektor hotel dan restoran Rp 210 juta, sektor ang- * kutan dan komunikasi Rp juta, sektor bank dan ja- sa keuangan Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya se- besar Rp juta, dan sektor koperasi lainnya sebesar Rp juta. Komponen biaya input primer meliputi gaji dan upah Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung Rp juta dan impor Rp juta. Output yang dihasilkan dialokasikan ke sektor permintaan antara sebesar Rp juta (29.28 persen), dan ke sektor permintaan akhir Rp juta (70.72 persen). Output yang dihasilkan sektor ini bernilai sebesar Rp juta. Struktur, biaya yang dibelanjakan ke sektor-sektor penyedia input terdiri dari input antara adalah sebesar Rp juta (55.63 persen dari output) dan input primer Rp juta (44.37 persen dari output). Biaya yang dikeluarkan untuk input antara meliputi sektor susu dan peternakan sapi perah Rp 18.6 juta, sektor industri makanan ternak Rp 37.7 juta, sektor industri makanan, minuman dan tembakau Rp juta, sektor industri pendinginan susu Rp 21.3 juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor listrik, gas dan air minum

27 RP 6.91 juta, sektor bangunan Rp juta, sektor per- * dagangan Rp juta, sektor hotel dan restoran sebe- sar Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi sebe- sar Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan sebesar Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp juta, dan sektor koperasi susu Rp 15.9 juta. Input primer mencakup ga ji din upah Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung Rp juta dan impor Rp juta. Permintaan antara atas output besarnya Rp juta (81.19 persen), sedangkan permintaan akhir besarnya RP juta (18.81 persen). s!zbfi~2l_iseeer~lkfne~:~ juta. Nilai total output sektor ini sebesar Rp Biaya antara yang diperlukan untuk menghasilkan out- * putnya adalah sebesar Rp juta (58.67 persen da- ri nilai total output) terdiri dari sektor padi Rp 820 juta, sektor tanaman bahan makanan lainnya Rp 38.8 juts, sektor perkebunan Rp 53.8 juta, sektor peternakan lain- nya Rp juta, sektor perikanan Rp juta, sek- tor pertambangan Rp 9.8 juta, sektor industri makanan, minuman dan tembakau Rp juta, sektor industri lainnya Rp juta, sektor listrik, gas dan air mi- num Rp juta, sektor bangunan' Rp juta, sektor

28 perdagangan Rp juta, sektor hotel dan restoran * Rp juta, sektor angkutan dan komunikasi sebesar Rp juta, sektor bank dan jasa keuangan sebesar Rp juta, sektor jasa-jasa lainnya Rp juta dan sektor koperasi lainnya Rp 32.1 juta. Siaya input primer terdiri dari gaji dan upah sebesar Rp juta, surplus usaha Rp juta, penyusutan barang modal Rp juta, pajak tak langsung Rp juta, impor Rp juta. Jumlah keseluruhan input primer ini adalah Rp juta atau persen dari nilai total output. Distribusi output yang diproduksikan sektor ini ke sektor permintaan antara sebesar Rp juta (62.79 persen), dan ke sektor permintaan akhir sebesar Rp juta (37.21 persen). juta. Pendapatan sektor pemerintahan sebesar Rp Komponen biaya semuanya merupakan input primer yang terdiri dari gaji dan upah Rp juta dan penyusut- an barang modal Rp juta. Alokasi pendapatan sektor ini didistribusikan selu- ruhnya ke sektor permintaan akhir.

29 4. &f;p;,~gmtungan4mf;1hr~x Pada uraian nilai produksi serta biaya produksi ma- * sing-masing sektor secara implisit telah mencerminkan adanya saling keterkaitan antara sektor satu dengan sektor lainnya di dalam suatu sistem perekonomian. Sub bab ini hanya memfokuskan saling ketergantungan sektor susu dan peternakan sapi perah terhadap sektorsektor lainnya. Pada dasarnya, derajat ketergantungan antar sektor dikategorikan atas ketergantungan penjualan dan ketergantungan pembelian. Besaran ketergantungan penjualan suatu sektor dinyatakan sebagai nilai barang dan jasa sektor tersebut yang dibeli oleh sektor lainnya. Besaran ketergantungan pembelian suatu sektor diukur dari nilai barang dan jasa sektor lainnya yang dibeli oleh sektor tersebut. Ketergantungan penjualan dan pembelian sektor susu dan peternakan sapi perah disajikan pada Tabel 7 yang didasarkan atas nilai-nilai pada Tabel Lampiran 3. Pada Tabel 7 tersebut dapat dilihat derajat ketergantungan penjualan sektor susu dan peternakan sapi perah terhadap sektor-sektor lain berturut-turut, mulai yang tertinggi hingga terendah yaitu: (1) Sektor susu dan peternakan sapi perah, (2) Sektor industri makanan, minuman dan tembakau, (3) Sektor koperasi susu, (4) Sektor Hotel dan Restoran, (5) Sektor jasa-jasa lainnya, (6) Sektor tanaman bahan makanan dan (7) Sektor perdagangan.

30 Tabel 7. Ketergantungan Penjualan dan Pernbelian Sektor Susu dan Peternakan Sapi Perah di Jawa Tengah, Tahun 1983 Peringkat Ketergantungan Pen jual an Ketergantungan Pembel ian 1 Sektor susu dan pe- Sektor industri maternakan sapi perah kanan, minuman dan tembakau 2 Sektor industri ma- Sektor industri kanan, minuman dan makanan ternak tembakau 3 Sektor Koperaai Susu Sektor bank dan jasa keuangan 4 Sektor hotel dan res- Sektor tanaman batoran han makanan lainnya 5 Sektor jasa-jasa lain- Sektor susu dan penya ternakan sapi perah 6 Sektor tanaman bahan Sektor industri penmakanan lainnya dinginan susu 7 Sektor perdagangan Sektor koperasi susu 8 - Sektor perkebunan Sektor industri lainnya 10 - Sektor -pertambangan - Sektor bangunan Sektor jasa-jasa lainnya Sektor angkutan dan komunikasi Sektor perdagangan Sektor listrik, gas dan air minum

31 Ternyata transaksi jual beli antar komponen pelaku di dalam sektor susu dan peternakan sapi perah sendiri b menduduki peringkat tertinggi. Kegiatan ini terutama berkaitan dengan jual beli bibit sapi perah di antara se- sama petani di dalam wilayah, baik berupa induk sapi de- wasa maupun anak sapi betina. Demikian juga pengalokasi- an susu segar yang diproduksi oleh induk sapi perah diberikan, bagi keperluan konswnsi anaknya (pedet). Kebutuhan susu segar untuk setiap pedet diperkirakan sekitar 3-4 liter per hari selama 45 hari periode menyusui. Alokasi output sektor ini ke sektor industri makanan, minuman dan tembakau berupa penjualan susu segar dan anak sapi jantan atau hasil pemotongan sapi perah yang sudah tidak produktip lagi. Dari segi teori ekonomi, sektor koperasi susu terutama dalam kaitannya dengan pemasaran produksi susu peternak sapi perah, cenderung merupakan monopsonis. Keadaan tersebut' sebenarnya merupakan akibat dari sistem yang ada dimana petani anggota koperasi yqng mengambil paket kredit tidak mempunyai pilihan lain untuk memasarkan produksinya kecuali kepada koperasi. Dalam ha1 ini, sektor koperasi merupakan lembaga saluran pemasaran dengan memperoleh sejumlah marjin. Alokasi output ke sektor hotel, restoran dan ke sektor jasa-jasa lainnya seperti rumah sakit berupa penjualan susu segar yang terutama dilakukan oleh perusahaan

32 sapi perah, sedangkan penjualan output ke sektor tanaman * - bahan makanan hanyalah berupa hasil ikutan pupuk kandang Pada tabel yang sama, juga dapat dilihat derajat ketergantungan pembelian sektor susu dan peternakan sapi perah terhadap sektor-sektor lainnya. Secara berturutturut mulai dari derajat tertinggi sampai terendah adalah (1) Sektor industri makanan, minuman dan tembakau, (2) Sektor industri makanan.ternak, (3) Sektor bank dan jasa keuangan, (4) Sektor tanaman bahan makanan lainnya, (5) Sektor susu dan peternakan sapi perah, (6) Sektor in- dustri pendinginan susu, (7) Sektor koperasi susu, (8) Sektor perkebunan, (9) Sektor industri lainnya, (10) Sektor pertambangan, (11) Sektor bangunan, (12) Sektor jasajasa lainnya, (13) Sektor angkutan dan komunikasi, (14) Sektor perdagangan, (15) Sektor listrik, gas dan air minum. Pembelian input sektor susu dan peternakan sapi perah dari sektbr industri makanan, minuman dan tembakau meliputi dedak, ampas tahu dan makanan lainnya. Ratarata kebutuhan dedak untuk setiap ekor sapi perah dewasa sebanyak 5-6 kg per hari dengan harga Rp 60 per kilogram. Sektor industri makanan ternak menyediakan makanan olahan berupa konsentrat dengan harga relatif mahal, yaitu Rp 170 per kilogram.

33 Pengadaan induk sapi perah oleh sektor ini didapat - melalui kredit yang diperoleh dari sektor bank dan jasa keuangan. Bunga kredit bank besarnya 10.5 persen per tahun selama tujuh tahun, yang mana di dalamnya sudah termasuk biaya manajemen koperasi sebesar 1.5 persen per tahun. Pembelian makanan ternak dari sektor tanaman bahan makanan berupa ketela pohon dan limbah pertanian yang meliputi jerami, jagung, kacang-kacangan serta daun-daunan berbagai jenis tanaman lainnya. Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) yang memiliki industri pendinginan susu (MT) membantu dalam pengadaan sarana produksi usahatani sapi perah bagi peternak serta pemasaran produksi susu. Mi& Trmumk (MT) ini juga merupakan salah satu lembaga dari mata rantai pemasaran susu dan sebagai imbalan jasanya, GKSI/MT memperoleh marjin dari berbagai aktivitasnya yang berkaitan dengan sistem usahatani sapi perah. Kedudukan sektor ini identik dengan sektor koperasi susu. Sektor perkebunan menyediakan input makanan ternak berupa bungkil kelapa serta hijauan rumput. Variasi kebutuhan sapi perah dewasa akan rumput berkisar antara kg per ekor per hari dengan harga Rp 10 - Rp 15 per kilogram. Input yang dibeli dari sektor industri lainnya meliputi: sabit, cangkul, sekop, pisau, obat-obatan, alat

34 tulis, tali, ember, saringan, vaselin dan peralatan lainnya yang diproduksikan secara lokal, sedangkan input kaleng susu (sw) termasuk ke dalam impor. Sektor pertambangan menyediakan input garam yang dibutuhkan untuk minuman sapi perah. Sektor bangunan berkaitan dengan pembuatan dan perbaikan kandang ternak, sedangkan biaya transportasi yang dikeluarkan dalam sistem usahatani sapi perah termasuk ke dalam sektor angkutan dan komunikasi.

TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH VII. KONTRIBUSI SEKTOR SUSU DAN PETERNAKAN SAP1 PERAH TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH Perekonomian suatu wilayah dapat bertumbuh karena dua hal: pertama, bersumber dari faktor-faktor dalam wilayah yang meliputi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan LAMPIRAN 82 Lampiran 1. Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan No Keterangan Jumlah Satuan Harga Nilai A Penerimaan Penjualan Susu 532 Lt 2.930,00 1.558.760,00 Penjualan Sapi 1 Ekor 2.602.697,65

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Banyuwangi memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah di Jawa Timur baik dari sisi ekonomi maupun letak geografis. Dari sisi geografis, Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH 7.1. Nilai Tambah Nilai Tambah Bruto (NTB) yang biasa disebut juga Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PDRB KOTA MEDAN

ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PDRB KOTA MEDAN ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PDRB KOTA MEDAN JASMAN SARIPUDDIN HASIBUAN Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara email : jasmansyaripuddin@yahoo.co.id ABSTRAK Sektor

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Tabel Input-Output Tabel input-output (I-O) yang dianalisis adalah Tabel I-O Kabupaten Ciamis tahun 2008 dengan menggunakan data transaksi domestik, dengan data ini

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Jumlah penduduk dan keadaan ekonomi Kabupaten Way Kanan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Jumlah penduduk dan keadaan ekonomi Kabupaten Way Kanan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan umum Kabupaten Way Kanan 1. Jumlah penduduk dan keadaan ekonomi Kabupaten Way Kanan Berdasarkan Way Kanan dalam angka (2013), Kabupaten Way Kanan adalah salah

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor

Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor Model Input Output dan Aplikasinya pada Enam Sektor Zuhri Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Sukma zuhri_muin@yahoo.com Abstrak. Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN PETERNAKAN SAPI PERAH TAHUN 2009

LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN PETERNAKAN SAPI PERAH TAHUN 2009 REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN PETERNAKAN SAPI PERAH TAHUN 2009 1. Provinsi 2. Kabupaten/Kota *) 3. Kecamatan 4. Desa/Kelurahan *) 5. Nomor Urut Perusahaan............................................................................

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Perekonomian di Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TINJAUAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 MENURUT LAPANGAN USAHA Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang Tahun 2014 i ii Tinjauan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

IX. PERSPEKTIP PENGEMBANGAN USAHATANI SUSU

IX. PERSPEKTIP PENGEMBANGAN USAHATANI SUSU IX. PERSPEKTIP PENGEMBANGAN USAHATANI SUSU DAN PETERNAKAN SAP1 PERAH 1. E f ~ k n s L ~ ~ ~ 1 ~ ~ e r g Z s y a 9 m Strategi pengembangan peternakan sapi perah harus mencerminkan prinsip keunggulan komparatip

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TINJAUAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015 MENURUT LAPANGAN USAHA Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang Tahun 2015 i SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA Puji syukur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2011 No. 059/11/63/Th.XV, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2011 Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2011 triwulan II-2011 (q-to-q) mencapai angka 8,13 persen. Pertumbuhan tertinggi

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Triwulan IV Tahun 2013 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Triwulan IV Tahun 2013

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Sampai hari ini tingkat kebutuhan daging sapi baik di dalam maupun di luar negeri masih cenderung sangat tinggi. Sebagai salah satu komoditas hasil peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO 1. PERKEMBANGAN KABUPATEN BUNGO merupakan penghitungan atas nilai tambah yang timbul akibat adanya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu daerah/wilayah. Data

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan IV Tahun 2012-2013...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Tahun 2012-2013...8 Kontribusi

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci