4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama dilakukan persiapan media uji bahan pemingsan dan hewan yaitu hati batang pisang dan ikan bawal air tawar. Tahap ini juga dilakukan pengujian kualitas media air Persiapan hewan uji dan bahan pemingsan Kondisi awal bawal air tawar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki yang baik di dalam air. Hal ini ditandai dengan posisi bawal yang tegak dan kokoh, aktif, agresif dan responsif di dalam air. Bawal akan memberikan reaksi kejutan yang sangat tinggi saat suatu benda atau tangan didekatkan kepada bawal. Bawal menunjukkan pertahanan yang kuat saat diangkat dari air, ditandai dengan mengepaknya bagian ekor, meronta dan pergerakan insang yang baik. Jika ikan memiliki kualitas rendah maka tingkat kematian lebih tinggi pada saat pengangkutan daripada ikan saat kondisi sehat (Berka 1988) Hewan uji yang digunakan adalah bawal air tawar dengan berat 180±10,25 gram. Bawal air tawar ini ditampung dalam akuarium dengan air yang telah disiapkan di laboratorium. Proses adaptasi (aklimatisasi) bawal sebelum proses pemingsanan dilakukan selama satu minggu. Selama dua hari terakhir sebelum proses pemingsanan, bawal dipuasakan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi sebanyak mungkin kotoran yang ada dalam perut, serta mengurangi aktivitas metabolisme ikan selama transportasi (Suryaningrum et al. 1993). Hati batang pisang mengandung bahan-bahan seperti flavonoid dan saponin. Menurut Priosoeryanto et al (2006), ekstrak hati batang pohon pisang ambon mengandung tanin, saponin dan flavonoid. Ekstraksi hati hati batang pisang dilakukan dengan cara hati batang pisang di potong-potong kecil lalu diblender. Hasil blender hati batang pisang tersebut lalu diperas menggunakan kain blacu Kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bawal air tawar. Air yang digunakan untuk pemeliharaan bawal air tawar selama penelitian berasal dari air laboratorium yang

2 15 telah diendapkan dalam tandon selama 1-2 hari. Media air tersebut kemudian dianalisis kualitasnya dan dibandingkan dengan kualitas air kolam budidaya bawal air tawar. Parameter yang diamati meliputi suhu, ph, DO, CO 2, alkalinitas, amoniak, nitrat dan nitrit. Hasil analisis kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar Parameter Kolam Budidaya Laboratorium Standar * Satuan Suhu o C ph 7,34 7, DO 5,37 6,31 5 ppm CO 2 1,85 3,96 Maks 25 ppm Alkalinitas 154, ppm Amonia 0,03 0,05 Maks 0,1 ppm Sumber: * Kordi (2011) Hasil analisis kualitas media air akuarium pemeliharaan bawal air tawar secara umum menunjukkan kisaran yang tidak terlalu berbeda dengan air kolam budidaya sebagai habitat awal bawal air tawar. Air laboratorium yang digunakan sebagai media pemeliharaan memiliki suhu 27 o C; ph 7,40; DO 6,31, CO 2 3,96, alkalinitas 94, amoniak 0,05 dan nitrit 0,03 (ppm). Media air akuarium yang digunakan masih memenuhi persyaratan kualitas air untuk pemeliharaan bawal air tawar (Kordi 2011). dan kegiatan budidaya air tawar (Boyd 1982). Hal tersebut menunjukkan bahwa media pemeliharaan yang digunakan tidak mempengaruhi kondisi fisiologis (kesehatan) bawal air tawar sebelum diberikan perlakuan pembiusan serta pada saat pembiusan dan pembugaran dilakukan. 4.2 Penelitian tahap kedua Penelitian tahap kedua dilakukan dengan melihat proses tingkah laku ikan selama proses pemingsanan, waktu onset pingsan ikan dan tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar setelah dilakukan proses anestesi Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan Pengamatan terhadap perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run yang dimulai dari menit ke-0 sampai ikan tidak sadar (pingsan). Deret perlakuan yang dilakukan adalah ikan bawal diberi bahan anestesi hati pisang tunas, muda dan tua dengan konsentrasi 5 %, 10 %, dan 15 %. Hasil pengamatan terhadap

3 16 perubahan tingkah laku ikan pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7. Tabel 5 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan perlakuan tunas Waktu 5 % 10 % 15 % (menit) 0-15 Normal Normal Normal *Rata-rata waktu pingsan ikan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (116)* Pingsan ringan Pingsan (130)* Pingsan (145)* Hasil pengamatan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan tunas memberikan pengaruh yang lambat terhadap aktivitas ikan uji. Hal ini dapat terlihat dari lamanya waktu yang dibutuhkan oleh ikan uji hingga mencapai tahap pingsan. Perubahan aktivitas ikan uji mulai terlihat pada menit ke-105 hingga menit ke-120. Pada perlakuan konsentrasi 5 % ikan dimasukkan ke dalam tempat pemingsanan ikan memasuki masa normal, memasuki menit ke ikan mulai kehilangan dan memasuki tahap pingsan pada menit ke 135, 150 dan 150. Perlakuan konsentrasi 10 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan pada waktu menit dan ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 125, 125, dan 140, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 15 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan pada menit ke dan ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 110, 115, 125. Kandungan kimia pada tunas pisang masih dalam tahap pembentukan sehingga kandungan kimia

4 17 yang bereaksi pada proses anestesi belum terlalu berpengaruh sehingga menyebabkan waktu pingsan yang lama. Tunas pisang adalah bentuk awal dari pembentukan hati batang pisang dan kandungan kimia yang terkandung belum banyak (Maslukhah 2008). Pada perlakuan hati batang pisang muda juga diamati tingkah laku selama proses pemingsanan. Hasil pengamatan tingkah laku pada perlakuan ekstrak hati batang pisang muda dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan perlakuan hati batang pisang muda Waktu 5 % 10 % 15 % (menit) 0-15 Normal Normal Normal *Rata-rata waktu pingsan ikan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (90)* Pingsan (90)* Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (138)* Hasil pengamatan pada Tabel 6 pada perlakuan hati batang pisang yang muda menunjukkan mulai memberikan pengaruh terhadap ikan yang diujikan. Pengaruh yang diberikan tersebut dilihat dari gerakan operkulum yang mulai melemah, sirip punggung yang meregang, sesekali mulut disembulkan ke permukaan serta sebagian ikan memasuki fase pingsan ringan dan pingsan berat. Perubahan aktivitas ikan uji mulai terlihat pada menit ke-60 hingga menit ke-100. Pada perlakuan konsentrasi 5 % ikan dimasukkan dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan pada waktu menit dan memasuki tahap pingsan pada menit ke 125, 145 dan 145. Perlakuan konsentrasi

5 18 10 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan pada waktu menit dan memasuki tahap pingsan pada menit ke 90, 95, dan 95, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 15 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan pada waktu menit dan ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 80, 95, dan 95. Proses pingsan ringan yang terjadi ikan mulai mengalami kehilangan hingga kurangnya reaksi terhadap rangsangan. Menurut Mckelvey dan Wayne (2003) kesadaran mulai hilang namun refleks masih ada, pupil membesar (dilatasi) tetapi akan menyempit (konstriksi) ketika ada cahaya masuk. Tahap kedua atau stadium eksitasi berakhir ketika hewan menunjukkan tanda-tanda otot relaksasi, respirasi menurun dan refleks juga menurun. Pada perlakuan hati batang pisang tua juga diamati tingkah laku selama proses pemingsanan. Hasil pengamatan tingkah laku pada perlakuan ekstrak hati batang pisang tua dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan perlakuan hati batang pisang tua Waktu 5 % 10 % 15 % (menit) 0-15 Normal Normal Normal Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (75)* Pingsan (66)* Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (130)* *Rata-rata waktu pingsan ikan Berdasarkan Tabel 7 pada perlakuan hati batang pisang yang tua menunjukkan mulai memberikan pengaruh terhadap ikan yang diujikann. Pengaruh yang diberikan tersebut dilihat dari gerakan operkulum yang mulai

6 19 melemah, sirip punggung yang meregang, sesekali mulut disembulkan ke permukaan serta sebagian ikan memasuki fase pingsan ringan dan pingsan berat. Perubahan aktivitas ikan uji mulai terlihat pada menit ke-45 hingga menit ke-60. Pada perlakuan konsentrasi 5 % memasuki tahap pingsan pada menit ke 130, 130 dan 145. Perlakuan konsentrasi 10 % memasuki tahap pingsan pada menit ke 80,75, dan 75, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 15 % ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 60, 70, dan 70. Pada Tabel 5, 6 dan 7 tahap-tahap yang dilalui ikan saat dilakukan anestesi dimulai dari fase normal hinggan fase pingsan. Fase normal yaitu fase ketika ikan masih reaktif terhadap rangsangan luar, pergerakan operculum dan kontraksi otot normal selanjutnya ikan memasuki fase kehilangan. Fase ini ikan mengalami kontraksi otot lemah, berenang tidak teratur memberikan reaksi hanya terhadap rangsangan getaran dan sentuhan yang sangat kuat dan pergerakan operculum cepat. Fase pingsan ringan ikan mulai mengalami reaktifitas terhadap rangsangan luar sedikit menurun, pergerakan operculum melambat, normal (Tidwel et.al 2004). Ikan memasuki fase pingsan ringan saat tidak mengalami reaktivitas terhadap rangsangan luar, kecuali dengan tekanan kuat. Pergerakan operculum lambat, normal. Menurut Pratisari (2010) ikan nila yang mengalami fase pingsan ringan, pingsan berat dan roboh memiliki tingkat respirasi dan metabolisme yang rendah. Dari saat ikan mengalami pingsan ringan sampai pingsan, pengaruh konsentrasi pada perlakuan 10 % dan 15 % tidak menunjukan perbedaan yang nyata secara visual hal ini diduga dosis yang diberikan sudah cukup untuk mempengaruhi sistem syaraf ikan. Pemberian dosis yang berlebih akan menyebabkan kerusakan sistem syaraf dan akan berakibat overdosis atau kematian (Arliansah 2009) Waktu onset pemingsanan Waktu onset adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu keadaan dimana status hewan uji kehilangan kesadaran (Mckelvey dan Wayne 2003). Pencatatan waktu onset pemingsanan ikan bawal dilakukan mulai dari kondisi normal sampai kondisi pingsan. Pencatatan ini bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan ekstrak hati hati batang pisang terhadap waktu yang dibutuhkan ikan

7 20 bawal hingga pingsan. Hasil pengamatan terhadap waktu onset pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Grafik pengaruh perlakuan terhadap waktu onset Gambar 5 menunjukkan bahwa pembedaan pemberian ekstrak hati batang pisang tunas, muda dan tua serta perbedaan konsentrasi ekstrak hati batang pisang yang digunakan menyebabkan waktu onset yang berbeda-beda.. Waktu onset paling cepat ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak hati atang pisang tua dengan pemberian konsentrasi sebesar 15 %, yaitu selama 66,66 menit. Waktu onset paling lama ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak hati batang pisang muda dengan pemberian konsentrasi sebesar 5 %, yaitu selama 145 menit. Perlakuan tunas hati pisang memberikan hasil beda nyata konsentrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 %. Perlakuan ekstrak hati batang pisang muda memberikan hasil beda nyata konsetrasi 5 % dengan konsentrasi 10 % dan 15 % sedangkan pada perlakuan hati batang pisang tua konsentrasi 5 % memberikan hasil berbeda nyata terhadap konsentrasi lainnya. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa waktu tercepat didapatkan pada konsetrasi 15 % pada perlakuan ekstrak hati batang pisang tua yang disebabkan karena pada hati batang pisang tua memiliki kandungan bahan-bahan yang lebih tinggi daripada hati batang pisang yang tunas dan muda. Menurut Djulkarnain (1998) hati batang pohon pisang dapat dijadikan penghilang rasa sakit. Kandungan bahan-bahan kimia antara lain flavonoid dan saponin. Flavonoid

8 21 merupakan senyawa polifenol yang merupakan satu golongan fenol alam yang terbesar dan bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, aseton, dan sebagainya (Markham 1988). Pengujian terhadap waktu onset akibat pemberian ekstrak hati batang pisang pada penelitian ini dapat disimpulkan kurang memuaskan karena waktu onset yang dibutuhkan ikan hingga pingsan cukup lama. Menurut Gunn (2001), anestesi yang ideal adalah anestesi yang mampu memingsankan ikan kurang dari tiga menit. Lamanya waktu yang dibutuhkan ekstrak hati batang pisang untuk memberikan pengaruh terhadap aktivitas ikan uji diduga karena konsentrasi uji yang diberikan belum cukup untuk mempengaruhi fungsi saraf dan jaringan otak ikan uji Tingkat kelulusan hidup (survival rate) ikan Pengujian terhadap tingkat kelulusan hidup atau survival rate (SR) pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas dari penggunaan ekstrak hati hati batang pisang sebagai bahan anestesi dan mengetahui konsentrasi optimum yang sebaiknya digunakan pada proses imotilisasi ikan untuk kemudian diterapkan pada sistem transportasi ikan. Pengujian terhadap tingkat kelulusan hidup juga penting dilakukan untuk mengetahui konsentrasi uji mana yang menyebabkan tingginya kematian pada ikan uji. Pengujian terhadap nilai SR dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Grafik tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar pada waktu anestesi

9 22 Gambar 6 menunjukkan bahwa pembedaan pemberian ekstrak hati hati batang pisang tunas, muda dan tua setelah perbedaan konsentrasi ekstrak hati hati batang dengan melihat tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar setelah diberikan anestesi. Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat kandungan ekstrak hati batang pisang tua dengan konsentrasi 15 % didapatkan tingkat kelulusan ikan sebesar 26,67. Konsentrasi 5 % di hati batang tunas dan muda didapatkan kelulusan hidup ikan sebesar 93,33 %. Pada konsentrasi 10 % pada hati batang tunas dan muda didapatkan kelulusan hidup ikan sebesar 86,67 %. Perlakuan tunas hati pisang memberikan hasil berbeda nyata konsentrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 %. Perlakuan ekstrak hati batang pisang muda memberikan hasil beda nyata konsetrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 % sedangkan pada perlakuan hati batang pisang tua konsentrasi 5 % memberikan hasil berbeda nyata terhadap konsentrasi lainnya. Kelulusan hidup ikan bawal air tawar terkecil didapatkan pada ekstrak hati batang tua sebesar 15 %. Saat ikan diberikan anestesi ikan menjadi shock karena perubahan lingkungan sehingga ikan melakukan gerakan yang berlebihan. Pada proses shock teersebut menyebabkan ikan mengalami kematian karena pada kondisi tersebut ikan yang stres akan terjadi peningkatan asam laktat dalam darah (Pratisari 2010). Pada konsentrasi yang tinggi, kandungan bahan kimia di hati batang pisang juga tinggi seperti saponin. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan (Cheek 2005). 4.3 Penelitian tahap ketiga Penelitian tahap ketiga ini dilakukan setelah mendapatkan hasil dari penelitian tahap kedua. Pada tahap ini konsentrasi yang digunakan adalah 10 % dari ekstrak hati batang pisang muda, hal ini dilakukan karena ikan mempunyai waktu memingsankan lebih cepat dan mempunyai nilai kelulusan hidup yang tinggi. Pada tahap ini di hitung kualitas air saat perlakuan anestesi, pengujian kelulusan hidup ikan air tawar dalam simulasi transportasi dan pengujian glukosa darah ikan setelah di transportasikan.

10 Pengujian kualitas air Kualitas air merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh mendasar bagi kelangsungan hidup bawal air tawar. Pengujian kualitas air pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia fisik air baik sebelum maupun setelah proses pemingsanan. Pengujian sebelum proses pemingsanan bertujuan untuk melihat kelayakan kualitas air yang akan digunakan sebagai media pada proses pemingsanan. Sedangkan, proses pengujian kualitas air setelah proses pemingsanan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian berbagai konsentrasi berbeda terhadap karakteristik fisik kimia air yang telah digunakan setelah proses pemingsanan. Hasil analisis kualitas air dicantumkan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah proses pemingsanan Perlakuan Parameter uji ph DO (ppm) TAN (mg/l) Sebelum 7,40 6,31 2,17 Sesudah 4,97 1,23 3,28 Berdasarkan tabel 8 hasil pengujian kualitas air pada saat sebelum diberikan perlakuan bahan anestesi didapatkan ph 7,40, DO 6,31 dan total amoniak 2,17. Kualitas air setelah diberi perlakuan didapatkan nilai ph 4,97, DO 1,23 dan nilai Total amoniak 3,28. Setelah perlakuan nilai ph dan DO semakin menurun dan total amoniak menaik. Keasaman air menurut Pudjianto (1984) adalah kemampuan kuantitatif (banyaknya asam) untuk menetralkan basa kuat sampai ph yang dikehendaki. Tingginya amoniak didapatkan ikan pada kondisi stress dan membuang metabolisme yang berlebihan. Pembuangan metabolisme mengakibatkan tingginya amoniak dalam kualitas air (Wedeyemer 1996) Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi organisme perairan. Oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan ikan dan sebagai fasilitator proses oksidatif kimiawi (Amanah 2011). Jika konsentrasi DO yang sesuai tidak dipertahankan, ikan akan stres yang akhirnya menyebabkan kematian. Penurunan oksigen dari kualitas air tersebut disebabkan peningkatan pemanfaatan oksigen dari ikan bawal air tawar.

11 24 Nilai oksigen terlarut yang didapatkan 1,23 mg/l. Dari kondisi ini ikan masih bisa bertahan hidup namun masih kurang mencukupi untuk melakukan kegiatan lain sehingga ikan akhirnya mengurangi proses metabolismenya. Kadar oksigen dari 1,0-5,0 ikan dapat bertahan hidup tetapi pertumbuhannya terganggu (Swingle (1969) dalam Boyd (1990)) Menurut Swingle (1969) dalam Boyd (1990), kisaran ph 6,5 9,0 merupakan kisaran yang layak bagi ikan untuk reproduksi. Kisaran ph air yang digunakan pada penelitian ini masih berada pada kisaran tersebut, sehingga bisa diasumsikan bahwa perubahan ph air akibat pemberian ekstrak hati batang pisang masih dapat ditolerir oleh ikan bawal air tawar untuk tetap bertahan hidup namun ph air setelah diberi perlakuan ikan di bawah batas normal. Pengaruh penurunan ph terhadap jumlah ikan akan berpengaruh terhadap laju resiprasi. Semakin padat suatu wadah transportasi maka hasil respirasi dan CO₂ bebas akan semakin meningkat, selain itu waktu transportasi, dan keasaman suatu media air juga dapat mempengaruhi nilai ph air (Muhamad 2012). Tingkat stress ikan yang banyak mengeluarkan CO 2 mengakibatkan perubahan ph pada kualitas air setelah perlakuan. Karbondioksida akan mempengaruhi keasaman air sehingga menurunkan ph air. Tingginya kandungan karbondioksida dibarengi dengan turunnya ph akan lebih berbahaya terhadap kelangsungan hidup ikan (Kottelat et al. 1993). Penurunan ph terjadi reaksi kimia antara air dengan ion karbondioksida yang mengakibatkan ph menjadi turun. Persamaan reaksinya sebagai berikut CO 2 + H 2 O H 2 CO 3 H 2 CO 3 HCO 3 +H Pengujian kelulusan hidup ikan bawal dalam simulasi transportasi kering Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui limit waktu yang bisa ditempuh oleh ikan air tawar yang dipingsankan dengan ekstrak hati batang pisang dengan konsentrasi 10 % pada hati batang muda. Hal ini dikarenakan tingkat kelulusan hidup pada perlakuan hati batang pisang muda yang paling tinggi dan dengan waktu pingsan yang relatif cepat. Hasil pengamatan nilai SR ikan bawal pingsan yang disimpan dalam media serbuk gergaji disajikan dalam Gambar 7.

12 25 Gambar 7 Grafik kelulusan hidup ikan bawal air tawar saat simulasi transportasi Berdasarkan data Gambar 7 didapatkan bahwa tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar dalam simulasi transportasi kering pada jam ke 1, 2 dan ke 3 nilai kelulusan hidupnya mencapai 100 %. Tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar pada jam ke 4 sebesar 86,67 %, jam ke 5 sebesar 66,67 % dan jam ke 6 sebesar 40 %. Berdasarkan data tersebut tingkat kelulusan hidup bawal air tawar semakin menurun mulai dari jam ke 4. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama ikan bawal ditransportasikan maka tingkat kelulusan hidup akan semakin menurun. Hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi biota perairan hidup sistem kering antara lain suhu lingkungan, kadar oksigen dan proses metabolisme (Andasuryani 2003). Tingkat kelulusan hidup ikan bawal pada jam ke 4, 5, dan 6 semakin menurun. Hal ini disebabkan perubahan suhu media kemasan yang semakin meninggi. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan ikan sadar dan aktivitas ikan akan tinggi. Makin tinggi aktivitas ikan maka akan menuntut ketersediaan oksigen yang tinggi untuk dikonsumsi. Di dalam media kering ketersediaan oksigen terbatas maka ikan akan mengalami kekurangan oksigen dan berakibat kematian (Karnila dan Edison 2001). Menurut Nirwansyah (2012), suhu kritis yang tidak dapat ditoleransi dalam transportasi ikan hidup yaitu diatas 30 o C, karena pada suhu ini metabolisme ikan yang ditransportasikan dipastikan akan meningkat

13 26 pesat. Suhu media kemasan yang digunakan juga tidak boleh terlalu dingin atau kurang dari 12 o C. Suhu yang dipakai dalam penelitian ini adalah 12 o C pada saat pengemasan. Lamanya waktu penyimpanan mengakibatkan perubahan suhu yang ada di dalam media semakin meningkat. Pada saat transportasi ikan suhu media pengisi harus disesuaikan karena suhu merupakan salah faktor yang berpengaruh dalam transportasi sistem kering sehingga suhu harus di pertahankan hingga akhir transportasi (Pratisari 2010). Simulasi transportasi ini menggunakan suhu 12 0 C pada awal transportasi dan mengalami perubahan setelah dilakukan pengemasan dari waktu ke waktu dengan suhu terakhir pada jam ke 6 berada pada 16 0 C Perubahan metabolisme pada saat transportasi juga dapat terjadi karena sadarnya ikan saat ditransportasikan yang mengakibatkan pergerakan ikan pada saat pengemasan. Hal ini berarti bahwa perombakan adenosin triphosphat (ATP) menjadi adenosin diphosphat (ADP), adenosin monophosphat (AMP) dan inosin monophosphat untuk menghasilkan energi juga sangat rendah, sehingga oksigen yang digunakan untuk merombak ATP untuk menghasilkan energi juga sangat rendah (Karnila dan Edison 2001). Tingkat kesehatan ikan saat ditransportasikan juga menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam transportasi sistem kering. Menurut Pratisari (2010) tingkat kelulusan hidup ikan selain di pengaruhi oleh suhu juga dipengaruhi oleh kesehatan ikan saat akan ditransportasikan. Kualitas ikan yang diangkut merupakan krtieria yang sangat menentukan dalam keberhasilan proses transportasi ikan hidup (Praseno 1990 diacu dalam Suryanigrum et.al 2008). Kematian juga disebabkan oleh bahan pengisi yaitu serbuk gergaji. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kandungan damar dan terpenten pada serbuk gergaji yang bersifat toksik (Prasetyo 1993). Bahan pengisi yang baik juga dapat menyerap air dan mempertahankan suhu. Semakin tinggi daya serap air, semakin tinggi pula nilai kapasitas dingin dari bahan pengisi sehingga suhu lingkungan dapat dipertahankan lebih lama (Hastarini et al. 2006). Serbuk gergaji merupakan media pengisi yang bersifat voluminous (padat) dan memiliki sedikit rongga udara. Hal ini menyebabkan cadangan oksigen yang terkandung di dalamnya juga sedikit (Sufianto 2008).

14 Kadar glukosa darah Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah ikan setelah simulasi transportasi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai glukosa darah dengan menggunakan alat indikator glukosa darah. Berdasarkan hasil yang didapatkan tingkat glukosa darah mengalami kenaikan dari 113 ± 28,16 (mg/l) sampai 259 ± 43,71 (mg/l). Kontrol mengalami kenaikan sampai nilai tidak terdefinisi yaitu di atas 498 mg/l. Perubahan suhu yang terjadi pada proses transportasi dapat mengakibatkan kenaikan nilai glukosa darah ikan. Peningkatan glukosa darah dapat dilihat dari perubahan suhu yang terjadi di lingkungan ikan (Enriquez et.al 2009). Kenaikan glukosa darah ini diakibatkan tingkat kestressan ikan setelah diberikan perlakuan. Menurut Subandiyono et.al (2003) peningkatan glukosa darah diakibatkan oleh tingkat kestressan ikan. Menurut Enriquez et.al (2009), mekanisme terjadinya perubahan kadar glukosa darah selama stress dimulai dari diterimanya informasi penyebab faktor stress oleh organ reseptor. Selanjutnya informasi tersebut disampaikan ke otak bagian hipotalamus melalui sistem syaraf. Kemudian hipotalamus memerintahkan sel kromafin untuk mensekresikan hormon katekolamin dan kortisol melalui serabut syaraf simpatik. Adanya kortisol ini akan mengaktivasi enzim-enzim yang terlibat dalam katabolisme simpanan glikogen, sehingga kadar glukosa darah mengalami peningkatan. Peningkatan glukosa darah akibat adanya gerakan tubuh ikan yang tersadar pada saat ditransportasikan sehingga ikan menjadi stress dan merespon ke dalam syarafnya.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Pemeliharaan Lobster Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kondisi lobster air tawar. Air yang digunakan dalam proses adaptasi,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Selama Proses Pemingsanan Pengamatan perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run

Lebih terperinci

TEKNIK IMOTILISASI MENGGUNAKAN EKSTRAK HATI BATANG PISANG (Musa spp) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI KERING IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

TEKNIK IMOTILISASI MENGGUNAKAN EKSTRAK HATI BATANG PISANG (Musa spp) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI KERING IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) TEKNIK IMOTILISASI MENGGUNAKAN EKSTRAK HATI BATANG PISANG (Musa spp) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI KERING IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) Rizki Rakhmat Abdullah DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASILPERAIRAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat onset, durasi, kematian dan tahapan anestesi Acepromazine (ACP). Selanjutnya, hasil penelitian dengan menggunakan ACP yang diberikan secara

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 1. No. 2 Juni 2017

JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 1. No. 2 Juni 2017 KELULUSAN HIDUP IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) SELAMA PENYIMPANAN DALAM MEDIA SERBUK GERGAJI MENGGUNAKAN AIR RENDAMAN HATI BATANG PISANG AMBON (MUSA PARADISIACA) DIAN PUSPITASARI PROGRAM STUDI BUDIDAYA

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. : Cypriniformes. : Colossoma macropomum,

2 TINJAUAN PUSTAKA. : Cypriniformes. : Colossoma macropomum, 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum ) Ikan bawal yang telah tersebar dan berkembang serta dikenal oleh masyarakat Indonesia termasuk jenis Colossoma spp,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama.

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1 TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1 Komariah Tampubolon 1 dan Wida Handini 2 ABSTRAK Penelitian ini mengkaji berbagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan November Desember 2013, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

TEKNIK IMOTILISASI IKAN NILA MENGGUNAKAN EKSTRAK UMBI RUMPUT TEKI MAHARDIKA TRI HANDAYANI

TEKNIK IMOTILISASI IKAN NILA MENGGUNAKAN EKSTRAK UMBI RUMPUT TEKI MAHARDIKA TRI HANDAYANI TEKNIK IMOTILISASI IKAN NILA MENGGUNAKAN EKSTRAK UMBI RUMPUT TEKI MAHARDIKA TRI HANDAYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

TRANSPORTATION TEST DRY SYSTEM OF JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) WITH USING BANANA STEM EXTRACT By:

TRANSPORTATION TEST DRY SYSTEM OF JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) WITH USING BANANA STEM EXTRACT By: UJI TRANSPORTASI SISTEM KERING IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK HATI BATANG PISANG Oleh: Andika Pratama 1 ), Dewita Buchari 2 ), Sumarto 2 ) Gmail: pratamaandika134@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 bertempat di Laboratorium Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR

STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR Satria Wati Pade, I Ketut Suwetja, Feny Mentang Pascasarjana Prodi Ilmu Pangan, UNSRAT, Manado lindapade@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan bagian penting dari usaha ikan komersial seperti ikan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan bagian penting dari usaha ikan komersial seperti ikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan bagian penting dari usaha ikan komersial seperti ikan Mas (Absali and Mohamad, 2010). Transportasi benih ikan mas (Cyprinus carpio) masih menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008; Slembrouck et al., 2005). Ikan patin

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Persiapan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Persiapan 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2011 di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya ikan nila semakin diminati oleh pembudidaya ikan air

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya ikan nila semakin diminati oleh pembudidaya ikan air 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya ikan nila semakin diminati oleh pembudidaya ikan air tawar. Permintaan benih ikan nila yang semakin meningkat menyebabkan penyediaan benih harus dilakukan

Lebih terperinci

Gambar 4. Uji Saponin

Gambar 4. Uji Saponin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Kandungan Senyawa Saponin Pada Biji Barringtonia asiatica Biji Barringtonia asiatica memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder triterpenoid dan saponin.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 6 ADI SAPUTRA FAUZI ISLAHUL RIDHO ILHAM NENCY MAHARANI DWI PUJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan nila merah adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan nila merah adalah sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Nila 1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan nila merah adalah sebagai berikut: Kelas Sub-kelas Ordo Sub-ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut 51 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Hasil uji nilai kisaran (Range value test) merkuri pada ikan bandeng menunjukkan bahwa nilai konsentrasi ambang bawah sebesar 0.06

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Kanibalisme Ketersediaan dan kelimpahan pakan dapat mengurangi frekuensi terjadinya kanibalisme (Katavic et al. 1989 dalam Folkvord 1991). Menurut Hecht dan Appelbaum

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Kualitas Warna Perubahan warna ikan maskoki menjadi jingga-merah terdapat pada perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid 1, 2 dan 4 hari yaitu sebanyak 11,

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

PEMBIUSAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) DENGAN SUHU RENDAH SECARA BERTAHAP DALAM TRANSPORTASI SISTEM KERING AURISMARDIKA NOVESA

PEMBIUSAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) DENGAN SUHU RENDAH SECARA BERTAHAP DALAM TRANSPORTASI SISTEM KERING AURISMARDIKA NOVESA PEMBIUSAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) DENGAN SUHU RENDAH SECARA BERTAHAP DALAM TRANSPORTASI SISTEM KERING AURISMARDIKA NOVESA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber: Kuncoro (2009)

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber: Kuncoro (2009) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila sangat dikenal oleh masyarakat penggemar ikan air tawar, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Di Asia Tenggara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

Gambar 1. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)

Gambar 1. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan hewan avertebrata air yang memiliki pelindung tubuh berupa rangka eksoskeleton

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan Kemampuan puasa benih nila BEST sebanyak 30 ekor dapat bertahan hidup dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mempelajari pengaruti suhu pembiusan terhadap aktivitas dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mempelajari pengaruti suhu pembiusan terhadap aktivitas dan 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Suhu Pembiusan Untuk mempelajari pengaruti suhu pembiusan terhadap aktivitas dan kelulusan hidup induk ikan jambal siam di luar habitatnya, beberapa variasi suhu

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

TEKNIK IMOTILISASI IKAN MAS (Cryprinus carpio) MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN KECUBUNG (Datura metel L) HANDI FAUZI HARAHAP

TEKNIK IMOTILISASI IKAN MAS (Cryprinus carpio) MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN KECUBUNG (Datura metel L) HANDI FAUZI HARAHAP TEKNIK IMOTILISASI IKAN MAS (Cryprinus carpio) MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN KECUBUNG (Datura metel L) HANDI FAUZI HARAHAP DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri

PENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu industri kecil yang banyak mendapat sorotan dari segi lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data panjang dan bobot lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji

Lampiran 1 Data panjang dan bobot lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji 45 46 Lampiran 1 Data panjang dan bobot lobster air tawar yang digunakan sebagai hewan uji Panjang (cm) Bobot (gr) Panjang (cm) Bobot (gr) 7,3 21 7,0 19 7,5 22 7,3 21 6,5 16 7,1 21 6,7 18 6,8 17 7,0 19

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci