IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Parameter Imun Udang Vaname diberi Dosis Kappa-Karagenan Berbeda Parameter imun udang vaname yang diamati untuk mengetahui pengaruh pemberian k-karagenan yang berbeda, meliputi total haemocyte count (THC) dan differential haemocyte count (DHC) yaitu jumlah total hemosit persatuan volume (Lampiran 1) dan perbandingan jenis sel hemosit yang terkandung di dalamnya, yaitu sel hialin, sel granular dan sel semi-granular (Lampiran 2, 3 dan 4). Parameter imun lainnya yang diamati adalah aktifitas fagositik dan phenoloxidase (Lampiran 5 dan 6). Total hemosit udang vaname yang diberi k-karagenan mengalami peningkatan mulai minggu ke-1 hingga minggu ke-3 pengamatan, kemudian mengalami penurunan pada minggu ke-4 pengamatan, kecuali perlakuan A dan B (Tabel 1 dan Gambar 7). Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pada minggu ke-1 dan ke-2 perlakuan, pemberian k-karagenan 5 (A) dan 10 (B) g kg -1 pakan memperlihatkan total hemosit yang berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan pemberian k-karagenan 15 g kg -1 pakan (C) dan kontrol. Perbedaan nyata (P<0.05) tersebut juga terlihat pada minggu ke-3 dan minggu ke-4, yaitu total hemosit kontrol dan perlakuan A berbeda secara nyata dengan perlakuan B maupun perlakuan C. Mulai minggu ke-1 hingga minggu ke-4, Pemberian k-karagenan 15 g kg -1 pakan (C) memperlihatkan nilai total hemosit lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu dengan kisaran nilai ( )x10 6 sel ml -1 sedangkan kisaran nilai perlakuan lainnya hanya sebesar ( )x10 6 sel ml -1.

2 28 Tabel 1. Total hemosit udang vaname diberi k-karagenan 0(K), 5(A),10 (B) dan 15(C) g kg -1 pakan selama empat minggu pengamatan Perlakuan Total Hemosit ( x10 6 sel ml -1 ) Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 K 4.70±0.21 a 5.60±0.46 a 5.47±0.15 a 6.97±0.45 a 6.67±0.15 a A 5.05±0.24 a 8.47±0.25 b 9.57±0.35 b 7.10±0.44 a 6.50±0.20 a B 4.95±0.21 a 8.93±0.71 b 9.87±0.15 b 9.00±0.72 b 8.20±0.20 b C 4.71±0.25 a 10.23±0.23 c 11.33±0.40 c 12.00±0.72 c 10.33±0.15 c Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan (P<0.05) Total Hemosit (x10 6 sel ml -1 ) c c c b b b b b b a a a a a a a a a a c K A B C Waktu (Minggu ke-) Gambar 7. Total hemosit udang vaname diberi k-karagenan 0(K), 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan selama empat minggu pengamatan Persentase sel hialin udang vaname yang diberi pakan dengan k-karagenan sebesar 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan, serta perlakuan kontrol memperlihatkan kenaikan nilai setiap minggunya, mulai dari minggu ke-0 hingga minggu ke-4 (Tabel 2 dan Gambar 8). Selama empat minggu pengamatan persentase sel hialin berkisar antara ( )%. Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 2), persentase sel hialin berbeda nyata (P<0.05) terjadi mulai minggu ke-2 hingga minggu ke-4 pengamatan. Pada minggu ke-3, terlihat perbedaan secara nyata pada taraf 0.05 antara masing-masing perlakuan A, B, C dan juga kontrol. Nilai persentase sel hialin tertinggi terlihat pada minggu ke-3 pemberian k-karagenan 15 g kg -1 pakan (C), yaitu sebesar 55.6±0.06%.

3 29 Tabel 2. Persentase diferensiasi hemosit udang vaname diberi k-karagenan 0(K), 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan selama empat minggu pengamatan Perlakuan Persentase Diferensiasi Hemosit (%) Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Hialin K 44.9±0.08 a 48.8±0.27 a 48.9±0.03 a 50.3±0.06 a 51.2±0.06 a A 42.7±0.23 a 49.6±0.16 a 51.3±0.11 ab 51.8±0.07 b 51.8±0.15 a B 43.4±0.11 a 49.1±0.21 a 51.3±0.32 ab 53.8±0.06 c 53.4±0.08 ab C 45.3±0.10 a 49.8±0.06 a 53.6±0.25 b 55.6±0.06 d 54.3±0.16 b Semi- Granular K 36.0±1.28 a 32.05±3.01 a 32.2±0.65 a 33.0±1.05 b 33.9±1.25 b A 36.9±2.90 a 32.7±0.65 a 30.9±2.22 a 30.2±0.40 a 31.1±0.41 a B 35.6±1.55 a 33.4±2.11 a 30.8±1.95 a 29.3±0.58 a 30.8±0.25 a C 35.7±1.04 a 32.9±0.73 a 29.8±1.57 a 29.6±0.40 a 31.1±1.49 a Granular K 19.1±1.80 a 18.8±0.32 a 19.0±0.17 a 16.5±0.90 a 16.1±0.32 a A 20.3±1.69 a 18.7±0.30 a 17.7±1.32 a 16.4±0.69 a 16.5±0.75 a B 21.0±1.01 a 18.2±0.45 a 18.2±0.77 a 16.8±0.83 a 16.4±0.09 a C 19.01±1.41 a 18.3±0.51 a 17.2±1.82 a 14.8±0.63 b 14.6±0.13 b Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan (P<0.05) Persentase Diferensiasi Hemosit (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% a a a a a a a a b a a a b a a a b a a a a a a a a a a a a ab ab b a b c d a a ab b K A B C K A B C K A B C K A B C K A B C G SG H Waktu (minggu ke-) Gambar 8. Persentase diferensiasi hemosit udang vaname diberi k-karagenan 0(K), 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan selama empat minggu pengamatan Persentase sel granular memiliki kisaran nilai sebesar ( )% selama empat minggu pengamatan. Hasil analisis ragam sel granular dan uji lanjut

4 30 Duncan (Lampiran 3), pada minggu ke-0 hingga minggu ke-2 pengamatan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) antar perlakuan dan juga kontrol. Persentase sel granular berbeda nyata (P<0.05) terjadi mulai minggu ke-3 hingga minggu ke-4 perlakuan yaitu antara pemberian k-karagenan 15 g kg -1 pakan (C) dibandingkan dengan pemberian k-karagenan 5(A) dan 10(B) g kg -1 pakan dan juga kontrol seperti di perlihatkan pada Tabel 2 dan Gambar 8. Persentase sel semi-granular memiliki kisaran nilai sebesar ( )% selama empat minggu pengamatan. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 4) pada minggu ke-0 hingga minggu ke-2 pengamatan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (P<0.05) antar perlakuan dan juga kontrol. Persentase sel semi-granular berbeda secara nyata (P<0.05) terjadi mulai minggu ke-3 hingga minggu ke-4 perlakuan yaitu antara kontrol dibandingkan dengan pemberian k-karagenan 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan, seperti di perlihatkan pada Tabel 2 dan Gambar 8. Aktifitas fagositik dan phenoloxidase disajikan pada Lampiran 5 dan 6. Aktifitas fagositik udang vaname yang diberi k-karagenan menunjukkan peningkatan selama empat minggu masa pengamatan, dengan kisaran nilai sebesar ( )%, sedangkan kontrol hanya memiliki kisaran nilai sebesar ( )%. Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan, nilai aktifitas fagositik pada minggu ke-2 menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0.05) antara perlakuan kontrol, perlakuan pemberian k-karagenan 5(A) dan 10(B) g kg -1 pakan dibandingkan dengan perlakuan pemberian k-karagenan 15 g kg -1 pakan (C). Sementara itu, nilai aktifitas fagositik pada minggu ke-3 dan minggu ke-4 menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan kontrol dan perlakuan pemberian k-karagenan 5(A) g kg -1 pakan dibandingkan dengan perlakuan pemberian k-karagenan 10(B) serta 15(C) g kg -1 pakan, seperti diperlihatkan pada Tabel 3 dan Gambar 9. Nilai aktifitas fagositik tertinggi terjadi pada perlakuan pemberian k-karagenan 15 g kg -1 pakan (C), mulai minggu ke-2, 3 dan 4, berturut-turut sebesar 25.00±1.00%, 30.33±1.53% dan 34.67±0.58%.

5 31 Tabel 3. Aktifitas fagositik udang vaname diberi k-karagenan 0(K), 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan selama empat minggu pengamatan Perlakuan Aktifitas Fagositik (%) Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 K 18.33±0.58 a 20.33±0.58 a 21.67±0.58 a 22.67±0.58 a 23.33±1.53 a A 19.33±1.15 a 20.67±0.58 a 23.00±0.00 a 24.33±0.58 a 25.00±1.00 a B 19.00±1.00 a 20.67±1.53 a 23.33±1.53 ab 26.67±1.53 b 28.67±0.58 b C 18.67±0.58 a 20.00±1.00 a 25.00±1.00 b 30.33±1.53 c 34.67±0.58 c Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05) Aktifitas Fagositik (%) c c b b b a a a a a aab a a a a a a a a Waktu (Minggu ke-) K A B C Gambar 9. Aktifitas fagositik udang vaname diberi k-karagenan 0(K), 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan selama empat minggu pengamatan Aktifitas phenoloxidase udang vaname yang diukur dengan optical density pada panjang gelombang 490 nm, menunjukkan peningkatan nilai aktifitas phenoloxidase selama empat minggu masa pengamatan. Aktifitas phenoloxidase udang vaname yang diberi k-karagenan memiliki kisaran nilai sebesar ( ), sedangkan kontrol hanya memiliki kisaran nilai sebesar ( ). Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 6), aktifitas phenoloxidase pada minggu ke-1, 3 dan 4 pengamatan menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0.05) antara perlakuan kontrol dan pemberian k-karagenan 5 g kg -1 pakan (A) dibandingkan dengan 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan. Sementara itu, aktifitas phenoloxidase pada minggu ke-2 menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan kontrol dibandingkan dengan perlakuan pemberian k-karagenan lainnya (perlakuan A, B dan C). Aktifitas phenoloxidase tertinggi terdapat pada pemberian k-karagenan 15 g kg -1 pakan (C),

6 32 yang ditunjukkan mulai minggu ke-1 dan minggu ke-2 masing-masing sebesar yang terus meningkat hingga puncaknya di minggu ke-3 sebesar 0.511±0.10 dan agak menurun pada minggu ke-4 pengamatan menjadi 0.418±0.05 (Tabel 4 dan Gambar 10). Tabel 4. Aktifitas phenoloxidase udang vaname diberi k-karagenan 0(K), 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan selama empat minggu pengamatan Perlakuan Aktifitas Phenoloxidase (O.D 490 nm) Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 K 0.156±0.09 a 0.176±0.05 a 0.206±0.05 a 0.222±0.03 a 0.178±0.05 a A 0.143±0.09 a 0.232±0.01 ab 0.347±0.05 b 0.343±0.12 ab 0.330±0.11 ab B 0.166±0.06 a 0.262±0.03 b 0.404±0.04 b 0.451±0.07 b 0.343±0.10 b C 0.151±0.10 a 0.280±0.04 b 0.411±0.10 b 0.511±0.10 b 0.418±0.05 b Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05) Aktifitas Phenoloxidase (O.D 490 nm) 0,600 0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000 b b b b b b ab ab b b b ab a a a a a a a a K A B C Waktu (Minggu ke-) Gambar 10. Aktifitas phenoloxidase udang vaname diberi k-karagenan 0(K), 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan selama empat minggu pengamatan Resistensi Udang Vaname diberi Dosis Kappa-Karagenan Berbeda Terhadap Serangan IMNV Pengamatan resistensi udang vaname meliputi kelangsungan hidup, pengamatan gejala klinis, histopatologi dan konfirmasi keberadaan IMNV pada udang vaname setelah diinfeksi IMNV. Kelangsungan hidup udang vaname pada 12 dpi (days post infection) menunjukkan hasil yang lebih baik pada udang vaname yang telah diberi k-karagenan (25-85)% dibandingkan dengan udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan (15±7.07)%. Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 7), kelangsungan hidup udang vaname

7 33 pada 12 dpi berbeda nyata (P<0.05) antar perlakuan dan kontrol (Tabel 5 dan Gambar 11). Kelangsungan hidup udang vaname kontrol negatif (K-) yang tidak diberi k-karagenan dan juga tidak diinfeksi IMNV bernilai 100%, tidak berbeda nyata dengan kelangsungan hidup udang vaname yang diberi pakan 15 g kg -1 pakan (C) yang bernilai 85±7.07%, namun berbeda nyata dengan ke tiga perlakuan lainnya (perlakuan A,B dan K+). Kelangsungan hidup udang vaname yang diberi 10 g kg -1 pakan (B) sebesar 45±7.07% berbeda nyata dibandingkan dengan kelangsungan hidup udang vaname yang diberi karagenan 5 g kg -1 pakan (A) dan juga perlakuan K+ (yang tidak diberi k-karagenan namun diinfeksi IMNV), yang masing-masing hanya bernilai (25 15)%. Tabel 5. Kelangsungan hidup udang vaname diberi k-karagenan 0 (K- dan K+), 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan setelah diinfeksi IMNV pada 6-12 dpi Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) 6 Dpi 7 Dpi 8 Dpi 9 Dpi 10 Dpi 11 Dpi 12 Dpi K- 100±0.0 a 100±0.0 b 100±0.0 c 100±0.0 c 100±0.0 c 100±0.0 d 100±0.0 c A 100±0.0 a 100±0.0 b 80±0.0 b 65±21.2 ab 55±7.1 b 40±0.0 b 25±7.1 a B 100±0.0 a 100±0.0 b 85±7.1 bc 75±7.1 bc 55±7.1 b 45±7.1 b 45±7.1 b C 100±0.0 a 100±0.0 b 90±0.0 bc 85±7.1 bc 85±7.1 c 85±7.1 c 85±7.1 c K+ 95±0.7 a 80±1.4 a 50±0.1 a 40±0.1 a 25±0.2 a 15±0.2 a 15±0.2 a Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05); dpi (days post infection) Kelangsungan Hidup (%) K(-) K(+) A B C Hari Setelah Infeksi (dpi) Gambar 11. Kelangsungan hidup udang vaname diberi k-karagenan 0(K- dan K+), 5(A), 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan setelah diinfeksi dengan IMNV

8 34 Pengamatan perkembangan gejala klinis luar (visual) udang vaname setelah diinfeksi dengan IMNV dilakukan pada 5 dpi dan 10 dpi (Tabel 6 dan Gambar 13). Gejala klinis luar muncul pertama kali pada udang vaname yang tidak diberi k-karagen (K+) dengan bobot skoring menengah sebanyak 10% (5 dpi) dan kemudian bertambah menjadi 20% dengan bobot skoring menengah (15%) dan berat (5%) pada 10 dpi. Tabel 6. Pengamatan perkembangan gejala klinis luar (visual), kelangsungan hidup (SR), histopatologi jaringan otot dan hepatopankreas serta PCR udang vaname diberi dosis k-karagenan berbeda setelah diinfeksi IMNV Perlaku an Gejala Klinis (%) SR Histopatologi 5 Dpi 10 Dpi (%) Jaringan Hepato M M Otot pankreas K n n - A Ab Ab nd B Ab Ab nd C Ab Ab nd K Ab Ab nd PCR Keterangan : +(tanpa symptom/ringan); ++( Sedikit warna putih lebam dalam jaringan dibeberapa segmen abdomen/menengah); +++( Sebagian besar jaringan abdomen berwarna putih lebam/berat); n(normal); Ab(abnormalitas/inklusi); +*(positif IMNV); - (negative IMNV); nd(tidak terdeteksi); M(mortalitas); SR(survival rate) Udang vaname yang diberi k-karagenan 5 g kg -1 pakan (A) juga telah memperlihatkan gejala dengan bobot skoring menengah sebesar 5% pada 5 dpi dan menjadi 10% pada 10 dpi dengan bobot skoring menengah (5%) dan berat (5%). Perkembangan gejala klinis udang vaname yang diberi k-karagenan 10 g kg -1 pakan (B) baru menampakkan gejala pada 10 dpi sebesar 5% dengan bobot skoring menengah. Sementara itu, udang vaname yang diberi k-karagenan 15 g kg-1 pakan (C) belum menampakkan gejala sesuai bobot skoring yang ada. Pengamatan histopatologi pada jaringan otot dan hepatopankreas dilakukan pada 12 dpi (Tabel 6) menunjukan abnormalitas pada semua perlakuan yang diinfeksi IMNV, sedangkan pada perlakuan kontrol yang tidak diinfeksi IMNV (K-) menunjukan bentuk jaringan yang masih normal (Gambar 14).

9 Resistensi Udang Vaname pada Frekuensi Pemberian Kappa- Karagenan Berbeda Terhadap Serangan IMNV Evaluasi frekuensi pemberian k-karagenan meliputi pengamatan kelangsungan hidup, perkembangan gejala klinis, histopatologi dan konfirmasi keberadaan IMNV pada udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan (K- dan K+), yang diberi k-karagenan setiap hari (C1), tujuh hari (C7) dan 14 hari (C14) setelah diinfeksi dengan IMNV. Pengamatan kelangsungan hidup udang vaname pada 14 dpi menunjukkan hasil yang lebih baik pada udang vaname yang telah diberi k-karagenan (80-90)% dibandingkan dengan udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan (57%). Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan, kelangsungan hidup udang vaname pada 14 dpi berbeda nyata (P<0.05) antar perlakuan dan juga kontrol (Tabel 7 dan Gambar 12). Kelangsungan hidup udang vaname perlakuan C14 memberikan hasil kelangsungan hidup terbaik setelah diinfeksi dengan IMNV yaitu sebesar 90%, dan berbeda nyata dengan kelangsungan hidup udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan dan tidak diinfeksi IMNV (K-) yang bernilai 100% dan berbeda nyata pula dengan ketiga perlakuan lainnya (C1, C7 dan K+). Kelangsungan hidup udang vaname yang diberi k-karagenan setiap hari (C1) dan tujuh hari (C7) memiliki nilai kelangsungan hidup yang lebih rendah dan tidak berbeda nyata antara ke-2 perlakuan tersebut, masing-masing sebesar 83% dan 80%. Sementara itu, udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan dan diinfeksi dengan IMNV (K+) memiliki nilai kelangsungan hidup paling rendah dan berbeda nyata pula dengan perlakuan lainnya (C1, C7, C14 dan K-), yaitu hanya sebesar 57%.

10 36 Tabel 7. Kelangsungan hidup udang vaname tidak diberi k-karagenan (K- dan K+), diberi k-karagenan setiap hari (C1), tujuh hari (C7) dan 14 hari (C14) setelah diinfeksi IMNV pada 8-14 dpi Perlakuan Kelangsungan hidup (%) 8 Dpi 9 Dpi 10 Dpi 11 Dpi 12 Dpi 13 Dpi 14 Dpi K- 100±0.0 b 100±0.0 d 100±0.0 c 100±0.0 c 100±0.0 c 100±0.0 c 100±0.0 d C1 100±0.0 b 93±5.8 c 90±10.0 bc 83±5.8 b 83±5.8 b 83±5.8 b 83±5.8 b C7 100±0.0 b 90±0.0 b 87±5.8 b 80±0.0 b 80±0.0 b 80±0.0 b 80±0.0 b C14 100±0.0 b 100±0.0 d 97±5.8 bc 97±5.8 c 93±5.8 c 93±5.8 c 90±0.0 c K+ 67±5.8 a 60±0.0 a 57±5.8 a 57±0.1 a 57±5.8 a 57±5.8 a 57±5.8 a Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05) Kelangsungan Hidup (%) K(-) K(+) C1 C7 C14 Waktu Setelah Infeksi (dpi) Gambar 12. Kelangsungan hidup udang vaname tidak diberi k-karagenan (K- dan K+), diberi k-karagenan setiap hari (C1), tujuh hari (C7), 14 hari (C14) setelah di infeksi dengan IMNV Pengamatan perkembangan gejala klinis luar (visual) udang vaname pada tahap ini dilakukan pada 5 dpi dan 10 dpi (Tabel 8). Gejala klinis luar muncul pertama kali pada udang vaname yang tidak diberi k-karagen (K+) dengan bobot skoring menengah (7%) pada 5dpi dan kemudian bertambah dengan bobot skoring menengah (7%) dan berat (3%) pada 10 dpi. Sementara itu, ke-4 perlakuan lainnya (C1, C7, C14 dan K-) belum menampakkan gejala sesuai bobot skoring yang ada. Udang vaname yang diberi k-karagenan tujuh hari (C7) baru menampakkan gejala klinis sebanyak 3% dengan bobot skoring menengah pada 10 dpi. Udang vaname yang diberi k-karagenan setiap hari (C1) dan 14 hari (C14) belum menampakkan gejala sesuai bobot skoring yang ada. Deteksi PCR menunjukkan hasil positif IMNV pada udang vaname perlakuan K+, C7 dan C14.

11 37 Udang vaname perlakuan K-, yaitu kontrol yang tidak diinfeksi IMNV menunjukkan hasil PCR negatif IMNV. Tabel 8. Pengamatan perkembangan gejala klinis luar (visual), kelangsungan hidup (SR), histopatologi jaringan otot dan hepatopankreas serta PCR udang vaname dengan frekuensi pemberian k-karagenan berbeda setelah diinfeksi IMNV Perlaku Gejala Klinis (%) SR Histopatologi PCR an 5 Dpi 10 Dpi (%) Jaringan Hepato M M Otot pankreas K n n - C Ab Ab nd C Ab Ab +* C Ab Ab +* K Ab Ab +* Keterangan : +(tanpa symptom/ringan); ++( Sedikit warna putih lebam dalam jaringan dibeberapa segmen abdomen/menengah); +++( Sebagian besar jaringan abdomen berwarna putih lebam/berat); n(normal); Ab(abnormalitas/inklusi); +*(positif IMNV); - (negative IMNV); nd(tidak terdeteksi); M(mortalitas); SR(survival rate) Pengamatan histopatologi pada perlakuan frekuensi meliputi jaringan otot dan hepatopankreas dilakukan pada 14 dpi (Tabel 8) menunjukan abnormalitas pada semua perlakuan yang diinfeksi IMNV, sedangkan pada perlakuan kontrol yang tidak diinfeksi IMNV (K-) menunjukan bentuk jaringan yang masih normal (Gambar 14). Analisa PCR pada perlakuan frekuensi, menunjukkan hasil positif terinfeksi IMNV pada perlakuan C7, C14 dan K+ dan pada perlakuan K- menunjukkan hasil PCR negatif terinfeksi IMNV. Analisa PCR pada perlakuan dosis tidak dilakukan. Hal tersebut cukup mewakili karena metode infeksi yang digunakan pada perlakuan dosis dan frekuensi adalah sama (subbab 3.5), selain itu udang vaname yang diinfeksi IMNV juga menunjukkan gejala klinis IMN dan abnormalitas pada jaringan otot dan hepatopankreasnya (Gambar 14).

12 38 A B C A B C Gambar 14. Gejala klinis udang vaname yang terinfeksi IMNV dengan bobot skoring menengah/++ (A), berat/+++ (B), dan tidak terinfeksi (C) A B C D Keterangan: Jaringan otot normal (A ) dan jaringan otot terinfeksi IMNV(B); Hepatopankreas normal (C) dan hepatopankreas terinfeksi IMNV (D); tanda panah menunjukan abnormalitas Gambar 15. Histopatologi jaringan otot dan hepatopankreas udang vaname

13 Pertumbuhan Udang Vaname pada Dosis dan Frekuensi Pemberian Kappa-Karagenan yang Berbeda Pemberian k-karagenan dengan dosis pemberian yang berbeda dan frekuensi pemberian yang berbeda pula, memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan udang vaname selama masa perlakuan (Tabel 9 dan 10). Tabel 9. Pertumbuhan udang vaname selama perlakuan dosis sebelum di infeksi dengan IMNV Perlakuan W (g) Wr (%) Dosis K 6.4±0.28 a 7.5±0.21 a 8.3±0.08 a 9.3±0.15 a A 6.3±0.05 a 7.5±0.10 ab 8.3±0.08 a 9.8±0.05 b B 6.7±0.14 a 7.8±0.13 b 9.8±0.16 b 11.9±0.07 c C 6.5±0.39 a 7.8±0.09 b 9.8±0.05 b 12.1±0.11 d *Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05); W (Bobot udang); Wr (Pertumbuhan relatif) Pemberian k-karagenan dengan dosis berbeda, menghasilkan bobot akhir yang berbeda nyata (P<0.05). Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Duncan, terdapat perbedaan pengaruh perlakuan pada udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan (K) dan udang vaname yang diberi pakan 5 g kg -1 pakan (A) jika dibandingkan dengan udang vaname yang diberi k-karagenan 10(B) dan 15(C) g kg -1 pakan. Pertumbuhan relatif tertinggi terjadi pada kelompok udang vaname yang diberi k-karagenan 15 g kg-1 pakan (C), yaitu sebesar 86.15%. Tabel 10. Pertumbuhan udang vaname selama perlakuan frekuensi sebelum di infeksi dengan IMNV Perlakuan W (g) Wr (%) Frekuensi K 5.5±0.37 a 6.9±0.34 a 8.3±0.19 a 9.7±0.36 a 10.7±0.20 a C1 6.7±0.41 b 8.1±0.17 b 9.4±0.31 b 11.2±0.24 b 12.3±0.33 b C7 6.9±0.12 b 8.9±0.42 c 9.9±0.24 bc 11.2±0.28 b 12.7±0.32 b C14 7.0±0.17 b 9.6±0.25 d 9.9±0.26 c 11.7±0.60 b 13.2±0.27 c *Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05); W (Bobot udang); Wr (Pertumbuhan relatif). Frekuensi pemberian k-karagenan yang berbeda, memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bobot udang vaname selama masa pengamatan lima

14 40 minggu. Pertumbuhan bobot udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan (K) memiliki pertambahan bobot relatif yang lebih rendah 62.12% dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya (C1, C7 dan C14) berturut-turut sebesar 83.58%, 84.06% dan 88.57%. 4.2 Pembahasan Kendala dalam budidaya udang vaname akhir-akhir ini adalah adanya serangan penyakit infeksi, yang dapat disebabkan oleh bakteri dan virus, diantaranya adalah penyakit IMN yang disebabkan oleh IMNV. Seperti telah diketahui bersama, bahwa sistem imun pada udang vaname masih primitif, karena tidak memiliki sel memori seperti halnya hewan vertebrata yang mempunyai antibodi spesifik atau komplemen. Mekanisme pertahanan udang vaname sangat bergantung pada kekebalan nonspesifik, yang terdiri dari komponen seluler dan humoral. Evaluasi kondisi kesehatan dan modulasi sistem imun pada udang melalui ekspresi respons imun dapat diketahui melalui parameter seluler dan humoral, diantaranya yaitu hemogram, seperti aktifitas phenoloxidase (PO), total haemocyte count (THC) dan differential haemocyte count (DHC). DHC adalah identifikasi tiga jenis sel dalam hemosit udang, yang terdiri dari large granula haemocyte (LGH), small granular haemocyte (SGH) dan hyaline cell (HC). Nilai parameter seluler ini dapat digunakan sebagai indikator dalam melihat kondisi kesehatan udang, (Rodrigues dan Le Moullac 2000). Pemberian k-karagenan 5-15 g kg -1 melalui pakan udang dalam penelitian ini, dapat meningkatkan parameter imun pada udang vaname yang tercermin dari meningkatnya jumlah total hemosit, dan adanya perbedaan pengaruh pada persentase sel hialin, granular dan semi-granular, serta diikuti oleh meningkatnya aktifitas fagositik sel-sel hemosit yang melakukan fagosit dan juga meningkatnya aktifitas phenoloxidase selama waktu pengamatan. Jumlah total hemosit udang vaname yang telah diberi k-karagenan meningkat setiap minggunya dan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan. Jumlah total hemosit tertinggi terdapat pada udang vaname yang telah diberi k-karagenan 15 g kg -1 pakan, mulai minggu ke-1 hingga minggu ke-3 pengamatan. Meningkatnya jumlah total hemosit menunjukkan bahwa telah

15 41 terjadi peningkatan imunitas pada tubuh udang vaname. Meningkatnya sistem ketahanan (sistem imun) pada udang dapat dilihat dari perubahan jumlah hemosit (Lorenzon et al. 1999) yang dapat merangsang aktifasi prophenoloxidase (ProPO) serta mampu meningkatkan antibacterial peptides (Smith et al. 2003). Jumlah total hemosit pada krustasea sangat penting dalam menjaga resistensi terhadap pathogen, karena bila terjadi penurunan total hemosit maka bisa mengakibatkan infeksi akut yang mematikan (Rodriguez dan Le Moullac 2000). Meningkatnya total hemosit akan meningkatkan kemampuan untuk memfagositosis karena diproduksi banyak sel hemosit untuk melakukan fungsi tersebut, seperti meningkatnya sel hialin. Meningkatnya total hemosit juga meningkatkan sel granular untuk menghasilkan aktifitas phenoloxidase, sehingga mampu bertahan terhadap serangan pathogen (Yudiana 2009). Penurunan nilai total hemosit yang terjadi pada minggu ke-4 terhadap perlakuan pemberian k-karagenan 10(B) dan 15(C) g kg-1, menunjukkan bahwa pemberian k-karagenan dalam jumlah yang berlebih justru dapat menurunkan nilai total hemosit udang vaname. Menurut Couso et al. (2003) dosis pemberian imunostimulan yang tinggi dapat menekan mekanisme pertahanan udang vaname, oleh karena itu dosis dan lama waktu pemberian imunostimulan menjadi hal yang penting dalam meningkatkan proteksi yang optimal. Hemosit merupakan bagian terpenting dalam sistem imun Crustaceae. Selain diketahui berperan penting dalam fagositosis, encapsulasi, degranulasi dan proses penggumpalan terhadap partikel asing ataupun patogen (Soderhall dan Cerenius 1992), hemosit juga sebagai tempat produksi dan pelepasan ProPO (Sahoo et al. 2008). Sirkulasi hemosit tidak hanya penting dalam proses penyerapan dan pembunuhan langsung terhadap agen infeksi tetapi juga dalam sintesis dan eksositosis molekul bioaktif. Pada dasarnya hemosit mengeksekusi jenis-jenis reaksi inflamasi, seperti fagositosis, aglutinasi, produksi metabolit reaktif oksigen dan pelepasan protein mikrobisidal (Smith et al. 2003). Rodrigues dan Moullac (2000) dalam makalahnya menuliskan hemosit memegang peran utama dalam sistem imun udang penaeid, yang pertama adalah karena hemosit berperan dalam merubah partikel asing dalam haemocoel dengan cara fagositosis, encapsulasi, agregasi nodular dan aglutinasi, dan peranan lainnya

16 42 adalah hemosit berperan penting dalam penanganan luka sekumpulan sel dan pengenalan proses koagulasi melalui pembentukkan faktor-faktor yang dibutuhkan bagi pembekuan plasma, pembawa dan juga pembentuk sistem propo (prophenoloxidase). Dalam penelitian ini, pemberian k-karagenan melalui pakan pada udang vaname memberikan pengaruh yang baik dalam meningkatkan aktifitas fagositosis dan phenoloxidase udang vaname. Hal tersebut sejalan dengan meningkatnya jumlah total hemosit yang terjadi selama pengamatan. Peningkatan aktifitas fagositik pada setiap minggu selama empat minggu pengamatan mengindikasikan bahwa pemberian k-karagenan melalui pakan pada udang vaname mampu meningkatkan aktifitas fagositik sel-sel fagosit dalam hemolim. Sel yang berperan besar dalam proses fagosit pada udang vaname adalah sel hialin. Persentase sel hialin dalam penelitian ini pun mengalami peningkatan pada setiap minggu pengamatannya. Diferensiasi sel hemosit, yang terdiri dari sel hialin, sel granular dan sel semi-granular, memiliki fungsi masing-masing yang sangat penting dalam sirkulasi hemosit. Menurut Smith et al. (2003), pada kepiting, fungsi fagositosis dan produksi oksigen reaktif terutama dilaksanakan oleh sel hialin, meskipun demikian pada beberapa jenis spesies lainnya sel semi-granular juga melakukan fagositosis, sedangkan pada Marsupenaeus japonicus, sel hialin justru tidak melakukan fungsi fagositosis, melainkan sel granular yang menjalankan fungsi fagositosis. Sebaliknya, ketiga jenis sel hemosit ini menampakkan aktifitas fagositosis pada jenis udang air tawar, Macrobrachium rosenbergii. Namun demikian, pada sebagian besar spesies yang telah dipelajari, protein antibakteri dan opsonin terkandung juga dalam sel granular, walaupun dalam beberapa kelas terdapat beberapa kontribusi yang dibuat oleh sel-sel semi-granular. Protein utama peroxinectin selalu terdapat dalam granulosit udang, lobster dan juga kepiting. Tentu saja reaktifitas imun yang baik selalu dicapai melalui kerjasama dan interaksi dari ke-3 jenis sel hemosit tersebut (Smith et al. 2003). Diferensiasi sel hemosit yang terdiri dari sel hialin, semi-granular dan granular pada udang vaname dalam penelitian ini menunjukan adanya perbedaan pengaruh yang bervariasi (Tabel 2). Sel hialin digambarkan oleh tidak adanya granul (agranular) yang berfungsi sebagai sel yang melakukan fagositosis (Smith

17 43 et al. 2003). Persentase sel hialin dalam penelitian ini mencapai ( )% dari total hemosit. Sel hialin pada udang vaname yang diberi k-karagenan dalam penelitian ini mengalami peningkatan setiap minggunya dibandingkan dengan udang vaname yang tidak diberi k-karagenan. Meningkatnya sel hialin dapat meningkatkan aktifitas fagositosis terhadap masuknya pathogen (Le Moullac et al. 1998; Smith et al. 2003). Sel semi-granular digambarkan sebagai sel yang memiliki sejumlah granul kecil, berfungsi dalam mengenali dan merespon molekul asing atau pathogen yang masuk ke dalam tubuh krustasea (Soderhall dan Cerenius 1992). Sedangkan sel granular digambarkan sebagai sel yang memiliki sejumlah besar granul, yang berfungsi dalam menyimpan dan melepaskan sistem propo dan juga sebagai cytoxicity bersama-sama dengan sel semi-granular (Smith et al. 2003). Walaupun terjadi penurunan persentase sel granular dan semigranular dalam penelitian ini, namun sel-sel tersebut mampu meningkatkan aktifitas phenoloxidase yang berperan dalam proses melanisasi. Phenoloxidase dihasilkan melalui sistem propo. Aktifitas phenoloxidase ini dapat diaktifkan oleh adanya imunostimulan (Yudiana 2009). Masuknya pathogen dalam tubuh udang akan dikenali oleh plasma dan diikat. Selanjutnya terjadi respon pada sel granular dan semi granular dengan melepaskan sistem propo yang diaktifkan, meliputi cell-adhesive, opsonic protein dan peroxinectin. Selanjutnya dapat menstimulasi fagositosis oleh sel hialin atau enkapsulasi oleh sel semi-granular (Soderhall dan Cerenius 1992; Johansson et al. 1995). Mekanisme k-karagenan dalam meningkatkan sistem imun dalam tubuh udang memang masih terus dipelajari. Yeh dan Chen (2008) dalam makalahnya menyatakan bahwa aktifitas fagositik dan respiratory burst meningkat pada L.vannamei yang diberi perlakuan karagenan, menurut mereka hal tersebut mengindikasikan adanya peranan reseptor karagenan pada makrofage dan hemosit. Pada udang karang P.leniusculus, β-glucan dan βgbp (β-glucan binding protein) komplek dapat berikatan dengan permukaan hemosit-granular melalui motif RGD (arginyl-glysyl-aspartic acid) yang menunjukan ikatan integrin-like protein yang kemudian masuk menyebar, dan memastikan degranulasi hemosit mengaktifasi sistem imun (Lee dan Soderhall 2002). Yeh dan Chen (2008) menduga adanya kesamaan mekanisme, bahwa karagenan dapat diakui seperti

18 44 halnya LGBP atau bentuk lainnya (PRPs) dalam L.vannamei, ikatan kompleks dipermukaan hemosit-granular melalui motif RGD menunjukan ikatan integrin like-protein yang kemudian masuk menyebar dan memastikan degranulasi hemosit mengaktifasi sistem imun. Peningkatan sistem imun yang ditandai salah satunya dengan meningkatnya jumlah total hemosit pada krustasea sangat penting dalam menjaga resistensi terhadap pathogen. Pada penelitian ini, udang vaname yang telah diberi k-karagenan pada pakannya dengan dosis yang berbeda selama empat minggu, memiliki resistensi yang lebih baik terhadap infeksi IMNV dibandingkan dengan udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan, secara umum yaitu bernilai lebih tinggi (25-85%) dibandingkan dengan udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan (15±7.07%). Kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada udang vaname yang diberi k-karagenan 15 g kg -1 pakan yaitu sebesar 85±7.07%. Sedangkan menurut OIE (2009) tingkat kematian yang ditimbulkan penyakit IMN pada udang vannamei budidaya berkisar antara 40-70%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemberian k-karagenan selama empat minggu, telah mampu meningkatkan resistensi udang vaname terhadap infeksi IMNV. Penyakit IMN adalah penyakit viral yang disebabkan oleh infectious myonecrosis virus (IMNV) yang biasa menyerang udang penaeid (OIE 2009). IMNV berasal dari family totiviridae (totivirus), genus Giardiavirus (Walker and Winton 2010), memiliki genom tidak bersegmen ds-rna (double stranded-rna) (Tang et al. 2008). Gejala klinis yang ditunjukkan pada udang yang terserang bisa hanya satu tanda saja atau lebih. Udang yang terinfeksi bisa mengalami kematian massal sebelum siap panen. Sering udang yang terserang dalam bentuk akut, menunjukkan macam tingkatan nekrosis pada otot, terlihat seperti buram dan discolourasi warna keputih-putihan pada abdomen. Udang bertahan hidup menuju ke fase kronis dengan tingkat kematian rendah secara presisten (Walker and Winton 2010). Gejala klinis udang vaname yang muncul setelah diinfeksi dengan IMNV, berdasarkan bobot skoring yang dilakukan, sudah terlihat pada 5 dpi dengan bobot skoring menengah (++) yaitu terdapat sedikit warna putih lebam pada jaringan otot dibeberapa segmen abdomen dan bertambah parah tingkatan dan jumlah yang

19 45 terserang IMNV pada 10 dpi yaitu sebagian besar jaringan otot pada abdomen berwarna putih lebam (Gambar 13). Pada penelitian yang dilakukan oleh Paulos et al. (2006), gejala klinis nekrosis pertama kali muncul pada 3 dpi. Sementara itu pada udang vaname yang diberi pakan k-karagenan 15 g kg -1 pakan, belum atau bahkan tidak memperlihatkan gejala klinis terserang IMNV berdasarkan bobot skoring yang telah ditetapkan. Tingginya resistensi udang vaname yang diberi k-karagenan terhadap infeksi IMNV dibandingkan dengan udang yang diberi pakan tanpa k-karagenan, selain dikarenakan meningkatnya sistem imun udang vaname setelah diberi k-karagenan selama empat minggu, juga dikarenakan k-karagenan mengandung polisakarida sulfat yang diketahui dapat memodulasi sistem imun juga bersifat antiviral (Wijesekara 2011). Berdasarkan pengamatan histopatologi pada jaringan otot dan hepatopankreas udang vaname yang diinfeksi dengan IMNV, menunjukkan terjadinya abnormalitas jaringan otot dan hepatopankreas (Gambar 14). Menurut Andrade et al. (2007), jaringan otot merupakan jaringan yang umum digunakan sebagai sampel dalam pengujian skala sel dan molekuler. Abnormalitas yang ditampakkan jaringan otot yang terinfeksi IMNV pada pengamatan histologi adalah terdapat koagulasi/penggumpalan nekrosis pada jaringan otot namun tidak selalu (Andrade et al. 2008). Pada penelitian ini, terjadi abnormalitas pada jaringan otot dan hepatopankreas udang vaname yang diinfeksi IMNV. Gejala tersebut diduga kuat karena infeksi IMNV yang diberikan. Abnormalitas jaringan otot pada udang yang terinfeksi IMNV pada penelitian ini memperlihatkan warna putih pada bagian ototnya yang mengakibatkan otot kehilangan transparansi (Gambar 13). Warna putih pada otot merupakan nekrosis pada otot skeletal akibat infeksi IMNV (Poulos et al. 2006). Abnormalitas jaringan otot yang terjadi berupa penggumpalan nekrosis jaringan otot (Gambar 13). Secara umum, abnormalitas pada otot yang terinfeksi IMNV menunjukan lesi pada otot skeletal, koagulasi nekrosis seperti nekrosis multifocal, kongesti pada hemosit, inflamasi fibrocytic, fogositosis dan badan inklusi sitoplasma serta infiltrasi hemosit (Tang et al. 2005; Poulos et al. 2006; Andrade et al. 2007; Coelho et al. 2009). Demikian pula halnya dengan hepatopankreas udang vaname yang terinfeksi IMNV dalam penelitian ini mengalami semacam vakuolisasi jaringan

20 46 (Gambar 13). Abnormalitas tersebut diduga terjadi karena udang mengalami gangguan nafsu makan yang berakibat pada kelainan fungsi organ. Hasil penelitian ini didukung pula oleh analisis PCR yang menunjukan beberapa sampel positif terinfeksi IMNV. Berdasarkan pengamatan ini, dapat dikatakan bahwa udang vaname yang diinfeksi IMNV menunjukkan tanda-tanda terserang penyakit IMN walaupun tingkat keparahannya tidak dapat terlihat secara kuantitatif. Pemberian k-karagenan mampu meningkatkan resistensi udang vaname walaupun secara histopatologi tidak dapat terukur secara kuantitatif. Karagenan menurut Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi (FTP UGM 2002) adalah bahan tambahan makanan yang digunakan untuk memperbaiki tekstur, diekstraksi dari ganggang merah Rhodophyceae, disusun dari unit-unit galaktosa sulfat yang bersifat polianion. Karagenan sendiri dibedakan berdasarkan posisi dan jumlah gugus sulfat yang diikat oleh unit digalaktan. Polimer karagenan memiliki berat molekul antara Da. Karagenan akan bereaksi dengan protein dalam suatu medium asam atau dengan adanya Ca. Wijesekara et al. (2011) menjelaskan bahwa karagenan adalah polisakarida bersulfat yang diisolasi dari alga merah laut yang sudah sangat luas pemanfaatannya sebagai food additives seperti emulsifier, stabilizer dan pengental. Struktur kompleks polisakarida sulfat telah menunjukkan penghambatan terhadap replikasi envelope virus termasuk jenis flavivirus, togavirus, arenavirus, rhabdovirus, orthopoxvirus dan juga family herpesvirus. Dalam tulisannya, Wijesekara et al. (2011) menyatakan bahwa struktur kimia kandungan sulfat, bobot molekul, unsur pokok gula-gula, penyesuaian dan dynamic stereochemistry adalah faktor yang menentukan aktifitas antiviral pada polisakarida sulfat. Turunan polisakarida sulfat seperti karagenan, fucoidan dan rhamnogalaktan sulfat memiliki daya hambat dalam masuknya envelope virus termasuk HSV (herpes simplex virus) dan HIV (human immunodeficiency virus) ke dalam sel. Bahkan beberapa fraksi yang lain, memiliki efek virusidal dan aktifitas enzim penghambat pembentukan formasi syncytium. Anionic charges dalam kelompok sulfat diduga efektif dalam menghambat aktifitas enzim reverse transcriptase pada virus. Beberapa evaluasi telah ditunjukkan, terhadap aktivitas antivirus dari polisakarida sulfat pada ekstrak rumput laut Undaria pinnatifida, Splachnidium rugosum, Gigartina atropurpurea

21 47 dan Plocamium cartilagineum yang mampu melawan HSV-1 dan HSV-2. Ekstrak ini menunjukkan potensi aktivitas antiviral ketika ditambahkan selama jam pertama infeksi viral tetapi inaktif ketika ditambahkan setelahnya. Selain itu, polisakarida sulfat dari alga merah juga mampu menghambat secara invitro dan invivo infeksi dari flavivirus seperti demam berdarah dengue dan yellow fever virus (Wijesekara et al. 2011). Karagenan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari jenis kappa-karagenan yang memiliki komponen utama 1,3-ikatan α-d-galaktosa dan 1,4-ikatan 3,6-anhydro β-d-galaktosa dengan empat sulfat dalam sub unit glukosanya. Menurut Rocha de sauza et al. (2007) Komponen kimia polisakarida sulfat dalam setiap 100g bobot kering, yang berasal dari k-karagenan (E.cottonii) memiliki kandungan total gula sebesar 72.00±3.66g, kandungan sulfat sebesar 17.90±0.05g dan protein sebesar 1.1±0.31g. Sedangkan nilai rata-rata standar kadar sulfat tepung karagenan yang ditetapkan oleh FAO dan FDA adalah berkisar antara 15-40%. Diperkirakan kandungan sulfat yang terdapat dalam tepung karagenan yang digunakan dalam penelitian ini berada dalam kisaran yang ditetapkan dan jika dibandingkan dengan jenis polisakarida lainnya, kandungan sulfat yang terkandung di dalamnya memang relatif lebih kecil, dibandingkan dengan fucoidan (44.1±0.16), i-karagenan (27.60±0.12) dan λ-karagenan (33.38±0.06), dan dikatakan pula bahwa terdapat korelasi positif antara kandungan sulfat dengan aktifitas antiviral dan juga aktifitas antioksidan (Rocha de sauza et al. 2007). Karena itulah, jumlah pemberian yang optimal yaitu sebesar 15 g kg -1 pakan dapat meningkatkan aktifitas imun pada udang vaname dibandingkan jumlah pemberian yang lebih kecil lainnya (5 dan 10 g kg -1 pakan). Beberapa penelitian yang menggunakan polisakarida sulfat, diantaranya adalah pemberian secara oral ekstrak fucoidan dari Sargassum polycystum dapat mengurangi dampak infeksi WSSV pada P. monodon (Chotigeat et al. 2004). Cheng at al. (2004) mengatakan polisakarida seperti glucan dari cendawan, glucan dari yeast dan sodium alginate menunjukkan pengaruh yang positif dalam mencegah udang penaeid terserang infeksi Vibrio dan WSSV. Polisakarida berupa sodium alginate dapat pula digunakan sebagai imunostimulan bagi L.vannamei. Mereka melakukan studi mengenai pemberian sodium alginate yang

22 48 disuntikkan ke L.vannamei dengan dosis 10µg.g -1, 20µg.g -1 atau 50µg.g -1 mampu meningkatkan kemampuan sistem imun dengan meningkatnya aktifitas phenoloxidase dan respiratory burst. Selain itu, pemberian sodium alginate pada L.vannamei juga meningkatkan resistensi L.vannamei yang diinfeksi dengan Vibrio alginolyticus dengan meningkatnya aktifitas fagositik dan clearance efficiency. Demikian pula penggunaan polisakarida dari alga hijau A. orientalis yang diberikan secara oral selama 14 hari dapat mempertinggi jumlah total hemosit, diferensial hemosit, aktivitas PO dan kelangsungan hidup P. monodon yang diinfeksi WSSV (Manilal et al. 2009). Begitu pula halnya dalam penelitian ini, bahwa penggunaan k-karagenan yang diperkirakan memiliki kandungan polisakarida sulfat (±17%) selama empat minggu pemberian, telah mampu pula meningkatkan resistensi udang vaname yang diinfeksi dengan IMNV, terutama pada pemberian k-karagenan 15 g kg-1 pakan yang memberikan kelangsungan hidup tertinggi (85±7.1%) dan gejala klinis yang lebih baik dibandingkan tiga perlakuan lainnya. Pengaruh frekuensi pemberian k-karagenan sebesar 15 g kg -1 pakan pada udang vaname yang diinfeksi dengan IMNV menghasilkan kelangsungan hidup yang lebih baik (80-90%) dibandingkan udang vaname yang diberi pakan tanpa k-karagenan (57±5.8%) setelah diinfeksi dengan IMNV pada 14 dpi. Frekuensi pemberian 14 hari (C14) pada minggu ke-1, 2, 4 dan 5 memberikan kelangsungan hidup terbaik (90±0.0%) dibandingkan dua perlakuan lainnya (C1 dan C7). Pemberian k-karagenan setiap hari (C1) selama lima minggu, tidak memberikan nilai kelangsungan hidup yang lebih baik dibandingkan pemberian 7 hari (C7) dan 14 hari (C14). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian k-karagenan dengan frekuensi yang lebih sering menunjukkan hasil yang tidak lebih baik. Sajeevan et al. (2009) menyatakan, pemberian secara terus-menerus setiap hari menyebabkan dosis yang diberikan melebihi dari dosis yang dibutuhkan sehingga sistem imun justru menjadi menurun, sedangkan pada pemberian k-karagenan 7 hari (C7), menunjukkan frekuensi pemberian yang belum optimal. Sementara itu, gejala klinis pada perlakuan frekuensi pertama kali muncul pada 5 dpi, terlihat pada kelompok udang vaname yang tidak diberi k-karagenan, sedangkan udang vaname yang diberi k-karagenan, gejala klinis baru nampak pada 10 dpi

23 49 sebanyak 3% dengan bobot skoring menengah. Rendahnya jumlah udang vaname yang menunjukkan gejala klinis, mungkin saja terjadi dikarenakan infeksi oleh IMNV bisa saja tidak menunjukkan symptom (bobot skoring ringan/+) walaupun sebenarnya udang positif terinfeksi (Costa 2009). Berdasarkan analisa PCR pada perlakuan C7, C14 dan K+ menunjukkan hasil positif terinfeksi IMNV. Hasil PCR ini cukup mewakili kondisi perlakuan lainnya karena metode infeksi IMNV yang digunakan adalah sama (subbab 3.5). Hal tersebut menunjukan tingginya resistensi udang vaname yang diberi k-karagenan terhadap infeksi IMNV, karena k-karagenan diketahui mengandung polisakarida sulfat yang dapat memodulasi sistem imun dan juga bersifat antiviral (Wijesekara 2011). Pemberian k-karagenan yang merupakan polisakarida selain mampu meningkatkan ketahanan tubuh udang dari serangan infeksi, juga memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan udang. Pada penelitian ini, pemberian k-karagenan 15 g kg -1 pakan memberikan pertumbuhan terbaik sebesar 12.1±0.11g dengan pertumbuhan relatif sebesar 86.15%. Demikian pula halnya pada frekuensi pemberian k-karagenan 14 hari (C14) memberikan pertumbuhan terbaik di akhir pemeliharaan sebesar 13.2±0.27 g dengan pertumbuhan relatif sebesar 88.57%. Vilela-silva et al. (2008) menyatakan polisakarida sulfat diketahui memiliki fungsi sebagai faktor pertumbuhan, faktor koagulasi dan selectin binding partners dan juga berfungsi dalam fertilisasi. Telah dilaporkan pula, bahwa penggunaan karagenan sebagai binders pada pakan larva Channa striatus memberikan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang baik (Nakagawa et al. 2007). Namun demikian, mekanisme kerja k-karagenan dalam meningkatkan pertumbuhan udang belum dapat diketahui secara pasti. Menurut Lopez (2008), pemberian glukan mampu meningkatkan pertumbuhan udang, hal tersebut diduga karena glukan mampu dicerna dalam proses pencernaan dengan adanya glukanase untuk menghasilkan energi sehingga memungkinkan lebih banyak protein yang digunakan untuk pertumbuhan. Sementara itu, Montgomery (1994) dalam disertasinya menyatakan udang Penaeus vannamei merupakan hewan omnivora yang mampu mencerna polisakarida pada dasar perairan dari bakteri, cendawan dan alga laut sebagai sumber pakannya dengan baik. Pada penelitian ini, k-karagenan diberikan dalam jumlah yang kecil, hanya sekitar

24 % kg -1 pakan, namun mampu meningkatkan sistem imun udang vaname dan juga mampu memberikan pengaruh yang baik pula bagi pertumbuhannya.

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan komoditas penting yang harus dikembangkan, karena permintaan konsumsi dalam maupun luar negeri cukup tinggi. Pemerintah telah mencanangkan budidaya udang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Myonecrosis Virus

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Myonecrosis Virus 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Myonecrosis Virus Infectious myonecrosis virus (IMNV) adalah virus yang menyebabkan penyakit IMN (infectious myonecrosis) pada udang penaeid. IMNV biasa menyerang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sintasan Sintasan atau kelangsungan hidup merupakan persentase udang yang hidup pada akhir pemanenan terhadap jumlah ikan saat ditebar. Sintasan merupakan parameter utama

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Sintasan Sintasan pada penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yakni setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV selama 12 hari. Nilai

Lebih terperinci

pakan -1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan

pakan -1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan 77 PEMBAHASAN UMUM Budidaya udang vaname mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia untuk dikembangkan. Udang ini diimpor ke Indonesia pada tahun 2000 dengan alasan untuk mengganti udang windu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Februari 2012. Pemeliharaan dan pemberian perlakuan serta analisa parameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat sekitar 2500 jenis senyawa bioaktif dari laut yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi, dan 93 % diantaranya diperoleh dari rumput laut (Kardono, 2004).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 11 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada Januari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi udang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi udang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas unggulan di bidang perikanan baik dalam skala nasional maupun global. Berdasarkan data Kementerian Kelautan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Udang Vaname Klasifikasi udang vaname menurut (Effendie, 1997) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo (C. gariepinus). Ikan ini memiliki pertumbuhan yang cepat,

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo (C. gariepinus). Ikan ini memiliki pertumbuhan yang cepat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang memiliki potensi budidaya yang menjanjikan di Indonesia. Berbagai macam ikan dapat dibudidayakan, terutama ikan air tawar yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Imun Tubuh Udang

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Imun Tubuh Udang TINJAUAN PUSTAKA Sistem Imun Tubuh Udang Sistem pertahanan tubuh utama pada udang terdiri dari dua bagian yaitu sistem pertahanan tubuh seluler dan sistem pertahanan humoral. Sistem pertahanan seluler

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan tawes (Barbonymus gonionotus) termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang Mekanisme pertahanan pada krustasea sebagian besar bergantung pada selsel darah dan proses hemolim. Darah udang tidak mengandung haemoglobin, sehingga

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT VIBRIOSIS PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI KARAMBA JARING APUNG

PENGGUNAAN KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT VIBRIOSIS PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI KARAMBA JARING APUNG PENGGUNAAN KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT VIBRIOSIS PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI KARAMBA JARING APUNG DUTA ENGGARTYASTO DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Imun Udang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Imun Udang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Imun Udang Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Sedangkan sistem imun merupakan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis penting karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang digemari masyarakat Indonesia dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Hal inilah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Perlakuan Ekstrak Tumbuhan terhadap Waktu Inkubasi, Kejadian Penyakit, Keparahan, dan NAE Waktu inkubasi. Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh beragam waktu

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Bobot dan Biomassa Post-Larva Udang Vaname Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan (panjang rerata, SGR, bobot individu, biomassa) post-larva

Lebih terperinci

Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa Makassar ABSTRAK

Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa Makassar   ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN BAKTERI Vibrio alginolyticus UNTUK MENINGKATKAN TOTAL HAEMOCITE COUNT, DIFFERENTIAL COUNT DAN TOTAL PROTEIN PLASMA PADA UDANG WINDU (Penaeus monodon) Agus suryahman Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara umum A. salmonicida merupakan penyebab utama penyakit infeksi pada ikanikan salmonid yang

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perlakuan Penelitian II. BAHAN DAN METODE Rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan masing-masing 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: Respon imun krustase (Crustacean immune response) Henky Manoppo, Magdalena E.F. Kolopita.

Budidaya Perairan Mei 2014 Vol. 2 No. 2: Respon imun krustase (Crustacean immune response) Henky Manoppo, Magdalena E.F. Kolopita. Review Artikel Respon imun krustase (Crustacean immune response) Henky Manoppo, Magdalena E.F. Kolopita Abstract Crustacean does not have adaptive immune system and mostly depends on innate or nonspecific

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomi penting. Namun dalam budidayanya sering mengalami kendala seperti adanya serangan

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

Tahapan dalam pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh dapat dilihat pada diagram berikut ini: Persiapan ubi jalar varietas sukuh

Tahapan dalam pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh dapat dilihat pada diagram berikut ini: Persiapan ubi jalar varietas sukuh 36 Lampiran 1 Pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh Tahapan dalam pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh dapat dilihat pada diagram berikut ini: Persiapan ubi jalar varietas sukuh Pengupasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang kompleks dan berlapis-lapis dalam menghadapi invasi patogen yang masuk seperti bakteri, jamur, virus

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Persiapan Prebiotik (Oligosakarida)

3 METODE PENELITIAN. Persiapan Prebiotik (Oligosakarida) 10 melibatkan pelepasan enzim ke dalam phagosome dan produksi Reactive Oxygen Intermediate (ROI) yang kini disebut respiratory burst (Rodriquez and Le Moullac 2000). Klasifikasi tipe hemosit pada krustasea

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Aplikasi Ekstrak Allisin Untuk Pengendalian Penyakit Kotoran Putih Pada Udang Vanamei (Litopenaus vanamei) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara Oleh Kaemudin*, Antik Erlina, Arif Taslihan

Lebih terperinci

KO-INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS (IMNV) DAN Vibrio harveyi PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) ANWAR HASAN

KO-INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS (IMNV) DAN Vibrio harveyi PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) ANWAR HASAN KO-INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS (IMNV) DAN Vibrio harveyi PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) ANWAR HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI SUMBER

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN FREKUENSI BERBEDA PADA PAKAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei UNTUK PENCEGAHAN IMNV (INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS)

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN FREKUENSI BERBEDA PADA PAKAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei UNTUK PENCEGAHAN IMNV (INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS) PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN FREKUENSI BERBEDA PADA PAKAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei UNTUK PENCEGAHAN IMNV (INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS) GHITA RYAN SEPTIANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru.

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan budidaya ikan air tawar. Lele masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru. Lele masamo diperoleh

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 16 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Kadar Glukosa Darah Berdasarkan hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit sebelum dan setelah pemberian alloxan, rata-rata kadar glukosa darah mencit sebelum pemberian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan, dimulai dengan pemeliharaan udang vaname ke stadia uji, persiapan wadah dan media, pembuatan pakan meniran, persiapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan yang terdiri dari rawa, sungai, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Kekayaan alam ini sangat potensial

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang ketika diberikan dalam jumlah cukup dapat memberikan manfaat kesehatan pada inang (FAO/WHO 2001).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini memiliki dampak besar bagi kesehatan masyarakat dan diperkirakan hampir 50 juta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia banyak mengandung berbagai jenis patogen, misalnya bakteri, virus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua karena infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Parameter pada penelitian pembesaran ikan lele ini meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, perhitungan jumlah bakteri

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya perikanan banyak diminati masyarakat untuk meningkatkan pendapatan serta memperoleh keuntungan yang cukup banyak. Salah satu budidaya ikan yang bisa dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat dipelihara pada padat penebaran tinggi. Ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Gambar 1 menunjukkan adanya penambahan bobot rata-rata pada ikan uji. Penambahan bobot akhir rata-rata dari bobot awal rata-rata pada perlakuan pakan RUSNAS sebesar

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat PEMBAEIASAN Penambahan Spirulina platensis dalam pakan ikan sebanyak 296, 4% dan 6% baik secara kontinyu maupun diskontinyu dapat meningkatkan respon kekebalan ikan patin. Peningkatan ini dapat dilihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk.,

I. PENDAHULUAN. dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk., I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi kelautan dari sektor budidaya yang sudah banyak diminati untuk dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk., 2013a). Meskipun usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat produksi sekitar 30% dari total suplai udang dunia. Tingginya produksi tersebut adalah sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii)

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii) Rumput laut (Sea weed) adalah ganggang berukuran besar atau macro algae yang merupakan tanaman tingkat rendah atau termasuk dalam devisi

Lebih terperinci