( ) HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "( ) HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 14 model baru. Model gabungan telah mengalami pengurangan jumlah parameter akibat adanya peubah-peubah yang digabungkan karena kedekatan nilai kemiringan/slope. Untuk menguji kebaikan diantara kedua model, maka harus di lihat dengan uji Cp Mallow. Uji Cp Mallow digunakan untuk menganalisa kebaikan diantara dua model yang dihasilkan dari regresi dummy, yaitu antara model secara keseluruhan (Full model) dan model gabungan (Reduce Model). Rumus yang digunakan dalam perhitungan Cp Mallow adalah: dimana: p = jumlah observasi n = jumlah parameter s 2 dan σ 2 = ragam reduce dan full model ( ) Model yang baik adalah yang memiliki nilai lebih kecil atau sama dengan banyaknya parameter. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Lokasi Penelitian Gambaran lokasi penelitian yang diuraikan adalah kondisi geografis masingmasing lokasi. Berikut ini adalah uraian dari masing-masing lokasi penelitian, yaitu : a. Kelompok Ternak Pondok Ranggon-Jakarta Timur Kelompok Ternak Pondok Ranggon merupakan kumpulan peternak sapi perah di Jakarta Timur yang berada di Kelurahan Pondok Ranggon diatas ketinggian 80 mdpl dan letak geografis 6 ⁰ LS dan 106 ⁰ BT dengan kondisi geografis merupakan dataran rendah. Kelompok ternak pondok berada dekat dengan kantor kelurahan Pondok Ranggo-Jakarta Timur serta berhadapan dengan TPU Pondok Ranggon. b. Kelompok Ternak Kebon Pedes-Kota Bogor Kelompok Ternak Kebon Pedes-Bogor merpakan kelompok ternak yang letaknya menyebar, merupakan kumpulan peternak sapi perah di Kota Bogor yang berada di Kelurahan Kebon Pedes diatas ketinggian 250 mdpl dan letak geografis 6 ⁰ LS dan 106 ⁰ BT dengan kondisi geografis merupakan dataran rendah. c. BPPT Bunikasih-Cianjur Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. BPPT Bunikasih berada pada ketinggian 936 mdpl dan letak geografis pada 06 ⁰ LS dan 107 o BT. Kondisi geografis merupakan daerah perbukitan bergelombang dan berada jauh dari pemukiman penduduk. d. Cisarua Integrated Farming-Cisarua-Kabupaten Bogor Cisarua Integrated Farming atau disingkat CIF merupakan peternakan skala sedang milik swasta yang berada di Kelurahan Cisarua diatas ketinggian 1111 mdpl dan letak geografis 6 ⁰ LS dan 106 o bt dengan kondisi geografis merpakan perbukitan bergelombang serta dekat dengan hutan lindung milik Kementrian Kehutanan. letak peternakan persis didekat kebun binatang Taman Safari-Cisarua.

2 15 e. BPPT Cikole-Lembang, Bandung BPPT Cikole, Lembang-Bandung adalah salah satu balai penelitian peternakan milik Provinsi Jawa Barat yang terletak di jalan raya Tangkubang Perahu Km.21. Desa Cikole, Kecamatan lembang Kabupaten Bandung Utara diatas ketinggian 1225 mdpl. Posisi geografis terletak di 06 ⁰ LS dan 107 ⁰ BT dengan kondisi geografis sedikit berbukit dan menurun. Eksplorasi Data secara Deskriptif Eksplorasi data secara desktiptif bertujuan untuk gambaran masing-masing peubah dan visualisasi secara grafis mengenai hubungan peubah-peubah bebas terhadap produksi susu. Pola hubungan yang ditunjukkan melalui gambar ini dibuat berdasarkan data rataan masing-masing wilayah/kelompok. Hasil analisis deskriptif dari data penelitian secara lebih detail dijelaskan dalam dua bagian. Hubungan Peubah Fisiologis terhadap Produksi Susu Peubah fisiologis seperti umur dan bobot badan merupakan peubah yang secara langsung berpengaruh terhadap produktivitas sapi dalam menghasilkan susu. Hubungan antara masing-masing peubah terhadap produksi susu sebagai berikut: a. Hubungan Umur Sapi dengan Produksi Susu Umur sapi secara teori dan konseptual menunjukkan hubungan yang kuadratik, dimana terjadi peningkatan produksi pada usia tertentu lalu kemudian akan turun kembali, hal ini karena pada usia tertentu kemampuan organ untuk memproduksi susu sapi telah menurun mengikuti pola kuadratik. Menurut Basya (1983), puncak produksi sapi FH dicapai pada usia 6-8 tahun. Hubungan umur dengan produksi susu disajikan pada Gambar 3. Produksi Susu rata-rata (liter/hari) Umur (bulan) Gambar 3 Hubungan umur terhadap produksi susu Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa puncak produksi dicapai pada umur 7 tahun (bulan ke 85-95) kiri ke kanan, akan tetapi ada terjadi kenaikan produksi setelah laktasi melewati masa puncaknya. Hal ini karena manajemen yang baik dari peternak hingga dapat meningkatkan produksi. Sapi FH mengalami peningkatan laktasi pertama

3 16 ke laktasi selanjutnya, dan meningkat terus hingga umur 6-8 tahun, setelah periode ini produksinya akan turun secara perlahan sampai usia tua. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Anggraeni (2007) bahwa puncak produksi susu sapi dicapai pada laktasi ke empat, yaitu pada usia 6-7 tahun. b. Hubungan Bobot Badan terhadap Produksi Susu Bobot badan sapi yang tinggi menandakan bahwa sapi sehat, dengan konsumsi pakan yang tinggi diiringi dengan produksi dan reproduksi yang baik. Sapi FH yang memiliki pertumbuhan bobot badan yang baik cenderung memiliki produksi susu yang tinggi, hal ini karena ini karena adanya cadangan energi yang dapat digunakan untuk memproduksi susu selain dari pakan. Hasil pengamatan hubungan bobot badan terhadap produksi susu sapi disajikan pada Gambar 4. Produksi Susu rata-rata (Liter/hari) Bobot Badan (Kg) Gambar 4 Hubungan bobot badan terhadap produksi susu Pertumbuhan bobot badan sapi FH tidak diperkenankan terlalu gemuk, hal ini karena lemak yang terlalu banyak akan menghambat sekresi air susu sehingga berpotensi mengurangi produksi susu. Selanjutnya Waltner et al. (1993) menyatakan bahwa produksi susu meningkat pada saat bobot badan mencapai optimal dan akan menurun apabila bobot badan melebihi standar optimal. Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan akan meningkatkan produksi susu. Hal ini sesuai dengan dengan Wright et al. (1989) bahwa energi yang tersedia dalam tubuh sapi (dalam bentuk lemak) digunakan untuk metabolisme, laktasi dan aktivitas. Hubungan Peubah Lingkungan (THI) terhadap Produksi Susu Sapi FH adalah sapi yang berasal dari Eropa dengan suhu dan kelembaban tinggi. Suhu dan kelembaban merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi susu. Suhu yang tinggi dapat meningkatkan cekaman stress ternak, begitupun kelembaban yang berkorelasi dengan penurunan produksi susu. Silva et al (2007) menyatakan bahwa studi ilmiah telah menetapkan bahwa peristiwa stress panas berhubungan dengan kombinasi faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, radiasi matahari dan kecepatan angin. Indeks THI merupakan kombinasi yang dirumuskan untuk menentukan tingkat cekaman suhu dan kelembaban yang dialami oleh sapi. Menurut Bohmanova et al (2007) indeks suhu kelembaban (THI) telah digunakan sebagai sarana untuk kuantifikasi tingkat ketidaknyamanan yang disebabkan oleh stres panas. Hubungan indeks THI dengan produksi susu disajikan pada Gambar 5.

4 Y= THI S = R 2 = 96.5 r = % Gambar 5 Hubungan Indeks THI terhadap produksi susu Gambar 5 menunjukkan bahwa indeks THI berbanding terbalik dengan produksi susu. Tingkat produksi yang lebih baik pada THI lebih rendah menunjukkan pengaruh yang kuat dari faktor iklim (suhu dan kelembangan) sekitar yang ditunjang manajemen adaptasi sapi yang lebih baik terhadap cekaman panas. Model regresi produksi berdasarkan THI memberikan nilai R 2 sebesar 94.2%, yang artinya sebanyak 94.2% keragaman produksi susu dijelaskan oleh THI. Igono et al (1992) dan Frank et al (2009) suhu yang tinggi akan menyebabkan penurunan produksi susu. Selanjutnya ditegaskan oleh Nesamvuni et al (2012) bahwa sapi di bawah tekanan berat akan mengalami penurunan produktivitas susu sekitar 10-25% dan juga penurunan kinerja reproduksi mereka. Gambar 5 menunjukkan bahwa indeks THI cenderung menyebabkan pengaruh negatif terhadap produksi susu. Tingkat produksi yang lebih baik dibandingkan pada peternakan yang memiliki indeks THI lebih rendah menunjukkan bahwa pengaruh suhu dan kelembaban sangat besar terhadap produksi susu. Hubungan Peubah Nutrisi Pakan terhadap Produksi Susu Protein Kasar, Energi dan Bahan Kering adalah beberapa unsur gizi utama yang dibutuhkan oleh sapi untuk produksi dan reproduksi serta pertumbuhan sapi. Protein kasar adalah semua zat makanan yang mengandung nitrogen. Dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10%. Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan kering merupakan salah satu zat gizi yang terdapat pada bahan pangan susu selain air. Komponen yang terdapat dalam bahan kering susu, antara lain laktosa, protein, lemak dan abu. Energy adalah salah satu zat makanan yang dibutuhkan oleh ternak. Energy oleh ternak didapatkan dari Karbohidrat (95%), Protein (70%) dan Lemak. Kandungan energy didalam lemak mempunyai kandungan energy yang paling tinggi yaitu 2.25 kali karbohidrat dan protein. Hubungan antara Protein Kasar, Energi (TDN) dan Bahan Kering terhadap produksi susu disajikan pada Gambar 6.

5

6 19 Berdasarkan hasil pengamatan, kisaran umur sapi di lokasi Jakarta Timur berada pada bulan dengan rata-rata umur sapi 48 bulan. Sedangkan untuk bobot badan sapi antara kg dengan rataan 431 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 1.87 kg/ekor, 8.7 kg/ekor dan kg/ekor. Kisaran umur sapi di lokasi Kota Bogor berada pada bulan dengan rata-rata umur sapi 46 bulan. Sedangkan untuk bobot badan sapi antara kg dengan rataan 432 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 1.38 kg/ekor, 6.48 kg/ekor dan kg/ekor. Kisaran umur sapi di lokasi BPPT Bunikasih-Cianjur berada pada bulan dengan rata-rata umur sapi 49 bulan. Sedangkan untuk bobot badan sapi antara kg dengan rataan 478 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 2.11 kg/ekor, kg/ekor dan kg/ekor. Kisaran umur sapi di lokasi Cisarua- Kabupaten Bogor berada pada bulan dengan rata-rata umur sapi 76 bulan. Sedangkan untuk bobot badan sapi antara kg dengan rataan 506 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 1.95 kg/ekor, 8.22 kg/ekor dan kg/ekor. Kisaran umur sapi di lokasi BPPT BPPT Cikole-Lembang berada pada bulan dengan rataan umur sapi 76 bulan. Untuk bobot badan sapi antara kg dengan rataan 458 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 3.21 kg/ekor, kg/ekor dan kg/ekor. Tabel 4 Kondisi Iklim Lokasi Ketinggian Pondok Ranggon-Jakarta Timur (80mdpl) Kebon Pedes-Kota Bogor (215mdpl) Cugenang-Cianjur (936mdpl) Cisarua-Kab.Bogor (1111mdpl) Lembang-Bandung (1225 mdpl) Produksi (lt/hari) Umur (Bln) Suhu ( o C) RH (%) rata-rata Indeks THI Berdasarkan Tabel 4 hasil pengamatan dan pengukuran variabel-variabel amatan di lapangan secara deskriptif menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara ketingggian, suhu dan produksi susu. Semakin tinggi ketinggian (semakin rendah suhu) lokasi studi akan semakin meningkatkan produksi susu. Suhu dan kelembaban erat kaitannya dengan produksi susu sapi. Sapi yang mengalami cekaman panas cenderung akan terganggu produksi dan reproduksinya. Saat keadaan suhu telah mencapai tingkat stress, sapi akan menambah minum dan akibatnya asupan makanan akan berkurang, bobot badanpun akan berkurang akibatnya produksi susu akan menurun. Silva et al. (2007) menyatakan bahwa peristiwa stress panas berhubungan dengan kombinasi faktorfaktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, radiasi matahari dan kecepatan angin. Menurut Igono et al. (1992) dan Frank et al. (2009), suhu yang tinggi akan menyebabkan penurunan produksi susu. Selanjutnya ditegaskan oleh Nesamvuni et al. (2012) bahwa sapi di bawah tekanan berat akan mengalami penurunan produktivitas susu sekitar 10-25% dan juga penurunan kinerja reproduksi mereka. Sebaliknya Darwin (2001) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan global peternak harus meningkatkan

7 PRODUKSI 20 produksinya sekitar 2% pertahun. Korelasi antara ketinggian dan suhu cenderung negatif, artinya semakin tinggi letak suatu wilayah maka suhu akan semakin rendah. Akan tetapi hal ini tidak berlaku pada lokasi Cisarua dan Bandung. Hal ini disebabkan lokasi di bandung sangat dekat dengan pemukiman padat dan jalan raya, yang merupakan daerah terbuka, akibatnya sinar matahari akan dipantulkan sehingga terjadi peningkatan suhu lokasi studi. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Pengaruh Umur terhadap Produksi Susu Pemodelan fungsi produksi dari data-data amatan dilakukan dengan analisis regresi untuk mengetahui peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap produksi susu. Regresi adalah suatu persamaan matematik yang memungkinkan kita untuk meramalkan suatu nilai-nilai peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas (Walpole, 1992). Umur merupakan faktor fisiologis dari suatu individu, dalam hal ini adalah sapi perah. Kemampuan sapi untuk menghasilkan susu umumnya saat sapi telah mencapai umur tertentu (2 tahun) atau setelah laktasi pertama. Setiap pertambahan umur, rataan total produksi susu yang dihasilkan sapi akan turut berubah. Hal ini karena menyangkut kematangan fisiologis sapi dan kemampuannya menghasilkan susu yang optimal. Sehingga, peubah umur dianggap sebagai peubah yang paling berpengaruh terhadap produksi susu sapi. Oleh karena itu, sebelum melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi susu, langkah yang dilakukan terlebih dahulu adalah menguji pengaruh umur terhadap produksi susu. Menurut Sudono et al. (1999), umur sapi perah adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produksi susu. Peningkatan umur seiring dengan peningkatan rataan produksi dengan mengikuti pola kuadratik, dimana apabila produksi telah mencapai puncaknya pada umur tertentu, maka produksi akan menurun mengikuti pertambahan umur. Plot pencaran antara umur dengan produksi susu menunjukkan pola kuadratik yang mencerminkan hubungan antara keduanya disajikan pada Gambar Fitted Line Plot PRODUKSI = Umur Umur**2 S R-Sq 26.0% R-Sq(adj) 24.1% Umur Gambar 7 Hubungan kuadratik umur terhadap produksi susu Gambar 7 menunjukkan bahwa hubungan umur terhadap produksi mengikuti pola kuadratik, dimana terjadi peningkatan produksi hingga mencapai puncak pada umur

8 21 tertentu lalu akan turun kembali. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Basya (1983), dimana puncak produksi akan terjadi pada umur sapi sekitar 6-8 tahun dan setelah itu akan turun kembali. Hasil uji signifikansi koefesien regresi dari persamaan (1) disajikan pada Tabel 5. Nilai P untuk semua koefesien regresi lebih kecil dari α = 0.1, dengan demikian umur memberikan pengaruh yang nyata secara kuadratik terhadap produksi susu. Tabel 5 Taraf nyata regresi umur terhadap produksi Prediktor Koefisien S.E Koefisien P (α=0.1) Umur Umur Konstanta Pengaruh Bobot Badan, Pakan dan Lingkungan terhadap Produksi Susu Model regresi kuadratik dari produksi susu berdasarkan umur memberikan nilai R 2 sebesar 26%. Hal ini berarti, baru 26% faktor umur dapat menjelaskan keragaman produksi susu. Dengan demikian, masih ada faktor lain yang dapat menjelaskan keragaman produksi susu. Secara matematis, model produksi berdasarkan umur dapat dituliskan dalam persamaan (1). Produksi = umur umur 2 + error(1).(1) Error(1) pada persamaan (1) adalah sisaan (galat) yang merupakan komponen penjelas keragaman produksi susu yang belum diketahui. Jika sisaan tersebut diuraikan lagi menjadi sebuah model, maka akan diketahui faktor-faktor lain yang dapat menjelaskan keragaman produksi susu. Hasil penguraian sisaan tersebut melalui regresi linier berganda disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil penguraian sisaan pada persamaan (1) Prediktor Koefisien SE.Koefisien T P VIF Constant BB PK TDN BK Suhu Ketinggian Kelembaban Analisis regresi linier memiliki beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi, yaitu galat menyebar normal, ragam homogen (homoskedastisitas), tidak terjadi autokorelasi pada sisaan (non-autokorelasi), dan khusus pada regresi linier berganda mensyaratkan tidak terjadi multikolinier. Multikolinier adalah terjadinya korelasi antar peubah bebas. Pendeteksian adanya multikolinier ini dapat dilihat dari nilai VIF. Jika VIF bernilai lebih besar dari 5, maka dianggap ada multikolinier antar peubah bebas. Tabel 6 menunjukkan terjadi multikolinier yang kuat antar peubah bebas, kecuali bobot badan (BB). Artinya, faktor kandungan pakan (PK, TDN, BK) dan faktor lingkungan (suhu, ketinggian, kelembaban) satu sama lain saling berkorelasi kuat. Hal ini juga mengindikasikan adanya peubah-peubah yang saling mempengaruhi satu sama lain.

9 22 Sehingga, peubah-peubah yang dimasukkan kedalam model regresi untuk pendugaan produksi susu dapat dipilih beberapa peubah bebas saja. Hasil analisis korelasi dan regresi turut memperkuat dugaan adanya multikolinier pada peubah bebas (Tabel 6). Korelasi antara peubah bebas dengan peubah respon pada Tabel 6 semuanya tinggi. Besarnya R 2 juga semuanya tinggi (diatas 0.6). Hal ini mengindikasikan bahwa peubah bebas pada Tabel 6 yang dipilih dapat mewakili peubah respon. Artinya, untuk melihat peubah-peubah yang berpengaruh terhadap produksi susu, cukup diambil beberapa peubah saja yang dapat mewakili peubah lainnya. Nilai R 2 menunjukkan besarnya keragaman peubah respon yang dapat dijelaskan oleh peubah bebas. Berdasarkan nilai R 2, PK dapat menjelaskan TDN sebesar 96.6% dan dapat menjelaskan BK sebesar 69.5%, artinya PK dianggap dapat mewakili TDN dan BK. Sehingga, untuk faktor pakan dapat diambil PK sebagai peubah yang masuk ke dalam model regresi. Kemudian, suhu dapat menjelaskan ketinggian sebesar 86.8%, artinya suhu dapat mewakili ketinggian. THI dapat menjelaskan suhu sebesar 98.3% dan dapat menjelaskan kelembaban sebesar 68%. Dengan demikian, THI dapat mewakili suhu dan kelembaban. Hal ini juga sesuai dengan rumus THI yang merupakan fungsi dari suhu dan kelembaban. Sehingga, untuk faktor lingkungan dapat dipilih THI sebagai peubah bebas yang masuk ke dalam model regresi. Tabel 7 Korelasi dan regresi antar faktor penjelas produksi susu Peubah bebas Peubah respon P Korelasi R 2 PK TDN BK Suhu Ketinggian THI Suhu Kelembaban Selain itu, besarnya korelasi antara peubah bebas dengan produksi susu juga menjadi alasan penguat pemilihan peubah bebas yang masuk ke dalam model regresi (Tabel 8). Faktor pakan yang berkorelasi paling tinggi dengan produksi susu adalah PK, yaitu Sehingga sangat baik bila PK dipilih sebagai peubah bebas yang masuk ke dalam model regresi. Faktor lingkungan, THI dipilih sebagai peubah bebas karena besarnya korelasi terhadap produksi juga menunjukkan korelasi yang tinggi (-0.732). Tabel 8 Korelasi antara peubah bebas dengan produksi susu Faktor Kandungan Peubah Faktor Lingkungan Pakan Respon PK TDN BK Suhu Ketinggian Kelembaban THI Produksi Protein Kasar merupakan zat makanan hasil penguraian dari Bahan Kering melalui analisa Proksimat. Ditinjau dari asal ilmu pakan tentang zat makanan dan hubungan antar masing-masing zat makanan, protein kasar juga merpakan salah satu bentuk energi yang diserap oleh tubuh ternak, sedangkan TDN merupakan gabungan energi yang terserap kedalam tubuh ternak, artinya peran TDN dalam hal sebagai peubah pakan dapat diwakili oleh PK, selain itu keberadaan TDN sebagai energi dapat digantikan oleh protein, karena protein dapat berubah menjadi energi, sedangkan energi tidak dapat berubah menjadi protein. Total Digestible Nutrien (TDN) atau total nutrient

10 23 tercerna adalah jumlah nutrisi tercerna atau jumlah zat makan dari bahan makanan yang dapat dicerna. Nilai TDN merupakan nilai energy dari protein, serat kasar, Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETA-N) dan nilai energy dari lemak yang terserap kedalam tubuh sapi. Menurut Bohmanova et al.(2007) indeks suhu kelembaban (THI) telah banyak digunakan sebagai sarana untuk kuantifikasi tingkat ketidaknyamanan yang disebabkan oleh stres panas. THI adalah fungsi dari suhu udara dan kelembaban. Secara umum dianggap bahwa sapi perah menunjukkan tanda-tanda stres panas ringan hingga berat dan produksi susu berkurang ketika THI melewati ambang batas kritis dari 72. Setelah dilakukan seleksi peubah yang tidak multikolinier, maka peubah yang masuk ke dalam model regresi pada penguraian sisaan dari persamaan (1) adalah bobot badan, PK, dan THI. Hasil analisis regresi ulang terhadap peubah-peubah terpilih tersebut disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai VIF sudah lebih kecil dari 5, sehingga asumsi tidak terjadi multikolinier antar peubah bebas sudah terpenuhi. Tabel 9 Uji parsial penguraian sisaan pada persamaan (1) dengan peubah terpilih Prediktor Koefisien SE Koefisien T P VIF Constant BB PK THI Hasil analisis regresi menunjukkan peubah bebas terpilih yaitu BB, PK, dan THI berpengaruh nyata (α=0.1) terhadap sisaan (error 1). Hal ini berarti bahwa sisaan dari model pada persamaan (1) dapat diuraikan menjadi bobot badan, protein kasar, dan THI, melalui model pada persamaan (2). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa selain umur yang berpengaruh nyata secara kuadratik, faktor lain yang turut berpengaruh terhadap produksi susu adalah bobot badan, protein kasar, dan THI. Selain uji parsial seperti ditampilkan pada Tabel 9, uji simultan menggunakan anova juga dapat dilihat pada Tabel 10. Error (1) = BB PK THI + error (2).....(2) Sehingga fungsi regresi keseluruhan adalah: Y= Umur Umur BB+1.166PK THI...(3) Tabel 10 Anova hasil uji simultan penguraian sisaan pada persamaan (1) Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F P keragaman bebas Kuadrat Tengah Regresi Galat Total Keterangan : S = 2.73 R-square dari regresi secara keseluruhan adalah 75.9%, yang artinya sebesar 75.9% keragaman produksi susu dijelaskan oleh umur, bobot badan, PK dan THI. Pengujian asumsi selain masalah multikolinier dalam analisis regresi yang melibatkan

11 Frequency Residual Percent Residual 24 peubah bebas bobot badan, protein kasar, dan THI ditampilkan pada Gambar 8. Asumsi normalitas dapat dilihat dari normal probability plot. Pada gambar tampak bahwa plot sisaan (residual) telah mengikuti garis lurus, yang berarti bahwa sisaan telah menyebar normal. Asumsi homoskedastisitas dapat dilihat dari plot antara residual dengan dugaan produksi (fitted value). Pada gambar terlihat titik-titik pada plot pencaran tidak menunjukkan pola tertentu, yang berarti bahwa ragam sisaan homogen. Artinya, asumsi homoskedastisitas telah terpenuhi. Asumsi non-autokorelasi dapat dilihat dari plot sisaan pada setiap pengamatan (residual versus observation order). Pada gambar tampak bahwa plot sisaan tidak membentuk pola tertentu, artinya tidak terdapat autokorelasi pada sisaan. Sehingga, asumsi non-autokorelasi telah terpenuhi. Residual Plots for E_U Normal Probability Plot Versus Fits Residual Fitted Value 2 4 Histogram Versus Order Residual Observation Order Gambar 8 Hasil uji normalitas, homogenitas dan autokorelasi antar peubah Dalam analisis regresi, sisaan harus menyebar normal dan bebas satu sama lain. Dengan kata lain, sisaan pada pengamatan ke-i tidak tergantung pada sisaan pengamatan lain. Apabila sisaan telah menyebar bebas dengan rataan nol dan ragam σ 2, maka sisaan tersebut dikatakan sebagai white noise. Nilai keragaman white noise yang menyebar normal dengan nilai tengah sama dengan nol dan keragaman σ 2 ω, yang biasanya ditulis dalam bentuk ω(i) ~ N (0, σ 2 ω). Untuk melihat kebebasan sisaan antar pengamatan dapat dilihat melalui plot pencaran dan regresi antara sisaan ke-i dengan sisaan ke-(i-1), dalam hal ini adalah error(2) ke-i dengan error(2) ke-(i-1), dimana i = 1,, n dan n adalah banyaknya pengamatan. Gambar 9 menunjukkan plot pencaran antara error(2) ke-i dengan error(2) ke-(i-1) tidak mengikuti pola apapun atau sudah menyebar acak. Hal ini berarti bahwa sisaan dalam model yang dibentuk melalui persamaan (2) telah menyebar bebas.

12 RESI Scatterplot of RESI2 vs lag_resi lag_resi Gambar 9 Plot pencaran antara error (2) ke-i dengan error (2) ke-(i-1) Analisis regresi antara error(2) ke-i dengan error(2) ke-(i-1) memberikan nilai P = > α = 0.1 pada uji parsial (Tabel 11). Hal ini berarti bahwa sisaan dari pengamatan yang satu tidak mempengaruhi sisaan pada pengamatan yang lain. Sehingga, sisaan (galat) dari model pada persamaan (2) telah menyebar normal bebas dengan rataan 0 dan ragam = , atau ditulis dengan ω(i) ~ N (0, ). Dengan demikian, pembentukan model pendugaan produksi susu sudah cukup dengan dua model yang dinyatakan dalam persamaan (1) dan persamaan (2). Tabel 11 Hasil analisis regresi antara error(2) ke-i dengan error(2) ke-(i-1) Prediktor Koefisien SE Koefisien T P error(2) ke-(i-1) Koefesien regresi dari THI bertanda negatif, hal ini berarti bahwa THI memberikan pengaruh yang berbanding terbalik dengan produksi. Artinya, semakin tinggi THI maka produksi susu akan menurun. Sapi perah akan nyaman pada nilai THI dibawah 72. Jika THI melebihi 72 maka sapi perah Fries Holland akan mengalami stress ringan (72 THI 79), stress sedang (80 THI 89) dan stress berat (90 THI 97) (Wierema 1990). Hasil penukuran suhu dan kelembaban (indeks THI) berdasarkan nilainilai yang digunakan oleh Wierema dapat dinyatakan bahwa sapi di Jakarta Timur dan Kota Bogor mengalami stress sedang (keadaan bahaya) sedangkan sapi didaerah Cisarua, Cianjur dan Bandung mengalami stress ringan (keadaan waspada). Sapi FH adalah sapi yang berasal dari negara beriklim sedang, dengan temperatur udara berkisar dari -5 o C hingga 21 o C (Jhonson, 1987). Suhu dan kelembaban merupakan dua faktor iklim yang dapat mempengaruhi produksi susu sapi, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energy dan tingkah laku ternak, (Esmay, 1982). Untuk kehidupan dan produksinya, ternak memerlukan suhu yang optimum. Suhu ideal untuk sapi perah jenis FH Menurut McDowell (1972) adalah o C; 4-25 Yousef (1985); 5-25 o C Jones & Stallings (1999) dengan kelembaban relative (RH) sekitar 55% (Esmay 1982). Menurut Sutardi (1981), sapi FH dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada lingkungan dengan suhu udara sekitar ±18 o C. Hubungan antara suhu dan kelembaban disebut Temperature Humidity Index (THI). Sapi FH akan menunjukkan penampilan produksi terbaiknya apabila berada pada suhu 18.3 o C dengan kelembaban 55%, Suhu dan kelembaban di Indonesia berkisar dari o C dan 60-90%, (Yani & Purwanto 2006). Hasil perhitungan nilai THI dari tabel yang digunakan maka dapat dinyatakan bahwa sapi di Jakarta Timur dan Kota Bogor mengalami stress sedang (keadaan bahaya)

13 26 sedangkan sapi didaerah Cisarua, Cianjur dan Bandung mengalami stress ringan (keadaan waspada). Pendugaan produksi susu Pendugaan Produksi Susu berdasarkan Indeks Iklim Peningkatan umur sapi dan indeks THI secara teori dan konseptual akan mengakibatkan penurunan produksi susu secara perlahan, hal ini karena peningkatan indeks THI akan berkorelasi dengan peningkatan cekaman panas (stress) sapi, untuk itu dilakukan suatu upaya untuk menduga dampak cekaman panas terhadap produksi susu dan upaya adaptasinya. Untuk melihat secara lebih detail dampak dari cekaman panas dan adaptasinya terhadap tingkat produksi susu sapi dilakukan penghitungan laju perubahan produksi susu berdasarkan fungsi regresi yang melibatkan peubah bebas umur, PK dan indeks THI. Pendugaan perubahan produksi susu terhadap perubahan indeks THI dilakukan dengan dua (2) tahap, yaitu 1. Membuat model produksi berdasarkan umur, yang memberikan sisaaan / error (1), Kedua, menguraikan error (1) kedalam fungsi dari THI, yang menghasilkan error (2). Secara matemastis, pembentukan model pendugaan produksi susu terhadap THI disajikan pada persamaan berikut: Model 1: produksi = f (umur) +error (1) Model 2: error (1) = f (THI) + error (2) Hasil analisa data memberikan model dugaan produksi sebagai berikut: Produksi = Umur Umur 2 + error (1) Error (1) = THI + error (2) Sehingga model dugaan produksi secara keseluruhan adalah:...(4) Peningkatan suhu dan kelembaban secara langsung akan meningkatkan cekaman panas terhadap sapi perah, hal ini akan berdampak terhadap peningkatan minum sapi dan mengurangi intake pakan sehingga akan berdampak terhadap penurunan rataan produksi susu harian. Berdasarkan dugaan error dari umur dan indeks THI maka dapat dilakukan pengujian dugaan perubahan produksi susu akibat dari peubah umur dan indeks THI dengan mencoba satu kelompok umur misal umur 108 bulan (9 tahun) akan didapatkan dugaan produksi susu pada keadaan asumsi bobot badan dan asupan PK tetap adalah 16.2 liter/hari, dan dugaan produksi pada suhu dan kelembaban tertentu disajikan pada tabel 12.

14 Temperatur, ⁰C Temperatur, ⁰C 27 Tabel 12 Tabel dugaan persentase perubahan produksi susu pada sapi umur 108 bulan terhadap berbagai tingkat THI Kelembaban Relatif (%) Secara lebih detail perubahan produksi susu disajikan Berdasarkan indeks THI (Tabel Wierema) dan tabel dugaan persentase perubahan produksi susu untuk sapi berumur 108 bulan (Tabel 12) maka dapat disimpulkan bahwa produksi susu sapi perah pada umur 108 bulan (9 tahun) pada keadaan normal mempunyai peningkatan produksi diatas 14.04%, pada keadaan stress ringan akan terjadi perubahan produksi sebanyak % hingga 11.92%, pada saat stress sedang sapi akan mengalami penurunan produksi berkisar dari 5.06% hingga 24.26%, dan pada keadaan stress berat penurunan produksinya lebih dari %.pada Tabel 13. Tabel 13 Dugaan tingkat produksi susu terhadap tingkat THI Stress ringan Stress sedang Stress berat Kelembaban Relatif (%) Stress ringan Stress sedang Stress berat Hasil penghitungan produksi susu pada Tabel 12 dan Tabel 13 dapat dilihat peningkatan produksi terbaik tercapai pada suhu 21⁰C, hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Yousef (1985) suhu efektif untuk sapi perah berkisar dari 4-25 ⁰ C dan menurut Jones & Stallings (1999) berkisar dari 5-25 ⁰ C, semakin rendah suhu dan kelembaban maka produksi susu akan semakin tinggi dan juga sesuai dengan hasil kajian IPCC, dimana akan terjadi penurunan produksi susu dunia sebanyak 1.39% di Asia

15

16 PRODUKSI 29 Tingkat Optimal Produksi Susu berdasarkan PK dan Indeks THI Pada pembahasan sebelumnya telah diperoleh hasil bahwa PK dan THI berpengaruh nyata terhadap produksi susu. Untuk selanjutnya pembahasan difokuskan untuk mengetahui optimalisasi produksi susu berdasarkan PK dan indeks THI. Hubungan PK terhadap Produksi susu Protein kasar (PK) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produksi susu harian. Penambahan PK pada kondisi tertentu berpotensi meningkatkan produksi susu, hal ini karena protein merupakan salah satu zat makanan berupa energi yang dapat digunakan untuk memproduksi susu. Siregar (2001) menyatakan bahwa peningkatan konsumsi PK berpengaruh terhadap peningkatan produksi susu rata-rata harian. akan tetapi walaupun PK terbukti berpengaruh terhadap peningkatakan produksi susu hal ini perlu ditunjang dengan faktor lain yang mempengaruhi produksi susu seperti tingkat kenyamanan ternak. Tingkat kenyamanan ternak di lima lokasi dengan ketinggian berbeda memiliki indeks THI yang berbeda. Plot pencaran produksi susu berdasarkan lokasi dan tingkat PK yang berbeda disajikan pada Gambar Scatterplot of PRODUKSI vs PK Ketinggian PK Gambar 11 Plot Pencaran Produksi Susu terhadap PK di berbagai lokasi Gambar 11 Menunjukkan bahwa penggunaan PK berdasarkan berbagai lokasi ketinggian menujukkan pengaruh PK tiap lokasi cenderung berargam, sangat tergantung kondisi iklim lokasi. Sebagai contoh pemberian PK pada lokasi dengan ketinggian 1225mdpl sangat berbeda jauh dengan jumlah PK yang diberikan pada peternakan yang berada di ketinggian 1111mdpl, akan tetapi produksi susu yang dihasilkan tidak berbeda jauh, hal ini karena rataan suhu dilembang kebih tinggi dibanding rataan suhu di daerah Cisarua. Hal ini memperkuat dugaan bahwa faktor iklim paling berpengaruh terhadap produksi susu sapi FH (Fries Holland). Rahadja, (2007) menyatakan bahwa faktor iklim, khususnya suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap produksi dan konsumsi pakan. Suhu lingkungan yang naik sampai ±27 o C bagi sapi FH menyebabkan produksi susu menurun. Menurunnya produksi ini disebabkan oleh rendahnya nafsu makan. Hubungan yang tidak efektif dari penggunaan PK berdasarkan Gambar 11 menyebabkan

17 Food Intake / PK (Kg) 30 ketidakefisienan penggunaan PK pada kondisi tertentu, untuk itu perlu dijelaskan pengaruh PK terhadap indeks THI. Hubungan PK dan THI disajikan pada Gambar 12. PK = THI THI^2 S = R 2 = 56.9% r = Gambar 12 Hubungan PK berdasarkan THI Gambar 12 merupakan ilustrasi selera makan sapi perah FH (Fries Holland) pada berbagai kondisi THI. Hubungan PK dengan THI membentuk pola kuadratik, artinya selera makan sapi juga akan mengikuti pola kuadratik seiring peningkatan THI. Selera makan akan meningkat seiring peningkatan THI sampai kondisi tertentu dan setelah itu selera makan akan menurun meskipun THI meningkat, hal ini karena pada saat THI melebihi titik kenyamanan sapi lebih banyak minum sehingga konsumsi pakan yang diberikan menurun. Pengaruh PK untuk Setiap Lokasi Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa pengaruh PK terhadap produksi susu berbeda-beda, sangat tergantung pada lokasi (suhu dan kelembaban) masing-masing lokasi. Pengaruh PK pada setiap lokasi dapat diketahui melalui analisis regresi dummy. Hasil analisis regresi dummy disajikan pada persamaan (5): THI...(5) Hasil uji parsial koefisien regresi dari persamaan 5 menunjukkan pengaruh PK terhadap produksi susu tidak selalu nyata pada setiap wilayah. Wilayah-wilayah yang tidak berpengaruh nyata dan memiliki koefisien regresi relatif sama dilakukan penggabungan. Pada persamaan 5 tampak bahwa koefisien pengaruh lokasi dan pengaruh PK untuk Cianjur dan Cisarua relatif sama sehingga kedua wilayah tersebut digabungkan. Hasil analisis regresi dummy dari data penggabungan ini memberikan model dugaan seperti disajikan pada persamaan (6).

18 31 Untuk menguji apakah model gabungan (full model) sama baiknya dengan model parsial (reduce model) maka dilakukan pengujian dengan menggunakan kriteria Cp Mallow. Berdasarkan hasil perhitungan nilai Cp Mallow untuk Full Model adalah 8.73 (p=10) dan untuk reduce model adalah 8.69 (p=8). Model yang baik adalah model yang memiliki nilai Cp Mallow lebih kecil atau sama dengan banyaknya paramater (p), sehingga model yang digunakan adalah model secara keseluruhan pengaruh PK terhadap produksi susu pada tiap lokasi. Grafik Cp mallow disajikan pada Gambar 13. Gambar 13 Grafik Cp mallow Nilai Maksimum Penambahan PK Terhadap Indeks THI untuk Produksi Susu PK dan THI didapatkan sebagai variabel yang berkaitan erat dan bersifat kudratik dengan produksi susu, oleh karena itu perlu ditemukan PK maksimal yang dikaitkan dengan THI yang dapat diberikan pada THI tertentu. Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan PK dan THI dapat dinyatakan dalam fungsi berikut :...(7) Hubungan antara PK dan indeks kenyamanan (THI) bersifat kudratik (Gambar 12). Dengan melakukan turunan pertama dari persamaan (7) diperoleh nilai PK maksimum pada saat THI = Hal ini berarti bahwa pada kondisi THI<75.82, PK dapat ditambahkan semaksimal mungkin sesuai kemampuan konsumsi ternak sebagai upaya peningkatan produksi susu. Setelah THI lebih dari 75.82, konsumsi PK akan semakin menurun, yang mengakibatkan produksi susu juga akan menurun. Namun, dengan memberikan toleransi +1 dari nilai THI=75.82 masih diperoleh nilai PK yang penurunannya tidak terlalu tajam, sehingga pada kisaran THI = s.d masih dapat diperoleh PK yang optimal. Dengan demikian, penambahan PK masih dapat dilakukan dalam upaya peningkatan produksi susu. Sedangkan, pada saat THI>75.82 konsumsi PK akan semakin menurun tajam, sehingga penambahan PK bukan merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produksi susu.

19 Suhu, ⁰C 32 Berdasarkan interpretasi persamaan (7) tersebut dapat dibuat indeks kenyamanan konsumsi pakan pada sapi perah FH (Fries Holland). Indeks kenyamanan ini dibagi dalam tiga keadaan, yaitu : Keadaan pertama : Sangat nyaman, terjadi pada THI Pada keadaan ini ternak merasa sangat nyaman untuk mengkonsumsi pakan sehingga PK dapat ditambahkan semaksimal mungkin dalam upaya peningkatan produksi susu. Keadaan kedua : Nyaman, terjadi pada 75.82<THI Pada keadaan ini sapi masih merasa nyaman untuk mengkonsumsi pakan, sehingga masih dapat dilakukan upaya penambahan PK seoptimal mungkin dalam rangka peningkatan produksi susu. Keadaan ketiga : Tidak nyaman, terjadi pada THI> Pada keadaan ini sapi tidak merasa nyaman untuk mengkonsumsi pakan karena keadaan sapi sedang dalam cekaman panas, sehingga konsumsi pakan menurun. Dalam keadaan ini upaya penambahan PK dalam bentuk pakan tidak perlu dilakukan. Sehingga diperlukan upaya lain untuk merubah keadaan lingkungan ternak menjadi nyaman. Gambaran lebih detail mengenai indeks kenyamanan konsumsi pakan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Indeks Optimal penggunaan PK untuk produksi susu pada lima lokasi Kelembaban Relative, (%) Sangat Nyaman Opsi-Opsi Adaptasi Nyaman Tidak Nyaman Berdasarkan dugaan indeks kenyamanan sapi dalam mengkonsumsi PK, maka dapat dilakukan suatu perkiraaan status/kondisi kenyamanan lingkungan kandang ternak setiap lokasi penelitian dengan menggunakan data hasil pengukuran suhu dan kelembaban yang dilakukan oleh BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) setempat. Hasil penghitungan indeks kenyamanan tersebut selanjutnya digunakan untuk membuat kesimpulan waktu yang tepat bagi peternak dalam pemberian pakan optimal sebagai upaya peningkatan produksi susu. Hal ini dilakukan berdasarkan dugaan indeks THI setiap bulan dalam satu tahun. Hasil pengukuran indeks THI setiap lokasi disajikan pada Gambar 14. Berdasarkan Tabel 14 dan Gambar 14 maka didapatkan irisan waktu yang nyaman bagi sapi untuk makan dan menghasilkan susu. Untuk Wilayah Jakarta Timur, dari bulan

20 33 Januari sampai Desember nilai THI berkisar antara 82 sampai 85. Kisaran THI ini berada di atas ambang kenyamanan ternak dalam mengkonsumsi pakan, yaitu Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Wilayah Jakarta Timur bukanlah wilayah yang tepat untuk dilakukan peningkatan pemberian pakan pada ternak sapi perah FH (Fries Holland). Sehingga, diperlukan upaya lain dalam peningkatan produksi susu. Wilayah Kota Bogor pun demikian, nilai THI di atas ambang batas kenyamanan ternak dalam mengkonsumsi pakan. Sehingga, upaya yang sama dengan Wilayah Jakarta Timur perlu dilakukan. Untuk Wilayah Cianjur, nilai THI berkisar antara 76.5 sampai Dengan demikian, masih terdapat waktu-waktu yang tepat untuk penambahan pakan dalam upaya peningkatan produksi susu, yaitu pada bulan Juli sampai September (Gambar 14). Kemudian, untuk Wilayah Lembang dan Cisarua, nilai THI pada setiap bulan selama satu tahun berada di bawah ambang batas kenyamanan ternak dalam mengkonsumsi pakan (76.82). Sehingga, pada kedua wilayah ini penambahan PK dapat dilakukan semaksimal mungkin sesuai kemampuan konsumsi ternak dalam rangka peningkatan produksi susu. Indeks THI Jakarta Timur Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop Des Indeks THI Kota Bogor Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop Des Indeks THI Cisarua Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop Des Indeks THI Cianjur Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop Des Indeks THI Lembang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop Des Sumber: Data suhu dan Kelembaban BMG (2013) Gambar 14 Indeks THI tiap lokasi Dari uraian mengenai indeks kenyamanan ternak dalam konsumsi pakan pada berbagai keadaan lingkungan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa opsi adaptasi yang dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi susu. Ada tiga aspek yang dapat diupayakan dalam hal ini, yaitu aspek pakan, lingkungan, dan fisiologi ternak. Penjabaran opsi adaptasi ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut : a. Pakan Pakan yang menjadi perhatian dari hasil penelitian ini adalah PK. Untuk mengingkatkan produksi susu dapat dilakukan adaptasi dengan cara peningkatan pemberian PK, misalnya dengan penambahan kuantitas hijauan dan bahan pakan lainnya yang mengandung protein.

21 34 b. Lingkungan Opsi adaptasi yang dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi susu ditinjau dari aspek lingkungan yang menjadi fokus perhatian adalah suhu dan kelembaban kandang, sirkulasi udara, dan suhu tubuh sapi. Adaptasi yang dapat dilakukan diantaranya : Pertama, modifikasi kandang. Kandang harus dibuat senyaman mugkin sehingga membuat ternak merasa nyaman untuk mengkonsumsi pakan. Hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan menambah ketinggian kandang, menggunakan atap dari bahan yang dapat menyerap panas, memperluas ventilasi udara, memperlancar sirkulasi udara di dalam kandang, dan memastikan saluran limbah di kandang berfungsi maksimal. Kedua, pemberian naungan di lingkungan kandang sapi. Naungan diperlukan untuk menahan panas yang dipancarkan oleh sinar matahari sehingga tidak langsung mengenai kandang sapi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara penambahan jumlah tanaman atau pepohonan di sekitar kandang. c. Fisiologi ternak Selain pakan dan lingkungan, aspek fisiologi ternak juga penting diperhatikan dalam rangka peningkatan produksi susu. Fisiologi ternak yang dimaksud adalah suhu tubuh sapi. Adaptasi untuk peningkatan produksi susu melalui aspek ini yaitu dengan cara memodifikasi suhu tubuh sapi. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya dengan melakukan penyiraman suhu tubuh sapi secara berkala dan pemberian air minum secara ad libitum (tak terbatas). Opsi-opsi adaptasi yang telah dijabarkan tersebut, sesuai dengan yang dinyatakan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Ismail (2006) menyatakan bahwa penyiraman dan penganginan tubuh dapat meningkatkan konsumsi PK harian. Velasco et al. (2002) menyebutkan bahwa cekaman panas dapat dikurangi dengan perbaikan pakan, perbaikan konstruksi kandang, pemberian naungan pohon dan pemberian air minum secara ad libitum. Hal ini diperkuat oleh Yani & Purwanto (2006) Perbedaan ketinggian atap sangat mempengaruhi respon fisiologis sapi perah dan produksi susu yang dihasilkan. Selanjutnya dikatakan oleh Yani & Purwanto (2006) bahwa untuk mengurangi suhu kandang dapat digunakan bahan atap yang mampu memantulkan dan menyerap radiasi sehingga dapata mengurangi penghantaran panas kedalam kandang. Penerapan opsi-opsi adaptasi tersebut tidak dilakukan pada semua lokasi dan waktu. Untuk wilayah yang memiliki indeks kenyamanan konsumsi PK sangat nyaman (THI 75.82), dapat dilakukan adaptasi dalam aspek pakan. Untuk wilayah dengan indeks kenyamanan konsumsi PK nyaman (75.82 < THI 76.82), dapat dilakukan adaptasi dalam aspek pakan, lingkungan, dan fisiologi ternak secara maksimal. Selanjutnya, untuk wilayah yang memiliki keadaan tidak nyaman bagi ternak dalam mengkonsumsi PK (THI > 76.82), maka perlu dilakukan adaptasi dalam aspek lingkungan dan fisiologi ternak. SIMPULAN 1. Keragaman produksi susu didaerah Jakarta, Bogor, Cisarua, Cianjur dan Bandung dipengaruhi oleh Umur, Bobot badan, Protein Kasar, Suhu dan Kelembaban yang disusun sebagai fungsi produksi dalam bentuk persamaan berikut:

PENGEMBANGAN INDEKS IKLIM UNTUK PREDIKSI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FH (FRIES HOLLAND) DEDI FERNANDO

PENGEMBANGAN INDEKS IKLIM UNTUK PREDIKSI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FH (FRIES HOLLAND) DEDI FERNANDO PENGEMBANGAN INDEKS IKLIM UNTUK PREDIKSI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FH (FRIES HOLLAND) DEDI FERNANDO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet 4 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan Sapi Pedet Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Termoregulasi Sapi Perah Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

homogen jika titik-titik tersebar secara merata atau seimbang baik di atas maupun dibawah garis, dengan maksimum ragam yang kecil.

homogen jika titik-titik tersebar secara merata atau seimbang baik di atas maupun dibawah garis, dengan maksimum ragam yang kecil. 8 koefisien regresi berganda dari variabel tak bebas Y terhadap variabel bebas Xi. Pada kasus ini, persamaan mengandung arti sebagai berikut, seperti yang telah dimodelkan Merdun (23) di Sungai Saluda,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor.

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor. Jika plot peluang dan plot kuantil-kuantil membentuk garis lurus atau linier maka dapat disimpulkan bahwa model telah memenuhi asumsi (Mallor et al. 2009). Tingkat Pengembalian Dalam praktik, besaran atau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Karakteristik

Lebih terperinci

METODE. Materi. Metode

METODE. Materi. Metode METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Desa Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 62 hari dari bulan September

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 12 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 Maret 2016 di Kelompok Tani Ternak Wahyu Agung, Desa Sumogawe, Kecamatan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi. RINGKASAN Edi Suwito. 2000. Hubungan antara Lingkungan Mikro dengan Lama Bernaung dalam Kandang pada Sapi Dara Peranakan Fries Holland. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Temak. Jurusan Ilmu Produksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Setelah melalui beberapa tahap kegiatan penelitian, dalam bab IV ini diuraikan analisis hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan terhadap performa ayam buras super dilaksanakan pada September 2016 sampai dengan November

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Struktur Organisasi PTP Nusantara VIII Kebun Cianten

Lampiran 1. Struktur Organisasi PTP Nusantara VIII Kebun Cianten LAMPIRAN 71 Lampiran 1. Struktur Organisasi PTP Nusantara VIII Kebun Cianten 72 Lampiran 2. Spesifikasi persyaratan mutu teh hitam (SNI 01-1902-1995) No. Jenis Uji Satuan Spesifikasi 1 Kadar air % b/b

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi 22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi Madura Jantan yang Mendapat Kuantitas Pakan Berbeda dilaksanakan pada bulan Juni September 2015. Lokasi

Lebih terperinci

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05)

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05) Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Perlakuan 2 95663 98356 49178 1,97 0,234 Kelompok 3 76305 76305 25435 1,02 0,459 Galat 5 124978 124978 24996 Total 10 296946 S = 158,100 R-Sq = 57,91%

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. 21 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. Penelitian dilaksanakan di Peternakan Sapi Perah Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pembibitan Ternak Unggul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci

disusun oleh: Willyan Djaja

disusun oleh: Willyan Djaja disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

TAHUN TOTAL RATAAN

TAHUN TOTAL RATAAN Lampiran 1. Data Produksi Tandan Buah Segar (ton/bulan) Kebun Bah Jambi pada Tanaman Berumur 8, 16, dan 19 Tahun Selama 3 Tahun (2011-2013) TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 BULAN UMUR (TAHUN) UMUR (TAHUN)

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi perah Fries

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi perah Fries 20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi perah Fries Holland pada laktasi pertama. Produksi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga Januari 2015 di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Keadaan Wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Jawa dan merupakan provinsi paling timur di Pulau Jawa. Letaknya pada

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengamatan selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 09.00 pagi sampai pukul 15.00 sore WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura adalah salah satu plasma nutfah yang berasal dari Indonesia, tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan sebagai ternak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dan impor ini dilakukan di DKI Jakarta, tepatnya di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi data Tahap pertama dalam pembentukan model VAR adalah melakukan eksplorasi data untuk melihat perilaku data dari semua peubah yang akan dimasukkan dalam model. Eksplorasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan. Analisa kualitas susu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan (prediction).

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai September 2015 bertempat di Kandang Kambing Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

BAB SIMULASI PERHITUNGAN HARGA BARANG. Bab 4 Simulasi Perhitungan Harga barang berisikan :

BAB SIMULASI PERHITUNGAN HARGA BARANG. Bab 4 Simulasi Perhitungan Harga barang berisikan : BAB SIMULASI PERHITUNGAN HARGA BARANG Bab Simulasi Perhitungan Harga barang berisikan :.. Simulasi peramalan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) melalui metode ARIMA.. Prediksi nilai inflasi tahun 0.3. Prediksi

Lebih terperinci