HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Karakteristik kandang sapi perah yang meliputi dimensi kandang, karakteristik bahan penyusun kandang, kemiringan atap kandang, sifat fisik udara di dalam dan luar kandang dijadikan input pada analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah menggunakan CFD. Output CFD mengenai distribusi udara di dalam kandang ditampilkan dalam bentuk irisan kontur melintang dan vektor kecepatan aliran dan pembentukan suhu udara di dalam kandang dimana suhu udara ditampilkan dalam total temperature, sedangkan kelembaban udara diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan persamaan (21) sampai dengan persamaan (24). Data yang digunakan untuk analisis distribusi suhu dan kelembaban udara adalah hasil pengukuran tanggal 16 Juni 2007 yang dipilih mewakili cuaca cerah pada musim kemarau. Pemilihan waktu untuk analisis distribusi suhu dan RH serta simulasi dilakukan berdasarkan kondisi kecepatan angin dan suhu udara lingkungan yang relatif stabil pada waktu tertentu (± 30 detik) sehingga diperoleh aliran udara yang laminer dalam kandang (Lampiran 1). Aliran udara dalam kandang dengan bukaan yang sangat lebar dianggap sebagai aliran udara di atas bidang datar dan laminer apabila nilai bilangan Reynolds kurang dari (Cengel, 2003). Berdasarkan pemilihan waktu tersebut, maka diperoleh waktu yang dapat mewakili pagi hari (09:20 WIB), siang hari (13:00 WIB) dan sore hari (15:20 WIB). Radiasi matahari pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 396,04 Watt/m 2, 506, 57 Watt/m 2 dan 317,32 Watt/m 2. Kecepatan dan arah angin pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 1,0 m/det dari arah depan kandang, 1,0 m/det dari arah kiri kandang dan 1,0 m/det dari arah depan kandang. Suhu udara lingkungan pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 28,8; 32,52 dan 31,8 o C dan RH lingkungan pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 74,5%, 57,6%

2 dan 56%. Radiasi matahari pada tanggal 16 Juni 2007 dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan suhu udara dan RH lingkungan disajikan pada Gambar 9. Dari Gambar 8 terlihat bahwa radiasi matahari meningkat dari pagi sampai siang hari dan turun pada sore harinya. Naik turunnya radiasi sangat mempengaruhi suhu udara dan RH lingkungan. Suhu udara lingkungan meningkat dari pagi hari sampai siang hari dan mencapai puncaknya pada pukul 13:00 WIB, sedangkan RH tinggi pada pagi hari kemudian turun pada siang hari dan meningkat kembali pada sore hari. Gambar 8 Radiasi matahari (Watt/m 2 ) pada tanggal 16 Juni 2007 Gambar 9 Suhu udara dan RH lingkungan pada tanggal 16 Juni 2007 Dari kondisi iklim mikro lingkungan di atas, analisis distribusi suhu dan RH dalam kandang dilakukan pada tiga waktu berbeda yaitu pada pagi hari (9:20 WIB); siang hari (13:00 WIB) dan sore hari (15:20 WIB). Data input untuk boundary condition pada fluent 6.2 untuk analisis ini dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Radiasi matahari (W/m 2 ) Suhu udara ( o C) dan RH (%) :00 7:00 0 6:00 7:00 8:00 8:00 9:00 10:00 11:00 9:00 10:00 12:00 13:00 Pukul (WIB) 11:00 Suhu udara 12:00 13:00 Pukul (WIB) 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 14:00 15:00 RH 16:00 17:00 18:00

3 Tabel 7 Nilai massa jenis, panas jenis dan konduktivitas bahan penyusun kandang Properties of material Satuan Concrete Asbestos Massa jenis (ρ) (kg/m 3 ) Panas jenis (Cp) (kj/kg o C) 879 1,00 Konduktivitas panas (K) (W/m o K) 1,2 4,0 Sumber : Cengel, 2003 Tabel 8 Data input boundary condition untuk fluent 6.2 pada tanggal 16 Juni 2007 Uraian Satuan Pukul 9:20 WIB 13:00 WIB 15:20 WIB Lingkungan Suhu udara o C 28,80 32,52 31,80 Kecepatan angin m/det 1,00 1,00 1,00 Arah angin depan kiri depan Atap kanan Tebal m 0,005 0,005 0,005 Heat fluks W/m 2 396,04 506,57 317,32 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 5,24 5,38 4,82 Suhu o C 42,00 56,80 48,60 Atap kiri Tebal m 0,005 0,005 0,005 Heat fluks W/m 2 396,04 506,57 317,32 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 5,14 4,13 3,90 Suhu o C 46,30 41,10 39,80 Tembok kanan Tebal m 0,155 0,155 0,155 Suhu o C 27,40 35,00 42,90 Free streem temperature o C 27,40 35,00 42,90 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 0,0 2,43 5,92 Tembok kiri Tebal m 0,155 0,155 0,155 Suhu o C 29,40 31,90 32,70 Free streem temperature o C 29,40 31,90 32,70 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 3,08 0,0 1,22 Lantai Tebal m 0,2 0,2 0,2 Suhu o C 28,50 32,50 35,90 Free streem velocity m/det 0,00 0,00 0,00 Free streem temperature o C 28,50 32,50 35,90 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 1,45 0,0 1,22 Bak air Tebal m 0,155 0,155 0,155 Suhu o C 29,40 33,90 34,70 Free streem temperature o C 29,40 33,90 34,70 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 6,03 3,41 3,73 Depan atas Tebal m 0,005 0,005 0,005 Heat fluks W/m 2 396,04 506,57 317,32 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 8,65 5,24 4,68 Suhu o C 34,90 38,20 36,60

4 Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang dilakukan pada ketinggian 0,6 (posisi sapi berbaring); 1,2 dan 1,6 m (posisi sapi berdiri) dari lantai kandang. Di dalam simulasi menggunakan CFD, material penyusun kandang seperti atap, dinding, lantai, penutup atas dianggap sebagai wall. merupakan bukaan ventilasi kandang yang tergantung dari arah angin. Pada saat arah angin (inlet) berasal dari depan bangunan kandang, maka outlet-nya adalah bagian bukaan ventilasi yang berada di sebelah kiri, kanan, belakang dan atas (atap). Pada saat angin berasal dari kanan kandang (inlet), outlet berada pada bagian bukaan ventilasi sebelah kiri, depan, belakang dan atas kandang. Suhu udara dalam kandang berasal dari suhu udara lingkungan yang naik pada pagi sampai siang hari dan menurun kembali pada sore hari. Pada pukul 09:20 WIB, suhu udara dalam kandang memiliki kecenderungan meningkat dari posisi dekat lantai menuju posisi dekat atap karena panas matahari yang diterima atap dihantarkan ke dalam kandang sehingga semakin dekat dengan atap suhu udara semakin tinggi. Berbeda dengan kelembaban udara, semakin tinggi suhu udara dalam kandang pada kondisi tekanan uap tetap dan kelembaban mutlak tetap dimana di dalam kandang terjadi proses pemanasan yang dianggap tidak terjadi penambahan uap air, apabila suhu udara meningkat maka terjadi penurunan kelembaban udara. Pada atap, suhu udara lebih tinggi karena radiasi matahari yang langsung mengenai atap, dimana suhu dalam kandang masih rendah sehingga panas dari radiasi matahari yang diterima atap dipindahkan secara konveksi ke dalam kandang. Tingginya suhu udara di bagian atap menyebabkan tekanan udara di sekitar atap meningkat dan dengan nilai koefisien tekanan negatif pada bukaan atas, udara terdorong ke luar melalui bukaan atas membawa udara panas dari sekitar atap dan dalam kandang (Gambar 10). Pada pukul 09:20 WIB suhu udara dalam kandang di tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 & 1,6 m) lebih rendah dari pada suhu udara lingkungan, karena radiasi matahari yang diterima atap dan konveksi panas dari material penyusun yang dihantarkan masih rendah (Tabel 9). Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan suhu udara lingkungan yang masuk sebesar 28,8 o C, suhu udara dalam kandang pada ketinggian 0,6, 1,2 dan 1,6 m paling tinggi sebesar 28,7 o C. Sebaliknya, kelembaban udara dalam kandang lebih tinggi dari kelembaban udara lingkungan

5 karena proses pemanasan dalam kandang masih rendah sehingga uap air dalam kandang belum banyak yang terbuang karena efek panas dan angin lingkungan. Dengan kecepatan angin sebesar 1,0 m/detik dari depan (inlet) kandang pada pukul 09:20 WIB, daerah yang lebih rendah temperaturnya berada di dekat inlet, semakin jauh dengan inlet temperaturnya semakin tinggi. Pada ketinggian 0,6 m udara yang masuk ke kandang terhalang oleh bak penampung air di kanan dan kiri inlet. Dengan tinggi dinding pada bukaan kanan dan kiri sebesar 1,05 m, udara yang masuk tidak dapat keluar melalui outlet sebelah kanan dan kiri sehingga outlet belakang memiliki temperature yang paling tinggi. Pada ketinggian 1,2 dan 1,6 m, udara lingkungan dapat masuk melalui inlet depan sebesar 0,8 (bukaan), outlet kanan dan kiri juga dapat berperan sebagai inlet karena perbedaan suhu udara di dalam dan luar kandang menyebabkan arah gerakan angin sehingga mendorong angin yang berada di sekitar outlet kanan dan kiri masuk ke dalam kandang menuju outlet belakang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Takakura (1979), dimana perbedaan tekanan udara dan perbedaan temperatur lingkungan menyebabkan terjadinya pergerakan udara dengan laju yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin. Masuknya udara lingkungan dalam kandang menyebabkan RH udara dalam kandang juga berubah tergantung dari besarnya suhu udara di dalam dan luar kandang. Secara lebih jelas kontur dan vektor suhu udara dalam kandang pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m hasil simulasi CFD pada pukul 09:20 WIB dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Atap atas Atap kanan Penampung air Dinding kanan (1,05 m) Gambar 10 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007)

6 Belakang Belakang kiri kanan kiri kanan Depan Depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m Belakang kiri kanan Depan Z = 1,6 m Gambar 11 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007)

7 Belakang Belakang kiri kanan kiri kanan Depan Depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m Belakang kiri kanan Depan Z = 1,6 m Gambar 12 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007)

8 Tabel 9 Suhu udara dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD Ketinggian Suhu udara ( o C) Nilai z (m) 9:20 WIB 13:00 WIB 15:20 WIB 0,6 Minimum 28,65 32,37 32,20 Maksimum 28,70 32,65 32,44 Rata-rata 28,69 32,57 32,37 Coefficient of variance (%) 0,0244 0,0649 0,1382 1,2 Minimum 28,68 32,52 32,33 Maksimum 28,70 32,65 32,40 Rata-rata 28,69 32,61 32,38 Coefficient of variance (%) 0,0105 0,0000 0,0675 1,6 Minimum 28,68 32,55 32,36 Maksimum 28,70 32,65 32,39 Rata-rata 28,69 32,63 32,38 Coefficient of variance (%) 0,0070 0,0124 0,0460 Pada siang hari (pukul 13:00 WIB) dan sore hari (pukul 15:20 WIB) ketika komponen penyusun kandang (atap, lantai, dinding dan rangka) telah menyimpan dan menghantarkan panas, suhu udara dalam kandang lebih tinggi dari suhu lingkungan sehingga kelembaban udara (RH) dalam kandang menurun pada pukul 13:00 WIB dan meningkat kembali pada sore hari. Naik dan turunnya kelembaban udara dalam kandang dipengaruhi langsung oleh suhu udara lingkungan. Nilai kelembaban udara dalam kandang pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) di ketinggian 0,6, 1,2 dan 1,6 m berkisar antara 64,13-80,90% (Tabel 10) Tabel 10 RH udara dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD Ketinggian RH udara (%) Nilai z (m) 9:20 WIB 13:00 WIB 15:20 WIB 0,6 Minimum 80,70 64,13 68,00 Maksimum 80,90 65,00 68,80 Rata-rata 80,74 64,75 68,23 1,2 Minimum 80,70 64,59 68,14 Maksimum 80,78 65,00 68,37 Rata-rata 80,74 64,87 68,20 1,6 Minimum 80,70 64,69 68,17 Maksimum 80,78 65,00 68,27 Rata-rata 80,74 64,94 68,20

9 Pada pukul 13:00 WIB, dengan kecepatan angin 1,00 m/detik dan arah (inlet) dari kiri kandang, suhu udara dalam kandang terdistribusi hampir merata di bagian inlet dan outlet. Suhu udara terendah berada di dekat dinding kanan (bawah outlet) pada katinggian kurang dari 1,05 m. Rendahnya suhu udara di bawah dinding kanan disebabkan udara lingkungan yang masuk melalui inlet (bukaan kiri) langsung menuju outlet (bukaan sebelah kanan) dan akibat terhalangi tembok (1,05 m) yang berada di bukaan kanan, udara dibelokkan kembali ke tengah, arah inlet (bukaan kiri) dan atas untuk diteruskan ke outlet. Hal ini merupakan sifat dari udara yang akan membelokkan pola alirannya apabila mengenai suatu halangan yang tidak dapat dilewatinya. Pada pukul 13:00 WIB, dimana suhu udara dalam kandang lebih tinggi dari suhu udara lingkungan, dengan heat transfer coeficient (h) pada atap kiri yang lebih rendah (0,99 W/m 2. o C) dari pukul 09:20 WIB, suhu di dekat (bawah atap) relatif lebih rendah dari suhu di inlet dan outlet. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada siang hari (pukul 13:00 WIB) dimana suhu kandang lebih tinggi dari suhu udara lingkungan, suhu atap tidak berpengaruh secara signifikan terhadap suhu udara di bawahnya karena berfungsinya bukaan (outlet) atas sehingga proses pemanasan di bawah atap tereduksi oleh udara yang keluar melalui bukaan atas. Rendahnya proses pemanasan dalam kandang akibat panas yang dipindahkan secara konveksi oleh atap (pukul 13:00 WIB) menyebabkan nilai RH yang terdistribusi dalam kandang (64,85%) mendekati RH lingkungan (65,25). Sebaran udara dalam kandang pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007) disajikan pada Gambar 13. Atap atas Atap Penampung air Dinding kanan (1,05 m) Gambar 13 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007)

10 Pada pukul 13:00 WIB, di ketinggian (z=0,6 m) dengan kecepatan angin sebesar 1,0 m/detik dari arah kiri kandang (inlet), bukaan outlet di depan dan belakang kandang berfungsi dengan baik, sedangkan pada bukaan sebelah kanan karena terhalangi tembok (1,05 m) udara berubah arah ke bukaan depan dan belakang serta berbalik ke arah tembok kiri. Kondisi ini menyebabkan suhu udara tertinggi berada pada daerah dekat tembok kiri (inlet), sedangkan RH tertinggi berada pada daerah tembok kanan. Tingginya suhu udara di daerah dekat inlet dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan atap dan tembok sebalah kanan yang dibawa oleh gerakan angin yang berputar menuju inlet. Kondisi tersebut membuktikan bahwa luas bukaan ventilasi menjadi faktor yang cukup penting pada perhitungan distribusi udara dan RH di dalam kandang selain faktor kecepatan angin dan tekanan udara (Takakura, 1979). Pada z=1,2 dan 1,6 m, bukaan ventilasi yang berperan sebagai outlet adalah bukaan bagian kanan, karena udara dapat bergerak tanpa halangan (tembok). Pada bukaan ventilasi sebelah kiri, tekanan udara di luar kandang lebih tinggi dari tekanan udara di dalam kandang sehingga terjadi aliran udara ke dalam kandang dan keluar melalui inlet di bukaan sebalah kanan. Daerah bukaan sebelah kanan berfungsi sebagai outlet karena tekanan udara di dalam kandang lebih tinggi dari tekanan udara di luar kandang (sebelah kanan), bukaan ventilasi sebelah kanan merupakan daerah di atas bidang tekanan netral. Sementara pada bukaan ventilasi sebelah depan dan belakang memiliki tekanan udara yang sama dengan tekanan udara luar kandang sehingga dapat berfungsi sebagai bidang tekanan netral (Brockett & Albright, 1987). Hal ini terbukti dengan tidak keluarnya aliran udara pada bukaan sebelah depan dan belakang kandang. Pada kondisi seperti ini distribusi suhu udara dalam kandang lebih dominan dipengaruhi oleh efek termal daripada efek angin. Secara lebih jelas kontur dan vektor aliran udara dalam kadang hasil simulasi dengan CFD pada pukul 13:00 WIB di ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.

11 belakang belakang Kiri Kanan Kiri Kanan depan depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m belakang Kiri Kanan depan Z = 1,6 m Gambar 14 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007)

12 belakang belakang Kiri Kanan Kiri Kanan depan depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m belakang Kiri Kanan depan Z = 1,6 m Gambar 15 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007)

13 Pada pukul 15:20 WIB, dengan kecepatan angin 1,00 m/detik dan arah (inlet) dari depan kandang, suhu udara dalam kandang terdistribusi merata di bagian inlet dan outlet. Suhu udara terendah berada di dekat atap (penutup) sebelah depan karena tidak terkena radiasi matahari. Pada pukul 15:20 WIB, suhu material penyusun kandang (atap, tembok, lantai, penampung air) lebih tinggi dari suhu udara lingkungan. Tingginya suhu material penyusun atap menyebabkan kandang menjadi panas akibat panas yang dikonveksikan oleh material penyusun bahan kandang ke dalam kandang sehingga suhu di dalam kandang tersebar secara merata. Tingginya suhu di dalam kandang menyebakan tekanan dalam kandang meningkat sehingga udara terdorong ke luar kandang melalui outlet yang tersebar di bukaan belakang, kanan dan kiri (Bockett and Albright, 1987). Meningkatnya suhu udara dalam kandang akibat panas yang dikonveksikan material penyusun kandang menyebakan RH dalam kandang (68,21%) lebih rendah dari RH lingkungan (68,85%). Pada bagian atap, suhunya hampir sama dengan suhu pada semua bagian di dalam kandang yang menunjukkan bahwa proses pemanasan yang relatif kecil dalam kandang terjadi secara merata pada daerah sekitar material penyusun kandang (lantai, dinding kanan/kiri, penampung air dan atap). Sebaran udara dalam kandang pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) disajikan pada Gambar 16 Atap atas Atap kanan Penampung air Dinding kanan (1,05 m) Gambar 16 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) Pada pukul 15:20 WIB, dengan kecepatan angin sebesar 1,0 m/detik dan arah angin (inlet) dari depan kandang, bukaan outlet di belakang kandang berfungsi dengan baik (pada z=0,6 m), sedangkan pada bukaan sebelah kanan dan kiri udara yang dibawa angin terhalangi tembok (1,05 m). Suhu udara terendah berada di sebelah kanan

14 dan kiri bukaan, tertinggi berada di tengah kandang. Pada z=1,2 dan 1,6 m, bukaan ventilasi yang berperan sebagai outlet adalah bukaan bagian kanan, kiri dan belakang. Pada bukaan ventilasi sebelah depan, tekanan udara di luar kandang lebih tinggi dari tekanan udara di dalam kandang sehingga terjadi aliran udara ke dalam kandang dan keluar melalui inlet di bukaan sebalah kanan, kiri dan belakang. Distribusi suhu udara pada z=1,2 dan z=1,6 m tersebar merata di seluruh bidang pada kandang yang sangat dipengaruhi oleh efek termal yang ditimbulkan oleh radiasi matahari dan material bahan penyusun kandang yang mengeluarkan panas. Kondisi ini dapat dilihat dari berperannya bukaan ventilasi sebelah kanan, kiri dan belakang sebagai outlet yang menunjukkan bahwa tekanan udara dalam kandang (pada arah kanan, kiri dan belakang) lebih tinggi dari tekanan udara luar kandang. Secara lebih jelas kontur dan vektor aliran udara dalam kadang hasil simulasi dengan CFD pada pukul 15:20 WIB di ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18. Dari hasil analisis di atas, distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah FH (tanggal 16 Juni 2007) pada pukul 09:20 dengan suhu dan kelembaban udara maksimum pada ketinggian 0,6, 1,2 dan 1,6 m sebesar 28,7 o C dan 90%, pada pukul 13:00 dengan suhu dan kelembaban udara pada ketiga ketinggian sebesar 32,65 o C dan 65% menyebabkan terjadi stress sedang pada sapi perah. Demikian juga dengan suhu dan kelembaban udara untuk ketiga ketinggian pada pukul 15:20 (masingmasing sebesar 32,44 o C dan 68,8%) menyebabkan sapi perah dalam kondisi stress sedang (Wierema, 1990). Stres tersebut akan menurunkan produktivitas sapi perah FH yang diindikasikan dengan: 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) peningkatan pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon; 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell, 1972); 7) perubahan tingkah laku (Ingram & Dauncey, 1985); 8) meningkatkan intensitas berteduh sapi (Combs, 1996). Untuk mengurangi tingkat stres pada sapi perah FH dapat dilakukan melalui modifikasi disain kandang dengan cara merubah tinggi dan lebar kandang dan memperluas bukaan ventilasi kandang agar suhu dalam kandang lebih rendah.

15 Belakang Belakang kiri kanan kiri kanan Depan Depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m Belakang kiri kanan Depan Z = 1,6 m Gambar 17 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007)

16 Belakang Belakang kiri kanan kiri kanan Depan Depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m Belakang kiri kanan Depan Z = 1,6 m Gambar 18 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 15:20 (16 Juni 2007)

17 Validasi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Validasi distribusi suhu udara dilakukan dengan cara membandingkan data suhu udara hasil pengukuran dengan data suhu udara hasil simulasi menggunakan CFD di 24 titik dalam kandang. Validasi dilakukan pada kondisi kandang tidak diisi sapi (kandang kosong) sebanyak 3 kali pada tanggal 16 Juni 2007 yaitu pada pagi hari (pukul 9:20 WIB), siang hari (pukul 13:00 WIB) dan sore hari (pukul 15:20 WIB). Hasil validasi distribusi suhu udara dalam kandang sapi perah menunjukkan kecenderungan hasil simulasi CFD mendekati hasil pengukuran dengan nilai standar deviasi dan error yang rendah (Lampiran 2). Nilai minimum, maksimum dan rata-rata standar deviasi hasil validasi pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai rata-rata error pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) masing-masing sebesar 1,90; 1,40 dan 1,28%. Pada beberapa titik terjadi perbedaan yang cukup mencolok karena terkait dengan penentuan jarak grid yang sedikit berbeda antara pengukuran dan simulasi, tetapi masih dalam batasan yang rendah (standar deviasi dan error < 5 o C). Nilai standar deviasi dan error yang rendah tersebut menunjukkan bahwa simulasi menggunakan CFD memiliki akurasi yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan acuan untuk perancangan kandang sapi perah FH dalam perspektif distribusi suhu. Selanjutnya, data input dalam solver untuk keperluan simulasi desain kandang diambil dari data pengukuran pada siang hari (pukul 13:00 WIB), karena pada siang hari radiasi matahari mencapai puncaknya, demikian juga dengan suhu udara dalam kandang. Validasi suhu udara hasil pengukuran dan hasil simulasi CFD di 24 titik pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) dapat dilihat pada Gambar 19 sampai dengan Gambar 21. Tabel 11 Hasil validasi suhu udara pengukuran dengan suhu udara hasil CFD dalam kandang Nilai standar deviasi ( o C) Nilai 9:20 WIB 13:00 WIB 15:20 WIB Minimum 0,00 0,02 0,03 Maksimum 1,13 0,79 0,74 Rata-rata 0,39 0,33 0,30

18 SD = 0,39 0 C; Error = 1,90% Suhu ( 0 C) Titik pengukuran T Simulasi T Ukur Gambar 19 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 09:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007) SD = 0,33 0 C; Error = 1,40% Suhu ( 0 C) Titik pengukuran T Simulasi T Ukur Gambar 20 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 13:00 WIB, tanggal 16 Juni 2007)

19 SD = 0,30 0 C; Error = 1,28% Suhu ( 0 C) Titik pengukuran T Simulasi T Ukur Gambar 21 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 15:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007) Validasi kelembaban udara (RH) dalam kandang dilakukan dengan membandingkan RH ukur dengan RH hitung (didasarkan pada suhu hasil simulasi menggunakan CFD) di 3 titik pada tiga waktu (pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007). Validasi RH dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Nilai RH ukur dan RH hitung dan validasinya dapat dilihat pada Lampiran 3. Secara umum terdapat kecenderungan yang sama antara RH ukur dengan RH hasil perhitungan menggunakan CFD. Perbedaan secara umum dinyatakan dalam standar deviasi sebesar 2,44% dengan standar deviasi rata-rata pada pukul 09:20 WIB sebesar 3,85% (2,61 5,55%), pada pukul 13:00 WIB sebesar 2,12% (0,06 3,53%) dan pada pukul 15:20 WIB sebesar 1,37% (0,13 2,96%). Nilai error rata-rata antara RH hasil pengukuran dengan RH simulasi CFD pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB adalah sebesar 4,73%. Pada beberapa titik terdapat perbedaan yang mencolok akibat penentuan jarak grid yang sedikit berbeda antara pengukuran dengan simulasi, tetapi secara umum masih dalam batasan standar deviasi dan error yang rendah (standar deviasi dan error < 5%). Rendahnya nilai standar deviasi menunjukkan bahwa validasi RH memiliki akurasi yang tinggi sehingga dapat dijadikan acuan untuk perancangan kandang sapi perah FH dalam perspektif distribusi RH pada saat kandang tidak diisi sapi. Validasi RH ukur dengan RH hitung dapat dilihat pada Gambar 22.

20 90 80 SD = 2,44%; Error = 4,73% RH (%) Titik pengukuran RH CFD RH ukur Gambar 22 Validasi RH hasil simulasi CFD terhadap RH pengukuran di 4 titik dalam kandang pada pukul 09:20 (titik 1-4), 13:00 (titik 5-8) dan 15:20 WIB (titik 9-12) pada tanggal 16 Juni 2007 Simulasi Disain Kandang Sapi Perah Simulasi dilakukan dengan melibatkan 20 ekor sapi perah yang ditempatkan dalam kandang. Rata-rata bobot badan sapi perah adalah 350 kg dengan rataan luas kulit sebesar 3,47 m 2 (Lampiran 4) yang diletakkan secara merata di dalam kandang (Lampiran 5). Peletakan kulit sapi (radiator) dalam simulasi menggunakan CFD dimodelkan dengan hamparan kulit berbentuk persegi panjang pada arah x (193 cm) dan arah y (900 cm) pada dua ketinggian (z) dengan jarak 20 cm dari tembok kiri dan kanan, 62 dan 125 cm dari lantai (Lampiran 6). Nilai koefisien pindah panas konveksi pada kulit sapi perah tergantung dari feed intake (Lampiran 7). Kondisi awal kandang sebelum dilakukan simulasi berupa kandang sapi perah FH dengan tinggi 5,75 m, lebar 6,3 m, tinggi dinding kanan dan kiri 1,05 m, sebelah depan dan belakang terdapat bak penampung air dengan tinggi 1,05 m akan disimulasikan dengan diisi sapi (Gambar 23) dengan kecepatan angin 0,7 m dari arah kiri/kanan dan depan/belakang. Data distribusi suhu yang diperoleh akan dibandingkan dengan hasil simulasi (merubah tinggi, lebar dan tinggi dinding kandang serta penempatan bak penampung air). Bentuk geometri kandang simulasi dapat dilihat pada Gambar 24. Data input untuk fluent 6.2 pada simulasi dapat dilihat pada Tabel 12.

21 Kiri 1 Belakang 1 Kanan Tembok kiri 1 Depan 1 Tembok kanan Kulit sapi Penampung air Gambar 23 Peletakan kulit sapi perah pada geometri kandang awal Tembok kiri (0,4 m) Tembok kanan (0,4 m) Gambar 24 Peletakan kulit sapi perah pada geometri kandang simulasi Simulasi dilakukan pada 9 disain kandang dengan dimensi: tinggi kandang (T1=5,25 m; T2=5,75 m & T3=6,25 m), lebar kandang (L1=6,3 m; L2=7,3 m & L3=8,3 m), tinggi dinding (0,4 m) dan posisi bak penampung air dipindah dari letak awal. Arah angin berasal dari depan/belakang kandang dan kanan/kiri kandang dengan kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,7 m/detik.

22 Tabel 12 Data input boundary condition untuk fluent 6.2 untuk simulasi Uraian Satuan Nilai Lingkungan Suhu udara o C 32,25 Kecepatan angin m/det 0,70 Arah angin depan/belakang dan kanan/kiri Atap kanan Tebal m 0,005 Heat fluks W/m 2 597,2 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 1,16 Suhu o C 55,1 Atap kiri Tebal m 0,005 Heat fluks W/m 2 597,2 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 3,23 Suhu o C 35,9 Tembok kanan Tebal m 0,155 Suhu 0 C 32,7 Free streem velocity m/det 0,00 Free streem temperature o C 32,7 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 3,68 Tembok kiri Tebal m 0,155 Suhu o C 27,3 Free streem velocity m/det 0,00 Free streem temperature o C 27,3 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 0,0 Lantai Tebal m 0,2 Suhu o C 26,9 Free streem velocity m/det 0,00 Free streem temperature o C 26,9 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 0,0 Bak air Tebal m 0,155 Suhu o C 31,1 Free streem velocity m/det 0,00 Free streem temperature o C 31,1 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 0,0 Depan atas Tebal M 0,005 Heat fluks W/m 2 597,2 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 2,31 Suhu o C 36,9 Kulit sapi Heat transfer coeficient W/m 2. o C 55,41 Suhu o C 36,21

23 Hasil Simulasi Kondisi Awal Arah Angin () dari Kanan Hasil simulasi distribusi suhu udara dalam kandang pada kondisi awal dengan arah angin (inlet) dari kanan/kiri menunjukkan bahwa suhu udara dalam kandang terdistribusi secara tidak merata pada tiap ketinggian (Gambar 25). Suhu tertinggi berada di dekat kulit sapi (radiator) yang tersebar dari arah inlet sampai outlet. Pada arah outlet (bukaan kiri) sebaran suhu udara tinggi lebih luas dari inlet (bukaan kanan) karena berfungsinya bukaan kiri sebagai outlet yang membuang panas dalam kandang. Tingginya suhu udara dalam kandang di sekitar radiator menunjukkan bahwa meningkatnya suhu dalam kandang didominasi oleh pengaruh kulit sapi yang memancarkan panas secara terus menerus dengan suhu kulit 36,21 o C dan heat transfer coefficient yang cukup tinggi (55,41 W/m 2. o C). Panas yang terkonveksi dari material penyusun kandang (atap, dinding kanan dan kiri) tidak signifikan meningkatkan suhu dalam kandang, selain disebabkan luasnya bukaan ventilasi, nilai heat transfer coefficient dari material penyusun kandang juga lebih rendah dibandingkan dengan kulit sapi perah FH sebagai radiator (Tabel 12). Tingginya suhu udara dalam kandang menyebabkan tekanan udara dalam kandang meningkat sehingga lebih tinggi dari tekanan udara di luar kandang menyebabkan udara panas dalam kandang keluar melalui bukaan kiri sebagai outlet (Bockett & Albright, 1987). Atap atas Atap depan Penampung air Dinding kanan (1,05 m) kanan Gambar 25 Sebaran suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada kondisi awal (arah angin (inlet) dari kanan) Suhu udara pada ketinggian 0,6 m lebih tinggi dari suhu udara pada ketinggian 1,2 dan 1,6 m (Tabel 13). Kondisi ini menunjukkan bahwa kulit sapi sebagai radiator yang ditempatkan pada ketinggian 0,62 dan 1,25 m dengan suhu

24 sebesar 36,21 o C cukup dominan dalam memberikan panas ke kandang walaupun suhu atap cukup tinggi (atap kanan 55,1 o C dan atap kiri 35,9 o C). Pada ketinggian 0,6 m, suhu udara tertinggi berada di tengah kandang, sedangkan suhu udara terendah berada di dekat inlet (bukaan sebalah kanan). Tingginya suhu udara di tengah kandang disebabkan oleh panas yang dihasilkan radiator menuju ke tengah kandang yang selanjutnya menuju bukaan di atas radiator (bukaan kanan, depan, belakang, atas) sebagai outlet (tekanan udara dalam kandang lebih besar dari tekanan udara di luar kandang). Arah distribusi udara menuju ke tengah dan bukaan atas disebabkan oleh kurangnya bukaan ventilasi di bagian kanan/kiri dan depan/belakang akibat dinding setinggi 1,05 m. Martalerz (1977) mengemukakan bahwa laju pertukaran udara dipengaruhi oleh total luas dan arah bukaan, kecepatan angin dan perbedaan temperatur di dalam dan di luar kandang. Secara lebih jelas kontur suhu udara dalam kandang hasil simulasi kondisi awal pada arah angin (inlet) dari bukaan kanan dapat dilihat pada Gambar 26. Tabel 13 Suhu udara ( o C) dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD pada kondisi awal dengan inlet dari kanan/kiri dan depan/belakang z (m) Nilai Kanan/kiri Depan/belakang 0,6 Minimum 34,030 32,250 Maksimum 34,520 35,618 Rata-rata 34,240 34,035 Coefficient of variance (%) 0,339 2, Minimum 33,380 32,250 Maksimum 34,420 34,988 Rata-rata 33,970 33,069 Coefficient of variance (%) 1,048 1, Minimum 32,830 32,250 Maksimum 34,030 35,596 Rata-rata 33,710 33,786 Coefficient of variance (%) 0,953 2,682

25 belakang belakang Kiri Kanan Kiri Kanan depan depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m belakang Kiri Kanan depan Z = 1,6 m Gambar 26 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada kondisi awal simulasi (arah angin (inlet) dari kanan)

26 Pada ketinggian 1,2 m (diantara radiator 1 dan 2), suhu udara terendah berada di dekat inlet dan suhu udara tertinggi berada di dekat outlet. Udara lingkungan yang masuk ke kandang melalui bukaan kiri membawa panas yang dihasilkan kulit sapi dan pancaran panas dari material penyusun bahan ke outlet. Pada bagian kanan kandang, dimana tekanan udara lebih rendah dari tekanan udara dalam kandang berfungsi sebagai outlet. Sementara pada bukaan bagian depan dan belakang tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tekanan udara di dalam dan luar kandang sehingga tidak berfungsi sebagai outlet (Brockett & Albright, 1987). Pada ketinggian 1,6 m (di atas radiator), suhu udara dalam kandang memiliki nilai rata-rata terendah dibandingkan dengan ketinggian 0,6 dan 1,2 m. Rendahnya distribusi udara pada ketinggian ini diakibatkan udara panas yang dihembuskan kulit sapi tereduksi oleh udara lingkungan yang masuk dan keluar melalui bukaan inlet dan outlet. Besar kecilnya bukaan ventilasi berpengaruh terhadap laju aliran udara yang keluar dan masuk ke kandang (Martalerz, 1977). Rata-rata suhu udara dalam kandang pada ketinggian 1,6 (33,71 o C) lebih tinggi dari suhu udara lingkungan yang masuk (32,25 o C) sehingga sistem ventilasi belum berjalan dengan baik pada ketinggian 1,6 m. Gardjito (2002) menyatakan bahwa sistem ventilasi alamiah yang baik adalah sistem yang sanggup menurunkan suhu di dalam ruangan sampai sama dengan suhu udara luar yang sangat bergantung pada faktor iklim setempat dan faktor rancangan bangunan dengan sistem ventilasinya. Arah Angin () dari Depan Suhu udara dalam kandang simulasi (kondisi awal) dengan arah angin (inlet) dari depan terdistribusi secara tidak merata pada tiap sisi dan ketinggian kandang (Gambar 27). Suhu tertinggi berada di dekat sapi (radiator) karena sapi mengeluarkan panas dengan suhu kulit sebesar 36,21 o C dan heat transfer coefficient yang cukup besar (55,41 W/m 2. o C). Selain itu, adanya dinding penampung air di bukaan depan dan dinding bukaan kanan dan kiri menyebabkan udara panas dalam kandang terjebak karena udara tidak dapat melewati dinding dan berbelok kea rah tengah dan bukaan kanan. Panas yang terkonveksi dari material penyusun kandang (atap, dinding kanan dan kiri) tidak signifikan meningkatkan suhu dalam kandang, selain disebabkan luasnya bukaan ventilasi, nilai heat transfer coefficient dari material penyusun kandang juga

27 lebih rendah dibandingkan dengan kulit sapi perah FH sebagai radiator (Tabel 12). Meningkatnya suhu udara dalam kandang menyebabkan tekanan udara dalam kandang meningkat menyebabkan udara panas dalam kandang keluar melalui bukaan kanan dan bukaan belakang sebagai outlet. Atap atas Atap Penampung air Dinding kanan (1,05 m) kanan Gambar 27 Sebaran suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada kondisi awal (arah angin (inlet) dari depan) Suhu udara pada ketinggian 0,6 m lebih tinggi dari suhu udara pada ketinggian 1,2 dan 1,6 m (Tabel 13) yang menunjukkan bahwa kulit sapi sebagai radiator (0,62 dan 1,25 m) cukup dominan memberikan panas ke kandang. Pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m, suhu udara tertinggi berada di sekitar sapi sampai ke arah dinding kanan dan dinding kiri, sedangkan suhu udara terendah berada di tengah kandang mulai dari inlet (bukaan depan) sampai outlet (bukaan belakang). Rendahnya suhu udara di tengah kandang disebabkan oleh panas yang dihasilkan kulit sapi (radiator) yang menuju ke tengah kandang dapat segera dibuang oleh udara lingkungan yang masuk melalui outlet (bukaan belakang). Arah distribusi udara menuju ke tengah disebabkan oleh kurangnya bukaan ventilasi di bagian bukaan kanan dan kiri akibat terhalangi oleh sapi (radiator). Distribusi suhu udara pada kandang simulasi (kondisi awal) dengan arah angin (inlet) dari depan mengahasilkan nilai yang lebih rendah daripada pada saat inlet berasal dari bukaan kanan dengan selisih rata-rata di tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) sebesar 0,17 o C. Secara lebih jelas kontur suhu udara dalam kandang hasil simulasi kondisi awal pada arah angin (inlet) dari bukaan depan dapat dilihat pada Gambar 28.

28 Belakang Belakang kiri kanan kiri kanan Depan Depan Z = 0,6 m Belakang Z = 1,2 m kiri kanan Depan Z = 1,6 m Gambar 28 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada kondisi awal simulasi (arah angin (inlet) dari depan)

29 Hasil Simulasi dengan Arah Angin dari Depan/belakang dan Kanan/kiri Simulasi dilakukan pada 9 disain kandang dengan luas kulit sapi sebagai radiator yang sama. Disain kandang simulasi memiliki dimensi: tinggi kandang (T1=5,25 m; T2=5,75 m & T3=6,25 m), lebar kandang (L1=6,3 m; L2=7,3 m & L3=8,3 m), tinggi dinding (0,4 m) dan posisi bak penampung air dipindah dari letak awal. Arah angin berasal dari depan/belakang kandang dan kanan/kiri kandang dengan kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,7 m/det. Hasil simulasi disain kandang pada ketinggian (z=0,6; 1,2 & 1,6 m) dengan arah angin dari depan/belakang disajikan pada Tabel 14, sedangkan hasil simulasi dengan arah angin dari kanan/kiri disajikan pada Tabel 15. Dari Tabel 14 dan 15 dapat dilihat bahwa distribusi suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m sangat dipengaruhi oleh luas bukaan ventilasi. Pada tinggi atap kandang 5,25 m, distrubusi suhu udara dalam kandang akan menurun dengan bertambah lebar bukaan inlet dan outlet dari depan/belakang kandang. Suhu udara tertinggi berada pada ketinggian 1,2 m karena berada pada dua radiator (kulit sapi) yang memancarkan panas sebesar 36,21 o C. Kondisi yang sama terjadi pada tinggi atap kandang 5,75 m dan 6,25 m. Semakin tinggi atap kandang maka bukaan ventilasi juga semakin luas sehingga suhu udara dalam kandang akan menurun. ventilasi yang semakin besar menyebabkan pertukaran udara di dalam dan luar kandang semakin tinggi sehingga suhu udara dalam kandang akan lebih cepat turun sebanding dengan bertambahnya bukaan ventilasi (Mastalerz, 1977). ventilasi pada simulasi diperluas dengan cara menurunkan dinding kanan dan kiri kandang dari 1,05 m menjadi 0,4 m, memindahkan tempat penampung air yang berada di depan dan belakang kandang (posisi awal setinggi 1,05 m menjadi 0 m). Udara lingkungan masuk ke kandang akibat perbedaan temperatur antara di luar (32,25 o C) dan di dalam kandang (> 33 o C) sehingga tekanan udara di dalam dan di luar kandang juga berbeda yang menyebabkan terjadinya aliran udara masuk ke kandang melalui bukaan inlet searah dengan arah angin. Laju masuknya udara lingkungan ke dalam kandang dipengaruhi oleh luas bukaan ventilasi, kecepatan angin, arah bukaan, perbedaan temperatur di dalam dan luar kandang.

30 Tabel 14 Distribusi suhu udara hasil simulasi CFD pada beberapa disain kandang dengan arah angin dari depan/belakang Z Nilai Tinggi Atap 5.25 m Tinggi Atap 5.75 m Tinggi Atap 6.25 m Kondisi (m) L1 L2 L3 L1 L2 L3 L1 L2 L3 awal 0.6 Minimum ( 0 C) Maksimum ( 0 C) Rata-rata ( 0 C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Minimum ( 0 C) Maksimum ( 0 C) Rata-rata ( 0 C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Minimum ( 0 C) Maksimum ( 0 C) Rata-rata ( 0 C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Rata-rata pada z=0.6, 1.2 dan 1.6 m

31 Tabel 15 Distribusi suhu udara hasil simulasi CFD pada beberapa disain kandang dengan arah angin dari kanan/kiri Z Nilai Tinggi Atap 5.25 m Tinggi Atap 5.75 m Tinggi Atap 6.25 m Kondisi (m) L1 L2 L3 L1 L2 L3 L1 L2 L3 awal 0.6 Minimum ( 0 C) Maksimum ( 0 C) Rata-rata ( 0 C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Minimum ( 0 C) Maksimum ( 0 C) Rata-rata ( 0 C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Minimum ( 0 C) Maksimum ( 0 C) Rata-rata ( 0 C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Rata-rata pada z=0.6, 1.2 dan 1.6 m Rata-rata 2 arah angin

32 Distribusi suhu udara dalam kandang pada 9 disain kandang simulasi selain dipengaruhi oleh bukaan ventilasi, kecepatan angin, juga dipengaruhi oleh efek termal yang terjadi di dalam kandang. Efek termal ini muncul karena panas yang dipancarkan oleh sapi melalui kulitnya menyebabkan suhu udara dalam kandang meningkat dan lebih tinggi dari suhu udara lingkungan. Kulit sapi perah memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap panas dalam kandang. Pada simulasi ini suhu kulit sapi sebesar 36,2 o C dengan heat transfer coeficient sebesar 55,41 W/m 2. o C.. Dengan kecepatan angin yang masuk sebesar 0,7 m/detik, maka efek termal dalam kandang tidak dapat diabaikan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Papadakids et.al. (1996) yang menyatakan bahwa kecepatan angin yang melebihi 1,8 m/detik efek termal terhadap laju ventilasi dapat diabaikan, tetapi bila kecepatan angin lebih rendah dari 1,8 m/detik maka efek termal tidak dapat diabaikan. Distribusi suhu udara dalam kandang di tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) pada 9 disain simulasi yang dipilih adalah distribusi suhu udara dalam kandang yang memiliki nilai mendekati suhu udara lingkungan. Berdasarkan Tabel 14 dan 15, distribusi suhu udara dalam kandang yang dipilih adalah disain kandang dengan tinggi atap kandang 6,25 m, lebar 8,3 m, tinggi dinding kanan dan kiri 0,4 m dengan posisi bak penampung air dipindahkan. Dipilihnya disain ini karena bukaan ventilasi yang dibuat telah mampu mereduksi panas dalam kandang dengan suhu udara rata-rata dalam kandang pada tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) sebesar 33,327 o C (rata-rata pada dua arah angin). Distribusi suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada arah angin dari depan/belakang dan kanan/kiri lebih tinggi dari suhu udara lingkungan (32,25 o C) yang membuktikan bahwa efek termal dalam kandang tidak dapat diabaikan. Distribusi suhu udara hasil simulasi pada disain kandang terpilih memiliki nilai paling rendah jika dibandingkan dengan disain kandang lainnya. Disain terpilih hasil simulasi dengan tinggi kandang sebesar 6,25 m merupakan disain dengan tinggi atap kandang yang cukup besar jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu (tanpa CFD) yaitu 3,6 4,2 m (Hahn, 1985), 2-3 m (McDowell, 1972), 3,5 m untuk atap yang terbuat dari seng (Basyarah, 1995).

33 Disain kandang hasil simulasi memiliki distribusi suhu udara dalam kandang rata-rata sebesar 33,327 o C (33,561 o C pada z=0,6; 33,521 o C pada z=1,2 m & 32,898 o C pada z=1,6 m), lebih rendah dari disain awal (Tabel 16). Perbedaan terbesar pada ketinggian 1,6 m (0,85 o C) akibat diturunkannya tembok kanan dan kiri dari 1,05 m menjadi 0,4 m dan dipindahkannya posisi bak penampung air yang menyebabkan bukaan ventilasi kandang lebih luas dan udara lingkungan dapat masuk ke kandang mulai dari ketinggian 0 m (arah angin dari depan/belakang) atau 0,4 m (arah angin dari kanan/kiri). Perbedaan suhu udara pada kondisi awal sebelum simulasi pada arah angin (inlet) dari kanan/kiri (33,97 o C) dengan hasil simulasi (33,74 o C) sebesar 0,23 o C dan arah angin (inlet) depan/belakang (33,630 o C pada kondisi awal dan 32,917 o C hasil simulasi) sebesar 0,713 o C dengan rataan pada dua arah angin (inlet) sebesar 0,474 o C akan meningkatkan dry matter intake (DMI) sebesar 0,403 kg per hari per ekor (West, et.al., 2003). Distribusi suhu udara rata-rata dalam kandang (pada z=0,6; 1,2 & 1,6 m) sebesar 33,327 o C menyebabkan sapi perah akan mengalami stress sedang (Wierema, 1990), kecuali kelembaban udara dalam kandang dapat dipertahankan di bawah 45%. Tabel 16 Distribusi suhu udara pada disain kandang terpilih dan kandang kondisi awal dengan inlet di kanan/kiri dan depan/belakang di di kanan/kiri depan/belakang Z (m) Uraian Hasil simulasi Disain awal Hasil simulasi Disain awal 0.6 Minimum ( o C) Maksimum ( o C) Rata-rata ( o C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Minimum ( o C) Maksimum ( o C) Rata-rata ( o C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Minimum ( o C) Maksimum ( o C) Rata-rata ( o C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Rata-rata pada z=0,6; 1,2 dan 1,6 m

34 Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres pada sapi perah adalah pemberian air minum dingin, penyemprotan angin dingin ke seluruh tubuh ternak (Shibata, 1996), modifikasi disain kandang, pemilihan bahan atap kandang, penambahan kecepatan angin melalui kipas dan pemberian shelter di sekitar kandang. Pemberian air minum dingin dapat meningkatkan produksi susu sapi Holstein sebesar 10,86% dari 22,1 kg pada air minum 28 o C menjadi 24,5 kg pada air minum 10 o C (Milam, et. al., 1986). Wilks et. al., (1990) melaporkan bahwa terjadi kenaikan produksi susu sapi Holstein sebesar 4,85% dari 24,7 kg pada air minum 27 o C menjadi 25,9 kg pada 10,6 o C. Qisthon (1999) melaporkan bahwa pemberian air minum pada suhu 10 o C dapat memperbaiki produktivitas sapi dara FH melalui pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan, meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan dibandingkan dengan pemberian air minum pada suhu 16, 22 dan 28 o C. Penyemprotan air dingin ke seluruh tubuh ternak dapat menurunkan suhu udara dalam kandang. Penurunan suhu udara sekitar kandang sebesar 5 o C dapat meningkatkan produksi susu sapi FH sebesar 10 kg/hari yaitu dari 35 kg/hari menjadi 45 kg/hari (Berman, 2005). Pemberian air minum dingin dan penyemprotan air dingin ke seluruh tubuh ternak akan meningkatkan RH dalam kandang sehingga diperlukan perhitungan dalam pemberiannya agar naiknya RH dalam kandang tetap memiliki nilai temperature humidity index (THI) yang lebih rendah sehingga tidak menyebabkan stres pada sapi. Pemilihan bahan atap kandang erat kaitannya dengan efektivitas bahan atap menghantarkan panas radiasi yang diterima ke dalam kandang agar radiasi yang sampai ke ternak rendah. Suhu udara dalam kandang yang atapnya terbuat dari asbes, seng dan rumbia (konduktivitas bahan 0,0001 kal/det o C) berturut-turut 26,5; 27,0 dan 26,4 o C (Gatenby & Martawijaya, 1986). Respons fisiologis sapi perah sangat baik terhadap bahan atap kandang rumbia dibandingkan dengan genteng dan seng. Respons fisiologis ini dapat dilihat dari suhu tubuh, suhu rectal, suhu kulit, denyut jantung dan frekuensi nafas yang lebih rendah pada sapi FH yang diberi atap rumbia dibandingkan dengan yang diberi atap seng atau genteng (Soemarto, 1995).

35 Pemberian kecepatan angin tertentu dapat mereduksi panas dalam kandang. Pemberian kecepatan angin melalui terowongan angin (wind tunnel) yang dibuat dalam kandang dapat menurunkan suhu (4,2 o C), menurunkan THI (6,0) dan meningkatkan RH (26%) dalam kandang (Smith et.al., 2005). Pemberian kecepatan angin sebesar 1,125 m/det pada siang hari (pukul 11:00 13:00 WIB) menyebabkan perubahan suhu rektal, suhu kulit, suhu tubuh dan frekuensi pernafasan pada sapi (Hadi, 1995). Pemberian shelter di sekitar kandang dapat menurunkan suhu udara lingkungan di sekitar kandang, mengurangi kecepatan angin yang masuk ke kandang, mengurangi semprotan air hujan dari sekitar kandang (Esmay, 1986)

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)

Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) Media Peternakan, Desember 2007, hlm. 28-228 ISSN 026-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 30 No. 3 Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)

Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) Media Peternakan, Desember 2007, hlm. 28-228 ISSN 026-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 30 No. 3 Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational

Lebih terperinci

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN)

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN) Media Peternakan, April 2006, hlm. 35-46 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No:56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 1 Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 )

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 ) TINJAUAN PUSTAKA Produksi Panas Hewan Dalam Kandang Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi lingkungan mikro.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI

ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan mikro di dalam rumah tanaman khususnya di daerah tropika asah perlu mendapat perhatian khusus, mengingat iri iklim tropika asah dengan suhu udara yang relatif panas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Termoregulasi Sapi Perah Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Simulasi Model Pengering dengan Gambit 5.1.1. Bentuk domain 3D model pengering Bentuk domain 3D ruang pengering diperoleh dari proses pembentukan geometri ruang pengering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI

ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA Lustyyah Ulfa, Ridho

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI

ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD Simulasi distribusi pola aliran udara dan suhu dilakukan pada saat ayam produksi sehingga dalam simulasi terdapat inisialisasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017 PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017 FUNGSI DAN MANFAAT Fungsi pencahayaan pada pemeliharaan broiler adalah : o Penerangan : agar anak ayam dapat melihat tempat pakan dan minum serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan jenis kambing persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing merupakan hewan yang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 Latar Belakang Hampir sebagian besar industri-industri yang bergerak dibidang penyimpanan dan pengiriman

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Rumah tanaman yang digunakan terletak di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Fasad selubung ganda merupakan fasad yang terbentuk dengan adanya penambahan kaca eksternal dari fasad kaca internal yang terintegrasi pada dinding tirai. Fasad

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Cuaca Lokasi Penelitian Perubahan unsur cuaca harian yang terjadi selama penelitian berlangsung sangat fluktuatif. Hasil pengamatan rataan unsur cuaca pada bulan April dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Radiasi Matahari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jansen (1995) menyatakan bahwa posisi matahari diperlukan untuk menentukan radaisi surya yang diteruskan melalui kaca dan bahan transparan lain, dimana

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dibahas mengenai pemaparan analisis dan interpretasi hasil dari output yang didapatkan penelitian. Analisis penelitian ini dijabarkan dan diuraikan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian 4 3. Memperoleh Data dan informasi suhu kritis berdasarkan respon fisiologis sapi dara FH dengan pemberian kualitas pakan berbeda. 4. Penentuan suhu kritis berdasarkan respon fisiologis sapi perah dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BB III METODOLOGI PENELITIN Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah pengujian eksperimental terhadap lat Distilasi Surya dengan menvariasi penyerapnya dengan plastik hitam dan aluminium foil.

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG.

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG. SIDANG TUGAS AKHIR STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEBERANGKATAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA FITRI SETYOWATI 2110 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan Variasi bahan dan warna atap bangunan untuk Menurunkan Temperatur Ruangan akibat Pemanasan Global Nasrul Ilminnafik 1, a *, Digdo L.S. 2,b, Hary Sutjahjono 3,c, Ade Ansyori M.M. 4,d dan Erfani M 5,e 1,2,3,4,5

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur tiram merupakan komoditas hortikultura yang kaya akan protein dan saat ini masyarakat lebih memilihnya sebagai sumber nutrisi. Siswono (2003) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman di Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kalibrasi Kalibrasi dilakukan untuk termokopel yang berada pada HTF, PCM dan permukaan kolektor. Hasil dari kalibrasi tiap termokopelnya disajikan pada Tabel 4.1,

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi. RINGKASAN Edi Suwito. 2000. Hubungan antara Lingkungan Mikro dengan Lama Bernaung dalam Kandang pada Sapi Dara Peranakan Fries Holland. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Temak. Jurusan Ilmu Produksi

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2)

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2) Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. RUMAH TINGGAL PERUMAHAN YANG MENGGUNAKAN PENUTUP ATAP MATERIAL GENTENG CISANGKAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. RUMAH TINGGAL PERUMAHAN YANG MENGGUNAKAN PENUTUP ATAP MATERIAL GENTENG CISANGKAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. RUMAH TINGGAL PERUMAHAN YANG MENGGUNAKAN PENUTUP ATAP MATERIAL GENTENG CISANGKAN Perumahan Bukit Rivaria terletak di Sawangan. Perumahan Bukit Rivaria termasuk salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

DADANG SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DADANG SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN SUHU KRITIS ATAS PADA SAPI PERAH DARA FRIES HOLLAND BERDASARKAN RESPON FISIOLOGIS DENGAN MANAJEMEN PAKAN MELALUI SIMULASI ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DADANG SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) B-30 Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca Indriyati Fanani Putri, Ridho Hantoro,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya lingkungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Nur Rima Samarotul Janah, Harsono Hadi dan Nur Laila Hamidah Departemen Teknik Fisika,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan RINGKASAN DADANG SUHERMAN. Penentuan Suhu Kritis Atas pada Sapi Perah Dara Berdasarkan Respon Fisiologis dengan Manajemen Pakan melalui Simulasi Artificial Neural Network. Dibimbing oleh BAGUS P PURWANTO,

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iklim pada Rumah Tanaman Kondisi iklim pada rumah tanaman direpresentasikan dengan data hasil pengukuran pada saat fase vegetatif (pertumbuhan tanaman) dan fase generatif

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK 5.1. PENDAHULUAN 5.1.1. Latar Belakang Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang perlu diperhatikan dalam mengeringkan produk. Masalah yang terjadi

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse)

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Tanaman (Greenhouse) Menurut Nelson (1978) dalam Suhardiyanto (2009) mendefinisikan rumah tanaman sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap

Lebih terperinci

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA Arif Qisthon dan Sri Suharyati Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Bangsa Sapi Potong Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus), dan sapi Eropa (Bos taurus). Bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan pemanasan global yang berdampak pada alam seperti

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan pemanasan global yang berdampak pada alam seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini perkembangan industri global semakin pesat sehingga mengakibatkan pemanasan global yang berdampak pada alam seperti cuaca ekstim, sebagai contoh saat musim

Lebih terperinci