Gambar 4. Uji Saponin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 4. Uji Saponin"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Kandungan Senyawa Saponin Pada Biji Barringtonia asiatica Biji Barringtonia asiatica memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder triterpenoid dan saponin. Ini dibuktikan dengan melakukan uji fitokimia pada sampel biji Barringtonia asiatica. Saponin merupakan senyawa yang sangat diperlukan dalam penelitian ini. Uji saponin dilakukan dengan menambahkan akuades pada 1 g serbuk biji buah keben yang kemudian dipanaskan selama 15 menit, kemudian setelah panas diambil 10 ml dan dikocok secara vertikal. Setelah dilakukan pengocokan secara vertikal, terbentuk busa stabil setinggi 7 cm dan busa tidak hilang ketika ditambahkan pereaksi HCl 2N. Gambar 4. Uji Saponin Hal ini menunjukkan bahwa sampel biji Barringtonia asiatica memiliki kandungan senyawa saponin. Busa terbentuk dikarenakan adanya kandungan glikosidan yang memiliki kemampuan membentuk busa dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa (Chaniago 2003). Menurut Hartono (2009), saponin merupakan senyawa yang mengandung racun yang dapat mengahancurkan butir darah atau hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, oleh

2 karena itu sering digunakan sebagai racun ikan. Saponin dapat juga disebut dengan sapotoksin. Melihat dengan kemampuan senyawa saponin tersebut, senyawa ini berpotensi sebagai zat anestesi. 4.2 Ekstraksi Biji Buah Keben (Barringtonia asiatica) Proses ekstraksi dilakukan dengan melihat sifat senyawa yang akan diekstraksi. Senyawa saponin bersifat polar oleh karena itu digunakan pelarut organik metanol yang bersifat polar agar senyawa dapat mudah terikat dan terekstraksi (Hartono 2009). Ekstraksi yang dilakukan dengan merendam 150 g sampel biji Barringtonia asiatica pada 1,5 L pelarut metanol selama 3 hari dan 3 kali pengulangan. Setelah maserasi 3 hari, hasil perendaman disaring kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 65 o C. a b c Gambar 5. Proses Ekstraksi (a) proses maserasi (b) evaporasi (c) hasil evaporasi berupa ekstrak Hasil rendemen yang didapat dari proses ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 12. Ekstrak yang dihasilkan berupa pasta berwarna putih kekuningan. Sampel Tabel 12. Rendemen Ekstrak Biji Barringtonia asiatica Berat Rendemen Warna dan Berat Awal Ekstrak (%) Bentuk Ekstrak (g) (g) (w/w)

3 Biji Buah Keben , ,53 Putih kekuningan, Berbentuk pasta Hasil ekstraksi menggunakan berat sampel 150 g menghasilkan rendemen sebesar 35, 53 %. Sedangkan pada penelitian Septiarusli (2012) rendemen yang dihasilkan sebesar 13, 5 %. Perbedaan hasil rendemen ini dikarenakan adanya perbedaan perbandingan pelarut pada saat proses maserasi. Perbandingan yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:10, sedangkan pada penelitian Septiarusli menggunakan perbandingan 1:5. Inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan rendemen. Untuk menghasilkan rendemen yang besar perbandingan yang digunakan adalah 1:10 (w:v). 4.3 Fraksinasi Biji Buah Keben (Barringtonia asiatica) Fraksinasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah fraksinasi bertingkat. Fraksinasi dilakukan dengan melihat sifat pelarut yang digunakan mulai dari pelarut non-polar, semi polar hingga pelarut yang sifatnya polar. Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut (Adijuwana dan Nur 1989). Fraksi yang pertama dilakukan adalah fraksi non-polar dengan menggunakan pelarut n-heksan. Dari hasil fraksinasi diperoleh berat fraksi 3,93 gr dengan nilai rendemen 19,65 %. Hasil dari fraksi n-heksan selanjutnya dilakukan uji fitokimia untuk melihat senyawa apa yang terdapat pada fraksi n-heksan. Dari hasil uji fitokimia, fraksi n-heksan positif mengandung senyawa triterpenoid.

4 Gambar 6. Fraksinasi Fraksi selanjutnya yaitu dengan menggunakan kloroform yang bersifat semi polar, hasil fraksi yang dihasilkan dari fraksinasi menggunakan kloroform didapatkan fraksi seberat 2,7468 gr dengan nilai rendemen 13,73 %. Pada fraksi kloroform, dilakukan uji saponin yang hasilnya terdapat busa setinggi 2 cm tetapi busa tersebut hilang ketika ditambahkan pereaksi HCl 2N. Fraksi yang terakhir adalah fraksi polar dengan menggunakan pelarut n- butanol. Hasil fraksi butanol adalah 4,86 gr dengan nilai rendemen 24,3% (Tabel 12). Dari semua fraksi, fraksi butanol memiliki jumlah fraksi yang paling banyak dikarenakan senyawa yang terkandung di dalam biji buah keben (Barringtonia asiatica) mengandung saponin yang sifat senyawanya lebih terikat kepada fraksi polar. Fraksi butanol memiliki kandungan senyawa saponin yang ditandai dengan adanya busa setinggi 4 cm dan tidak hilang ketika ditambahkan pereaksi HCl 2N. Busa yang terbentuk tidak hilang dalam waktu 20 menit.

5 Gambar 7. Uji Saponin Fraksi Butanol Hasil rendemen dari proses fraksinasi dapat dilihat pada Tabel 13. Rendemen dari fraksi butanol merupakan rendemen terbesar dari tiga fraksi dikarenakan sampel biji Barringtonia asiatica mengandung banyak saponin yang merupakan senyawa yang terikat pada pelarut polar. Berat Ekstrak Awal 20 g Fraksi n- heksan Fraksi Hasil Fraksi (g) Tabel 13. Hasil Fraksinasi Rendemen (%) (w/w) 3,93 19,65 2, ,73 Kloroform Fraksi n-butanol 4,86 24,3 Warna dan Bentuk Ekstrak Putih, Berbentuk pasta cair Putih, Berbentuk pasta cair Putih, Berbentuk pasta cair 4.4 Uji KLT Preparatif KLT preparatif dilakukan untuk melihat senyawa saponin yang terkandung dalam ekstrak kasar B.asiatica dan fraksi butanol. KLT preparatif dilakukan dengan menggunakan sampel sebanyak 14 mg yang ditambahkan pelarut serta pengembang untuk mengejar senyawa target yaitu saponin. Sampel dilarutkan dengan menggunakan pelarut dan ditotolkan pada plat KLT preparatif. Kemudian plat tersebut dimasukkan ke dalam bejana dan ditambahkan pelarut pengembang. Ekstrak kasar dan fraksi butanol ditambahkan dengan pelarut pengembang kloroform dan

6 aseton dengan perbandingan 9:1, pelarut kloroform dan aseton dengan perbandingan 8:2, pelarut pengembang etil asetat 100 % dan pelarut pengembang etil asetat dan methanol dengan perbandingan 8:2. a b c Gambar 8. KLT Preparatif (a) Uji Kromatografi Kertas (b) Plat KLT Preparatif (c) Hasil Uji KLT Preparatif Kemudian spot target saponin dilihat menggunakan lampu ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang 254 nm, yang menunjukkan adanya spot senyawa saponin terlihat dari warna yang dihasilkan dari fasa gerak yaitu warna biru. Untuk lebih meyakinkan plat KLT kemudian disemprotkan dengan pelarut H 2 SO 4 selanjutnya dilihat kembali menggunakan UV dengan panjang gelombang 365 nm. Penyemprotan dilakukan untuk memunculkan warna spot target agar dapat dibandingkan dengan hasil kromatografi kertas. Menurut Gritter et al 1991, sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 365 nm memantulkan warna biru-hijau yang menunjukkan adanya spot senyawa saponin. Kebanyakan penyerap KLT preparatif mengandung indikator fluorosensi yang membantu mendeteksi letak pita yang terpisah pada senyawa yang menyerap sinar ultraviolet. Untuk mendeteksi senyawa yang tidak menyerap sinar ultraviolet yaitu dengan cara menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot kedua sisi dengan larutan (Hostettmann, et al, 1995). Setelah pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak maka senyawa yang tidak berwarna dengan penjerap dikerok dari plat kaca. Cara ini berguna untuk

7 memisahkan campuran beberapa senyawa sehingga diperoleh senyawa murni (Gritter, et al, 1991). Setelah didapatkan senyawa murni, kemudian dikeringkan dan kemudian ditimbang. Senyawa saponin yang terkandung dalam ekstrak kasar sebesar 2,14 % dan senyawa saponin yang terkandung dalam fraksi butanol sebesar 0,71 % seperti terlihat pada Tabel 14. Sampel awal (g) Tabel 14. Kandungan Senyawa Saponin Kandungan Saponin Kandungan Saponin dalam Ekstrak kasar dalam Fraksi butanol (%) (%) (w/w) 14 mg 2,14 0,71 Pelarut yang digunakan pada KLT preparatif yang terbaik adalah menggunakan pelarut etil asetat : metanol dengan perbandingan 8 : 2. Pelarut ini digunakan karena perbandingan pelarut ini mengalami pemisahan yang baik. 4.5 Formulasi Granulasi Proses formulasi granulasi dilakukan dengan menggunakan metode granulasi kering. Metode granulasi kering digunakan karena partikel dapat diagregasi pada saat kompresi karena adanya kekuatan pengikatan yang terjadi saat kontak langsung permukaan zat padat. Proses pembuatan granul awalnya dengan menimbang ekstrak kasar dan fraksi masing-masing sebanyak 14 mg yang kemudian ditambahkan amylum pregelatinized yang berfungsi sebagai zat pengikat senyawa, kemudian ditambahka laktosa yang berguna untuk membantu granul agar mudah larut di air, dan ditambahkan pvp sebagai bahan pengikat lalu kemudian alkohol 2 tetes.

8 a b c d e Gambar 9. (a) Bahan Pengikat dan Pengisi (b) Mesh 20 (c) Proses Pencampuran Granul (d) Pengovenan Granul (e) Hasil Granul Pada saat proses pencampuran bahan pengikat dan bahan pengisi serta bahan aktifnya, berat yang dihasilkan granul ekstrak kasar sebelum mengalami pengeringan di oven sebesar 0,324 g, sednangkan berat granul fraksi sebelum dikeringkan menggunakan oven sebesar 0,319 g. Namun setelah granul dikeringkan menggunakan oven, granul yang dihasilkan sebesar 0,2 g untuk granul ekstrak kasar dan 0,18 g untuk granul fraksi. Hal ini terjadi karena adanya penyusutan granul pada saat proses pengeringan di oven. Hasil granul yang telah dikeringkan kemudian ditimbang merupakan konsentrasi granul yang akan diujicobakan ke ikan uji (Tabel 15). Adapun perbandingan komposisi antara bahan pengikat dan bahan pengisi pada penelitian ini (Lampiran. 3) masih dalam batas normal (Lieberman et al 1989) yang

9 mengungkapkan bahwa bahan pengisi dalam proses granulasi memiliki komposisi 25 % sampai 45%. Hasil perbandingan komposisi formulasi granulasi adalah bahan pengisi sebesar 43,8 % dan bahan pengikat sebesar 3,13 %,. Tabel 15. Hasil Granul Jenis Granul Berat Granul Warna dan Bentuk (g) Granul Granul Ekstrak 0,2 Putih, butiran Granul Fraksi 0,18 Putih, butiran 4.6 Pengamatan Granul Larut Dalam Air Granul yang dihasilkan pada saat proses granulasi, dicampurkan kedalam 20 L air laut untuk melihat daya larut granul ke dalam air. Pada saat granul dicampurkan ke dalam air hingga tidak terbentuknya endapan waktu yang dihasilkan kurang dari 1 menit seluruh granul telah larut ke dalam air dapat dilihat pada Tabel 16. Setelah granul larut, air warnanya berubah menjadi putih-bening dikarenakan pengaruh dari granul yang dicampurkan dan masih adanya bau khas Barringtonia asiatica. Tabel 16. Lama Granul Larut dalam 20 Liter Jenis Granul Lama Granul Larut dalam 20 Liter (Detik) Granul Ekstrak Granul Fraksi 50-60

10 Gambar 10. Proses Granul Di Masukkan ke Air 4.7 Pengamatan Kualitas Air Parameter kualitas air diamati sebelum dan sesudah granul dicampurkan. Pengukuran kualitas air ini dilakukan untuk melihat pengaruh granul yang dicampurkan kedalam air terhadap kualitas air. Hal ini sangat penting dilakukan karena kualitas air dapat mempengaruhi kehidupan kerapu. Kualitas air yang diujikan adalah salinitas, oksigen terlarut (DO), ph, dan suhu menunjukkan bahwa kualitas air masih dalam kisaran kualitas air yang dapat menunjang kelangsungan hidup yang optimal bagi kerapu (Lampiran 4). Kisaran kualitas air yang optimal untuk kerapu adalah salinitas ppt, oksigen terlarut 4 8 ppm, ph 6,5-8, dan suhu o C (Rahman 2010). Hasil pengamatan kualitas air sebelum dan sesudah dicampurkan granul menunjukkan tidak adanya perubahan kualitas air. Kualitas air setelah dicampurkan granul masih dalam kisaran kualitas air yang bdapat menunjang kelangsungan hidup kerapu. 4.8 Penerapan Terhadap Ikan Uji Penerapan terhadap ikan uji dilakukan menggunakan transportasi darat dan transportasi laut. Pada saat uji transportasi darat, granul yang digunakan adalah granul fraksi dengan lama pingsan 2 jam, sedangkan uji transportasi laut digunakan granul ekstrak kasar. Sebelum uji transportasi dilakukan, ikan terlebih dahulu

11 dipingsankan dan kemudian dikemas kedalam styrofoam lalu selanjutnya dilakukan uji transportasi dengan kondisi perjalanan yang memiliki guncangan yang cukup kuat. Setelah dilakukan uji transportasi, ikan kemudian disadarkan kembali. Lama waktu proses pemingsanan dan penyadaran dapat dilihat pada Tabel 17. Jenis Granul Granul Fraksi Granul Ekstrak Kasar Tabel 17. Waktu Ikan Kerapu Pingsan dan Pulih Konsentrasi Granul (g/l) Waktu Induksi (menit) Waktu Kerapu Semua Pingsan (menit) Lama Pingsan Kerapu (Jam) Waktu Semua Kerapu Pulih (menit) Kelangsungan Hidup Kerapu Setelah disadarkan (%) 0, , Hasil pengujian terhadap ikan uji kerapu menggunakan granul ekstrak dan granul fraksi menghasilkan waktu induksi kerapu selama 10 menit. Waktu induksi merupakan waktu dimana ikan dimasukkan ke dalam akuarium yang telah dicampurkan dengan granul hingga ikan uji terlihat panik. Terjadi perbedaan waktu semua ikan uji pingsan antara granul fraksi dan granul ekstrak, dimana pada granul fraksi ikan uji mengalami fase pingsan 100 % pada menit ke 12-15, sedangkan pada granul ekstrak, ikan baru mengalami fase pingsan 100 % pada menit ke Perbedaan waktu pingsan ikan uji antara granul fraksi dan granul ekstrak disebabkan oleh senyawa saponin yang terkandung dalam granul fraksi lebih murni dibandingkan senyawa saponin yang terkandung dalam granul ekstrak. Penelitan Septiarusli (2012) mengenai waktu induksi, waktu kerapu semua pingsan, lama pingsan, dan waktu pulih menunjukkan waktu induksi ikan kerapu pada menit ke-10, tidak terjadi perbedaan waktu induksi antara anastesi ikan menggunakan granul ekstrak kasar dan anastesi ikan menggunakan ekstrak kasar. Sedangkan untuk waktu seluruh kerapu pingsan dan kerapu kembali pulih tidak ada perbedaan lama waktu yang diperlukan

12 antara anastesi menggunakan granul ekstrak kasar dan anastesi menggunakan ekstrak kasar. Perbedaan terjadi pada waktu semua kerapu pingsan antara granul fraksi dan ekstrak kasar yang disebabkan granul fraksi memiliki senyawa saponin yang berpotensi sebagai zat anastesi lebih murni dibandingkan ekstrak kasar yang digunakan Septiarusli (2012) pada penelitian mengenai anastesi ikan. Perbedaan juga terjadi pada lama pingsan kerapu. Penelitian Septiarusli (2012) kerapu dapat pingsan selama 6 jam menggunakan ekstrak kasar sedangkan pada penelitian ini kerapu dapat pingsan selama 5 jam menggunakan granul ekstrak. Perbedan lama pingsan kerapu antara ekstrak kasar yang digunakan Septiarusli (2012) dengan granul fraksi pada penelitian ini disebabkan oleh kandungan senyawa saponin ekstrak kasar lebih besar dibandingkan fraksi. Hanya saja granul fraksi memiliki kandungan saponin yang lebih murni dibandingkan ekstrak kasar. Perbedaan lama pingsan antara ekstrak kasar dan granul ekstrak ini dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain kondisi fisiologis kerapu dan faktor transportasi yang dilakukan menggunakan transportasi laut yang memiliki guncangan serta dipengaruhi suhu di luar styrofoam yang tidak stabil. Lama pingsan kerapu merupakan waktu pada saat semua kerapu pingsan hingga kerapu mengalami fasa sadar. Kerapu yang telah mengalami fase pingsan tingkat kepekaan terhadap rangsangan akan menurun akibat proses terkendali saraf pusat oleh zat anastesi yang berfungsi memperlambat laju metabolism tubuh ikan(dewi 2009). Granul fraksi dapat memingsan ikan dengan lama pingsan kerapu selama 2 jam sedangkan pada granul fraksi dapat memingsankan ikan kerapu selama 5 jam. Granul ekstrak dapat memingsankan ikan lebih lama dibandingkan granul fraksi dikarenakan berdasarkan uji KLT preparatif, senyawa saponin yang terkandung dalam ekstrak lebih tinggi dibandingkan senyawa saponin yang terkandung dalam fraksi. Kandungan saponin dalam granul fraksi lebih murni, ini juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan lama pingsan kerapu lebih cepat dibandingkan granul

13 ekstrak. Senyawa saponin yang lebih murni lebih berpotensi menjadi racun untuk ikan karena saponin merupakan zat beracun apabila konsentrasi yang digunakan tidak tepat. Ini yang menyebabkan lama pingsan kerapu menggunakan granul ekstrak lebih lama dibandingkan granul fraksi. Setelah ikan mengalami fase pingsan, kemudian ikan dimasukkan ke dalam bak pemulihan yang berisi air laut segar yang diberi aerasi untuk membersihkan zat pembius (Rafael 1996 dalam Septiarusli 2012). Ikan uji yang dipingsankan menggunakan granul fraksi mengalami fase sadar pada menit menit, sedangkan ikan yang dipingsankan menggunakan granul ekstrak mengalami fase pulih pada menit ke Uji Transportasi Darat Penerapan terhadap ikan uji dilakukan menggunakan tranportasi darat yang dilakukan di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu. Pada saat uji transportasi darat, ikan dibius dengan menggunakan granul yang mengandung senyawa saponin dari hasil fraksi mengingat granul fraksi memiliki daya bius ikan selama 2 jam, oleh karena itu pada transportasi darat tidak menggunakan granul ekstrak yang memiliki daya tahan bius ikan selama 5 jam. Pada penelitian ini granul ekstrak digunakan pada saat ujicoba transportasi laut yang membutuhkan waktu mulai dari persiapan hingga pembongkaran selama 5 jam. Ikan yang telah dibius menggunakan granul fraksi dengan konsentrasi 0,18 g/l sebanyak 10 ekor dikemas dengan kertas HVS dan dimasukkan kedalam styrofoam yang berisi es batu yang diatasnya diberi serbuk kayu setebal 10 cm dan suhu 14 o C (Septiarusli 2012). Pada saat ikan dimasukkan kedalam akuarium yang airnya telah dicampurkan granul fraksi, ikan terlihat berenang aktif untuk beberapa saat dan kemudian mengalami kegelisahan dan kemudian pingsan. Ikan yang mengalami fase pingsan yang cepat, akan mengurangi keadaan stress, kecepatan metabolisme dan penggunaan oksigen. Dengan kondisi tersebut dapat merendahkan tingkat kematian ikan sehingga memungkinkan dilakukan

14 pengangkutan jarak jauh dan meningkatkan kepadatan dalam kemasan (Septiarusli 2012). Hal ini dapat dijelaskan karena ikan yang mengalami fase panik dan gelisah yang lama akan lebih lemah kondisinya sehingga mempengaruhi kelulusan hidup selama pengangkutan (Septiarusli 2012). Penurunan laju konsumsi oksigen pada ikan akan mengakibatkan oksigen yang terikat oleh darah jumlahnya sedikit sehingga oksihemoglobinnya juga rendah (Rahayu 1995). Ikan yang mengalami fase pingsan dikemas didalam styrofoam kemudian diuji menggunakan transportasi darat roda dua atau motor mengelilingi Pulau Pramuka selama 2 jam. Setelah uji transportasi darat, selanjutnya styrofoam dibongkar dan terlihat ikan masih dalam tersusun rapi seperti pada saat penyusunan awal. Ini membuktikan bahwa kondisi ikan masih dalam keadaan pingsan karena tidak adanya gerakan memberontak yang menyebabkan ikan keluar dari kertas pembungkusnya. Saat pembongkaran, ikan dibuka dan dimasukkan kedalam air laut segar yang telah diberi dengan aerasi untuk disadarkan. Hasil uji transportasi darat dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Uji Transportasi Darat Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Kerapu Dengan Dosis Granul 0,18 g/l Lama Kelangsungan Hidup(%) Jenis Granul Transportasi (Jam) Setelah Pembongkaran Setelah Penyadaran Granul Fraksi Berdasarkan hasil uji transportasi darat menggunakan granul fraksi dengan konsentrasi 0,18 g/l dapat dilihat tingkat kelangsungan hidup kerapu dalam uji transportasi media kering sebesar 80% dengan lama perjalanan 2 jam. Pada saat pembongkaran, ikan kerapu masih diam dengan gerakan insang yang sangat lemah, sedangkan ditemukan 2 ekor kerapu dari 10 ekor yang diujikan yang gerakan insangnya sangat lemah dibandingkan yang lainnya. Setelah semua ikan dimasukkan

15 ke dalam akuarium yang berisi air laut segar, pada saat menit ke 30 terlihat 8 ekor kerapu dapat kembali berenang dengan normal dan 2 ekor kerapu ditemukan mati pada saat proses penyadaran. Berdasarkan hasil uji transportasi darat, tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu sebesar 80% Uji Transportasi Laut Pada saat uji transportasi laut, granul yang digunakan dalam proses anestesi adalah granul dari ekstrak kasar dengan dosis 0,2 g/l. Ikan uji sebanyak 10 ekor dimasukkan ke dalam akuarium yang telah dicampurkan granul ekstrak kasar. Pada uji transportasi laut tidak menggunakan granul fraksi dikarenakan granul fraksi memilki daya tahan bius hanya 2 jam. Ikan kemudian dipingsankan kemudian setelah pingsan ikan bungkus dengan kertas HVS dan dimasukkan kedalam styrofoam berisi batu es dan serbuk gergaji setebal 10 cm dengan suhu 14 o C (Septiarusli 2012). Setelah dimasukkan, ikan terlihat berenang aktif untuk beberapa saat dan kemudian mengalami kegelisahan lalu pingsan. Ikan yang cepat mengalami fase pingsan yang cepat akan mengurangi keadaan stress, kecepatan metabolisme dan penggunaan oksigen. Dengan kondisi tersebut dapat merendahkan tingkat kematian ikan sehingga memungkinkan dilakukan pengangkutan jarak jauh dan meningkatkan kepadatan dalam kemasan (Septiarusli 2012). Hal ini dapat dijelaskan karena ikan yang mengalami fase panik dan gelisah yang lama akan lebih lemah kondisinya sehingga mempengaruhi kelulusan hidup selama pengangkutan (Septiarusli 2012). Penurunan laju konsumsi oksigen pada ikan akan mengakibatkan oksigen yang terikat oleh darah jumlahnya sedikit sehingga oksihemoglobinnya juga rendah (Rahayu 1995). Setelah ikan mengalami fase pingsan dan dikemas didalam styrofoam, kemudian kotak styrofoam ditutup rapat dan dibawa ke dermaga Pulau Seribu. Setelah sampai di dermaga, kotak styrofoam berisi ikan kemudian diletakkan ke dalam kapal untuk dibawa ke pelabuhan muara angke. Kapal yang digunakan pada uji transportasi laut adalah jenis kapal cepat yang memiliki guncangan cukup kuat

16 dibandingkan kapal yang umum digunakan. Selama perjalanan kotak styrofoam mengalami guncangan yang cukup kuat. Setibanya di pelabuhan Muara Angke Jakarta, styrofoam dibongkar untuk proses penyadaran. Pada saat styrofoam dibongkar, keadaan ikan kerapu masih tersusun rapi seperti semula. Hasil uji transportasi laut dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Uji Transportasi Laut Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Kerapu Dengan Dosis Granul 0,2 g/l Lama Kelangsungan Hidup(%) Jenis Granul Transportasi (Jam) Setelah Pembongkaran Setelah Penyadaran Granul Ekstrak Kasar Hasil uji transportasi laut menunjukkan kelangsungan hidup ikan kerapu sebesar 70% dengan lama perjalanan 5 jam. Pada saat pembongkaran ditemukan 2 ekor ikan yang mati pada saat proses pembongkaran dari 10 ekor ikan yang diujikan, sedangkan 9 ekor ikan lainnya masih dalam keadaaan pingsan dengan gerakan insang yang sangat lemah. Pada saat proses pemingsanan hingga proses penyadaran waktu yang digunakan 5 jam. Ikan yang masih hidup kemudian dimasukkan kedalam akuarium yang berisi air laut segar yang diberi diaerasi untuk disadarkan. Ikan mengalami fase sadar pada menit ke-20 dan ditemukan 2 ekor ikan mati pada saat proses penyadaran. Tingkat kelangsungan hidup kerapu pada uji transportasi laut sebesar 70%. Kematian 3 ekor kerapu dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor guncangan pada saat ikan dibawa menggunakan kapal yang dapat menyebabkan ikan kembali sadar sebelum waktunya. Ikan yang dalam keadaan pingsan sangat rentan terhadap guncangan, karena ikan yang posisinya terguncang dapat kembali sadar. Faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan adalah kondisi fisiologis ikan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Keben (Barringtonia asiatica) dalam penelitian ini diperoleh dari pantai Batu Karas, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

Naufan Indra Ikhsan, Mochamad Untung Kurnia Agung, Sri Astuty, dan Rosidah Universitas Padjadjaran

Naufan Indra Ikhsan, Mochamad Untung Kurnia Agung, Sri Astuty, dan Rosidah Universitas Padjadjaran Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 1 /Juni 2017 (34-41) PENGARUH ANESTESI GRANUL EKSRAK BIJI BUAH KEBEN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH GELONDONGAN IKAN BANDENG (Chanos chanos) PADA TRANSPORTASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

: GRANULASI EKSTRAK BIJI BUAH KEBEN (Barringtonia asiatica) SEBAGAI PRODUK ANESTESI UNTUK TRANSPORTASI IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)

: GRANULASI EKSTRAK BIJI BUAH KEBEN (Barringtonia asiatica) SEBAGAI PRODUK ANESTESI UNTUK TRANSPORTASI IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) JUDUL : GRANULASI EKSTRAK BIJI BUAH KEBEN (Barringtonia asiatica) SEBAGAI PRODUK ANESTESI UNTUK TRANSPORTASI IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) PENULIS : FARIDAN MUCHLIS PURDIANYSAH NPM : 230210090013

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODA III. BAHAN DAN METODA 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :peralatan distilasi, neraca analitik, rotary evaporator (Rotavapor

Lebih terperinci

BABm METODOLOGI PENELITIAN

BABm METODOLOGI PENELITIAN BABm METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat destilasi sederhana (Elektromantel MX), neraca analitik, ultrasonik Kery Puisatron,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan November Desember 2013, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui aktivitas penangkap radikal dari isolat fraksi etil asetat ekstrak etanol herba

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 15 HN DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Serangga Hama dan iodegradasi UPT. alai Penelitian dan Pengembangan iomaterial LIPI dan Laboratorium Parasitologi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) Gloria Sindora 1*, Andi Hairil Allimudin 1, Harlia 1 1 Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 Gambar 12: Tumbuhan Patikan kebo (Euphorbia hirta L.) Gambar 13: Simplisia Herba Patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) Lampiran 3 Herba Patikan kebo Dicuci Ditiriskan lalu disebarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Sawit

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat 47 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat Biji Alpukat - Dicuci dibersihkan dari kotoran - Di potong menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 295-299 ISSN : 2088-3137 POTENSI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI EKSTRAK BIJI BUAH KEBEN (Barringtonia asiatica) DALAM PROSES ANESTESI IKAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia daun dan buah karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (W. Aitt) Hassk.) yang diperoleh dari Belitung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan Lampiran 2.Bagan pembuatan serbuk simplisia Daun gaharu Dicuci Ditiriskan lalu ditimbang Dikeringkan Ditimbang Simplisia Diserbuk Pemeriksaan makroskopik Serbuk simplisia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata)

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Pemeliharaan Lobster Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kondisi lobster air tawar. Air yang digunakan dalam proses adaptasi,

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman dengan kode AGF yang diperoleh dari daerah Cihideng-Bandung. Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

3 Percobaan dan Hasil

3 Percobaan dan Hasil 3 Percobaan dan Hasil 3.1 Pengumpulan dan Persiapan sampel Sampel daun Desmodium triquetrum diperoleh dari Solo, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2008 (sampel D. triquetrum (I)) dan Januari 2009 (sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci