RESPON SUHU REKTAL SAPI FRIES HOLLAND DARA PADA FREKUENSI DAN WAKTU PENYEMPROTAN BERBEDA ABDILLAH EL ZAKIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESPON SUHU REKTAL SAPI FRIES HOLLAND DARA PADA FREKUENSI DAN WAKTU PENYEMPROTAN BERBEDA ABDILLAH EL ZAKIR"

Transkripsi

1 RESPON SUHU REKTAL SAPI FRIES HOLLAND DARA PADA FREKUENSI DAN WAKTU PENYEMPROTAN BERBEDA ABDILLAH EL ZAKIR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Suhu Rektal Sapi Fries Holland Dara pada Frekuensi dan Waktu Penyemprotan Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Abdillah El Zakir NIM D

4 ABSTRAK ABDILLAH EL ZAKIR. Respon Suhu Sapi Fries Holland Dara terhadap Frekuensi dan Waktu Penyemprotan Berbeda. Dibimbing oleh BAGUS P. PURWANTO dan ANDI MURFI. Sapi Fries Holland adalah jenis sapi perah yang rentan terhadap cekaman panas. Penyemprotan merupakan salah satu cara yang digunakan untuk meminimalisir cekaman panas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui respon rata-rata temperatur rektal harian sapi FH dara dan variasi temperatur rektal sesaat setelah diberikan perlakuan penyemprotan dengan waktu dan frekuensi yang berbeda. Penyemprotan dilakukan dengan 4 perlakuan: A : penyemprotan pukul dan 16.00, B : penyemprotan pukul 07.00, dan 16.00, C : penyemprotan pukul 13.00, D : penyemprotan pukul Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh pada rata-rata suhu harian rektal sapi FH dara, namun perlakuan meingkatkan suhu rektal sapi FH dara yang diberi perlakuan dalam 2 jam setelah pemberian perlakuan pukul dan Penyemprotan pukul dan penyemprotan dengan frekuensi lebih banyak meningkatkan suhu rektal sapi FH dara. Kata kunci: Fries Holland, penyemprotan, suhu rektal, ABSTRACT ABDILLAH EL ZAKIR. Rectal Teperature of Fries Holland Heifer Respons to Different Times and Frequenses of Spraying. Supervised by BAGUS P. PURWANTO and ANDI MURFI Fries Holland known as cattle breed which is a heat stress intolerant. Spraying is a method that is used to minimalize the heat stress. The aimed of this research was to know the responses of the average of rectal temperature daily and couple hours after the treatment of different spraying times and frequenses. The spraying was given with 4 treatments: A : spraying on and 16.00, B : spraying on 07.00, and 16.00, C : spraying on 13.00, D : spraying on The varian analysis resulted that treatment didn t influence the daily average of rectal temperature, but the increased the rectal temperature of FH heifers that was sprayed on and in 2 hours after the treatments. The spraying on o clock and spraying with more frequences increased rectal temperatures of FH heifers. Keywords: Fries Holland, spraying, rectal temperature

5 RESPON SUHU REKTAL SAPI FRIES HOLLAND DARA PADA FREKUENSI DAN WAKTU PENYEMPROTAN BERBEDA ABDILLAH EL ZAKIR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Ternak DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Respon Suhu Rektal Sapi Dara Fries Holland pada Frekuensi dan Waktu Penyemprotan Berbeda Nama : Abdillah El Zakir NIM : D Disetujui oleh Dr Ir Bagus P Purwanto, MAgr Pembimbing I Ir Andi Murfi, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 Judul Skrips]: Respon Suhu Rektal Sapi Dam Fries Holland pad a Frekuensi dan Waktu Penyemprotan Berbeda Nama : Abdillah El Zakir NJM Disetujui oleh - a ous P Purwanto Pembimbing I L gr lr Andi Murti, MSi Pembimbing II Diketahui oleh "~ ~f~~f Dr Ir Muladno, MSA #<II ",, ~ l P'" =RNP<'" Kelua Departemen -~ Tanggal Lulus: -1 2 FE J 2014

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2011 ini adalah temperatur rektal, dengan judul Respon Suhu Rektal Sapi Fries Holland Dara pada Waktu dan Frekuensi Penyemprotan berbeda. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Bagus P. Purwanto, MAgr dan Ir Andi Murfi, MSi selaku pembimbingg dan ibu Dr Despal, SPt, MSc, Agr. atas koreksi dan masukannya terhadap skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, kepada sahabat-sahabat Lovedrian, Yudha, Menix dan Dwi sebagai teman seatap yang selalu menyemangati, kepada teman-teman D Ransum, dan kepada Kartika Jayamurti yang selalu menjadi penyemangat, Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2014 Abdillah El Zakir

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 1 Ruang Lingkup Penelitian 1 METODE 2 Lokasi dan Waktu 2 Alat 2 Bahan 2 Prosedur 2 HASIL DAN PEMBAHASAN 3 KESIMPULAN DAN SARAN 13 DAFTAR PUSTAKA 14 LAMPIRAN 16 RIWAYAT HIDUP 17

11 DAFTAR TABEL 1 Rata-rata harian suhu rektal sapi FH dara 7 2 Rata-rata suhu rektal sapi FH dara pukul Rata-rata suhu rektal sapi FH dara pukul Rata-rata suhu rektal sapi FH dara pukul DAFTAR GAMBAR 1 Suhu lingkungan penelitian 4 2 Kelembaban relatif lingkungan penelitian 4 3 THI lingkungan penelitian 4 4 Variasi suhu rektal harian. ( ) A : Penyemprotan pada pukul dan WIB, ( ) B : Penyemprotan pada pukul ; dan WIB, ( ) C : Penyemprotan pada pukul 13.00, ( ) D : Penyemprotan pukul WIB. 6 5 Variasi suhu rektal harian. ( ) A : Penyemprotan pada pukul dan WIB, ( ) B : Penyemprotan pada pukul ; dan WIB, ( ) C : Penyemprotan pada pukul 13.00, ( ) D : Penyemprotan pukul WIB. 9 6 Variasi suhu rektal harian. ( ) A : Penyemprotan pada pukul dan WIB, ( ) B : Penyemprotan pada pukul ; dan WIB, ( ) C : Penyemprotan pada pukul 13.00, ( ) D : Penyemprotan pukul WIB Variasi suhu rektal harian. ( ) A : Penyemprotan pada pukul dan WIB, ( ) B : : Penyemprotan pada pukul ; dan WIB, ( ) C : Penyemprotan pada pukul 13.00, ( ) D : Penyemprotan pukul WIB. 10 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil analisis ragam rataan suhu rektal harian Hasil analisis ragam rataan suhu rektal 2 jam setelah penyemprotan pukul Hasil analisis ragam rataan suhu rektal 2 jam setelah penyemprotan pukul Hasil analisis ragam rataan suhu rektal 2 jam setelah penyemprotan pukul

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi perah bangsa Fries Holland (FH) adalah bangsa sapi perah yang umum dipelihara pada peternakan perah di Indonesia. Bangsa ini banyak diternakkan karena produksi susunya yang tinggi. Namun, sapi FH merupakan bangsa sapi yang rentan terhadap cekaman panas. Sapi FH adalah sapi yang mencapai produksi optimalnya pada suhu o C. Berdasarkan USDA (2002) produksi susu sapi FH dapat mencapai L per laktasi (Tyler dan Ensminger 2006). Produksi tersebut jauh di atas produksi rataan sapi FH di Indonesia yang adalah L per laktasi (Sudono 1999). Hal ini diduga karena cekaman panas yang dialami sapi akan menurunkan produksi susunya. Salah satu cara manajemen pemeliharaan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir cekaman panas yang diterima sapi perah FH adalah penyemprotan. Penyemprotan ternak, selain dilakukan untuk kebersihan dan kesehatan ternak, juga berfungsi untuk melindungi ternak dari pengaruh negatif dari keadaan lingkungan seperti suhu yang terlalu panas. Pencegahan ternak dari dampak negatif lingkungan diharapkan dapat berpengaruh terhadap termoregulasi ternak. Penyemprotan ternak ini sendiri bergantung kepada ketersediaan air dan tenaga kerja. Pada daerah-daerah yang memiliki sumber air yang melimpah, penyemprotan ternak bukanlah menjadi masalah. Akan tetapi, pada daerah-daerah yang memiliki sumber air terbatas, penyemprotan ternak dapat meningkatkan biaya produksi untuk pengadaan air. Belum banyak penelitian yang meneliti tentang waktu dan frekuensi penyemprotan terhadap ternak, sehingga belum ada acuan untuk para peternak tentang frekuensi dan waktu penyemprotan yang tepat. Penentuan frekuensi dan waktu penyemprotan yang tepat ini adalah untuk optimalisasi penggunaan air sekaligus meminimalisir biaya produksi serta mengoptimalkan produksi peternakan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon suhu rektal dari sapi Fries Holland dara yang diberikan perlakuan penyemprotan pada waktu dan frekuensi yang berbeda. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengamati suhu rektal 4 ekor sapi FH dara yang diberi penyemprotan dengan 4 perlakuan waktu dan frekuensi yang berbeda. Pengukuran temperatur dilakukan dengan 2 data, yaitu pengukuran temperatur rektal setiap 2 jam dan pengukuran suhu rektal setiap 10 menit selama 2 jam setelah pemberian perlakuan. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan penyemprotan terhadap perubahan temperatur rektal sapi FH dara.

13 2 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kandang sapi perah Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama 56 hari pada bulan Juli dan Agustus Alat Alat yang digunakan adalah alat tulis, thermocouple, data logger, timbangan, selang air, pompa air, karung pakan dan pengukur waktu. Bahan Ternak Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah 4 ekor sapi FH dara dari kandang sapi perah Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sapi FH dara yang digunakan adalah sapi dara dengan perkiraan bobot badan dan umur yang relatif sama yaitu 200 kg serta 1 tahun. Ternak dipelihara secara individual dengan diberi pakan berupa konsentrat sebanyak 4 kg ekor -1 hari 1 dan rumput sebanyak 25 kg ekor 1 hari 1. Air minum diberikan ad libitum. Prosedur Penelitian ini didahului dengan proses aklimatisasi selama 10 hari. Menurut Spain et al. (1998), kondisi fisiologis ternak tidak menunjukkan perubahan setelah terekspos pada kondisi lingkungan yang panas, aklimatisasi dilakukan untuk menguragi cekaman yang terjadi akibat perpindahan kandang, iklim kandang dan perlakuan sistem prosedur pengukuran parameter. Pengukuran kondisi iklim kandang (suhu dan kelembaban) Kondisi iklim kandang diukur dengan menggunakan thermocouple dan data logger. Pendataan dilakukan bersamaan dengan pengambilan data temperatur rektal sapi FH dara. Pengukuran suhu rektal sapi dara Pengukuran suhu rektal sapi dara dilakukan dengan menggunakan thermocouple dan data logger pada masing-masing rektal sapi. Data direkam dalam dua rentan waktu, yaitu: a. Perekaman data suhu rektal setiap 2 jam mulai dari pukul hingga pukul WIB. b. Perekaman setelah pemberian perlakuan dilakukan setiap 10 menit selama dua jam pada pukul 07.00; dan WIB. Perlakuan Penelitian ini dilakukan dengan 4 perlakuan, dengan lama pemberian perlakuan 10 hari untuk setiap periodenya. Pengukuran parameter fisiologis

14 dilakukan selama 3 hari, yaitu hari-8 hingga hari-1-. Adapun perlakuan yang diberikan yaitu: A : Penyemprotan pada pukul dan WIB B : Penyemprotan pada pukul ; dan WIB C : Penyemprotan pada pukul WIB D : Penyemprotan pada pukul WIB Analisis data Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 4 sapi FH dara, 4 perlakuan penyemprotan dan 4 periode perlakuan. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah suhu rektal. Model rancangan yang digunakan adalah Yijk = µ + Li + Bj + Pk + ɛijk Keterangan : Yijk : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ : rataan umum Li : pengaruh sapi ke-i Bj : pengaruh periode ke-j Pk : pengaruh penyemprotan ke-k ɛijk : pengaruh galat penyemprotan ke-k, pada sapi ke-i, dan periode ke-j Peubah yang diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah : 1. Temperatur rektal sapi FH dara ( o C), 2. Temperaur lingkungan ( o C), 3. Kelembaban lingkungan (%), dan 4. Nilai THI 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor bagian Ternak Perah. Kondisi iklim mikro lokasi penelitian berada pada kisaran suhu udara 21 o C sampai 33 o C, kelembaban relatif 62% sampai 90% dan Temperature-Humidity Index (THI) antara 70 sampai 82. Lingkungan hidup merupakan seluruh faktor eksternal non-genetik yang mempengaruhi pertumbuhan ternak (Esmay 1982). Keadaan lingkungan yang baik dapat memberikan kenyamanan pada ternak untuk berproduksi dengan baik, sehingga pengendalian lingkungan ternak harus dioptimalkan. Kondisi panas di atas normal dapat meningkatkan beban penerimaan panas tubuh sapi, sehingga menurunkan performa, kenyamanan dan kematian ternak (Mader et al. 2006). Grafik suhu lingkungan, kelembaban relatif lingkungan dan THI lingkungan dapat dilihat pada Gambar 1, 2, dan 3.

15 4 Suhu (oc) Waktu Gambar 1 Suhu lingkungan penelitian RH (%) Waktu Gambar 2 Kelembaban relatif lingkungan penelitian THI Waktu Gambar 3 THI lingkungan penelitian

16 Suhu lingkungan penelitian yang terlihat pada Gambar 1 menunjukkan bahwa suhu lingkungan meningkat dari pukul hingga pukul WIB. Suhu tertinggi terjadi pada pukul WIB dan kemudian menurun pada waktu berikutnya. Kelembaban relatif berbanding terbalik jika dibandingkan dengan suhu lingkungan. Kelembaban menurun dan mencapai titik terendah pada pukul WIB dan selanjutnya meningkat pada waktu berikutnya. Keadaan ini menyebabkan cekaman panas pada sapi FH, karena menurut Smith et al. (1988) suhu optimum untuk sapi FH adalah 18 o C dengan kelembaban 55%, sedangkan menurut Jones dan Stallings (1999) suhu nyaman untuk sapi Eropa berkisar 5 o C sampai 25 o C. Pennington dan VanDevender (2004) melakukan klasifikasi cekaman panas dari nilai Temperature-Humidity Index menjadi tiga kategori, yaitu cekaman ringan (THI= 72-79), cekaman sedang (THI= 80-89) dan cekaman berat (THI= 90-98). Temperature-Humidity Index (THI) lingkungan penelitian yang diperlihatkan pada Gambar 3 menunjukkan bahwa terjadi cekaman ringan pada pukul sampai 8.00 (THI= 73-77) dan sampai dengan (THI= 73-78). Cekaman sedang terjadi mulai pukul sampai dengan (THI= 80-89). Hasil pengamatan kondisi lingkungan menunjukkan bahwa pada pukul THI berada pada kisaran yang tidak menyebabkan cekaman panas (THI < 72). Cekaman panas akan dialami sapi jika panas yang diterima berlebihan. Secara fisiologis, menurut Mc. Dowell (1972) ternak yang mengalami cekaman panas akan berakibat pada: 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) peningkatan pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon dalam darah; 6) peningkatan suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung. Kondisi lingkungan dengan cekaman panas akan menyebabkan sapi melakukan proses keseimbangan panas. Proses keseimbangan panas pada sapi perah menurut Yousef (1985) tergantung pada besarnya produksi panas dan pelepasan panas. Produksi panas adalah aktivitas metabolisme untuk hidup pokok, pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu dan tingkah laku. Panas yang dikeluarkan tubuh dapat melalui : (1) radiasi, yaitu perpindahan panas suatu benda ke benda lain tanpa bersentuhan, (2) konveksi, yaitu pergerakan molekul-molekul gas atau cairan dari suatu suhu tertentu ke tempat lain yang suhunya berbeda, (3) konduksi, yaitu perpindahan panas suatu benda yang berbeda suhunya apabila bersentuhan, (4) evaporasi dari tubuh terhadap lingkungan (Blaxter 1989). Proses pengaturan panas dari tubuh dengan pelepasan panas pada sapi perah dapat melalui jalus sensible dan jalur penguapan (Yousef 1985). Menurut McLean et al. (1983), peningkatan produksi panas pada kondisi yang normal akan diikuti dengan peningkatan suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernapasan. Pengaruh Waktu dan Frekuensi Penyemprotan pada Rataan Suhu Rektal Harian Penyemprotan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi cekaman panas yang diterima oleh sapi. Pendinginan tubuh ternak melalui penyemprotan air ke seluruh tubuh akan meningkatkan pembuangan kelebihan panas tubuh secara konveksi, konduksi dan evaporasi melalui pembukaan kelenjer keringat di seluruh permukaan tubuh. Pembuangan panas secara konveksi terjadi 5

17 6 dengan adanya pertukaran udara panas di sekitar kulit dengan udara yang lebih dingin dari air yang disemprotkan (Sukarli 1995). Pembuangan panas secara konduksi terjadi karena panas tubuh berkonduksi dengan air yang disemprotkan ke tubuh, yang menyebabkan panas tubuh pindah ke air yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh (Sukarli 1995). Percikan air yang mengenai tubuh juga akan meningkatkan pembuangan panas melalui penguapan air dari permukaan kulit. Menurut Igino et al. (1985), pendinginan tubuh dengan penyemprotan air terhadap sapi FH dan Guernsey pada suhu lingkungan 30.8 o C mampu menurunkan suhu tubuh dari 39.1 o C menjadi 38.3 o C. Penyiraman sapi perah pada musim panas, menurunkan suhu rektal dari 39.1 o C menjadi 38.8 o C serta meningkatkan produksi susu sebesar 0.70 kg. Penyemprotan air juga meningkatkan kenyamanan bagi sapi perah, serta meningkatkan efisiensi produksi susu. Kemampuan tubuh untuk menerima dan melepaskan panas ditunjukkan oleh suhu tubuhnya. Pengukuran tubuh pada dasaranya sulit untuk dilakukan, karena pengukuran suhu tubuh merupakan resultan dari berbagai pengukuran di berbagai tempat (Schmidt-Nielsen 1997). Entin (2003) mendeskripsikan suhu tubuh dengan rumus: suhu tubuh= 0.7 (suhu rektal) (suhu kulit). Rumus tersebut menunjukkan bahwa 70% dari suhu tubuh ditentukan oleh suhu rektal. Pada penelitian ini, pengamatan dilakukan menggunakan hanya suhu rektal sapi FH dara. Hasil pengamatan variasi suhu rektal sapi FH dara berkisar antara o C o C yang dapat dilihat pada Gambar 4. Suhu ( o C) Waktu Gambar 4 Variasi suhu rektal harian. ( ) A : Penyemprotan pada pukul dan WIB, ( ) B : Penyemprotan pada pukul ; dan WIB, ( ) C : Penyemprotan pada pukul 13.00, ( ) D : Penyemprotan pukul WIB. Pengamatan pada rata-rata suhu rektal sapi FH dara menunjukkan bahwa rata-rata suhu rektal sapi FH dara pada penelitian ini adalah ± Rata - rata suhu rektal harian sapi FH dara untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 1.

18 7 Tabel 1 Rata-rata harian suhu rektal sapi FH dara Perlakuan suhu rata-rata rektal ( o C) A ± 0.12 B ± 0.08 C ± 0.07 D ± 0.03 Keterangan : A (Penyemprotan pada pukul dan WIB), B (Penyemprotan pada pukul ; dan WIB), C (Penyemprotan pada pukul 13.00) dan D (Penyemprotan pukul 16.00). Menurut Tyler dan Ensminger (2006), suhu normal rektal sapi perah berkisar antara 38.0 o C 39.3 o C dengan rataan sebesar 38.4 o C. Pernyataan ini menunjukkan bahwa suhu rektal sapi FH dara pada penelitian ini termasuk pada kisaran suhu normal. Suhu rektal sapi FH dara pada gambar 4 berada pada kisaran normal, yaitu sekitar 38 o C sampai 39 o C dari pukul sampai pukul Suhu tubuh sapi pada pukul berada pada suhu di bawah 38 o C karena pada waktu itu kondisi sapi sedang beristirahat sehinga pengeluaran panas tubuh menurun. Temperature-humidity Index (THI) pada pukul berada pada kondisi nyaman atau tidak menimbulkan cekaman (THI < 72 ) membuat sapi-sapi FH merasa nyaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wierema (1990) yang menyatakan bahwa bahwa nilai THI dibawah 72 merupakan THI nyaman bagi sapi perah FH. Kenyamanan ini menyebabkan penurunan pengeluaran panas tubuh. Hasil uji statistik pada menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap rata-rata suhu rektal harian sapi FH dara (P > 0.05). Hal ini berarti perlakuan penyemprotan dengan frekuensi dan waktu yang berbeda tidak berpengaruh pada rata-rata suhu harian sapi FH dara. Walaupun secara rata-rata harian perlakuan yang diberikan tidak mempengaruhi suhu rektal sapi FH dara, terdapat beberapa variasi suhu dalam grafik 4. Hal ini hanya terjadi sementara waktu sehingga tidak berpengaruh pada suhu rektal secara keseluruhan. Suhu rektal sapi pada pukul terlihat sedikit perbedaan. Gambar 4 menunjukkan bahwa suhu rektal sapi yang diberikan perlakuan A dan perlakuan B lebih tinggi dibandingkan suhu rektal sapi dengan perlakuan C dan D. Perlakuan A dan B adalah penyemprotan sapi pada pukul Penyemprotan ini diberikan pada pagi hari dimana suhu tubuh sapi berada pada suhu rendah, hal ini menyebabkan sapi menghasilkan panas tubuh untuk menyeimbangkan suhu tubuhnya, sehingga pada pukul suhu rektal sapi dengan perlakuan A dan B lebih tinggi dari suhu rektal sapi dengan perlakuan C dan D, namun pada waktu berikutnya terjadi penurunan suhu tubuh sapi yang mendapat perlakuan A dan B. Pada sapi yang mendapat perlakuan C dan D, atau sapi yang tidak mendapat penyemprotan pada pagi harinya, suhu tubuhnya terus mengalami peningkatan hingga pukul Penyemprotan yang dilakukan pada pagi hari memang menyebabkan suhu rektal sapi meningkat pada jam pertama setelah penyemprotan dikarenakan pengeluaran panas tubuh sapi untuk menyeimbangkan suhu tubuh sapi. Setelah itu, tubuh sapi yang disiram akan berada pada kondisi nyaman. Penyiraman pada pagi hari berpengaruh lebih lama daripada siang hari, dimana

19 8 pada pagi hari, suhu lingkungan tidak begitu panas sehingga penguapan air pada sapi tidak terjadi dengan cepat. Sisa percikan air pada tubuh sapi setelah penyemprotan memberikan kesejukan pada sapi sehingga setelah pukul terjadi penurunan suhu rektal sapi hingga pukul Suhu rektal sapi FH dara mencapai suhu tertinggi pada pukul 16.00, dimana pada waktu tersebut nilai THI berada pada kondisi yang memberikan cekaman panas rendah (THI= 78 ). Terjadinya peningkatan suhu rektal sapi FH dara pada pukul disebabkan metabolisme sapi yang menghasilkan panas tubuh lebih, karena sapi-sapi mengkunsumsi pakan yang diberikan pada pukul Pukul juga merupakan waktu pergantian antara sore dan malam, yang menurut Curtis (1983) merupakan kondisi terjadinya variasi suhu rektal. Grafik variasi suhu rektal sapi FH dara menunjukkan peningkatan suhu rektal pada pukul pada perlakuan A dan B meskipun hanya sementara dan tidak mempengaruhi suhu rata-rata suhu rektal secara keseluruhan. Peningkatan sementara ini terjadi pada sapi yang diberi perlakuan penyemprotan, hal ini disebabkan oleh air yang disemprotkan pada tubuh sapi yang saat itu berada pada kondisi nyaman dengan suhu tubuh o C dan o C pada lingkungan dengan THI= (cekaman panas ringan) disemprot dengan air untuk mendinginkan tubuh menyebabkan sapi melakukan proses termoregulasi untuk meningkatkan suhu tubuhnya agar menghindari cekaman dingin. Termoregulasi sendiri adalah kemampuan hewan untuk menyesuaikan suhu tubuhnya agar tetap stabil (Esmay 1982). Hal ini menunjukkan bahwa penyemprotan di pagi hari (pukul 07.00) menyebabkan peningkatan suhu tubuh sapi sementara walaupun tidak berbeda nyata pada suhu harian sapi FH dara. Rata-rata suhu rektal sapi FH dara yang didapat pada penelitian ini tidak berbeda nyata pada perlakuan yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa penyemprotan dengan waktu yang berbeda dan frekuansi yang berbeda tidak mempengaruhi rataan suhu rektal sapi FH dara. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada suhu rektal sapi FH dara adalah volume air yang digunakan, lama penyemprotan dan ternak yang telah beradaptasi terhadap tingkungannya. Sukarli (1995) menyatakan bahwa banyaknya air dalam penyemprotan pada tubuh dalam lingkungan panas berpengaruh nyata dalam penurunan suhu tubuh. Volume air yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 20 L, meskipun Sukarli (1995) pada penelitiannya mengungkapkan bahwa penyemprotan air sebanyak 20 liter membantu meningkatkan pembuangan panas tubuh lebih baik dibandingkan penyemprotan air 10 L dan 5 L, namun hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara rataan suhu rektal sapi FH dara yang disemprot dengan air sebanyak 20 L pada waktu dan frekuensi berbeda. Kemungkinan lain yang menyebabkan perlakuan penyemprotan berbeda pada sapi FH dara tidak berbeda nyata adalah lama penyemprotan yang dilakukan, pada penelitian ini penyemprotan sapi FH dara dilakukan selama 2.5 menit untuk setiap sapi yang diberikan perlakuan. Ismail M (2006) dalam penelitian mengatakan bahwa penyiraman kurang efektif menurunkan suhu tubuh ternak karena air yang disiram ke tubuh ternak menguap dengan cepat, terlebih pada suhu lingkungan yang tinggi. Adanya beberapa faktor yang mungkin adalah beberapa penyebab penyemprotan sapi FH dara pada waktu yang berbeda maupun frekuensi yang berbeda tidak mempengaruhi rataan suhu rektal sapi menjadikan

20 penelitian ini perlu dikembangkan kedepannya dengan memerhatikan faktorfaktor tersebut. Respon Suhu Rektal 2 Jam Setelah Perlakuan Pengambilan data suhu rektal sapi FH dara juga dilakukan setelah sapi-sapi FH dara mendapat perlakuan. Data diambil setiap sepuluh menit selama dua jam pada pukul , pukul dan pukul pengambilan data ini bertujuan untuk mengamati respon suhu rektal sesaat setelah diberi perlakuan. Suhu rektal sapi FH dara untuk dua jam setelah setiap perlakuan dapat dilihat pada grafik 5, 6 dan 7. Rata-rata suhu rektal sapi FH dara untuk setiap perlakuan juga dapat dilihat pada Tabel 2, 3 dan 4. 9 Suhu ( o C) Waktu Gambar 5 Variasi suhu rektal harian. ( ) A : Penyemprotan pada pukul dan WIB, ( ) B : Penyemprotan pada pukul ; dan WIB, ( ) C : Penyemprotan pada pukul 13.00, ( ) D : Penyemprotan pukul WIB. Tabel 2 Rata-rata suhu rektal sapi FH dara pukul Perlakuan suhu rata-rata rektal ( o C) A ±0.03 B ±0.04 C ±0.10 D ±0.16 Keterangan : A (Penyemprotan pada pukul dan WIB), B (Penyemprotan pada pukul ; dan WIB), C (Penyemprotan pada pukul 13.00) dan D (Penyemprotan pukul 16.00).

21 10 Suhu ( o C) Waktu Gambar 6 Variasi suhu rektal harian. ( ) A : Penyemprotan pada pukul dan WIB, ( ) B : Penyemprotan pada pukul ; dan WIB, ( ) C : Penyemprotan pada pukul 13.00, ( ) D : Penyemprotan pukul WIB. Tabel 3 Rata-rata suhu rektal sapi FH dara pukul Perlakuan suhu rata-rata rektal ( o C) A ± 0.05 B ± 0.23 C ± 0.14 D ± 0.05 Keterangan : A (Penyemprotan pada pukul dan WIB), B (Penyemprotan pada pukul ; dan WIB), C (Penyemprotan pada pukul 13.00) dan D (Penyemprotan pukul 16.00). Suhu ( o C) Waktu Gambar 7 Variasi suhu rektal harian. ( ) A : Penyemprotan pada pukul dan WIB, ( ) B : : Penyemprotan pada pukul ; dan WIB, ( ) C : Penyemprotan pada pukul 13.00, ( ) D : Penyemprotan pukul WIB.

22 11 Tabel 4 Rata-rata suhu rektal sapi FH dara pukul Perlakuan suhu rata-rata rektal ( o C) A ± 0.11 B ± 0.09 C ± 0.12 D ± 0.07 Keterangan : A (Penyemprotan pada pukul dan WIB), B (Penyemprotan pada pukul ; dan WIB), C (Penyemprotan pada pukul 13.00) dan D (Penyemprotan pukul 16.00). Rata-rata suhu pada pukul berbeda nyata (P<0.05) untuk setiap perlakuannya. Suhu rektal sapi pada waktu ini masih berada pada kisaran suhu rektal rata-rata. Menurut Kelly (1984), suhu rektal normal sapi perah berada pada kisaran 37.8 C sampai 39.2 C dengan rataan suhu sebesar 38.5 C. Ratarata suhu rektal sapi perah pukul pada penelitian ini adalah C ± 0.03, berada pada kisaran C C. Variasi suhu rektal sapi FH dara yang diperlihatkan di grafik menunjukkan peningkatan suhu rektal terjadi pada sapi yang diberi perlakuan A dan B, dimana pada perlakuan tersebut sapi disemprot pada pukul Peningkatan suhu rektal ini terjadi karena penyemprotan air pada tubuh sapi yang berada pada cekaman panas ringan (THI= 73-77) menyebabkan sapi menghasilkan panas untuk menyeimbangkan panas tubuh, agar tetap berada pada suhu normal. Penyesuaian suhu tubuh ini merupakan proses termoregulasi yang dilakukan sapi. Hasil ini menunjukkan bahwa penyemprotan di pagi hari memberi efek yang tidak bagus pada suhu rektal sapi FH dara, yang berarti penyemprotan pada pagi hari dapat dihindari karena akan berdampak pada peningkatan suhu rektal sapi FH dara. Suhu rektal pada pukul tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0.05). Suhu rektal yang didapatkan berkisar antara C sampai C dengan rataan suhu rektal C ± Data ini menunjukkan bahwa perlakuan penyemprotan yang berbeda tidak mempengaruhi suhu rektal sapi FH dara pada pukul yang memiliki nilai THI sebesar (cekaman panas sedang). Hasil analisis ragam yang didapatkan pada pukul sampai dengan pukul mendapatkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Perbedaan suhu justru dapat dilihat pada sapi dengan perlakuan B, yaitu perlakuan dengan penyemprotan tiga kali sehari (07.00; 13.00; dan 16.00). Suhu rektal yang didapatkan selama dua jam setelah penyemprotan berkisar antara C sampai C dengan rata-rata C ± 0.05 C.. Peningkatan suhu rektal terjadi hingga pukul yang kemudian menurun hingga berada pada kisaran suhu yang tidak berbeda dengan sapi yang mendapat perlakuan lain. Terjadinya peningkatan ini mungkin sapi yang sebelumnya sudah mendapatkan penyemprotan pada pukul masih dalam penyesuaian suhu tubuh, diberikan penyemprotan lagi pada pukul Penyemprotan ini membuat sapi membutuhkan energi tambahan untuk menyesuaikan lagi suhu tubuhnya setelah mengalami dua kali penyemprotan dengan rentang waktu yang tidak begitu lama. Dengan demikian, peningkatan suhu tubuh sapi ini menyebabkan peningkatan

23 12 pada suhu rektal sapi FH dara beberapa saat setelah penyiraman. Keadaan ini tidak terjadi pada sapi FH dara yang mendapat perlakuan A dan D yang juga mendapatkan penyemprotan pada pukul dimana suhu rektal sapi FH dengan perlakuan A dan D tidak mengalami peningkatan bahkan cenderung menurun beberapa saat setelah penyemprotan pada pukul Hal ini dipengaruhi oleh keadaan sapi yang sebelumnya (pukul 13.00) tidak mendapat penyemprotan sehingga pemberian penyemprotan pada pukul tidak menyebabkan sapi mengeluarkan energi tambahan untuk menyesuaikan suhu tubuh yang dilihat melalui suhu rektal.

24 13 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian penyemprotan dalam penelitian tidak mempengaruhi respon ratarata suhu rektal sapi FH dara, namun penyemprotan di pagi hari dapat meningkatkan suhu rektal sapi FH dara selama 2 jam setelah penyemprotan. Penyemprotan yang dilakukan sore hari terhadap sapi FH dara yang disemprot pada siang hari juga meningkatkan suhu rektal sapi FH selama 2 jam setelah penyemprotan di sore hari. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mempelajari respon suhu rektal pada waktu dan frekuensi penyemprotan yang berbeda dengan memberi perhatian lebih kepada volume air dan lama penyemprotan yang diberikan. Dengan demikian penelitian diharapkan memberikan acuan dan pedoman bagi para peternak rakyat Indonesia tentang waktu dan frekuensi yang efektif dalam mengatasi stress pada ternak.

25 14 DAFTAR PUSTAKA Blaxter K Energy Metabolism in Animal and Man. New York (US): Cambridge Univ Pr. Curtis SE Environmental Management in Animal Agriculture. Iowa (US): The Iowa State Univ Pr. Ensminger ME, Tyler HD Dairy Cattle Science. Ed ke-4. Florida (US): CRC Pr. Entin PL Thermoregulation: Homoestatic Regulation of Body Temperature during Exercise. [Internet]. [diunduh 2012 Des 20]. Tersedia pada: Esmay LM Principle of Animals Environment. Connecticut (US): AVI Publ Co Inc. Igono MO, Johson HD, Steevens BJ, Krause GF, Shanklin MD Physiological, productive and economic benefit of shade, spray, and fan system versus shade of Holstein cows during summer heat. J Dairy Sci. 70: Ismail M Pengaruh penyiraman dan penganginan terhadap termoregulasi dan tingkat konsumsi pakan sapi Fries Holland dara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jones GM, Stallings CC Reducing Heat Stress for Dairy Cattle. Virginia Cooperative Extension. Publication Number [Internet] [diunduh 2013 Jan 16]. Tersedia pada: Kelly WR Veterinary Clinical Diagnosis. London (GB): Bailliere Tindall. Mader TL, Davis S, Brown-Brandl T Environmental factors influencing heat strees in feedlot cattle. J Anim Sci. 84: McLean JA, Stombaugh DP, Downie AJ Body heat storage in streers Bos taurus in fluctuating thermal environments. J of Agric Sci. Cambridge (GB). 100: 315. McDowell RE Improvement of Livestock Production in Warm Climates. San Fransisco (US): W.H. Freeman and Company. Peningto JA, VanDevender K Heat Stress in Dairy Cattle. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 19]. Tersedia pada: otherareas/publication/html. Schmidt Nielsen K Animal Phisiolgy: Adaption and Environment. Ed ke-5. Cambridge (GB): Cambridge Univ Pr. Smith DB, Mangkoewidjojo S Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Pr. Spain JN, Spiers DE, Snyder BL The Effect of Strategically Cooling dairy Cows on Milk Production. [Internet]. [diunduh 2013 Maret 6]. Tersedia pada: Sudono A Budidaya Sapi Perah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sudono A Ilmu Produksi Ternak Perah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sukarli Pengaruh volume air yang digunakan untuk menyemprotan pada tubuh terhadap respon termogulasi sapi Friesian Holland dara. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

26 Wierma F. In: Chestnut A, Houston D Heat Stress and Cooling Cows. [Internet]. [diunduh 2013 Maret 6]. Tersedia pada: Yousef MK Stress Physiology in Livestock. Florida (US): CRC Pr. 15

27 16 LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil analisis ragam rataan suhu rektal harian. Sumber db JK KT F P Sapi Periode Penyemprotan Galat Total Lampiran 2 Hasil analisis ragam rataan suhu rektal 2 jam setelah penyemprotan pukul Sumber db JK KT F P Sapi Periode Penyemprotan Galat Total Lampiran 3 Hasil analisis ragam rataan suhu rektal 2 jam setelah penyemprotan pukul Sumber db JK KT F P Sapi Periode Penyemprotan Galat Total Lampiran 4 Hasil analisis ragam rataan suhu rektal 2 jam setelah penyemprotan pukul Sumber db JK KT F P Sapi Periode Penyemprotan Galat Total

28 17 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Padangpanjang Sumatera Barat pada 10 Agustus 1990, dari ibu Raswati Z. dan ayah Riza Muhammad. Penulis adalah anak ke-3 dari 6 bersaudara. Menempuh pendidikan TK di TK Rahmah EL-Yunusiah ( ), SDN 23 Pincuran Tinggi ( ), dan menyelesaikan SMP dan SMA di Pondok Pesantren Modern Nurul Ikhlas ( ). Tahun 2008 penulis berhasil lulus seleksi Program Beasiswa Santri Berprestasi yang mengantarkan penulis menjadi mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Ternak setelah melewati Tahap Persiapan Bersama di Tahun pertamanya. Dalam masa-masa mahasiswa, penulis aktif menjadi pengurus di beberapa organisasi diantaranya IPMM ( ), UKM MAX (2009), BEM Fakultas Peternakan ( ), HIMAPROTER ( ), IPANI JJ ( ), IMASERAMPAG ( ). Penulis juga merupakan pendiri dari grup perkusi Fakultas Peternakan, D Ransum pada tahun 2009 yang terus berkembang hingga saat ini. Penulis juga aktif dalam banyak kepanitiaan baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Kegiatan terakhir yang diikuti penulis adalah Magang di Northen Territory Australia (2013). Terinspirasi dari sebuah berita tentang peternak yang kekurangan air, penulis menyelesaikan skripsinya yang berjudul Respon Temperatur Rektal Sapi Fries Holland Dara pada Waktu dan Frekuensi Penyemprotan Berbeda yang sekaligus menjadi syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) di Fakultas Peternakan IPB.

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA Arif Qisthon dan Sri Suharyati Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI

PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Termoregulasi Sapi Perah Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan RINGKASAN DADANG SUHERMAN. Penentuan Suhu Kritis Atas pada Sapi Perah Dara Berdasarkan Respon Fisiologis dengan Manajemen Pakan melalui Simulasi Artificial Neural Network. Dibimbing oleh BAGUS P PURWANTO,

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PFH DI DESA DESA CIBOGO DAN LANGENSARI, LEMBANG, BANDUNG BARAT

STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PFH DI DESA DESA CIBOGO DAN LANGENSARI, LEMBANG, BANDUNG BARAT STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PFH DI DESA DESA CIBOGO DAN LANGENSARI, LEMBANG, BANDUNG BARAT SKRIPSI ADI RAKHMAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN)

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN) Media Peternakan, April 2006, hlm. 35-46 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No:56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 1 Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi. RINGKASAN Edi Suwito. 2000. Hubungan antara Lingkungan Mikro dengan Lama Bernaung dalam Kandang pada Sapi Dara Peranakan Fries Holland. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Temak. Jurusan Ilmu Produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

Jurnal Zootek ( Zootrek Journal ) Vol. 35 No. 2 : (Juli 2015) ISSN

Jurnal Zootek ( Zootrek Journal ) Vol. 35 No. 2 : (Juli 2015) ISSN PENGARUH PENINGKATAN RASIO KONSENTRAT DALAM RANSUM KAMBING PERANAKAN ETTAWAH DI LINGKUNGAN PANAS ALAMI TERHADAP KONSUMSI RANSUM, RESPONS FISIOLOGIS, DAN PERTUMBUHAN Arif Qisthon* dan Yusuf Widodo* ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, yang telah memberikan kekuatan, kemampuan, dan kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Bangsa Sapi Potong Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus), dan sapi Eropa (Bos taurus). Bangsa-bangsa

Lebih terperinci

Model Kurva Produksi dan korelasinya...kurniawan

Model Kurva Produksi dan korelasinya...kurniawan MODEL KURVA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DAN KORELASINYA PADA PEMERAHAN PAGI DAN SIANG PERIODE LAKTASI SATU DAIRY COWS LACTATION CURVE MODELS AND ITS CORRELATIONS AT EARLY AND AFTERNOON MILKING IN FIRST LACTATION

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI SeminarNasionalPeternakan dan Veteriner 1999 IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI ENDANG SULISTYOWATI Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Efek Waktu Pemberian Pakan dan Level Energi terhadap Cekaman Panas Berdasarkan Suhu Rektal dan Kulit Sapi Dara Fries Holland

Efek Waktu Pemberian Pakan dan Level Energi terhadap Cekaman Panas Berdasarkan Suhu Rektal dan Kulit Sapi Dara Fries Holland Efek Waktu Pemberian Pakan dan Level Energi terhadap Cekaman Panas Berdasarkan Suhu Rektal dan Kulit Sapi Dara Fries Holland Effect of Feeding Time and Energy Level on Heat Stress Based on Rectal and Skin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Karakteristik

Lebih terperinci

KAJIAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND BERDASARKAN PEMERAHAN PAGI DAN SORE DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG

KAJIAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND BERDASARKAN PEMERAHAN PAGI DAN SORE DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG KAJIAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND BERDASARKAN PEMERAHAN PAGI DAN SORE DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG THE STUDY OF HOLSTEIN FRIESIAN DAIRY CATTLE MILK PRODUCTION BASED ON MORNING AND AFTERNOON

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PFH DI DESA DESA CIBOGO DAN LANGENSARI, LEMBANG, BANDUNG BARAT

STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PFH DI DESA DESA CIBOGO DAN LANGENSARI, LEMBANG, BANDUNG BARAT STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PFH DI DESA DESA CIBOGO DAN LANGENSARI, LEMBANG, BANDUNG BARAT SKRIPSI ADI RAKHMAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN SKRIPSI NUR HAFIZAH TRISTY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan Produksi Dan Manajemen Pakan

Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan Produksi Dan Manajemen Pakan Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan Produksi Dan Manajemen Pakan (The Model of Critical Temperature of Dairy Cattle on product ability and feed management ) D. Suherman, B.P.

Lebih terperinci

KAJIAN TERMOREGULASI SAPI PERAH PERIODE LAKTASI DENGAN INTRODUKSI TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS PAKAN

KAJIAN TERMOREGULASI SAPI PERAH PERIODE LAKTASI DENGAN INTRODUKSI TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS PAKAN KAJIAN TERMOREGULASI SAPI PERAH PERIODE LAKTASI DENGAN INTRODUKSI TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS PAKAN (Thermoregulation in Dairy Cattle During Lactation Period by Introducing Improved Feed Quality) B.

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein

Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Mardalena 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas susu hasil pemerahan pagi

Lebih terperinci

DADANG SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DADANG SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN SUHU KRITIS ATAS PADA SAPI PERAH DARA FRIES HOLLAND BERDASARKAN RESPON FISIOLOGIS DENGAN MANAJEMEN PAKAN MELALUI SIMULASI ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DADANG SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Cuaca Lokasi Penelitian Perubahan unsur cuaca harian yang terjadi selama penelitian berlangsung sangat fluktuatif. Hasil pengamatan rataan unsur cuaca pada bulan April dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan jenis kambing persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing merupakan hewan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengamatan selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 09.00 pagi sampai pukul 15.00 sore WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

RESPON TERMOREGULASI SAPI PERAH PADA ENERGI RANSUM YANG BERBEDA. (Thermoregulation Response of Dairy Cows on Different Energy Content) ABSTRACT

RESPON TERMOREGULASI SAPI PERAH PADA ENERGI RANSUM YANG BERBEDA. (Thermoregulation Response of Dairy Cows on Different Energy Content) ABSTRACT RESPON TERMOREGULASI SAPI PERAH PADA ENERGI RANSUM YANG BERBEDA (Thermoregulation Response of Dairy Cows on Different Energy Content) Azhar Amir 1, Bagus P. Purwanto 2, dan Idat G. Permana 3 1 Puslitbang,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

Respon Fisiologi Sapi FH Laktasi dengan Substitusi Pakan Pelepah Sawit dengan Jumlah yang Berbeda

Respon Fisiologi Sapi FH Laktasi dengan Substitusi Pakan Pelepah Sawit dengan Jumlah yang Berbeda Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227 Vol. 04 No. 3 Oktober 2016 Hlm: 350-355 Respon Fisiologi Sapi FH Laktasi dengan Substitusi Pakan Pelepah Sawit dengan Jumlah yang Berbeda

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Sapi pedaging memiliki

Lebih terperinci

RESPON FISIOLOGIS DOMBA YANG DIBERI MINYAK IKAN DALAM BENTUK SABUN KALSIUM

RESPON FISIOLOGIS DOMBA YANG DIBERI MINYAK IKAN DALAM BENTUK SABUN KALSIUM RESPON FISIOLOGIS DOMBA YANG DIBERI MINYAK IKAN DALAM BENTUK SABUN KALSIUM SKRIPSI R. LU LUUL AWABIEN PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT PADA PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI Oleh : 060810228 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2012

Lebih terperinci

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN)

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN) Media Peternakan, April 2006, hlm. 35-46 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No:56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 1 Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi

Lebih terperinci

3 PENENTUAN SUHU KRITIS BERDASARKAN RESPON FISIOLOGIS SAPI DARA PERANAKAN FRIES HOLLAND MELALUI SIMULASI ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PADA BERBEDA DAERAH

3 PENENTUAN SUHU KRITIS BERDASARKAN RESPON FISIOLOGIS SAPI DARA PERANAKAN FRIES HOLLAND MELALUI SIMULASI ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PADA BERBEDA DAERAH 24 Keterangan : aj : nilai aktivasi dari unit j. Wj,i : bobot dari unit j ke unit i Ini : penjumlahan bobot dan masukan ke unit i g : fungsi aktivasi ai : nilai aktivasi dari unit 3 PENENTUAN SUHU KRITIS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. akan daging sebagai salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging

1. PENDAHULUAN. akan daging sebagai salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan

Lebih terperinci

PENGARUH STRES PANAS TERHADAP PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH BATURRADEN

PENGARUH STRES PANAS TERHADAP PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH BATURRADEN PENGARUH STRES PANAS TERHADAP PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH BATURRADEN (Effects of Heat Stress on Milk Production Performance of Friesian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

1. Apakah yang dimaksud dengan iklim 2. Apa sajakah pengruh iklim terhadap ternak 3. Bagaimana upaya pengelolanya

1. Apakah yang dimaksud dengan iklim 2. Apa sajakah pengruh iklim terhadap ternak 3. Bagaimana upaya pengelolanya I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iklim sangat berpengaruh terhadap hewan ternak. Beberapa ahli mempelajari pengaruh iklim terhadap objek yang spesifik, di antaranya iklim berpengaruh terhadap bentuk

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA Animal Agriculture Journal 5(1): 195-199, Juli 2015 On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI PENGKABUTAN DAN KIPAS ANGIN TERHADAP KONDISI FISIOLOGIS SAPI PERAH PERANAKAN FRIESIAN HOLLAND

PENGARUH KOMBINASI PENGKABUTAN DAN KIPAS ANGIN TERHADAP KONDISI FISIOLOGIS SAPI PERAH PERANAKAN FRIESIAN HOLLAND PENGARUH KOMBINASI PENGKABUTAN DAN KIPAS ANGIN TERHADAP KONDISI FISIOLOGIS SAPI PERAH PERANAKAN FRIESIAN HOLLAND COMBINED EFFECTS OF SPRINKLER AND FAN ON PHYSIOLOGICAL CONDITIONS OF FRIESIAN HOLLAND DAIRY

Lebih terperinci

RESPON FISIOLOGIS KAMBING BOERAWA JANTAN FASE PASCASAPIH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI

RESPON FISIOLOGIS KAMBING BOERAWA JANTAN FASE PASCASAPIH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI RESPON FISIOLOGIS KAMBING BOERAWA JANTAN FASE PASCASAPIH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI The Physiologic Response Of Boerawa Goat Pascasapih In Lowland And Upland Hadi Pramono a, Sri Suharyati b,

Lebih terperinci

Respon Fisiologis Sapi Perah Dara Fries Holland yang Diberi Konsentrat dengan Tingkat Energi Berbeda

Respon Fisiologis Sapi Perah Dara Fries Holland yang Diberi Konsentrat dengan Tingkat Energi Berbeda Respon Fisiologis Sapi Perah Dara Fries Holland yang Diberi Konsentrat dengan Tingkat Energi Berbeda Physiological Response of Fries Holland Dairy Heifers Fed Concentrate with Various Levels of Energy

Lebih terperinci

produktivitas. Strategi mengurangi cekaman panas telah dilakukan dengan perbaikan pakan, perbaikan konstruksi kandang, pemberian naungan pohon dan

produktivitas. Strategi mengurangi cekaman panas telah dilakukan dengan perbaikan pakan, perbaikan konstruksi kandang, pemberian naungan pohon dan 44 4 PENENTUAN SUHU KRITIS BERDASARKAN RESPON FISIOLOGIS DENGAN MANAJEMEN WAKTU PEMBERIAN DAN KONSENTRAT DENGAN KANDUNGAN TDN BERBEDA MELALUI SIMULASI ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PENDAHULUAN Pada dasarnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Hijauan dan Konsentrat

TINJAUAN PUSTAKA Hijauan dan Konsentrat 3 TINJAUAN PUSTAKA Hijauan dan Konsentrat Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan produktivitas dan keuntungan sapi perah. Menurut Tyler dan Enseminger (2006) pakan merupakan kontributor

Lebih terperinci

Simulasi Artificial Neural Network untuk Menentukan Suhu Kritis pada Sapi Fries Holland Berdasarkan Respon Fisiologis

Simulasi Artificial Neural Network untuk Menentukan Suhu Kritis pada Sapi Fries Holland Berdasarkan Respon Fisiologis Simulasi Artificial Neural Network untuk Menentukan Suhu Kritis pada Sapi Fries Holland Berdasarkan Respon Fisiologis Suherman D 1, Purwanto BP 2, Manalu W 3, dan Permana IG 4 1 Jurusan Peternakan Fakultas

Lebih terperinci

PEMODELAN RESPON FISIOLOGIS SAPI PERAH FH DARA BERDASARKAN PERUBAHAN SUHU UDARA DAN KELEMBABAN RELATIF MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PEMODELAN RESPON FISIOLOGIS SAPI PERAH FH DARA BERDASARKAN PERUBAHAN SUHU UDARA DAN KELEMBABAN RELATIF MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PEMODELAN RESPON FISIOLOGIS SAPI PERAH FH DARA BERDASARKAN PERUBAHAN SUHU UDARA DAN KELEMBABAN RELATIF MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI SURAJUDIN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

( ) HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Lokasi Penelitian

( ) HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Lokasi Penelitian 14 model baru. Model gabungan telah mengalami pengurangan jumlah parameter akibat adanya peubah-peubah yang digabungkan karena kedekatan nilai kemiringan/slope. Untuk menguji kebaikan diantara kedua model,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

SKIPSI. Oleh: AFIT SETIAWAN

SKIPSI. Oleh: AFIT SETIAWAN PENGARUH FREKUENSI DAN PERIODE PEMBERIAN PAKAN TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI METABOLISME AYAM BURAS SUPER UMUR 3-12 MINGGU YANG DIPELIHARA DI KANDANG SISTEM TERBUKA SKIPSI Oleh: AFIT SETIAWAN PROGRAM

Lebih terperinci

RESPON FISIOLOGIS AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG DENGAN KEPADATAN BERBEDA

RESPON FISIOLOGIS AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG DENGAN KEPADATAN BERBEDA RESPON FISIOLOGIS AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG DENGAN KEPADATAN BERBEDA Tri Yunike a, Sri Suharyati b, dan Khaira Nova b a The Student of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS SAPI FRIESIEN HOLSTEIN (FH) DI KAMPAR DAN DUMAI M. ZAKI

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS SAPI FRIESIEN HOLSTEIN (FH) DI KAMPAR DAN DUMAI M. ZAKI PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS SAPI FRIESIEN HOLSTEIN (FH) DI KAMPAR DAN DUMAI M. ZAKI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 ii PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 12 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 Maret 2016 di Kelompok Tani Ternak Wahyu Agung, Desa Sumogawe, Kecamatan

Lebih terperinci

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat) EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat) EVALUATION OF THE PERFORMANCE PRODUCTION OF PROGENY IMPORTED HOLSTEIN

Lebih terperinci

RESPON KONSUMSI TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERBAU YANG DIBERI KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA

RESPON KONSUMSI TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERBAU YANG DIBERI KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA RESPON KONSUMSI TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERBAU YANG DIBERI KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA (Feed Consumption Response to Different Concentrate Feeding Frequency of Buffalo in Relation to Enviroment)

Lebih terperinci

Frekuensi Respirasi Sapi Bali Betina Dewasa Di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Frekuensi Respirasi Sapi Bali Betina Dewasa Di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Frekuensi Respirasi Sapi Bali Betina Dewasa Di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung (RESPIRATION FREQUENCYON A BALI CATTLE ADULT FEMALE AT BALI CATTLE BREEDING

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sapi Perah di Indonesia Usaha peternakan sapi perah yang diusahakan oleh pribumi diperkirakan berdiri sekitar tahun 1925. Usaha ini berlanjut secara bertahap sampai saat ini.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan) PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan) COMPARISON OF PRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN DAIRY COWS WITH THEIR PROGENY

Lebih terperinci

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Makin, M. Dan Suharwanto, D., Performa Sifat Produksi dan Reproduksi Performa Sifat-Sifat Produksi Susu dan Reproduksi Sapi Perah Fries Holland Di Jawa Barat (Milk Production and Reproduction Performance

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 )

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 ) TINJAUAN PUSTAKA Produksi Panas Hewan Dalam Kandang Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi lingkungan mikro.

Lebih terperinci

RESPON FISIOLOGIS SAPI MADURA JANTAN YANG MENDAPAT PAKAN DENGAN LEVEL YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh : MARDIYONO

RESPON FISIOLOGIS SAPI MADURA JANTAN YANG MENDAPAT PAKAN DENGAN LEVEL YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh : MARDIYONO RESPON FISIOLOGIS SAPI MADURA JANTAN YANG MENDAPAT PAKAN DENGAN LEVEL YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh : MARDIYONO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Metode

METODE. Materi. Metode METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Desa Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 62 hari dari bulan September

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR

TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR Oleh : FOURY SURYA ATMAJA PROGRAM STUDI DIII MANAJEMEN USAHA

Lebih terperinci

RESPON TERMOREG GULASI DAN TINGKAH LAKU BERNAUNG SAPI PERAH DARA PERANAKAN FRIIES HOLLAND

RESPON TERMOREG GULASI DAN TINGKAH LAKU BERNAUNG SAPI PERAH DARA PERANAKAN FRIIES HOLLAND RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAH LAKU BERNAUNG SAPI PERAH DARA PERANAKANN FRIES HOLLAND PADA ENERGI RANSUM YANG BERBEDA AZHAR AMIR SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRACT AZHAR AMIR.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BROODER DENGAN BERBAGAI JENIS ENERGI PADA PEMELIHARAAN AYAM KAMPUNG FASE STARTER

PENGGUNAAN BROODER DENGAN BERBAGAI JENIS ENERGI PADA PEMELIHARAAN AYAM KAMPUNG FASE STARTER PENGGUNAAN BROODER DENGAN BERBAGAI JENIS ENERGI PADA PEMELIHARAAN AYAM KAMPUNG FASE STARTER SKRIPSI Oleh : RIDO HIDAYAT 120306044 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN Produksi Susu Bulanan Sapi Perah FH.... Sefyandy Adi Putra EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN EVALUATION

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan bahan atap dan ketinggian kandang berbeda

Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan bahan atap dan ketinggian kandang berbeda Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (1): 1-6 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRES DAN BIOKIMIA NUTRISI PADA TERNAK OLEH : NOVI MAYASARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAD PADJADJARAN

HUBUNGAN STRES DAN BIOKIMIA NUTRISI PADA TERNAK OLEH : NOVI MAYASARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAD PADJADJARAN HUBUNGAN STRES DAN BIOKIMIA NUTRISI PADA TERNAK OLEH : NOVI MAYASARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAD PADJADJARAN QUESTION???? STRES BIOKIMIA NUTRISI PENDAHULUAN STRES : perubahan keseimbangan biologis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI 1 PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI EDEN PRANATHA GINTING 060306025 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PENYIRAMAN AIR MENGGUNAKAN SPRINKLER TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN SIMMENTAL

PENGARUH FREKUENSI PENYIRAMAN AIR MENGGUNAKAN SPRINKLER TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PENGARUH FREKUENSI PENYIRAMAN AIR MENGGUNAKAN SPRINKLER TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN SIMMENTAL EFFECT OF WATERING FREQUENCY USING SPRINKLER ON PHYSIOLOGICAL RESPONSE AND GROWTH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci