MODEL MATEMATIKA DAN ANALISIS KANDUNGAN OKSIGEN TERLARUT DALAM BADAN AIR YANG MENGALAMI EUTROFIKASI SRI LESTARI MAHMUD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL MATEMATIKA DAN ANALISIS KANDUNGAN OKSIGEN TERLARUT DALAM BADAN AIR YANG MENGALAMI EUTROFIKASI SRI LESTARI MAHMUD"

Transkripsi

1 MODEL MATEMATIKA DAN ANALISIS KANDUNGAN OKSIGEN TERLARUT DALAM BADAN AIR YANG MENGALAMI EUTROFIKASI SRI LESTARI MAHMUD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Matematika dan Analisis Kandungan Oksigen Terlarut dalam Badan Air yang Mengalami Eutrofikasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Sri Lestari Mahmud NIM G

4 RINGKASAN SRI LESTARI MAHMUD. Model Matematika dan Analisis Kandungan Oksigen Terlarut dalam Badan Air yang Mengalami Eutrofikasi. Dibimbing oleh ENDAR HASAFAH NUGRAHANI dan PAIAN SIANTURI. Eutrofikasi adalah proses pengayaan nutrien melalui proses dekomposisi yang dapat memicu terjadinya perubahan seperti peningkatan produksi alga yang mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam badan air. Pengurangan kandungan oksigen terlarut dapat mengakibatkan kematian terhadap ikan dan komponen akuatik lainnya. Pada penelitian ini dibahas model matematika kandungan oksigen terlarut dalam badan air yang mengalami eutrofikasi. Pada model ini terdapat enam variabel yang dipertimbangkan, yaitu konsentrasi nutrien, populasi alga, populasi makrofita, populasi zooplankton, kepadatan detritus dan konsentrasi oksigen terlarut. Ketika proses eutrofikasi terjadi, alga, makrofita dan zooplankton mati dan tenggelam ke bagian bawah badan air, sehingga terjadi pembusukan oleh dekomposer, yang akhirnya terbentuk detritus yang berlebihan. Detritus tersebut selanjutnya diubah menjadi nutrien melalui proses biokimia. Proses pengubahan detritus menjadi nutrien menggunakan banyak oksigen terlarut, sehingga mengurangi kandungan oksigen terlarut di badan air. Dalam penelitian ini diperoleh enam titik tetap. Selanjutnya dilakukan analisis kestabilan pada titik tetap dengan mula-mula melinearisasi sistem kemudian mencari nilai eigen dari matriks Jacobiannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari enam titik tetap, satu diantaranya stabil dan lima lainnya tidak stabil. Simulasi menunjukkan bahwa jika laju masuknya nutrisi ke dalam badan air mengalami kenaikan, maka populasi alga, makrofita, zooplankton dan detritus juga meningkat, sedangkan konsentrasi oksigen terlarut menurun. Selain itu, laju pengubahan detritus menjadi nutrien juga mempunyai pengaruh terhadap konsentrasi oksigen terlarut di mana jika laju pengubahan detritus menjadi nutrien meningkat, maka konsentrasi oksigen terlarut di badan air menurun. Simulasi numerik juga menunjukkan bahwa jika laju masuknya nutrisi di badan air adalah nol, maka populasi alga, makrofita, zooplankton dan kepadatan detritus juga cenderung menuju nol setelah periode waktu yang singkat sedangkan konsentrasi oksigen terlarut cenderung menuju nilai maksimum. Kata kunci: eutrofikasi, kestabilan, model matematika, oksigen terlarut,

5 SUMMARY SRI LESTARI MAHMUD. Mathematical Modeling and Analysis of Dissolved Oxygen Level in the Water Body with Eutrophication. Supervised by ENDAR HASAFAH NUGRAHANI and PAIAN SIANTURI. Eutrophication is the enrichment of nutrients through decomposition processes that can lead to changes, such as increased production of algae, which reduces dissolved oxygen in the water body. Reduction of dissolved oxygen can lead to the death of fish and other aquatic components. This study presents and analyzes a mathematical model of dissolved oxygen in water bodies experiencing eutrophication. In the mathematical model, there are six variables to be considered, namely the concentration of nutrients, algae population, macrophyte population, zooplankton population, density of detritus and dissolved oxygen concentration. When the process of eutrophication occurs, then algae, macrophytes and zooplankton die and sink to the bottom of water bodies resulting in decomposition by decomposers, which eventually formed excessive detritus. Detritus is then converted into nutrients through biochemical processes. The process of conversion of detritus into nutrients uses dissolved oxygen, thus reduces the dissolved oxygen content in the water body. In this study, six fixed points are obtained. Analysis on the stability of the fixed points is carried out as follows. First step is to linearize the system, then compute the eigenvalues of the Jacobian matrix. It is found that among the six fixed points, one of them is stable and the other five are unstable. Simulations show that, if the rate of entry of nutriens into the body of water increase, then the population of algae, macrophytes, zooplankton and detritus also increase, however the concentration of dissolved oxygen decreases. In addition, the rate of conversion of detritus into nutrients also has an influence on the concentration of dissolved oxygen. If the rate of conversion of detritus into nutriens increases, then the concentration of dissolved oxygen in water bodies decreases. Numerical simulations show that if the rate of entry of nutrients in a body of water is zero, then the population of algae, macrophytes, zooplankton and detritus density also tends to zero after a short period of time, while the dissolved oxygen concentration tends towards a maximum value. Keywords: dissolved oxygen, eutrophication, mathematical model, stability

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 MODEL MATEMATIKA DAN ANALISIS KANDUNGAN OKSIGEN TERLARUT DALAM BADAN AIR YANG MENGALAMI EUTROFIKASI SRI LESTARI MAHMUD Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Matematika Terapan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Jaharuddin, MS

9 Judul Tesis : Model Matematika dan Analisis Kandungan Oksigen Terlarut dalam Badan Air yang Mengalami Eutrofikasi Nama : Sri Lestari Mahmud NIM : G Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Endar H Nugrahani, MS Ketua Dr Paian Sianturi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Matematika Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Jaharuddin, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 26 Agustus 2014 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta ala atas segala nikmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah pemodelan matematika, dengan judul Model Matematika dan Analisis Kandungan Oksigen Terlarut dalam Badan Air yang Mengalami Eutrofikasi Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa bantuan-bantuan dan arahan-arahan dari kedua pembimbing sangat membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Endar Hasafah Nugrahani, MS selaku pembimbing I dan Bapak Dr Paian Sianturi dan selaku pembimbing II. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr Jaharuddin, MS selaku Ketua Program Studi Matematika Terapan dan sekaligus penguji luar komisi pembimbing.. 2. Seluruh dosen dan staf pegawai tata usaha Departemen Matematika. 3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) sebagai sponsor Beasiswa Unggulan. 4. Bapak Drs Eko Harsono, MT selaku peneliti LIPI yang menjadi narasumber tentang masalah eutrofikasi. 5. Orang tua, saudara dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dorongan dan mendoakan untuk keberhasilan studi bagi penulis. 6. Seluruh mahasiswa Departemen Matematika khususnya teman-teman angkatan tahun 2012 di Program Studi S2 Matematika Terapan. 7. Teman-teman MSP dan BIOLOGI khususnya ka Apri, Anes, Hasan dan Efariana yang selalu memberikan masukan untuk masalah eutrofikasi. 8. Sahabat-sahabat yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Semoga segala bantuan, bimbingan, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis senantiasa mendapat balasan dari Allah Subhanahu wa ta ala. Akhirnya, semoga penulisan tesis ini dapat memperkaya pengalaman belajar serta wawasan kita semua. Bogor, September 2014 Sri Lestari Mahmud

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Oksigen Terlarut 3 Eutrofikasi 3 Sistem Persamaan Diferensial Biasa 4 Model Misra (2007) 5 Model Misra (2010) 7 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Modifikasi Model Matematika Kandungan Oksigen Terlarut 8 Penentuan Titik Tetap 11 Analisis Kestabilan Titik Tetap 15 Simulasi Numerik 21 4 SIMPULAN 24 DAFTAR PUSTAKA 25 LAMPIRAN 26 RIWAYAT HIDUP 50 vi vi vi

12 DAFTAR TABEL 1 Nilai Parameter Model 19 DAFTAR GAMBAR 1 Skema model Misra (2007) 6 2 Skema model Misra (2010) 8 3 Skema model matematika kandungan oksigen terlarut pada badan air yang mengalami eutrofikasi 9 4 Grafik solusi perilaku kestabilan pada titik tetap E Populasi alga terhadap t dengan nilai q berbeda 21 6 Populasi zooplankton terhadap t dengan nilai q berbeda 22 7 Populasi makrofita terhadap t dengan nilai q berbeda 22 8 Kepadatan detritus terhadap t dengan nilai q berbeda 22 9 Konsentrasi oksigen terlarut terhadap t dengan nilai q berbeda Konsentrasi oksigen terlarut terhadap t dengan nilai π 0 berbeda 23 DAFTAR LAMPIRAN 1 Sintaks mathematica untuk penentuan titik tetap 26 2 Unsur-unsur matriks jacobi untuk masing-masing titik tetap 33 3 Sintaks mathematica untuk penentuan nilai eigen 35 4 Simulasi kestabilan titik tetap E Simulasi laju pengubahan detritus menjadi nutrien 48

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup sehingga harus dijaga kelestariannya agar di kemudian hari ketersediaan air tetap tercukupi. Air yang digunakan tersebut tentunya merupakan air yang bersih, sehat dan memenuhi standar kesehatan yaitu dalam kondisi yang tidak tercemar. Definisi pencemaran air menurut surat Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 20 tahun 1990 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Effendi 2003). Misra (2010) menyatakan bahwa kegiatan manusia merupakan salah satu faktor utama yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air di alam ini. Salah satu contohnya adalah untuk memaksimalkan hasil panen dan meningkatkan hasil produksi, petani menggunakan nitrogen, fosfor berbasis pupuk dan juga menggunakan herbisida dan insektisida, yang masing-masing digunakan untuk membunuh gulma dan serangga di lahan pertanian mereka. Sebagian dari jumlah pupuk, pestisida, herbisida dan insektisida ini telah digunakan oleh tanaman. Sisa dari bahan kimia yang tidak terpakai mengalir bersama ke badan air melalui air limpasan. Bahan kimia yang masuk melalui air limpasan tersebut mengandung fosfat dan nitrogen (senyawa nutrisi) sehingga badan air (danau) menjadi tercemar. Selain itu, Misra (2010) juga mengatakan bahwa nutrisi yang masuk ke badan air tidak hanya berasal dari limbah pertanian, tetapi ada juga yang berasal dari limbah rumah tangga. Nutrisi yang terdapat dalam badan air, menyebabkan alga dan tumbuhan air lainnya tumbuh sangat cepat sehingga menyebabkan eutrofikasi. Eutrofikasi adalah proses pengayaan nutrien melalui proses dekomposisi yang dapat memicu terjadinya perubahan seperti peningkatan produksi alga atau tumbuhan makrofit lainnya yang menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam badan air. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) adalah oksigen yang digunakan oleh mahluk hidup yang tinggal di dalam air baik hewan maupun tumbuhan untuk mempertahankan hidupnya. Oksigen terlarut ini dibutuhkan untuk pernapasan dan proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan (Kristanto 2004). Kandungan oksigen terlarut dapat bersumber dari proses difusi oksigen yang berasal dari udara maupun proses fotosintesis oleh alga dan tumbuhan. Kadar oksigen dari kedua proses ini mengakibatkan peningkatan kandungan oksigen terlarut yang tidak terlalu tinggi. Semakin banyak nutrisi yang masuk ke badan air, maka populasi alga dan tumbuhan akan semakin banyak. Hal ini mengakibatkan alga dan tumbuhan menutupi permukaan air sehingga perpindahan oksigen dari udara ke air melalui difusi dan cahaya yang digunakan untuk proses fotosintesis juga menjadi berkurang (Misra 2010).

14 2 Selain itu, ketika alga dan tumbuhan mati dan tenggelam ke bagian bawah badan air, terjadi pembusukan oleh dekomposer yang akhirnya terbentuk detritus yang berlebihan. Detritus tersebut selanjutnya diubah menjadi nutrien melalui proses biokimia. Proses pengubahan detritus menjadi nutrisi menggunakan banyak oksigen terlarut, sehingga mengurangi kandungan oksigen terlarut di badan air. Penggunaan oksigen terlarut yang sangat besar pada proses biokimia mengakibatkan suplai oksigen terlarut bagi ikan dan komponen akuatik lainnya menjadi berkurang sehingga hal ini akan berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan dan kehidupan akuatik lainnya (Soeprobowati et al. 2012). Berdasarkan permasalahan tentang oksigen terlarut pada badan air yang mengalami eutrofikasi, maka dibutuhkan suatu model matematika yang dapat menggambarkan fenomena-fenomena yang menyebabkan berubahnya kandungan oksigen teralarut serta menganalisis model untuk melihat dinamika populasi di badan air tersebut. Model matematika dan analisis tentang oksigen terlarut ini telah banyak dikaji oleh beberapa peneliti. Voinov dan Tonkikh (1987) telah menyajikan sebuah model matematika taklinear untuk eutrofikasi di danau yang menyebabkan berkurangnya DO. Model tersebut mengasumsikan bahwa penyebab berkurangnya oksigen terlarut hanya dipengaruhi oleh nutrien, alga dan detritus. Model Voinov dan Tonkikh dikaji lebih lanjut oleh Misra (2007) dengan menambahkan parameter zooplankton pada model dan direkonstruksi kembali oleh Misra (2010) dengan menambahkan parameter makrofita dan mengabaikan parameter zooplankton pada model. Penelitian ini akan mengkaji sebuah model modifikasi yang mengacu pada kajian Misra (2007) dan Misra (2010) dengan menambahkan sekaligus parameter zooplankton dan makrofita pada model matematika kandungan oksigen terlarut dalam badan air yang mengalami eutrofikasi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1 Melakukan modifikasi model matematika kandungan oksigen terlarut. 2 Menentukan titik tetap dan analisis kestabilan pada model. 3 Melakukan simulasi numerik terhadap model untuk menggambarkan keterkaitan antara konsentrasi nutrisi, populasi alga, makrofita, zooplankton, detritus dan kandungan oksigen terlarut dalam badan air yang mengalami eutrofikasi.

15 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Oksigen Terlarut Oksigen terlarut adalah konsentrasi oksigen yang terlarut dalam air dan dapat diukur dalam satuan miligram per liter. Oksigen terlarut ini dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk proses pernapasan, metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Oksigen terlarut juga dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas air. Hal itu dikarenakan oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Oksigen terlarut dapat berasal dari fotosintesis tanaman air dan dari atmosfir (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan tertentu. Kadar oksigen akan lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Bertambahnya kedalaman menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi dan bahanbahan organik dan anorganik (Kristanto 2004). Eutrofikasi Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan nutrien/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan meningkatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrien yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu artificial (cultural) eutrophication dan natural eutrophication. Eutrofikasi diklasifikasikan sebagai artificial (cultural) eutrophication apabila peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas manusia; dan diklasifikasikan sebagai natural eutrophication jika peningkatan unsur hara di perairan bukan disebabkan oleh aktivitas manusia, melainkan aktivitas alam (Effendi 2003). Gejala eutrofikasi di perairan badan air biasanya ditunjukkan dengan melimpahnya konsentrasi unsur hara dan perubahan parameter kimia seperti oksigen terlarut, kandungan klorofil-a dan turbiditas serta produktivitas primer. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi biomassa di bagian epilimnion badan air dan tingginya laju pengendapan alga ke bagian dalam kolom air, sehingga menjadikan kondisi anaerobik pada daerah hipolimnion (Gather dan Imboden 1985). Agustiyani (2004) mengemukakan hal yang senada bahwa meningkatnya unsur hara di badan air akan meningkatkan biomassa jenis organisme primer tetapi akan menurunkan jenis konsumer. Hal ini mengakibatkan melimpahnya salah satu jenis saja dan mengurangi varietas dan kualitas. Salah satu contohnya adalah melimpahnya alga yang biasa didominasi oleh blue green algae (alga biru-hijau) dan berkembangnya gulma air.

16 4 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa (SPDB) dinyatakan sebagai x = Ax + b; x(0) = x 0, x R n (2.1) dengan A adalah matriks koefisien konstan berukuran n x n dan b adalah vektor konstan. Sistem persamaan (2.1) dinamakan sistem persamaan diferensial linear orde satu dengan kondisi awal x(0) = x 0. Jika b = 0, maka sistem dikatakan homogen dan jika b 0, maka sistem dikatakan takhomogen (Tu 1994). Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa (SPDB) dinyatakan sebagai x = f(t, x), (2.2) dengan x 1 (t) f 1 (t, x 1, x 2,, x n ) x x = [ 2 (t) f ] dan f(t, x) = [ 2 (t, x 1, x 2,, x n ) ] x n (t) f n (t, x 1, x 2,, x n ) adalah fungsi taklinear dalam x 1, x 2,, x n. Sistem persamaan (2.2) disebut sistem persamaan diferensial biasa taklinear (Braun 1983). Sistem Persamaan Diferensial Biasa Mandiri Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa (SPDB) dinyatakan sebagai x = f(x), x R n, (2.3) dengan f merupakan fungsi kontinu bernilai real dari x. Sistem persamaan (2.3) disebut sistem persamaan diferensial biasa mandiri (autonomous) karena tidak memuat t secara eksplisit di dalamnya (Tu 1994). Titik Tetap Diberikan SPD Mandiri x = f(x), x R n. Titik x disebut titik tetap, jika f(x ) = 0. Titik tetap disebut juga titik kritis atau titik kesetimbangan atau titik ekuilibrium (Tu 1994). Untuk selanjutnya digunakan istilah titik tetap. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diberikan matriks koefisien konstan A berukuran n n dan sistem persamaan diferensial biasa homogen x = Ax, x(0) = x 0, x R n. Suatu vektor taknol x di dalam R n disebut vektor eigen dari A jika untuk suatu skalar λ berlaku Ax = λx. (2.4) Nilai skalar λ dinamakan nilai eigen dari A. Untuk mencari nilai λ dari A, maka sistem persamaan (2.4) dapat ditulis (A λi)x = 0, (2.5) dengan I adalah matriks identitas. Sistem persamaan (2.5) mempunyai solusi taknol jika dan hanya jika

17 det (A λi) = 0. (2.6) Persamaan (2.6) merupakan persamaan karakteristik matriks A (Anton dan Rorres 1995). Pelinearan Analisis kestabilan dari suatu SPD taklinear dilakukan melalui model hasil pelinearan. Misalkan diberikan SPD taklinear sebagai berikut x = f(x). (2.7) Dengan menggunakan ekspansi Taylor untuk suatu titik tetap x, maka sistem persamaan (2.7) dapat ditulis sebagai x = Ax + φ(x). (2.8) Persamaan tersebut merupakan SPD taklinear dengan A adalah matriks Jacobi, A = Df(x ) = Df(x) x=x = f 1 f 1 x 1 x n f n f n [ x 1 x n ] a 11 a 1n = [ ] a n1 a nn dan φ(x) suku berorde tinggi yang bersifat lim n 0 φ(x) = 0.Akibatnya persamaan diferensial (2.8) diberikan sebagai berikut x = Ax. (2.9) Persamaan (2.9) disebut pelinearan dari persamaan diferensial (2.7) (Tu 1994). Analisis Kestabilan Titik Tetap Misalkan diberikan SPD mandiri sebagaimana pada sistem (2.3). Pelinearan selanjutnya dilakukan di sekitar titik tetap sesuai dengan persamaan (2.8), sehingga diperoleh persamaan (2.9). Analisis kestabilan SPD (2.3) dilakukan melalui analisis kestabilan SPD (2.9). Penentuan kestabilan titik tetap didapat dengan melihat nilainilai eigen matriks A, yaitu: λ i, i = 1,2,, n yang diperoleh dari det (A λi) = 0. Secara umum kestabilan titik tetap mempunyai perilaku sebagai berikut : 1 Stabil, jika a) Setiap nilai eigen real negatif (λ i < 0 untuk setiap i), atau b) Setiap nilai eigen kompleks yang memiliki bagian real negatif atau sama dengan nol, (Re(λ i ) 0 untuk setiap i). 2 Takstabil, jika a) Terdapat nilai eigen real positif atau sama dengan nol (λ i 0 untuk suatu i), atau b) Terdapat nilai eigen kompleks yang memiliki bagian real positif, (Re(λ i ) > 0 untuk suatu i) (Tu 1994). 5 Model Misra (2007) Model matematika taklinear dalam penelitian ini diusulkan dan dianalisa untuk mempelajari berkurangnya oksigen terlarut pada badan air yang mengalami

18 6 eutrofikasi karena pertumbuhan alga, zooplankton dan spesies biologi lainnya yang berlebihan, yang disebabkan oleh masukan nutrisi yang berlebihan di badan air. Asumsi yang diberikan pada model ini yakni sebagai berikut: Populasi alga sepenuhnya bergantung pada nutrien dan zooplankton. Zooplankton berperan sebagai predator dari alga. Kadar oksigen terlarut dalam badan air meningkat karena difusi dan proses fotosintesis alga yang diasumsikan konstan. Detritus yang terbentuk diperoleh dari alga dan zooplankton yang mati yang kemudian didekomposisi menjadi nutrien. Variabel yang dipertimbangkan dalam model ini adalah konsentrasi nutrien (N), kepadatan populasi alga (A), kepadatan populasi zooplankton (Z), kepadatan detritus ( S ) dan konsentrasi oksigen terlarut ( C ). Secara skematis, pola berkurangnya oksigen terlarut dalam model ini digambarkan dalam diagram kompartemen yang disajikan pada Gambar 1. Model yang menggambarkan fenomena tersebut diformulasikan sebagai berikut dn dt = q + π 0δS α 0 N β 1 AN da dt = θ 1β 1 NA α 1 A β 10 A 2 β 2 A dz dt = θ 2β 2 AZ α 2 Z β 20 Z 2 (2.10) ds dt = π 1α 1 A + π 2 α 2 Z δs dc dt = q c α 3 C + λ 11 A δ 1 S dimana: N(0) 0, A(0) 0, Z(0) 0, S(0) 0, C(0) 0. Koefisien α 0 dan α 3 dalam model (2.10) masing-masing merupakan koefisien positif yang menunjukkan laju berkurangnya nutrien dan oksigen terlarut secara alami dan positif. Koefisien α 1 dan α 2 masing-masing menunjukkan angka kematian alami alga dan zooplankton sedangkan δ menunjukkan laju berkurangnya detritus karena proses biokimia yang terjadi di badan air. Koefisien β 1, β 2, θ 1, θ 2 Gambar 1 Skema model Misra (2007)

19 adalah konstanta pembanding yang juga positif. Konstanta β 10 dan β 20 adalah koefisien laju berkurangnya alga dan zooplankton karena adanya interaksi diantara sesama alga dan zooplankton tersebut. Koefisien π 0, π 1 dan π 2 adalah konstanta pembanding dengan 0 < π 0, π 1, π 2 <1. Koefisien λ 11 merupakan konstanta pembanding dari laju bertambahnya oksigen terlarut yang disebabkan alga sedangkan δ 1 merupakan konstanta kesebandingan dari laju berkurangnya oksigen terlarut akibat pengubahan detritus menjadi nutrien melalui proses biokimia. 7 Model Misra (2010) Model ini merupakan rekonstruksi dari model yang telah dirumuskan sebelumnya oleh Misra (2007) dengan menambahkan parameter makrofita dan mengabaikan parameter zooplankton pada model. Penelitian ini mengusulkan sebuah model matematika taklinear untuk menganalisis berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut dalam badan air karena adanya pertumbuhan yang berlebihan dari alga dan makrofita yang disebabkan oleh masuknya nutrisi di badan air. Asumsi yang diberikan pada model ini yakni sebagai berikut: Nutrisi terus menerus masuk ke badan air melalui air limpasan dengan laju konstan Laju pertumbuhan alga dan makrofita sepenuhnya bergantung pada nutrien Laju pertumbuhan detritus sebanding dengan populasi alga dan populasi makrofita Kadar oksigen terlarut dalam badan air meningkat karena difusi dan proses fotosintesis alga, yang diasumsikan konstan Variabel yang dipertimbangkan dalam model ini adalah konsentrasi nutrisi ( N ), populasi alga ( A ), populasi makrofita ( M ), kepadatan detritus ( S ) dan konsentrasi oksigen terlarut ( C ). Secara skematis, pola berkurangnya oksigen terlarut dalam model ini digambarkan dalam diagram kompartemen yang disajikan pada Gambar 2. Model yang menggambarkan fenomena tersebut diformulasikan sebagai berikut dn dt = q + π 0δS α 0 A β 1 an β 2 NM da dt = θ 1β 1 NA α 1 A β 10 A 2 dm dt = θ 2β 2 NM α 2 M β 20 M 2 (2.11) ds dt = π 1α 1 A + π 2 α 2 M δs dc dt = q c α 3 C + λ 11 A + λ 22 M δ 1 S, dimana N(0) 0, A(0) 0, M(0) 0, S(0) 0, C(0) 0. Koefisien α 0 dan α 3 dalam model (2.11) merupakan koefisien positif yang masing-masing menunjukkan laju berkurangnya nutrien dan oksigen terlarut secara alami dan positif. Koefisien α 1 dan α 2 masing-masing menunjukkan angka kematian alami alga dan makrofita sedangkan δ menunjukkan laju berkurangnya detritus karena proses biokimia yang terjadi di badan air. Koefisien β 1, β 2, θ 1, θ 2 adalah konstanta pembanding yang juga positif. Konstanta β 10 dan β 20 adalah

20 8 Gambar 2 Skema model Misra (2010) koefisien laju berkurangnya alga dan makrofita karena adanya interaksi diantara sesama alga dan makrofita tersebut. Koofisien π 0, π 1 dan π 2 adalah konstanta pembanding dengan 0 < π 0, π 1, π 2 <1. Koefisien λ 11 dan λ 22 merupakan konstanta pembanding dari laju bertambahnya oksigen terlarut yang disebabkan alga dan makrofita sedangkan δ 1 merupakan konstanta kesebandingan dari laju berkurangnya oksigen terlarut akibat pengubahan detritus menjadi nutrien melalui proses biokimia. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Model Matematika Kandungan Oksigen Terlarut Pada bagian ini dilakukan modifikasi model matematika kandungan oksigen terlarut yang mengacu pada model yang telah dikembangkan oleh Misra (2007) dan Misra (2010). Namun, pada model ini ditambahkan sekaligus parameter zooplankton dan makrofita yang pembahasannya juga disajikan dalam Mahmud et al. (2014). Variabel yang dipertimbangkan dalam model ini adalah konsentrasi nutrien (N), populasi alga (A), populasi makrofita (M), populasi zooplankton (Z), kepadatan detritus (S) dan konsentrasi oksigen terlarut (C). Model ini mengasumsikan bahwa jumlah laju aliran nutrisi yang berasal dari luar (limbah rumah tangga dan limbah pertanian) ke dalam badan air adalah q, yang berkurang dengan laju α 0 N. Selain itu, diasumsikan juga bahwa laju bertambahnya nutrien oleh detritus adalah π 0 δs dan laju berkurangnya nutrien oleh alga sebanding dengan populasi alga dan jumlah konsentrasi nutrien yaitu NA serta laju berkurangnya nutrien karena makrofita sebanding dengan populasi makrofita dan jumlah konsentrasi nutrien yaitu NM. Hal ini mengakibatkan laju populasi alga sebanding dengan NA dan laju populasi makrofita adalah sebanding dengan NM. Laju berkurangnya alga secara alami diasumsikan sebanding dengan kepadatannya dan laju berkurangnya alga akibat interaksi antara alga dan alga atau akibat

21 kesesakan sebanding dengan A 2. Sama halnya dengan laju berkurangnya makrofita secara alami diasumsikan sebanding dengan kepadatannya M dan laju berkurangnya makrofita akibat interaksi antara makrofita dan makrofita itu sendiri atau akibat kesesakan sebanding dengan M 2. Laju berkurangnya alga oleh zooplankton sebagai predatornya dianggap sebanding dengan AZ dan karenanya laju pertumbuhan zooplankton juga sebanding ke AZ. Laju berkurangnya zooplankton secara alami diasumsikan sebanding dengan kepadatannya Z dan laju berkurangnya karena interaksi antara zooplankton atau karena kesesakan sebanding dengan Z 2. Laju pertumbuhan detritus yang berasal dari alga, makrofita, dan zooplankton yang berkurang secara alami diasumsikan sebanding dengan A, M dan Z serta laju berkurangnya detritus secara alami diasumsikan sebanding dengan S. Berdasarkan uraian di atas, dapat dituliskan bahwa asumsi yang digunakan dalam model ini yakni sebagai berikut: Nutrisi masuk ke badan air melalui air limpasan bidang pertanian dan limbah rumah tangga, diasumsikan konstan. Laju pertumbuhan alga dan makrofita sepenuhnya bergantung pada nutrien Populasi zooplankton sepenuhnya bergantung pada alga Detritus yang diperoleh dari alga, makrofita dan zooplankton yang mati, kemudian didekomposisi melalui proses biokimiawi menjadi nutrien. Konsentrasi oksigen terlarut dalam badan air meningkat karena proses difusi dan proses fotosintesis alga dan makrofita yang diasumsikan konstan serta menurun akibat digunakan dalam proses pembentukan detritus menjadi nutrien. Secara skematis, pola berkurangnya oksigen terlarut dalam model ini digambarkan dalam diagram kompartemen yang disajikan pada Gambar 3. 9 Gambar 3 Skema model matematika kandungan oksigen terlarut pada badan air yang mengalami eutrofikasi

22 10 Model yang menggambarkan fenomena tersebut diformulasikan sebagai berikut dn dt = q + π 0δS α 0 N β 1 AN β 2 NM da dt = θ 1β 1 NA α 1 A β 10 A 2 β 3 AZ dm dt = θ 2β 2 NM α 2 M β 20 M 2 dz (3.1) dt = θ 3β 3 AZ α 3 Z β 30 Z 2 ds dt = π 1α 1 A + π 2 α 2 M + π 3 α 3 Z δs dc dt = q c α 4 C + λ 11 A + λ 22 M δ 1 S, di mana N(0) 0, A(0) 0, M(0) 0, Z(0) 0, S(0) 0, C(0) 0. Keterangan parameter dalam model (3.1) yakni sebagai berikut: q : laju aliran nutrisi yang berasal dari luar (limbah rumah tangga dan limbah pertanian) ke badan air q c : laju bertambahnya oksigen terlarut oleh berbagai sumber α 0 : koefisien laju berkurangnya nutrien karena faktor alam α 1 : koefisien laju berkurangnya alga karena faktor alam α 2 : koefisien laju berkurangnya makrofita karena faktor alam α 3 : koefisien laju berkurangnya zooplankton karena faktor alam α 4 : koefisien laju berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut karena faktor alam β 1 : koefisien laju berkurangnya nutrien karena alga β 2 : koefisien laju berkurangnya nutrien karena makrofita β 3 : koefisien laju berkurangnya alga karena zooplankton β 10 : koefisien laju berkurangnya alga karena adanya interaksi antara alga (kepadatan alga) β 20 : koefisien laju berkurangnya makrofita karena adanya interaksi antara makrofita (kepadatan makrofita) β 30 : koefisien laju berkurangnya zooplankton karena adanya interaksi antara zooplankton (kepadatan zooplankton) λ 11 : koefisien laju bertambahnya oksigen terlarut karena alga λ 22 : koefisien laju bertambahnya oksigen terlarut karena makrofita δ : koefisien laju berkurangnya detritus karena faktor alam δ 1 : koefisien berkurangnya oksigen terlarut akibat pengubahan detritus menjadi nutrien melalui proses biokimia θ 1, θ 2, θ 3 : konstanta pembanding yang positif π 0, π 1, π 2, π 3 : konstanta pembanding dengan 0 < π 0, π 1, π 2, π 3 < 1 Sistem (3.1) inilah yang selanjutnya akan dianalisis. Analisis tersebut meliputi penentuan titik tetap dan kestabilan, serta simulasi numerik untuk menggambarkan kandungan oksigen terlarut di badan air yang mengalami eutrofikasi.

23 11 Penentuan Titik Tetap Pada sub-bab ini akan dicari titik tetap dari sistem (3.1) yang dapat diperoleh dengan menyelesaikan sistem tersebut. Solusinya merupakan suatu kondisi yang diperoleh pada saat dn = da = dm = dz = ds = dc = 0. Sistem tersebut memiliki dt dt dt dt dt dt enam jenis titik tetap yaitu E i (N i, A i, M i, Z i, S i, C i ) dimana i = 1, 2, 3, 4, 5, 6. Titik tetap E 1 (N 1, 0, 0, 0, 0, C 1 ) Pada titik tetap ini, alga, makrofita dan zooplankton belum ada pada badan air. Sejalan dengan hal tersebut, maka detritus pun belum terbentuk di badan air. Oleh karena itu, badan air belum tercemar, artinya nutrien tidak berpengaruh terhadap alga, makrofita, zooplankton dan detritus sehingga nilai A = 0, M = 0, Z = 0 dan S = 0. Nilai-nilai dari titik tetap E1 diperoleh dengan menyelesaikan persamaan di bawah ini q + π 0 δs α 0 N β 1 AN β 2 NM = 0 (3.2) q c α 4 C + λ 11 A + λ 22 M δ 1 S = 0, dengan mensubstitusi nilai A = 0, M = 0, Z = 0 dan S = 0 ke dalam persamaan (3.2) diperoleh nilai N dan C yaitu N = q dan C = q c. α 0 α 4 Sehingga titik tetap untuk E 1 (N 1, 0, 0, 0, 0, C 1 ) dimana alga, makrofita, zooplankton dan detritus belum ada pada badan air yaitu ( q α 0, 0, 0, 0, 0, q c α4 ). Titik tetap E 2 (N 2, 0, M 2, 0, S 2, C 2 ) Pada titik tetap ini, alga dan zooplankton belum ada pada badan air, maka badan air yang tercemar hanya berpengaruh pada populasi makrofita artinya nutrien hanya digunakan oleh makrofita sehingga nilai A = 0 dan Z = 0. Nilai-nilai dari titik tetap E 2 diperoleh dengan menyelesaikan persamaan di bawah ini: q + π 0 δs α 0 N β 2 NM = 0 θ 2 β 2 N α 2 β 20 M = 0 π 2 α 2 M δs = 0 q c α 4 C + λ 22 M δ 1 S = 0. Sehingga diperoleh titik tetap E 2 yaitu (N 2, 0, M 2, 0, S 2, C 2 ), dengan 1 M 2 = ( α 2β 2 β 2 β 2 α 0 β 20 + π 0 π 2 α 2 β 2 θ (4β 2 β 20 ( α 0 α 2 + qβ 2 θ 2 ) + ( α 2 β 2 α 0 β 20 + π 0 π 2 α 2 β 2 θ 2 ) 2 )) N 2 = α 2 + M 2 β 20 β 2 θ 2 S 2 = M 2 π 2 α 2 δ C 2 = q c S 2 δ 1 + M 2 λ 22 α 4.

24 12 Syarat agar titik tetap E 2 ada yaitu α 0 α 2 + q β 2 θ 2 > 0 dan q c S 2 δ 1 + M 2 λ 22 > 0. Titik tetap E 3 (N 3, A 3, 0, 0, S 3, C 3 ) Pada titik tetap ini, makrofita dan zooplankton belum ada pada badan air menyebabkan badan air yang tercemar hanya berpengaruh pada populasi alga artinya nutrien hanya digunakan oleh alga sehingga nilai A = 0 dan Z = 0. Nilainilai dari titik tetap E3 diperoleh dengan menyelesaikan persamaan di bawah ini: q + π 0 δs α 0 N β 1 NA = 0 θ 1 β 1 N α 1 β 10 A = 0 π 1 α 1 A δs = 0 q c α 4 C + λ 11 A δ 1 S = 0, Sehingga diperoleh titik tetap E 3 yaitu (N 3, A 3, 0, 0, S 3, C 3 ), dengan A 3 = 1 2β 1 β 10 ( α 1 β 1 α 0 β 10 + π 0 π 1 α 1 β 1 θ 1 + 4β 1 β 10 ( α 0 α 1 + qβ 1 θ 1 ) + ( α 1 β 1 α 0 β 10 + π 0 π 1 α 1 β 1 θ 1 ) 2 ) N 3 = α 1 + A 3 β 10 β 1 θ 1 S 3 = A 3 π 1 α 1 δ C 3 = q c S 3 δ 1 + A 3 λ 11 α 4. Syarat agar titik tetap E 3 ada yaitu α 0 α 1 + qβ 1 θ 1 > 0 dan q c S 3 δ 1 + a 3 λ 11 > 0. Titik tetap E 4 (N 4, A 4, 0, Z 4, S 4, C 4 ) Pada titik tetap ini, makrofita belum ada pada badan air, maka badan air yang tercemar berpengaruh pada populasi alga dan zooplankton sehingga nilai m = 0. Nilai-nilai dari titik tetap E4 diperoleh dengan menyelesaikan persamaan di bawah ini q + π 0 δs α 0 N β 1 NA = 0 θ 1 β 1 N α 1 β 10 A β 3 Z = 0 θ 3 β 3 A α 3 β 30 Z = 0 π 1 α 1 A + π 3 α 3 Z δs = 0 q c α 4 C + λ 11 A δ 1 S = 0. Sehingga diperoleh titik tetap E4 yaitu (N 4, A 4, 0, Z 4, S 4, C 4 ),

25 13 dengan A 1 4 = 2( β 1 β 10 β 30 β 1 β 2 3 θ 3 ) ( α 3β 1 β 3 + α 1 β 1 β 30 + α 0 β 10 β 30 π 0 π 1 α 1 β 1 β 30 θ 1 + α 0 β 3 2 θ 3 π 0 π 3 α 3 β 1 β 3 θ 1 θ 3 ( 4(α 0 α 3 β 3 α 0 α 1 β 30 π 0 π 3 α 3 2 β 1 θ 1 + qβ 1 β 30 θ 1 )( β 1 β 10 β 30 β 1 β 3 2 θ 3 ) + (α 3 β 1 β 3 α 1 β 1 β 30 α 0 β 10 β 30 + π 0 π 1 α 1 β 1 β 30 θ 1 α 0 β 3 2 θ 3 + π 0 π 3 α 3 β 1 β 3 θ 1 θ 3 ) 2 )) N 4 = α 3β 3 + α 1 β 30 + A 4 β 10 β 30 + A 4 β 3 2 θ 3 β 1 β 30 θ 1 Z 4 = α 3 + A 4 β 3 θ 3 β 30 S 4 = A 4 π 1 α 1 β 30 + π 3 α 3 ( α 3 + A 4 β 3 θ 3 ) β 30 δ C 4 = q c S 4 δ 1 + A 4 λ 11 α 4. Syarat agar titik tetap E 4 ada yaitu α 0 α 3 β 3 α 0 α 1 β 30 π 0 π 3 α 3 2 β 1 θ 1 + qβ 1 β 30 θ 1 > 0 dan α 3 + a 4 β 3 θ 3 > 0 dan q c S 4 δ 1 + a 4 λ 11 > 0. Titik tetap E 5 (N 5, A 5, M 5, 0, S 5, C 5 ) Pada titik tetap ini, zooplankton belum ada pada badan air, maka badan air yang tercemar berpengaruh pada populasi alga dan makrofita sehingga nilai Z=0. Nilai-nilai dari titik tetap E5 diperoleh dengan menyelesaikan persamaan di bawah ini q + π 0 δs α 0 N β 1 NA β 2 NM = 0 θ 1 β 1 N α 1 β 10 A = 0 θ 2 β 2 N α 2 β 20 M = 0 π 1 α 1 A + π 2 α 2 M δs = 0 q c α 4 C + λ 11 A δ 1 S + λ 22 M = 0. Sehingga diperoleh titik tetap E5 yaitu (N 5, A 5, M 5, 0, S 5, C 5 ), dengan N 1 5 = 2( β 2 1 β 20 θ 1 β 10 β 2 2 θ 2 ) ( α 2β 10 β 2 α 1 β 1 β 20 + α 0 β 10 β 20 π 0 π 1 α 1 β 1 β 20 θ 1 π 0 π 2 α 2 β 10 β 2 θ 2 (α 2β 10 β 2 + α 1 β 1 β 20 α 0 β 10 β 20 + π 0 π 1 α 1 β 1 β 20 θ 1 + π 0 π 2 α 2 β 10 β 2 θ 2 ) 2 4( π 0 π 2 α 2 2 β 10 π 0 π 1 α 2 1 β 20 + qβ 10 β 20 )( β 2 1 β 20 θ 1 β 10 β 2 ) 2 θ 2 ) A 5 = α 1 + N 5 β 1 θ 1 β 10 M 5 = α 2 + N 5 β 2 θ 2 β 20

26 14 S 5 = π 1α 1 A 5 + π 2 α 2 M 5 δ C 5 = q c S 5 δ 1 + A 5 λ 11 + λ 22 M 5 α 4. Syarat agar titik tetap E 5 ada yaitu π 0 π 2 α 2 2 β 10 π 0 π 1 α 1 2 β 20 + qβ 10 β 20 > 0 dan α 1 + N 5 β 1 θ 1 > 0 dan α 2 + N 5 β 2 θ 2 > 0 dan q c S 5 δ 1 + A 5 λ 11 + λ 22 M 5 > 0. Titik tetap E 6 (N 6, A 6, M 6, Z 6, S 6, C 6 ) Pada titik tetap ini, alga, makrofita dan zooplankton ketiganya menggunakan oksigen terlarut dalam badan air untuk bertahan hidup, sehingga badan air telah tercemar yang mengakibatkan kandungan oksigen terlarut akan rendah. Nilai-nilai dari titik tetap pada kondisi ini diperoleh dengan cara menyelesaikan persamaan dibawah ini: q + π 0 δs α 0 n β 1 AN β 2 NM = 0 θ 1 β 1 N α 1 β 10 A β 3 Z = 0 θ 2 β 2 N α 2 β 20 M = 0 θ 3 β 3 A α 3 β 30 Z = 0 π 1 α 1 A + π 2 α 2 M + π 3 α 3 Z δs = 0 q c α 4 C + λ 11 A + λ 22 M δ 1 S = 0. Sehingga diperoleh titik tetap E6 yaitu (N 6, A 6, M 6, Z 6, S 6, C 6 ), dengan A 6 Z 6 = α 3 + A 6 θ 3 β 3 β 30 N 6 = α 1 + A 6 β 10 + Z 6 β 3 θ 1 β 1 M 6 = α 2 + N 6 θ 2 β 2 β 20 S 6 = a 6 π 1 α 1 + M 6 π 2 α 2 + π 3 Z 6 α 3 δ C 6 = q c S 6 δ 1 + A 6 λ 11 + λ 22 M 62, α 4 dimana A 6 dapat dilihat pada Lampiran 1. Syarat agar titik tetap E 6 ada yaitu: α 2 α 3 β 1 β 2 β 3 β 30 θ 1 + α 0 α 3 β 1 β 20 β 3 β 30 θ 1 + α 1 α 2 β 1 β 2 β 2 30 θ 1 α 0 α 1 β 1 β 20 β 2 30 θ 1 π 0 π 3 α 2 3 β β 20 β 30 θ 1 +qβ 2 1 β 20 β 2 30 θ 2 1 α3 2 β 2 2 β 2 3 θ 2 + 2α 1 α 3 β 2 2 β 3 β 30 θ 2 α 2 1 β 2 2 β 2 30 θ 2 π 0 π 2 α 2 α 3 β 1 β 2 β3β 30 θ 1 θ 2 + π 0 π 2 α 1 α 2 β 1 β 2 β 2 30 θ 1 θ 2 > 0 dan α 3 + A 6 θ 3 β 3 >0 dan α 2 + N 6 θ 2 β 2 > 0 dan q c S 6 δ 1 + A 6 λ 11 + λ 22 M 6 > 0.

27 15 Analisis Kestabilan Titik Tetap Pada bagian ini, akan dilakukan analisis untuk melihat sifat kestabilan pada masing-masing titik tetap. Untuk melihat sifat kestabilan di sekitar titik tetap, maka akan dilakukan pelinearan pada sistem (3.1) yang merupakan sistem persamaan diferensial taklinear. Jenis kestabilan tersebut ditentukan berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobian dari sistem yang sudah berbentuk linear. Misalkan sistem persamaan (3.1) dituliskan sebagai berikut γ(n, A, M, Z, S, C) = q + π 0 δs α 0 N β 1 AN β 2 NM ζ(n, A, M, Z, S, C) = θ 1 β 1 NA α 1 A β 10 A 2 β 3 AZ η(n, A, M, Z, S, C) = θ 2 β 2 NM α 2 M β 20 M 2 ξ(n, A, M, Z, S, C) = θ 3 β 3 AZ α 3 Z β 30 Z 2 (3.3) φ(n, A, M, Z, S, C) = π 1 α 1 A + π 2 α 2 M + π 3 α 3 Z δs ω(n, A, M, Z, S, C) = q c α 4 C + λ 11 A + λ 22 M δ 1 S. Pelineran pada sistem (3.3) memperoleh matriks Jacobi sebagai berikut γ γ γ γ γ γ N A M Z S C ζ ζ ζ ζ ζ ζ N A M Z S C η η η η η η J = N A M Z S C ξ ξ ξ ξ ξ ξ N A M Z S C φ φ φ φ φ φ N ω ( N A ω A M ω M Z ω Z S ω S C ω C) J = l 11 β 1 N β 2 N θ 1 β 1 A l 22 0 θ 2 β 2 M 0 l 33 0 θ 3 β 3 Z 0 0 α 1 π 1 α 2 π 2 ( 0 λ 11 λ 22 0 π 0 δ 0 β 3 A l , α 3 π 3 δ 0 0 δ 1 α 4 ) (3.4) di mana l 11 = α 0 β 1 A β 2 M, l 22 = α 1 2β 10 A β 3 Z + θ 1 β 1 N, l 33 = α 2 2β 20 M+θ 2 β 2 N, l 44 = α 3 2β 30 Z + θ 3 β 3 A. Perilaku kestabilan dari sistem (3.1) akan dianalisis dengan mensubstitusikan nilai dari titik tetap E 1, E 2, E 3, E 4, E 5 dan E 6 ke dalam matriks Jacobi (3.4). Menurut Tu (1994), sistem akan stabil jika nilai eigen dari matriks Jacobi ( J (Ei )) semuanya bernilai riil negatif dan bersifat tidak stabil jika minimal ada satu nilai eigen dari matriks J (Ei ) yang positif.

28 16 Kestabilan Titik Tetap E 1 Pelinearan sistem (3.1) pada titik tetap E 1 ( q α 0, 0, 0, 0, 0, q c α4 ) dapat dilakukan dengan mensubstitusikan nilai-nilai E 1 ke dalam matriks (3.4) sehingga diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut l 11 l 12 l 13 0 l l l J (E1 ) = l , 0 l 52 l 53 l 54 l 55 0 ( 0 l 62 l 63 0 l 65 l 66 ) di mana l 11, l 12, l 13,, l 66 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kestabilan dari E 1 selanjutnya akan dianalisis berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobian tersebut. Berdasarkan matriks J (E1 ) ψi diperoleh enam nilai eigen berikut ψ 1 = α 0 ψ 2 = α 0α 1 + qβ 1 θ 1 α 0 ψ 3 = α 0α 2 + qβ 2 θ 2 α 0 ψ 4 = α 3 ψ 5 = δ ψ 6 = α 4. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ψ 1, ψ 2, ψ 3, dan ψ 4 bernilai negatif sedangkan ψ 2 bernilai negatif jika qβ 1 θ 1 < α 0 α 1 dan ψ 3 bernilai negatif jika qβ 2 θ 2 < α 0 α 2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa titik tetap E 1 stabil jika syarat untuk nilai eigen ψ 2 dan ψ 3 dipenuhi. Sebaliknya, jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tetap E 1 tidak stabil. Kestabilan Titik Tetap E 2 Pelinearan sistem (3.1) pada titik tetap E 2 (N 2, 0, M 2, 0, S 2, C 2 ) dapat dilakukan dengan mensubstitusikan nilai-nilai E 2 ke dalam matriks (3.4) sehingga diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut l 11 l 12 l 13 0 l l l J (E2 ) = 31 0 l l , 0 l 52 l 53 l 54 l 55 0 ( 0 l 62 l 63 0 l 65 l 66 ) di mana l 11, l 12, l 13,, l 66 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kestabilan dari E 2 selanjutnya akan dianalisis berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobian tersebut. Berdasarkan matriks J (E2 ) ψi diperoleh enam nilai eigen berikut ψ 1 = α 3 ψ 2 = α 4 ψ 3 = α 1 + N 2 β 1 θ 1 ψ 4 = p 2

29 17 ψ 5 = q 2 ψ 6 = r 2, nilai p 2, q 2, r 2 dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ψ 1 dan ψ 2 bernilai negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa titik tetap E 2 akan stabil jika ψ 3, ψ 4, ψ 5, ψ 6 bernilai negatif sedangkan jika terdapat salah satu yang positif di antara empat nilai eigen tersebut, maka titik tetap E 2 menjadi tidak stabil. Kestabilan Titik Tetap E 3 Pelinearan sistem (3.1) pada titik tetap E 3 (N 3, A 3, 0, 0, S 3, C 3 ) dapat dilakukan dengan mensubstitusikan nilai-nilai E 3 ke dalam matriks (3.4) sehingga diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut l 11 l 12 l 13 0 l 15 0 l 21 l 22 0 l l J (E3 ) = , l l 52 l 53 l 54 l 55 0 ( 0 l 62 l 63 0 l 65 l 66 ) di mana l 11, l 12, l 13,, l 66 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kestabilan dari E 3 selanjutnya akan dianalisis berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobian tersebut. Berdasarkan matriks J (E3 ) ψi diperoleh enam nilai eigen berikut ψ 1 = α 4 ψ 2 = α 2 + N 3 β 1 θ 1 ψ 3 = α 3 + A 3 β 3 θ 3 ψ 4 = p 3 ψ 5 = q 3 ψ 6 = r 3, nilai p 3, q 3, r 3 dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ψ 1 bernilai negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa titik tetap E 3 akan stabil jika ψ 2, ψ 3, ψ 4, ψ 5, ψ 6 bernilai negatif sedangkan jika terdapat salah satu yang positif di antara lima nilai eigen tersebut, maka titik tetap E 3 menjadi tidak stabil. Kestabilan Titik Tetap E 4 Pelinearan sistem (3.1) pada titik tetap E 4 (N 4, A 4, 0, Z 4, S 4, C 4 ) dapat dilakukan dengan mensubstitusikan nilai-nilai E 4 ke dalam matriks (3.4) sehingga diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut l 11 l 12 l 13 0 l 15 0 l 21 l 22 0 l J (E4 ) = 0 0 l l 42 0 l , 0 l 52 l 53 l 54 l 55 0 ( 0 l 62 l 63 0 l 65 l 66 ) di mana l 11, l 12, l 13,, l 66 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kestabilan dari E 4 selanjutnya akan dianalisis berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobian tersebut. Berdasarkan matriks J (E4 ) ψi diperoleh enam nilai eigen berikut ψ 1 = α 4

30 18 ψ 2 = α 2 + N 4 β 2 θ 2 ψ 3 = p 4 ψ 4 = q 4 ψ 5 = r 4 ψ 6 = s 4, nilai p 4, q 4, r 4, s 4 dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ψ 1 bernilai negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa titik tetap E 4 akan stabil jika ψ 2, ψ 3, ψ 4, ψ 5, ψ 6 bernilai negatif sedangkan jika terdapat salah satu yang positif di antara lima nilai eigen tersebut, maka titik tetap E 4 menjadi tidak stabil. Kestabilan Titik Tetap E 5 Pelinearan sistem (3.1) pada titik tetap E 5 (N 5, A 5, M 5, 0, S 5, C 5 ) dapat dilakukan dengan mensubstitusikan nilai-nilai E 5 ke dalam matriks (3.4) sehingga diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut l 11 l 12 l 13 0 l 15 0 l 21 l 22 0 l l J (E5 ) = 31 0 l , l l 52 l 53 l 54 l 55 0 ( 0 l 62 l 63 0 l 65 l 66 ) di mana l 11, l 12, l 13,, l 66 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kestabilan dari E 5 selanjutnya akan dianalisis berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobian tersebut. Berdasarkan matriks J (E4 ) ψi diperoleh enam nilai eigen berikut : ψ 1 = α 4 ψ 2 = α 3 + A 5 β 3 θ 3 ψ 3 = p 5 ψ 4 = q 5 ψ 5 = r 5 ψ 6 = s 5, nilai p 5, q 5, r 5, s 5 dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ψ 1 bernilai negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa titik tetap E 5 akan stabil jika ψ 2, ψ 3, ψ 4, ψ 5, ψ 6 bernilai negatif sedangkan jika terdapat salah satu yang positif di antara lima nilai eigen tersebut, maka titik tetap E 5 menjadi tidak stabil. Kestabilan Titik Tetap E 6 Pelinearan sistem (3.1) pada titik tetap E 6 (N 6, A 6, M 6, Z 6, S 6, C 6 ) dapat dilakukan dengan mensubstitusikan nilai-nilai E 6 ke dalam matriks (3.4) sehingga diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut J (E6 ) = ( l 11 l 12 l 13 l 11 l 22 0 l 11 0 l 33 0 l l 52 l 53 0 l 62 l 63 0 l 15 0 l l , l 54 l l 65 l 66 )

31 19 di mana l 11, l 12, l 13,, l 66 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kestabilan dari E 6 selanjutnya akan dianalisis berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobian tersebut. Berdasarkan matriks J (E4 ) ψi diperoleh enam nilai eigen berikut : ψ 1 = α 4 ψ 2 = p 6 ψ 3 = q 6 ψ 4 = r 6 ψ 5 = s 6 ψ 6 = t 6, nilai p 6, q 6, r 6, s 6, t 6 dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ψ 1 bernilai negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa titik tetap E 6 akan stabil jika ψ 2, ψ 3, ψ 4, ψ 5, ψ 6 bernilai negatif sedangkan jika terdapat salah satu yang positif di antara lima nilai eigen tersebut, maka titik tetap E 6 menjadi tidak stabil. Berdasarkan hasil analisis tersebut, sifat kestabilan dari masing-masing titik tetap belum dapat dikatakan stabil atau tidak. Sifat kestabilan titik tetap dari model akan diperiksa dengan pemberian nilai parameter pada bagian selanjutnya. Nilai Parameter Nilai-nilai parameter yang akan digunakan, diambil dari Amemiyaa et al. (2007) dan Misra (2007, 2010). Nilai-nilai parameter tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai Parameter Model Parameter Nilai Satuan q 0.5 mg l -1 hari -1 q c 0.3 mg l -1 hari -1 α hari -1 α hari -1 α hari -1 α hari -1 α hari -1 β l mg -1 hari -1 β l mg -1 hari -1 β 3 1 l mg -1 hari -1 β l mg -1 hari -1 β l mg -1 hari -1 β 30 2 l mg -1 hari -1 λ hari -1 λ hari -1 δ 0.04 hari -1 δ hari -1 π non dimensi π non dimensi π non dimensi π non dimensi θ non dimensi θ non dimensi θ 3 1 non dimensi

32 20 Kestabilan Model Model dalam sistem (3.1) memiliki enam titik tetap yang dapat ditunjukkan dengan solusi numerik menggunakan software Mathematica. Nilai dari masingmasing titik tetap dap at diperoleh dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 1 sehingga diperoleh Konsentrasi nutrisi Nutrien Kepadatan Populasi alga Alga Waktu Waktu Kepadatan Populasi makrofita Makrofita Kepadatan populasi zooplankton Zooplankton Waktu Waktu Kepadatan detritus Detritus Konsentrasi DO Oksigen Terlarut Waktu Waktu Gambar 4 Grafik solusi perilaku kestabilan pada titik tetap E6.

33 21 E 1 = (100, 0, 0, 0, 0, 30) E 2 = (0.0994, 0, , 0, , ) E 3 = (0.1253, , 0, 0, , ) E 4 = (1.0422, , 0, , , ) E 5 = (0.0892, , , 0, , ) E 6 = (0.0979, , , , , ). Linearisasi dan perhitungan terhadap sistem (3.1) memperoleh matriks jacobian dan nilai eigen untuk masing-masing titik kesetimbangan. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa satu dari enam titik tetap tersebut yaitu E 6 memiliki sifat stabil karena semua nilai eigennya bernilai negatif sedangkan lima titik tetap lainnya tidak stabil karena terdapat satu atau dua nilai eigennya yang positif. Jika digunakan beberapa nilai awal dalam mensimulasikan sistem (3.1) untuk jangka waktu yang cukup, maka akan ditemui bahwa s olusi mendekti titik tetap E 6. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa konsentrasi nutrien konvergen ke nilai stabil yaitu Populasi alga konvergen ke nilai stabil Populasi makrofita konvergen ke nilai stabil Populasi zooplankton konvergen ke nilai stabil Kepadatan detritus konvergen ke nilai stabil Konsentrasi oksigen terlarut konvergen ke nilai stabil Dengan demikian terlihat bahwa sistem (3.1) stabil pada titik tetap E 6 = (0.0979, , , , , ). Simulasi Numerik Simulasi laju masuknya nutrisi ke badan air (q) Simulasi ini dilakukan untuk menunjukkan pengaruh parameter q terhadap populasi alga (A), populasi makrofita (M), populasi zooplankton (Z), kepadatan detritus (S), dan konsentrasi oksigen terlarut (C) dalam badan air yang mengalami eutrofikasi. Simulasi ini menggunakan nilai parameter yang ada pada Tabel 1 kecuali nilai q yang dibuat bervariasi. Pengaruh parameter q terhadap variabelvariabel tersebut dapat dilihat dalam Gambar 5, 6, 7, 8 dan Kepadatan Populasi Alga Waktu Gambar 5 Populasi alga terhadap t dengan nilai q berbeda

34 22 10 Kepadatan Populasi makrofita Waktu Gambar 6 Populasi makrofita terhadap t dengan nilai q berbeda 0.20 kepadatan populasi zooplankton Waktu Gambar 7 Populasi zooplankton terhadap t dengan nilai q berbeda 5 4 Kepadatan detritus Waktu Gambar 8 Kepadatan detritus terhadap t dengan nilai q berbeda

35 konsntrasi DO Gambar 9 Konsentrasi oksigen terlarut terhadap t dengan nilai q berbeda Berdasarkan Gambar 5, 6, 7, 8 dan 9 terlihat bahwa jika laju masuknya nutrisi meningkat, maka populasi alga, makrofita, zooplankton dan kepadatan detritus juga meningkat, sedangkan konsentrasi oksigen terlarut menurun. Selain itu, dapat kita lihat juga bahwa jika laju masuknya nutrisi di badan air adalah nol, yaitu q = 0, maka populasi alga, makrofita, zooplankton dan kepadatan detritus menuju nol setelah periode waktu yang singkat sedangkan konsentrasi oksigen terlarut naik menuju nilai maksimum. Hasil ini jelas karena sesuai dengan fakta bahwa nutrien yang terbentuk dari detritus tidak akan cukup untuk pertumbuhan populasi alga, makrofita dan zooplankton. Simulasi laju pengubahan detritus menjadi nutrien (π 0 ) Simulasi ini dilakukan untuk menunjukkan pengaruh parameter π 0 terhadap konsentrasi oksigen terlarut ( C ) dalam badan air yang mengalami eutrofikasi. Simulasi ini masih men ggunakan nilai parameter yang ada pada Tabel 1 kecuali nilai π 0 yang dibuat bervariasi. Pengaruh parameter π 0 terhadap konsentrasi oksigen terlarut (C) tersebut ditunjukkan pada Gambar 10. Waktu 24 Konsentrasi DO Waktu Gambar 10 Konsentrasi oksigen terlarut terhadap t dengan nilai π 0 berbeda

36 24 Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa jika laju pengubahan detritus menjadi nutrien meningkat, maka konsentrasi oksigen terlarut menurun. Pada awalnya konsentrasi oksigen terlarut tidak terlalu berbeda untuk setiap nilai π 0. Ketika t > 300 penurunan konsentrasi oksigen terlarut sudah terlihat jelas di mana untuk π 0 = 0.02, 0.5 dan 0.8 konsentrasi oksigen terlarut masing-masing mendekati nilai , dan Hal ini sesuai fakta bahwa dengan banyaknya detritus yang tebentuk di dalam badan air, maka akan semakin banyak pula oksigen terlarut yang terpakai dalam proses biokimia untuk mengubah detritus menjadi nutrien, sehingga hal ini menyebabkan turunnya konsentrasi oksigen terlarut ketika laju pengubahan detritus meningkat. Oleh karena itu, kita dapat menyatakan bahwa suatu mekanisme kontrol yang tepat harus diterapkan untuk mengurangi laju pengubahan detritus menjadi nutrien agar oksigen terlarut dalam badan air tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga terjadi keseimbangan dalam badan air. 4 SIMPULAN Secara umum model yang dihasilkan dapat menunjukkan perilaku perubahan kandungan oksigen terlarut dalam badan air yang mengalami eutrofikasi. Perubahan nilai oksigen terlarut ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya nutrien, alga, makrofita, zooplankton dan detritus. Rincian hasil-hasil utama dalam tesis ini disimpulkan pada uraian berikut: 1 Hasil analisis model matematika dalam tesis ini memperoleh enam titik tetap, di mana satu diantaranya stabil dan lima tidak stabil. 2 Simulasi numerik menunjukkan bahwa jika laju masuknya nutrisi ke dalam badan air mengalami kenaikan, maka populasi alga, makrofita, zooplankton dan detritus juga meningkat, sedangkan konsentrasi oksigen terlarut menurun. 3 Laju pengubahan detritus menjadi nutrien juga mempunyai pengaruh terhadap konsentrasi oksigen terlarut dimana jika laju pengubahan detritus menjadi nutrisi meningkat, maka konsentrasi oksigen terlarut di badan air menurun. 4 Simulasi juga menunjukkan bahwa, jika laju masuknya nutrisi di badan air adalah nol, maka populasi alga, makrofita, zooplankton dan kepadatan detritus juga menuju nol setelah periode waktu yang singkat sedangkan konsentrasi oksigen terlarut naik menuju nilai maksimum. Dengan adanya hasil tersebut, kita dapat mengatakan bahwa agar oksigen terlarut tersedia dalam jumlah yang cukup dalam badan air, maka beberapa mekanisme kontrol harus diterapkan. Misalnya dengan mengurangi beban masukan nutrisi ke dalam badan air dan melakukan proses aerasi.

37 25 DAFTAR PUSTAKA Agustiyani D Proses Terjadinya Penyuburan (Eutrofikasi) dan Dampaknya di Perairan. Manajemen Bioregional Jabodetabek Profil & Strategi Pengelolaan Sungai & Aliran Air. LIPI. Cibinong Bogor. pp Amemiya T, Enomoto T, Rossberg, Yamamoto T, Inamori Y, Itoh K Stability and Dynamical Behavior In A Lake-Model and Implications for Regime Shifts in Real Lakes, EcologyModel, 206, pp Anton H, Rorres C Elementary Linear Algebra (9th Edition). John Wiley and Sons, Inc. Braun M Differential Equations and Their Applications. New York: Springer-Verlag. Effendi H Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Gather R, Imboden DM Lake Restoration. In Stumm. W. (Ed). Chemical Processes in Lake. John Wiley & Sons, Inc. Canada. Kristanto P Ekologi Industri. Surabaya: Penerbit Andi. Mahmud SL, Nugrahani EH, Sianturi P Model Matematika dan Analisis Kandungan Oksigen Terlarut dalam Badan Air yang Mengalami Eutrofikasi. Journal of Mathematical Applications (JMA), Siap terbit. Misra AK Mathematical Modeling and Analysis of Eutrophication of Water Bodies Caused by Nutrients, Nonlinear Anal. Model. Control, 12(4), pp Misra AK Modeling the depletion of dissolved oxygen in a lake due to submerged macrophytes. Nonlinear Analysis: Modelling and Control, 15(2), pp Soeprobowati, Retnaningsih T, Hadisusanto, Suwarno Kualitas Air Badan Air Rawa Pening dari Waktu ke Waktu. Semarang: Universitas Diponegoro dan Universitas Gajahmada. Tu PNV Dynamical System: An Introduction with Applications in Economics and Biology. New York: Springer-Verlag. Voinov A, Tonkikh AP Qualitative model of eutrophication in macrophyte lakes, Ecology Model, 35, pp

38 26 Lampiran 1 Sintaks mathematica untuk penentuan titik tetap

39 27

40 28

41 29

42 30

43 31

44 32

45 33 Lampiran 2 Unsur-unsur matriks jacobi untuk masing-masing titik tetap Titik tetap E1 Titik tetap E2 Titik tetap E3

46 34 Titik tetap E4 Titik tetap E5 Titik tetap E6

47 35 Lampiran 3 Sintaks mathematica untuk penentuan nilai eigen Titik tetap E1 Titik tetap E2 p2 =

48 36 q2 =

49 r2 = 37

50 38

51 39 Titik tetap E3 p3 =

52 40 q3 =

53 41

54 42 r3 =

55 Titik tetap E4 43

56 44 Titik tetap E5 Titik tetap E6

57 45 Lampiran 4 Simulasi kestabilan titik tetap E6 Nutrien Alga

58 46 Makrofita Zooplankton

59 47 Detritus Oksigen Terlarut

60 48 Lampiran 5 Simulasi laju pengubahan detritus menjadi nutrien Untuk π 0 = 0. 8 Untuk π 0 = 0. 5

61 Untuk π 0 =

BAB I PENDAHULUAN. Hidup PP no 82 tahun 2001 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. Hidup PP no 82 tahun 2001 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup PP no 82 tahun 2001 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya

Lebih terperinci

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 13, No. 1 Juli 2014 ISSN: X

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 13, No. 1 Juli 2014 ISSN: X DEPARTEMEN MATEMATIKA F MIPA - INSTITUT PERTANIAN BOGOR ISSN: 1412-677X Journal of Mathematics and Its Applications J M A Jurnal Matematika dan Aplikasinya Volume 13, No. 1 Juli 2014 Analisis Fault Tree

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL EKOSISTEM PLANKTON DENGAN PENGARUH DEFISIT OKSIGEN YURISKA DESTANIA

ANALISIS KESTABILAN MODEL EKOSISTEM PLANKTON DENGAN PENGARUH DEFISIT OKSIGEN YURISKA DESTANIA ANALISIS KESTABILAN MODEL EKOSISTEM PLANKTON DENGAN PENGARUH DEFISIT OKSIGEN YURISKA DESTANIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK RIDWAN IDHAM. Model

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENENTUAN WAKTU PANEN OPTIMAL PADA POPULASI IKAN DENGAN UKURAN AWAL HOMOGEN DAN HETEROGEN M U S T O P A

MODEL MATEMATIKA PENENTUAN WAKTU PANEN OPTIMAL PADA POPULASI IKAN DENGAN UKURAN AWAL HOMOGEN DAN HETEROGEN M U S T O P A MODEL MATEMATIKA PENENTUAN WAKTU PANEN OPTIMAL PADA POPULASI IKAN DENGAN UKURAN AWAL HOMOGEN DAN HETEROGEN M U S T O P A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, dan Kus Prihantoso Krisnawan,M.

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, dan Kus Prihantoso Krisnawan,M. 1 Abstrak ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, Kus Prihantoso Krisnawan,M.Si 3 1 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan 1 Ai Yeni, 2 Gani Gunawan, 3 Icih Sukarsih 1,2,3 Prodi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL SPASIAL TEMPORAL PADA DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA RAHMAT

ANALISIS MODEL SPASIAL TEMPORAL PADA DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA RAHMAT i ANALISIS MODEL SPASIAL TEMPORAL PADA DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA RAHMAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI

PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Model Penurunan Sumber Daya Hutan Akibat Industri

Analisis Kestabilan Model Penurunan Sumber Daya Hutan Akibat Industri J. Math. and Its Appl. E-ISSN: 2579-8936 P-ISSN: 1829-605X Vol. 15, No. 1, Maret 2018, 31-40 Analisis Kestabilan Model Penurunan Sumber Daya Hutan Akibat Industri Indira Anggriani 1, Sri Nurhayati 2, Subchan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

MODEL PERDAGANGAN ANTARNEGARA BERDASARKAN AKUMULASI MODAL D A Y A T

MODEL PERDAGANGAN ANTARNEGARA BERDASARKAN AKUMULASI MODAL D A Y A T MODEL PERDAGANGAN ANTARNEGARA BERDASARKAN AKUMULASI MODAL D A Y A T SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI

MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL DIFUSI OKSIGEN DI JARINGAN TUBUH TESIS. KARTIKA YULIANTI NIM : Program Studi Matematika

MODEL DIFUSI OKSIGEN DI JARINGAN TUBUH TESIS. KARTIKA YULIANTI NIM : Program Studi Matematika MODEL DIFUSI OKSIGEN DI JARINGAN TUBUH TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh KARTIKA YULIANTI NIM : 20106010 Program Studi Matematika

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS MATEMATIKA MODEL GOMPERTZ, MODEL GYLLENBERG-WEBB DAN MODIFIKASINYA PADA PERTUMBUHAN TUMOR KHAIRIDA ISKANDAR

ANALISIS MATEMATIKA MODEL GOMPERTZ, MODEL GYLLENBERG-WEBB DAN MODIFIKASINYA PADA PERTUMBUHAN TUMOR KHAIRIDA ISKANDAR ANALISIS MATEMATIKA MODEL GOMPERTZ, MODEL GYLLENBERG-WEBB DAN MODIFIKASINYA PADA PERTUMBUHAN TUMOR KHAIRIDA ISKANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS Pengendalian Populasi Hama pada Model Mangsa-Pemangsa dengan Musuh Alaminya Nabila Asyiqotur Rohmah 1209 100 703 Dosen Pembimbing: Dr Erna Apriliani,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis

Lebih terperinci

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN Desi Oktaviani, Kartono 2, Farikhin 3,2,3 Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI

PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH PENENTUAN BESARNYA PREMI UNTUK SEBARAN RISIKO YANG BEREKOR GEMUK (FAT-TAILED RISK DISTRIBUTION) ADRINA LONY SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PENYEBARAN PENGGUNA NARKOBA WHITE-COMISKEY LESTARI

PENGEMBANGAN MODEL PENYEBARAN PENGGUNA NARKOBA WHITE-COMISKEY LESTARI PENGEMBANGAN MODEL PENYEBARAN PENGGUNA NARKOBA WHITE-COMISKEY LESTARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumber daya alam yang dapat dipergunakan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, setiap sumber daya haruslah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk asus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Ipah Junaedi 1, a), Diny Zulkarnaen 2, b) 3, c), dan Siti Julaeha 1, 2, 3 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA

ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Lebih terperinci

MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY

MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY TESIS Oleh FERDINAND SINUHAJI 127021034/MT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY

Lebih terperinci

MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS)

MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS) MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS) oleh SILVIA KRISTANTI M0109060 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

Lebih terperinci