V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Tabel Input-Output Tabel input-output (I-O) yang dianalisis adalah Tabel I-O Kabupaten Ciamis tahun 2008 dengan menggunakan data transaksi domestik, dengan data ini dapat menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa antar komoditas perkonomian yang hanya berasal dari produksi dalam negeri atau dengan kata lain transaksi murni dari produksi wilayah Kabupaten Ciamis itu sendiri. Tabel transaksi ini diperoleh dengan memisahkan nilai transaksi barang dan jasa yang berasal dari impor baik transaksi antara maupun permintaan akhir dari tabel transaksi total. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ciamis telah melakukan penyusunan tabel I-O diantaranya pada tahun 1998 dengan 9 x 9 sektor, dan pada tahun 2008 kembali menyusun tabel I-O menjadi 45 x 45 sektor. Untuk kebutuhan analisis dilakukan pengklasifikasian dan pengkodean pada Tabel I-O seperti disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Klasifikasi I-O Kabupaten Ciamis Tahun 2008 No Nama Klasifikasi Kode 1 Padi Pad 2 Jagung Jag 3 Ketela Pohon Ketelph 4 Buah-buahan Buah

2 5 Sayur-sayuran Sayur 6 Bahan Makanan Lainnya Bamak 7 Kelapa Klp 8 Cengkeh Cengkh 9 Tanaman Perkebunan Lainnya Tanper 10 Ayam Ras Pedaging Ayrasped 11 Sapi Sapi 12 Peternakan Lainnya Peterla 13 Kehutanan Kehut 14 Ikan Laut dan hasil laut lainnya Iknlaut 15 Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya Ikdarat 16 Penggalian Pegali 17 Industri Beras IndBrs Tabel 15. (lanjutan) No Nama Klasifikasi Kode 18 Industri Gula Merah/Kelapa Indgula 19 Industri Makanan, Minuman Lainnya serta Indmak Industri Tembakau 20 Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Indteks Kaki 21 Industri Kayu, Bambu, Rotan dan Furniture Inkayu 22 Industri Kertas dan Barang-barang Kertas, Inker Percetakan dan Penerbitan 23 Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Inkim Kimia, Karet dan Plastik 24 Industri Barang Mineral Bukan Logam Inbamin 25 Industri Logam Dasar Inlogdas 26 Industri Barang Jadi dari Logam dan Industri Inbadilog Mesin serta Perlengkapan 27 Industri Pengolahan Lainnya Inpenlain 28 Listrik Lis 29 Air Bersih Airsih 30 Bangunan/Kontruksi Konst 31 Perdagangan Besar dan Eceran Perbesran 32 Hotel Hotl 33 Restoran Resto 34 Jasa Angkutan Rel Jasangrel 35 Jasa Angkutan Jalan Jasangjal 36 Jasa Angkutan Sungai dan Danau Jasangsudan 37 Jasa Penunjang Angkutan Jaspenang 38 Komunikasi Komunik 39 Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Balemkeu 40 Sewa Bangunan Seba

3 41 Jasa Perusahaan Jasper 42 Pemerintahan Umum Pemum 43 Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasoskemas 44 Jasa Hiburan dan Rekreasi Jasburek 45 Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Jasperrt Sumber: BAPPEDA Kab. Ciamis (2008) Komoditas yang dianalisis secara spesifik terkait dengan penelitian ini adalah kelompok komoditas pertanian yang terdiri dari: kelompok komoditas tanaman bahan makanan, kelompok komoditas perkebunan, kelompok komoditas peternakan dan hasil-hasilnya, komoditas kehutanan dan kelompok komoditas perikanan, dengan rincian seperti tertera pada Tabel 16. Kelompok Sektor Tanaman bahan makanan Tabel 16. Klasifikasi I-O Sektor Pertanian dalam Arti Luas Nama Klasifikasi/Komodias Padi Jagung Ketela Pohon Buah-buahan Sayur-sayuran Bahan Makanan Lainnya Kode Pad Jag Ketelph Buah Sayur Bamak Perkebunan Kelapa Klp Cengkeh Cengkh Tanaman Perkebunan Lainnya Tanper Peternakan dan Ayam Ras Pedaging Ayrasped hasil-hasilnya Sapi Sapi Peternakan Lainnya Peterla Kehutanan Kehutanan Kehut Perikanan Ikan Laut dan hasil laut lainnya Iknlaut Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya Ikdarat Gambaran Komoditas Pertanian dalam Perekonomian Kabupaten Ciamis Subbab ini mengulas gambaran umum secara deskriptif mengenai peranan komoditas pertanian terhadap perekonomian di Kabupaten Ciamis yang diperoleh dari hasil analisis pada Tabel input-output meliputi: (1) Struktur nilai tambah bruto (NTB), (2) Total output sektoral, (3) Stuktur nilai tambah bruto menurut komponen, dan (4) Struktur permintaan akhir.

4 a. Struktur Nilai Tambah Bruto (NTB) Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruhan. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan tabel I-0, maka hubungan nilai NTB dengan output bersifat linier. Artinya kenaikan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan dan penurunan nilai NTB. Besaran persentase nilai tambah bruto komoditas pertanian selengkapnya disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Urutan Nilai Tambah Bruto Komoditas Pertanian No. Komoditas Nilai Tambah Bruto Persen 1 Padi Buah-buahan Peternakan Lainnya Kelapa Ayam Ras Pedaging Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya 11 Sapi Jagung Bahan Makanan Lainnya Ketela Pohon Kehutanan Tanaman Perkebunan Lainnya Ikan Laut dan hasil laut lainnya Sayur-sayuran Cengkeh Jumlah Berdasarkan hasil analisis pada Tabel I-O Kabupaten Ciamis tahun 2008, Nilai Tambah Bruto (NTB) atau yang disebut juga nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) komoditas pertanian pada Tabel I-O Kabupaten Ciamis adalah sebesar Rp milyar atau komoditas pertanian dengan 15 komoditas mampu menyumbang PDRB Kabupaten Ciamis sebesar 27.3 persen. Dari total 27.3 persen sumbangan komoditas pertanian terhadap PDRB Kabupaten

5 Ciamis tersebut, sumbangan terbesar diberikan oleh komoditas padi sebesar 12.5 persen, diikut i komoditas buah-buahan sebesar 5.3 persen, komoditas peternakan lainnya sebesar 2.8 persen dan komoditas kelapa sebesar 2.0 persen serta perikanan darat sebesar 1.0 persen sedangkan komoditas lain hanya menyumbang dibawah 1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Ciamis secara umum masih didominasi oleh komoditas pertanian, yang didukung oleh potensi sumberdaya alam serta budaya masyarakat yang agraris. b. Total Output Sektoral Total output sektoral adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah dalam suatu periode waktu tertentu (umumnya satu tahun), tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksinya. Dalam hal ini, pelaku produksi dapat perusahaan atau perorangan milik penduduk maupun asing. Sepanjang kegiatan produksinya dilakukan di wilayah yang bersangkutan maka produk yang dihasilkannya dihitung sebagai dari output wilayah tersebut. Oleh sebab itu, output dari produk tersebut sering disebut sebagai output domestik. Hasil analisis tabel input-output Kabupaten Ciamis, menggambarkan total output sektoral khususnya komoditas pertanian seperti tertera pada Tabel 18. Tabel 18. Urutan Total Output Komoditas Pertanian di Kabupaten Ciamis No. Komoditas Total Output Persen 1 Padi Buah-buahan Peternakan Lainnya Kelapa Ayam Ras Pedaging Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya Sapi Jagung Bahan Makanan Lainnya Ketela Pohon Kehutanan

6 9 Tanaman Perkebunan Lainnya Ikan Laut dan hasil laut lainnya Sayur-sayuran Cengkeh Jumlah Sumber : Hasil Analisis (2011) Berdasarkan Tabel 18 di atas total output komoditas pertanian yang terjadi di Kabupaten Ciamis cukup tinggi yaitu sebesar 25.1 persen. Hal ini menunjukkan eksistensi komoditas pertanian di Kabupaten Ciamis jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Nilai total output sebesar 25.1 persen tersebut terdiri dari beberapa komoditas yang cukup menonjol yaitu komoditas padi dengan total output sebesar 10.7 persen, buah-buahan dengan total output sebesar 4.4 persen, peternakan lainnya dengan total output sebesar 2.9 persen, kelapa dengan total output sebesar 1.7 persen, kemudian ayam ras pedaging dengan total output sebesar 1.4 persen dan ikan darat dan hasil perairan darat lainnya dengan total output sebesar 1.0 persen dan komoditas lainnya yang hanya memiliki total output di bawah 1 persen. Sama halnya dengan nilai tambah bruto, komoditas padi, buah-buahan, peternakan lainnya dan kelapa juga mampu menciptakan nilai total output yang besar. Penciptaan total output oleh komoditas pertanian menjadi penyumbang terbesar terhadap nilai output perekonomian Kabupaten Ciamis. Hal ini menunjukkan bahwa potensi komoditas pertanian yang cukup besar di Kabupaten Ciamis. c. Struktur Nilai Tambah Bruto Menurut Komponen Nilai tambah bruto atau dalam tabel input-output adalah PDRB, yang terdiri dari empat komponen yaitu: upah/gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto. 1) Upah Gaji Upah gaji adalah balas jasa yang diberikan kepada tenaga kerja (selain pekerja keluarga yang tidak dibayar) yang terlibat dalam kegiatan produksi. Balas jasa tersebut mencakup semua jenis balas jasa, baik yang berupa uang maupun

7 barang (BPS, 2008). Pada Tabel 19 diperlihatkan upah gaji yang ditimbulkan oleh komoditas pertanian terhadap perekonomian di Kabupaten Ciamis. Tabel 19. Urutan Komponen Upah Gaji Komoditas Pertanian di Kabupaten Ciamis No. Komoditas Upah dan Gaji (juta Rp.) Persen 1 Padi Peternakan Lainnya Buah-buahan Kelapa Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya Jagung Tanaman Perkebunan Lainnya Tabel 19. (Lanjutan) No. Komoditas Upah dan Gaji (juta Rp.) Persen 10 Ayam Ras Pedaging Kehutanan Bahan Makanan Lainnya Ikan Laut dan hasil laut lainnya Ketela Pohon Cengkeh Sayur-sayuran Sapi Struktur upah dan gaji yang mampu diciptakan oleh komoditas pertanian yaitu sebesar 18.9 persen yang terdiri dari komoditas padi dengan upah dan gaji sebesar 8.4 persen, peternakan lainnya dengan upah dan gaji sebesar 3.6 persen, buah-buahan dengan upah dan gaji sebesar 3.2 persen dan kelapa dengan upah dan gaji sebesar 1.1 persen sedangkan yang lainnya hanya mampu menciptakan upah dan gaji kurang dari 1 persen. 2) Surplus Usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewirausahaan dan pemilikan modal. Surplus usaha antara lain terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak

8 penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama dengan nilai tambah bruto dikurangi upah dan gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto (BPS, 2000). Urutan surplus usaha dari komoditas pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Ciamis tertera pada Tabel 20. Tabel 20. Urutan Surplus Usaha dari Komoditas Pertanian terhadap Perekonomian Kabupaten Ciamis No. Komoditas Surplus Usaha (juta Rp.) Persen 1 Padi Buah-buahan Kelapa Peternakan Lainnya Tabel 20. (Lanjutan) No. Komoditas Surplus Usaha (juta Rp.) Persen 10 Ayam Ras Pedaging Sapi Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya Jagung Ketela Pohon Bahan Makanan Lainnya Kehutanan Tanaman Perkebunan Lainnya Ikan Laut dan hasil laut lainnya Sayur-sayuran Cengkeh Hasil analisis pada Tabel Input-Output menggambarkan kondisi surplus usaha yang ditimbulkan oleh komoditas pertanian secara umum di Kabupaten Ciamis sebagai berikut: komoditas padi dengan surplus usaha sebesar 20.2 persen, buah-buahan dengan surplus usaha sebesar 8.9 persen, kelapa dengan surplus usaha sebesar 3.4 persen, peternakan lainnya dengan surplus usaha sebesar 2.2 persen, ayam ras pedaging dengan surplus usaha sebesar 2.0 persen, sapi dengan

9 surplus usaha sebesar 1.1 persen, ikan darat dan hasil lainnya, dengan surplus usaha sebesar 1.1 persen, jagung dengan surplus usaha sebesar 0.9 persen. 3) Penyusutan Penyusutan adalah biaya atas pemakaian barang modal tetap dalam kegiatan produksi. Nilai penyusutan dari suatu barang modal tetap dihitung dengan jalan memperkirakan besarnya penurunan nilai dari barang modal tersebut yang disebabkan oleh pemakaiannya dalam kegiatan produksi (BPS, 2000). Urutan bersaran penyusutan komoditas pertanian tertera pada Tabel 21. Tabel 21. Urutan Penyusutan pada Komoditas Pertanian No. Komoditas Penyusutan Persen 1 Padi Kehutanan Tabel 21. (Lanjutan) No. Komoditas Penyusutan Persen 12 Peternakan Lainnya Ikan Darat dan hasil perairan 0.3 darat lainnya Kelapa Buah-buahan Tanaman Perkebunan Lainnya Ikan Laut dan hasil laut 0.2 lainnya Sapi Cengkeh Jagung Ayam Ras Pedaging Bahan Makanan Lainnya Ketela Pohon Sayur-sayuran Dilihat dari tingkat penyusutan pada komoditas pertanian, komoditas padi menyusut cukup besar yaitu sebesar 3.3 persen, kemudian kehutanan menyusut sebesar 0.5 persen, peternakan lainnya menyusut sebesar 0.4 persen, ikan darat dan hasil lainnya menyusut sebesar 0.3 persen dan kelapa menyusut sebesar 0.2 persen.

10 4) Pajak Tak Langsung Netto Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, pajak bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai, dan sebagainya. Subsidi adalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada produsen untuk menutupi biaya produksi. Dengan demikian subsidi merupakan tambahan pendapatan bagi produsen dan sering disebut sebagai pajak tak langsung negatif (BPS, 2000). Subsidi pada umumnya dimaksudkan untuk mempertahankan tingkat harga tertentu dari suatu produk. Pada Tabel I-O kabupaten Ciamis tahun 2008, nilai subsisi dan impor adalah nol. Urutan besaran nilai pajak tak langsung netto komoditas pertanian tertera pada Tabel 22. Tabel 22. Urutan Pajak Tak Langsung Netto Komoditas Pertanian No. Komoditas Pajak Tak Langsung Netto Persen 1 Padi Buah-buahan Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya 13 Kehutanan Peternakan Lainnya Kelapa Bahan Makanan Lainnya Jagung Tanaman Perkebunan Lainnya 3 Ketela Pohon Ikan Laut dan hasil laut lainnya 11 Sapi Cengkeh Ayam Ras Pedaging Sayur-sayuran Pajak tak langsung yang dapat diciptakan oleh komoditas pertanian secara umum sebesar 10.4 persen. Besarnya pajak tak langsung tersebut bersumber dari komoditas padi yang menyumbang pajak sebesar 6.9 persen, kemudian buah-

11 buahan menyumbang pajak sebesar 1.3 persen, ikan darat dan hasil lainnya menyumbang pajak sebesar 0.4 persen, kehutanan menyumbang pajak sebesar 0.3 persen, peternakan lainnya menyumbang pajak sebesar 0.3 persen, dan kelapa menyumbang pajak sebesar 0.3 persen. d. Struktur Permintaan Akhir (final demand) Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir. Sesuai dengan pengertian ini maka permintaan akhir tidak mencakup barang dan jasa yang digunakan untuk kegiatan produksi. Permintaan akhir terdiri dari lima bagian: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga, (2) pengeluaran konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap bruto, (4) perubahan stok, dan (5) ekspor (BPS, 2000). Urutan besaran nilai permintaan akhir komoditas pertanian tertera pada Tabel 23. Tabel 23. Urutan Permintaan Akhir Komoditas Pertanian No. Komoditas Permintaan Akhir Persen 1 Padi Buah-buahan Peternakan Lainnya Ayam Ras Pedaging Kelapa Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya 11 Sapi Jagung Ketela Pohon Bahan Makanan Lainnya Kehutanan Ikan Laut dan hasil laut lainnya 5 Sayur-sayuran Cengkeh Tanaman Perkebunan Lainnya Sumber : Hasil Analisis (2011) Tabel 23 menunjukkan urutan nilai permintaan akhir yang mampu diciptakan oleh komoditas pertanian untuk setiap komoditasnya. Komoditas pertanian yang memiliki nilai permintaan akhir tertinggi adalah komoditas padi

12 dengan nilai 10.5 persen, diikuti oleh buah-buahan dengan niali 5.3 persen, selanjutnya peternakan lainnya dengan nilai 3.2 persen, ayam ras pedging dengan nilai 1.6 persen, kelapa memiliki niali 1.5 persen, ikan darat dan hasilnya menyumbang sebesar 1.2 persen. Sementara itu komoditas lainnya menyumbang terhadap permintaan akhir dengan nilai di bawah 1 persen. Dalam penciptaan permintaan akhir, komoditas pertanian khususnya komoditas padi masih mendominasi terhadap permintaan akhir yang artinya output komoditas padi cenderung digunakan langsung sebagai konsumsi akhir yang diikuti oleh buah-buahan, peternakan lainya. Hal ini kedepan seyogyanya menjadi bahan perhatian agar selain memenuhi kebutuhan sendiri juga diharapkan mampu menciptakan nilai tambah dengan menciptakan nilai tambah dari komoditas tersebut Analisis Keterkaitan Komoditas Pertanian Selanjutnya, dengan menggunakan operasi perkalian matriks dicari nilai koefisien input atau yang disebut matriks invers Leontief dari tabel I-O. Kekuatan peramalan model I-O adalah terletak pada invers matriks Leontief ini. Dengan matriks tersebut kita dapat meramalkan perubahan setiap variabel eksogen dalam permintaan akhir, seperti pengeluaran pemerintah, terhadap sistem perekonomian secara simultan. Matriks invers Leontief (I-A) -1 juga memberikan banyak informasi tentang dampak keterkaitan antar sektor produksi, diantaranya backward linkage effect (dampak keterkaitan ke belakang) dan forward linkage effect (dampak keterkaitan ke depan) sebagai berikut. a. Dampak Langsung ke Belakang dan Dampak Langsung ke Depan DKLBj merupakan dampak langsung ke belakang dari komoditas j yang menunjukkan efek suatu komoditas terhadap tingkat produksi komoditas yang menyediakan input antara bagi komoditas tersebut secara langsung. Hasil perhitungan dengan menggunakan matriks invers Leontief menunjukkan dampak langsung ke belakang dan dampak langsung ke depan dari komoditas pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Ciamis seperti tertera pada Tabel 24. Tabel 24. Dampak Langsung ke Belakang dan Dampak Langsung ke Depan komoditas Pertanian

13 No Komoditas DKLBj DKLDi 1 Padi Jagung Ketela Pohon Buah-buahan Sayur-sayuran Bahan Makanan Lainnya Kelapa Cengkeh Tanaman Perkebunan Lainnya Ayam Ras Pedaging Sapi Tabel 24. (Lanjutan) No Komoditas DKLBj DKLDi 12 Peternakan Lainnya Kehutanan Ikan Laut dan hasil laut lainnya Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya Tabel 24 menunjukkan bahwa komoditas yang memiliki nilai dampak langsung ke belakang tinggi adalah komoditas ayam ras pedaging sebesar 0.5, peternakan sapi sebesar 0.4, perikanan darat sebesar 0.3, peternakan lainnya sebesar 0.3, perikanan laut dan hasil lainnya sebesar 0.2, jagung sebesar 0.1, padi sebesar 0.1. Hasil penghitungan nilai dampak langsung ke belakang ini menunjukkan bahwa total input antara yang banyak dibutuhkan untuk menghasilkan output komoditas ayam ras pedaging sebesar satu satuan dibutuhkan 0.5 input antara dan sisanya sebesar 0.5 merupakan input primer. Arti yang sama untuk komoditas lain sesuai dengan nilai angka penggandanya. Selanjutnya, dampak langsung ke depan dari komoditas i yang menunjukkan banyaknya output suatu komoditas i yang dipakai oleh komoditas lainnya. Dari hasil pengolahan data menunjukkan komoditas yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan tinggi adalah komoditas padi sebesar 0.8, kelapa sebesar 0.3, peternakan lainnya sebesar 0.3, ayam ras pedaging sebesar 0.3, sapi sebesar 0.2, buah-buahan sebesar 0.1, kehutanan sebesar 0.1, dan tanaman perkebunan sebesar 0.1. Hasil penghitungan nilai dampak langsung ke depan ini

14 menunjukkan bahwa total output dari komoditas padi paling banyak digunakan untuk permintaan antara yaitu sebesar 0.8, dengan demikian sisanya sebesar 0.2 digunakan untuk memenuhi permintaan akhir. Arti yang sama untuk komoditas lain sesuai dengan nilai angka penggandanya. b. Kaitan ke Belakang Langsung dan Tidak Langsung serta Kaitan ke Depan Langsung dan Tak Langsung Kaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (KLTBj) menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit komoditas tertentu yang dapat meningkatkan total output seluruh komoditas perekonomian. Kaitan ke depan langsung dan tak langsung (KTLDi) menunjukkan peranan suatu komoditas untuk dapat memenuhi permintaan akhir suatu komoditas perekonomian. Tabel 25. menunjukkan kaitan ke belakang langsung dan tidak langsung serta kaitan ke depan langsung dan tak langsung dari komoditas pertanian di Kabupaten Ciamis. Tabel 25. Kaitan ke Belakang Langsung dan Tidak Langsung serta Kaitan ke Depan Langsung dan Tak Langsung komoditas Pertanian No Komoditas KTLB KTLD 1 Padi Jagung Ketela Pohon Buah-buahan Sayur-sayuran Bahan Makanan Lainnya Kelapa Cengkeh Tanaman Perkebunan Lainnya Ayam Ras Pedaging Sapi Peternakan Lainnya Kehutanan Ikan Laut dan hasil laut lainnya Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya Hasil analisis pada Tabel input-output menunjukkan nilai keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung dari komoditas pertanian. Komoditas

15 pertanian yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung tinggi yaitu komoditas ayam ras pedaging dengan nilai sebesar 1.8. Nilai 1.8 untuk komoditas ayam ras pedaging ini artinya jika terjadi permintaan akhir pada komoditas tersebut sebesar 1 rupiah, sementara permintaan akhir pada komoditas lainnya tidak berubah maka output perekonomain wilayah meningkat sebesar 1.8 yang terdistribusi pada komoditas yang menyediakan output bagi komoditas tersebut. Arti yang sama untuk komoditas lain sesuai dengan nilai angka penggandanya, untuk komoditas Sapi dengan nilai 1.5, kemudian komoditas ikan darat dan hasil lainnya sebesar 1.4, komoditas Peternakan lainnya sebesar 1.4, dan komoditas ikan laut dan hasil lainnya sebesar 1.3. Komoditas pertanian dengan nilai keterkaitan kaitan ke depan langsung dan tak langsung tinggi adalah komoditas padi dengan nilai sebesar 1.9. Nilai sebesar 1.9 untuk komoditas padi ini artinya jika terjadi kenaikan permintaan akhir pada komoditas padi sebesar 1 rupiah akan meningkatkan pasokan input antara secara menyeluruh dalam perekonomain Kabupaten Ciamis sebesar 1.9 kalinya. Arti yang sama untuk komoditas lain sesuai dengan nilai angka penggandanya, komoditas kelapa sebesar 1.4, peternakan lainnya sebesar 1.3, ayam ras pedaging sebesar 1.3, dan sapi dengan nilai sebesar 1.3. c. Indeks Daya Penyebaran (Power of Dispersion) Komoditas yang mempunyai daya penyebaran tinggi memberikan indikasi bahwa komoditas tersebut mempunyai keterkaitan ke depan atau daya dorong yang cukup kuat dibandingkan terhadap komoditas yang lainnya. Sebaliknya, komoditas yang mempunyai derajat kepekaan tinggi berarti komoditas tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) yang tinggi terhadap komoditas lain. Dengan dianalisis ada suatu pemikiran bahwa komoditas-komoditas yang memiliki koefisien keterkaitan ke belakang dan ke depan paling tinggi dikatakan sebagai komoditas-komoditas yang memiliki basis domestik baik dari sisi input maupun output. Artinya komoditas tersebut lebih banyak menggunakan input antara yang berasal dari produksi domestik, dan lebih banyak menjual outputnya untuk memenuhi kebutuhan input antara dari produksi domestik. Dengan kata lain, lebih sedikit menggunakan input yang berasal dari impor, dan lebih sedikit

16 digunakan untuk memenuhi permintaan ekspor. Komoditas semacam ini sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi wilayah yang berkelanjutan. Selain itu, juga indeks daya penyebaran memberikan indikasi bahwa, komoditas yang mempunyai indeks daya penyebaran lebih besar dari 1, berarti daya penyebaran komoditas tersebut di atas rata-rata daya penyebaran secara keseluruhan. Pengertian yang sama juga berlaku untuk indeks derajat kepekaan. Komoditas yang mempunyai indeks derajat kepekaan lebih dari satu, berarti derajat kepekaan komoditas tersebut di atas derajat kepekaan rata-rata secara keseluruhan. Tabel 26. menunjukkan gambaran nilai indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan komoditas pertanian dari hasil analisis pada Tabel input-output. Tabel 26. Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Daya Kepekaan komoditas Pertanian No Komoditas IDP IDK 1 Padi Jagung Ketela Pohon Buah-buahan Sayur-sayuran Bahan Makanan Lainnya Kelapa Cengkeh Tanaman Perkebunan Lainnya Ayam Ras Pedaging Sapi Peternakan Lainnya Kehutanan Ikan Laut dan hasil laut lainnya Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya Daryanto dan Hafizrianda (2010) menyebutkan bahwa komoditas dengan nilai Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Daya Kepekaan (IDK) tinggi merupakan suatu komoditas yang memiliki basis domestik baik dari sisi input maupun output. Artinya adalah lebih banyak menggunakan input antara dari produksi domestik dan sedikit menggunanan input impor, komoditas seperti ini yang dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi wilayah yang berkelanjutan.

17 Berdasarkan Tabel 26. di atas dapat dikatakan bahwa komoditas tersebut berbasis domestik dari sisi input adalah komoditas ayam ras pedaging dengan nilai IDP sebesar 1.4, sapi dengan nilai 1.2, ikan darat dan hasil perairan darat lainnya sebesar 1.1, peternakan lainnya dengan nilai 1.1, dan ikan laut dan hasil laut lainnya 1.0 karena memiliki nilai IDP di atas satu atau di atas rata-rata yakni sebesar 1.0. Sementara itu, dari sisi output, komoditas yang berorientasi domestik adalah komoditas padi dengan nilai 1.5, komoditas kelapa dengan nilai 1.1, komoditas peternakan lainnya dengan nilai 1.0, komoditas ayam ras pedaging dengan nilai 1.0, dan komoditas sapi dengan nilai 1.0 karena memiliki angka IDK (indeks derajat kepekaan) di atas satu atau di atas rata-rata yaitu sebesar 0.9. Dari hasil membandingkan antara nilai IDP dan Nilai IDK terhadap komoditas pertanian diketahui ada tiga komoditas pertanian yang memiliki nilai IDP dan IDK secara bersamaan diatas 1 yaitu komoditas ayam ras pedaging, komoditas peternakan lainnya dan komoditas sapi. Komoditas yang memiliki nilai IDP dan IDK tinggi berada di kuadran I yaitu komoditas ayam ras pedaging, sapi, dan peternakan lainnya. Namun hal ini belum cukup untuk menyatakan bahwa komoditas dengan nilai IDP dan IDK tinggi merupakan komoditas unggulan, untuk itu akan dianalisis lanjutan dengan analisis multiplier dan kemudian dihitung indeks kompositnya. Kondisi mengenai indeks daya penyebaran dan indeks daya kepekaan dapat juga dijelaskan melalui diagram 4 kuadran seperti pada Gambar 5. Derajat Penyebaran Kuat Derajat Kepekaan Lemah Kuat 1. Ikan darat dan hasil lainnya 1. Ayam Ras Pedaging 2. Peternakan Lainnya 3. Sapi IV I Kuat Derajat Penyebaran III II

18 Lemah 1. Jagung 2. Ketela Pohon 3. Buah-Buahan 4. Sayur-sayuran 5. Bahan Makanan Lainnya 6. Cengkeh 7. Tanaman Perkebunan Lainnya 8. Kehutanan 9. Ikan Laut dan hasil laut lainnya Lemah Derajat Kepekaan Kuat 1. Padi 2. Kelapa Lemah Gambar 5. Kuadran Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan Sektoral Kelompok II (indeks DP lemah dan indeks DK kuat) yaitu: komoditas padi dan komoditas kelapa. Dua komoditas ini dapat dikatakan bahwa komoditas pertanian yang berorientasi domestik dari sisi output yang artinya komoditas ini belum mampu menciptakan output perekonomian yang tinggi karena masih berada di tingkat lokal dalam pemanfaatannya. Kelompok III (indeks DP dan indeks DK lemah) yaitu: komoditas jagung, ketela pohon, buah-buahan, sayur-sayuran, bahan makanan lainnya, cengkeh, tanaman perkebunan lainnya, kehutanan, serta ikan laut dan hasil laut lainnya. Komoditas pada kelompok III ini menunjukkan kondisi lemah dari kedua sisi baik dari sisi input maupun outputnya. Kelompok IV (indeks DP kuat dan indeks DK lemah) yaitu: komoditas ikan darat dan hasil perikanan lainnya. Artinya bahwa komoditas pada kuadran IV ini menunjukkan bahwa dari sisi input komoditas ini kuat mampu mendorong dalam menciptakan input produksi namun dari sisi output tergolong lemah Analisis Koefisien Pengganda (multiplier) Analisis selanjutnya yang dapat dilakukan dengan menggunakan Tabel Input-Output adalah analisis angka pengganda (multiplier). Analisis koefisien pengganda terdiri dari: (1) analisis pengganda output (output multiplier), (2) analisis pengganda pendapatan (income multiplier), dan (3) analisis pengganda tenaga kerja (employment multiplier). a. Angka Pengganda Output (Output Multiplier)

19 Angka pengganda output menunjukkan perubahan nilai total output (produksi) yang dihasilkan oleh perekonomian sebagai akibat dari adanya perubahan permintaan akhir sebesar satu unit uang. Secara rinci, hasil analisis angka pengganda output disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Urutan Angka Pengganda Output Komoditas Pertanian No Komoditas Output Multiplier Keterangan 1 Padi 1.6 Elastis 10 Ayam Ras Pedaging 1.2 Elastis 12 Peternakan Lainnya 1.1 Elastis 4 Buah-buahan 1.1 Elastis 11 Sapi 1.0 In Elastis 7 Kelapa 1.0 In Elastis Tabel 27. (Lanjutan) No Komoditas Output Multiplier Keterangan 8 Cengkeh 1.0 In Elastis 5 Sayur-sayuran 1.0 In Elastis 15 Ikan Darat dan hasil perairan darat 0.9 lainnya In Elastis 3 Ketela Pohon 0.9 In Elastis 2 Jagung 0.9 In Elastis 6 Bahan Makanan Lainnya 0.7 In Elastis 14 Ikan Laut dan hasil laut lainnya 0.6 In Elastis 13 Kehutanan 0.5 In Elastis 9 Tanaman Perkebunan Lainnya 0.5 In Elastis Berdasarkan Tabel 27, nampaknya terdapat empat komoditas yang memiliki nilai output miltiplier di atas satu. Komoditas tersebut adalah komoditas padi, ayam ras pedaging, peternakan lainnya dan komoditas buah-buahan. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas tersebut mempunyai respons yang paling besar terhadap perubahan permintaan akhir yang dapat diartikan untuk setiap perubahan permintaan akhir satu satuan akan menaikkan output komoditas sebesar angka pengganda masing-masing komoditas pertanian yang dianalisis. Berdasarkan data hasil analisis pada Tabel 27 angka pengganda output dapat dikatakan bahwa untuk perubahan permintaan akhir sebanyak satu satuan (persen) maka akan menaikkan output komoditas padi sebesar 1.6 persen, kemudian menaikkan komoditas ayam ras pedaging sebesar 1.2 persen, komoditas peternakan lainnya naik sebesar 1.1

20 persen dan komoditas buah-buahan akan naik sebesar 1.1 persen dan seterusnya untuk komoditas pertanian lainnya. b. Angka Pengganda Pendapatan Rumah Tangga Nilai dari angka pendapatan menunjukkan jumlah pendapatan total yang tercipta akibat adanya tambahan satu unit uang dari permintaan akhir pada suatu komoditas. Dengan kata lain bahwa, angka pengganda pendapatan mencoba menerjemahkan peningkatan permintaan akhir tersebut dalam bentuk pendapatan rumah tangga. Pada Tabel 28 diperlihatkan angka pengganda pendapatan rumah tangga dari komoditas pertanian di Kabupaten Ciamis. Tabel 28. Angka Pengganda Pendapatan (income multiplier) Komoditas Pertanian No Komoditas Income Multiplier 1 Padi Jagung Ketela Pohon Buah-buahan Sayur-sayuran Bahan Makanan Lainnya Kelapa Cengkeh Tanaman Perkebunan Lainnya Ayam Ras Pedaging Sapi Peternakan Lainnya Kehutanan Ikan Laut dan hasil laut lainnya Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya 1.7 Tabel 28 menunjukkan bahwa komoditas yang mampu menciptakan tingginya angka pendapatan rumah tangga adalah komoditas sapi dengan nilai angka pengganda sebesar 3.7, kemudian komoditas ayam ras pedaging dengan nilai angka pengganda sebesar 2.1, kemudian komoditas ikan darat dan hasil perairan darat lainnya dengan nilai angka pengganda sebesar 1.7, komoditas peternakan lainnya dengan nilai angka pengganda sebesar 1.3, dan komoditas ikan

21 laut dan hasil laut lainnya dengan nilai angka pengganda sebesar 1.2. Hasil dari analisis angka pendapatan rumah tangga dapat memberikan gambaran bahwa komoditas sapi mampu memberikan dampak pengganda pendapatan rumah tangga yang paling tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya, hal ini dapat diartikan bahwa jika terjadi penambahan permintaan akhir komoditas sapi satu satuan akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bergerak pada komoditas sapi ini sebesar 3.7 kalinya. Arti yang sama untuk komoditi ayam ras pedaging dan perikanan darat dengan angka pengganda masing-masing yaitu sebesar 2.1 kali dan 1.7 kali. c. Angka Pengganda Tenaga Kerja (employment multiplier) Analisis angka pengganda lapangan pekerjaan merupakan efek total dari perubahan lapangan pekerjaan sebagai akibat adanya satu unit perubahan permintaan akhir pada komoditas tertentu. Asumsi yang digunakan dalam analisis pengganda ini adalah bahwa seorang pekerja hanya bekerja di satu komoditas saja, dan tidak ada seseorang yang bekerja di dua komoditas sekaligus. Hasil analisis employment multiplier komoditas pertanian di Kabupaten Ciamis selengkapnya disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Angka Pengganda Tenaga Kerja (employment multiplier) Komoditas Pertanian No Komoditas Employment Jumlah Multiplier tenaga kerja 1 Padi Jagung Ketela Pohon Buah-buahan Sayur-sayuran Bahan Makanan Lainnya Kelapa Cengkeh Tanaman Perkebunan Lainnya Ayam Ras Pedaging Sapi Peternakan Lainnya

22 13 Kehutanan Ikan Laut dan hasil laut lainnya Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya Tabel 29 menunjukkan angka pengganda tenaga kerja dari komoditas pertanian dengan jumlah total tenaga kerja yang terlibat pada komoditas pertanian sebanyak orang yang tersebar untuk semua komoditas pertanian. Angka pengganda tenaga kerja yang terbentuk berkisar antara 0.0 sampai dengan 0.1. Bila dilihat dari sebarannya, komoditas padi memiliki sebaran tertinggi sebanyak orang dengan nilai pengganda 0.1, kemudian pada komoditas buahbuahan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak dan angka pengganda tenaga kerja 0.1, diikuti oleh komoditas peternakan lainnya dengan jumlah tenaga kerja sebanyak orang dan nilai angka pengganda sebesar 0.0, kemudian komoditas kelapa dengan jumlah tenaga kerja sebanyak orang dan nilai angka pengganda sebesar 0.1, dan komoditas perikanan darat dan hasil perikanan lainnya dengan jumlah tenaga kerja sebanyak orang dengan angka pengganda tenaga kerja sebesar Komoditas Unggulan Pertanian di Kabupaten Ciamis Berdasarkan hasil analisis input-output, maka pada uraian berikut akan ditentukan komoditas yang menjadi komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis dengan menghitung nilai indeks komposit. Hasil yang diperoleh dari perhitungan kriteria komoditas unggulan tersebut bervariasi untuk suatu komoditasnya, sehingga menentukan komoditas unggulan pada penelitian ini dilakukan dengan merata-ratakan nilai masing-masing indeks dan nilai indeks di atas rata-rata dijadikan komoditas unggulan. Indeks komposit komoditas unggulan pertanian Kabupaten Ciamis selengkapnya disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Indeks Komposit Komoditas Unggulan Pertanian Kabupaten Ciamis No Komoditas DKLBj DKLDi IDP IDK Multiplier Output Income Enploy- ment Indeks Komposit Klasifikasi Ranking

23 1 Pad Tinggi 1 2 Jag Rendah 9 3 Ketelph Rendah 13 4 Buah Rendah 7 5 Sayur Rendah 14 6 Bamak Rendah 10 7 Klp Tinggi 6 8 Cengkh Rendah 15 9 Tanper Rendah Ayrasped Tinggi 2 11 Sapi Tinggi 3 12 Peterla Tinggi 4 13 Kehut Rendah Iknlaut Rendah 8 Tabel 30. (Lanjutan) 15 Ikdarat Tinggi 5 Rata-rata 0.45 Keterangan: Pad: Padi; Jag: Jagung; Ketelph: Ketela Pohon; Buah: Buah-buahan; Sayur: Sayur-sayuran; Bamak: Bahan Makanan Lainnya; Klp: Kelapa; Cengkh: Cengkeh; Tanper: Tanaman Perkebunan Lainnya; Ayrasped: Ayam Ras Pedaging; Sapi: Sapi; Peterla: Peternakan Lainnya; Kehut: Kehutanan; Iknlaut: Ikan Laut dan hasil laut lainnya; Ikdarat: Ikan Darat dan hasil perairan darat lainnya. Berdasarkan nilai indeks komposit masing-masing komoditas pertanian, komoditas dengan nilai indeks komposit di atas rata-rata dapat dikatakan sebagai komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis. Adapun komoditas tersebut terdiri dari lima komoditas unggulan pertanian secara berurutan yaitu: komoditas padi, komoditas ayam ras pedaging, komoditas sapi, komoditas peternakan lainnya, komoditas ikan darat dan hasil perairan darat lainnya dan komoditas kelapa. Bila melihat komoditas pertanian yang menjadi komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis terdiri dari kelompok komoditas pertanian tanaman bahan makanan yaitu komoditas padi, selanjutnya adalah kelompok komoditas perkebunan yaitu komoditas kelapa, kemudian kelompok komoditas peternakan dan hasil-hasilnya yang semuanya masuk dalam kategori komoditas unggulan yaitu ayam ras pedaging, komoditas sapi, komoditas peternakan lainnya, dan kelompok komoditas perikanan dimana perikanan darat dan hasil perikanan lainnya juga termasuk kategori tinggi. Komoditas kehutanan tidak termasuk pada

24 komoditas unggulan di Kabupaten Ciamis dari hasil analisis yang dilakukan pada Tabel Input-Output. Hasil identifikasi komoditas unggulan menggunakan analisis input-output ini, sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah dalam hal ini dinas/instansi terkait seperti komoditas padi yang menjadi komoditas unggulan bidang pertanian tanaman pangan menjadi fokus pengembangan bagi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Ciamis. Meskipun peringkat pada indeks komposit untuk komoditas padi berada pada peringkat 1, namun dari hasil analisis multiplier menggambarkan bahwa komoditas padi kecil memberikan dampak multiplier. Hal ini karena komoditas padi merupakan komoditas yang menjadi bahan pokok bagi masyarakat sehingga campur tangan pemerintah dalam mengendalikan komoditas ini sangat tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka komoditas padi ini lebih dikategorikan pada komoditas strategis. Kemudian komoditas ayam ras pedaging dan sapi juga menjadi ungulan dan fokus perhatian Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis. Terlebih untuk pengembangan sapi yang diarahkan pada sapi potong/pedaging dengan adanya program swasembada daging sapi tahun 2014 dari Kementrian Pertanian. Hasil paduserasi dengan pemangku kepentingan pembangunan di Kabupaten Ciamis dihasilkan tiga komoditas yang menjadi unggulan dari hasil analisis ini juga menjadi unggulan daerah yaitu komoditas padi, komoditas ayam ras pedaging dan komoditas sapi yang diarahkan pada sapi potong. Namun mengingat bahwa komoditas padi merupakan komoditas yang strategis dimana merupakan komoditas yang memenuhi hajar hidup orang banyak dan tersebar di wilayah Kabupaten Ciamis sehingga untuk padi lebih diarahkan pada komoditas strategis. Tiga komoditas lain yaitu peternakan lainnya, komoditas ikan darat dan hasil perairan darat lainnya dan komoditas kelapa. Salah satu kriteria komoditas unggulan menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010) adalah dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase kelahiran, fase pertumbuhan hingga fase kejenuhan atau penurunan. Jika komoditas unggulan yang satu memasuki tahap kejenuhan atau penurunan maka komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya. Tiga komoditas lain selain komoditas unggulan pertanian

25 terpilih merupakan stok bagi Kabupaten Ciamis untuk dikembangkan di masa mendatang dengan mempertimbangkan kemampuan daerah. Tiga komoditas unggulan pertanian terpilih dari hasil paduserasi tersebut, selanjutnya dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh baik dari sisi internal maupun eksternal untuk menyusun strategi pengembangannya. Hasil paduserasi dengan pihak pemangku kepentingan pembangunan di Kabupaten Ciamis yang juga merupakan hasil analisis, selanjutnya direkomendasikan menjadi arahan kebijakan pengembangan komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis, baik itu komoditas strategis maupun komoditas unggulan lainnya. Arahan kebijakan pengembangan komoditas unggulan pertanian bagi Kabupaten Ciamis yaitu: 1. Pengembangan Komoditas Padi 2. Pengembangan Komoditas Ayam Ras Pedaging 3. Pengembangan Komoditas Sapi Dari arahan kebijakan tersebut, lebih lanjut disusun strategi pengembanganannya untuk memberikan gambaran arah kebijakannya yaitu dengan menggunakan analisis A-WOT untuk masing-masing komoditas Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Terpilih di Kabupaten Ciamis Strategi pengembangan komoditas unggulan pertanian terpilih hasil analisis dari Tabel Input-Output difokuskan pada tiga komoditas yaitu padi, ayam ras pedaging dan sapi. Penyusunan strategi pengembangan untuk ketiga komoditas tersebut dilakukan dengan melihat hasil analisis I-O dan penggalian informasi pada pihak terkait yaitu BAPPEDA, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis untuk menggali informasi yang diperlukan dalam analisis A-WOT. Adapun strategi pengembangan masing-masing komoditas tersebut diuraikan sebagai berikut: Strategi Pengembangan Padi a. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal

26 Strategi pengembangan komoditas padi di Kabupaten Ciamis dalam penyusunannya, diawali dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh baik faktor internal maupun faktor eksternal. Identifikasi faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penggalian informasi kepada pihak yang memahami permasalahan padi di Kabupaten Ciamis. Kemudian hasil identifikasi informasi tersebut diberikan bobot dengan menggunakan bobot skala perbandingan Saaty. Adapun hasil identifikasi setiap faktor baik internal maupun eksternal dan pembobotannya selengkapnya disajikan pada Tabel 31. Tabel 31. Bobot Faktor Internal dan Faktor Eksternal Pengembangan Padi Kekuatan (Strength) Unsur Bobot AHP 1 Adanya lembaga Dinas Pertanian Tanaman Pangan serta UPTD 0.17 Pengembangan Pertanian, UPTD Pembenihan dan UPTD Pemasaran Hasil Pertanian. 2 Lahan sawah seluas ha dan lahan kering ha dengan 0.52 lokasi tersebar di wilayah Kabupaten Ciamis. 3 Adanya program P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional) Adanya organisasi kelembagaan petani (KTNA, koperasi petani, asosiasi petani, dan kelompok tani) Kelemahan (Weaknesses) 1 Kualitas dan kuantitas petugas pertanian tanaman pangan belum 0.09 memadai. 2 Terbatasnya sarana dan prasarana poduksi Sering terjadi kelangkaan pupuk dan harga yang cukup mahal Komoditas padi kurang memberikan nilai tambah bagi petani 0.48 Peluang (Opportunities) 1 Meningkatnya laju kebutuhan beras seiring dengan laju 0.40 pertumbuhan penduduk. 2 Tersedianya teknologi budi daya dan pengolahan padi Meningkatnya minat konsumen terhadap beras organik Pemasaran hasil semakin terbuka Angkatan kerja yang semakin banyak Ancaman (Threats) 1 Menurunnya minat generasi muda dalam hal budidaya padi dan 0.10 pertanian lainnya. 2 Fenomena musim yang sulit diprediksi. 0.27

27 3 Merosotnya kualitas sumber daya lahan akibat pola budi daya yang tidak ramah lingkungan Adanya serangan hama padi yang bersifat masal Adanya alih fungsi lahan sawah untuk bangunan dan peruntukkan lainnya Hasil pembobotan dengan metode AHP menunjukkan bahwa untuk pengembangan komoditas padi di Kabupaten Ciamis dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal kekuatan yang dominan mempengaruhi adalah luas lahan, baik itu sawah maupun lahan kering yang ada di Kabupaten Ciamis yang memiliki luas lebih dari 30 persen dari luas wilayah Kabupaten Ciamis yang didukung dengan produktivitas rata-rata 6.3 ton per hektar (Distan Pangan Ciamis, 2011), kemudian adanya organisasi kelembagaan petani (KTNA, koperasi petani, asosiasi petani, kelompok tani) yang telah ada dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Faktor internal berupa kelemahan yang masih ada di Kabupaten Ciamis adalah komoditas kurang memberikan nilai tambah bagi petani dan masih sering terjadi kelangkaan pupuk dan harga yang cukup mahal. Faktor eksternal peluang yang ada yaitu meningkatnya laju kebutuhan beras seiring dengan laju pertumbuhan penduduk baik di Kabupaten Ciamis sendiri maupun di luar wilayah Ciamis, meningkatnya minat konsumen terhadap beras organik. Faktor ancaman yang ada adalah adanya serangan hama padi yang bersifat masal dan musim yang sulit diprediksi. b. Analisis Keterkaitan Antar Faktor Berdasarkan hasil pembobotan masing-masing faktor, selanjutnya disusun matriks SWOT untuk melihat keterkaitan masing-masing faktor dan merumuskannya menjadi strategi pengembangan komoditas padi (Tabel 32). Tabel 32. Matriks SWOT Pengembangan Padi Faktor Ekternal Peluang 1. Meningkatnya laju kebutuhan beras seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. 2. Tersedianya teknologi budi daya dan pengolahan padi. 3. Meningkatnya minat konsumen terhadap beras organik. 4. Pasar semakin terbuka Ancaman 1. Menurunnya minat generasi muda dalam hal budi daya padi dan pertanian lainnya. 2. Fenomena musim yang sulit diprediksi. 3. Merosotnya kualitas sumber daya lahan akibat pola budi daya yang tidak ramah lingkungan. 4. Adanya serangan hama padi

28 Faktor Internal Kekuatan 1. Adanya lembaga Dinas Pertanian Tanaman Pangan serta UPTD Pengembangan Pertanian, UPTD Pembenihan dan UPTD Pemasaran Hasil Pertanian. 2. Luas Lahan sawah seluas ha dan Lahan kering ha. 3. Adanya program P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional). 4. Adanya organisasi kelembagaan petani (KTNA, Koperasi petani, Asosiasi Petani, Kelompok Tani). Tabel 32. (Lanjutan) Kelemahan 1. Kualitas dan kuantitas petugas pertanian belum memadai. 2. Terbatasnya sarana dan prasarana poduksi. 3. Sering terjadi kelangkaan pupuk dan harganya cukup mahal. 4. Komoditas padi kurang memberikan nilai tambah bagi petani lebar. 5. Angkatan kerja yang semakin banyak. Penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada (SO) 1. Mendorong peningkatan produksi dan kualitas beras. 2. Mendorong terciptanya inovasi pengolahan hasil guna memperoleh nilai tambah (added value). Pengurangan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO) 1. Membangun usaha agribisnis padi berpola kemitraan. 2. Meningkatkan akses petani terhadap permodalan, teknologi dan pasar. 3. Peningkatan pengetahuan petugas pertanian. yang bersifat masa. 5. Adanya alih fungsi lahan sawah untuk bangunan dan peruntukan lainnya. Penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST) 1. Menerapkan pola pemupukan berimbang antara pupuk organik dan anorganik serta pengelolaan lahan secara terpadu ramah lingkungan. 2. Mendorong terciptanya kawasan/sentra komoditas unggulan tanaman pangan. 3. Penyuluhan dan pembianaan kepada masyarakat pertanian. Pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT) 1. Menerapkan pola pemupukan berimbang antara pupuk organik dan anorganik serta pengelolaan lahan secara terpadu ramah lingkungan. 2. Membentuk pola pikir petani dari subsisten ke produktif. Analisis keterkaitan antar faktor pada matriks SWOT menghasilkan beberapa strategi pengembangan padi sebagai berikut: 1. Mendorong peningkatan produksi dan kualitas beras. 2. Mendorong terciptanya inovasi pengolahan hasil guna memperoleh nilai tambah (added value). 3. Memperbaiki kualitas sumberdaya lahan dengan penggunaan bahan organik dan pengelolaan lahan secara terpadu ramah lingkungan. 4. Mendorong terciptanya kawasan/sentra komoditas unggulan tanaman pangan. 5. Penyuluhan dan pembianaan kepada masyarakat pertanian. 6. Membangun usaha agribisnis padi berpola kemitraan. 7. Meningkatkan akses petani terhadap permodalan, teknologi dan pasar. 8. Peningkatan pengetahuan petugas pertanian 9. Menerapkan pola pemupukan berimbang antara pupuk organik dan anorganik serta pengelolaan lahan secara terpadu ramah lingkungan.

29 10. Membentuk pola pikir petani dari subsisten ke produktif. Rumusan strategi pengembangan komoditas padi hasil analisis keterkaitan pada matriks SWOT, selanjutnya dihitung bobot keterkaitannya dari pembobotan hasil analisis AHP. Jumlah bobot tersebut selanjutnya ditentukan ranking dari tertinggi sampai terrendah. Hasil ranking tersebut menentukan strategi prioritas pengembangannya komoditas padi di Kabupaten Ciamis (Tabel 33). c. Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Padi Penentuan prioritas strategi pengembangan komoditas padi di Kabupaten Ciamis dirumuskan dengan memadukan keterkaitan antar faktor pada matriks SWOT yang kemudian dihitung jumlah bobot keterkaitan pada setiap strategi tersebut, kemudian ditentukan ranking tertinggi dari masing-masing strategi yang dapat dijadikan prioritas strategi pengembangan. Ranking strategi pengembangan komoditas padi selengkapnya disajikan pada Tabel 33. Strategi prioritas berdasarkan hasil ranking dari rumusan strategi bagi pengembangan komoditas padi di Kabupaten Ciamis secara berurutan adalah sebagai berikut: No Unsur SWOT Tabel 33. Ranking Strategi Pengembangan Padi Keterkaitan Jumlah Bobot Ranking setiap strategi Ranking Total Strategi SO 1. SO1 S: 1, 2, 3, 4 ; O: 1, SO2 S: 1, 4 ; O: 4, Strategi ST 1. ST1 S: 2, 3, 4 ; T: 3, ST2 S: 2, 3 ; T: ST3 S: 1, 2 ; T: 1, Strategi WO 1. WO1 W: 2, 3, 4 ; O: 1, 3, WO2 W: 2, 3 ; O: WO3 W: 1, 2, 4 ; O: 2, Strategi WT 1. WT1 W: 2, 3, 4 ; T: 3, WT2 W: 1, 4; T :1, 2, Mendorong peningkatan produksi dan kualitas beras.

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi 263 Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi Kode Nama Sektor 1 Padi 2 Jagung 3 Ubi Kayu 4 Ubi-Ubian Lainnya 5 Kacang-kacangan 6 Sayuran dataran ttinggi 7 Sayuran dataran rendah 8 Jeruk 9 Pisang 10 Buah-buahan

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Banyuwangi memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah di Jawa Timur baik dari sisi ekonomi maupun letak geografis. Dari sisi geografis, Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO 5.1. Struktur Industri Agro Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand diawali dengan meneliti persentase

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Analisis regresi menjadi salah satu bagian statistika yang paling banyak aplikasinya. Analisis regresi memberikan keleluasaan untuk menyusun model hubungan atau pengaruh

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Perekonomian di Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian.

III. METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi penelitian. III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Sibolga yang terletak di tepi pantai barat pulau Sumatera bagian Utara di Teluk Tapian Nauli, + 350 km Selatan kota

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH 7.1. Nilai Tambah Nilai Tambah Bruto (NTB) yang biasa disebut juga Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ini dibagi menjadi 7 bagian, yaitu: (1) struktur perekonomian, (2) identifikasi sektor unggulan dalam perspektif internal Kabupaten Bandung Barat (sector-based inward

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU

VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU 110 VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU 6.1. Sektor Unggulan Hasil analisis terhadap persepsi stakeholder menyatakan bahwa sektor pertanian menjadi prioritas pengembangan dalam peningkatan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN 63 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterkaitan Sektor Pariwisata dengan Sektor Lainnya Keterkaitan masing-masing sektor dalam perekonomian Kabupaten Gianyar bisa diketahui dari analisis Input-Output (I-O),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan

Lebih terperinci

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah, walaupun saat ini kontribusinya terus menurun dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. 1. Sektor industri pengolahan memiliki peranan penting terhadap perekonomian Jawa Barat periode

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG (Linkage Analysis of The Agroindustry Sector on Economy In Lampung Province) Rendy Oktaliando, Agus Hudoyo, dan Achdiansyah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci