HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 1. Teknik Ekstraksi Protein Serisin HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ekstraksi protein serisin dari kokon dipengaruhi oleh teknik degumming dan isolasi protein yang dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya kajian tentang teknik ekstraksi yang tepat untuk menghasilkan respon (rendemen protein) yang maksimal. Ada beberapa kajian yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan teknik ekstraksi protein serisin. Padamwar & Pawar (2004), menghasilkan protein serisin Bombyx mori terbaik dari teknik ekstraksi serisin melalui degumming dengan kombinasi suhu, waktu dan tekanan (105 o C, 30 menit dan 200 mbar). Wu et al. (2007), mengisolasi protein serisin Bombyx mori dengan teknik pengendapan menggunakan etanol absolut. Akan tetapi etanol absolut harganya cukup mahal sehingga kurang efisien untuk diterapkan dalam skala industri. Perlu ada kajian tentang alternatif lain sebagai pengganti etanol absolut. Kajian isolasi protein pada tingkat kemurnian etanol berbeda dilakukan di awal penelitian ini untuk memberikan informasi tersebut. Berbeda dengan isolasi protein, teknik degumming Attacus atlas pada awal penelitian ini masih merujuk pada Padamwar & Pawar (2004), karena diduga kulit kokon Attacus atlas dan Bombyx mori mempunyai karakteristik yang sama. a. Kajian Pengaruh Kemurnian Etanol terhadap Rendemen Protein Serisin Attacus atlas Etanol digunakan sebagai pengendap dalam isolasi protein serisin. Wu et al. (2007) menggunakan etanol absolut dengan volume 75% (v/v) untuk mengisolasi protein serisin Bombyx mori. Pada kajian ini digunakan etanol dengan kemurnian berbeda yaitu etanol absolut dan etanol teknis 96% dengan masing-masing perbandingan volume terhadap larutan hasil degumming sebesar 75% (v/v). Hasil kajian pengaruh kemurnian etanol disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil kajian pengaruh kemurnian etanol terhadap rendemen protein serisin Attacus atlas Perlakuan Rendemen protein serisin dalam kulit kokon (%) E 1 1,03 ± 0,04 E 2 1,00 ± 0,16 E 1 = isolasi dengan etanol absolut, dan E 2 = isolasi dengan etanol teknis 96%. 26

2 Hasil kajian menunjukkan bahwa E 1 (etanol absolut) dapat mengisolasi protein dengan rendemen sebesar 1,03 ± 0,04 %, sedangkan E 2 (etanol teknis 96%) sebesar 1,00 ± 0,16 %. Analisis ragam dari data pengaruh kemurnian etanol (Lampiran 4) menunjukkan bahwa kemurnian etanol tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rendemen protein serisin. Artinya tidak ada perlakuan yang berbeda nyata akibat perbedaan kemurnian etanol. Hasil tersebut memberikan informasi bahwa etanol teknis dapat digunakan untuk isolasi pada tahap kajian selanjutnya. Teknik ekstraksi hanya dengan degumming secara fisik pada suhu 105 o C selama 30 menit belum menghasilkan rendemen protein serisin (Tabel 10) yang maksimal, yaitu hanya sebesar 1,03 ± 0,04 % dan 1,00 ± 0,16 % saja. Rendemen protein serisin tersebut masih jauh dari informasi sebelumnya yang menyatakan bahwa rendemen protein serisin sebesar 20%-30% dari bobot kulit kokon (Masahiro et al. 2000). Hasil ekstraksi yang belum maksimal didukung oleh hasil analisis penampang fibroin dengan mikroskop (Gambar 5). Kondisi fibroin terlihat masih utuh dengan warna coklat tua pada kedua perlakuan. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa serisin belum terekstraksi maksimal. a b Gambar 5 Penampang fibroin Attacus atlas hasil ekstraksi pada suhu 105 o C selama 30 menit dengan, a) isolasi etanol absolut dan b) isolasi etanol teknis pada pembesaran 400 kali. b. Kajian Pengaruh Rasio Volume NaOH 0,1 N dan Jenis Spesies Ulat Sutera terhadap Rendemen Protein Serisin Basa kuat NaOH 0,1 N adalah bahan pelarut untuk degumming yang dapat menghasilkan fibroin terbaik (Suriana 2011). Rasio volume NaOH 0,1 N digunakan untuk mengkaji pengaruhnya terhadap rendemen protein serisin yang dihasilkan. Suhu dan waktu yang digunakan pada kajian ini lebih tinggi daripada kajian sebelumnya yaitu dari 105 o C selama 30 menit menjadi 115 o C selama 40 27

3 menit. Hal ini dilakukan karena rendemen protein serisin yang dihasilkan pada kajian sebelumnya belum maksimal (Tabel 10). Perlakuan jenis spesies juga digunakan pada tahap ini untuk mengetahui perbedaan pengaruhnya terhadap rendemen protein serisin. Spesies yang digunakan adalah Attacus atlas dan Bombyx mori. Rendemen protein serisin hasil perlakuan rasio volume NaOH 0,1 N dan jenis spesies ulat sutera disajikan pada Tabel 11. Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa rasio volume NaOH 0,1 N tidak berpengaruh nyata (P>0,05), sedangkan spesies sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap rendemen protein serisin. Hal ini menunjukkan bahwa rasio volume NaOH 0,1 N baik 50% (1:1 terhadap DW) maupun 33,3% (1:2 terhadap DW) mempunyai pengaruh sama terhadap rendemen protein yang dihasilkan. Oleh karena itu rasio volume yang lebih kecil yaitu 33,3% NaOH 0,1 N akan digunakan pada proses degumming selanjutnya. Tabel 11 Rendemen protein serisin hasil perlakuan rasio volume NaOH 0,1 N dan jenis spesies ulat sutera Rendemen protein Perlakuan serisin dalam kulit kokon (%) S 1 R 1 4,21 ± 0,30 a S 1 R 2 3,99 ± 0,81 a S 2 R 1 27,83 ± 3,76 b S 2 R 2 32,34 ± 0,25 b S 1 = Attacus atlas, S 2 = Bombyx mori, R 1 = 50% NaOH 0,1 N, dan R 2 = 33,3% NaOH 0,1 N. Huruf (a,b) adalah superscript dari hasil uji lanjut Tukey. Jika superscript sama hurufnya maka tidak berbeda nyata dan jika berbeda hurufnya maka berbeda nyata. Perlakuan spesies mempunyai pengaruh nyata pada rendemen protein serisin. Hal ini membuktikan bahwa dengan perlakuan yang sama setiap spesies mempunyai potensi rendemen protein serisin yang berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama karena kandungan protein serisin dalam kedua spesies kokon tersebut berbeda, kedua adalah akibat proses degumming yang digunakan pada kokon Bombyx mori seluruh serisinnya berhasil diekstraksi sedangkan pada Attacus atlas belum seluruhnya terekstraksi. Serat sutera Attacus atlas diduga lebih kuat dan lebih sulit diekstraksi serisinnya dibandingkan dengan Bombyx mori, karena makanan Attacus atlas mengandung tanin yang dapat mengikat protein dengan ikatan yang kuat (Hagerman 2002). 28

4 Pada kajian ini rendemen protein serisin Bombyx mori yang dihasilkan sekitar 27%-32% (Tabel 11). Hal ini membuktikan bahwa teknik ekstraksi protein serisin dari kokon Bombyx mori pada kajian ini sudah cukup baik karena hasilnya sudah maksimal melepaskan protein serisin yang ada pada kokonnya dan hasil ini sesuai dengan Masahiro et al. (2000). Akan tetapi rendemen protein serisin Attacus atlas memperlihatkan hasil yang belum maksimal yaitu masih berkisar 3%-4% (Tabel 11). Hal ini berarti bahwa tahap ekstraksi yang dilakukan pada kajian ini belum dapat mengekstraksi protein serisin dari kokon Attacus atlas secara maksimal. Perlu ada perlakuan lebih lanjut dalam mengekstraksi protein serisin dari kokon Attacus atlas. Meskipun demikian, rendemen protein Attacus atlas pada kajian ini sudah mengalami peningkatan dari kajian sebelumnya, dari sekitar 1% (Tabel 10) menjadi sekitar 4% (Tabel 11). Penampang fibroin pada Gambar 6 mendukung hasil analisis ragam (Lampiran 5), dimana rasio volume NaOH 0,1 N tidak berpengaruh pada penampang fibroin, sedangkan spesies berpengaruh pada penampang fibroin. Penampang fibroin antar spesies terlihat berbeda dimana penampang fibroin Bombyx mori terlihat lebih bersih dan bening dibandingkan penampang fibroin Attacus atlas. Gambar 6 Penampang fibroin Attacus atlas (a. 50% NaOH 0,1 N; b. 33,3% NaOH 0,1 N), dan Bombyx mori (c. 50% NaOH 0,1 N; d. 33,3% NaOH 0,1 N) dengan 400 kali pembesaran. c. Kajian Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Rendemen Protein Serisin Attacus atlas a b c d Pada kajian sebelumnya, rendemen protein serisin Attacus atlas belum maksimal seperti rendemen protein Bombyx mori (Tabel 11) yang sejalan dengan hasil Masahiro et al. (2000). Oleh karena itu dilakukanlah kajian pengaruh variasi konsentrasi NaOH (N) terhadap rendemen protein serisin Attacus atlas. Variasi konsentrasi NaOH yang digunakan adalah 0,05 N, 0,10 N, 0,15 N, 0,20 N, 0,25 N 29

5 dan 0,30 N. Rendemen protein serisin dengan konsentrasi NaOH berbeda dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Rendemen protein serisin Attacus atlas pada konsentrasi NaOH berbeda Rendemen protein Perlakuan serisin dalam kulit kokon (%) N 1 5,86 ± 0,27 a N 2 6,78 ± 0,42 a 8,74 ± 2,07 a 7,40 ± 0,44 a 11,69 ± 0,34 b 11,84 ± 1,06 b N 3 N 4 N 5 N 6 N 1 = NaOH 0,05N, N 2 = NaOH 0,10N, N 3 = NaOH 0,15N, N 4 = NaOH 0,20N, N 5 = NaOH 0,25N dan N 6 = NaOH 0,30N. Huruf (a,b) adalah superscript dari hasil uji lanjut Tukey. Jika superscript sama hurufnya maka tidak berbeda nyata dan jika berbeda hurufnya maka berbeda nyata. Data pengaruh konsentrasi NaOH (Tabel 12) dan hasil analisis ragamnya (Lampiran 6) menunjukkan bahwa variasi konsentrasi NaOH berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap rendemen protein. Analisis kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey (Lampiran 6) dan menghasilkan nilai tengah N 1, N 2, N 3 dan N 4 yang tidak berbeda, begitu juga antara N 5 dan N 6 mempunyai nilai tengah yang relatif sama. Hal ini berarti bahwa penggunaan konsentrasi NaOH antara 0,05 0,20 N pada kajian ini mempunyai pengaruh yang sama terhadap rendemen protein, begitu juga konsentrasi NaOH antara 0,25-0,30 N. Akan tetapi nilai tengah dari rendemen protein serisin tersebut berbeda nyata pada konsentrasi NaOH 0,25-0,30 N (Lampiran 6). NaOH merupakan basa kuat yang dapat berfungsi sebagai pelarut. Pada konsentrasi yang semakin tinggi kemampuan melarutkannyapun semakin besar. Hal tersebut terjadi pada kajian ini, dimana pada konsentrasi tinggi yaitu 0,25 N dan 0,30 N, rendemen protein serisin yang dihasilkan lebih tinggi dibanding pada konsentrasi NaOH 0,05-0,20 N. Hasil tersebut didukung oleh hasil analisis penampang fibroin (Gambar 7) menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000 kali. Pada Gambar 7 (a), (b), (c) dan (d) dengan konsentrasi masing-masing NaOH 0,05 N, 0,10 N, 0,15 N dan 0,20 N, menunjukkan kondisi penampang fibroin yang tidak berbeda jauh, warna coklat muda dan transparan. Warna coklat tua yang mulai memudar menunjukkan adanya material yang terlarut akibat proses ekstraksi. Berbeda dengan Gambar 7 30

6 (e) dan (f) dengan masing-masing konsentrasi NaOH 0,25 N dan 0,30 N yang mulai bening transparan. Gambar 7 (f) fibroin terlihat sudah mengalami kerusakan dengan adanya lubang-lubang pada penampang filamennya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi NaOH 0,30 N dapat menghasilkan rendemen protein tinggi (11,84% ± 1,06%) dan tidak berbeda nyata dengan NaOH 0,25 N, tetapi menyebabkan kerusakan pada fibroinnya sehingga tidak sesuai dengan tujuan awal degumming yaitu menghasilkan fibroin dengan kualitas baik. Kualitas fibroin salah satunya ditentukan oleh bentuk filamen yang tidak berbulu, bersimpul, pecah dan kusut (Atmosoedarjo et al. 2000). Konsentrasi NaOH 0,25 N akan digunakan pada kajian selanjutnya. a b c d e f Gambar 7 Penampang fibroin Attacus atlas dengan 1000 kali pembesaran (a. 33,3% NaOH 0,05 N; b. 33,3% NaOH 0,10 N; c. 33,3% NaOH 0,15 N; d. 33,3% NaOH 0,20 N; e. 33,3% NaOH 0,25 N; f. 33,3% NaOH 0,30 N). d. Optimasi Rendemen Protein Serisin Pada kajian ekstraksi sebelumnya, yaitu pada teknik ekstraksi melalui degumming (115 o C selama 40 menit, 33,3% NaOH 0,25N) dan isolasi protein (etanol teknis 96%) dapat menghasilkan rendemen protein serisin 11,69% ± 0,34% dengan penampang fibroin yang baik. Hasil tersebut sudah cukup baik meskipun masih lebih kecil dari hasil Masahiro et al. (2000) yaitu sebesar 20%- 30%. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian optimasi rendemen protein serisin 31

7 untuk mengetahui rendemen protein serisin yang maksimal dari kokon Attacus atlas. Rendemen protein yang maksimal dapat disebabkan oleh teknik ekstraksi yang dilakukan atau kandungan protein serisin dalam kokon Attacus atlas memang hanya sekitar 11%. Optimasi dilakukan dengan cara mencari titik optimum dari faktor-faktor yang berpengaruh dalam ekstraksi protein serisin. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu dan waktu degumming, sedangkan volume dan konsentrasi NaOH serta etanol adalah konstan berdasarkan hasil kajian sebelumnya. Pada penelitian ini ada tiga optimasi rendemen protein. d.1 Optimasi dengan Teknik Ekstraksi pada Degumming (33,3 NaOH 0,25 N) dan Isolasi Protein Serisin (etanol teknis 96%) (O 1 ) Penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu O 11 (tanpa penambahan AFB) dan O 12 (dengan penambahan AFB). AFB adalah larutan hasil degumming yang terikut dalam fibroin basah. Hal ini dapat terjadi karena keterbatasan alat pemisah (pemisahan antara larutan dan fibroin) yang digunakan sehingga fibroin terlihat masih basah. Fibroin yang masih basah tersebut diduga karena masih adanya larutan hasil degumming yang terikut di fibroin. Serisin merupakan protein globular yang larut dalam air, sehingga pada proses degumming serisin akan terlarut dalam larutan hasil degumming. Respon atau rendemen protein serisin dari O 11 dan O 12 dapat dilihat pada Lampiran 7. Data pada Lampiran 7 kemudian dianalisis dengan Response Surface Methodology (RSM) dan hasilnya disajikan pada Lampiran 8 dan 9 dengan masing-masing menghasilkan titik optimum pada suhu 90,96 o C dan waktu 36,31 menit, serta suhu 77,52 o C dan waktu 36,24 menit. Titik optimum yang dihasilkan merupakan optimasi minimum, artinya titik-titik tersebut meminimalkan respon (rendemen protein). Hal ini ditunjukkan oleh eigen value yang positif (Lampiran 8 dan 9). Lenth (2010) menyatakan jika dua eigen value bernilai positif maka optimasi minimum, jika keduanya bernilai negatif maka optimasi maksimum dan jika ada positif dan negatif maka optimasi saddle point atau pelana kuda. Rendemen protein serisin dapat diduga dari persamaan fungsi yang dihasilkan dari pengolahan RSM. Fungsi persamaan yang dihasilkan sebagai berikut: 32

8 Persamaan O 11 Y = 6,86 + 0,63X 1 + 1,04X 2 + 0,02X 1 X 2 + 0,74X ,11X 2 Persamaan O 12 Y = 7,46 + 0,65X 1 + 1,09X 2 + 0,003X 1 X 2 + 0,83X ,07X 2 keterangan: Y = respon (rendemen protein serisin), X 1 = waktu, X 2 = suhu. Kontur pada Gambar 8 belum menampilkan titik optimum, diperlihatkan dengan tidak adanya pemusatan kontur. Hal ini berarti titik pusat yang digunakan pada ordo kedua tidak bekerja pada daerah optimum (respon ordo pertama). Gambar 8 Kontur rendemen protein serisin (33,3% NaOH 0,25 N, berbagai suhu dan waktu, 75%(v/v) etanol 96%), a) tanpa AFB dan b) dengan AFB. Titik optimum yang dihasilkan pada O 11 dan O 12 berbeda, tetapi menghasilkan rendemen protein yang tidak berbeda nyata (Lampiran 10). Artinya penambahan AFB (sekitar 12 ml per sampel) dapat mengefisienkan energi (suhu dan waktu) karena dengan suhu yang lebih rendah didapatkan hasil respon rendemen protein yang sama. d.2 Optimasi dengan Teknik Ekstraksi pada Degumming (33,3 NaOH 0,25 N) dan Isolasi Protein Serisin (tanpa etanol teknis 96%) (O 2 ) Pada Optimasi 2 (O 2 ), etanol tidak digunakan sebagai pengendap seperti halnya pada Optimasi 1 (O 1 ). Hal ini dilakukan untuk mengetahui peran etanol dalam mengendapkan protein serisin jika bahan pelarut yang digunakan adalah NaOH. Etanol bersifat semi polar dengan gugus hidroksil yang dapat melarutkan beberapa senyawa ionik seperti sodium dan potasium hidroksida serta magnesium klorit (Shakhashiri 2009). a Optimasi 2 (O 2 ) terdiri dari dua kelompok yaitu O 21 (tanpa AFB) dan O 22 (dengan AFB) dengan masing-masing data rendemen protein serisin pada b 33

9 Lampiran 11. Analisis RSM menghasilkan fungsi persamaan masing-masing sebagai berikut: Persamaan O 21 Y = 9,34 + 0,97X 1 + 2,21X 2 + 1,31X 1 X 2-0,79X ,99X 2 Persamaan O 22 Y = 10,17 + 1,02X 1 + 2,36X 2 + 1,4X 1 X 2-0,85X ,13X 2 keterangan: Y = respon (rendemen protein serisin), X 1 = waktu, X 2 = suhu. Titik optimum yang diperoleh masing-masing pada suhu 131,74 o C dan 73,74 menit, serta suhu 129,66 o C dan 70,36 menit. Dengan persamaan fungsi dan titik optimum tersebut, rendemen protein serisin dapat diduga. Optimasi yang diperoleh dari percobaan O 21 dan O 22 adalah optimasi maksimum ditunjukkan eigen value yang keduanya bernilai negatif (Lampiran 12 dan 13). Hal ini berarti ekstraksi pada optimasi 2 (O 2 ) menghasilkan titik optimum variabel bebas (faktor) yang dapat memaksimumkan respon (rendemen protein serisin), ditunjukkan gambar kontur (Gambar 9). Optimasi 2 menghasilkan titik optimum yang berbeda dan didukung hasil analisis ragamnya (Lampiran 14) yang berbeda (P<0,05), dengan rendemen protein relatif tinggi pada O 22 (Lampiran 11). Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan AFB (O 22 ) dalam perhitungan rendemen akan mengefisienkan energi, karena dengan suhu dan waktu yang lebih rendah dapat menghasilkan rendemen protein yang lebih tinggi. a b Gambar 9 Kontur rendemen protein serisin (Degumming dengan 33,3% NaOH 0,25 N pada berbagai suhu, tekanan dan waktu tertentu), a) tanpa AFB dan b) dengan AFB. 34

10 d.3 Optimasi dengan Teknik Ekstraksi pada Degumming (tanpa NaOH) dan Isolasi Protein Serisin (etanol teknis 96%) (O 3 ) Optimasi 3 (O 3 ) dilakukan karena pada kajian ekstraksi melalui degumming tanpa NaOH pada suhu 105 o C selama 30 menit hanya menghasilkan rendemen protein serisin sekitar 1% dari bobot kulit kokon. Kajian O 3 bekerja pada variasi suhu dan waktu (Tabel 7). Hasil dari kajian ini diharapkan dapat meningkatkan rendemen protein serisin sampai 20%-30% (Masahiro et al. 2000), meskipun tanpa penambahan basa kuat NaOH. Ekstraksi protein serisin pada degumming secara fisik juga dapat mengefektifkan proses isolasi karena hanya bekerja pada kombinasi suhu dan waktu tanpa harus memisahkan senyawa pelarut. Optimasi 3 (O 3 ) bekerja pada variasi suhu dan waktu tertentu dan terdiri dari dua kelompok yaitu O 31 (tanpa AFB) dan O 32 (dengan AFB). Hasil rendemen protein dari masing-masing kelompok dapat dilihat pada Lampiran 15. Analisis RSM (Lampiran 16 dan 17) menghasilkan fungsi persamaan sebagai berikut, Persamaan O 31 Y = 0,27 0,004X 1 + 0,13X 2-0,005X 1 X 2 + 0,14X ,16X 2 Persamaan O 32 Y = 0,29 0,004X 1 + 0,14X 2-0,005X 1 X 2 + 0,16X ,18X 2 keterangan: Y = respon (rendemen protein serisin), X 1 = waktu, X 2 = suhu. Fungsi persamaan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi respon (rendemen protein) dengan variabel bebas suhu dan waktu, tetapi hanya berlaku pada teknik ekstraksi yang dilakukan. Artinya jika teknik ekstraksi yang dilakukan berbeda maka fungsi persamaan tersebut tidak dapat diterapkan. Titik optimum yang dihasilkan O 31 dan O 32 sama yaitu pada suhu 113,07 o C dan waktu 40,09 menit, yang dapat dilihat pada kontur Gambar 10. Titik optimum tersebut termasuk optimasi minimum yang berarti bahwa pada titik-titik tersebut respon (rendemen protein) adalah minimum. Hal ini ditunjukkan oleh eigen value yang positif (Lampiran 16 dan 17). Hasil analisis ragam dari rendemen protein titik pusat O 31 dan O 32 juga tidak berbeda nyata (P>0,05) pada Lampiran 18. Hal ini berarti bahwa penambahan AFB (O 32 ) tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen protein pada kajian ini. 35

11 Gambar 10 Kontur rendemen protein serisin (Degumming pada berbagai suhu, tekanan dan waktu tertentu serta 75% (v/v) etanol teknis 96%), a) tanpa AFB dan b) dengan AFB. d.4 Optimasi Ekstraksi dengan Rendemen Protein Serisin Tertinggi Keberhasilan analisis RSM sangat ditentukan oleh respon ordo pertama (daerah optimum) (Myers 1971) karena digunakan sebagai titik pusat pada respon ordo kedua (titik optimum). Pada kajian optimasi, daerah optimum ditentukan berdasarkan suhu dan waktu dari Padamwar & Pawar (2004). Kontur (Gambar 8 dan Gambar 9) memperlihatkan bahwa titik optimum belum dapat ditampilkan karena titik pusat tidak bekerja pada daerah optimum. Hal ini berarti bahwa teknik ekstraksi yang dilakukan pada optimasi 1 (O 1 ) dan 2 (O 2 ) belum bekerja pada daerah optimum, sehingga untuk penelitian selanjutnya sebaiknya daerah optimum dicoba disekitar titik optimum yang sudah dihasilkan O 1 dan O 2. Meskipun demikian program R dapat memprediksi titik optimum dengan bantuan fungsi persamaan O 1 dan O 2. Berbeda dengan optimasi 3 (O 3 ) yang dapat menghasilkan kontur memusat (Gambar 10). Hal ini berarti titik pusat pada O 3 bekerja pada daerah optimum. a Kajian pada optimasi 2 (O 2 ) menghasilkan optimasi maksimum, sehingga titik optimum yang diperoleh dapat memaksimumkan respon (rendemen protein serisin). Secara umum teknik ekstraksi yang dikerjakan pada O 2 juga menghasilkan rendemen protein yang relatif lebih tinggi dibanding O 1 dan O 3, dapat dilihat pada Gambar 11. Rendahnya hasil O 3 membuktikan bahwa ekstraksi protein serisin dari kokon Attacus atlas tidak bisa hanya menggunakan kombinasi b 36

12 suhu dan waktu, akan tetapi perlu pelarut kuat untuk mengekstraksi serisinnya misalnya basa kuat NaOH. Hal ini berarti ekstraksi protein serisin Attacus atlas sebaiknya menggunakan kombinasi degumming fisik dan kimia (kombinasi suhu dan waktu, serta 33,3% NaOH 0,25 N), dan jika pelarut yang digunakan adalah NaOH maka isolasi protein tidak perlu menggunakan etanol Rendemen protein (%) 2 0 O1 O 1 O2 O 2 O3O 3 Gambar 11 Rata-rata rendemen protein pada kajian optimasi teknik ekstraksi. Validasi titik optimum hanya dicoba pada kajian O 2, sedangkan O 1 dan O 3 tidak divalidasi. Hal ini karena O 1 dan O 3 menghasilkan titik optimum yang meminimalkan rendemen protein serisin (optimasi minimum). Validasi titik optimum hasil kajian O 2 telah dicoba pada suhu 122 o C selama 75 menit karena autoklaf tidak bisa bekerja di atas 122 o C (titik optimum O 2 pada suhu 129,66 o C dan waktu 70,36 menit). Validasi tersebut menghasilkan rendemen protein serisin sebesar 19,04 ± 0,18% dan hasil tersebut hampir dua kali lipat dari hasil sebelum dilakukan kajian optimasi rendemen (sekitar 11%). Hasil ini menunjukkan bahwa teknik ekstraksi yang tepat dapat menghasilkan rendemen protein serisin yang mendekati nilai standar Masahiro et al. (2000) sebesar 20%-30%. 2. Karakterisasi Crude Protein Serisin a. Bobot Molekul Protein Serisin (BM) Karakterisasi protein dapat dilakukan dengan analisis bobot molekul Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS PAGE). Pada penelitian ini karakterisasi bobot molekul serisin menggunakan metode SDS PAGE dengan kisaran bobot molekul marker (protein standar) kda. Analisis SDS PAGE ini menggunakan tiga sampel yang berbeda yaitu protein 37

13 serisin dari kelenjar sutera tengah (KSA) Attacus atlas, crude protein serisin Attacus atlas (A) dan Bombyx mori (B). Masing-masing sampel mendapat dua perlakuan yaitu pengendapan dan tanpa pengendapan. Hasil SDS PAGE dapat dilihat pada Gambar Gambar 12 Hasil SDS PAGE dengan separating gel 12,5% dan stacking gel 4%. Keterangan: 1= kelenjar sutera tengah (Attacus atlas) tanpa pengendapan (KSA 1 ) 2= kelenjar sutera tengah (Attacus atlas) dengan pengendapan (KSA 2 ) 3= crude protein serisin Bombyx mori tanpa pengendapan (B 1 ) 4= crude protein serisin Bombyx mori dengan pengendapan (B 2 ) 5= crude protein serisin Attacus atlas tanpa pengendapan (A 1 ) Bobot molekul protein serisin ditunjukkan dengan pita (fragmen) Gambar 12. Fragmen tersebut digunakan untuk menduga bobot molekul protein serisin (Lampiran 20). Protein serisin mempunyai nilai bobot molekul dengan kisaran yang lebar, sehingga tidak bersifat khas pada BM tertentu seperti halnya jenis protein lain. Bobot molekul protein serisin berkisar di atas 250 kda pada Ser1, 250 kda pada Ser3, kda pada Ser2-large dan di bawah 130 kda pada Ser2-small (Takasu et al. 2010). Penelitian ini menghasilkan enam fragmen pada kelenjar sutera tengah Attacus atlas (KSA) dengan kisaran BM 8,99-73,30 kda, dua fragmen pada sampel Bombyx mori (B) dengan BM 8,24 dan 8,99 kda, serta tiga fragmen pada sampel Attacus atlas (A) dengan BM 8,24-10,25 kda. Crude protein serisin Attacus atlas (A) menghasilkan BM dengan ukuran kecil sehingga diduga sebagai kelompok Ser2-small. Perlakuan dengan atau tanpa pengendapan tidak berpengaruh terhadap BM yang dihasilkan, ditunjukkan dengan BM yang sama (Tabel 13) kda

14 Tabel 13 Bobot molekul protein serisin hasil SDS PAGE (separating gel 12,5%, stacking gel 4%, Marker Fermentas Multicolor Broad Range Protein Ladder kda) Pita KSA 1 KSA 2 B 1 B 2 (fragmen) A 1 (kda) (kda) (kda) (kda) (kda) 1 73,30 73, ,91 58, ,05 38, ,86 34, ,25 10, ,25 6-8,99 8,99 8,99 8, ,24 8,24 8,24 KSA digunakan sebagai standar BM serisin dari Attacus atlas karena sintesis serisin terjadi di kelenjar sutera bagian tengah (Brasla & Matei 1997). Kisaran BM KSA yang dihasilkan lebih luas dibanding sampel A dan B. Bobot molekul pada sampel A dan B mempunyai kisaran yang relatif sama, ditandai dengan adanya fragmen ke-6 dan ke-7. Bobot molekul yang dihasilkan antara KSA dengan A dan B berbeda karena preparasi sampel yang berbeda. Sampel A dan B mendapatkan perlakuan suhu dan tekanan tinggi serta penambahan senyawa alkali, sedangkan sampel KSA tidak mendapat perlakuan tersebut. Perlakuan sampel akan sangat berpengaruh terhadap BM yang dihasilkan. Aramwit et al. (2010) mengekstraksi kulit kokon Bombyx mori dengan berbagai perlakuan yaitu dengan urea, asam, alkali (basa), suhu dan tekanan tinggi masing-masing kisaran bobot molekulnya berbeda yaitu kda, kda, kda, dan kda. Teknik degumming kokon dengan alkali akan menghasilkan protein serisin dengan BM kurang dari 20 kda (Zhang et al. 2004). Protein yang mendapat perlakuan asam atau basa kuat, asam amino unit pembangunnya dibebaskan dari ikatan kovalen sehingga membentuk molekul yang relatif kecil (Lehninger 1982). Hasil pada penelitian ini menunjukkan fenomena tersebut, proses ekstraksi pada sampel A menyebabkan molekul proteinnya relatif kecil yang ditandai dengan tidak munculnya protein BM besar (fragmen 1-4) dan munculnya protein dengan BM kecil (fragmen 5-7). Pada sampel A dan B (Tabel 13) mempunyai kisaran BM yang relatif sama, akan tetapi ada satu fragmen yang tidak ada di sampel B tetapi ada baik di sampel A maupun KSA yaitu fragmen ke-5 (10,25 kda). Hal ini terjadi karena KSA 39

15 berasal dari spesies yang sama dengan sampel A yaitu Attacus atlas. Hasil BM sampel A dan B relatif sama pada kisaran lebih tinggi dari hasil analisis BM serisin Wu et al. (2007) yaitu sebesar 6 kda. Kisaran BM protein serisin yang relatif kecil (8,22-10,25 kda) dari penelitian ini diduga mempunyai potensi besar sebagai biomaterial. Protein serisin dengan BM besar maupun kecil merupakan material antioksidan dan antikanker yang dapat digunakan dalam kosmetik maupun medis (Chang-Kee et al. 2002, Zhang 2002). Wu et al. (2007) menghasilkan protein serisin dengan BM 6 kda yang mempunyai kemampuan sebagai antioksidan, menghambat aktivitas tirosinase dan dapat digunakan sebagai supplement makanan. b. Komposisi Asam Amino Protein Serisin Protein tersusun dari monomer asam amino yang saling bergabung oleh ikatan peptida. Setiap protein mempunyai urutan asam amino yang khas yang akan menentukan sifat kimia dan fungsinya (Lehninger 1982). Komposisi asam amino crude protein serisin ditampilkan secara kualitatif pada Lampiran 21 dan 22, serta secara kuantitatif pada Tabel 14. Komposisi asam amino terbesar dari crude protein serisin adalah glisina 24,64% (Tabel 14). Komposisi asam amino tersebut berbeda dengan Wu et al. (2007), Aramwit et al. (2010), Dash et al. (2007) dan Yamada & Tsubouchi (2001) dengan komposisi asam amino terbesar serina yang masing-masing sebesar 27,83%, 30,46%, 23,17%, dan 42,93%. Akan tetapi analisis asam amino crude protein serisin tersebut sesuai dengan Tokutake (1980) dan Cui et al. (2009) dengan asam amino terbesar yaitu glisina sebesar 24,37% dan 22,96%. Komposisi yang berbeda tersebut disebabkan spesies yang berbeda (Tabel 14). Penelitian ini menggunakan spesies ulat sutera liar Attacus atlas sedangkan Wu et al. (2007) dan Aramwit et al. (2010) menggunakan ulat sutera domestikasi Bombyx mori, tetapi Tokutake (1980) juga menggunakan Bombyx mori. Perbedaan hasil Tokutake (1980) dan Wu et al. (2007) serta Aramwit et al. (2010) diduga terletak pada perkembangan Bombyx mori pada abad-20 dan abad-21. Ulat sutera Bombyx mori pada abad-21 sudah mengalami banyak penyempurnaan dalam kualitas kokon diantaranya daya putus filamen. Kondisi Bombyx mori abad-20 hampir sama dengan kondisi kokon Attacus atlas yang mempunyai daya 40

16 putus filamen tinggi. Daya putus salah satunya dipengaruhi oleh kandungan serisin yang tinggi sebagai perekat fibroin (Masahiro et al. 2000). Jika dibandingkan dengan jenis ulat sutera liar yang lain seperti Antheraea mylitta, Antheraea yamamai dan Cricula trifenestrata, komposisi asam amino Attacus atlas sama dengan Antheraea yamamai dengan komposisi terbesarnya adalah glisina. Hal ini membuktikan bahwa setiap spesies mempunyai karakter atau komposisi asam amino yang berbeda. Tabel 14 Komposisi asam amino protein serisin dari spesies yang berbeda Asam amino Bombyx B. B. mori 1 mori 2 mori 3 Antheraea mylitta 4 Antheraea yamamai 5 Cricula trifenes -trata 6 Attacus atlas 7 Asam aspartat 12,99 19,16 20,18 0,00 0,00 0,00 8,70 Asam glutamat 4,28 7,34 6,02 7,14 10,00 1,62 10,14 Serina 19,03 27,83 30,46 23,17 22,35 42,93 5,80 Histidina 0,99 1,73 1,75 16,13 0,00 0,00 2,90 Glisina 24,37 10,91 11,17 22,93 22,96 22,44 24,64 Treonina 5,25 7,65 6,59 14,71 14,57 14,13 1,45 Arginina 3,04 5,00 4,99 3,43 0,00 3,13 1,45 Alanina 15,31 4,38 4,27 3,52 7,78 5,29 17,39 Tirosina 4,13 4,69 5,32 2,32 4,32 7,66 17,39 Metionina 0,11 0,51 0,15 0,00 0,00 0,00 0,00 Valina 3,36 3,87 2,98 1,21 3,83 0,00 1,45 Fenilalanina 0,69 1,63 0,82 0,00 0,00 0,00 1,45 Isoleusina 1,83 1,33 0,76 1,33 6,54 0,86 1,45 Leusina 2,00 1,73 1,58 1,49 7,65 1,19 2,90 Lisina 2,08 2,14 2,93 2,63 0,00 0,76 2,90 1 ) Tokutake 1980, 2 ) Wu et al. 2007, 3 ) Aramwit et al. 2010, 4 ) Dash et al. 2007, 5 ) Cui et al. 2009, 6 ) Yamada & Tsubouchi 2001, dan 7 ) penelitian ini. Komposisi asam amino crude protein serisin Attacus atlas (Tabel 14) dikelompokkan dalam asam amino polar sebesar 50,72%, asam amino non polar sebesar 49,28% dan asam amino aromatik sebesar 18,84%. Kelompok polar dan non polar yang hampir sama persentasenya berpotensi sebagai bahan surfaktan. Komposisi asam amino aromatik yang tinggi juga bermanfaat dalam pembentukkan blok protein seperti nukleotida dan beberapa senyawa industri seperti benzena dan toluen. Prospek Kedepan Protein Serisin sebagai Biomaterial Protein serisin mempunyai potensi tinggi sebagai biomaterial. Dalam bidang kosmetik, protein serisin dapat digunakan sebagai cream dan lotion pada kulit 41

17 karena dapat meningkatkan elastisitas kulit, mencegah kekerutan dan penuaan dini (Padamwar & Pawar 2004). Padamwar et al. (2005), penggunaan serisin pada kulit dapat menurunkan nilai transepidermal water loss (TEWL). TEWL adalah salah satu penyebab kulit kering. Menurunnya nilai TEWL menyebabkan kadar air kulit terjaga karena tidak terjadi kehilangan air pada lapisan kulit terluar sehingga tektur kulit menjadi lebih halus. Hal ini menyebabkan kulit lebih elastis dan tidak mudah berkerut. Dalam medis, protein serisin dapat digunakan untuk penyembuhan luka dan menghambat penyebaran tumor (Zhaorigetu et al. 2003, Aramwit & Sangcakul 2007). Aramwit & Sangcakul (2007), pengolesan 8% cream serisin pada luka dapat menyembuhkan luka lebih baik dibanding cream lain. Dalam 15 hari, luka yang dioles serisin sembuh sempurna dibanding yang dioles cream lain, ditandai dengan tidak adanya ulceration (luka atau koreng) dan meningkatnya kolagen. Zhaorigetu et al. (2003), aplikasi serisin (dosis 2,5-5 mg per aplikasi) dua kali seminggu dalam 16 minggu dapat menekan oxidative stress dan tumor necrosis factor (TNF-α). Oxidative stress memicu munculnya tumor pada kulit, sedangkan TNF-α adalah promoter dan pusat mediator bagi perkembangan tumor. Potensi protein serisin sebagai biomaterial juga dibuktikan dalam penelitian ini. Hasil analisis asam amino crude protein serisin menunjukkan bahwa protein serisin berpotensi sebagai material surfaktan, karena mempunyai rantai polar dan non polar yang relatif sama. Surfaktan mempunyai dua sisi (ampifilik) yaitu rantai polar dan non polar dengan komposisi seimbang (Salanger 2002). Salah satu karakter surfaktan adalah menurunkan tegangan permukaan. Oleh karena itu dilakukan uji tegangan permukaan pada protein serisin untuk mengetahui besar tegangan permukaannya. Hasil uji tegangan permukaan dengan penambahan serisin disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Tegangan permukaan protein serisin Attacus atlas Kode sampel Kadar protein dalam larutan (mg/ml) Tegangan permukaan (dyne/cm) TP 1 0,58 ± 0,01 51,8 ± 1,3 a TP 2 0,52 ± 0,04 57,6 ± 0,04 b TP 3 0,12 ± 0,02 59,4 ± 0,3 c 42

18 Hasil analisis ragam (Lampiran 23) menunjukkan bahwa kadar protein sangat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tegangan permukaan. Uji lanjut (Lampiran 23) menghasilkan kisaran nilai tengah yang sangat berbeda dari ketiga perlakuan. Penambahan serisin dapat menurunkan tegangan permukaan air, dari 71,67 dyne/cm menjadi 51,8 ± 1,3 dyne/cm pada kadar protein 0,58 ± 0,01 mg/ml. Hasil uji tegangan permukaan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar protein serisin yang ditambahkan maka semakin kecil tegangan permukaan yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan Suryani et al. (2008), penambahan alkil poliglikosida (APG) sebanyak 10 mg/ml dapat menurunkan tegangan permukaan air sampai 23,375 dyne/cm. Hasil tersebut memberikan informasi bahwa dengan penambahan kadar lebih tinggi maka tegangan yang dihasilkan lebih rendah, sehingga diduga protein serisin masih berpotensi tinggi untuk menurunkan tegangan permukaan air pada kadar protein yang lebih tinggi. Hasil tersebut memberikan informasi bahwa serisin dapat digunakan sebagai sumber material baru untuk surfaktan. Hal ini selaras dengan isu produk ramah lingkungan dan penggunaan sumberdaya terbarukan. Secara umum, surfaktan diproduksi dari bahan petrokimia (minyak bumi) maupun bahan alami seperti minyak nabati, karbohidrat, ekstrak alami dan biosurfaktan dari mikroorganisme. 43

Lampiran 1 Persiapan sebelum tahapan kuantitasi DNA dengan RT-PCR. a. Penempatan larutan di dalam well sebelum DNA dikuantitasi dengan RT- PCR

Lampiran 1 Persiapan sebelum tahapan kuantitasi DNA dengan RT-PCR. a. Penempatan larutan di dalam well sebelum DNA dikuantitasi dengan RT- PCR 55 Lampiran 1 Persiapan sebelum tahapan kuantitasi DNA dengan RT-PCR. a. Penempatan larutan di dalam well sebelum DNA dikuantitasi dengan RT- PCR Keterangan : Std 1 Std 1 1A EC Std 2 Std 2 1 B Std 3 Std

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kundu dkk dalam Sunarintyas dkk (2009) mengatakan bahwa Sericin merupakan protein selain Fibroin yang menjadi salah satu komponen utama pembentuk kepompong ulat sutera/

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

J3L PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA PROGAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

J3L PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA PROGAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Laporan Praktikum ari/ tanggal : Selasa, 24 September 2013 Biokimia Waktu : 13.00-14.40 WIB PJP : Puspa Julistia Puspita, S. Si, M. Sc. Asisten : Resti Siti Muthmainah, S. Si. Lusianawati, S. Si. PRTEIN

Lebih terperinci

Optimasi Rendemen Fibroin Ulat Sutera Bombyx mori L. dan Attacus atlas L. dengan Response Surface Methodology

Optimasi Rendemen Fibroin Ulat Sutera Bombyx mori L. dan Attacus atlas L. dengan Response Surface Methodology AGRITECH, Vol. 37, No., Mei 017, Hal. 05-14 DOI: http://doi.org/10.146/agritech.10497 ISSN 016-0455 (Print), ISSN 57-385 (Online) Tersedia online di https://jurnal.ugm.ac.id/agritech/ Optimasi Rendemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat dikonsumsi secara cepat (Ratnaningsih, 1999). Salah satu makanan

I. PENDAHULUAN. dapat dikonsumsi secara cepat (Ratnaningsih, 1999). Salah satu makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, masyarakat lebih memilih makanan yang praktis, ekonomis, dan cepat tersedia untuk dikonsumsi. Makanan siap saji atau yang lebih dikenal dengan fast food adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mempelajari karakter protein IgG dari kolostrum sapi yang divaksin dengan vaksin AI H5N1. Standar yang digunakan sebagai pembanding pada penghitungan ukuran

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PROTEASE DARI KULIT NANAS (Ananas comosus, L) DALAM DEGUMMING BENANG SUTERA. Zusfahair Zusfahair, Amin Fatoni, Dian Riana Ningsih

PEMANFAATAN PROTEASE DARI KULIT NANAS (Ananas comosus, L) DALAM DEGUMMING BENANG SUTERA. Zusfahair Zusfahair, Amin Fatoni, Dian Riana Ningsih PEMANFAATAN PROTEASE DARI KULIT NANAS (Ananas comosus, L) DALAM DEGUMMING BENANG SUTERA Zusfahair Zusfahair, Amin Fatoni, Dian Riana Ningsih Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) TINJAUAN PUSTAKA Sutera Sutera yang telah diolah menjadi bahan tekstil memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sandang lainnya. Dari karakteristiknya keistimewaan kain sutera antara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tanaman-tanaman yang diteliti adalah Ricinus communis L. (jarak) dan Eclipta prostrata (L.) L. (urang-aring). Pada awal penelitian dilakukan pengumpulan bahan tanaman,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Ikan Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui karakter awal minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini. Karakter minyak ikan yang diukur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan 39 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan buffer Asetat 20 mm ph 5,4. Larutan buffer asetat 10

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan APG 1) Rendemen Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. % 100% 2) Analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sutera ditemukan di Cina sekitar 2700 sebelum Masehi dan teknologi budidayanya masih sangat dirahasiakan pada masa itu. Perkembangan dan persebarannya dimulai dari benua

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki pembuluh darah, limpa dan syaraf. Tulang terdiri atas bagian tulang yang kompak atau padat dan bagian

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan dua kali proses trial and error sintesis nanoselulosa dengan menggunakan metode hidrolisis kimia dan homogenisasi

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan. 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMA KASIH...

UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering. Jumlah Rata-Rata (menit)

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering. Jumlah Rata-Rata (menit) 29 IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian nilai rataaan kecernaan bahan kering dari tiap perlakuan perendaman NaOH dan waktu perendaman biji sorgum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sintesis 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il) propenon

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sintesis 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il) propenon BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis -(,5-dihidroksifenil)-(-piridin--il) propenon Senyawa -(,5-dihidroksifenil)-(-piridin--il) propenon disintesis dengan cara mencampurkan senyawa,5-dihidroksiasetofenon,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Popularitas salak sebagai buah meja semakin meningkat sejak petani di

I. PENDAHULUAN. Popularitas salak sebagai buah meja semakin meningkat sejak petani di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Popularitas salak sebagai buah meja semakin meningkat sejak petani di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta banyak mengembangkan varietas salak yang memiliki rasa

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU Made Vivi Oviantari dan I Putu Parwata Jurusan Analisis Kimia

Lebih terperinci

Asam amino dan Protein

Asam amino dan Protein Asam amino dan Protein Protein berasal dari kata Yunani Proteios yang artinya pertama. Protein adalah poliamida dan hidrolisis protein menghasilkan asam- asam amino. ' suatu protein 2, + kalor 22 + 22

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 9 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I untuk preparasi sampel

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GELATIN DARI KAKI AYAM BROILER MELALUI BERBAGAI LARUTAN ASAM DAN BASA DENGAN VARIASI LAMA PERENDAMAN

EKSTRAKSI GELATIN DARI KAKI AYAM BROILER MELALUI BERBAGAI LARUTAN ASAM DAN BASA DENGAN VARIASI LAMA PERENDAMAN EKSTRAKSI GELATIN DARI KAKI AYAM BROILER MELALUI BERBAGAI LARUTAN ASAM DAN BASA DENGAN VARIASI LAMA PERENDAMAN Muhammad Rasyid Indrawan*, Risna Agustina, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah Allium shoenoprasum L. yang telah dinyatakan berdasarkan hasil determinasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun belakangan ini. Karakteristik yang dimiliki bahan bio-based menjadi salah satu alasan mengapa

BAB I PENDAHULUAN. tahun belakangan ini. Karakteristik yang dimiliki bahan bio-based menjadi salah satu alasan mengapa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan produk yang berbasis bio mengalami peningkatan yang cukup pesat beberapa tahun belakangan ini. Karakteristik yang dimiliki bahan bio-based menjadi salah

Lebih terperinci

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat. 1.2 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur (ekstraksi cair - cair) II. DASAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan volume ekspor minyak kelapa sawit mencapai16,436 juta ton pada tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan kolagen yang ada pada kulit, tulang rawan, dan jaringan ikat hewan. Gelatin merupakan protein

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

Laporan Penentuan Kadar Asam Amino Dalam Sampel

Laporan Penentuan Kadar Asam Amino Dalam Sampel Laporan Penentuan Kadar Asam Amino Dalam Sampel I. Judul Percobaan : Penentuan Kadar Asam Amino Dalam Sampel II. Mulai Percobaan : Senin/14 Oktober 2012 Selesai Percobaan : Senin/14 Oktober 2012 III. Tujuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN Tujuan Pembelajaran Umum Jumlah : 1 : Pembahasan Rencana Perkuliahan, Tugas-tugas perkuliahan, Pedoman Evaluasi Keberhasilan Belajar, Buku Acuan dan Pengenalan mata kuliah Kimia Makanan : dapat menjelaskan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian 1. Epoksidasi Minyak Jarak Pagar

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian 1. Epoksidasi Minyak Jarak Pagar METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : minyak jarak pagar, asam Akrilat (Sigma), natrium hidrogen karbonat (E.Merck), natrium sulfat anhydrous (E.Merck),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia ISOLASI BAHAN ALAM Bahan kimia yang berasal dari tumbuhan atau hewan disebut bahan alam. Banyak bahan alam yang berguna seperti untuk pewarna, pemanis, pengawet, bahan obat dan pewangi. Kegunaan dari bahan

Lebih terperinci

ion dari dua zat atau lebih. Pelarut etanol akan melarutkan senyawa polar yang

ion dari dua zat atau lebih. Pelarut etanol akan melarutkan senyawa polar yang 16 ion dari dua zat atau lebih. Pelarut etanol akan melarutkan senyawa polar yang terdapat di dalam rimpan alang-alang, hal ini disebabkan etanol bersifat polar, sehingga senyawa bersifat polar hanya larut

Lebih terperinci