MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) J A K A R T A KAMIS, 4 JUNI 2015

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri [Pasal 11 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. PT Gayung Mulya IKIF 2. Nurbayanti 3. Abdussalam ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Kamis, 4 Juni 2015 Pukul WIB WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) I Dewa Gede Palguna (Ketua) 2) Patrialis Akbar (Anggota) 3) Manahan MP Sitompul (Anggota) Syukri Asy ari Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Fachmi H. Bachmid 2. Imam Asmara Hakim 3. Zulham Salim 4. Farid Ghozali 5. Siti Choirunnisa ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Sidang Pemeriksaan Permohonan Pemeriksaan Pendahuluan untuk Perkara Nomor 61/PUU-XIII/2015 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, silakan Saudara perkenalkan diri dulu siapa saja yang hadir untuk sidang pertama ini. Silakan. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: FACHMI H. BACHMID Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Saya sendiri, Fachmi H. Bachmid. Sebelah kanan saya, Imam Asmara Hakim. Dan sebelah kanannya lagi, Zulham Salim. Sebelah kiri saya, Farid Ghozali dan Siti Choirunnisa. Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. 3. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih. Saudara mengajukan permohonan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri. Ada beberapa pasal yang Saudara uji di sini, Pasal 11 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2). Benar, ya? Ya. Baik, dengan demikian, maka pada kesempatan pertama saya akan persilakan kepada Saudara selaku Kuasa untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan Saudara. Ya, tidak perlu dibaca seluruhnya karena kami sudah sudah membaca permohonan ini. Cukup disampaikan poin-poin yang menurut Saudara penting untuk disampaikan, terutama yang berkenaan dengan legal standing dan kemudian juga alasan-alasan dari permohonan ini. Saya kira itu yang penting disampaikan sebelum Saudara sampai pada petitum permohonan. Silakan. 4. KUASA HUKUM PEMOHON: FACHMI H. BACHMID Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Saya pertama kali, saya menyampaikan bahwa permohonan ini diajukan oleh PT. Gayung Mulya IKIF, dalam hal ini adalah badan hukum perdata dan seterusnya, untuk selanjutnya sebagai Pemohon I. 1

5 Yang kedua, Nurbayanti binti Abdul Hamid Aceng, dalam hal ini selaku Pemohon II adalah perseorangan. Yang ketiga adalah Abdussalam adalah Pemohon III dalam kapasitas sebagai perseorangan. Selanjutnya, saya akan masuk kepada halaman 7 tentang kualifikasi daripada Pemohon bahwa Pemohon I adalah badan hukum perdata berbentuk perseroan terbatas dan seterusnya, sedangkan Pemohon II adalah perseorangan warga negara Indonesia pemegang paspor Nomor AT dahulu, dan pemegang paspor AS adalah CTKI atau TKI yang pada tahun 2009 pernah menjadi TKI di Riyadh Saudi Arabia dan pulang tahun 2011 dan mau bekerja lagi di Saudi Arabia, namun tidak bisa. Sedangkan Pemohon III adalah perseorangan warga negara Indonesia, pemegang paspor Nomor A adalah CTKI (Calon Tenaga Kerja Indonesia) yang sampai saat ini tidak bisa bekerja di negera Arab Saudi, bukti P-4 dan P-5. Selanjutnya, saya akan menjelaskan tentang kerugian konstitusionalnya dengan berlakunya beberapa pasal yakni Pasal 11 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2). Selanjutnya, saya akan jelaskan tentang kerugian dengan berlakunya pasal tersebut sebagaimana yang saya sampaikan pada halaman 10 bahwa Para Pemohon telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 11 ayat (1), Pasal 81 ayat (2), Pasal 94 ayat (2), Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang PTKI a quo karena dengan adanya Pasal 94 ayat (2) yang menjadi dasar dibentuknya Badan Penempatan dan Perlindungan TKI atau disebut BNP2TKI yang mempunyai fungsi melayani para pemohon, mengawasi para pemohon, serta BNP2TKI juga diberikan wewenang untuk menempatkan TKI ke luar negeri layaknya Pemohon I atau PPTKIS. Menimbulkan ketidakpastian hukum mengakibatkan Para Pemohon diberlakukan tidak sama di hadapan hukum dan mendapatkan diskriminasi, menimbulkan atau setidak-tidaknya berpotensi timbulnya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) karena BNP2TKI selain sebagai wasit atau pengawas, juga sebagai pemain atau badan penempatan. Bahwa pada prinsipnya hak untuk bekerja, hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum, hak untuk mendapatkan kepastian hukum, serta hak untuk tidak diperlakukan secara sewenangwenang oleh penguasa merupakan hak asasi yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan perlindungan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi adalah tanggung jawab negara. Namun, hakhak asasi Para Pemohon justru dihapus atau dibatasi dengan berlakunya ketentuan Pasal 11 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 94 ayat (2), Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang PPTKI. 2

6 Selanjutnya, saya masuk dalam pokok permohonan pada halaman 14, Majelis Hakim Yang Mulia. Bahwa bahwa Para Pemohon yang perseorangan dan badan hukum perdata dijamin hak-haknya dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), ayat (2), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (1), ayat (2), dan ayat (4). Bahwa Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Undang-Undang PPTKI yakni Pasal 27, Pasal 81. Bahwa Ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang PPTKI penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing a quo telah merugikan hak konstitusional Para Pemohon karena menimbulkan multitafsir dan dapat dinilai secara subjektif oleh Kemenaker atau BNP2TKI yang berakibat terjadinya diskriminasi, ketidakpastian hukum, serta mengakibatkan timbulnya penyalahgunaan kekuasaan. Dan ketentuan Pasal 81 ayat (1) dengan pertimbangan untuk melindungi calon TKI pemerataan kesempatan kerja dan/atau untuk kepentingan ketersediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan nasional pemerintah dapat menghentikan dan/atau pelarangan penempatan TKI di luar negeri untuk negara tertentu atau penempatan TKI pada jabatan-jabatan tertentu di luar negeri. Ketentuan Pasal 81 ayat (1) a quo telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi para Pemohon dan mengakibatkan timbulnya penyalahgunaan kekuasaan bahwa frasa dengan pertimbangan untuk melindungi calon TKI dapat ditafsirkan secara subjektif oleh Kemenaker atau BNP2TKI dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, diskriminasi, dan penyalahgunaan kekuasaan. Bahwa dengan adanya Ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 81 ayat (1) a quo, Kemenaker telah melarang Pemohon I untuk menempatkan TKI informal atau TKI domestik atau PLRT, serta Pemohon II dan Pemohon III sebagai TKI informal, domestik, atau PLRT dilarang untuk bekerja dan mencari nafkah di wilayah timur tengah yakni di negara Saudi Arabia, Kuwait, Yordania, Uni Emirates Arab, Oman, dan Qatar sebagaimana terbukti dengan adanya surat edaran dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sekarang menjadi Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, telah menghentikan untuk pekerja sektor domestik, penata pelaksana rumah tangga pada tanggal 29 Juli 2009 menghentikan penempatan ke negara Kuwait, pada tanggal 29 Juli 2010 menghentikan penempatan tenaga kerja sektor domestik ke negara Yordania, pada tanggal 23 Juni 2011 menghentikan penempatan ke negara Arab Saudi. 3

7 Larangan penghentian untuk bekerja bagi TKI informal, domestik, atau PLRT ke negara-negara timur tengah terjadi sejak tahun 2009 sampai saat permohonan a quo didaftarkan di Mahkamah. Namun di satu sisi, Kemenaker BPN2TKI membolehkan PPTKIS yang lainnya menempatkan CKI, CTKI, atau TKI formal maupun informal, atau PLRT dan membolehkan CTKI atau TKI formal maupun TKI informal atau PLRT untuk bekerja di Korea, Jepang, Malaysia, Singapura, Hongkong, dan Taiwan, sedangkan Taiwan tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak mengakui Taiwan sebagai negara yang berdaulat. Bahwa larangan penghentian untuk menempatkan atau bekerja ke negara Timur Tengah dengan alasan pertimbangan untuk melindungi calon TKI atau TKI merupakan bukti terjadinya diskriminasi bagi Para Pemohon karena berdasarkan pada PP Nomor 3 Tahun 2013, jelas-jelas yang bertanggung jawab dan melaksanakan perlindungan atas TKI yang bekerja ke luar negeri adalah Kemenlu, namun Taiwan yang faktanya tidak ada KBRI dan KJRI-nya justru dibolehkan PPTKIS untuk menempatkan TKI ke Taiwan. Bahwa larangan penghentian yang dilakukan oleh Kemenaker karena diberi wewenang oleh Undang-Undang PPTKIS Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 81 ayat (1) a quo dan larangan penghentian dikarenakan yang ditempatkan maupun yang akan bekerja adalah TKI informal atau domestik, dan pelarangan yang demikian sudah mencederai rasa keadilan dan melanggar hak konstitusional Para Pemohon karena pemerintah dilarang untuk membeda-bedakan WNI, tidak seharusnya pemerintah mengklasifikasi WNI atau TKI. Ada TKI formal, informal, domestik, PLRT karena segala warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan. Saya lanjut, Majelis Hakim Yang Mulia. Saya masuk pada halaman 23. Pasal 11 ayat (1), Pasal 94 ayat (2), dan Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang PPTKIS menimbulkan diskriminasi, ketidakpastian keadilan, dan menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan, sehingga mengakibatkan tercederainya rasa keadilan dan persamaan di depan hukum. Pasal 11 Undang-Undang PPTKIS dan seterusnya bahwa frasa pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan yang terkandung dalam Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 95 ayat (2) huruf a Undang-Undang PPTKIS menimbulkan diskriminasi, ketidakpastian hukum, serta mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan karena BNP2TKI bisa melayani dirinya sendiri, maka BNP2TKI ibarat wasit sekaligus juga pemain. Dengan adanya aturan dimana BNP2TKI diberi wewenang untuk menempatkan TKI untuk bekerja di luar negeri dengan pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan akan menimbulkan 4

8 diskriminasi, ketidakpastian hukum, serta menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan karena di satu sisi BNP2TKI juga diberi wewenang untuk melakukan pelayanan, mengkoordinasikan serta melakukan pengawasan kepada Para Pemohon. Bahkan Pemerintah dalam menghentikan melarang penempatan harus memperhatikan saran dari BNP2TKI yakni dalam Pasal 81 ayat (2), dalam menghentikan dan/atau melarang penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah memperhatikan saran dan pertimbangan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI. Keberadaan BNP2TKI kontras dengan semangat efisiensi anggaran sebab APBN terserap tiap tahun sebesar Rp392 miliar per tahun. Pemborosan uang negara. Apakah tidak sebaiknya di bidang industri tenaga kerja Indonesia, pekerja migran, negara membentuk badan usaha khusus untuk hal penempatan tersebut, sehingga fungsi pengawasan dan perlindungan TKI tetap berada pada departemen luar negeri dan tenaga kerja. Bahwa di dalam Undang-Undang PPTKIS bagian Bab 10 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI yang berbunyi, Pasal 94 saya anggap saya bacakan, Pasal 95. Selanjutnya pada Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79 bahwa secara tegas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ditentukan dalam Pasal 3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada calon TKI TKI yang ditempatkan oleh BNP2TKI dan PPTKIS, perusahaan yang menempatkan TKI untuk kepentingan sendiri dan TKI yang bekerja secara perseorangan. Dalam Pasal 16 PP Nomor 3 Tahun 2013 juga ditentukan yang memberikan perlindungan yakni perwakilan yang menurut Pasal 1 ayat (7) PP Nomor 3 Tahun 2013 yang dimaksud perwakilan adalah perwakilan diplomatik dan Perwakilan Konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan Pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di negara penerima atau pada organisasi internal. Dengan demikian, keberadaan BNP2TKI adalah lembaga yang tidak jelas keberadaannya apakah sebagai pelayan PPTKIS atau sebagai CTKI atau TKI ataukah sebagai badan yang mencari keuntungan (profit oriented). Fakta BNP2TKI sebagai wasit dan sekaligus sebagai pemain. Untuk itu, fungsi dan wewenang BNP2TKI menimbulkan ketidakpastian hukum dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Luar Negeri. Hal yang demikian sangat merugikan hak konstitusional Para Pemohon. Hak untuk mendapatkan kepastian bekerja. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama serta keberadaan dari BNP2TKI mengakibatkan timbulnya penyalahgunaan kekuasaan atau setidak-tidaknya berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. 5

9 Selanjutnya, saya masuk kepada halaman 32. Saya Pemohon membuat sebuah tabel untuk menggambarkan adanya kerugian yang bersifat konkret dan konstitusional. Pada halaman 32, Majelis Hakim Yang Mulia. 5. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, ya. Kami sudah melihat itu. 6. KUASA HUKUM PEMOHON: FACHMI H. BACHMID Pasal 2 jadi Pasal 11 kerugian konkretnya adalah Pemohon selaku PPTKIS tidak mendapatkan kepastian menjalankan usaha penempatan. Mengurangi, menghapus hak Pemohon selaku tenaga kerja migran untuk bekerja di negara Arab Saudi, Yordania, dan Kuwait. Kerugian konstitusionalnya, perjanjian pemerintah dengan badan hukum pengguna negara tujuan berpotensi TKI tidak mendapatkan perlindungan yang optimal sebab diskresi negara dalam hal memberikan perlindungan menjadi hilang dengan adanya keterikatan Pemerintah dengan perjanjian tersebut. Pasal 27 ayat (1) tentang kerugian konkret, mengurangi, menghapus hak Pemohon selaku tenaga kerja migran untuk bekerja di negara Arab Saudi, Yordania, dan Kuwait. Menghapus, mengurangi hak PPTKIS untuk melakukan penempatan. Kerugian konstitusional perjanjian tertulis G2G sepanjang negara tujuan tidak menasionalkan, meratifikasi konvensi pekerja migran. TKI berpotensi tidak mendapatkan perlindungan yang optimal. Pasal 81, kerugian konkretnya menghapus hak PPTKIS untuk mendapatkan kepastian berusaha. Mengurangi, menghapus hak bekerja Pemohon di negara-negara yang tidak sedang berperang, terserang wabah penyakit, maupun negara yang bukan musuh Indonesia. Kerugian konstitusionalnya frasa untuk melindungi bersifat umum, multitafsir, berpotensi melumpuhkan hak ekonomi, hak untuk bekerja warga negara Indonesia di luar negeri dengan dalih perlindungan. Pasal 94 ayat (2) dan Pasal 95. Pemohon selaku PPTKIS Timur Tengah diperlakukan diskriminasi oleh BNP2TKI dan/atau Kemenaker. TKI yang ditempatkan PPTKIS dengan TKI yang ditempatkan Pemerintah dengan mendapatkan perlakuan yang diskriminasi. Kerugian konstitusionalnya mengurangi, mengganggu hak TKI mendapatkan perlindungan secara fokus dan optimal dari Deplu dengan adanya keterlibatan BNP2TKI. Perlakuan diskriminasi BNP2TKI kepada PPTKIS dalam hal penempatan TKI. Selanjutnya pada petitum, saya mengajukan permohonan. Mengabulkan permohonan Pemohon. Menyatakan Pasal 11 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 94 ayat (1) dan 6

10 ayat (2), dan Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Luar Negeri, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445 Tahun 2004 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun Menyatakan Pasal 11 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445 Tahun 2004 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya. Hormat kami, Kuasa Hukum Pemohon. Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. 7. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Baik. Terima kasih, Saudara Kuasa Pemohon. Sesuai dengan ketentuan undang-undang, setelah Saudara menyampaikan pokok permohonan Saudara, maka sekarang giliran kami, Para Hakim yang diwajibkan oleh undang-undang untuk memberikan nasihat berkenaan dengan permohonan ini. Pertama, soal teknis dulu, nanti sebelum ke soal substansi. Ini ada dua kualifikasi Pemohon yang berbeda ya, Saudara, ya? Yang satu adalah badan hukum, yang kedua adalah perorangan. Oleh karena itu, tentu dalam menguraikan tentang kerugian hak konstitusionalnya juga mestinya harus dipisahkan karena berbeda nanti. Karena pertimbangan Mahkamah pun nanti akan berbeda kan, mengenai dua soal ini. Oleh karena itu, itu argumennya mesti berbeda. Jadi, kerugian konstitusional Pemohon I sebagai badan hukum dulu Saudara jelaskan, baru masuk ke Pemohon yang perorangan yang kedua. Nah, begitu juga nanti yang kaitannya dengan tabel yang terakhir Saudara baca itu. Itu juga kan, akan berbeda kan, antara kerugian yang Pemohon I dengan yang Pemohon yang sebagai perorangan. Nah, di situ nanti juga akan tampak. Itu teknis. Tetapi begini ya, sebenarnya ya, tapi ini hak hak Saudaralah sebagai Pemohon ya, untuk memohon keadilan, gitu ya? Kalau dilihat sesungguhnya, dari dari apa yang Saudara tulis dalam permohonan ini kan itu kan, apa yang dilakukan oleh menteri... menteri atau pun yang dilakukan oleh BNP2TKI, itu kan, dia memang harus melakukan tindakan itu sesuai dengan ketentuan 7

11 undang-undang ini. Jadi, ketentuan undang-undang ini adalah semangatnya memang untuk melindungi tenaga kerja di luar negeri, gitu ya? Nah, sekarang kalau misalnya ini dihapuskan, ketentuan pasalpasal yang sesuai dengan permohonan Saudara, itu bagaimana tentang perlindungannya? Kan itu itu pertanyaan pertama yang barangkali timbul nanti yang berkenaan dengan permohonan ini. Tetapi sekali lagi, itu adalah hak Saudara untuk membuat, mengajukan permohonan ini. Hanya saja, semangat undang-undang ini secara keseluruhan memang mesti dipahami sebab kalau Saudara misalnya mengatakan karena ini berkaitan dengan soal inkonstitusionalitas, kan? Kalau misalnya Anda mengatakan Pasal 27 itu multitafsir, di mana multitafsirnya, gitu kan? Pasal 27 undang-undang yang diuji ini, Penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia, satu. Jadi, itu. Yang mempunyai perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara yang tujuan ke negara tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing. Jadi, ukurannya kan jelas di sini? Enggak ada multitafsir di sini. Satu, kalau ada perjanjian. Jadi, tentu perjanjian perlindungan. Yang kedua, kalau peraturan perundang-undangan di negara tujuan itu melindungi tenaga kerja asing. Nah, itu bisa dilihat kan di dalam peraturan perundang-undangannya. Nah, ini yang Saudara anukan Saudara dalilkan sebagai multitafsir. Nah, itu. Saya kira, ini memerlukan penjelasan lebih dalam kalau memang itu yang Saudara maksud. Karena kalau orang secara sepintas pun membaca ini, tidak ada multitafsirnya. Itu yang pertama. Kemudian, nah, ini juga kalau Anda menganggap itu sebagai multitafsir, apalagi subjektif itu, kan? Nah, itu sudah jelas. Ya, tidak ada penafsiran seperti itu, gitu ya? Tetapi, tentu Anda harus ini ya, sekali lagi, itu adalah hak Saudara, ya? Cuma dipertimbangkan lagilah, gitu kan? Kalau itu juga dikatakan tidak memberikan kepastian hukum, gimana justru pasti sudah ditegaskan di situ kapan kapan dan di mana boleh ada penempatan tenaga kerja? Nah, ini juga nanti akan bersangkut paut dengan dalil yang Saudara kemukakan di angka 4 pada halaman 16, misalnya. Bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 81 ayat (1), keluarlah surat Kemenaker yang isinya adalah melarang untuk bekerja mencari nafkah di negara-negara Timur Tengah, Arab Saudi, Kuwait, Yordania, Uni Emirat Arab, Oman, dan Qatar. Nah, apakah Anda sudah mengecek di sini? Apakah negara-negara ini mempunyai ndak perjanjian tertulis tentang perlindungan tenaga kerja? Nah, itu kan penting untuk disampaikan kalau misalnya nah, karena Anda mendalilkan ini kan ada nanti ada multitafsir dan macam-macam itu, kan? Diskriminasi dan sebagainya. 8

12 Nah nah, sementara di di halaman berikutnya juga, halaman 17, Anda membandingkan lalu dengan Saudara Pemohon membandingkan dengan Korea, Jepang, Malaysia, Singapura, Hongkong, dan Taiwan, begitu, ya. Nah, misalnya sepanjang yang saya yang sudah karena ini beberapa kali undang-undang ini sudah beberapa kali dimohonkan pengujian, ya. Ini ada tabelnya pada kami ini, ada 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. Sudah 11 kali jadi sebenarnya ini sudah permohonan yang kedua belas ini untuk pengujian undang-undang, tapi menyangkut pasal yang berbeda. Nah, di negara-negara ini, itu kan, kalau untuk tenaga kerjanya itu memang sudah masuk dalam dalam undang-undangnya kan, sebagian, ya, saya enggak tahu persis. Nah, ini juga penting untuk Saudara sampaikan, gitu kan. Nah, misalnya kalau untuk mendalilkan apakah misalnya dalil Anda akan menjadi benar, kalau ternyata di negara-negara yang Anda sebutkan pertama tadi, ternyata kita sudah mempunya perjanjian atau yang kedua dan atau yang kedua. Bahwa di negara-negara yang di mana yang anu pengirimannya tenaga kerja dibolehkan, ternyata tidak ada perlindungan formal, misalnya dari perundang-undangannya. Nah, itu baru akan memperkuat dalil yang Saudara kemukakan dalam permohonan. Nah, itu hal-hal mendasar yang penting untuk dipertimbangkan. Karena itu kewajiban kami sebagai sebagai hakim yang memeriksa karena pendahuluan ini untuk memberikan nasihat sesuai dengan ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Nah, demikian juga dalil tentang maaf tentang diskriminasi yang Anda sebutkan di halaman 24, misalnya bahwa BNP2TKI Anda anggap itu apa sebagai melakukan tindakan yang bersifat diskriminatif karena untuk menempatkan TKI untuk bekerja di luar negeri dengan pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan itu menurut Anda akan menimbulkan diskriminasi, itu bagaimana anunya penjelasannya itu? Ya, memang Anda mengatakan di situ karena di satu sisi BNP2TKI juga di Anda menganggap itu langsung sebagai pemain. Tapi kan, ini bisa dibantah nanti, saya bisa membayangkan nanti, walaupun Pemerintah belum memberikan keterangan, misalnya dalam soal ini, BNP2TKI kan, tidak mencari keuntungan katakanlah begitu, dia bukan pengusaha, gitu. Pasti perbandingannya tidak apple to apple. Ini yang mesti Anda juga perlu pertimbangkan dalam menyusun permohonan. Saya kira itu beberapa hal yang penting dalam catatan saya berkaitan dengan permohonan ini. Nah, tapi yang sekali lagi yang soal pemisahan antara legal standing perorangan dengan badan hukum itu mohon di ini kan, ya, di pertimbangkan. Kalau soal dalil-dalil Anda yang lain, ya, tentu orang masih berdebat macam-macam, tetapi kita kemba kalau kita kembali pada semangat undang-undang ini yang hendak 9

13 memberikan perlindungan ya, mungkin kita akan bisa melihat persoalan ini akan lebih jernih lagi. Saya kira itu dari saya dulu selaku Ketua Panel untuk saat ini. Nah, untuk kesempatan berikutnya saya persilakan Yang Mulia Yang Mulia Pak Dr. Patrialis Akbar, barangkali ada hal yang mau disampaikan. 8. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua, Ketua Panel, ya. Ini Pemohon, ya. Ini menarik juga ini permohonannya ini. Pertama, mengenai posisi legal standing ini, saya kira sama seperti tadi, tetapi saya ingin menambahkan lagi, jadi Para Pemohon ini perlu mempertegas kerugian konstitusional Para Pemohon ini, apakah diakibatkan oleh undang-undang ini yang diuji ini, atau diakibatkan adanya tiga surat edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dimana ketika surat itu pada intinya adalah melakukan penghentian sementara, jadi penghentian sementara pelayanan terhadap TKI ke daerah timur tengah. Ini perlu dipertegas kalau dari permohonan Pemohon ini, ini kan, tampaknya baik itu Pemohon I dan selanjutnya, Pemohon I itu tidak bisa melakukan pengiriman tenaga kerja karena adanya larangan ini. Jadi, larangan itu bukan disebabkan oleh undang-undang, tapi disebabkan surat edaran. Buktinya adalah selama ini dengan undang-undang ini, pengiriman tenaga kerja itu jalan, dengan adanya undang-undang ini Para Pemohon yang bekerja selama ini ke luar negeri termasuk ke Timur Tengah jalan. Bahkan di beberapa negara-negara lain yang sekarang sedang jalan juga tidak ada masalah dengan undang-undang ini, jadi undang-undang ini kan, tidak ada melarang. Yang melarang kan, surat edaran. Nah, ini coba lebih seriuslah, bagaimana ini. Ini kan, sifatnya sementara, jadi terbuka, tertutup, terbuka, tertutup pemerintah mempertimbangkan dengan berbagai macam keadaan yang ada di daerah masing-masing, negara masing-masing. Kenapa ada pertimbangan itu? Ya itu, posisinya untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja, substansinya kan, itu. Nah, kalau dia kalau misalnya dengan undang-undang ini larangan untuk pengiriman tenaga kerja maupun juga untuk pekerja ke luar negeri tidak boleh sama sekali ke seluruh dunia mana pun, mungkin bermasalah. Ini ternyata dengan pasal ini ada yang dikirim, ya kan. Ada yang jalan. Jadi, di mana persoalannya? Konstitusionalitas normanya itu di mana? Jadi kalau kita baca secara pelan-pelan, undang-undang ini kan, tidak mengatur secara spesifik mengenai larangan ya bagi Para Pemohon. Justru di dalam undang-undang ini kalau kita melihat justru ini adalah merupakan apa, ya mengatur mengenai pelaksana penempatan TKI di luar negeri itu bagaimana? Tata cara penempatannya bagaimana? Termasuk juga pemerataan kesempatan dan yang lebih inti lagi adalah perlindungan. 10

14 Bagaimana kalau negara itu tidak mau melakukan perjanjian coba, dengan negara kita? Apakah itu kita enggak sama dengan apa namanya membuang warga negara kita ke negara orang lain dengan cuma-cuma itu? Apa ikatan apa yang bisa kita tuntut kepada mereka kalau tenaga kerja kita bermasalah, kita mau menuntut apa? Lho, ini kan subjek semua, subjek hukum semua, orang semua, manusia semua. Masa begitu? Jadi, semua pasal-pasalnya kelihatannya begitu. Saya juga enggak mengerti ini yang mana ini yang konstitusionalnya apa yang normatifnya bermasalah ini. Mungkin Pemohon agak lebih spesifik lagi, spesifik. Apalagi di dalam halaman apa tadi itu, 32 ya? Coba, satu lagi misalnya, ya. Halaman 11 eh, Pasal 11 mengatakan, Penempatan TKI di luar negeri oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a hanya dapat dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah, G to G. Wah, kita ini negara berdaulat, kita punya rakyat, kita punya masyarakat. Walaupun negara ini masih seperti ini karena rakyatnya masih miskin, kita mengekspor tenaga kerja. Sebetulnya dalam di satu sisi kita kasihan juga dengan masyarakat kita, tapi ya mereka mau cari hidup, tidak mampu hidup di sini. Walaupun tidak mampu hidup di sini, kita hormati untuk menghasilkan devisa, tapi kan bukan berarti tidak ada perjanjian. Perjanjian itu kan perlindungan, ya kan? Baik itu kepada pemerintahnya maupun juga kepada pengguna yang berbadan hukum di negara tujuan. Kalau kita lihat ini, Pak Fachmi ya, tenaga kerja kita ini apalagi kalau manajemennya enggak jelas, begitu masuk ke sana sudah enggak tahu ke mana lagi perginya ke mana. Ujungnya di mana? Jangankan untuk monitor, tahu pun alamatnya enggak jelas. Pemerintahnya juga tidak memberikan perlindungan di sana. Saya punya pengalaman yang luar biasa itu. Tiba-tiba masalah, tiba-tiba masalah, meskipun sebetulnya kalau untuk Timur Tengah ini yang mendapatkan kebahagiaan itu jauh lebih besar. Mungkin 97%, 98%, 99% kali. Yang bermasalah itu cuma 1%. Tapi 1% dari 2,5 juta banyak juga, ya kan orang juga, 1% dari 2,5 juga. Tapi karena manusia, 1 pun bermasalah kan, mesti dilindungi, Pak Fachmi, ya kan? Saya paham ini, paham betul maksud dan tujuannya. Tapi kan, dalam undang-undang ini enggak ada bermasalah. Kita ingin mendorong masyarakat kita untuk mendapatkan devisa luar negeri, yalah. Sebetulnya kalau kita bicara persoalanpersoalan ketenagakerjaan bukan hanya di Timur Tengah, di mana pun juga bermasalah, di Hongkong bermasalah, di dalam negeri pun bermasalah. Banyak orang disetrika di sini, digebukin, dihamilin, macammacam, ya kan? Bukan hanya di sana, di sini juga begitu. Makanya kita perlu undang-undang tenaga kerja pembantu rumah tangga itu, kan. Nah, tapi karena ini Pak Fachmi dan kawan-kawan menguji persoalan konstitusionalitas norma, tentu kita agak lebih berhati-hati. 11

15 Nah, kalau misalnya Pasal 11 ayat (1) ini ditiadakan, maunya bagaimana? Arahnya ke mana gitu, misalnya? Dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, ada perjanjian ini, katakanlah Mahkamah mengabulkan, terus maunya bagaimana pengaturannya? Kan harus ada alternatif lain. Bagaimana kita memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja kita? Bagaimana caranya pemerintah memberikan perlindungan kalau enggak ada perjanjian? Kalau ini dihapus, bagaimana pada mereka-mereka yang penyalur tenaga kerja di luar negeri yang juga memiliki keuntungan besar tidak ada perjanjian. Apa kita semacam dibawa ke laut begitu, selesai urusannya. Coba Pak Fachmi dan kawan-kawan berikan satu rasionalisasi lagi kalau ini dihapuskan bagaimana sistem perlindungannya, gitu. Ya, saya kira itu saja. Terima kasih. 9. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia. Ya, dicatat saja Saudara Pemohon nanti. Silakan, Yang Mulia Pak Dr. Manahan Sitompul. 10. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Pak Ketua Panel. Hanya sedikit tadi menambahkan seperti yang Saudara kemukakan di sini Pasal 11, Pasal 27, Pasal 81, 94, dan 95 bagaimana tadi dikemukakan oleh Panel Bapak berdua tadi itu memang kalau itu nyata-nyata nanti dihilangkan ya, tanpa mendahului nanti bagaimana sikap dari Mahkamah, nah, itu nanti kekhawatirannya bagaimana pengaturannya lebih lanjut. Jadi, saya lihat di sini petitum ini harusnya mungkin bisa dibuat alternatif bagaimana seharusnya norma yang harus diatur atau dibuat agar jangan terlalu drastis seperti ini, misalnya kalau tidak ada perjanjian seperti tadi. Kemudian, hal-hal lain lagi yang diatur oleh pasal-pasal yang lain itu. Kalau itu dihapuskan istilahnya ya, tidak mempunyai kekuatan hukum apakah tidak menimbulkan chaos misalnya tidak ada lagi pegangan. Jadi, ya sehubungan dengan petitumnya itu nanti yang menurut Saudara nanti bagaimana kehendak Saudara supaya apa yang menjadi tujuan dari pada permohonan ini tentunya ada hubungannya dengan nanti apa namanya yang Saudara kemukakan dalam permohonan ini, dihubungkan dengan petitum yang sekarang ini kita lihat itu terlalu drastis seperti itu. Kalau mau dihilangkan itu seluruhnya nanti bagaimana pengaturannya lebih lanjut. Tentu ada caranya bagaimana itu. 12

16 Oh, ini Pasal 9 81 misalnya yang normanya seperti ini ya kalau bisa frasa ini diganti seperti ini. Kira-kira itu barangkali nanti supaya Mahkamah nanti mengerti kira-kira arahnya ke mana yang Saudara maksudkan. Kira-kira itu barangkali tambahan dari saya. Terima kasih. 11. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Saya tambah sedikit, Pak. Jadi, Pak Fachmi di sini juga ingin menghapuskan BNP2TKI berarti kan? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: FACHMI H. BACHMID Ya karena ( ) 13. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Dengan dengan adanya dihapuskan itu ya. 14. KUASA HUKUM PEMOHON: FACHMI H. BACHMID Karena justru keberadaan BNP2TKI inilah yang menimbulkan permasalahan pelanggaran konstitusional karena BNP2TKI ini menimbulkan adanya penyalahgunaan wewenang. Dia sebagai pengawas memeriksa, memberikan sanksi, tapi dia juga yang menempatkan TKI-TKI. 15. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Dia sebagai wasit, dia sebagai pemain begitu. 16. KUASA HUKUM PEMOHON: FACHMI H. BACHMID Wasit sekaligus pemain. 17. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, sudah. 18. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Saya kira itu yang sudah disampaikan oleh Panel Hakim untuk Saudara. Apakah ada hal yang mau disampaikan lagi Saudara Pemohon? 13

17 19. KUASA HUKUM PEMOHON: FACHMI H. BACHMID Ya, mungkin saya cuma ingin menjelaskan mungkin bisa mendapatkan sebuah pandangan atau memberikan nasihat lebih jauh kepada kami Pemohon. Jadi, pada prinsipnya begini, Majelis Hakim Yang Mulia. Bahwa pasal yang dijadikan dasar untuk menghentikan sementara dengan alasan sementara itu adalah ditafsirkan bahwa demi perlindungan. Nah, makna demi perlindungan sendiri itu sebetulnya adalah terkait dengan persoalan negara dalam keadaan bencana alam, perang, atau mungkin penyakit menular. Namun, tafsir yang dijadikan dasar dengan menggunakan pasal ini, Pemerintah dalam hal ini Menaker, itu mengeluarkan surat untuk hanya pembantu rumah tangga. Jadi, TKI informal, yang formal enggak ada masalah, yang formal tetap jalan hanya di negara Arab Saudi, Yordan, dan beberapa negara. Pasal inilah yang dipergunakan oleh Pemerintah untuk menghentikan TKI enggak boleh di sana, tapi yang bukan TKI boleh kerja di sana di negara. Itu itu satu pemanfaatan pasal ini yang dimanfaatkan oleh pemerintah. Yang kedua, terkait dengan negara Taiwan. Kalau mengacu kepada undang-undang dimana harus terjadi antara pemerintah dengan pemerintah, bukti yang kami dapatkan di Taiwan itu yang menandatangani perjanjian itu adalah Kadin dengan pemerintah, bukan antara pemerintah dengan pemerintah, tapi Kadin yang ada di Taiwan melakukan penandatanganan perjanjian dengan pemerintah yang di sana, sehingga warga negara Indonesia bisa bekerja di negara Taiwan. Itu persoalan. Jadi, pasal tentang larangan demi perlindungan makna demi perlindungan inilah yang harus dipertegas karena inilah yang dijadikan sebuah dasar. Dengan pasal tersebut, pemerintah mengeluarkan surat untuk menghentikan bahwa yang namanya TKI tidak boleh, di luar TKI boleh. Di Arab Saudi masih ada orang bisa bekerja, tapi hanya khusus TKI tidak boleh ke sana, tapi TKI boleh bekerja di Taiwan walaupun Taiwan itu tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia. Nah, itu seperti itu. Saya mohon mungkin pendapat dari Majelis. 20. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Begini (...) 21. KUASA HUKUM PEMOHON: FACHMI H. BACHMID Nasihat kepada kami. 14

18 22. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Oke, baik, itu... itu sekali lagi adalah hak Saudara untuk beragumentasi, tapi sepanjang menyangkut hubungan diplomatik, ya saya mungkin bisa menjelaskan sedikit begini, itu akan beda kasusnya kalau antara persoalan politik karena dengan persoalan dagang, bahkan kalau persoalan hubungan diplomatik itu dengan hubungan konsuler itu agak berbeda memang. Kita dulu waktu belum mempunyai hubungan diplomatik dengan Cina, banyak barang-barang Cina masuk ke sini tapi melalui jalan yang ini... tapi, memang itu dua... dua hal yang berlainan. Tetapi begini, sekali lagi adalah itu argumen... hak Saudara untuk membuat argumentasi, tapi yang mau tadi disampaikan mau ditekankan oleh Yang Mulia Pak Dr. Patrialis Akbar maupun Pak Manahan dan juga saya adalah gini, larangan yang dikeluarkan itu kan, dia sudah jelas patokannya Pasal 27 itu, itu kalau di sana belum ada perjanjian tertulis dengan kita. Atau yang kedua, undang-undang yang di sana itu tidak memberikan perlindungan? Nah, TKI rasanya sampai sekarang kalau di negara-negara Timur Tengah, dia dimasukkan ke dalam sektor informal. Masih dimasukkan dalam sektor informal, sehingga tidak ada perlindungan ketenagakerjaan di satu pihak. Dan juga belum... nah, kalau tidak ada perlindungan oleh undang-undang seperti di Hongkong misalnya atau di Jepang atau di Taiwan, mestinya itu bisa diatasi dengan perjanjian. Kalau kami memahami, maksudnya pembentuk undangundang itu, seperti itu. Nah, tapi bukan Saudara... kalau Saudara menemukan penyalahgunaan di... di... di tengah jalan, misalnya dari pasal itu, nah, itu silakan Saudara kemukakan argumentasinya. Tetapi sekali lagi, jangan sampai argumentasi itu kemudian mengesankan seperti kami bertiga membaca di permohonan ini adalah yang bermasalah itu adalah surat menterinya, gitu. Karena ternyata di beberapa tempat itu undangundang yang sama masih tetap berlaku, dan itu tidak masalah, gitu kan? Nah itu. Demikianlah kira-kira. Ada tambahan lagi? 23. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Sedikit. 24. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Silakan. 15

19 25. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Jadi, Pemohon ya, sebetulnya kan, semenjak adanya Putusan MK mengenai perlindungan tenaga kerja juga, tapi berkenaan dengan mesti harus kembalinya TKI setelah dua tahun, itu kan, sudah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, ya. Dan sekarang masih jutaan TKI kita di negara-negara Timur Tengah itu, masih ada di sana mereka, mereka tidak kembali dan boleh bekerja, kan begitu. Nah, yang ada sekarang... artinya kalau kita kembali kepada landasan pasal-pasal ini, enggak menghambat mereka, mereka masih bekerja di sana. Yang ada adalah akses dari beberapa kejadian-kejadian yang dievaluasi oleh Pemerintah, sehingga sementara waktu. Di situ kan, sifatnya sementara, seperti yang didalilkan oleh Pemohon. Mungkin kalau persoalan tindak lanjut pembicaraan G to G antara kita dengan negara-negara pemakai itu (user) sudah selesai persyaratan-persyaratan sebagaimana yang disebutkan oleh undang-undang ini. Saya kira dibuka lagi, tapi kalau itu dibuka lagi terus ini enggak ada pasal-pasalnya bagaimana? Kan begitu, ya. Buktinya ada dua juta lebih sekarang masih di sana, di Timur Tengah, mereka malah enggak mau pulang kok, hidupnya enak kok, ya kan? Asal mereka melapor ke embassy kita atau ya, perwakilan negara kita yang ada di sana, selesai. Enggak ada masalah. Kalau pasal ini bermasalah, pasti mereka enggak bisa lagi di sana, ya. Tapi, itu memang sudah ditindaklanjuti. Itu saja, Pak. 26. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, kira-kira demikianlah Saudara nanti. Nah, ini sesuai dengan ketentuan undang-undang apa yang tadi dinasihatkan, terutama yang menyangkut beberapa hal-hal teknis yang Saudara lakukan perbaikan sedikit itu. Anda diberikan waktu untuk melakukan perbaikan sampai dengan tanggal 17 Juni tahun 2015, paling lambat pukul WIB, ya. Sekali lagi saya ulangi, perbaikan permohonan ini sudah harus kami terima paling lambat tanggal 17 Juni tahun 2015, paling lambat pukul WIB. Kalau bisa lebih cepat, tentu akan lebih baik. Nah, itu batas terakhirnya. Artinya kalau sampai batas terakhir itu perbaikan ini tidak kami terima, maka yang akan diperiksa oleh Mahkamah dan akan dilaporkan ke sidang Pleno nanti adalah permohonan sebagaimana adanya sekarang ini. Demikian. 16

20 Ada pertanyaan lagi, Saudara? Cukup? Baik. Dengan demikian, maka sidang pemeriksaan pendahuluan untuk permohonan pengujian undang-undang pada Perkara dengan Nomor Registrasi 61/PUU- XIII/2015, saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 4 Juni 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 17