PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN RAKIT. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN RAKIT. Abstrak"

Transkripsi

1 57 PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN RAKIT Abstrak Potensi besar tanaman sagu menjanjikan sebagai bahan pangan alternatif di masa mendatang, dalam mengatasi permasalahan pangan global. Penelitian ini bertujuan mempelajari perlakuan auksin dan bobot sucker pada pertumbuhan dan akar di persemaian rakit. Penelitian dilaksanakan di Cikarawang, Dramaga, Bogor, Jawa Barat dari Juli 2012 sampai dengan Maret Penelitian menggunakan aksesi Dramaga (tidak berduri). Penelitian diacak dalam blok dengan dua faktor dan disusun dalam desain split plot. Petak utama merupakan jenis auksin yaitu tanpa auksin (kontrol), 7.40 mm IBA, 7.40 mm NAA, 7.40 mm auksin komersial, sedangkan anak petak terdiri atas tiga bobot sucker yaitu acak g, g, g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NAA secara signifikan menghambat pertumbuhan bibit, hal tersebut diindikasikan dengan tinggi rachis ke-1 dan jumlah anak daun rachis ke-1 yang lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol dan auksin komersial. Aplikasi jenis auksin tidak memberikan hasil berbeda pada peubah jumlah akar primer, jumlah akar nafas, dan panjang akar terpanjang). Rata-rata persentase bibit hidup telah diperoleh 65% (untuk bibit g dan g) pada 4 bulan setelah semai (BSS), sementara bobot g menghasilkan rata-rata persentase bibit hidup yang lebih rendah yaitu 40%. Kata kunci : keragaan bibit,analisis air, aerenkim, persentase hidup Abstract Sago palms promises great potential as an alternative food in the future, in addressing global food issues. The research was aimed to study auxin and sucker weight treatments on variables growth and root seedlings on raft nursery.. This research was conducted at Cikarawang, Dramaga, Bogor, West Java from July 2012 to Mart The research were used Dramaga accession (spineless). The research was arranged in split plot design with two factors in randomized block design. The main plot was kind of auxin, i.e. without auxin (control), 7.40 mm IBA, 7.40 mm NAA, 7.40 mm commercial auxin, whereas the subplot was three sucker weights i.e g, g, g. The result showed that NAA could significantly inhibit seedling growth, as indicated by reduction the 1 st rachis height and amount of 1 st rachis leaflets compare with kontrol and commercial auxin treatments. Kind of auxin did not give significantly different on some variables (number of primary roots, number of aerenchim roots, and the length of root. Survival rate percentage of seedlings were obtained 65% (for both weight sucker <1500 g and g) on 4 month after nursery (MAN), while the sucker weights g produced survival rate percentage is lower at 40%. Keywords: variability seeds, water analysis, aerenchima, percentage of live

2 58 Pendahuluan Beberapa tahun terakhir, tanaman sagu mulai dikembangkan oleh pemerintah secara nasional. Potensi tanaman sagu memang sangat menjanjikan bagi masa mendatang, tidak hanya dalam mengatasi permasalahan pangan tetapi juga kelangkaan energi. Indonesia memiliki luas sagu 60% dari luasan sagu dunia. Daerah sebaran sagu di Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Kepulauan Riau, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Pengembangan tanaman sagu secara nasional membutuhkan ketersediaan bibit sagu dalam jumlah yang banyak. Jenis tanaman sagu yang dapat menghasilkan pati tinggi dapat dijadikan sumber induk bibit tanaman sagu. Bibit sagu dapat diambil dari hutan sagu yang telah tersedia, namun tidak dapat langsung ditanam di lapangan. Kondisi persemaian yang baik dibutuhkan oleh bibit sagu untuk mendukung pertumbuhannya di awal persemaian. Bibit sagu yang telah memiliki tajuk dan perakaran yang baik diharapkan dapat tumbuh baik saat penanaman di lapangan. Hasil penelitian sucker sagu dengan menggunakan persemaian polibag memiliki kendala-kendala seperti intensitas serangan hama dan penyakit yang tinggi, biaya angkut bibit dari persemaian ke lapangan, dan persentase hidup bibit yang masih rendah yaitu sekitar 50-70%. Tanaman sagu memiliki habitat lingkungan tumbuh di daerah pinggiran sungai dan rawa menjadi penyebab rendahnya persentase bibit hidup bibit. Oleh karen itu, percobaan persemaian sucker sagu dengan menggunakan rakit (di air) menjadi diperlukan. Perbanyakan tanaman sagu menggunakan sucker (secara vegetatif) sudah banyak dilakukan. Masyarakat lokal disekitar pertanaman sagu maupun perkebunan sagu swasta menggunakan teknik persemaian rakit sebelum dipindahtanamkan ke lapangan. Persentase bibit hidup yang dihasilkan dari persemaian menggunakan rakit cukup tinggi yaitu 80%. Bibit sagu diletakkan pada rakit-rakit di atas kanal-kanal kebun pada perkebunan sagu skala luas sebelum dipindahkan ke lapangan. Masyarakat sekitar hutan sagu biasanya meletakkan bibit sagu di daerah cekungan air sebelum dipindahkan ke lapangan. Penanaman bibit sagu secara langsung ke lapangan menyebabkan kemungkinan kematian bibit yang tinggi. Selama ini, perbanyakan bibit sagu menggunakan bobot sucker 2-5 kg. Keterbatasan persediaan bibit secara vegetatif dan kebutuhan pengembangan sagu secara luas memberikan alternatif penggunaan bobot sucker yang lebih kecil yaitu g, g, dan kg. Hasil penelitian Ahmad (2012) menunjukkan bahwa bibit sagu dengan bobot sucker g dengan aplikasi pupuk N 3 g/polibag mampu memberikan persentase bibit hidup sekitar 77.5%. Penggunaan bobot sucker yang lebih kecil diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan bibit sagu untuk pengembangan sagu skala luas. Nasir (1996) melaporkan bahwa dua jenis anakan kurma, yang pertama dari anakan tidak berakar dengan bobot kg, sedangkan yang kedua dari anakan berakar dengan bobot 1-4 kg, 5-11 kg, dan kg. Aplikasi zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi (0, 500, 1000, 2000 mgl-1) diberikan pada tanaman contoh anakan kurma. Aplikasi ZPT pada anakan kurma berakar menghasilkan persentase inisiasi akar yang lebih baik pada bobot anakan kg dibandingkan dengan bobot 1-4 kg. Konsentrasi IBA yang lebih tinggi menghasilkan jumlah akar,

3 59 rambut akar, daun, dan panjang daun serta persentase bibit hidup yang lebih baik. Namun demikian, ketebalan akar menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi IBA. Metabolisme IBA ditemukan pada proses perakaran anakan kurma. Konsentrasi IBA menghasilkan jumlah akar yang lebih lebih banyak dan waktu perakaran yang lebih cepat dibandingkan dengan anakan yang tidak diberikan perlakuan (kontrol). Tujuan dari percobaan adalah memperoleh kombinasi jenis zat pengatur tumbuh (ZPT) dengan bobot sucker yang terbaik untuk pertumbuhan bibit sagu, menginduksi perakaran, serta meningkatkan persentase bibit hidup. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian persemaian sucker sagu di persemaian rakit dilaksanakan mulai Juli 2012 sampai dengan Maret 2013, di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Bahan dan Alat Bahan tanaman (sucker) yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga macam bobot sucker yaitu g, g, dan g. Sucker yang digunakan merupakan bibit sagu tidak berduri (molat), aksesi Dramaga. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah jenis auksin IBA (indole-3- Butyric Acid), NAA (α-naphthalene Acetic Acid), auksin komersial (Naftalenasetamida 0.20%, 2-metil-1-naftalen asetat 0.03%, Idol-3-butirat 0.06%, dan Thiram 4.00%). Pestisida yang digunakan yaitu fungisida (bahan aktif: benomyl), bakterisida (2 gl -1 ). Persemaian bibit sagu menggunakan paranet 55%. Bahan rakit yang digunakan sebagai tempat persemaian adalah bambu. Metode Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan yaitu split plot. Faktor pertama bobot sucker, sebagai petak utama. Bobot sucker yang digunakan terdiri atas g, g, dan g. Faktor kedua yaitu jenis auksin, sebagai anak petak. Konsentrasi jenis auksin yang digunakan terdiri atas kontrol 0 mm, 7.40 mm IBA, 7.40 mm NAA, dan 7.40 mm auksin komersil (AK). Percobaan tersebut terdiri atas 4 ulangan dengan 5 tanaman contoh untuk setiap ulangan. Dengan demikian, keseluruhan kombinasi percobaan dengan tiga bobot sucker ( g, g, dan g), empat jenis auksin (kontrol, IBA, NAA, dan auksin komersial), empat ulangan dan 5 tanaman contoh pada persemaian rakit berjumlah 240 satuan percobaan. Kombinasi perlakuan pada percobaan persemaian rakit dapat dilihat pada Tabel 24.

4 60 Seluruh anakan tanaman sagu (untuk seluruh perlakuan) disemaikan pada rakit penanaman. Rakit yang digunakan terbuat dari bambu. Permukaan air persemaian tidak boleh melebihi titik tumbuh bibit sagu, karena jika air melebihi batas tersebut dikhawatirkan titik tumbuh akan mudah busuk. Pengontrolan permukaan air dilakukan setiap hari. Hal tersebut dilakukan untuk mengupayakan ketinggian air tetap di bawah titik tumbuh anakan sagu. Selain itu, pemeliharaan tanaman juga dilakukan menjelang pengamatan dan selama percobaan berlangsung. Pemeliharaan tersebut dimaksudkan untuk membuang pelepah anakan sagu tua, pelepah yang terserang cendawan, dan bagian tunas yang terinfeksi cendawan. Pelaksanaan percobaan sama dengan di persemaian polibag. Pengamatan dilakukan selama empat bulan. Tabel 24 Kombinasi perlakuan induksi perakaran dengan empat jenis auksin dan tiga bobot sucker pada persemaian di rakit Bobot Sucker (g) Jenis Auksin Ulangan Tanaman Contoh Kontrol 0 mm IBA 7.40 mm 4 5 NAA 7.40 mm 4 5 AK 7.40 mm 4 5 Kontrol 0 mm IBA 7.40 mm 4 5 NAA 7.40 mm 4 5 AK 7.40 mm 4 5 Kontrol 0 mm IBA 7.40 mm 4 5 NAA 7.40 mm 4 5 AK 7.40 mm 4 5 Total 240 tanaman Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) menggunakan SAS system versi Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 % (Mattjik dan Sumertajaya 2006). HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tajuk Bibit Sagu di Persemaian Rakit Persemaian rakit merupakan salah satu teknik persemaian bibit sagu yang umum digunakan sebelum bibit dipindahtanamkan ke lapangan. Persemaian bibit sagu di rakit dilakukan selama kurang lebih 3-4 bulan atau sampai keluarnya 2-3 daun baru. Jika jumlah daun baru telah mencapai 2-3 daun dengan kondisi perakaran yang baik, bibit sagu siap dipindahtanamkan ke lapangan. Saat ini, persemaian rakit menghasilkan persentase bibit siap tanam ke lapangan yang lebih tinggi dibandingkan persemaian kolam dan polibag. Persentase bibit hidup yang dihasilkan dari persemaian dengan menggunakan

5 61 teknik tersebut mencapai 80%. Persentase yang cukup tinggi tersebut diperoleh disebabkan adanya ketersediaan air yang sesuai bagi pertumbuhan bibit sagu selama di persemaian. Selain itu, persentase kandungan pati yang pada banir sucker berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan bibit di persemaian. Hasil percobaan menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jenis auksin yang dikombinasikan dengan bobot sucker mampu memberikan tinggi rachis tidak sempurna tertinggi pada kontrol dengan bobot g dibandingkan dengan perlakuan 7.40 mm NAA pada bobot yang sama dan kontrol pada bobot g (Tabel 25). Perlakuan pemberian auksin tidak memberikan pengaruh yang nyata pada persemaian rakit. Perlakuan boobt sucker tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi rachis tidak sempurna. Penggunaan NAA menghasilkan tinggi rachis tidak sempurna terendah pada bobot sucker g, namun tidak berbeda dengan IBA dan AK. Tabel 25 Interaksi jenis auksin dan bobot sucker terhadap tinggi rachis tidak sempurna bibit sagu (Metroxylon spp.) pada 4 BSS di persemaian rakit Jenis Auksin Bobot Sucker (g) mm 36.50a 6.19b 17.83ab 7.40 mm IBA 14.75ab 27.75ab 14.00ab 7.40 mm NAA 4.25b 26.31ab 25.75ab 7.40 mm AK 12.50ab 15.42ab 15.35ab Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT Penggunaan jenis auksin komersial dengan perlakuan bobot sucker menghasilkan tinggi rachis tidak sempurna yang tidak berbeda dengan kontrol dan jenis auksin IBA serta NAA. Menurut Suartini (2006), senyawa yang memiliki inti naphathalene, seperti naftalenasetamida dan 2-metil-1-naftalen asetat ber fungsi memperbanyak dan mendorong timbulnya suatu perakaran, sedangkan satu senyawa aktif yang mengandung indole bermanfaat untuk memperbanyak dan mempercepat perakaran. Selain itu, Thiram berfungsi sebagai fungisida. Tabel 26 Interaksi jenis auksin dan bobot sucker terhadap akar terpanjang bibit sagu (Metroxylon spp.) pada 4 BSS di persemaian rakit Jenis Auksin Bobot Sucker (g) mm 1.31e 4.58abc 4.86abc 7.40 mm IBA 3.76abcde 5.11ab 2.41bcde 7.40 mm NAA 1.94cde 3.63abcde 4.28abcd 7.40 mm AK 5.52a 1.50de 4.25abcd Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT Perlakuan auksin diharapkan mampu menginduksi perakaran bibit sagu lebih banyak dibandingkan kontrol. Kombinasi bobot sucker g dengan kontrol

6 62 menghasilkan akar terpendek dibandingkan dengan perlakuan auksin komersial pada bobot sucker yang sama. Aplikasi auksin komersial lebih efektif digunakan pada bobot sucker g untuk merangsang pemanjangan akar (Tabel 26). Perlakuan bobot sucker g dengan 7.40 mm IBA lebih efektif digunakan dibandingkan dengan auksin komersial dalam merangsang panjang akar pada bobot tersebut. Aplikasi 7.40 mm AK menghasilkan akar yang lebih pendek dibandingkan perlakuan IBA dan kontrol, namun tidak berbeda dengan NAA. Perlakuan kontrol dan auksin tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada bobot g (Tabel 26). Keragaan bobot sucker g dan g (Gambar 13 dan 14). Gambar 13 Keragaan pertumbuhan bibit asal bobot sucker g pada berbagai konsentrasi jenis auksin di persemaian rakit 20 cm Auksin meregulasi banyak aspek kritik pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui pembelahan sel, pemanjangan, dan diferensiasi. IBA, prekursor auksin yang ditemukan sebagai bahan sintesis yang menginduksi inisiasi akar pada beberapa tumbuhan (Ludwig-Muller et al. 2005). Berry dan Bjorkman (1980) menyatakan bahwa peningkatan suhu secara umum menaikkan rata-rata fotosintetik dan diduga mempercepat fase perkembangan tanaman. Peningkatan suhu di atas rata-rata optimum mungkin menyebabkan aktivitas fotosintesis terhambat dan menurunkan pertumbuhan. Percepatan rata-rata munculnya daun diduga merupakan respon dari tanaman sagu terhadap suhu tinggi, sehingga memacu perkembangan tanaman menjadi lebih cepat. Lebih lanjut, Salisbury and Ross (1985) menyatakan bahwa suhu tinggi berakibat pada denaturasi enzim dan kerusakan sistem fotosintetik.

7 63 20 cm Gambar 14 Kondisi bibit sagu pada bobot sucker g pada 4 BSS di persemaian rakit IBA tidak hanya berperan dalam perakaran tetapi juga meregulasi auksin seperti epinasti daun, pembelahan sel, dan pembengkokan batang (Strader dan Bartel 2011). Menurut Sudaryono (2004) suhu udara menentukan laju difusi zat cair dalam tanaman, apabila suhu udara turun maka viskositas air naik, sehingga kegiatan fotosintesis turun, demikian pula penguapan airnya turun. Kondisi bibit sagu dengan bobot sucker g di persemaian rakit pada 4 BSS (Gambar 15). Gambar 15 Keragaan pertumbuhan bibit asal bobot sucker g pada berbagai konsentrasi jenis auksin di persemaian rakit 20 cm Aplikasi jenis auksin menghasilkan tinggi rachis tidak normal, tinggi rachis ke-2, tinggi rachis ke-3, dan tinggi rachis tidak sempurna yang tidak

8 64 berbeda dengan kontrol (Tabel 27). Tinggi rachis ke-1 pada perlakuan 7.40 mm auksin komersial lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan IBA dan NAA, walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol di seluruh bulan pengamatan. Tinggi rachis ke-2 belum terinisiasi pada 1 BSS. Tinggi rachis ke-2 terinisiasi hanya pada perlakuan 7.40 IBA di 2 BSS (Tabel 27). Tinggi rachis ke-2 lebih cepat terinisiasi di persemaian rakit dibandingkan dengan di persemaian polibag. Rachis ke-2 terinisiasi pada 2 BSS di persemaian rakit, sedangkan di persemaian polibag baru terinisiasi pada 4 BSS. Tabel 27 Pengaruh perlakuan jenis auksin terhadap peubah tinggi rachis tidak normal,tinggi rachis ke-1, tinggi rachis ke-2, tinggi rachis ke-3, dan tinggi rachis tidak sempurna di persemaian rakit Jenis Auksin Umur Bibit (BSS) Tinggi Rachis Tidak Normal (cm) 0 mm 13.49a 14.76a 14.89a 20.17a 7.40 mm IBA 17.69a 19.15a 20.25a 18.83a 7.40 mm NAA 16.06a 18.59a 20.09a 18.77a 7.40 mm AK 10.17a 9.87a 10.04a 14.42a Tinggi Rachis ke 1 (cm) 0 mm 15.49a 30.72a 45.68a 64.31a 7.40 mm IBA 6.15b 17.86b 30.45b 54.42ab 7.40 mm NAA 2.35b 13.44b 25.73b 35.05b 7.40 mm AK 13.38a 32.83a 45.39a 65.77a Tinggi Rachis ke 2 (cm) 0 mm a 4.00a 15.69a 7.40 mm IBA a 3.90a 11.19a 7.40 mm NAA a 0.89a 9.82a 7.40 mm AK a 2.45a 16.61a Tinggi Rachis ke 3 (cm) 0 mm a 7.40 mm IBA a 7.40 mm NAA a 7.40 mm AK a Tinggi Rachis Tidak Sempurna (cm) 0 mm 19.86a 26.65a 31.05a 24.43a 7.40 mm IBA 18.33a 26.10a 27.51a 30.52a 7.40 mm NAA 21.34a 31.82a 37.10a 45.53a 7.40 mm AK 22.72a 26.23a 25.69a 28.45a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris peubah dan umur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT Anak daun rachis ke-1 dan anak daun rachis ke-2 baru terinisiasi pada 3 BSS di persemaian rakit. Pada 4 BSS, jumlah anak daun rachis ke-1 terrendah (7.42 helai) pada perlakuan 7.40 mm NAA, namun tidak berbeda dengan perlakuan IBA. Jumlah anak daun rachis ke-2 mulai terinisiasi pada perlakuan 7.40 mm IBA pada 3 BSS. Jumlah anak daun rachis ke-3 terinisiasi pada akhir

9 65 pengamatan 4 BSS. Perlakuan jenis auksin tidah memberikan perbedaan antara perlakuan jenis auksin dan kontrol pada jumlah anak daun rachis tidak sempurna dan diameter rachis ke-1 selama 4 BSS (Tabel 28). Salisbury dan Ross (1985) menyatakan bahwa tanaman yang memiliki karakteristik fotosintetik C3 tidak mungkin menunjukkan fotosintetik optimum pada suhu di atas 30 0 C seperti halnya tanaman C4 yang dapat melakukannya pada C. Uchida et al. (1990) menyatakan bahwa tanaman sagu merupakan tanaman dengan jalur fotosintesis C3 dengan rata-rata fotosintetik nyata yang rendah di daun (13-15 mg CO 2 dm -2 h -1 ). Menurut Tamaki et al. (2002) dan Bartholomew dan Williams (2005) munculnya daun baru adalah fungsi linier dari waktu pada wilayah suhu tinggi. Tabel 28 Pengaruh perlakuan jenis auksin terhadap peubah jumlah anak daun rachis dan diameter rachis ke-1 di persemaian rakit Jenis Auksin Umur Bibit (BSS) Jumlah Anak Daun Rachis ke 1 0 mm a 20.95a 7.40 mm IBA a 15.30ab 7.40 mm NAA a 7.42b 7.40 mm AK a 17.48a Jumlah Anak Daun Rachis ke 2 0 mm a 2.33a 7.40 mm IBA a 3.23a 7.40 mm NAA a 0.92a 7.40 mm AK a 1.98a Jumlah Anak Daun Rachis ke 3 0 mm a 7.40 mm IBA a 7.40 mm NAA a 7.40 mm AK a Jumlah Anak Daun Rachis Tidak Sempurna 0 mm 0.88a 7.82a 8.14a 9.07a 7.40 mm IBA 0.77a 4.37a 5.24a 7.59a 7.40 mm NAA 1.17a 3.36a 9.47a 10.38a 7.40 mm AK 1.20a 6.39a 9.84a 11.35a Diameter Rachis ke 1 (cm) 0 mm a 3.41a 7.40 mm IBA a 3.10a 7.40 mm NAA a 3.56a 7.40 mm AK a 3.67a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris peubah dan umur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT Perlakuan auksin yang mampu menginduksi rachis ke-2 pada 2 BSS yaitu 7.40 mm IBA (Tabel 27 dan 28), sedangkan perlakuan kontrol dan jenis auksin NAA dan AK baru dapat menginduksi rachis ke-2 pada 3 BSS. Hasil uji secara

10 66 statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara bobot sucker yang digunakan terhadap tinggi rachis tidak normal, tinggi rachis ke-3 dan tinggi rachis tidak sempurna selama 4 bulan pengamatan berlangsung (Tabel 29). Percobaan menunjukkan bahwa tinggi rachis ke-2 mulai terinisiasi pada 2 BSS. IBA menginisiasi rachis ke-2 pada bobot g (Tabel 29). Pada persemaian rakit, rachis ke-2 tertinggi dihasilkan dari bobot sucker terbesar g dibandingkan dengan bobot sucker g pada 3 BSS, namun tidak berbeda untuk seluruh bobot sucker pada akhir pengamatan (4 BSS). Keragaan bibit denga bobot sucker g di persemaian rakit pada 4 BSS (Gambar 16). 10 cm Gambar 16 Keragaan pertumbuhan bibit sagu asal bobot sucker g pada berbagai konsentrasi jenis auksin di persemaian rakit Unsur hara mineral merupakan ion yang bermuatan positi seperti K +, Ca 2+, NH4 +, ataupun ion yang bermuatan negatif seperti NO3 -, SO3 2 -, HPO4 2- yang terlarut dalam air. Ion-ion tersebut berasal dari bahan mineral tanah sebagai hasil dekomposisi bahan organik ataupun dari pupuk yang diberikan. Air merupakan media penggerak bagi ion untuk berdifusi dan bergerak melalui aliran massa sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Air berperan penting dalam membantu ion-ion tersebut menjadi tersedia bagi tanaman. Hal inilah yang menyebabkan jika terjadi kekurangan air maka seringkali diikuti kekuranga hara disebabkan kela rutan hara yang rendah di dalam tanah (Taiz dan Zeiger 2012; Hamim 2007). Air membantu ion-ion mineral menjadi tersedia bagi tanaman sehingga pertumbuhan jumlah daun rachis ke-2 dan tinggi rachis ke-2 lebih tinggi pada

11 67 bobot sucker g dibandingkan dengan bobot sucker g (Tabel 29). Bobot bibit yang besar juga mengindikasikan persentase kandungan pati yang tinggi. Pati merupakan cadangan energi, hasil fotosintat, yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan awal bibit sagu di persemaian. Cadangan energi yang cukup akan memberikan pertumbuhan bibit sagu yang lebih baik dibandingkan bibit yang memiliki kandungan pati yang lebih sedikit. Tabel 29 Pengaruh perlakuan bobot sucker terhadap peubah tinggi rachis tidak normal, tinggi rachis ke-1, tinggi rachis ke-2, tinggi rachis ke-3, dan tinggi rachis tidak sempurna di persemaian rakit Bobot Sucker (g) Umur Bibit (BSS) Tinggi Rachis Tidak Normal (cm) a 12.55a 13.81a 17.00a a 16.93a 16.65a 18.92a a 17.29a 18.49a 18.23a Tinggi Rachis ke 1 (cm) b 17.95b 29.02b 43.49b ab 23.81ab 33.81b 52.30ab a 29.39ab 47.61a 68.87a Tinggi Rachis ke 2 (cm) b 8.43a ab 12.87a a 18.69a Tinggi Rachis ke 3 (cm) a a a Tinggi Rachis Tidak Sempurna (cm) a 30.81a 32.05a 32.62a a 26.97a 26.36a 27.97a a 25.31a 32.60a 34.62a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris peubah dan umur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT Perlakuan bobot sucker berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun rachis ke-1. Bobot sucker g menghasilkan Jumlah anak daun rachis ke- 1 terbanyak. Namun demikian, perlakuan bobot sucker tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah jumlah anak daun rachis ke-3, jumlah anak daun rachis ke-2, dan jumlah anak daun rachis tidak sempurna. Diameter rachis ke-2 mulai diamati pada 3 BSS. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perlakuan bobot sucker berpengaruh nyata terhadap diameter rachis ke-1 pada 3 dan 4 BSS. Bobot sucker g menghasilkan diameter yang lebih besar dibandingkan dengan diameter yang lebih kecil pada bobot sucker g dan g (Tabel 30). Pemangkasan sebagai perlakuan awal sucker sebelum persemaian berakibat pada persentase rachis tidak sempurna dan rachis ke-1 yang tumbuh. Hal tersebut dapat diartikan bahwa fase sucker (bahan tanam) yang dipangkas

12 68 bagian pelepah tersisa 30 cm menentukan persentase rachis tidak sempurna dan rachis ke-1 pada persemaian rakit. Jika persentase rachis tidak sempurna yang terinisiasi lebih banyak pada 1 BSS, persentase terinisiasinya rachis ke-1 pada bulan yang sama lebih rendah (Tabel 31). Perlakuan 7.40 mm NAA menghasilkan persentase rachis ke-1 sebesar 56.67%, sedangkan perlakuan IBA, auksin komersial dan kontrol berturut-turut 80.56%, 84.38%, dan 81.58%. Tabel 30 Pengaruh perlakuan bobot sucker terhadap peubah jumlah anak daun dan diameter rachis ke-1 di persemaian rakit Bobot Sucker (g) Umur Bibit (BSS) Jumlah Anak Daun Rachis ke b 10.89b b 12.38ab a 22.63a Jumlah Anak Daun Rachis ke a 0.33a a 2.11a a 3.91a Jumlah Anak Daun Rachis ke a a a Jumlah Anak Daun Rachis Tidak Sempurna a 4.67a 7.65a 7.94a a 5.05a 8.29a 9.27a a 6.74a 8.57a 11.58a Diameter Rachis ke 1 (cm) a 2.38b b 2.81b a 5.12a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris peubah dan umur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT Tabel 31 Perlakuan jenis auksin terhadap persentase rachis bertunas dan rataan tanaman hidup pada 4 BSS di persemaian rakit % bertunas Rataan Jenis Auksin Tanaman Rachis Rachis Tidak Rachis Rachis Rachis Tidak Hidup Normal ke-1 ke-2 ke-3 Sempurna (%) 0 mμ mm IBA mm NAA mm AK Rata-rata Sd

13 69 Di lapangan, sucker dengan bobot lebih besar memberikan jumlah tanaman hidup yang lebih banyak. Jumlah tanaman hidup bobot sucker g dan g yaitu 52 tanaman, sedangkan bobot sucker g sejumlah 32 tanaman. Bobot sucker yang digunakan berpengaruh terhadap jumlah akhir bibit hidup di persemaian rakit. Bobot sucker juga berpengaruh terhadap persentase rachis ke-1, rachis ke-2, dan rachis ke-3 yang terinisiasi. Persentase jumlah rachis terinisiasi banyak pada bobot sucker g (Tabel 32). Tabel 32 Perlakuan bobot sucker persentase rachis bertunas dan rataan tanaman hidup pada 4 BSS di persemaian rakit % Bertunas Rataan Tanaman Bobot Sucker Rachis Rachis Hidup (g) Tidak Rachis Rachis Rachis Tidak (%) Normal ke-1 ke-2 ke-3 Sempurna Rata-rata Sd Induksi dan Pertumbuhan Akar Jumlah akar primer yang dihasilkan dari perlakuan jenis auksin di persemaian rakit tidak berbeda nyata. Begitu pula halnya dengan jumlah akar nafas dan akar terpanjang. Konsentrasi auksin yang digunakan belum mampu menginduksi perakaran lebih baik dibandingkan kontrol (Tabel 33). Kondisi perakaran bibit sagu pada bobot g; g; dan g di persemaian rakit dapat dilihat pada Gambar 17. Tabel 33 Pengaruh perlakuan jenis auksin pada jumlah akar primer, jumlah akar nafas dan akar terpanjang pada 4 BSS di persemaian rakit Jenis Auksin Jumlah Akar Primer Jumlah Akar Nafas Akar Terpanjang (cm) 0 mm 0.39a 6.74a 3.59a 7.40 mm IBA 0.18a 6.92a 3.76a 7.40 mm NAA 0.81a 5.08a 3.28a 7.40 mm AK 0.42a 7.33a 3.76a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT Perlakuan auksin tidah memberikan pengaruh pada akar primer, akar nafas, dan panjang akar terpanjang yang dihasilkan. Bobot sucker terbesar g menghasilkan jumlah akar nafas terbanyak dibandingkan dengan bobot sucker g. Perlakuan bobot sucker tidak menghasilkan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah akar primer dan akar terpanjang di persemaian rakit

14 70 (Tabel 33). Gardner et al. (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan akar akan meningkat setelah terjadi peningkatan pertumbuhan pucuk. A B C 10 cm Gambar 17 Keragaan perakaran bibit sagu pada berbagai perlakuan bobot sucker Tanaman sagu merupakan tanaman monokotil yang memiliki akar primer, sekunder, dan akar nafas. Akar nafas membantu tanaman sagu untuk dapat beradaptasi dengan baik pada tanah-tanah tergenang. Hal tersebut didukung dari hasil percobaan yang menunjukkan bahwa pertumbuhan akar nafas lebih banyak dibandingkan pertumbuhan akar primer di persemaian rakit (Tabel 34). Akar nafas merupakan mekanisme tanaman sagu terhadap cekaman kondisi jenuh air, seperti halnya jaringan aerenkim pada tanaman padi sawah. Al-Mana et al. (1996) menyatakan bahwa terdapat senyawa kimia alami yang membantu inisiasi perakaran pada anakan tanaman kurma (offshoot). Senyawa kimia tersebut diduga merupakan campuran senyawa fenolik yang mendukung hormon IAA. Hormon indoleacetic acid berfungsi sebagai penginduksi perakaran (IAA) tanaman. Selain itu, senyawa kimia tersebut melindungi IAA pengrusakan oleh enzim oksidase. Tabel 34 Pengaruh perlakuan bobot sucker terhadap jumlah akar primer, jumlah akar nafas dan akar terpanjang pada 4 BSS di persemaian rakit Bobot Sucker (g) Jumlah Akar Primer Jumlah Akar Nafas Akar Terpanjang (cm) a 4.55b 3.13a a 6.62ab 3.70a a 8.38a 3.95a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT Persentase bibit berakar primer hanya berkisar antara 19.44%-31.58% dengan perlakuan jenis auksin pada persemaian rakit. Rata-rata bibit berakar primer dan bibit berakar nafas berturut-turut yaitu 25.72% dan 77.58%. Persentase bibit yang berakar nafas lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan persentase bibit berakar primer (Tabel 35). Perlakuan jenis auksin tidak menghasilkan persentase akar nafas, akar primer dan rataan tanaman hidup yang lebih baik dair kontrol. Rataan hidup tanaman kontrol 38 tanaman, sedangkan perlakuan NAA menghasilkan 30 tanaman hidup pada akhir pengamatan.

15 71 Tabel 35 Pengaruh jenis auksin terhadap persentase bibit berakar dan rataan tanaman hidup pada 4 BSS di persemaian rakit % Bibit berakar Rataan Tanaman Jenis Auksin Akar Primer Akar Nafas Hidup (%) 0 mμ mμ IBA mμ NAA mμ AK Rata-rata Sd Bobot sucker g menghasilkan persentase bibit berakar primer sekitar 34.62%, sedangkan bobot sucker g 18.75% dan bobot sucker g sebesar 21.15% (Tabel 36). Hodel dan Pittenger (2003) menyatakan bahwa umumnya, peningkatan bobot offshoot selaras dengan peningkatan jumlah karbohidrat dan promotor akar dan penurunan jumlah inhibitor akar. Inhibitor akar lebih berpengaruh terhadap inisiasi pertumbuhan akar daripada promotor akar. Kemampuan berakar berkorelasi positif terhadap kandungan karbohidrat dan berkorelasi negatif dengan kandungan inhibitor akar. Offshoot yang lebih besar memiliki kandungan karbohidrat yang lebih banyak dan bahan kandungan inhibitor akar yang lebih kecil. Tabel 36 Pengaruh bobot sucker terhadap persentase bibit berakar dan rataan tanaman hidup pada 4 BSS di persemaian rakit Bobot Sucker % Bibit berakar Rataan Tanaman (g) Akar Primer Akar Nafas Hidup (%) Rata-rata Sd Perlakuan jenis auksin diharapkan dapat menginduksi perakaran primer yang lebih baik dibandingkan kontrol. Namun demikian, induksi persentase akar primer dan akar nafas yang muncul pada kontrol memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan perlakuan jenis auksin. Terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap induksi akar, diantaranya kandungan auksin endogen bibit sagu dan inhibitor akar terkait bobot sucker. Persentase Bibit Hidup Zat pengatur tumbuh salah satunya auksin berperan dalam pemanjangan sel, pembelahan sel, inisiasi perakaran, dan pemanjangan tunas. Pada 1 BSS, persentase bibit hidup pada bobot sucker g yang menggunakan auksin menghasilkan persentase bibit hidup yang lebih tinggi yaitu 100%, sedangkan

16 72 kontrol tanpa auksin menghasilkan 85%. Pada bobot sucker g penggunaan jenis auksin NAA dan AK lebih efektif dalam mempertahankan persentase bibit hidup dibandingkan dengan IBA dan kontrol (Tabel 37). Namun hingga 4 BSS, pengaruh perlakuan auksin tidak berpengaruh nyata (Gambar 18). Tabel 37 Interaksi perlakuan bobot sucker dan jenis auksin pada 1 BSS di persemaian rakit Jenis Auksin Bobot Sucker (g) mm 85b 100a 85b 7.40 mm IBA 85b 100a 100a 7.40 mm NAA 100a 100a 100a 7.40 mm AK 100a 100a 100a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT Secara total, persentase bibit hidup terus mengalami penurunan dari 1 BSS sampai dengan 4 BSS. Aplikasi jenis auksin IBA masih mempertahankan persentase bibit hidup yang lebih baik dibandingkan jenis auksin NAA dan AK, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada 3 BSS, jenis auksin IBA masih lebih baik dibandingan dengan NAA, meskipun tidak berbeda dengan AK dan kontrol. Pengamatan terakhir pada 4 BSS menunjukkan bahwa persentase bibit hidup rata-rata untuk semua perlakuan baik kontrol maupun jenis auksin menghasilkan persentase bibit hidup yang tidak berbeda (Tabel 37). Pengaruh jenis auksin IBA hanya terlihat pada 1, 2 dan 3 BSS (Gambar 18). % Bibit Hidup a ab b a ab a b b a Gambar 18 Pengaruh perlakuan jenis auksin terhadap persentase bibit hidup selama 4BSS Perlakuan bobot sucker menghasilkan perbedaan diantara persentase bibit hidup tanaman sagu yang dihasilkan. Bobot sucker g menghasilkan persentase bobot hidup sekitar 40%, sedangkan persentase bibit hidup dari bobot sucker 100-<1500 g dan g yaitu 65% (Tabel 38). Irawan et al. (2009) menyatakan bahwa bobot sucker kg yang diambil dari tanaman induk pada fase berbunga di kawasan gambut dalam menghasilkan persentase hidup a b Bulan Setelah Semai a a a a a 0 mm 7.04 mm IBA 7.04 mm NAA 7.04 mm AK

17 73 50% di persemaian rakit. Sucker yang diambil dari tanaman induk yang masih muda di tanah mineral menghasilkan persentase hidup 66.7%. Bobot sucker kg baik pada tanah mineral menghasilkan persentase bibit hidup sekitar % selama enam bulan di persemaian. Tabel 38 Pengaruh perlakuan bobot sucker terhadap persentase bibit hidup Bobot Sucker % Bibit Hidup (BSS) (g) b 75.00a 60.00b 40.00b ab 85.00a 83.75a 65.00a a 87.50a 85.00a 65.00a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom umur yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT Bobot sucker berkorelasi positif terhadap persentase pati banir (rhizome) yang mendukung pertumbuhan awal bibit di persemaian sebelum akar dan tajuk terinisiasi. Persentase bibit hidup tidak hanya terkait kualitas sucker (bahan tanam awal), teknik pengambilan, dan ketersediaan air, tetapi juga pemangkasan sebelum persemaian juga ikut menentukan persentase bibit hidup. Irawan (2010) menambahkan bahwa pemangkasan daun sebelum perlakuan persemaian sangat penting bagi pertumbuhan bibit sagu setelahnya. Pemangkasan juga berguna untuk mengurangi transpirasi, selama bibit belum membentuk akar dan daun baru. Pemangkasan baik daun maupun akar secara bersama-sama sebelum persemaian menghasilkan persentase hidup 85%. Jika pemangkasan dilakukan hanya pada tajuk menghasilkan persentase bibit hidup sekitar 70%, sedangkan jika pemangkasan dilakukan hanya pada akar menghasilkan persentase bibit hidup sekitar 50%. Apabila sebelum persemaian tidak dilakukan pemangkasan baik daun maupun akar, persentase hidup bibit menjadi 35%. Menurut Maulana (2011) kondisi bibit menjadi faktor utama dalam mempengaruhi daya hidup bibit. Bibit sagu yang sehat, cukup tua, banir cukup besar dan dari induk yang baik menjadi faktor bibit dengan daya hidup tinggi. Keragaan Bibit Tanaman Sagu Siap Transplanting Secara umum, lama persamaian bibit sagu sekitar 3-4 bulan. Pada saat tersebut, bibit sudah memiliki perakaran yang cukup banyak. Pertumbuhan tajuk pun sudah sangat baik, yang ditunjukkan dengan terbentuknya 3-4 daun baru. Perakaran yang baik secara langsung akan mendukung pertumbuhan tajuk yang baik pula. Bibit yang dihasilkan dari persemaian diharapkan memenuhi kriteria tersebut, ditambah lagi bibit tidak terserang hama atau penyakit, bibit tidak layu, warna daun bibit sagu hijau tua. Hasil percobaan selama 7 BSS menunjukkan bahwa kondisi bibit di persemaian rakit memenuhi kriteria bibit siap ditanam ke lapangan (Gambar 19). Bobot sucker g menunjukkan keragaan yang cukup baik, meskipun persentase bibit hidup lebih kecil dibandingkan bobot sucker g dan g. Perbedaan keragaan bibit ditunjukkan pada diameter rachis ke-1, jumlah anak daun, lebar daun, dan tinggi rachis ke-1. Bobot sucker dari 1500-

18 g, g, dan g menghasilkan tinggi rachis ke-1 yang semakin rendah, berturut-turut yaitu 150 cm, 105 cm, dan 60 cm (Tabel 39). A B 10 cm C Gambar 19 Keragaan bibit sagu siap transplanting pada 7 BSS (a) g, (b) g, (c) g Tabel 39 Keragaan bibit sagu di persemaian polibag pada 7 BSS Karakter Bobot Sucker (g) Jumlah Anak Daun Diameter Rachis (cm) Lebar Anak Daun (cm) Warna Daun Muda Merah, Hijau Merah, Hijau Merah, Hijau Warna Daun Tua Hijau Tua mengkilap Hijau Tua mengkilap Hijau Tua mengkilap Tinggi Rachis (cm) Bibit tanaman sagu di persemaian rakit menunjukkan keragaan bibit yang siap dipindahkan ke lapangan. Jumlah anak daun berbeda untuk setiap perlakuan bobot sucker. Rata-rata jumlah anak daun pada bobot sucker g lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anak daun pada bobot yang lebih besar g dan g. Diameter rachis dan lebar anak daun pun semakin meningkat dengan bertambahnya bobot sucker. Tinggi rachis tertinggi diperoleh pada bobot sucker g. Bobot sucker yang semakin besar berkorelasi

19 75 dengan semakin tingginya rachis. Warna daun muda dan daun tua seragam untuk setiap bobot sucker, berwarna merah, hijau dan hijau tua mengkilap. Pengamatan yang dilakukan terhadap peubah tajuk, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap aplikasi jenis auksin yang diberikan pada 7 BSS di persemaian (Tabel 39). Hasil Analisis Media Persemaian di Rakit Hasil analisis air menunjukkan bahwa derajat kemasaman media di persemaian rakit yaitu 6.7 (netral). Aktivitas biologi di dalam tanah dipengaruhi oleh ph tanah, yaitu dalam kecepatan penguraian bahan organik media tanam. Kisaran ph 6-7 merupakan kisaran mikroorganisme tanah dengan cepat menguraikan bahan organik dan membantu ketersediaan unsur hara. Pada umumnya, ph optimum pertumbuhan sebagian besar pada kisaran Tanaman sagu masih dapat hidup dengan baik pada ph yang sangat rendah < 4. Akar bibit sagu menyerap hara secara difusi, jika konsentrasi di luar sitosol (pada dinding atau larutan tanah) lebih tinggi daripada konsentrasi di dalam sitosol. Nitrogen tersedia dalam bentuk NO 3, yang kemudian dikonversi + dan direduksi menjadi NH 4. Nitrogen tersebut akan berfungsi dalam sintesis asam amino dan kemudian membentuk protein. Ion SO 2-4 juga digunakan dalam - sintesis asam amino dan protein, sedangkan H 2 PO 4 dikonversi menjadi gula fosfat, nukleotida RNA atau DNA. Ketersediaan unsur hara di dalam media tumbuh sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Lakitan (2008) menyatakan bahwa sistem perakaran lebih dikendalikan oleh sifat genetis, namun dipengaruhi juga oleh kondisi tanah atau media tumbuh tanaman. Faktor yang mempengaruhi pola penyebaran akar antara lain adalah penghalang mekanis, suhu tanah, aerasi, ketersediaan air, dan ketersediaan unsur hara. Unsur hara yang terkandung dalam media air pada persemaian rakit dapat dilihat pada Tabel 45. SIMPULAN Aplikasi jenis auksin NAA menghasilkan tinggi rachis ke-1 dan jumlah daun rachis ke-1 signifikan lebih rendah dibandingkan kontrol dan AK. Perlakuan bobot sucker menghasilkan tinggi rachis ke-1 dan jumlah daun rachis ke-1 yang signifikan lebih tinggi pada bobot sucker g dibandingkan dengan bobot g di persemaian rakit. Aplikasi bobot sucker dan jenis auksin tidak menghasilkan perbedaan yang nyata sampai akhir pengamatan yaitu 4 BSS untuk peubah tinggi rachis ke-2, tinggi rachis ke-3, jumlah anak daun rachis ke-2, dan jumlah anak daun rachis ke-3. Jenis auksin ternyata tidak memberikan hasil yang berbeda pada peubah jumlah akar primer, jumlah akar nafas, dan panjang akar terpanjang. Bobot sucker g menghasilkan jumlah akar nafas yang tertinggi dibandingkan bobot sucker g dan g, namun tidak berbeda untuk peubah jumlah akar primer dan panjang akar terpanjang di persemaian rakit.

20 76 Persentase bibit hidup rata-rata di akhir pengamatan sekitar 65% untuk kedua bobot sucker g dan g, sedangkan bobot sucker g menghasilkan persentase bibit hidup yang lebih rendah yaitu 45%.

PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN RAKIT

PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN RAKIT PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN RAKIT S. A M A R I L L I S, N. K H U M A I D A, M. H. B I N T O R O D J O E F R I E Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN POLIBAG DAN RAKIT. Abstrak

ANALISIS PERBANDINGAN PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN POLIBAG DAN RAKIT. Abstrak 77 ANALISIS PERBANDINGAN PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN POLIBAG DAN RAKIT Abstrak Penelitian ini bertujuan membandingkan respon pertumbuhan bibit sagu di persemaian polibag dan rakit. Penelitian

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan pangan terus menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Peningkatan jumlah populasi dunia, peningkatan suhu bumi yang disebabkan efek pemanasan global,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

Akhmad Fauzi Anwar (A ) di bimbing oleh: Prof. Dr Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr

Akhmad Fauzi Anwar (A ) di bimbing oleh: Prof. Dr Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr Pertumbuhan Bibit Sagu pada Berbagai Kombinasi Pupuk NPK (merah, kuning, hijau, biru) dengan Zat Pengatur Tumbuh IBA dan Triacontanol pada Fase Aklimatisasi Akhmad Fauzi Anwar (A24120066) di bimbing oleh:

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) berpengaruh nyata pada jumlah akar primer bibit tanaman nanas, tetapi tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, karena ubi kayu memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. Kegiatan magang dilakukan pada bulan Februari-Juni 2011. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO Delfi Trisnawati 1, Dr. Imam Mahadi M.Sc 2, Dra. Sri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki peran dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Budidaya lada di Indonesia dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK Arta

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN PEREKAT AGRISTIK PADA KOMBINASI PEMBERIAN PUPUK DAUN GANDASIL-D DAN GROWMORE DENGAN IBA DAN TRIACONTANOL PADA FASE AKLIMATISASI SAGU NURUL HIDAYAH A24120195 Dosen pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan tanaman pangan potensial masa depan karena mengandung karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain mengandung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah tropika yang menempati urutan ke dua terbesar setelah pisang. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi pupuk kompos TKS dengan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang tidak nyata

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO Imam Mahadi, Sri Wulandari dan Delfi Trisnawati Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam pengamatan tinggi tanaman berpengaruh nyata (Lampiran 7), setelah dilakukan uji lanjut didapatkan hasil seperti Tabel 1. Tabel 1. Rerata tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK 864. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun tanaman hias bunga. Tanaman hias yaitu suatu tanaman yang bagian akar, batang,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor berupa rerata pertambahan tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, pertambahan jumlah tunas, pertambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman panili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman panili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman panili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman rempah yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Buah tanaman vanili digunakan untuk bahan pengharum

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kerontokan Bunga dan Buah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kerontokan Bunga dan Buah 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kerontokan Bunga dan Buah Kerontokan bunga dan buah sejak terbentuknya bunga sampai perkembangan buah sangat mengurangi produksi buah belimbing. Absisi atau kerontokan bunga dan

Lebih terperinci

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82 Lampiran 1. Tabel rataan pengukuran tinggi bibit sengon, bibit akasia mangium, dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168. Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ 1 2 3 A0 T1 20,75 27,46

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b) 45 Pembahasan Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Rendahnya produksi tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK PUCUK JAMBU AIR (Syzygium semarangense Burm. F.

PENGARUH KONSENTRASI INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK PUCUK JAMBU AIR (Syzygium semarangense Burm. F. PENGARUH KONSENTRASI INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK PUCUK JAMBU AIR (Syzygium semarangense Burm. F. Alst) Yustina Sri Sulastri Staf Pengajar Kopertis Wil. I dpk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

PENGARUH INTERVAL PEMBERIAN AIR KELAPA DAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KARET (Heveea brasiliensis) STUM MATA TIDUR

PENGARUH INTERVAL PEMBERIAN AIR KELAPA DAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KARET (Heveea brasiliensis) STUM MATA TIDUR PENGARUH INTERVAL PEMBERIAN AIR KELAPA DAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KARET (Heveea brasiliensis) STUM MATA TIDUR INTERVAL EFFECT OF GROWING OF COCONUT WATER AND UREA FERTILIZER TO GROWTH OF

Lebih terperinci

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30)

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah 4.1.1 Analisis C/N Setelah Inkubasi Trichoderma sp Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi Trichoderma sp dan dregs berpengaruh tidak nyata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.a. Parameter Utama 4.a.l. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan bahwa pemberian pupuk nitrogen (kombinasi kascing dan pupuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.1, Desember (564) :

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.1, Desember (564) : Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No. 2337-6597 Vol.4. No.1, Desember 2015. (564) :1735-1740 Pertumbuhan Setek Tanaman Buah Naga (Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose) dengan Pemberian Kombinasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Jati Tanaman selama masa hidupnya menghasilkan biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Perubahan akumulasi biomassa akan terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS LAMA PENIRISAN STEK DI MEDIA TANAH BERPASIR TERHADAP PERTUMBUHANKAMBOJA (Adenium obesum)

EFEKTIFITAS LAMA PENIRISAN STEK DI MEDIA TANAH BERPASIR TERHADAP PERTUMBUHANKAMBOJA (Adenium obesum) Agrium, Oktober 2012 Volume 17 No 3 EFEKTIFITAS LAMA PENIRISAN STEK DI MEDIA TANAH BERPASIR TERHADAP PERTUMBUHANKAMBOJA (Adenium obesum) Saijo Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Kehutanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Peneiitian 4.1.1. C/N Tanah 4.1.1.1. C/N Tanah Masa Inkubasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN viride dan dregs juga faktor tunggal waktu aplikasi dregs berpengaruh tidak nyata sedangkan faktor tunggal

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek 5. PEMBAHASAN Pembahasan mengenai pengaruh waktu pemberian Giberelin (GA 3 ) terhadap induksi pembungaan dan pertumbuhan tanaman leek (Allium ampeloprasum L.) meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN Zamriyetti 1 dan Sawaluddin Rambe 2 1 Dosen Kopertis Wilayah I dpk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN. jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah III. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter yang diamati terdiri dari tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah buku, dan panjang tangkai bunga. Hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan kemajuan ini belum bias penulis selesaikan dengan sempurna. Adapun beberapa hasil dan pembahasan yang berhasil

Lebih terperinci

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pupuk urea dan KCl berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman

Lebih terperinci