PEMINGSANAN LOBSTER AIR TAWAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMINGSANAN LOBSTER AIR TAWAR"

Transkripsi

1 PEMINGSANAN LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) DENGAN EKSTRAK AKAR TUBA (Derris elliptica Roxb. Benth) DAN KELULUSAN HIDUPNYA SELAMA PENYIMPANAN DALAM MEDIA SERBUK GERGAJI HENDRA SAKTI NASUTION C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 RINGKASAN HENDRA SAKTI NASUTION. C Pemingsanan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) dengan Ekstrak Akar tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) dan Kelulusan Hidupnya selama Penyimpanan dalam Media Serbuk Gergaji. Dibawah bimbingan RUDDY SUWANDI dan AGOES M. JACOEB. Dukungan teknologi penanganan dan transportasi yang baik merupakan dua hal penting yang harus diperhatikan dalam pemenuhan permintaan komoditas perikanan hidup yang terus mengalami peningkatan. Transportasi kering tanpa menggunakan media air dianggap sebagai cara yang lebih praktis dan memiliki resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan transportasi dengan media air. Derris elliptica yang digunakan dalam penelitian ini didatangkan dari daerah Tapanuli Selatan yang ditumbuhkan di daerah Dramaga, Bogor. Ekstrak bahan ini diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan anestesi alternatif dalam transportasi kering lobster air tawar. Konsentrasi uji ditentukan berdasarkan data empiris yang biasa digunakan oleh masyarakat Tapanuli Selatan dalam penangkapan ikan. Konsentrasi uji yang digunakan adalah 5; 7,5; 10; 12,5; 15; 17,5; dan 20 ppm. Lobster uji yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang pada kisaran 7,0±0,297 cm dan bobot tubuh 18,87±1,835 gram. Lobster uji yang digunakan memiliki karakteristik yang sesuai dengan SNI , persyaratan lobster air tawar sebagai bahan uji transportasi. Penanganan lobster untuk transportasi disesuaikan dengan SNI Berdasarkan perhitugan rendemen, akar tuba yang digunakan mengandung 13,184% rotenoid kental yang diekstrak dengan larutan etanol 95%. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa golongan rotenoid yang terkandung dalam akar tuba, perubahan aktifitas lobster air tawar setelah penambahan ekstrak akar tuba hingga lobster pingsan, serta konsentrasi terbaik yang digunakan dalam pemingsanan. Hasil pengamatan dan perhitungan parameter dianalisis dengan metode RAL dan uji lanjut Tukey. Percobaan pada penilitian utama bertujuan untuk mengetahui kelulusan hidup lobster air tawar selama penyimpanan dalam media serbuk gergaji. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan konsentrasi terbaik berdasarkan hasil pengujian pada penelitian pendahuluan, yaitu 10; 12,5; dan 15 ppm. Nilai ph, DO, dan TAN air yang digunakan sebelum proses pemingsanan merata pada setiap konsentrasi uji. Hasil pengamatan menunjukkan, penambahan ekstrak akar tuba menyebabkan penurunan masing-masing nilai kualitas air, semakin besar konsentrasi ekstrak yang ditambahkan menyebabkan semakin menurunnya nilai DO, TAN dan ph (semakin asam) air. Berdasarkan pengujian nilai SR, lobster air tawar yang tanpa diberi ekstrak akar tuba mampu bertahan hingga 36 jam, dengan kematian 33,37% pada jam yang sama. Pemberian konsentrasi 10 dan 12,5 ppm mampu mempertahankan hidup lobster air tawar hingga 48 jam dengan nilai SR 100%, sedangkan konsentrasi 15 ppm menyebabkan 13,33% kematian lobster uji pada jam yang sama. Dengan demikian, pemberian ektrak akar tuba ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan anestesi alternatif pemingsanan pada transportasi dengan waktu tempuh hingga 48 jam.

3 PEMINGSANAN LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) DENGAN EKSTRAK AKAR TUBA (Derris elliptica Roxb. Benth) DAN KELULUSAN HIDUPNYA SELAMA PENYIMPANAN DALAM MEDIA SERBUK GERGAJI Hendra Sakti Nasution C SKIRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : Pemingsanan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) dengan Ekstrak Akar tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) dan Kelulusan Hidupnya selama Penyimpanan dalam Media Serbuk Gergaji : Hendra Sakti Nasution : C Menyetujui: Pembimbing I Pembimbing II (Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil) (Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol.) NIP: NIP: Mengetahui: Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan (Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil) NIP: Tanggal kelulusan: 9 Maret 2012

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pemingsanan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) dengan Ekstrak Akar tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) dan Kelulusan Hidupnya selama Penyimpanan dalam Media Serbuk Gergaji adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing, dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapuan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 9 Maret 2012 Hendra Sakti Nasution C

6 Hak cipta milik Hendra Sakti Nasution, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat serta karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pemingsanan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) dengan Ekstrak Akar tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) dan Kelulusan Hidupnya selama Penyimpanan dalam Media Serbuk Gergaji. Selanjutnya, shalawat beriring salam kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang selalu kita harapkan syafa atnya. Penyelesaian penulisan laporan penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan partisipasi berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan partisipasi dalam penulisan laporan ini, yaitu kepada: 1. Kedua orang tua penulis, yang ridha dari keduanya merupakan pegangan bagi penulis sebagai seorang anak. 2. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil; selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan sekaligus pembimbing skripsi penulis. 3. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol; selaku Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan sekaligus pembimbing skripsi penulis. 4. Ibu Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA; dosen penguji sidang skripsi penulis. 5. Seluruh Dosen dan Staf Departemen Teknologi Hasil Perairan, terima kasih atas bimbingan, arahan, kerja sama, ilmu dan pengetahuan yang diberikan. 6. Agus Salim Hasibuan, SE (Alm.); Raja Amin Hasibuan, MM, MBA beserta keluarga besar lainnya; selaku inspirator dan motivator bagi penulis. 7. Mira Humairo Nasution dan Gusti Aulia Nasution; kedua adik yang selalu memberikan dukungan dan do a bagi penulis. 8. Teman-teman THP 43 beserta civitas THP lainnya; terima kasih atas kerja sama dan kebaikannya. 9. Halilintar Siagian, Agus S. Nasution, Iqbal Z. Nasution, Amli R. Harahap, Rahmad W. Siregar, dan Wahyudi Lubis; terima kasih telah membuat suasana rantau di Bogor menjadi suasana keluarga bagi penulis 10. M. Adi Sofyan, Amri Siregar, Ramadhani Siregar beserta anggota IKADM Jabodetabek lainnya; terima kasih atas bantuan dan dukungannya. V

8 11. Rio S.S.M. Tampubolon, Rudi Setiawan, Vickar Muhammad, Trias Alvinoor, Ginanjar Pratama, Fauzi Iriawan, Fitri Hardyanti, Afif Zulfikar, Fitri Astuti, Hana Nurulita P, dan Iis Setiany M; terima kasih telah membuat suasana kampus seperti suasana keluarga. 12. Seluruh penghuni Pondok Saroha dan Pondok Dahlia beserta anggota IMATAPSEL Bogor lainnya, yang selalu setia memberikan dukungan dan semangat bagi penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan oleh penulis. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, 9 Maret 2012 Penulis VI

9 RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Hendra Sakti Nasution, dilahirkan di Singali, pada tanggal 11 Agustus Penulis adalah anak pertama (3 bersaudara) dari pasangan Sauli Nasution dan Rahmaladewi Hasibuan. Pendidikan formal penulis dimulai di SDN Sabungan pada tahun 1994 dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di salah satu Pondok Pesantren Modern di Tapanuli Selatan, yaitu Pesantren Darul Mursyid. Penulis menyelesaikan masa pendidikan Tsanawiyah dan Aliyah di Pesantren tersebut dengan kelulusan tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa pendidikan, penulis banyak berinteraksi di berbagai organisasi baik yang bersifat kesiswaan, keprofesian, maupun kedaerahan. Beberapa organisasi yang pernah diikuti oleh penulis adalah Organisasi Pelajar Pesantren Darul Musyid (OPPDM) dengan jabatan Koordinator Bagian Bahasa ( ), Pembantu GUDEP Pesantren Darul Mursyid dengan jabatan terakhir sebagai Pembantu Pembina ( ), Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan (IMATAPSEL) Bogor dengan jabatan Staf Kerohanian ( ), Koordinator Departemen Kerohanian ( ) dan sebagai Ketua Umum ( ), serta Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan dengan jabatan Staf Pengembangan Sumber Daya Manusia ( ). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan serangkaian kegiatan penelitian. Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam sebuah skripsi dengan judul Pemingsanan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatusi) dengan Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) dan Kelulusan Hidupnya selama Penyimpanan dalam Media Serbuk Gergaji, di bawah bimbingan Bapak Dr.Ir Ruddy Suwandi, MS, MPhil dan Bapak Dr.Ir Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. VII

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Deskripsi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Klasifikasi dan Deskripsi Akar Tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) Kandungan Aktif Akar Tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) Rotenon Deguelin Toksisitas Pembiusan (Imotilisasi) Kualitas Air Transportasi Sistem Kering Persiapan dan Persyaratan Lobster Air Tawar untuk Transportasi Media Pengisi Kemasan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian Persiapan penelitian Penelitian pendahuluan Penelitian utama Rancangan percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Hewan Uji dan Bahan Pemingsan Pengaruh Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) Terhadap Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Waktu Onset Pemingsanan VIII

11 4.4 Waktu Pulih Sadar Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Survival Rate Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Pengujian Kualitas Air Pengujian Kelulusan Hidup Lobster Air Tawar selama Proses Penyimpanan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA IX

12 DAFTAR TABEL No Halaman 1 Kriteria aktivitas lobster pada suhu rendah Kisaran nilai konsentrasi DO dan pengaruhnya pada ikan Pengaruh perubahan ph terhadap ikan Parameter kualitas air beserta peralatan Hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah proses pemingsanan X

13 DAFTAR GAMBAR No Halaman 1 Lobster air tawar (Cherax quadricanatus) Akar tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) Struktur kimia rotenon (Kidd dan James 1991; Kole et al dalam Irwan 2006) Struktur kimia deguelin (Wenjie et al. 2009) Penyusunan lobster dalam kotak styrofoam Proses pengentalan ekstrak etanol akar tuba dengan alat rotary vacuum epavorator Grafik pengaruh pemberian ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi berbeda terhadap waktu onset Grafik pengaruh pemberian ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi berbeda terhadap waktu pulih sadar Grafik pengaruh pemberian ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi berbeda terhadap nilai SR Persentase kelulusan hidup lobster air tawar setelah penyimpanan XI

14 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1 Data panjang dan bobot lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji Perhitungan rendemen ekstrak etanol akar tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) 47 3 Perubahan tingkah laku lobster air tawar selama pemingsanan dalam larutan ekstrak akar tuba Analisis waktu onset pemingsanan Analisis waktu pemulihan lobster air tawar Analisis nilai SR lobster air tawar Lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji Proses pemingsanan dan penyadaran kembali lobster air tawar Foto peralatan analisis yang digunakan dalam penelitian XII

15 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan komoditi perikanan di pasar internasional maupun domestik terus mengalami pergeseran, dari bentuk beku ke bentuk segar kemudian ke bentuk hidup. Komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi yang diperdagangkan dalam keadaan hidup antara lain udang, lobster dan beberapa jenis ikan laut dan air tawar lainnya (Junianto 2003). Salah satu alasan permintaan konsumen terhadap komoditi hidup perikanan adalah keinginan konsumen untuk memperoleh kepuasan cita rasa dan tekstur daging yang lebih baik. Konsumen bersedia membayar lebih tinggi untuk memperoleh produk hidup demi mendapatkan cita rasa dan tekstur daging yang lebih baik. Harga udang dan lobster dalam keadaan hidup dapat mencapai tiga atau empat kali lipat dibandingkan dengan harga ketika sudah mati (Lee dan Sadovy 1998 dalam Suryaningrum et al. 2005). Lobster air tawar (Cherax quadracarinatus) merupakan salah satu jenis komoditas perikanan air tawar yang potensial. Lobster air tawar merupakan hasil budidaya yang terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Permintaan terhadap jenis lobster tersebut dalam keadaan hidup terus meningkat baik oleh pasar domestik maupun pasar internasional. Dukungan teknologi penanganan dan transportasi dibutuhkan dalam memenuhi permintaan pangsa pasar yang terus meningkat terhadap lobster air tawar hidup. Transportasi lobster hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem basah menggunakan air dan sistem kering tanpa menggunakan media air (Suryaningrum et al. 2005) Sistem kering tanpa menggunakan media air dianggap sebagai cara yang lebih praktis dan memiliki resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan transportasi dengan media air. Pada transportasi tanpa media air ini, udang dikondisikan dalam keadaan metabolisme, respirasi dan aktivitas rendah dengan menggunakan teknik immotilisasi. Dengan demikian, lobster dalam kondisi tersebut memiliki kemampuan tinggi untuk bertahan hidup diluar kondisi habitat hidupnya (Wibowo et al. 1994).

16 2 Salah satu metode yang dapat dilakukan dalam teknik immotilisasi adalah pembiusan dengan menggunakan zat anestesi. Zat anestesi yang biasa digunakan untuk proses pemingsanan ikan, yaitu bahan kimia misalnya MS-222 (tricaine methane sulphonate), CO 2 dan quinaldine, dan bahan alami berupa ekstrak biji karet dan ekstrak cengkeh. Pemingsanan dengan zat anestesi kimia diyakini dapat mempengaruhi aspek kesehatan, sehingga banyak penelitian yang mengarah pada penggunaan ekstrak bahan alam dalam transportasi ikan hidup. Penelitian ini merupakan salah satu upaya dalam menganalisis kemampuan bahan ekstrak etanol tumbuhan akar tuba sebagai bahan anestesi dalam transportasi lobster air tawar hidup. Akar tuba (Derris elliptica) merupakan tumbuhan perdu yang memiliki kandungan aktif dominan berupa rotenon. Senyawa ini merupakan senyawa isoplavon yang memiliki kadar toksisitas rendah terhadap mamalia, termasuk terhadap manusia. Ikan yang diracuni dengan akar tuba dapat dikomsumsi oleh manusia tanpa memberikan efek yang signifikan terhadap kesehatan (Acevado- Rodriquez 1990 dalam Hien et al. 2003). Kandungan aktif yang terkandung dalam akar tuba (Derris elliptica) merupakan bahan aktif yang memiliki tingkat toksisitas rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian tentang pemanfaatan ekstrak akar tuba (Derris elliptica) sebagai bahan pemingsan dalam transportasi ikan hidup. Hal ini diperkuat dengan 3 alasan utama yang berdasarkan penelitian Matsumura (1985) dan Hamid (1999) dalam Irwan (2006), yaitu: a) Manusia dapat mengkomsumsinya dan relatif aman bagi kesehatan; b) Bukan merupakan psikotoksik; c) Tidak bersifat stabil terhadap cahaya dan panas, sifat toksik rotenon akan hilang setelah 2 atau 3 hari. Penyimpanan lobster air tawar hidup dalam media serbuk gergaji dingin merupakan suatu simulasi transportasi yang dapat dilakukan dalam skala laboratorium. Teknik ini bertujuan untuk mencari waktu yang dapat ditempuh oleh udang untuk tetap dapat bertahan hidup diluar kondisi habitatnya yang sebenarnya. Teknik ini juga bertujuan untuk mengamati beberapa parameter uji yang susah untuk dilakukan dalam transportasi dinamis. Beberapa parameter uji

17 3 tersebut adalah pengukuran suhu, kadar oksigen dan kelangsungan hidup udang setelah penyimpanan. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi terbaik ekstrak akar tuba sebagai bahan anestesi dalam transportasi ikan hidup sistem kering. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kelulusan hidup lobster air tawar yang dipingsankan dengan ekstrak akar tuba selama penyimpanan dalam media serbuk gergaji.

18 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) termasuk ke dalam keluarga Parasticidae. Cherax quadricarinatus dikenal dengan nama dagang red claw, disebut demikian karena pada kedua ujung capitnya terdapat warna merah. Selain sebagai lobster konsumsi, red claw juga cocok dijadikan lobster hias karena memiliki keunggulan pada bentuk dan warna tubuhnya. Wama biru mengkilap terpancar dari tubuhnya (Hartono dan Wijayanto 2006). Lobster air tawar termasuk kelompok udang air tawar yang siklus hidupnya hanya di air tawar. Lobster air tawar memiliki habitat asli di Australia yang kemudian menyebar ke berbagai belahan bumi. Lobster ini diikelompokkan ke dalam tiga famili berdasarkan daerah penyebarannya, yaitu Famili Astacidae dan Cambridae yang tersebar di belahan bumi utara serta Parastacidae yang tersebar di belahan bumi selatan (Lukito dan Prayugo 2007). Jenis lobster air tawar yang dikembangkan di Indonesia adalah jenis Cherax quadricarinatus, jenis ini termasuk ke dalam Famili Parasticidae. Fetzner (2008) mengklasifikasikan lobster air tawar sebagai berikut: Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata Kelas : Crustacea Ordo : Malacostraca Sub Ordo : Decapoda Superfamili : Astacidae Famili : Parastacidae Genus : Cherax Spesies : Cherax quadricarinatus (von Martens) Lobster air tawar memiliki ukuran tubuh yang relatif lebih besar dari udang air tawar lainnya. Tubuh lobster air tawar dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian chepalotorax dan abdomen. Chepalotorax merupakan bagian depan yang terdiri atas kepala dan dada, sedangkan abdomen adalah bagian belakang yang terdiri atas badan dan ekor (Hartono dan Wijayanto 2006).

19 5 Kepala lobster terdiri atas enam bagian ruas yang ditutupi oleh cangkang kepala (carapace). Bagian depan kepala memiliki kelopak yang berbentuk segitiga memipih, lebar, bergerigi dan dikelilingi oleh duri yang dikenal dengan rostrum. Pada bagian kepala terdapat lima pasang kaki (periopod). Pasangan kaki pertama, kedua dan ketiga mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi capit. Capit pertama berfungsi sebagai senjata untuk menghadapi musuh. Capit kedua dan ketiga sebagai alat yang berfungsi seperti tangan. Kedua pasang kaki lainnya digunakan sebagai alat bergerak atau kaki jalan (Sukmajaya dan Suharjo 2003). Bagian badan lobster terdiri atas enam ruas badan (abdomen) dengan bentuk agak memipih. Rata-rata lebar badan hampir sama dengan lebar kepala (Sukmajaya dan Suharjo 2003). Pada bagian abdomen terdapat empat pasang kaki renang yang terletak pada masing-masing ruas. Bagian ekor lobster air tawar terdiri atas dua bagian, yaitu ekor kipas (uropod) dan ujung ekor (telson) (Hartono dan Wijayanto 2006). Kelengkapan morfologi lobster air tawar disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Lobster air tawar hidup dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan yang memiliki kisaran suhu optimal o C, derajat keasaman (ph) 7-8, alkalinitas ppm, oksigen terlarut (DO) sekitar 4 ppm, karbondioksida (CO 2 ) maksimal 10 ppm, dan amoniak maksimal 0,05 ppm. Sumber air pemeliharaan dapat berasal dari air sungai, air tanah, atau air irigasi (Lukito dan Prayugo 2007).

20 6 2.2 Klasifikasi dan Deskripsi Akar Tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) Akar tuba dikenal dengan nama dagang (umum) jenu (Melayu). Di daerah Sumatera tumbuhan ini dikenal dengan nama jenu (Melayu) dan tuba (Sumatera Utara), sedangkan di Jawa dikenal dengan nama tuwa (Sunda), jenu (Jawa) dan thoba (Madura). Tumbuhan perdu ini memiliki klasifikasi sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Relases Sub Ordo : Papilionaceae Genus : Derris Spesies : Derris elliptica (Roxb.) Benth. Tumbuhan akar tuba merupakan perdu pemanjat dengan tinggi dapat mencapai 10 m. Batang berkayu, bercabang monopodial, ketika muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna cokelat kekuningan. Daun majemuk, helaian anak daun berbentuk bulat telur, ujung runcing, tepi rata, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, panjang cm, lebar 5-8 cm, berwarna cokelat saat muda, dan berwarna hijau ketika tua. Bunga majemuk, bentuk tandan, berambut, panjang cm, dan tangkai bunga berwarna ungu. Mahkota berbentuk kupu-kupu, berdiameter sekitar 2 cm, dan berwarna cokelat muda. Buah polong, berbentuk bulat telur, bersayap, panjang 3,5-7 cm, diameter sekitar 2 cm, dan berwarna cokelat muda. Akar tunggang dan berwarna kuning kecokelatan (Kardinan 2002). Penampakan fisik akar tuba dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Akar tuba (Derris elliptica Roxb. Benth)

21 7 Tuba dapat tumbuh baik di semak-semak, hutan atau pinggir sungai pada ketinggian m dpl. Tuba tumbuh liar, mulai dari India bagian timur sampai Papua Nugini. Di Indonesia, tuba ditemukan hampir diseluruh wilayah Nusantara. Di Jawa ditemukan mulai dari dataran rendah sampai m dpl. Tumbuh berpencar di tepi hutan, di pinggir sungai atau dalam hutan belukar yang masih liar (Kardinan 2002). 2.3 Kandungan Aktif Akar Tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) Bagian akar Derris elliptica memiliki kandungan aktif rotenon sebesar 5,0% (w/w) hingga 13,0% (w/w) dengan total eter yang digunakan sebesar 31,0% (w/w) dari total volume akar yang diekstrak. Selain itu, akar tuba juga mengandung deguelin, elipton, toksikarol, sumatrol, teprosin, malakol, dan lainlain. Setiap kandungan tersebut bersifat toksik atau berpengaruh terhadap lingkungan dan memiliki efek psikologi terhadap ikan dan serangga, namun tidak terlalu berpengaruh terhadap mamalia termasuk manusia (Dev dan Koul 1997 dalam Irwan 2006) Rotenon Rotenon merupakan isoflavonoid dengan isoprene yang terikat pada C-8. Rotenoid yang diekstrak dari akar tuba (Derris elliptica) memiliki nama kimia 1,2; 12a-tetrahydro-8,9-dimethoxy-2 (1-methylethenyl-(1) benzopyrano (2,4b) furo (2,3-h) (1) benzophyran-6 (6H)-one) dengan titik leleh pada 163 o C (Kidd dan James dalam Irwan 2006). Bentuk molekul rotenoid dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Struktur kimia rotenon (Kidd dan James 1991; Kole et al dalam Irwan 2006)

22 8 Rotenon memiliki rumus kimia C 23 H 22 O 6 dengan berat molekul sebesar 394,41 g/mol (Schnick 1974 dalam Hien et al. 2003). Rotenon merupakan senyawa yang mudah larut dalam sejumlah larutan organik misal alkohol dan aseton, akan tetapi tidak larut dalam air (John 1944 dalam Irwan 2006). Berdasarkan penelitian Kidd dan James (1991) dalam Irwan (2006), rotenon sedikit larut dalam air, yaitu sekitar 16 mg/l air pada suhu 100 o C. Cahaya dan udara dapat menyebabkan rotenon mengalami dekomposisi, ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah pekat. Rotenon merupakan racun kontak atau racun perut terhadap serangga, namun memiliki toksisitas rendah terhadap mamalia (termasuk manusia). Isoplavonoid golonganini memiliki toksisitas tinggi terhadap hewan berdarah dingin terutama terhadap ikan (Matsumura 1985 dalam Irwan 2006). Senyawa golongan ini membunuh serangga dengan menginaktifkan enzim respirasi dan menghasilkan asam glutamik oksidase dalam kondisi oksigen rendah (John 1944 dalam Irwan 2006) Deguelin Deguelin merupakan salah satu rotenoid bahan aktif utama dalam akar tuba. Deguelin dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan koloni sel kanker dengan menginduksi apoptosis dan menghentikan siklus sel kanker. Bahan aktif ini juga dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan sel kanker kulit. Beberapa data penelitian menunjukkan bahwa deguelin secara efektif mampu menghambat perkembangbiakan sel kanker paru-paru tanpa menunjukkan efek samping yang menonjol pada sel normal. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa deguelin mampu memicu apoptosis secara selektif kanker jantung dengan menurunkan pengaruh inhibitor, yaitu protein apoptosis (Wenjie et al. 2009). Ekstrak cair deguelin pada umumnya dapat diproduksi dengan beberapa metode yang menggunakan pelarut organik, yaitu ekstraksi pada suhu ruang, ekstraksi dengan bantuan getaran, dan ekstraksi dengan metode Soxchlet. Selain beberapa metode tersebut, beberapa penelitian menggunakan metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonik. Selain itu, berdasarkan beberapa literatur yang ada tentang teknologi pemisahan dan purifikasi deguelin dari rotenoid, beberapa penelitian menghubungkan dengan pemisahan metode kromatografi menggunakan

23 9 silica gel dan kristalisasi deguelin dengan metode kromatografi (high performance liquid chromatography HPLC), metode yang sering dianggap banyak memberikan kerugian (Wenjie et al. 2009) Struktur kimia deguelin dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Struktur kimia deguelin (Wenjie et al. 2009) 2.4 Toksisitas Toksisitas merupakan kemampuan atau daya racun suatu bahan yang dapat menyebabkan keracunan. Sedangkan toksikan adalah materi atau agen yang mampu menghasilkan efek merugikan pada sistem biologi yang akan menyebabkan kematian. Beberapa jenis toksikan yang umum ditemui adalah pestisida, klorin, limbah industri yang umumnya bersifat racun dan karsinogenik (Koeman 1983). Parameter kualitas air diantaranya temperatur, kesadahan air, dan oksigen terlarut umumnya digunakan untuk mengetahui pengaruh dari bahan tercemar yang ada di dalam perairan (Abel 1989). Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi pengukuran toksisitas adalah waktu dedah (exposure time) atau waktu onset, cara pendedahan, dan sifat fisika kimia bahan tersebut. Jenis dan stadia organisme juga berpengaruh pada pengukuran tingkatan toksisitas suatu bahan (Cassaret dan Donev 1975). Toksisitas suatu bahan dapat ditentukan dengan mengkaji besarnya (dalam persen) kematian populasi organisme uji. Salah satunya adalah dengan menggunakan uji toksisitas bahan uji terhadap hewan uji yaitu konsentrasi terkecil pada saat kematian 100% organisme uji. Namun, tingkat toksisitas suatu bahan

24 10 sering digunakan pada tingkat kematian 50% organisme uji pada berbagai waktu dedah (LC 50 ) (Cassaret dan Donev 1975). Kinerja toksik dalam mempengaruhi suatu organisme pada umumnya melalui tiga fase (Koeman 1983): a. Fase eksposisi Penyerapan suatu zat oleh suatu objek biologi yang akan memberikan pengaruh berupa efek biologi atau toksik setelah absorbsi zat tersebut. b. Fase farmakokinetik (toksokinetik) Penyerapan suatu zat dalam bentuk aktif di dalam peredaran darah atau yang mencapai tempat bekerjanya syaraf. c. Fase farmakodinamik (toksodinamik) Fase farmakodinamik atau toksodinamik meliputi interaksi antara molekul zat obat atau zat racun dan tempat kerja spesifik yaitu reseptor. 2.5 Pembiusan (Imotilisasi) Transportasi lobster merupakan suatu usaha memindahkan lobster hidup dengan diberi tindakan untuk menjaga agar derajat kelulusan hidup tetap tinggi setelah sampai di tempat tujuan. Salah satu tindakan yang digunakan dalam menjaga kelulusan hidup lobster adalah dengan cara menekan metabolisme lobster selama transportasi dengan metode pembiusan (Suryaningrum et al. 1993). Proses pembiusan adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi aktivitas ikan selama transportasi yang berprinsip menekan metabolisme ikan sehingga mampu mempertahankan hidup lebih lama dalam kondisi yang tidak normal. Metode pembiusan merupakan metode yang digunakan dalam transportasi lobster dengan media tanpa air. Metode ini menggunakan prinsip hibernasi, yaitu usaha untuk menekan metabolisme lobster sehingga masuk ke dalam metabolisme basal atau dapat bertahan dalam kondisi minimum (Junianto 2003). Fase ini merupakan fase ketika ikan masih dapat bertahan hidup hanya dengan kebutuhan yang minimal dan menghasilkan metabolisme yang minimal pula (Tseng 1987). Proses hibernasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya penurunan suhu, pembiusan dengan CO 2 yang digelembungkan dalam air atau dengan menggunakan bahan anestesi (Nitibaskara et al. 2006).

25 11 Anestesi merupakan suatu kondisi ketika sebagian atau seluruh tubuh kehilangan kemampuan kesadaran. Pada bagian tubuh yang diberikan suatu zat atau obat maka bagian tubuh tersebut akan kehilangan kemampuan untuk merespon rangsangan dari luar. Selain kehilangan respon, anestesi dapat pula menyebabkan kehilangan kesadaran. Hal ini disebabkan oleh pengaruh zat atau obat yang dimasukkan ke dalam tubuh tersebut mempengaruhi sistem syaraf. Zat atau obat anestesi dapat dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara disuntik, dihisap, maupun bersinggungan secara langsung dengan anggota tubuh (Furlong 2004). Anestesi dapat disebabkan adanya pengaruh dari senyawasenyawa kimia, suhu yang dingin, arus listrik, dan penyakit. Anestesi yang terjadi pada sistem syaraf pusat menyebabkan organisme tidak sadar atau pingsan (Achmadi 2005). Bahan anestesi mengganggu secara langung maupun tidak langsung terhadap keseimbangan kationik tertentu dalam otak selama masa anestesi (Willford 1970). Gangguan keseimbangan ionik yang disebabkan adanya sianida yang akan menginaktivasi enzim sitokrom dalam sel mitokondria dengan mengikat ion Fe 3+ /Fe 2+ yang terkandung dalam enzim. Adanya pengikatan ion Fe 3+ /Fe 2+ akan menyebabkan biota mati rasa (pingsan) akibat kinerja syaraf kurang berfungsi. Pembiusan (anestesi) akan menyebabkan penurunan laju respirasi pada ikan, hal ini sangat menguntungkan dalam praktek transportasi (FRANZ 2004). Kecepatan distribusi dan penyerapan oleh sel ini sangat beragam, tergantung pada persediaan darah dan kandungan lemak pada setiap jaringan. Proses terjadinya pemingsanan meliputi tiga tahap (Wright dan Hall 1961): a) Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam alat pernafasan suatu organisme; b) Difusi membran dalam organisme tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah; c) Sirkulasi darah dan difusi jaringan menyebarkan substansi tersebut ke seluruh tubuh. Lobster yang telah terbius ditandai dengan kondisi lobster yang diam, tidak bergerak tetapi masih dapat memberikan respon terhadap rangsangan fisik dari luar meskipun lemah. Kondisi ini disebut dengan kondisi terbius dan perlakuan

26 12 yang menyebabkan lobster menjadi dalam keadaan tersebut disebut dengan pembiusan (Wibowo et al. 1994). Kriteria aktivitas lobster pada suhu rendah disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Kriteria aktivitas lobster pada suhu rendah Kondisi Kriteria Lobster Lobster Lobster normal, aktif, reaktif, agresif, responsif, keseimbangan bagus, normal atau aktivitas dan respon lobster mulai berkurang. Antena sangat reaktif dan responsif atau sedikit berkurang terhadap rangsangan fisik dari Lobster tenang Lobster lamban Lobster lemah Lobster diam Lobster limbung Lobster roboh Lobster pingsan Lobster mati luar. Lobster tidak menunjukkan gerakan-gerakan reaktif berlebihan atau gerakan yang tidak terkendali. Lobster cenderung tidak banyak bergerak tetapi respon dan keseimbangan masih bagus. Repon antena terhadap gangguan dari luar masih jelas dan kuat. Lobster tidak banyak bergerak, reaksi dan aktivitas makin berkurang, respon terhadap rangsangan fisik dari luar lamban, tetapi keseimbangan masih bagus. Lobster tidak banyak bergerak, reaksi dan aktivitas makin berkurang dan respon lemah. Lobster tidak banyak bergerak, reaksi dan aktivitas makin berkurang, respon terhadap gangguan fisik dari luar rendah, jika diganggu tidak memberikan respon tetapi tubuh masih tegak dengan kaki jalan merapat ke cepalootoraks atau keseimbangan mulai terganggu. Lobster diam, respon terhadap rangsangan dari luar mulai lemah atau tidak ada, tubuh menempel pada dasar akuarium. Kaki jalan merapat pada cepalotoraks, keseimbangan terganggu dan posisi tubuh miring. Jika dibalik sulit untuk tegak kembali. Lobster diam, hanya ada sedikit gerakan lemah pada beberapa anggota badannya, tidak ada keseimbangan dengan tubuh roboh. Ketika dibalik tidak tegak kembali, dan ketika diangkat tidak bergerak. Lobster diam tidak bergerak sama sekali baik di dalam air maupun di udara terbuka. Tetapi jika dibiarkan di udara beberapa saat, 5-10 menit, mulai tampak bergerak-gerak lemah pada kaki jalan dan organ di sekitar mulut. Lobster tidak bergerak meskipun sudah ditempatkan di dalam air yang bersuhu normal o C. Sumber: Wibowo et al. (1994) 2.6 Kualitas Air Air merupakan elemen paling penting bagi kehidupan lobster air tawar. Kualitas perairan yang bagus akan menjadi media hidup yang sangat menunjang kelangsungan hidup lobster air tawar. Sebaliknya, kualitas perairan yang buruk

27 13 dan ekstrim akan menyebabkan lobster air tawar mengalami stres dan akan mempercepat kematian. Karakteristik fisika dan kimia air memberikan pengaruh mendasar bagi kelangsungan hidup lobster air tawar. Karaktersistik tersebut meliputi oksigen terlarut (disolved oxigen), keasamaan (ph), salinitas, suhu, kandungan nitrogen, material biologi, dan partikel organik atau material tersuspensi (Lesmana 2004). a. Disolved oxigen (DO) Konsentrasi DO merupakan salah satu parameter kualitas air yang penting bagi kelangsungan hidup lobster air tawar. Deplesi oksigen merupakan penyebab kematian ikan secara mendadak dalam jumlah besar. Rust (2000) menyatakan bahwa oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan ikan dan sebagai fasilitator proses oksidatif kimiawi. Jika konsentrasi DO yang sesuai tidak dipertahankan, ikan akan mengalami stres dan mempercepat kematian. Kisaran nilai konsentrasi DO dan pengaruhnya terhadap kehidupan ikan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Kisaran nilai konsentrasi DO dan pengaruhnya pada ikan Kisaran DO (mg/l) Kondisi ikan 0,0 0,3 Ikan kecil hidup untuk beberapa saat 0,3 1,0 Mematikan dalam jangka waktu yang lama 1,0 5,0 Ikan hidup tapi pertumbuhan lambat bila terjadi dalam jangka waktu yang lama > 5,0 Baik untuk pertumbuhan Sumber: Swingle (1969) dalam Boyd (1990) b. Derajat keasaman (ph) Perubahan ph menyebabkan stress pada ikan. Kemampuan air menahan perubahan ph sangatlah penting bagi kelangsungan hidup ikan. Kemampuan kapasitas buffer perairan ini berhubungan dengan adanya karbonat, bikarbonat, dan hidroksida. Air dengan kesadahan rendah memiliki kemampuan yang rendah dalam menahan keasaman (Shepherd dan Bromage 1992). Pengaruh ph terhadap ikan disajikan dalam Tabel 3.

28 14 Tabel 3 Pengaruh perubahan ph terhadap ikan Kisaran ph Pengaruh terhadap ikan < 4,0 Titik mati asam 4,0 5,0 Tidak ada reproduksi 5,0 6,5 Pertumbuhan lambat 6,5 9,0 Kisaran yang layak untuk reproduksi > 9,0 Titik mati basa Sumber: Swingle (1969) dalam Boyd (1990) c. Amoniak Nitrogen dalam air dapat berbentuk amoniak (NH 3 ), nitrit (NO 2 ) maupun nitrat (NO 3 ). Senyawa ini merupakan gas nitrogen buangan dari hasil metabolisme udang oleh perombakan protein, yaitu berupa kotoran (feses dan urin). Amoniak merupakan kompetitor kuat oksigen dalam berikatan dengan hemoglobin darah, sehingga kandungan amoniak dalam konsentrasi tinggi akan berdampak buruk pada kesehatan ikan bahkan kematian. Substansi ini sangat beracun, terutama pada ph tinggi. Ketahanan udang terhadap amoniak bervariasi menurut jenis dan stadianya. Konsentrasi sebesar 0,45 mg/l akan menghambat laju pertumbuhan sebesar 50% (Lesmana 2004). Colt (1983) menambahkan bahwa toksisitas amoniak akan meningkat pada kondisi DO yang rendah. Sumber utama amoniak di lingkungan perairan adalah metabolisme ikan, ekskresi ikan, pemupukan dan dekomposisi mikrobial dari komponen nitrogen (Boyd 1982). Ketika amonia memasuki perairan, ion hidrogen langsung bereaksi dan mengubah amonia ke dalam suatu kondisi kesetimbangan antara ion amonium yang tidak beracun (NH + 4 ) dan amonia tidak terionisasi (NH 3 ) yang beracun. NH 3 + H + + OH - NH OH - Penguraian amonia di air dipengaruhi oleh ph dan suhu (Shepherd dan Bromage 1992). 2.7 Transportasi Sistem Kering Transportasi lobster air tawar hidup pada dasarnya adalah pemindahan lobster air tawar hidup dari suatu tempat ke tempat lain di dalam suatu wadah yang memiliki berbagai keterbatasan persyaratan hidup dibandingkan dengan

29 15 lingkungan asalnya. Selama transportasi akan terjadi berbagai perubahan lingkungan yang sangat mendadak. Perubahan yang drastis ini dapat mengakibatkan kematian lobster air tawar, sehingga perlu dilakukan modifikasi media transportasi agar perubahan-perubahan tersebut dapat direduksi. Transportasi udang hidup dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu transportasi sistem basah dan transportasi sistem kering (Junianto 2003). Transportasi sistem kering merupakan pengangkutan udang hidup dengan menggunakan media pengangkutan tanpa air. Pada sistem transportasi ini, udang dikondisikan dalam keadaan tenang atau aktivitas dan metabolismenya rendah. Teknik yang disebut juga dengan imotilisasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan suhu rendah maupun dengan bahan anestesi (Wibowo et al. 1994). Permasalahan yang dihadapi pada transportasi komoditas perikanan hidup adalah bagaimana cara menekan aktivitas metabolisme ikan (udang) agar kebutuhan oksigen dan hasil metabolismenya serendah mungkin. Berbagai cara yang dilakukan untuk menekan metabolisme pada transportasi dapat meningkatkan kelulusan hidup komoditas perikanan hidup (Tseng 1987). Transportasi sistem kering memanfaatkan serbuk gergaji, serutan kelapa, maupun rumput laut sebagai media dalam kemasan pengangkutan (Junianto 2003). Suhu memiliki peranan yang sangat penting agar udang tetap berada dalam kondisi basal. Pada kondisi ini, kadar oksigen yang dikomsumsi udang sangat minimal, yakni hanya untuk mempertahankan hidup saja. Pada transportasi tanpa media air, rongga karapas udang dapat menyimpan air sehingga oksigen yang terdapat dalam air dapat diserap untuk keperluan metabolisme tubuh (Prasetyo 1993). Kelulusan hidup udang selama transportasi sistem kering dipengaruhi oleh suhu media dan posisi udang dalam kemasan. Udang yang mati sebagian besar adalah udang yang disusun pada lapisan bawah kemasan serta yang berdekatan dengan es. Suhu yang sangat rendah (di bawah suhu pemingsanan) tidak dapat ditoleransi oleh udang selama transportasi menyebabkan udang akan mengalami kedinginan dan mati (Prasetyo 1993).

30 Persiapan dan Persyaratan Lobster Air Tawar untuk Transportasi Lobster air tawar yang ditransportasikan pada umumnya merupakan lobster ukuran komsumsi. Lobster hidup yang akan ditransportasikan harus memenuhi kelengkapan organ sesuai persyaratan SNI Selain harus memenuhi ukuran komersial untuk komsumsi, lobster yang akan ditransportasikan juga harus dalam keadaan sehat, tidak cacat fisik dan tidak mengalami pergantian kulit (moulting), dan tidak sedang bertelur (BSN 2007 a ). Lobster yang sedang moulting atau bertelur cenderung memiliki daya tahan hidup yang rendah dan berpeluang mati selama transportasi (Suryaningrum et al. 1993). Tahap penanganan lobster untuk transportasi diatur dalam SNI , yaitu penanganan awal, pengangkutan, sortasi, penampungan dan pengkondisian, penenangan, dan pengemasan (BSN 2007 b ). Proses adaptasi lobster perlu dilakukan sebelum proses pemindahan atau transportasi lobster hidup. Selain itu, lobster harus dipuasakan selama 1-3 hari sebelum proses transportasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi sebanyak mungkin kotoran yang ada dalam perut, serta mengurangi aktivitas metabolisme lobster yang akan terjadi selama proses transportasi (Suryaningrum et al. 1993) 2.9 Media Pengisi Kemasan Pengemasan berfungsi sebagai wadah, pelindung, penunjang, sarana penyimpanan dan transportasi, serta alat persaingan dalam pemasaran (Hambali et al. 1990). Kemasan dalam transportasi lobster air tawar disertai dengan bahan pengisi kemasan, yaitu bahan yang dapat ditempatkan di antara lobster air tawar (ikan hidup). Media pengisi berfungsi untuk menahan agar ikan tidak bergeser di dalam kemasan, menjaga suhu lingkungan di dalam kemasan tetap rendah agar ikan tetap berada dalam kondisi pingsan, serta memberi lingkungan udara dan kelembaban yang memadai untuk kelangsungan hidup ikan (Prasetyo 1993). Media pengisi yang baik memiliki kapasitas panas yang baik, tidak bersifat toksik, mampu mempertahankan kelembaban, memiliki tekstur yang halus, dan tidak mudah rusak (Wibowo dan Soekarto 1993). Sisi ekonomi bahan pengisi juga penting untuk dipertimbangkan, harga murah dan pemakaian yang dapat berulang

31 17 merupakan faktor lain yang dipertimbangkan dalam pemilihan bahan pengisi kemasan yang akan digunakan saat transportasi. Media pengisi yang dapat digunakan dalam transportasi krustasea hidup tanpa media air adalah serbuk gergaji, kertas koran, serutan kayu, rumput laut, dan karung goni. Serbuk gergaji merupakan penghambat panas yang terbaik dari beberapa jenis bahan pengisi tersebut (Prasetyo 1993). Media pengisi yang digunakan dalam transportasi lobster hidup untuk komsumsi harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, seperti saniter, higienis, dan tidak meracuni serta mencemari produk (BSN 2007 b ). Serbuk gergaji memiliki beberapa keunggulan lain dibandingkan dengan jenis media pengisi lain, diantaranya adalah mampu mempertahankan suhu rendah selama 9 jam tanpa bantuan es dan tanpa beban di dalamnya. Kondisi ini ditunjukkan oleh serbuk gergaji yang dilembabkan dengan air laut, dengan perbandingan 4 bagian serbuk gergaji dan 3 bagian air laut. Selain itu, serbuk gergaji memiliki panas jenis yang lebih besar dibanding sekam dan serutan kayu, daya serap air yang tinggi dan harganya murah (Junianto 2003). Bahan pengisi lain misalnya rumput laut memiliki tingkat kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk gergaji. Namun demikian, rumput laut yang membusuk akan memproduksi amoniak yang bersifat toksik bagi udang (lobster) (Wibowo dan Soekarto 1993). Pengemasan untuk transportasi udang (lobster) hidup untuk tujuan ekspor umumnya menggunakan kotak styrofoam sebagai kemasan. Styrofoam berfungsi sebagai kemasan primer dan kotak kardus sebagai kemasan sekunder. Tujuan dari penggunaan karton kardus adalah untuk menekan goncangan selama pengangkutan dan memperbaiki penampilan atau estetika kemasan. Kotak karton kardus yang digunakan sebaiknya berdinding ganda yang dilapisi lilin. Lapisan lilin ini dimaksudkan untuk mencegah kerusakan kotak karton karena kelembaban yang tinggi selama pengemasan (Junianto 2003). Kotak styrofoam digunakan sebagai kemasan primer dalam transportasi komoditas perikanan hidup untuk menghindari penetrasi panas yang dapat merubah suhu di dalam kotak pengemas. Kenaikan suhu di dalam kemasan dapat

32 18 meningkatkan aktivitas metabolisme yang berakibat fatal bagi kehidupan udang (lobster) yang dikemas (Junianto 2003). Konstruksi kemasan dalam media kering ada tiga, yaitu konstruksi kemasan berlapis, konstruksi bertingkat dan konstruksi kemasan sistem rak. Penilaian susunan dan konstruksi didasarkan pada (1) fungsi melindungi; (2) efesiensi kemasa; (3) kapasitas dingin; dan (4) stabilitas suhu kemasan. Efesiensi kemasan yang paling tinggi adalah tipe kemasan berlapis dengan efesiensi sebesar 50% (Prasetyo 1993). Suhu kemasan dapat dipertahankan sebesar 15, 20 maupun 25 o C dengan menggunakan butiran es seberat gram, gram, dan gram yang dibungkus dengan plastik. Butiran es diletakkan pada bagian atas atau bawah kemasan. Butiran es dimasukkan ke dalam plastik kemudian dibungkus dengan kertas koran (Junianto 2003).

33 19 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 8 November hingga 13 Desember Penelitian ini terdiri atas beberapa rangkaian yang dipusatkan pada tiga tempat utama. Tahap ekstraksi akar tuba (Derris elliptica), persiapan dan pengentalan ekstrak etanol akar tuba, dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Tahap analisis kadar air dan perhitungan rendemen ekstrak akar tuba dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penelitian utama, yaitu pemingsanan lobster air tawar dengan ekstrak akar tuba dan pengujian kelulusan hidup selama penyimpanan dalam media tanpa air dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Kualitas air yang digunakan sebelum dan setelah proses pemingsanan lobster air tawar dianalisis di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan utama dan bahan pembantu yang digunakan dalam berbagai rangkaian percobaan. Penelitian ini menggunakan peralatan yang meliputi peralatan yang digunakan untuk aklimatisasi dan peralatan untuk pengukuran kualitas air Bahan Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lobster air tawar (Cherax quadricanatus) dan ekstrak akar tuba (Derris elliptica). Lobster uji yang digunakan pada penelitian memiliki panjang pada kisaran 7,0 ± 0,297 cm dan bobot tubuh 18,98 ± 1,835 gram. Lobster uji yang digunakan padan penilitian berumur ± 3 bulan, diperoleh dari pembudidaya di daerah Ciseeng-Parung, Bogor. Bahan akar tuba yang digunakan pada penelitian ini didatangkan dari daerah Tapanuli Selatan, tanaman ini selanjutnya dibudidayakan selama ± 6 bulan di daerah Dramaga-Bogor. Bagian yang digunakan dari tanaman ini hanya akar yang tertanam dalam tanah dengan diameter berkisar 0,3-1 cm. Rendemen kandungan

34 20 bahan dihitung setelah diekstrak menggunakan etanol 95% dengan perbandingan 1:3 selama proses ekstraksi. Bahan pembantu yang digunakan dalam penelitian ini meliputi styrofoam, dan serbuk gergaji Alat Lobster uji yang digunakan, dipelihara dalam akuarium sebelum dan sesudah proses pemingsanan. Proses pemingsanan lobster air tawar dilaksanakan dalam baskom. Kualitas air yang digunakan sebelum dan setelah proses pemingsanan diukur dengan menggunakan alat DO-meter untuk nilai oksigen terlarut, ph-meter untuk nilai kesadahan, dan spektrofotometer untuk pengujian kadar amoniak. Hasil ekstraksi etanol akar tuba dipekatkan dengan menggunakan alat rotary vacuum evaporator untuk memperoleh ekstrak akar tuba yang kental. Peralatan lain yang digunakan dalam penelitian ini meliputi gelas labu, gelas Meyer, neraca analitik, DO meter, pisau, dan aerator. 3.3 Metode Penelitian Prosedur penelitian ini diawali dengan persiapan lobster air tawar sebagai biota uji dan ekstraksi akar tuba sebagai bahan pemingsan yang akan digunakan. Penelitian dibagi menjadi dua tahapan utama, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama Persiapan penelitian a. Aklimatisasi lobster air tawar (Koesoemadinata 2003) Proses aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan lobster air tawar dengan kondisi baru lingkungan laboratorium. Akuarium yang digunakan untuk aklimatisasi berukuran 100x50x40 cm 3. Air yang digunakan adalah air PAM yang telah diendapkan dan diaerasi selama dua hari untuk menghilangkan klorin dan senyawa-senyawa beracun lainnya. Tahap aerasi juga berfungsi untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam media uji. Kesehatan dan kelayakan kondisi ikan ditentukan berdasarkan persyaratan yang terdapat dalam pengujian toksisitas. Kriteria yang harus dipenuhi oleh populasi uji toksisitas adalah: 1) Stok populasi ikan tidak layak digunakan untuk percobaan bila selama 7 hari masa adaptasi mortalitas ikan 10% dari populasi;

35 21 2) Bila angka mortalitas ikan tercatat antara 5% dan 10%, maka masa adaptasi dilanjutkan selama 7 hari, dan bila setelah masa pengamatan tambahan tersebut angka mortalitas 5% stok populasi ikan layak digunakan untuk percobaan; 3) Stok populasi ikan tidak layak digunakan untuk suatu percobaan bila pada masa adaptasi ada wabah penyakit, atau bila jumlah ikan yang cacat atau abnormal 1% dari jumlah ikan dalam stok populasi tersebut. b. Ektraksi akar tuba dan perhitungan rendemen Proses ekstraksi diawali dengan pembersihan akar tuba dari sisa-sisa tanah yang masih tersisa. Pembersihan dilakukan segera setelah akar tuba dipanen, dan dilakukan dengan hati-hati untuk mengurangi terjadinya proses lisis kandungan akar tuba. Akar yang telah bersih kemudian dihaluskan dengan menggunakan parutan. Akar yang telah halus atau terpotong lebih kecil ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Sebanyak 50 mg akar tuba halus ditimbang dan direndam dalam 150 ml larutan etanol 95% selama 48 jam. Proses ini dilakukan secara berulang hingga bahan pelarut (etanol) tidak mengalami perubahan warna saat ditambah dengan potongan akar tuba. Pada penelitian ini, proses perendaman dihentikan hingga pelarut yang digunakan mencapai 450 ml. Hasil ekstraksi etanol selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator. Proses pemekatan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Sejumlah akar tuba halus lainnya ditimbang untuk analisis kadar air. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan. Tahapan ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Hasil pemekatan ekstraksi etanol dan hasil analisis kadar air digunakan untuk perhitungan rendemen akar tuba. Perhitungan rendemen dilakukan dengan menggunakan rumus:

36 Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak akar tuba yang terbaik untuk memingsankan lobster air tawar. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui waktu pendedahan (onset), waktu pulih sadar dan tingkat kelulusan hidup dari masing-masing konsentrasi uji. a. Penentuan konsentrasi ekstrak akar tuba sebagai bahan anestesi Konsentrasi uji ekstrak akar tuba ditentukan berdasarkan konsentrasi yang umum digunakan oleh masyarakat di daerah Tapanuli Selatan Sumatera Utara dalam proses penangkapan ikan dengan menggunakan ekstrak kasar akar tuba. Data empiris yang diperoleh penulis setelah pengamatan di lapangan adalah sebanyak 1 kg akar tuba (sebelum dihaluskan) dapat memingsankan ikan dalam kolam berukuran ± 10 x 5 x 1 m 3 (p x l x t). Dengan demikian, konsentrasi ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut: Volume kolam = p x l x t = 10 x 5 x 1 m 3 = 500 m 3 = dm 3 = L air (1 dm 3 = 1 L) Konsentrasi yang digunakan oleh masyarakat di lapangan (K): = 20 ppm Konsentrasi 20 ppm dipilih sebagai konsentrasi maksimum, konsentrasi yang dianggap mampu membunuh ikan. Konsentrasi pengujian selanjutnya ditentukan lebih kecil dari konsentrasi tersebut dengan selang sebesar 2,5 ppm; sehingga diperoleh konsentrasi uji sebagai berikut: 5 ppm; 7,5 ppm; 10 ppm; 12,5 ppm; 15 ppm; 17,5 ppm; dan 20 ppm. b. Pengujian ekstrak akar tuba sebagai bahan anestesi Prosedur kerja pengujian ini dimulai dengan mempersiapkan tujuh buah ember plastik masing-masing diisi dengan tiga liter air dan lima ekor lobster air

37 23 tawar. Ekstrak air tawar dengan konsentrasi yang telah ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik tersebut. Kegiatan selanjutnya adalah pengamatan terhadap masing-masing paramater uji pada setiap konsentrasi. Prosedur ini dilaksanakan sebanyak tiga kali ulangan. Pengamatan kualitas air dilakukan pada setiap konsentrasi perlakuan sebelum dan setelah pemberian ekstrak akar tuba. Parameter kualitas air yang diukur adalah DO, ph, dan amonia. Cara pengukuran parameter kualitas air disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Parameter kualitas air beserta peralatan Parameter Peralatan utama Cara peneraan DO Peralatan titrasi Metode titrimetri ph ph-meter Pembacaan skala Amoniak Spektrofotometer Metode indofenol Pengukuran karakteristik DO media air dilakukan dengan menggunakan alat ukur elektronik DO-meter. Prosedur diawali dengan kalibrasi alat dengan membandingkan hasil pengukuran dengan cara titrasi standar Enkler terhadap air contoh yang sama. Setelah proses kalibrasi selesai, air sampel dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer sebanyak 25 ml. Proses selanjutnya adalah magnetic stirrer dimasukkan ke dalam sampel untuk menghomogenkan kandungan oksigen dalam air, kemudian dilakukan pengukuran dengan DO-meter (Rand et al. 1975). Nilai ph diukur dengan menggunakan alat ph-meter. Sebelum digunakan, ph-meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan aquades yang memiliki nilai derajat keasaman 6 dan 8. Sebanyak 25 ml air sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk diukur derajat keasamannya dengan alat ph-meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu (Rand et al. 1975). Parameter total amoniak-nitrogen (TAN) ditentukan dengan menggunakan prosedur berikut (Metode Fenat) (Rand et al. 1975): a. Sebanyak 50 ml sampel air didestilasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya galat yang terlalu tinggi, karena sampel air yang digunakan setelah proses pemingsanan mengalami perubahan warna menjadi warna putih (susu).

38 24 b. Sebanyak 25 ml sampel air yang telah didestilasi dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer. c. Pada sampel tersebut ditambahkan 1 tetes MnSO 4, 0,5 ml kloroks, dan 0,6 ml fenat. Larutan tersebut didiamkan selama ± 15 menit hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi kebiruan. Jika setelah 15 menit berlalu, dan belum terjadi perubahan warna, prosedur penambahan MnSO 4, kloroks dan fenal kembali diulangi hingga sampel tersebut mengalami perubahan warna. d. Larutan blanko aquades sebanyak ± 10,00 ml disiapkan pada gelas erlenmeyer. e. Larutan blanko standar amoniak (0,30 ppm) sebanyak ± 10,00 ml disiapkan pada gelas erlenmeyer. f. Pengukuran larutan blanko dengan menggunakan perangkat spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm dan absorbance 0,0000 (transmiter 100%), kemudian dilakukan pengukuran sampel dan larutan standar. g. Konsentrasi amoniak-n total (TAN) dihitung dengan persamaan: Mg NH 3 /L Keterangan: C : konsentrasi larutan standar (0,30 mg/l) Abs sampel : nilai absorbance larutan sampel Abs standar : nilai absorbance larutan standar Penelitian utama Penelitian utama pada percobaan ini merupakan pengujian kelulusan hidup lobster air tawar yang telah dipingsankan dengan berbagai konsentrasi selama proses penyimpanan. Konsentrasi yang digunakan merupakan konsentrasi terbaik yang diperoleh dari hasil pengujian pada penelitian pendahuluan, yang dalam hal ini dipilih menjadi tiga konsentrasi yaitu 10; 12,5; dan 15ppm. Lobster uji yang telah disiapkan dipingsankan dengan ketiga konsentrasi tersebut. Selanjutnya dimasukkan ke dalam kemasan transportasi yang telah disiapkan sebelumnya. Kemasan terdiri atas kotak styrofoam, es batu dalam kantong plastik, dan serbuk gergaji. Kotak styrofoam kosong terlebih dahulu diisi dengan es batu dalam kantong plastik. Media serbuk gergaji yang didinginkan hingga mencapai suhu pembiusan

39 25 lobster air tawar (15 o C) ditaburkan di atas es batu tersebut. Selanjutnya, sebanyak 15 ekor lobster air tawar yang telah pingsan disusun di atas serbuk gergaji tersebut dan dilapisi kembali dengan serbuk gergaji dingin. Skema penyusunan lobster sampel saat penyimpanan dalam kotak styrofoam disajikan dalam Gambar 5. Penutup styrofoam Styrofoam Serbuk gergaji Lobster 15 ekor Serbuk gergaji Es dalam plastik Gambar 5 Penyusunan lobster dalam kotak styrofoam Lobster yang telah dipingsankan dengan ekstrak akar tuba selanjutnya disimpan dalam kotak styrofoam selama interval waktu 12, 24, 36, dan 48 jam. Pada setiap interval waktu tersebut, kemasan dibongkar dan lobster dibugarkan kembali dengan memasukkannya ke dalam akuarium dengan aerasi kuat. Tingkat kelulusan udang selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus: Rancangan percobaan Hasil dari penelitian percobaan transportasi udang hidup ini diuji dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama terdiri atas tujuh tingkat pemberian dosis ekstrak akar tuba. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali dengan setiap unit percobaan terdiri atas lima ekor lobster air tawar. Model rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Y ij = µ + X ij + ij Keterangan: Y ijk : Hasil pengamatan dari pengaruh konsentrasi ekstrak akar tuba taraf ke-i dengan ulangan ke-j µ : Pengaruh nilai rata-rata umum

40 26 X ij : Pengaruh perlakuan konsentrasi ekstrak akar tuba taraf ke-i dan ulangan ke-j ij : Pengaruh galat percobaan karena perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i : 1,2,3,4,5 adalah konsentrasi ekstrak akar tuba j : 1,2,3,4 adalah ulangan Bila hasil percobaan yang digunakan memberikan pengaruh nyata, uji diteruskan dengan uji lanjut Tukey. Pengolahan data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 13 for Windows.

41 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Hewan Uji dan Bahan Pemingsan Lobster air tawar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang sesuai dengan SNI , persyaratan lobster air tawar sebagai bahan uji transportasi (BSN 2007 a ). Lobster yang digunakan sebagai bahan uji dalam keadaan sehat, tidak cacat fisik dan tidak mengalami pergantian kulit (moulting), serta tidak dalam keadaan bertelur. Kondisi awal lobster air tawar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki keseimbangan yang baik di dalam air. Hal ini ditandai dengan posisi lobster yang tegak dan kokoh, aktif, agresif dan responsif di dalam air. Lobster akan memberikan reaksi kejutan yang sangat tinggi saat suatu benda atau tangan didekatkan kepada lobster. Lobster menunjukkan pertahanan yang kuat saat diangkat dari air, ditandai dengan mengepaknya bagian ekor, meronta dan kedua capit sangat responsif. Penanganan lobster untuk transportasi disesuaikan dengan metode yang diatur dalam SNI Tahapan tersebut terdiri atas penanganan awal, pengangkutan, sortasi, penampungan dan pengkondisian, penenangan, serta pengemasan (BSN 2007 b ). Sortasi lobster dilakukan untuk memperoleh ukuran dan bobot hewan uji yang setara. Lobster uji yang digunakan memiliki panjang pada kisaran 7,0 ± 0,297 cm dan bobot tubuh 18,98 ± 1,835 gram (Lampiran 1). Penampungan dan pengkondisian diawali dengan proses pengendapan air keran yang akan digunakan sebagai media penampung lobster air tawar di laboratorium. Air keran yang digunakan didiamkan selama 3 hari, bertujuan untuk mengendapkan bahan-bahan terlarut yang dapat mempengaruhi derajat keasaman air. Proses adaptasi (aklimatisasi) lobster sebelum proses pemingsanan dilakukan selama satu minggu. Selama dua hari terakhir sebelum proses pemingsanan, lobster dipuasakan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi sebanyak mungkin kotoran yang ada dalam perut, serta mengurangi aktivitas metabolisme lobster selama transportasi (Suryaningrum et al. 1993). Akar tuba sebagai bahan pemingsan, memiliki kandungan aktif rotenon sebesar 5,0% (w/w) hingga 13,0% (w/w). Selain itu, akar tuba juga memiliki

42 28 rotenoid lain, yaitu deguelin, elipton, toksikarol, sumatrol, teprosin, dan malakol (Dev dan Koul 1997 dalam Irwan 2006). Sedangkan menurut penelitian Kidd dan James (1991) dalam Irwan (2006), rotenon sedikit larut dalam air, yaitu sekitar 16 mg/l air pada suhu 100 o C. Berdasarkan hasil perhitungan rendemen, akar tuba yang digunakan dalam penelitian ini mengandung 13,184 % kadar ekstrak kental akar tuba (Lampiran 2). Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan 500 ml larutan etanol 95%. Hasil tersebut merupakan ekstrak yang di dalamnya mengandung keseluruhan rotenoid kandungan akar tuba (belum dimurnikan). Pengentalan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat rotary vacuum epavorator sebagaimana tampak pada Gambar 6. Gambar 6 Proses pengentalan ekstrak akar tuba dengan alat rotary vacuum epavorator 4.2 Pengaruh Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) Terhadap Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Konsentrasi ekstrak akar tuba yang digunakan dalam pemingsanan terdiri atas tujuh konsentrasi, yaitu 5 ppm; 7,5 ppm; 10 ppm; 12,5 ppm; 15 ppm; 17,5 ppm; dan 20 ppm. Perubahan tingkah laku lobster air tawar yang diberi masing-masing konsentrasi tersebut diamati setiap 15 menit. Perobaan ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi akar tuba yang optimal untuk pemingsanan lobster air tawar. Hasil pengamatan disajikan pada Lampiran 3.

43 29 Lampiran 3 menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi uji 5 ppm; 7,5 ppm; 10 ppm; dan 12,5 ppm memberikan pengaruh yang lambat terhadap perubahan aktivitas lobster uji. Perubahan aktivitas lobster mulai terlihat pada kisaran menit ke-40 hingga 60. Pada kisaran ini lobster mulai terlihat gelisah, kembali normal, dan responsif terhadap rangsangan dari luar. Pada kisaran menit ke-60 hingga 105 untuk konsentrasi uji 5 ppm dan 7,5 ppm; lobster menunjukkan perubahan aktivitas berupa gerakan-gerakan panik, kembali tenang, dan responsif terhadap rangsangan luar. Sebagian lobster pada konsentrasi uji 5 ppm dan 7,5 ppm mulai terlihat lamban masing-masing pada menit ke-135 dan 123. Lobster uji dengan konsentrasi 5 ppm terlihat diam pada menit ke-175 dan 166 untuk pengujian dengan konsentrasi 7,5 ppm. Keseimbangan lobster mulai rapuh pada menit ke- 193 (5 ppm) dan 180 (7,5 ppm), serta roboh pada menit ke-210 (5 ppm) dan 195 (7,5 ppm). Pada selang menit , lobster uji pada kedua konsentrasi mengalami pingsan. Walaupun demikian, sebagian kecil lobster pada kedua pengujian tersebut masih terlihat normal hingga akhir proses pemingsanan (tidak bisa dipingsankan dengan kedua konsentrasi uji tersebut). Gerakan lobster yang mulai panik terlihat pada menit ke-85 dan 70 masingmasing untuk pengujian 10 ppm dan 12,5 ppm. Gerakan tersebut ditandai dengan lobster berenang mundur tanpa arah yang terkendali. Pada menit ke-100 (10 ppm) dan 87 (12,5 ppm), sebagian lobster terlihat mulai kembali tenang dengan pergerakan kaki yang masih aktif. Lobster uji mulai terlihat lamban masingmasing pada menit ke-115 dan 105 pengujian. Pada menit berikutnya lobster terlihat lemah, selanjutnya diam, dan keseimbangan tubuh mulai terganggu. Sebagian lobster terlihat roboh masing-masing pada menit ke-186 dan 175 pengujian. Pengujian dengan konsentrasi 15 ppm mulai memberikan pengaruh gelisah terhadap lobster uji pada menit ke-45 pengujian. Kegelisahan lobster semakin jelas terlihat pada selang waktu menit, ditandai dengan gerakan yang tidak konsisten, kadang-kadang normal namun sesekali berenang mundur tanpa arah terkendali. Gerakan-gerakan mundur semakin sering terjadi pada selang menit 60-75, menunjukkan bahwa lobster mengalami kepanikan, namun lobster masih responsif terhadap rangsangan dari luar. Sebagian lobster terlihat mulai tenang

44 30 pada menit ke-80, panik dan gerakan kaki mulai melemah. Selang menit lobster terlihat lamban, ditandai dengan respon terhadap rangsangan dari luar mulai berkurang. Lobster selanjutnya terlihat lemah dan lebih banyak diam, serta keseimbangan tubuh mulai menurun (limbung). Pada akhirnya, lobster mulai roboh pada menit ke-155 dan pingsan pada selang menit dan masa pemingsanan. Berdasarkan Lampiran 3, masing-masing konsentrasi uji memberikan pengaruh panik pada lobster pada waktu yang berbeda-beda. Lobster dengan konsentrasi uji 17,5 ppm dan 20 ppm menunjukkan kepanikan yang lebih awal dibanding konsentrasi uji lainnya, yaitu mulai panik masing-masing pada menit ke-43 dan 32. Gerakan panik ini mulai berakhir pada menit ke-48 untuk konsentrasi 20 ppm dan menit ke-62 untuk konsentrasi 17,5 ppm. Pada menit berikutnya lobster terlihat mulai lamban namun masih ada gerakan-gerakan kecil pada organ tubuh lobster. Keseimbangan lobster mulai roboh terlihat pada menit ke-130 (20 ppm) dan menit ke-145 untuk konsentrasi 17,5 ppm ekstrak akar tuba. Perbedaan selang waktu lobster mengalami fase panik disebabkan oleh pengaruh perbedaan konsentrasi pengujian yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak akar tuba yang digunakan, semakin lama fase panik yang ditimbulkan. Lobster yang mengalami fase panik lebih lama akan lebih lemah kondisinya, sehingga diharapkan tingkat kelulusan hidup lobster akan lebih lama. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, konsentrasi uji 5 ppm dan 7,5 ppm tidak akan digunakan untuk pengujian transportasi kering lobster dengan bahan pemingsan ekstrak akar tuba. Hal ini dikarenakan kedua konsentrasi tersebut tidak dapat memingsankan seluruh lobster uji. Hasil pengamatan pengaruh ekstrak akar tuba terhadap perubahan aktivitas lobster secara keseluruhan jika dibandingkan dengan hasil pengujian yang dilakukan oleh Wijaya (2008). Pembiusan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dengan metode penurunan suhu bertahap yang dilakukan oleh Wijaya (2008), memberikan pengaruh perubahan aktivitas lobster yang lebih cepat dibandingkan dengan penelitian ini. Hal ini ditunjukkan oleh fase panik lobster yang terjadi pada penelitian tersebut jauh lebih cepat daripada fase panik pada penelitian ini.

45 Waktu Onset Pemingsanan Penentuan kondisi pingsan lobster air tawar pada penelitian ini berdasarkan kriteria lobster pingsan oleh Wibowo et al. (1994), yaitu lobster diam tidak bergerak sama sekali baik di dalam air maupun di udara terbuka, namun jika dibiarkan di udara beberapa saat (5-10 menit), lobster mulai bergerak-gerak lemah pada kaki jalan dan disekitar mulut. Pencatatan waktu onset pemingsanan dilakukan mulai dari kondisi lobster normal sampai kondisi pingsan. Pencatatan ini bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan ekstrak akar tuba terhadap waktu yang dibutuhkan lobster hingga pingsan. Hipotesis awal pada parameter ini adalah bahwa pemberian berbedaan konsentrasi ekstrak akar tuba tidak berpengaruh terhadap waktu onset yang dibutuhkan oleh lobster hingga pingsan. Sebaliknya, hipotesis pembandingnya adalah perbedaan konsentrasi ekstrak akar tuba memberikan pengaruh terhadap waktu onset pemingsanan. Hasil pencatatan waktu onset disajikan dalam grafik pada Gambar 7. Gambar 7 Grafik pengaruh pemberian ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi berbeda terhadap waktu onset Gambar 7 menunjukkan bahwa adanya penambahan berbagai konsentrasi ekstrak akar tuba menyebabkan waktu onset yang dibutuhkan hingga pingsan berbeda-beda. Waktu terkecil yang dibutuhkan lobster hingga pingsan ditunjukkan oleh pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 20 ppm, yaitu selama 150,67 menit. Sebaliknya, waktu yang paling lama dibutuhkan hingga lobster pingsan ditunjukkan oleh pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 5 ppm,

46 32 yaitu selama 226,69 menit. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak akar tuba yang diberikan, menyebabkan waktu onset yang dibutuhkan lobster hingga pingsan semakin kecil (cepat). Pencatatan waktu onset selanjutnya diuji dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Berdasarkan pengujian dengan menggunakan metode RAL (Lampiran 4a), pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak akar tuba memberikan pengaruh nyata terhadap waktu onset pemingsanan lobster air tawar. Hasil uji ini selanjutnya diuji lanjut dengan menggunakan metode Tukey, yang hasilnya disajikan dalam Lampiran 4b. Hasil pengujian lanjut Tukey (α=0,05) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh berbeda nyata pada masing-masing konsentrasi ekstrak akar tuba yang diberikan terhadap lobster air tawar. Pengaruh berbeda nyata ditunjukkan oleh setiap konsentrasi dengan setiap konsentrasi uji lainnya. Sebagai contoh, konsentrasi uji 5 ppm dengan konsentrasi lain (7,5 ppm; 10 ppm; 12,5 ppm; 15 ppm; 17,5 ppm; dan 20 ppm) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap waktu onset yang dibutuhkan lobster hingga pingsan. Berdasarkan hasil pengujian lanjut Tukey, pemberian ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap waktu onset yang dibutuhkan oleh lobster hingga pingsan. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya rotenoid yang terkandung dalam akar tuba yang dapat menyebabkan perubahan aktivitas fisiologis di dalam tubuh hewan berdarah dingin, seperti lobster. Bahan aktif akar tuba (rotenoid) akan menginaktifkan enzim respirasi dan menyebabkan ikan memproduksi asam glutamik, sehingga laju respirasi ikan (lobster) akan terhambat (Matsumura 1985 dalam Irwan 2006). Hal inilah yang diduga bisa menyebabkan terjadinya lobster pingsan pada percobaan ini. Pengujian waktu onset akibat pemberian ekstrak akar tuba pada penelitian ini menujukkan rendahnya daya anestesi ekstrak akar tuba. Rendahnya daya anestesi ekstrak akar tuba penelitian ini dikarenakan oleh rendahnya konsentrasi ekstrak akar tuba yang digunakan. Selain itu, ekstrak akar tuba yang digunakan juga merupakan ekstrak kasar yang didalamnya masih ada kemungkinan terjadinya proses dekomposisi bahan aktif. Daya anestesi yang rendah ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, seperti faktor hewan uji, bahan baku, dan teknis

47 33 ekstraksi. Lukito dan Prayugo (2007) menyatakan bahwa lobster air tawar memiliki kisaran toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan kualitas air, yakni suhu, ph, salinitas, dan kandungan O 2 maupun CO 2, sehingga diduga lobster air tawar mampu mentolerir bahan anestesi ekstrak akar tuba sampai tingkat konsentrasi yang cukup tinggi. 4.4 Waktu Pulih Sadar Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Pencatatan waktu pulih sadar lobster air ditentukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh lobster untuk pulih kembali normal setelah proses pemingsanan. Waktu pulih sadar ditentukan sejak lobster pingsan dimasukkan ke dalam air mengalir (DO tinggi) hingga lobster pulih kembali ke kondisi normal. Parameter ini diharapkan akan menunjukkan adanya pengaruh bahan aktif akar tuba yang terserap oleh lobster terhadap proses pingsan. Pemberian ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap waktu pulih yang dibutuhkan oleh lobster untuk normal kembali, diasumsikan sebagai hipotesis awal. Pengaruh nyata yang ditunjukkan oleh pemberian ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi terhadap waktu pulih sadar lobster diasumsikan sebagai hipotesis pembanding. Pencacatan waktu pulih sadar lobster air tawar disajikan dalam Gambar 8. Gambar 8 Grafik pengaruh pemberian ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi berbeda terhadap waktu pulih sadar Grafik pada Gambar 8 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan waktu pulih sadar yang dihasilkan akibat pemberian ekstrak akar tuba yang berbeda. Waktu

48 34 pulih sadar terkecil (tercepat) ditunjukkan oleh pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 5 ppm, yaitu 14,42 menit. Sebaliknya, pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 20 ppm menyebabkan waktu pulih sadar yang paling lama dibutuhkan oleh lobster air tawar, yaitu 41,50 menit. Pengaruh pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi berbeda terhadap waktu pulih sadar, dibuktikan dengan pengujian metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Berdasarkan pengujian dengan metode RAL (α=0,05), perbedaan konsentrasi ektrak akar tuba memberikan pengaruh nyata terhadap waktu pulih sadar yang dibutuhkan oleh lobster untuk sadar kembali (Lampiran 5a). Pengaruh yang berbeda nyata dari masing-masing konsentrasi selanjutnya dibuktikan dengan pengujian lanjut Tukey (Lampiran 5b). Pengujian lanjut dengan metode Tukey (α=0,05) menujukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata dari perbedaan konsentrasi ekstrak akar tuba terhadap waktu pulih sadar lobster air tawar, kecuali antara konsentrasi 5 ppm dengan 7,5 ppm. Pengaruh berbeda nyata tidak ditemukan diantara konsentrasi 5 ppm dengan 7,5 ppm; terhadap waktu pulih sadar. Selain daripada itu, pengaruh berbeda nyata ditunjukkan oleh tiap-tiap konsentrasi lainnya, termasuk antara konsentrasi 7,5 ppm dengan 10 ppm. Hasil pengujian tersebut di atas menunjukkan adanya pengaruh pemberian ekstrak akar tuba terhadap proses pingsan lobster air tawar. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya bahan aktif (rotenoid) yang terkandung di dalam akar tuba. Selain itu, pengujian di atas juga menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi uji yang diberikan akan menyebabkan proses penyadaran yang lebih lama, karena semakin besar jumlah bahan aktif yang berada pada sistem peredaran darah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa kembali ke kondisi normal. Nilai ph dan kandungan O 2 terlarut dalam air juga mempengaruhi limit waktu yang dibutuhkan oleh lobster untuk pulih kembali ke kondisi normal. 4.5 Survival Rate Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Parameter survival rate (SR) pada penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu SR setelah proses pemulihan sadar setelah pemberian ekstrak akar tuba dan SR setelah proses simulasi transportasi sistem kering. Pengujian parameter SR pada

49 35 percobaan ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi uji yang akan digunakan untuk proses simulasi transportasi kering. Hipotesis awal pengujian ini adalah pemberian ekstrak akar tuba tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas lobster air tawar. Pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap nilai SR lobster air diasumsikan sebagai hipotesis pembanding. Hasil perhitungan nilai SR disajikan dalam Gambar 9. Keterangan: 8 = sebanyak 13,33% lobster uji dinyatakan mati setelah 1 jam proses penyadaran kembali 88 = sebanyak 26,67% lobster uji dinyatakan mati setelah 1 jam proses penyadaran kembali Gambar 9 Grafik pengaruh pemberian ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi berbeda terhadap nilai SR Pemberian ektrak akar tuba secara umum tidak menyebabkan kematian terhadap lobster air tawar, kecuali pada konsentrasi 17,5 ppm dan 20 ppm. Konsentrasi 17,5 ppm dan 20 ppm menyebabkan kematian pada lobster air tawar, sehingga nilai SR masing-masing adalah 86,67% dab 73,33%. Pengaruh pemberian ekstrak akar tuba terhadap nilai SR selanjutnya diuji dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Berdasarkan pengujian dengan metode RAL (Lampiran 6a), pada selang kepercayaan 95%, pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap nilai SR lobster air tawar. Hasil ini selanjutnya dipastikan dengan pengujian dengan menggunakan metode Tukey (Lampiran 6b).

50 36 Hasil pengujian dengan metode Tukey menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara 20 ppm dan 17,5 ppm dalam memberikan pengaruh mortalitas lobster air tawar. Pengaruh berbeda nyata hanya terlihat antara konsentrasi 20 ppm dengan konsentrasi uji selain 17,5 ppm (5 ppm; 7,5 ppm; 10 ppm; 12,5 ppm; dan 15 ppm). Pengaruh berbeda nyata juga tidak ditemukan masing-masing diantara konsentrasi 5 ppm; 7,5 ppm; 10 ppm; 12,5 ppm; 15 ppm; dan 17,5 ppm. Penyebab kematian pada konsentrasi uji 20 ppm dan 17,5 ppm diduga karena bahan aktif yang terdapat pada ektrak akar tuba adalah rotenoid. Kedua konsentrasi tersebut diduga mengandung bahan aktif anestetif yang tidak dapat ditolerir oleh lobster air tawar. Menurut Matsumura (1985) dalam Irwan (2006), bahan aktif ini akan menginaktifkan enzim respirasi dan menghasilkan asam glutamik sehingga laju respirasi pada ikan akan berkurang, dan pada akhirnya bisa menyebabkan kematian pada ikan (lobster). 4.6 Pengujian Kualitas Air Kualitas air merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh mendasar bagi kelangsungan hidup lobster air tawar. Pengujian kualitas air pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia fisik air baik sebelum maupun setelah proses pemingsanan. Pengujian sebelum proses pemingsanan bertujuan untuk melihat kelayakan kualitas air yang akan digunakan sebagai media pada proses pemingsanan. Sedangkan, proses pengujian kualitas air setelah proses pemingsanan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian berbagai konsentrasi berbeda terhadap karakteristik fisik kimia air yang telah digunakan setelah proses pemingsanan. Berdasarkan ketiga pengujian parameter sebelumnya, konsentrasi yang akan digunakan pada pengujian kualitas air dan pengujian selanjutnya adalah 10 ppm; 12,5 ppm; dan 15 ppm. Konsentrasi 5 ppm dan 7,5 ppm tidak digunakan pada pengujian parameter ini dan pengujian selanjutnya oleh karena kedua konsentrasi itu tidak memberikan pengaruh berbeda yang nyata terhadap waktu pulih sadar lobster. Selain itu, kedua konsentrasi ekstrak akar tuba tersebut tidak dapat memingsankan keseluruhan lobster uji pada saat pengujian. Kedua konsentrasi uji lainnya, yaitu konsentrasi uji 17,5 ppm dan 20 ppm, juga tidak diujikan pada

51 37 pengujian ini dan selanjutnya dikarenakan oleh kedua konsentrasi tersebut tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai SR lobster air tawar. Selain itu, kedua konsentrasi tersebut menyebabkan kematian lobster pada saat pengujian. Parameter air yang diuji pada percobaan ini adalah DO, ph, dan TAN. Hasil pengukuran ketiga parameter kualitas air tersebut disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah proses pemingsanan Konsentrasi (ppm) DO ph TAN Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah 10 2,40±0,025 2,17±0,006 7,22±0,015 7,13±0,015 0,274±0,002 0,206±0,002 12,5 2,39±0,026 2,13±0,020 7,21±0,020 7,10±0,006 0,275±0,001 0,195±0, ,41±0,020 2,02±0,012 7,21±0,015 7,07±0,015 0,275±0,001 0,134±0,001 Keterangan: Konsentrasi yang dimaksud adalah konsentrasi ekstrak akar tuba Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi organisme perairan. Rust (2000) menyatakan bahwa oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan ikan dan sebagai fasilitator proses oksidatif kimiawi. Jika konsentrasi DO yang sesuai tidak dipertahankan, ikan akan stres yang akhirnya menyebabkan kematian (Stickney 1979). Berdasarkan Tabel 5, kandungan DO air yang digunakan sebelum proses pemingsanan terlihat merata. Kandungan DO air tertinggi ditunjukkan oleh pemberian 10 ppm ekstrak akar tuba, yaitu sebesar 2,17±0,006 mg/l. Sebaliknya, pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 15 ppm menyebabkan kandungan DO air setelah proses pemingsanan menurun hingga sebesar 2,02±0,012 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi uji yang diberikan akan menyebabkan kandungan DO semakin menurun. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka semakin besar bahan aktif terkandung yang akan menginaktifkan enzim respirasi dan menghasilkan asam glutamik sehingga laju respirasi pada lobster akan berkurang (Matsumura 1985 dalam Irwan 2006). Kandungan DO pada kisaran 1,0 5,0 mg/l merupakan kisaran yang menyebabkan kondisi ikan (lobster) masih hidup dengan pertumbuhan lambat bila terjadi dalam jangka waktu yang lama (Swingle 1969 dalam Boyd 1990). Sedangkan menurut Rouse (1977), lobster masih dapat mentolerir kadar oksigen

52 38 hingga 10 ppm. Oleh karena itu, kandungan DO air yang digunakan selama penelitian bisa dinyatakan masih dalam kisaran yang mampu mendukung bagi kehidupan lobster air tawar selama transportasi. Dengan kata lain, pemberian ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi tidak menyebabkan penurunan DO yang membahayakan bagi kelangsungan hidup lobster air tawar. Kemampuan air menahan perubahan ph sangatlah penting bagi kelangsungan hidup ikan. Kemampuan kapasitas buffer perairan ini berhubungan dengan adanya karbonat, bikarbonat, dan hidroksida. Air dengan kesadahan rendah memiliki kemampuan yang rendah dalam menahan keasaman (Shepherd 1992). Semakin tinggi kapasitas buffer perairan akan semakin mampu untuk menahan perubahan ph yang menyebabkan stres pada ikan (lobster). Derajat asam (ph) air yang digunakan pada penelitian ini terlihat merata (Tabel 5) pada setiap perlakuan. Pemberian ekstrak akar tuba menyebabkan penurunan nilai ph di setiap perbedaan konsentrasi yang diberikan. Nilai ph yang menunjukkan nilai paling asam diperoleh dari pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 15 ppm (7,07±0,015 mg/l), sedangkan derajat air yang lebih basa ditunjukkan oleh pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 10 ppm, yaitu sebesar 7,13±0,015 mg/l. Menurut Swingle (1969) dalam Boyd (1990), kisaran ph 6,5 9,0 merupakan kisaran yang layak bagi ikan (lobster) untuk reproduksi. Kisaran ph air yang digunakan pada penelitian ini masih berada pada kisaran tersebut, sehingga bisa diasumsikan bahwa perubahan ph air akibat pemberian ekstrak akar tuba masih dapat ditolerir oleh lobster untuk tetap bertahan hidup. Berdasarkan Tabel 5, perubahan nilai TAN semakin menurun sejalan dengan semakin tinggi konsentrasi ekstrak akar tuba yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi yang diberikan akan semakin besar menekan laju metabolisme lobster yang diuji. Selain itu, nitrogen dalam bentuk amoniak di dalam air merupakan kompetitor utama oksigen dalam berikatan dengan hemoglobin darah. Oleh karena itu, jika kandungan DO dalam air masih tinggi akan mereduksi produksi nitrogen di dalam air. Menurut Lesmana (2004), ketahanan udang (lobster) terhadap amoniak bervariasi menurut jenis dan stadianya. Konsentrasi sebesar 0,45 mg/l akan

53 39 menghambat laju pertumbuhan sebesar 50%. Rata-rata nilai TAN air pada penelitian ini berada pada kisaran yang lebih kecil dari 0,45 mg/l, yaitu 0,206±0,002 mg/l; 0,195±0,002 mg/l; dan 0,134±0,001mg/L. Oleh karena itu, nilai TAN yang dihasilkan pada percobaan ini bisa diasumsikan masih berada pada kisaran yang masih mendukung bagi kehidupan lobster air tawar. 4.7 Pengujian Kelulusan Hidup Lobster Air Tawar selama Proses Penyimpanan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui limit waktu yang bisa ditempuh oleh lobster air tawar yang dipingsankan dengan ekstrak akar tuba berbagai konsentrasi untuk dapat tetap dapat bertahan hidup selama waktu penyimpanan. Hasil pengamatan nilai SR lobster pingsan yang disimpan dalam media serbuk gergaji disajikan dalam Gambar 9. Gambar 10 Persentase kelulusan hidup lobster air tawar setelah penyimpanan Gambar 10 menunjukkan bahwa hampir tidak ada kematian lobster air tawar pada setiap perlakuan yang diberi ekstrak akar tuba selama proses penyimpanan. Nilai SR menurun ditunjukkan pada lobster yang diberi ekstrak akar tuba sebesar 15 ppm setelah lama penyimpanan 48 jam, yaitu sebesar 86,67%. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak akar tuba yang semakin besar, memiliki kandungan bahan aktif yang lebih tinggi, akan menekan laju metabolisme lobster semakin menurun sehingga memiliki waktu metabolisme basal yang semakin menurun.

54 40 Gambar 10 juga menunjukkan bahwa lobster air tawar mengalami kematian mulai dari masa penyimpanan 36 jam hingga 48 jam. Kematian lobster tanpa ekstrak akar tuba (kontrol) semakin tinggi dengan semakin lamanya proses penyimpanan. Jika dibandingkan dengan lobster yang diberi ekstrak akar tuba, lobster yang dipingsankan dengan ekstrak akar tuba memiliki waktu penyimpanan yang lebih lama. Hal ini menunjukkan bahwa bahan aktif yang terkandung dalam akar tuba mampu menahan laju metabolisme lobster air tawar, sehingga lobster dalam keadaan basal dapat dipertahankan lebih lama. Berdasarkan pengujian nilai SR selama penyimpanan, ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 10 dan 12,5 ppm mampu mempertahankan hidup lobster hingga 48 jam penyimpanan. Lain halnya pengujian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 15 ppm, meskipun mampu mempertahankan sebagian besar hidup lobster hingga 48 jam masih menyebabkan 13,33% kematian pada lobster uji. Media pengisi yang digunakan pada pengujian penyimpanan lobster air tawar adalah serbuk gergaji. Kriteria serbuk yang digunakan pada proses penyimpanan disesuaikan dengan persyaratan media pengisi kemasan transportasi kering lobster pada SNI (BSN 2007 b ). Persyaratan tersebut adalah media pengisi yang digunakan dalam transportasi lobster hidup memenuhi persyaratan saniter, higienis, dan tidak meracuni serta mencemari produk. Selain itu, serbuk gergaji juga merupakan media pengisi yang memiliki kapasitas panas yang baik, mampu mempertahankan kelembaban, memiliki tekstur yang halus, dan tidak mudah rusak (Wibowo dan Soekarto 1993). Pemilihan serbuk gergaji sebagai bahan pengisi tidak terlepas dari keunggulan yang dia miliki dibandingkan dengan jenis media pengisi lain. Keunggulan tersebut antara lain adalah mampu mempertahankan suhu rendah selama 9 jam tanpa bantuan es dan tanpa beban di dalamnya dan memiliki daya serap air yang tinggi dan harganya murah (Junianto 2003). Oleh karena itu, setelah suhu media pengisi disesuaikan dengan suhu transportasi lobster (sekitar C), media pengisi diasumsikan dapat mempertahankan suhu tersebut hingga 9 jam. Selanjutnya, suhu media pengisi dalam penelitian ini tetap dipertahankan pada suhu tersebut dengan tenggat waktu pengamatan setiap 6 jam.

55 41 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan tentang salah satu manfaat dari akar tuba, yaitu sebagai bahan pemingsan biota perairan. Pengaruh pemberian ekstrak akar tuba terhadap perubahan tingkah laku lobster air tawar sebagai hewan uji selama penelitian tergolong sangat lambat. Kondisi pingsan lobster air tawar baru ditemukan pada selang menit ke waktu pengujian. Berdasarkan pengujian terhadap waktu onset pemingsanan, waktu pulih sadar, dan nilai SR lobster uji, konsentrasi pemingsanan lobster yang baik adalah 10 ppm; 12,5 ppm; dan 15 ppm. Ketiga konsentrasi ini selanjutnya dipilih sebagai konsentrasi yang digunakan pada pengujian kelulusan hidup lobster selama proses penyimpanan. Pengujian kelulusan hidup lobster selama proses penyimpanan diawali dengan pengujian kualitas air yang digunakan saat pendedahan lobster pada ketiga konsentrasi uji yang telah ditentukan. Hasil pengujian parameter kualitas air menunjukkan bahwa pemberian ektrak akar tuba dengan konsentrasi berbeda tidak menyebabkan perubahan parameter kualitas air yang membahayakan bagi hidup lobster. Hasil ketiga parameter (ph, DO, dan TAN) air yang diukur masih berada pada kisaran yang dapat ditolerir oleh lobster air tawar. Berdasarkan hasil uji nilai SR, waktu penyimpanan paling lama dihasilkan oleh konsentrasi 10 ppm dan 12,5 ppm. Kedua konsentrasi tersebut mampu mempertahankan hidup lobster hingga 48 jam. Namun, jika waktu onset pemingsanan dari kedua konsentrasi tersebut dibandingkan kembali, konsentrasi 12,5 ppm dipilih sebagai konsentrasi pemingsan lobster terbaik. 5.2 Saran Percobaan pada penelitian ini menggunakan crude extraction dari akar tuba, yang dianggap mengandung berbagai senyawa golongan rotenoid. Dengan demikian, penelitian dengan menggunakan bahan aktif ekstrak yang telah dipurifikasi akan memberikan hasil pengamatan yang jauh lebih baik. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan pengetahuan bagi masyarakat Tapanuli Selatan, yang menyalahgunakan manfaat akar tuba.

56 42 DAFTAR PUSTAKA Abel PD Water Pollution Biology. Chichester: Ellis Horwood Limited. Achmadi D Pembiusan ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan tegangan listrik untuk transportasi sistem kering. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Boyd CE Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company. New York. P: Water Quality in Pond for Aquaculture. Birmingham Publishing Company. Birmingham, Alabama. P: 482. [BSN] Badan Standarisasi Nasional a. Persyaratan Bahan Baku Lobster Hidup Untuk Komsumsi. Direktorat Standardisasi dan Akreditasi, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan b. Penanganan dan Pengolahan Lobster Hidup untuk Komsumsi. Direktorat Standardisasi dan Akreditasi, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Cassaret LJ, Donev J The Basic Science of Poisonous. New York: Macmillan Published co. Inc. Colt J Pond culture practices. Dalam Principles and Practices of Pond Aquaculture: A State of The Art Review. Oregon State University. New Port, Oregon. P: [FRANZ] Food Standard Australia New Zealand Cyanogenic glycosides in Cassava and Bamboo Shoot: a human health risk assasement. Canberra: Furlong MW Anesthesia. USA: Microsoft Coorporation. Hambali E, Nasution MZ, Sutedja W, Yoesoef K, Nabil M Pengantar Pengemasan. Bogor: Laboratorium Pengemasan Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Hartono R, Wijayanto RH Lobster Air Tawar Pembenihan dan Pembesaran. Jakarta: Penebar Swadaya. Hien PP, Gortnizka H, Kraemer Rotenone Potential and prospect for sustanable agriculture. Omonrice Vol 11. Irwan S The yield and biological activity (LC 50 ) rotenone extracted from Derris elliptica. [tesis]. Master of Engineering (Bioprocess), Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering, Universiti Teknologi Malaysia. Junianto Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Kardinan A Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.

57 43 Koeman Pengantar Toksikologi Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Koesoemadinata S Metode Standar Pengujian Toksisitas Pestisida Terhadap Ikan. Jakarta: Komisi Pestisida, Direktorat Jenderal, Bina Sarana Pertanian, Departemen Pertanian. Lesmana DS Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Lovett DL A Guide to The Shrimps, Lobsters, and Crabs of Malaysia and Singapore. Malaysia: Faculty of Fisheries and Marine Science, University Pertanian Malaysia. Lukito A, Prayugo S Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya. Nitibaskara R, Wibowo S, Uju Penanganan dan Transportasi Ikan Hidup untuk Komsumsi. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor. Prasetyo Kajian kemasan dingin untuk transportasi udang hidup secara kering [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rand MC, Greenberg AE, Taras MJ Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 14 th Ed. Washington, DC: APHA, 1015 Eighteenth Street NW. Rust MB Recirculation System: Procces Enginering. Dalam Encyclopedia of Aquaculture. John Wiley and sons, Inc. New York. P: Shepherd J, Bromage N Intensive Fish Farming. Blackwell Scintific Publications, Inc. London. 404 p. Stickney RR Recirculating Water System. Dalam Encyclopedia of Aquaculture. John Willey dan Sons, Inc. New York. P: Sukmajaya Y, Suharjo I Lobster Air Tawar Komoditas Perikanan Prospektif. Jakarta: Agromedia Pustaka. Suryaningrum TD, Utomo BSD, Wibowo S Teknologi Penanganan dan Transportasi Krustasea Hidup. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Slipi. Tseng WY Shrimp Mariculture A Practical Manual. Port Moresby: Department of Papua New Guinea. Wenjie J, Fang Y, Chunji G, Yunhui W, Pang J Extraction and purification of deguelin from Derris trifoliata Lour root. Int J Agric & Biol Eng Vol. 2 No. 4. Wibowo S Pemeliharaan Udang Galah di Kolam Air Tawar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama., Soekarto ST Cara Penanganan Udang Hidup di Luar Air untuk Transportasi Tujuan Ekspor. Sub. BPPL Slipi, Jakarta.

58 44, Setiabudi E, Suryaningrum D, Sudrajat Y Pengaruh Penurunan Suhu terhadap Aktivitas Lobster Hijau (Panulius hamarus). Balai Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Willford WA Effect of MS-222 on Electrolite and Water Content in The Brain of Rainbrow Trout. Bureau: US bureau of sport fisheries and wild life Investigation in fish. Wright GJ, Hall LW Veterinary Anesthesia and Analgesia. London: Baillere, Tindal and Cox.

59 45

60 46 Lampiran 1 Data panjang dan bobot lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji Panjang (cm) Bobot (gr) Panjang (cm) Bobot (gr) 7,3 21 7,0 19 7,5 22 7,3 21 6,5 16 7,1 21 6,7 18 6,8 17 7,0 19 6,8 18 7,2 20 7,2 21 7,2 20 6,6 17 7,6 22 7,0 18 6,8 17 6,8 18 6,9 18 7,2 20 6,8 17 7,6 22 7,0 20 6,7 18 6,6 16 6,5 16 7,1 19 7,2 19 7,0 18 7,0 20 7,0 18 7,0 19 6,8 18 7,2 21 6,5 17 7,4 22 7,2 20 6,6 17 6,4 16 6,9 18 7,5 22 7,0 19 7,3 22 7,0 18 7,2 20 7,1 20 6,6 17 6,8 17 7,1 19 7,3 21 Panjang rata-rata = 7,0 ± 0,297 Bobot rata-rata = 18,98 ± 1,835

61 47 Lampiran 2 Perhitungan rendemen ekstrak etanol akar tuba (Derris elliptica Roxb. Benth) Kadar air akar tuba = 20% Berat basah akar tuba = 50,015 gram Berat kering akar tuba = 50,015 gram (20% x 50,015) = 40,012 gram Berat ekstrak kental = 5,275 gram Kadar ekstrak kental = 5,275 gram x 100% 40,012 gram = 13,184 %

62 48 Waktu (menit) 0 15 Lampiran 3a Perubahan tingkah laku lobster air tawar selama pemingsanan dalam larutan ekstrak akar tuba Aktivitas lobster air tawar pada berbagai konsentrasi 0,005 0,0075 0,01 0,0125 0,015 0,0175 0,02 Gerakan seluruh anggota Gerakan seluruh anggota Gerakan seluruh Gerakan seluruh Lobster normal Lobster normal Lobster normal tubuh lobster aktif, tubuh lobster aktif, anggota tubuh lobster anggota tubuh lobster normal, dan responsif normal, dan responsif aktif, normal, dan aktif, normal, dan terhadap rangsangan luar terhadap rangsangan luar responsif terhadap responsif terhadap rangsangan luar rangsangan luar Lobster normal Lobster normal Lobster normal Lobster normal Lobster tenang Lobster tenang Lobster tenang Lobster normal Lobster normal Lobster tenang Lobster tenang Lobster tenang Lobster tenang Lobster tenang Lobster tenang Lobster aktif mulai gelisah, kembali normal, responsif Gerakan lobster aktif, sesekali panik, kembali normal Lobster aktif mulai gelisah, kembali normal, responsif Gerakan lobster aktif, sesekali panik, kembali normal Lobster gelisah, panik danlobster gelisah, panik responsif dan responsif Lobster aktif mulai gelisah, kembali normal dan responsif Terdapat 1 lobster roboh pada UL1 Lobster panik, berenang mundur dengan arah tidak jelas Sebagian sudah ada yang tenang, panik, gerakan kaki masih aktif Lobster aktif mulai gelisah, kembali normal, responsif Lobster panik, berenang mundur dengan arah tidak jelas Sebagian sudah ada yang tenang, panik, gerakan kaki masih aktif Lobster gelisah, sesekali panik, Lobster aktif mulai gerakan gelisah, responsif berkurang, Lobster gelisah, sesekali panik, gerakan berkurang, kembali normal Lobster panik, berenang mundur dengan arah tidak jelas Sebagian sudah ada yang tenang, panik, gerakan kaki masih aktif kembali normal Lobster panik, berenang mundur dengan arah tidak terkendali Sebagian sudah ada yang tenang, panik, gerakan kaki masih aktif Lobster lamban Lobster gelisah, sesekali panik, gerakan berkurang, kembali normal Lobster panik, berenang mundur dengan arah tidak terkendali Lobster lamban Lobster lemah Lobster lamban Lobster lemah Lobster diam

63 49 Waktu (menit) Lampiran 3b Perubahan tingkah laku lobster air tawar selama pemingsanan dalam larutan ekstrak akar tuba (lanjutan) Aktivitas lobster air tawar pada berbagai konsentrasi 0,005 0,0075 0,01 0,0125 0,015 0,0175 0,02 Sebagian sudah ada yang Sebagian sudah ada yang tenang, panik, gerakan tenang, panik, gerakan Lobster lamban Lobster lamban Lobster lemah Lobster diam Lobster limbung kaki masih aktif kaki masih aktif Lobster lamban Lobster lamban Lobster lamban Lobster lemah Lobster diam Lobster limbung Lobster roboh Lobster lamban Lobster lamban Lobster lemah Lobster diam Lobster limbung Lobter roboh Lobster lemah Lobster lemah Lobster diam Lobster limbung Lobster roboh Lobster diam Lobster diam Lobster limbung Lobster roboh Lobster limbung Lobster limbung Lobster roboh Lobster roboh Lobster roboh Lobster pingsan: UL1=3; UL2=3; dan UL=4 ekor Sebagian lobster tidak pingsan: UL1=2; UL=2; dan UL3=1 ekor Lobster pingsan: UL1=4; UL2=4; dan UL3=4 ekor Terdapat lobster yang tidak pingsan: UL1=1 dan UL2=1 Keterangan: UL1=Ulangan 1, UL2=Ulangan 2, dan UL3=Ulangan 3 Lobster pingsan: UL1=1; UL2=2; dan UL3=2 Lobster pingsan: UL1=3; UL2=3; dan UL3=3 Lobster pingsan: UL1=1; UL2=5; dan UL3=5 ekor Lobster pingsan: UL1=1 ekor Lobster pingsan: UL1=2; UL2=1; dan UL3=2 ekor Lobster pingsan: UL1=2; UL2=1; dan UL3=2 ekor Lobster pingsan: UL1=3; UL2=4; dan UL3=4 ekor Lobster pingsan: UL1=2; UL2=1; dan UL3=1 ekor Lobster pingsan: UL1=2; UL2=3; dan UL3=2 ekor Lobster pingsan: UL1=3; UL2=2; dan UL3=2 ekor

64 50 Lampiran 4 Analisis waktu onset pemingsanan A. Tabel ANOVA pengaruh penambahan ekstrak akar tuba terhadap waktu onset Waktu Onset Sum of Squares Mean Square F Sig. Df Between Groups 15165, , ,615,000 Within Groups 28, ,062 Total 15194, B. Tabel uji lanjut Tukey pengaruh penambahan ekstrak akar tuba terhadap waktu onset Tukey HSD Konsentrasi (ppm) N Subset for alpha = ,667 17, , ,667 12, , ,717 7, , ,693 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

65 51 Lampiran 5 Analisis waktu pemulihan lobster air tawar A. Tabel ANOVA pengaruh penambahan ekstrak akar tuba terhadap waktu pulih sadar Waktu Pulih Sadar Sum of Squares Between Df Mean Square F Sig. 2098, , ,077,000 Groups Within Groups 3,687 14,263 Total 2102, B. Tabel uji lanjut Tukey pengaruh penambahan ekstrak akar tuba terhdap waktu pulih sadar Tukey HSD Konsentrasi (ppm) N Subset for alpha = , ,5 3 13, , ,5 3 19, ,5333 7,5 3 32, ,5000 Sig.,797 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

66 52 Lampiran 6 Analisis nilai SR lobster air tawar A. Tabel ANOVA pengaruh penambahan ekstrak akar tuba terhadap nilai SR Survival Rate Sum of Mean Squares Df Square F Sig. Between Groups 1980, ,159 8,667,000 Within Groups 533, ,095 Total 2514, B. Tabel uji lanjut Tukey penambahan ekstrak akar tuba terhadap SR Tukey HSD Konsentrasi (ppm) N Subset for alpha = , ,5 3 86, , , , , ,0000 7, , ,0000 Sig.,184,184 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

67 Lampiran 7 Lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji 53

68 54 Lampiran 8 Proses pemingsanan dan penyadaran kembali lobster air tawar A. Proses pemingsanan lobster air tawar dengan ekstrak akar tuba B. Proses penyadaran kembali lobster air tawar

69 55 Lampiran 9 Foto peralatan analisis yang digunakan dalam penelitian A. DO meter B. ph meter

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Lobster Air Tawar ( Cherax quadricarinatus

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Lobster Air Tawar ( Cherax quadricarinatus 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Air Tawar (Cherax quadricarinatus) air tawar (Cherax quadricarinatus) termasuk ke dalam keluarga Parasticidae. Cherax quadricarinatus dikenal dengan nama

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

Gambar 1. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)

Gambar 1. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan hewan avertebrata air yang memiliki pelindung tubuh berupa rangka eksoskeleton

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama.

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Pemeliharaan Lobster Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kondisi lobster air tawar. Air yang digunakan dalam proses adaptasi,

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1 TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1 Komariah Tampubolon 1 dan Wida Handini 2 ABSTRAK Penelitian ini mengkaji berbagai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan November Desember 2013, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Persiapan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Persiapan 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2011 di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR

STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR Satria Wati Pade, I Ketut Suwetja, Feny Mentang Pascasarjana Prodi Ilmu Pangan, UNSRAT, Manado lindapade@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas ini diminati sebagai lobster hias. Beberapa tahun belakangan,

I. PENDAHULUAN. komoditas ini diminati sebagai lobster hias. Beberapa tahun belakangan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lobster air tawar (LAT) saat ini mulai marak dibudidayakan di Indonesia. Awalnya, komoditas ini diminati sebagai lobster hias. Beberapa tahun belakangan, pembudidaya mulai

Lebih terperinci

Morfologi ikan jambal siam mempunyai badan memanjang dan pipih, punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat garis lengkung mulai

Morfologi ikan jambal siam mempunyai badan memanjang dan pipih, punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat garis lengkung mulai "4 - a II. TINJAUAN PUSTAKA 2A. \kan Jamba\S\an\ {Pangasius hypophthalmusf) Ikan jambal slam {Pangasius hypophthalmus F) merupakan ikan ekonomis tinggi, karena dagingnya mempunyai citarasa yang khas dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data panjang dan bobot lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji

Lampiran 1 Data panjang dan bobot lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji 45 46 Lampiran 1 Data panjang dan bobot lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji Panjang (cm) Bobot (gr) Panjang (cm) Bobot (gr) 7,3 21 7,0 19 7,5 22 7,3 21 6,5 16 7,1 21 6,7 18 6,8 17 7,0 19

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama dilakukan persiapan media uji bahan pemingsan dan hewan yaitu hati batang pisang dan ikan bawal air tawar. Tahap ini juga dilakukan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Selama Proses Pemingsanan Pengamatan perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

PEMBIUSAN LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) DENGAN SUHU RENDAH SECARA BERTAHAP DAN CARA PENGEMASANNYA PADA TRANSPORTASI HIDUP SISTEM KERING

PEMBIUSAN LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) DENGAN SUHU RENDAH SECARA BERTAHAP DAN CARA PENGEMASANNYA PADA TRANSPORTASI HIDUP SISTEM KERING PEMBIUSAN LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) DENGAN SUHU RENDAH SECARA BERTAHAP DAN CARA PENGEMASANNYA PADA TRANSPORTASI HIDUP SISTEM KERING GUSTI ADI NIRWANSYAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 bertempat di Laboratorium Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Lobster air tawar capit merah (Cherax quadricarinatus) (Sumber: dokumentasi pribadi)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Lobster air tawar capit merah (Cherax quadricarinatus) (Sumber: dokumentasi pribadi) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus) Lobster air tawar capit merah (Cherax quadricarinatus) termasuk ke dalam Keluarga Parasticidae. Klasifikasi lobster

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat onset, durasi, kematian dan tahapan anestesi Acepromazine (ACP). Selanjutnya, hasil penelitian dengan menggunakan ACP yang diberikan secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

APLIKASI RAK DALAM WADAH PENYIMPANAN UNTUK TRANSPORTASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) TANPA MEDIA AIR

APLIKASI RAK DALAM WADAH PENYIMPANAN UNTUK TRANSPORTASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) TANPA MEDIA AIR APLIKASI RAK DALAM WADAH PENYIMPANAN UNTUK TRANSPORTASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) TANPA MEDIA AIR Shelf Applications in Storage Container for Freshwater Prawn (Cherax quadricarinatus)

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan PEMBIUSAN LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus ) DENGAN METODE PENURUNAN SUHU BERTAHAP UNTUK TRANSPORTASI SISTEM KERING 1 Ruddy Suwandi 2, Afiat Wijaya 2, Tati Nurhayati 2 dan Roni Nugraha 2 ABSTRACT

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008; Slembrouck et al., 2005). Ikan patin

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Tanah gambut terbentuk dari bahan organik sisa tanaman yang mati diatasnya, dan karena keadaan lingkungan yang selalu jenuh air atau rawa, tidak memungkinkan terjadinya proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan bagian penting dari usaha ikan komersial seperti ikan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan bagian penting dari usaha ikan komersial seperti ikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan bagian penting dari usaha ikan komersial seperti ikan Mas (Absali and Mohamad, 2010). Transportasi benih ikan mas (Cyprinus carpio) masih menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR Oleh : Wida Handini C34103009 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) Lobster Air Tawar (LAT) Crayfish/ crawfish atau yang dikenal sebagai lobster air tawar merupakan salah satu jenis Crustacea yang memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di laboratorium penelitian Biologi Akuatik Gedung MIPA Terpadu Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Kualitas Warna Perubahan warna ikan maskoki menjadi jingga-merah terdapat pada perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid 1, 2 dan 4 hari yaitu sebanyak 11,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber: Kuncoro (2009)

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber: Kuncoro (2009) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila sangat dikenal oleh masyarakat penggemar ikan air tawar, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Di Asia Tenggara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Keben (Barringtonia asiatica) dalam penelitian ini diperoleh dari pantai Batu Karas, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Proses

Lebih terperinci

Gambar 4. Uji Saponin

Gambar 4. Uji Saponin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Kandungan Senyawa Saponin Pada Biji Barringtonia asiatica Biji Barringtonia asiatica memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder triterpenoid dan saponin.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam (soilless culture). Media tanam

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM HANDOUT klik di sini LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina (4301414032) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PENGERTIAN LARUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci