3 PENENTUAN SUHU KRITIS BERDASARKAN RESPON FISIOLOGIS SAPI DARA PERANAKAN FRIES HOLLAND MELALUI SIMULASI ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PADA BERBEDA DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 PENENTUAN SUHU KRITIS BERDASARKAN RESPON FISIOLOGIS SAPI DARA PERANAKAN FRIES HOLLAND MELALUI SIMULASI ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PADA BERBEDA DAERAH"

Transkripsi

1 24 Keterangan : aj : nilai aktivasi dari unit j. Wj,i : bobot dari unit j ke unit i Ini : penjumlahan bobot dan masukan ke unit i g : fungsi aktivasi ai : nilai aktivasi dari unit 3 PENENTUAN SUHU KRITIS BERDASARKAN RESPON FISIOLOGIS SAPI DARA PERANAKAN FRIES HOLLAND MELALUI SIMULASI ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PADA BERBEDA DAERAH PENDAHULUAN Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas ternak sapi perah. Keunggulan genetik seekor ternak sapi perah tidak akan ditampilkan optimal apabila faktor lingkungannya tidak sesuai. Salah satu faktor lingkungan yang menjadi kendala tidak terekspresinya sifat genetik ternak adalah lingkungan mikro (Santoso et al. 2003). Faktor-faktor lingkungan mikro yang menjadi kendala terutama adalah suhu, kelembaban, radiasi matahari, dan kecepatan angin (Gebremedhin 1985; Santoso et al. 2003), sehingga perlu upaya pengendalian lingkungan mikro agar produktivitas ternak sapi perah dapat ditingkatkan. Sapi perah dapat hidup dengan nyaman dan berproduksi secara optimum bila faktor-faktor internal dan eksternal berada dalam batasan-batasan normal yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. lingkungan merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan produktivitas sapi perah. Cekaman panas lingkungan pada sapi perah menjadi salah satu masalah utama karena dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat penurunan produktivitas (St- Pierre et et al. 2003). Pada saat akhir abad 19 dan abad 20 ditandai dengan meningkatnya rataan temperatur global dari 0.8 menjadi C (FAO 2006). Akibatnya terjadi peningkatan rataan temperatur global selama 5 tahun terakhir. Oleh karena itu, diduga terjadi peningkatan cekaman panas dan kemampuan adaptasi sapi perah yang menyebabkan pergeseran kisaran suhu termonetral dan suhu kritis. Di daerah tropis, daya tahan ternak terhadap panas merupakan salah satu faktor yang sangat penting agar ternak berproduksi optimal sesuai kemampuan genetik yang dimiliki. Ternak yang tidak tahan terhadap panas, produktivitasnya akan turun akibat dari menurunnya konsumsi pakan. Sementara itu ternak yang tahan terhadap panas dapat mempertahankan suhu tubuhnya dalam kisaran yang normal tanpa mengalami perubahan status fisiologis dan produktivitas (Tyler dan Enseminger 2006).

2 Pada tempat-tempat tertentu bagi pengembangan sapi perah FH di daerah tropis, suhu lingkungan siang hari mencapai 29 0 C selama lebih dari 6 jam. Hal tersebut dapat menyebabkan sapi mengalami cekaman panas berkelanjutan sehingga produksi maksimal tidak akan tercapai. Dalam keadaan cekaman panas diperlukan energi tambahan untuk meningkatkan pembuangan panas melalui penguapan kulit dan pernapasan, akibatnya produksi menurun. Oleh karena itu, perlu adanya suatu penelitian tentang penentuan suhu kritis berdasarkan respon fisiologis di daerah tropis untuk meningkatkan produksi yang dihasilkan. Penentuan suhu kritis didasarkan respon fisiologis sapi perah cukup intensif dilakukan di daerah subtropis. Namun demikian, penentuan suhu kritis didasarkan pada respon fisiologis sapi perah yang dipelihara di daerah tropis seperti Indonesia, masih belum dilakukan secara intensif. Selain itu hasil penentuan suhu kritis dari daerah subtropis belum tentu dapat diterapkan di daerah tropis, akibat lingkungan yang berbeda sehingga akan memberikan hasil yang berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat suhu kritis pada sapi perah yang telah adaptasi berdasarkan respon fisiologis di dataran menengah (Bogor) dan dataran rendah (Jakarta). Model penentuan suhu kritis tersebut dicoba melalui simulasi Artificial Neural Network (ANN). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai suhu kritis pada sapi perah berdasarkan respon fisiologis di dua daerah, dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang suhu kritis berdasarkan respon fisiologis dengan manajemen pakan. 25 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada peternakan sapi perah rakyat di Kebon Pedes Bogor sebagai daerah menengah ( dpl) dan peternakan sapi perah rakyat di Pondok Rangon Jakarta Timur sebagai dataran rendah ( dpl). Lama penelitian dilaksanakan masing-masing daerah selama satu bulan dari bulan Januari 2011 hingga Februari Materi Penelitian Kegiatan penelitian ini untuk menganalisis penentuan suhu kritis sapi dara PFH dalam kandang berdasarkan respon fisiologis pada masing-masing waktu dan suhu lingkungan dengan berbeda daerah. Enam ekor sapi PFH dara menempati tiap petak kandang dengan ukuran 1 x 1,8 m. Sapi-sapi dipelihara selama 14 hari, dengan kurun waktu tersebut setiap hari diberikan pakan pada pagi hari (pukul 06.00) dan sore hari (pukul 15.00), rasio pemberian rumput dan konsentrat setiap hari antara 60 : 40%. Selama pengamatan sapi tidak dimandikan. Rancangan penelitian secara pengamatan langsung pada sapi dara PFH untuk menganalisis suhu kritis sapi dara dalam kandang berdasarkan respon fisiologis pada masing-masing waktu dan suhu lingkungan dengan berbeda daerah. Selanjutnya dilakukan pengamatan respon fisiologis pada masing-masing

3 26 waktu dan suhu lingkungannya, dari pukul 5.00 hingga pukul dengan interval satu jam. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati terdiri atas faktor iklim dan respon fisiologis sapi perah. Faktor iklim yang diukur meliputi suhu (Ta), kelembaban (Rh), kecepatan angin (Va), dan menghitung Temperature Humidity Indeks (THI). Pengamatan suhu, kelembaban, dan kecepatan angin dalam kandang dilakukan setiap hari dari pukul hingga pukul dengan interval satu jam selama 14 hari. Respon fisiologis sapi dara yang diukur adalah suhu rektal (Tr), suhu permukaan kulit (Ts), menghitung suhu tubuh (Tb), frekuensi pernafasan (), dan denyut jantung (Hr). Pencatatan suhu rektal (Tr), suhu permukaan kulit (Ts), suhu tubuh (Tb), frekuensi pernafasan (), dan denyut jantung (Hr) dilakukan selama 14 hari dari pukul hingga pukul dengan interval satu jam. Konsumsi pakan diukur setiap hari pada pukul Metode Pengukuran Parameter Pengukuran faktor-faktor iklim yang dilakukan meliputi suhu dan kelembaban kandang diukur dengan termometer bola basah dan bola kering (dry-wet, Sanghai). Indeks suhu kelembaban (THI) dihitung menggunakan rumus Hahn (1985), yaitu : THI = DBT WBT , DBT = suhu bola kering ( 0 C) dan WBT = suhu bola basah ( 0 C). Kecepatan angin diukur menggunakan anemometer digital (TAYLOR-Roschest, New York) yang diletakkan di dalam kandang. Anemometer merekam data setiap 15 menit kemudian di baca kecepatan rata-ratanya. Parameter dan prosedur yang dilakukan pada pengukuran respon fisiologis sapi dara PFH meliputi: 1. rektal (Tr), diukur dengan memasukkan termometer rektal (SAFETY, Japan) ke dalam rektal sedalam ± 10 cm selama tiga menit. 2. permukaan kulit (Ts), diukur dengan termometer pengukur suhu kulit digital di empat titik lokasi pengukuran yaitu punggung (A), dada (B), tungkai atas (C), dan tungkai bawah (D). Rataan suhu permukaaan kulit dihitung berdasarkan modifikasi rumus McLean et al. (1983); Ts = 0.25 (A + B) C D. 3. tubuh (Tb), dihitung dari suhu permukaan kulit (Ts) dan menjumlahkan dengan suhu rektal (Tr) menurut McLean et al. (1983). tubuh (Tb) dihitung dengan rumus : Tb = 0.86 Tr Ts. 4. Denyut jantung (Hr) diukur dengan menempelkan stetoskop (STETOSCOPE, Japan) di dekat tulang axilla sebelah kiri (dada sebelah kiri) selama satu menit. 5. Frekuensi respirasi (), diukur setelah pengukuran denyut jantung dengan cara menempelkan stetoskop di dada untuk menghitung inspirasi dan ekspirasi pernafasan selama satu menit.

4 6. Konsumsi pakan dihitung dengan menimbang sisa pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan setiap hari. 27 Analisis Data Data iklim mikro dan respon fisiologis ternak dianalisis untuk mendapatkan nilai rataan dan standar deviasi. Penentuan suhu kritis berdasarkan respon fisiologis disimulasikan dengan menggunakan analisis Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network), mengikuti model dan persamaan-persamaannya, sehingga dapat diketahui pola hubungan antara perubahan suhu dan kelembaban terhadap respon fisiologis sebagai indikator penentuan suhu kritis pada sapi dara paranakan Fries Holland. Jaringan Syaraf Tiruan (ANN) yang digunakan adalah metode algoritma propagasi balik. Algoritma pelatihan propagasi balik banyak dipakai pada aplikasi pengaturan, karena proses pelatihannya didasarkan pada hubungan yang sederhana, yaitu bila keluaran memberikan hasil yang salah, maka penimbang (weight) dikoreksi supaya galatnaya dapat diperkecil dan respon jaringan selanjutnya diharapkan akan lebih mendekati nilai yang benar. Back propagation juga berkemampuan untuk memperbaiki penimbang pada lapisan tersembunyi (hidden layer). Algoritma propagasi balik dapat dijelaskan sebagai berikut; ketika jaringan diberikan pola masukan sebagai pola pelatihan, maka pola tersebut menuju ke unit-unit pada lapisan sambungan antar tersembunyi untuk diteruskan ke unit-unit lapisan keluaran. Unit-unit lapisan keluaran memberikan tanggapan yang disebut keluaran jaringan. Pada saat keluaran jaringan tidak sama dengan keluaran yang diharapkan, maka keluaran akan menyebarkan mundur (backward ) bagi lapisan tersembunyi yang diteruskan ke unit pada lapisan masukan. Berdasarkan hal tersebut, maka mekanisme pelatihan dinamakan propagasi balik (back propagation). Tahap pelatihan tersebut merupakan langkah suatu jaringan syaraf berlatih, yaitu dengan cara melakukan perubahan penimbang sambungan antar lapisan yang membentuk jaringan melalui masing-masing unitnya. Bagi pemecahan masalah baru akan dilakukan bila proses pelatihan tersebut selesai, fase tersebut adalah fase mapping atau proses pengujian (testing). Pemodelan Artificial Neural Network (Jaringan Syaraf Tiruan) Pemodelan dimulai dengan membangun model Jaringan Syaraf Tiruan (JST), untuk mendapatkan nilai respon fisiologis pada ternak berdasarkan kondisi iklim mikronya dengan menggunakan metode propagasi balik. Arsitektur jaringan syaraf terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan masukan (input layer) terdiri atas variabel masukan tiga unit sel syaraf, lapisan tersembunyi (hidden layer) terdiri atas enam unit sel syaraf, dan lapisan keluaran terdiri atas dua sel syaraf. Struktur ANN metode propagasi balik yang digunakan dalam penelitian ini tertera pada Tabel 6.

5 28 Tabel 6 Struktur ANN (Artificial Neural Network) metode propagasi balik (back propagation) yang digunakan dalam penelitian Lapisan masukan (input layer) Lapisan tersembunyi (hidden layer) Lapisan keluaran (output layer) 3 unit 6 neuron 2 unit x 0 : bias h 0 : bias y 1 : suhu rektal dan frekuensi respirasi x 1 : suhu (Ta) h 1, h 2, h 3, h 4, h 5 y 2 : suhu kulit dan denyut jantung x 2 : kelembaban (Rh) Setiap penghubung antar lapisan digunakann pembobot. Bobot sebagai jembatan menghubungkan input layer ke setiap neuron pada hidden layer adalah w ij : bobot yang menghubungkan unit input layer ke-i ke neuron ke-j pada hidden layer. Penghubung setiap neuron pada hidden layer ke output layer adalah v jk : bobot yang menghubungkan neuron ke-ja pada hidden layer menuju ke-k pada ouput layer. Skema arsitektur ANN untuk respon fisiologis yang terdiri atas suhu rektal (Tr), suhu permukaan kulit (Ts), frekuensi respirasi (), dan denyut jantung sapi dara peranakan Fries Holland pada suhu dan kelembaban yang berbeda sebagai penentu suhu kritis tertera pada Gambar 4. h 0 =1 X 0 = 1 W ij h 1 V jk h 2 Y 1 X 1 h 3 X 2 Y 2 h 5 Input layer h 4 Output layer Hidden layer Gambar 4 Skema arsitektur ANN metode propagasi balik pemodelan suhu kritis berdasarkan respon fisiologis suhu rektal (Tr), suhu kulit (Ts), frekuensi respirasi (), dan denyut jantung (Hr) sapi dara peranakan FH pada suhu dan kelembaban berbeda.

6 Keterangan: x: masukan / input (x 1 dan x 2 ), x 0: bias pada masukan /input, W ij : Bobot pada lapisan tersembunyi, V jk : Bobot pada keluaran, h; jumlah unit pengolah pada lapisan tersembuunyi (h 1..h 5 ), h 0 ; bias pada lapisan tersembunyi, y; keluaran hasil Aktivasi Jaringan Artificial Neural Network Algoritman back propagation membagi proses belajar ANN menjadi empat tahapan utama yang dilakukan secara iterative, sehingga jaringan menghasilkan perilaku yang diinginkan. Tahapan-tahapan aktivasi jaringan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Inisialisasi; pada tahap inisiasi, dilakukan pengkodean dan normalisasi data input (x i ) dan target t k menjadi nilai dengan kisaran (0 1), kemudian memberikan nilai pada w ij dan v jk secara random dengan kisaran (-1 sampai 1). 2. Perambatan maju (feed forwards step); yaitu melakukan training pada x i dan t k kemudian menghitung besarnya h j dan y k. 1 1 hj = y k = 1 + е - wij xi - vijk hj 1 + е Selama perambatan maju, tiap unit masukan (x i ) menerima sebuah masukan sinyal ini ke tiap-tiap lapisan tersembunyi h i,,h j. Tiap unit tersembunyi ini kemudian menghitung aktivasinya dan mengirimkan sinyalnya (h j ) ke tiap unit keluaran. Tiap unit keluaran (y k ) menghitung aktivasinya untuk membentuk respon pada jaringan untuk memberikan pola masukan 3. Perambatan mundur (backward step); menentukan nilai w ij dan v jk, menghitung error pada output layer, menentukan ð k, v jk, ι j dan w ij ð k = y k (1-t k )(t k -y k ) v jk= v jk + βð k. h j ι j = h j (1-hj) k ð k. v jk w ij= w ij + βι j. x i dimana β adalah constant of learning rate (misal β=0,5). Selama pelatihan pada tiap unit keluaran membandingkan perhitungan aktivasinya y p dengan nilai targetnya y t untuk menentukan kesalahan pola tersebut dengan unit. Berdasarkan kesalahan tersebut, faktor ð k (k=k 1 dan k 2 ) dihitung ð k digunakan untuk menyebabkan kesalahan pada unit keluaran y k kembali ke semua unit pada lapisan sebelumnya, yaitu unit-unit tersembunyi yang dihubungkan ke y k. Cara sama dengan faktor (h = 1, 2 5) dihitung untuk tiap tersembunyi hj. Nilai ð k digunakan untuk mengafdet bobot-bobot antara lapisan tersembunyi dan lapisan masukan. Setelah seluruh faktor ð ditentukan, bobot untuk semua lapisan diatur secara serentak. Pengaturan bobot v jk dari unit tersembunyi h j ke unit keluaran y p didasarkan pada faktor ð k dan aktivasi h j dari unit tersembunyi h j, didasarkan pada faktor ð j dan x i unit masukan, karena perubahan bobot ini akan terjadi secara terus menerus selama proses iterasi. 4. Menentukan error atau galat acuan dengan cara jumlah kuadrat dari selisih output yang diharapkan dengan output aktual melalui rumus sebagai berikut: N E = 0,5 ( Y k - t k ) 2 < Ƹ k=1 29

7 30 Keterangan : t k = vektor nilai output yang diharapkan y k = vektor nilai output aktual N = banyaknya jumlah data dalam training Ƹ = besar galat yang diharapkan Perhitungan kesalahan merupakan pengukuran bagaimana jaringan dapat belajar dengan baik. Kesalahan pada keluaran dari jaringan merupakan selisih antara prediksi (current output) dan keluaran target (desired output). Menghitung nilai Sum Square Error (SSE) yang merupakan hasil penjumlahan nilai kuadrat errorneuron ke-1 dan neuron ke-2 pada lapisan output tiap data, hasil penjumlahan kesseluruhan nilai SSE akan digunakan untuk menghitung nilai Root Mean Square Error (RMSE) tiap iterasi (Kusumadewi 2003). HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Iklim Mikro Daerah Penelitian Hasil pengamatan selama penelitian berlangsung dari pukul hinggga pukul 20.00, kondisi lingkungan iklim mikro di lokasi Bogor dan Jakarta, berturut-turut memiliki rataan kisaran suhu antara C dan C, kelembaban antara % dan %, nilai THI antara dan , dan kecepatan angin antara m/detik dan m/detik (Gambar 5). Nilai pengamatan yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan rataan kisaran nilai optimum untuk tingkat kenyamanan sapi perah. Kisaran zona termonetral ternak berada pada suhu antara C (McDowell 1972), C (Jones dan Stallings 1999), suhu antara C dan kelembaban antara % (McNeilly 2001). Pada Gambar 5 menunjukkan pola perubahan kondisi lingkungan iklim yang berfluktuasi baik di lokasi Bogor maupun Jakarta. Pada Gambar tersebut, nilai rataan suhu (Ta) dan THI dalam kandang di lokasi Bogor dan Jakarta mengilustrasikan pola perubahan yang baku yaitu pola parabolik, dengan mengikuti pola suhu lingkungan antara nilai maksimum dan minimum yang diamati dari Badan Meterologi dan Geofisika (BMG). Sementara itu, nilai rataan kelembaban (Rh) dalam kandang di lokasi Bogor mengikuti pola baku dari BMG, tetapi di lokasi Jakarta masih ada nilai rataan Rh tidak mengikuti pola kelembaban lingkungan antara nilai maksimum dan minimum yang baku dari BMG, karena pada saat pengamatan berlangsung terjadi hujan terus menerus dari pukul hingga pukul sehingga Rh meningkat pula. Nilai Ta ( 0 C) dan THI yang tertera pada Gambar 5, mencapai puncak di lokasi Bogor pada pukul WIB dan di lokasi Jakarta pada pukul WIB, serta menurun setelah menjelang sore hari. dan kelembaban merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi, dan keseimbangan tingkah laku ternak.

8 Kondisi iklim mikro di suatu tempat yang tidak mendukung bagi kehidupan ternak membuat potensi genetik seekor ternak tidak dapat ditampilkan secara optimal (McNeilly 2001; Pennington dan VanDevender 2004). Kecepatan angin berfungsi mengalirkan yang bersuhu lebih tinggi di sekitar ternak ke tempat yang lain. Selain itu, angin dapat membantu proses konveksi dan evaporasi panas dari tubuh ternak ke lingkungan. Pada Gambar 5 tersebut, nilai rataan kecepatan angin (m/detik) dalam kandang di lokasi Bogor mengikuti pola yang baku, tetapi di lokasi Jakarta tidak mengikuti pola yang baku, karena kecepatan angin yang masuk dalam kandang sewaktu waktu terjadi perubahan kecepatan angin mendadak, terhalang rumah, dan tumpukan rumput. Pada saat Nilai Ta ( 0 C) dan THI yang tinggi baik di lokasi Bogor maupun Jakarta, angin berada pada kecepatan yang rendah. Nilai kecepatan angin mencapai puncak di lokasi Bogor dan Jakarta, berturut-turut pada pukul dan pukul Yani dan Purwanto (2006) mengatakan bahwa hal ini tentu mengurangi fungsi angin dalam membantu pengeluaran panas. 31 Gambar 5 Rataan Fluktuasi suhu (Ta), kelembaban (Rh), indeks suhu kelembaban (THI) dan Kecepatan angin (Va) selama Januari-Februari 2011 di Bogor dan Jakarta

9 32 Konsumsi Pakan Pemberian pakan sapi perah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Pakan diberikan harus memenuhi setidaknya tiga macam kebutuhan nutrisi pakan, yaitu bahan kering (BK), proein kasar (PK), dan Total Digestible Nutrient (TDN) (Sudono et al. 2003). Selama pengamatan berlangsung kebutuhan nutrisi pakan bervariasi antar ternak. Variasi tersebut muncul diakibatkan adanya perbedaan bobot badan sapi dara yang digunakan baik di lokasi Bogor maupun Jakarta. Tabel 7 Rataan konsumsi BK, TDN, dan PK pakan sapi dara selama penelitian Peubah Bogor Jakarta Bahan kering (kg): Hijauan 4.2± ±0.88 Konsentrat 3.2± ±0.88 TDN (kg): Hijauan 2.4± ±0.41 Konsentrat 1.8± ±0.53 Protein kasar (kg): Hijauan Konsentrat 0.33± ± ± ±0.08 Superskrip berbeda pada baris yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar daerah (P>0.05) Pada Tabel 7 menunjukkan rataan tingkat konsumsi BK pakan sapi dara di Bogor dan Jakarta, berturut-turut sebesar 7.4 kg dan sebesar 7.3 kg. Besarnya konsumsi BK di Bogor dan Jakarta tersebut masih sesuai dengan anjuran NRC (2001), bahwa sapi dara FH dengan bobot badan antara 150 kg dan 300 kg dengan PBB 0,6 kg per hari dibutuhkan BK berkisar 4.9 kg dan 7.4 kg per hari. Kondisi cekaman panas, efisiensi penggunaan energi akan berkurang karena meningkatnya energi untuk hidup pokok dan energi untuk aktivitas termoregulasi. Berdasarkan Tabel 7 tersebut, konsumsi BK pakan pada sapi dara antara di lokasi Bogor dengan lokasi Jakarta menunjukkan jumlah relatif sama. Begitu juga konsumsi TDN dan PK di lokasi Bogor dan Jakarta menunjukkan relatif sama pula, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara di lokasi Bogor dan Jakarta terhadap konsumsi BK, TDN, dan PK. Pemberian konsentrat TDN di lokasi Bogor menunjukkan konsumsi BK lebih tinggi dibanding di lokasi Jakarta. Hal tersebut mengindikasikan terjadi proses adaptasi ternak untuk memperoleh panas tubuh dan atau energi yang berasal dari pakan. Respon Fisiologis Ternak rektal merupakan salah satu parameter dari pengaturan suhu tubuh yang umum digunakan, karena kisaran suhunya relatif lebih konstan dan lebih mudah pengukuran di lapangan. Hasil pengukuran suhu rektal harian ternak di

10 lokasi Bogor dan Jakarta sebagian besar masih dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara C dan C. Kisaran suhu rektal normal untuk sapi perah antara C (Schutz et al. 2009). Pada penelitian ini, untuk lokasi Bogor dan Jakarta, suhu rektal terendah terjadi pada pukul (pagi) dan meningkat setelah ternak mengkonsumsi pakan dan seiring meningkatnya suhu (Gambar 6). 33 Gambar 6 Rataan fluktuasi suhu rektal (Tr) sapi dara PFH tiap jam dari pukul hingga pukul antara lokasi Bogor dengan Jakarta Berdasarkan Gambar 6, suhu rektal ternak mulai mengalami stress panas pada siang hari pukul saat suhu tertinggi, suhu rektal di bogor ( C) dan Jakarta ( C). Pada pukul menunjukkan perbedaan antara suhu rektal di Bogor ( C) dengan Jakarta ( C). Perbedaan suhu rektal tersebut akibat suhu tertinggi dan kelembaban terendah di lokasi Bogor, sementara itu di Jakarta suhu mulai menurun dan kelembaban meningkat secara tajam diakibatkan terjadi hujan terus menerus. rektal di Bogor dan Jakarta terjadi perbedaan pada sore hari pukul ( C) dan ( C), begitu pula terjadi perbedaan antara suhu rektal pada pukul di Bogor ( C) dengan di Jakarta ( C). Terjadinya perbedaan suhu rektal tersebut diakibatkan adanya peningkatan panas metabolisme tubuh, karena ternak baru mengkonsumsi pakan di Bogor pada pukul dan di Jakarta pada pukul 15.00, dan juga disebabkan proses homeostasis ternak setelah terjadi gangguan homeostasis pada siang hari. Kondisi suhu rektal yang tinggi tersebut, mengindikasikan fungsi tubuh bekerja secara ekstra untuk mencapai keseimbangan panas yang baik dengan pelepasan panas. Hasil penelitian Purwanto et al. (1993) serta Kendal et al. (2006) melaporkan bahwa pada suhu lingkungan 30 0 C serta C, suhu rektal dapat mencapai lebih dari C serta 40 0 C. Permukaan kulit hewan dapat berfungsi untuk melepaskan atau tempat pembuangan panas yang utama melalui proses radiasi, konveksi, konduksi, dan evaporasi (Berman 2003). Pada penelitian ini, suhu kulit harian ternak di daerah Bogor dan Jakarta masih dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara C dan C. kulit sapi yang dipelihara pada lingkungan mikro yang nyaman yaitu berkisar antara C (Tucker et al. 2008). kulit terendah di Bogor dan Jakarta yaitu pada pukul pagi ( C) dan ( C). kulit pada pukul siang ( C) dan ( C) masing-

11 34 masing untuk Bogor dan Jakarta. permukaan kulit pada pukul menunjukkan perbedaan di Bogor ( C) dengan Jakarta ( C). Perbedaan suhu kulit tersebut akibat suhu tertinggi dan kelembaban terendah di lokasi Bogor, sementara itu di Jakarta suhu mulai menurun dan kelembaban meningkat secara tajam diakibatkan selama penelitian terjadi hujan terus menerus. kulit pada pukul sore ( C) dan ( C) masing-masing untuk Bogor dan Jakarta (Gambar 7). Perbedaan suhu permukaan kulit tesebut diakibatkan adanya penurunan suhu dan peningkatan kelembaban di lokasi Bogor, dan terjadi penurunan suhu dan kelembaban di lokasi Jakarta, dan juga disebabkan proses homeostasis ternak setelah terjadi gangguan homeostasis pada siang hari. Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, suhu tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh. Kulit sangat berkorelasi dengan fluktuasi unsur cuaca karena mengalami kontak langsung dengan cuaca. permukaan kulit bervariasi berdasarkan kadar uap air lingkungan, lokasi kandang (naungan), dan ventilasi (Marcilae et al. 2009). Gambar 7 Rataan fluktuasi suhu permukaan kulit (Ts) sapi dara PFH tiap jam dari pukul hingga pukul antara daerah Bogor dengan Jakarta. Proses pelepasan panas melalui kulit terjadi melalui mekanisme vasodilatasi. Mekanisme vasodilatasi yaitu pembuluh darah mengembang untuk berdekatan dengan kulit (lingkungan luar) yang memungkinkan panas dibebaskan keluar. Bulu kulit ditegakkan untuk mengurangi yang terperangkap pada kulit supaya panas mudah dibebaskan karena adalah konduktor panas yang baik. Ganong (1983) mengemukakan jumlah panas yang hilang dari tubuh dalam batas-batas yang luas di atur oleh perubahan jumlah darah yang mengalir melului kulit. Kulit berperan penting dalam menerima rangsangan panas atau rangsangan dingin untuk dihantarkan ke susunan syaraf pusat dan diteruskan ke hipotalamus bagian pre optic. Rangsangan suhu tersebut diteruskan ke pusat pengatur panas

12 yang juga di hipotalamus untuk melakukan usaha-usaha penurunan produksi atau pengeluaran panas (Isnaeni 2006). tubuh merupakan perwujudan dari suhu organ-organ di dalam tubuh dan organ-organ di luar tubuh. di dalam tubuh diwakili oleh suhu rektal dan suhu di luar tubuh diwakili oleh suhu permukaan kulit. Peningkatan beban panas yang disebabkan oleh kombinasi suhu, kelembaban, pergerakan, dan radiasi matahari dapat meningkatkan suhu tubuh (Hahn 1999; Ominski et al. 2002; West 2003). Hasil perhitungan suhu tubuh harian ternak di daerah Bogor dan Jakarta sebagian masih dalam kisaran normal, yaitu berkisar antara C dan C. tubuh sapi yang dipelihara pada lingkungan mikro yang nyaman yaitu berkisar antara o C (Schutz et al. 2008). tubuh terendah di Bogor dan Jakarta yaitu pada pukul pagi ( C) dan ( C) serta meningkat seiring meningkatnya beban panas dari lingkungan dan dari hasil metabolisme. Respon suhu tubuh terhadap stress panas berbeda-beda tiap individu dan respon tersebut disebabkan oleh produksi dan pelepasan panas tubuh. tubuh tertinggi pada pukul siang ( C) dan ( C) masing-masing untuk Bogor dan Jakarta (Gambar 8). Sementara itu suhu tubuh tertinggi di Bogor dan Jakarta terjadi pada sore hari pukul ( C) dan pukul ( C). 35 Gambar 8 Rataan fluktuasi suhu tubuh (Tb) sapi dara PFH tiap jam dari pukul hingga pukul antara daerah Bogor dengan Jakarta tubuh dapat dijadikan indikator dalam menentukan dimulai cekaman panas pada ternak yang disebabkan lingkungan mikro dan pakan. Pengaturan suhu tubuh dilakukan melalui mekanisme umpan balik oleh saraf eferen, hipotalamus, dan efektor saraf eferen. Bagian-bagian tersebut berfungsi sebagai termostat dengan hipotalamus sebagai pusat kontrolnya. Tubuh akan mempertahankan suhu tubuhnya dengan menyeimbangkan pembentukan dan pelepasan panas. dan kelembaban dalam kandang yang termasuk iklim mikro merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak (Hafez dan Bouissou 1975).

13 36 Denyut jantung harian ternak di lokasi Bogor berkisar antara kali/menit dan denyut jantung ternak di lokasi Jakarta berkisar antara kali/menit. Kisaran denyut jantung normal untuk sapi perah antara kali/menit (Kelly 1984). Pada pagi hari, peningkatan denyut jantung terjadi satu jam setelah ternak makan untuk daerah Bogor, tetapi denyut jantung ternak di daerah Jakarta relatif konstan, karena peningkatan suhu, kelembaban, dan THI di daerah Jakarta lebih rendah dibanding Bogor. Mekanisme peningkatan denyut jantung, yaitu terjadi peningkatan suhu darah yang secara langsung mempengaruhi jantung dan juga adanya pengaruh penurunan tekanan darah yang berasal dari vasodilatasi peripheral (Nikkah et al. 2008). Gambar 9 Rataan fluktuasi denyut jantung (Hr) sapi dara FH tiap jam dari pukul hingga pukul antara lokasi Bogor dengan Jakarta. Denyut jantung ternak pada puncak cekaman cuaca panas pukul di lokasi Bogor sebesar 82 kali/menit dan denyut jantung ternak di daerah Jakarta sebesar 83 kali/menit (Gambar 9). Terjadinya perbedaan rataan denyut jantung di daerah Bogor dan Jakarta pada pukul tersebut, karena puncak cekaman cuaca panas di daerah Bogor terjadi pukul dengan denyut jantung ternak sebesar 83 kali/menit. Puncak cekaman cuaca panas pada pukul di daerah Bogor, yaitu suhu sebesar 32 0 C, kelembaban %, dan THI sebesar 81.88, sedangkan puncak cuaca panas di daerah Jakarta pada pukul 12.00, yaitu suhu C, kelembaban %, dan THI sebesar (Gambar 5). Pada saat ada cekaman, suhu sebesar 32 0 C dengan denyut jantung mencapai 79 kali/menit (Schutz et al. 2009). Tekanan darah dan denyut jantung berfluktuasi secara kontinyu setiap saat di bawah beberapa mekanisme pengaturan, seperti aktivitas syaraf otonom dan respirasi untuk menjaga homeostasis kardivaskuler (Yoshimoto 2011). Frekuensi respirasi harian ternak di lokasi Bogor berkisar antara kali/menit dan di lokasi Jakarta berkisar antara kali/menit. Frekuensi respirasi sapi yang dipelihara pada lingkungan mikro yang nyaman berkisar antara kali/menit (Houpt 2005). Pada pukul siang hari, rataan frekuensi

14 respirasi sapi dara FH tertinggi di lokasi Bogor sebesar 38 kali/menit dan di lokasi Jakarta sebesar 46 kali/menit (Gambar 10). Rataan frekuensi respirasi ternak pada pukul siang hari tersebut, baik di lokasi Bogor maupun Jakarta telah mengalami stres panas yang diakibatkan suhu dan kelembaban dalam kandang. Peningkatan frekuensi respirasi seiring dengan peningkatan suhu dan nilai THI dalam kandang. Panas cuaca lingkungan dapat meningkatkan rataan suhu tubuh dan frekuensi respirasi (Schutz et al. 2010). Peningkatan beban panas yang disebabkan kombinasi suhu, kelembaban, pergerakan, dan radiasi matahari dapat meningkatkan suhu tubuh dan frekuensi respirasi serta mengurangi konsumsi pakan (Ominski et al. 2002; West 2003). Peningkatan frekuensi respirasi dapat terjadi pada ternak untuk menjaga keseimbangan panas tubuh saat mengalami cekaman panas tubuh dari hasil metabolisme pakan dan cuaca lingkungan. Salah satu aktivitas yang dapat dilakukan ternak agar suhu tubuhnya tidak terus menerus naik melalui upaya cara peningkatan laju respirasi (McNeilly 2001). Sistem respirasi pada alveolus dapat mengatur suhu dan kelembaban yang masuk agar sesuai dengan suhu tubuh. Rataan frekuensi respirasi sapi dara FH, sore hari pukul pada suhu rendah di lokasi Bogor sebesar 32 kali/menit dan di lokasi Jakarta sebesar 34 kali/menit. Terjadinya peningkatan frekuensi respirasi ternak pada pukul sore hari tersebut, baik di daerah Bogor maupun Jakarta, karena ternak diberi pakan sore hari pukul Peningkatan frekuensi respirasi terjadi setelah ternak mulai mengkonsumsi pakan hingga empat jam berikutnya, karena tekanan darah memiliki kekuatan atau irama yang sama dengan respirasi (Yang dan Kuo 2000). 37 Gambar 10 Rataan fluktuasi frekuensi respirasi () sapi dara FH tiap jam dari pukul hingga pukul antara lokasi Bogor dengan Jakarta. Pendugaan Kritis Berdasarkan Indikator Respon Fisiologis Pada Berbeda Daerah Melalui Simulasi Artificial Neural Network (ANN) Penerapan ANN merupakan langkah metode pelatihan propagasi balik yang dilakukan terhadap data-data pelatihan dengan harapan kesalahan (error) terkecil.

15 38 Setelah dilakukan iterasi berulang-ulang dihasilkan nilai kesalahan yang fruktuasi serta nilai kesalahan yang semakin menurun dari setiap iterasi. Nilai kesalahan terkecil pada output prediksi terhadap output target, baik di daerah Bogor maupun Jakarta pada Y p1 (suhu rektal), Y p2 (suhu kulit), Y p3 (frekuensi respirasi), dan Y p4 (denyut jantung) yaitu setelah dilakukan iterasi sebanyak /100 ( kali). Masing-masing di daerah Bogor dan Jakarta diperoleh nilai error pada suhu rektal sebesar dan , suhu kulit sebesar dan , frekuensi respirasi sebesar dan , dan denyut jantung sebesar dan Penurunan nilai error pada suhu rektal, suhu kulit, frekuensi respirasi, dan denyut jantung untuk daerah Bogor dan Jakarta selama iterasi dapat ditunjukkan pada Tabel 8 dan 9. Validasi hasil ANN pada suhu rektal (Tr), suhu kulit (Ts), frekuensi respirasi (), dan denyut jantung (Hr) berdasarkan suhu dan kelembaban, dengan cara membandingkan data suhu rektal, suhu kulit, frekuensi pernafasan, dan denyut jantung hasil perhitungan ANN dibandingkan dengan hasil pengukuran di lapang. Pelaksanaan validasi dilakukan pada kondisi suhu dan kelembaban yang sama antara data hasil perhitungan ANN dan hasil pengukuran di lapang. Selanjutnya validasi dimulai setelah didapatkan nilai error terendah, kemudian dilakukan proses normalisasi kembali, yaitu normalisasi data input (x 1, x 2 ), data target (y t1, y t2, y t3, y t4 ) dan hasil prediksi perhitungan ANN (y p1, y p2, y p3, y p4 ). Tabel 8 Penurunan nilai error berdasarkan tahapan iterasi untuk suhu rektal (Y p1 ), suhu kulit (Y p2 ), frekuensi respirasi (Y p3 ), dan denyut jantung (Y p4 ) pada daerah Bogor Tahap iterasi ke Error Y p1 Error Y p2 Error Y p3 Error Y p Nilai validasi menunjukkan kecenderungan hasil perhitungan ANN mendekati hasil pengukuran penelitian lapang dengan rataan nilai persentase error yang rendah, masing-masing untuk daerah Bogor dan Jakarta yaitu y p1 = 0.65 %

16 dan 0.80 %, y p2 = 1.34 % dan 1.40 %, y p3 = 0.82 % dan 0.95 %, dan y p4 = 1.50 % dan 1.80 %. Pada beberapa titik validasi terjadi perbedaan persentase error yang cukup besar, tetapi masih relatif dalam batasan yang rendah (% error < 5 %). Hasil nilai tersebut dapat diartikan bahwa nilai prediksi sudah mendekati nilai aktualnya. Nilai persentase error rendah menunjukkan bahwa hasil perhitungan ANN memiliki akuarasi tinggi, sehingga dapat dijadikan acuan untuk suhu dan kelembaban dalam penentuan suhu kritis sapi dara di daerah Bogor dan Jakarta. Tabel 9 Penurunan nilai error berdasarkan tahapan iterasi untuk suhu rektal (Y p1 ), suhu kulit (Y p2 ), frekuensi respirasi (Y p3 ), dan denyut jantung (Y p4 ) pada daerah Jakarta Tahap iterasi ke Error Y p1 Error Y p2 Error Y p3 Error Y p Simulasi merupakan teknik penyusunan dari kondisi nyata dan kemudian melakukan penelitian pada model yang dibuat dari sistem. Pada simulasi ini dilakukan dengan memperhatikan parameter suhu dan kelembaban sebagai penentu suhu kritis dengan respon fisiologis ternak untuk setiap kondisi, mulai dari nilai minimum sampai nilai maksimum yang terukur pada penelitian. Pada simulasi dengan mengkombinasi nilai input suhu dan kelembaban, maka didapatkan variasi nilai output suhu rektal, suhu kulit, frekuensi respirasi, dan denyut jantung di daerah Bogor dan Jakarta. Berdasarkan hasil simulasi suhu dan kelembaban, maka dapat mengetahui berapa respon fisiologis sapi perah pada suhu rektal, suhu kulit, frekuensi respirasi, dan denyut jantung, tanpa perlu mengukur langsung kepada ternaknya, tetapi cukup melihat suhu dan kelembaban yang terukur saat itu, kemudian disimulasikan dengan ANN. Hasil simulasi dapat digunakan untuk mengetahui tingkat respon fisiologis sapi perah (Tr, Ts,, dan Hr) terhadap perubahan suhu dan kelembaban yang berbeda. Hasil simulasi menggunakan ANN tertera pada Tabel 10 dan 11. Hasil prediksi dari simulasi ANN menunjukkan bahwa semakin meningkat suhu, maka semakin meningkat pula suhu rektal dan suhu kulit sapi perah baik daerah Bogor maupun Jakarta (Tabel 10). Begitu juga, semakin meningkat 39

17 40 kelembaban baik pada suhu yang sama atau pada suhu yang meningkat mengakibatkan peningkatan suhu rektal dan suhu kulit. Berdasarkan hasil simulasi ANN dapat diperoleh korelasi anatara suhu dan kelembaban dengan tingkat cekaman panas (suhu kritis) sapi berdasarkan suhu rektal dan suhu kulit. Kisaran suhu rektal normal untuk sapi perah antara C (Schutz et al. 2009). Tucker et al. (2008) mengemukakan bahwa suhu permukaan kulit sapi yang dipelihara pada lingkungan mikro nyaman berkisar antara o C. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sapi perah mengalamami cekaman panas apabila suhu rektal lebih dari 39.1 o C dan suhu kulit lebih dari 37.1 o C. Tabel 10 Hasil simulasi ANN perkiraan suhu rektal (Tr) dan suhu kulit (Ts) pada suhu dan kelembaban yang berbeda di Bogor dan Jakarta Bogor Jakarta Kelembaban (%) rektal kulit Kelembaban (%) rektal kulit , Nilai hasil prediksi dari simulasi ANN yang tertera pada Tabel 11 menunjukkan bahwa semakin meningkat suhu dalam kandang, maka semakin meningkat pula frekuensi respirasi dan denyut jantung sapi perah. Semakin meningkat kelembaban baik pada suhu yang sama atau pada suhu yang meningkat pula akan diperoleh hasil prediksi pada frekuensi respirasi dan denyut jantung sapi semakin meningkat. Pada Tabel 11 juga dapat diperoleh korelasi antara suhu dan kelembaban dalam kandang dengan tingkat stress sapi berdasarkan frekuensi respirasi dan denyut jantung. Frekuensi respirasi sapi pada kondisi normal dapat berlangsung kali/menit dan pada kondisi stress dapat mencapai 10 atau 60 kali/menit (Houpt 2005). Denyut jantung sapi pada kondisi normal berkisar kali/menit serta pada kondisi stress berat mencapai 40 atau 120 kali/menit (Radostits et al. 2005). Berdasarkan hasil prediksi hasil simulasi ANN, perubahan suhu dan kelembaban sangat sensitif mempengaruhi suhu rektal, suhu kulit, frekuensi respirasi, dan denyut jantung pada sapi perah. Tingkat suhu kritis (cekaman panas)

18 berdasarkan suhu rektal, suhu kulit, frekuensi respirasi, dan denyut jantung pada suhu dan kelembaban yang berbeda baik di daerah Bogor maupun Jakarta dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13. Peningkatan kelembaban dan suhu yang sama dan suhu berbeda sangat mempengaruhi terhadap suhu kritis pada sapi perah. Pada saat o C baik di daerah Bogor maupun Jakarta belum terjadi suhu kritis(cekaman panas) meskipun terjadi perubahan kelembaban. dan kelembaban tersebut, suhu rektal dan suhu kulit masih pada kisaran normal. Saat suhu o C (Bogor) dan suhu o C (Jakarta), sapi perah mulai terjadi suhu kritis (cekaman panas) dengan indikator cekaman panas pada suhu rektal. Pada saat peningkatan kelembaban dengan suhu yang sama dan suhu yang berbeda sangat mempengaruhi terhadap perubahan suhu rektal dibanding perubahan suhu kulit. kritis dengan indikator suhu kulit mulai terjadi apabila suhu naik menjadi 31 o C dengan kelembaban 88 % (Bogor) dan suhu naik menjadi 32.5 o C dan kelembaban 88 % (Jakarta). Pada saat suhu yang tinggi yaitu o C dan o C masing-masing untuk daerah Bogor dan Jakarta, terjadi cekaman panas dengan indikator suhu rektal dan suhu kulit, tetapi suhu rektal lebih sensitif dibanding suhu kulit, karena suhu rektal dipengaruhi baik dari lingkungan eksternal berasal dari iklim mikro maupun berasal dari panas tubuh. Tabel 11 Hasil simulasi ANN perkiraan frekuensi respirasi () dan denyut jantung (Hr) pada suhu dan kelembaban yang berbeda di Bogor dan Jakarta Bogor Jakarta Rh Frekuensi Denyut Rh Frekuensi (%) respirasi jantung (%) respirasi (kali/menit) (kali/menit) (kali/menit) Denyut jantung (kali/menit) Berdasarkan hasil prediksi menggunakan ANN, frekuensi respirasi sapi perah lebih sensitif dipengaruhi perubahan suhu dan kelembaban dalam kandang. Sapi perah mulai mengalami suhu kritis pada frekuensi respirasi di daerah Bogor dan Jakarta, masing-masing pada suhu 22.5 o C dengan kelembaban 78 % (31.93 kali/menit) dan suhu 23.5 o C dengan

19 42 kelembaban 78% (30.73 kali/menit). Denyut Jantung mulai terjadi suhu kritis di daerah Bogor dan Jakarta, masing-masing pada suhu 24.5 o C dengan kelembaban 78 % (80.87 kali/menit) dan suhu 23.5 o C dengan kelembaban 88 % (88.78 kali/menit). Tabel 12 dan kelembaban pada saat sapi perah mulai mengalami suhu kritis (cekaman panas) dengan indikator suhu rektal (Tr) dan suhu kulit (Ts) di Bogor dan Jakarta Bogor Jakarta Udara Kelembaban (%) Indikator cekaman Panas Kelembaban (%) Indikator cekaman panas Tr Tr Tr Tr Tr Tr Tr Tr Tr Tr Ts Tr Tr Ts Tr Tr Ts Ts Tabel 13 dan kelembaban pada saat sapi perah mulai mengalami suhu kritis (cekaman panas) dengan indikator frekuensi respirasi () dan denyut jantung (Hr) di Bogor dan Jakarta Bogor Jakarta Udara Kelembaban (%) Indikator cekaman Panas Kelembaban (%) Indikator cekaman Panas Hr dan Hr Hr Hr Hr Hr Hr Hr Hr Hr dan Hr Hr dan Hr Hr Hr 33 88

20 Hasil analisis menggunakan ANN untuk prediksi tingkat stress (suhu kritis) sapi perah berdasarkan perubahan suhu dan kelembaban dalam kandang lebih tahan terhadap panas bila dibandingkan dengan persyaratan kondisi lingkungan sapi perah yang nyaman yaitu pada suhu 5-21 o C dan RH sebesar % (Smith 2002; Sudono et al. 2003). kritis di daerah subtropis menyebabkan penurunan produksi susu pada bangsa sapi Holstein dan Jersey adalah o C, Brown Swiss adalah o C, dan Brahman adalah 38 o C (Sainbury dan Sainsbury 1982). Hal tersebut menunjukkan bahwa sapi perah telah beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan dan secara genetik sapi perah peranakan FH tahan terhadap kondisi lebih panas. Pengaruh peningkatan kelembaban sangat mempengaruhi frekuensi respirasi sapi perah bila dibanding dengan perubahan denyut jantung. Peningkatan suhu sangat mempengaruhi frekuensi respirasi dibanding perubahan denyut jantung. Pada suhu lebih rendah ( o C), frekuensi respirasi sapi perah lebih sensitif terkena stress akibat perubahan kelembaban dibanding dengan denyut jantung. 43 SIMPULAN Model penerapan Artificial Neural Network (ANN) dapat digunakan untuk menentukan suhu kritis pada Sapi Dara Peranakan Fries Holland berdasarkan peubah suhu dan kelembaban di dalam kandang terhadap respon fisiologisnya pada indikator suhu rektal, suhu kulit, frekuensi respirasi, dan denyut jantung. Penentuan suhu kritis pada sapi dara PFH berdasarkan indikator suhu rektal dan frekuensi respirasi lebih sensitif dibanding suhu kulit dan denyut jantung. kritis dengan indikator suhu rektal dan frekuensi respirasi sebagai acuan untuk menentukan cekaman panas dan untuk menentukan manajemen pakan dan perkandangan. Sapi dara FH mengalami suhu kritis pada suhu rektal dengan Ta 26 0 C dan Rh 86 % di lokasi Bogor dan Ta 26 0 C dengan Rh 88 % di lokasi Jakarta. Sapi dara mengalami suhu kritis pada suhu kulit pada Ta 31 0 C dan Rh 86 % di lokasi Bogor dan pada Ta C dengan Rh 88 % di lokasi Jakarta. Sapi dara FH mengalami suhu kritis pada denyut jantung dengan Ta C dan Rh 78 % di lokasi Bogor dan Ta C dengan Rh 88 % di lokasi Jakarta. Sapi dara mengalami suhu kritis pada frekuensi respirasi pada Ta C dan Rh 78 % di lokasi Bogor dan pada Ta C dengan Rh 78 % di lokasi Jakarta.

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

produktivitas. Strategi mengurangi cekaman panas telah dilakukan dengan perbaikan pakan, perbaikan konstruksi kandang, pemberian naungan pohon dan

produktivitas. Strategi mengurangi cekaman panas telah dilakukan dengan perbaikan pakan, perbaikan konstruksi kandang, pemberian naungan pohon dan 44 4 PENENTUAN SUHU KRITIS BERDASARKAN RESPON FISIOLOGIS DENGAN MANAJEMEN WAKTU PEMBERIAN DAN KONSENTRAT DENGAN KANDUNGAN TDN BERBEDA MELALUI SIMULASI ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PENDAHULUAN Pada dasarnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

PEMODELAN RESPON FISIOLOGIS SAPI PERAH FH DARA BERDASARKAN PERUBAHAN SUHU UDARA DAN KELEMBABAN RELATIF MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PEMODELAN RESPON FISIOLOGIS SAPI PERAH FH DARA BERDASARKAN PERUBAHAN SUHU UDARA DAN KELEMBABAN RELATIF MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PEMODELAN RESPON FISIOLOGIS SAPI PERAH FH DARA BERDASARKAN PERUBAHAN SUHU UDARA DAN KELEMBABAN RELATIF MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI SURAJUDIN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengamatan selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 09.00 pagi sampai pukul 15.00 sore WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

Simulasi Artificial Neural Network untuk Menentukan Suhu Kritis pada Sapi Fries Holland Berdasarkan Respon Fisiologis

Simulasi Artificial Neural Network untuk Menentukan Suhu Kritis pada Sapi Fries Holland Berdasarkan Respon Fisiologis Simulasi Artificial Neural Network untuk Menentukan Suhu Kritis pada Sapi Fries Holland Berdasarkan Respon Fisiologis Suherman D 1, Purwanto BP 2, Manalu W 3, dan Permana IG 4 1 Jurusan Peternakan Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Termoregulasi Sapi Perah Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan RINGKASAN DADANG SUHERMAN. Penentuan Suhu Kritis Atas pada Sapi Perah Dara Berdasarkan Respon Fisiologis dengan Manajemen Pakan melalui Simulasi Artificial Neural Network. Dibimbing oleh BAGUS P PURWANTO,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan Produksi Dan Manajemen Pakan

Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan Produksi Dan Manajemen Pakan Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan Produksi Dan Manajemen Pakan (The Model of Critical Temperature of Dairy Cattle on product ability and feed management ) D. Suherman, B.P.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Karakteristik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 39 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember tahun 2010 di rumah tanaman (greenhouse) Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi (Balitklimat),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 hingga Agustus 2011 yang berlokasi di kolam petani Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan jenis kambing persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing merupakan hewan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Bangsa Sapi Potong Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus), dan sapi Eropa (Bos taurus). Bangsa-bangsa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Detaseman Kavaleri Berkuda (Denkavkud) berada di Jalan Kolonel Masturi, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi

Lebih terperinci

DADANG SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DADANG SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN SUHU KRITIS ATAS PADA SAPI PERAH DARA FRIES HOLLAND BERDASARKAN RESPON FISIOLOGIS DENGAN MANAJEMEN PAKAN MELALUI SIMULASI ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DADANG SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN)

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN) Media Peternakan, April 2006, hlm. 35-46 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No:56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 1 Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Andi Ihwan 1), Yudha Arman 1) dan Iis Solehati 1) 1) Prodi Fisika FMIPA UNTAN Abstrak Fluktuasi suhu udara berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA Arif Qisthon dan Sri Suharyati Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi. RINGKASAN Edi Suwito. 2000. Hubungan antara Lingkungan Mikro dengan Lama Bernaung dalam Kandang pada Sapi Dara Peranakan Fries Holland. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Temak. Jurusan Ilmu Produksi

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

RESPON TERMOREGULASI SAPI PERAH PADA ENERGI RANSUM YANG BERBEDA. (Thermoregulation Response of Dairy Cows on Different Energy Content) ABSTRACT

RESPON TERMOREGULASI SAPI PERAH PADA ENERGI RANSUM YANG BERBEDA. (Thermoregulation Response of Dairy Cows on Different Energy Content) ABSTRACT RESPON TERMOREGULASI SAPI PERAH PADA ENERGI RANSUM YANG BERBEDA (Thermoregulation Response of Dairy Cows on Different Energy Content) Azhar Amir 1, Bagus P. Purwanto 2, dan Idat G. Permana 3 1 Puslitbang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

Jurnal Zootek ( Zootrek Journal ) Vol. 35 No. 2 : (Juli 2015) ISSN

Jurnal Zootek ( Zootrek Journal ) Vol. 35 No. 2 : (Juli 2015) ISSN PENGARUH PENINGKATAN RASIO KONSENTRAT DALAM RANSUM KAMBING PERANAKAN ETTAWAH DI LINGKUNGAN PANAS ALAMI TERHADAP KONSUMSI RANSUM, RESPONS FISIOLOGIS, DAN PERTUMBUHAN Arif Qisthon* dan Yusuf Widodo* ABSTRAK

Lebih terperinci

Analisis Jaringan Saraf Tiruan dengan Metode Backpropagation Untuk Mendeteksi Gangguan Psikologi

Analisis Jaringan Saraf Tiruan dengan Metode Backpropagation Untuk Mendeteksi Gangguan Psikologi Analisis Jaringan Saraf Tiruan dengan Metode Backpropagation Untuk Mendeteksi Gangguan Psikologi Kiki, Sri Kusumadewi Laboratorium Komputasi & Sistem Cerdas Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. akan daging sebagai salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging

1. PENDAHULUAN. akan daging sebagai salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Seminar Nasional Informatika 0 ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian, Purwa Hasan Putra Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi,

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi, LAMPIRAN 15 Lampiran 1 Algoritme Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Standar Langkah 0: Inisialisasi bobot (bobot awal dengan nilai random yang paling kecil). Langkah 1: Menentukan maksimum epoch, target

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI GANGGUAN PSIKOLOGI

JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI GANGGUAN PSIKOLOGI Media Informatika, Vol. 2, No. 2, Desember 2004, 1-11 ISSN: 0854-4743 JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI GANGGUAN PSIKOLOGI Kiki, Sri Kusumadewi Jurusan Teknik Informatika,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Sapi pedaging memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI

PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, M. Rhifky Wayahdi 2 1 Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet 4 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan Sapi Pedet Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Hijauan dan Konsentrat

TINJAUAN PUSTAKA Hijauan dan Konsentrat 3 TINJAUAN PUSTAKA Hijauan dan Konsentrat Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan produktivitas dan keuntungan sapi perah. Menurut Tyler dan Enseminger (2006) pakan merupakan kontributor

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Multilayer Perceptron (Joni Riadi dan Nurmahaludin) APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Joni Riadi (1) dan Nurmahaludin

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

Efek Waktu Pemberian Pakan dan Level Energi terhadap Cekaman Panas Berdasarkan Suhu Rektal dan Kulit Sapi Dara Fries Holland

Efek Waktu Pemberian Pakan dan Level Energi terhadap Cekaman Panas Berdasarkan Suhu Rektal dan Kulit Sapi Dara Fries Holland Efek Waktu Pemberian Pakan dan Level Energi terhadap Cekaman Panas Berdasarkan Suhu Rektal dan Kulit Sapi Dara Fries Holland Effect of Feeding Time and Energy Level on Heat Stress Based on Rectal and Skin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 )

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 ) TINJAUAN PUSTAKA Produksi Panas Hewan Dalam Kandang Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi lingkungan mikro.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX Oleh: Intan Widya Kusuma Program Studi Matematika, FMIPA Universitas Negeri yogyakarta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung Madu Plantation Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN tersembunyi berkisar dari sampai dengan 4 neuron. 5. Pemilihan laju pembelajaran dan momentum Pemilihan laju pembelajaran dan momentum mempunyai peranan yang penting untuk struktur jaringan yang akan dibangun.

Lebih terperinci

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN)

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN) BACK PROPAGATION NETWORK (BPN) Arsitektur Jaringan Salah satu metode pelatihan terawasi pada jaringan syaraf adalah metode Backpropagation, di mana ciri dari metode ini adalah meminimalkan error pada output

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION Eka Irawan1, M. Zarlis2, Erna Budhiarti Nababan3 Magister Teknik Informatika, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia, mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et al., 2002). Murtidjo

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu sumber protein hewani pada saat ini di Indonesia belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga budidaya kelinci yang ada saat

Lebih terperinci

( ) HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Lokasi Penelitian

( ) HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Lokasi Penelitian 14 model baru. Model gabungan telah mengalami pengurangan jumlah parameter akibat adanya peubah-peubah yang digabungkan karena kedekatan nilai kemiringan/slope. Untuk menguji kebaikan diantara kedua model,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN : POSITRON, Vol. V, No. (5), Hal. - 5 ISSN : -97 Prediksi Ketinggian Gelombang Laut Perairan Laut Jawa Bagian Barat Sebelah Utara Jakarta dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Prada Wellyantama

Lebih terperinci

Respon Fisiologis Sapi Perah Dara Fries Holland yang Diberi Konsentrat dengan Tingkat Energi Berbeda

Respon Fisiologis Sapi Perah Dara Fries Holland yang Diberi Konsentrat dengan Tingkat Energi Berbeda Respon Fisiologis Sapi Perah Dara Fries Holland yang Diberi Konsentrat dengan Tingkat Energi Berbeda Physiological Response of Fries Holland Dairy Heifers Fed Concentrate with Various Levels of Energy

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga Januari 2015 di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2010, di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian 4 3. Memperoleh Data dan informasi suhu kritis berdasarkan respon fisiologis sapi dara FH dengan pemberian kualitas pakan berbeda. 4. Penentuan suhu kritis berdasarkan respon fisiologis sapi perah dengan

Lebih terperinci

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)* Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)* 1)Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak Badan Meteorologi

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

STUDI ESTIMASI CURAH HUJAN, SUHU DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

STUDI ESTIMASI CURAH HUJAN, SUHU DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION STUDI ESTIMASI CURAH HUJAN, SUHU DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Muh. Ishak Jumarang 1), Lyra Andromeda 2) dan Bintoro Siswo Nugroho 3) 1,3) Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Prediksi Tinggi Signifikan Gelombang Laut Di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik Abraham Isahk Bekalani, Yudha Arman, Muhammad Ishak Jumarang Program

Lebih terperinci