HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan Bobot dan Biomassa Post-Larva Udang Vaname Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan (panjang rerata, SGR, bobot individu, biomassa) post-larva yang direndam dengan rgh lebih tinggi daripada kontrol dan kontrol pcold (total protein Escherichia coli tanpa rgh) (Tabel 2). Pertumbuhan terbaik pada post-larva udang vaname yang direndam relgh 15 mg/l adalah pada 3 jam perendaman dibandingkan dengan perlakuan 1 dan 2 jam. Bobot rerata post-larva udang vaname tertinggi (p<0,05) diperoleh pada perlakuan 3 jam, yakni 46,40 mg/ekor. Nilai SGR terbaik juga ditemukan pada perlakuan perendaman 3 jam (29,81%), sedangkan nilai SGR terendah pada perlakuan pcold (25,10%). Nilai biomassa tertinggi (p<0,05) terdapat pada perlakuan 3 jam perendaman (36.289,87 mg), sedangkan biomassa terendah pada perlakuan kontrol pcold (15.684,22 mg). Panjang rerata tertinggi (p<0,05) juga terdapat pada perlakuan 3 jam perendaman (20,08 mm). Peningkatan pertumbuhan PL udang vaname menunjukkan bahwa relgh aktif menginduksi pertumbuhan udang. Peningkatan bobot rerata tertinggi pada perlakuan perendaman 3 jam mencapai 109,95% lebih berat dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan biomassa dan panjang udang perlakuan 3 jam perendaman adalah masing-masing sebesar 66,0% dan 26,05% lebih tinggi dibandingkan kontrol Bobot Rerata dan Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup udang udang vaname yang diberi rgh tidak berbeda nyata dengan (p>0,05) kontrol dan kontrol pcold (Tabel 2). 8

2 Tabel 2. Laju pertumbuhan spesifik (SGR), kelangsungan hidup (KH), panjang, bobot dan biomassa rerata post-larva udang vaname yang direndam dengan 15 mg/l relgh dengan lama waktu perendaman berbeda, kontrol pcold, dan kontrol. Perlakuan Parameter 1 jam 2 jam 3 jam 4 (kontrol) 5 (pcold) SGR (g%) 27,15±0,53 bc 28,45±0,85 cd 29,81±0,87 d 25,71±0,63 ab 25,10±0,53 a Bobot rerata (mg/ekor) 28,42±2,65 ab 36,09±5,59 bc 46,10±6,88 c 21,96±2,58 a 19,66±1,91 a Biomassa 21379,19±2004,55 b 29774,66±1931,66 c 36289,87±1459,56 d 21872,19±2529,400 b 15684,22±1705,34 a (mg) Panjang 17,93±0,73 b 19,70±0,70 bc 20,08±0,42 c 15,93±0,81 a 15,88±0,62 a (mm) KH (%) 71,65±2,05 a 80,16±16,41 a 75,94±9,76 a 94,89±0,56 a 76,03±4,65 a Keterangan: Data berdasarkan rerata dari 3 ulangan untuk masing-masing perlakuan. Huruf berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (p<0,05). 9 9

3 Gambar 1. Pertumbuhan bobot rerata post-larva udang vaname yang dipelihara selama 3 minggu antara perlakuan yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (relgh), kontrol, dan kontrol pcold (placebo). Placebo: postlarva udang vaname direndam dengan pcold dan BSA; kontrol: post-larva udang vaname tidak diberi perlakuan relgh dan BSA; 1 jam: post-larva udang vaname direndam dengan relgh 15 mg/l+bsa selama 1 jam; 2 jam: post-larva udang vaname direndam dengan relgh 15 mg/l+bsa selama 2 jam; 3 jam: post-larva udang vaname direndam dengan relgh 15 mg/l+bsa selama 3 jam. Pada Gambar 1 terlihat bahwa pertambahan bobot terjadi pada setiap perlakuan. Pertambahan bobot sudah terlihat mulai dari 6 hari (pengambilan contoh ke-2) setelah perendaman pada setiap perlakuan. Perendaman 1 jam, 2 jam, dan 3 jam mengalami pertumbuhan yang signifikan dari hari ke-6 sampai hari ke-18 (pengambilan contoh ke-4) pemeliharaan, tetapi kontrol pcold mengalami pertumbuhan bobot terendah sampai 18 hari setelah perendaman. Dari Gambar 1 juga dapat terlihat bahwa perendaman selama 3 jam mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan perendaman 1 jam dan 2 jam Peningkatan Panjang Pada Gambar 2 terlihat bahwa pertambahan panjang post-larva udang vaname baik yang diberi rgh maupun kontrol mengalami peningkatan selama masa pemeliharaan. Namun demikian, post-larva yang diberi rgh terlihat lebih panjang daripada kontrol dan kontrol pcold. Panjang tubuh udang tertinggi terdapat pada perlakuan 3 jam perendaman, yakni 20,08 mm pada akhir 10

4 pemeliharaan, sedangkan panjang terendah terdapat pada perlakuan kontrol pcold (15,88 mm). Gambar 2. Pertambahan panjang post-larva udang vaname yang dipelihara selama 18 hari antara perlakuan yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (relgh), kontrol, dan kontrol pcold (placebo). Placebo: post-larva udang vaname direndam dengan pcold dan BSA; kontrol: post-larva udang vaname tidak diberi perlakuan relgh dan BSA; 1 jam: post-larva udang vaname direndam dengan relgh 15 mg/l+bsa selama 1 jam; 2 jam: post-larva udang vaname direndam dengan relgh 15 mg/l+bsa selama 2 jam; 3 jam: post-larva udang vaname direndam dengan relgh 15 mg/l+bsa selama 3 jam Proksimat udang vaname Kandungan gizi udang (protein, lemak, kadar air, dan kadar abu) ditampilkan pada Tabel 3. Penggunaan rgh pada udang menurunkan kadar protein, tetapi kadar abu, lemak, dan air sedikit lebih tinggi dibandingkan kontrol. Tabel 3. Kandungan proksimat (bobot basah, %) post-larva udang vaname perlakuan relgh terbaik (3 jam perendaman) dan kontrol. Perlakuan Kadar Air Kadar Abu Protein Lemak Serat kasar dan BETN Kontrol 79,57 2,60 11,92 1,98 3,93 3 jam perendaman 79,59 2,69 10,87 1,55 5,3 Keterangan : Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi departemen BDP, FPIK, IPB. 11

5 3.2 Pembahasan Hormon pertumbuhan rekombinan telah dilaporkan dapat memacu pertumbuhan udang (Sonnenschein 2001; Santiesteban et al. 2010). Pada penelitian ini juga pertumbuhan PL udang vaname meningkat signifikan dibandingkan dengan kontrol setelah diberi perendaman relgh dengan lama waktu berbeda. Penelitian ini menggunakan relgh dengan dosis 15 mg/l, metode yang digunakan adalah perendaman mengacu pada penelitian Santiesteban et al. (2010) yang merendam PL-2 udang vaname dengan hormon pertumbuhan ikan nila (TiGH). Berbeda dengan penelitian Santiesteban (2010) yang melakukan perendaman sebanyak 7 kali pada PL-2 udang vaname dengan menggunakan rtigh, pada penelitian ini hanya dilakukan 1 kali perendaman. Penelitian penggunaan rekombinan hormon pertumbuhan yang dilakukan oleh Sonnenschein (2001) menggunakan bovine somatotropin (bst) dengan metode perendaman dengan frekuensi 1 kali selama 1 jam, Sonnenschein (2001) menyatakan bahwa waktu perendaman dapat mempengaruhi keefektifan penyerapan hormon pertumbuhan. Lama perendaman dalam penelitian ini adalah 1 jam, 2 jam, dan 3 jam, hal tersebut didasarkan pada pernyataan bahwa waktu perendaman yang paling efektif adalah 60 menit sampai 120 menit (Sonnenschein 2001). Hasil terbaik di penelitian ini (biomassa tertinggi) diperoleh pada lama perendaman 3 jam. Peningkatan pertumbuhan PL udang vaname menunjukkan bahwa relgh aktif menginduksi pertumbuhan udang, dapat dilihat pada Gambar 1 pertumbuhan udang yang direndam dengan rgh mempunyai pertumbuhan lebih tinggi daripada kontrol dan kontrol pcold. Peningkatan biomassa yang direndam dengan relgh selama 2 jam sekitar 36,13% lebih besar dibandingkan kontrol, sedangkan perlakuan 3 jam perendaman mengalami peningkatan biomassa 66,0% dengan peningkatan panjang 26,05% lebih tinggi daripada kontrol. Pada penelitian Subaedah (belum dipublikasikan) penggunaan dosis 15 mg/l pada post-larva fase PL-2 yang direndam selama 1 jam menunjukan hasil lebih baik dari perlakuan lainya, yaitu 37,77% lebih berat dari kontrol. Efektivitas rgh dapat dipengaruhi oleh jenis rgh yang digunakan, ikan uji/organisme uji, metode, dosis dan diduga waktu perendaman. Penggunaan rgh, frekuensi, dan dosis berbeda pada udang 12

6 dapat terlihat pada penelitian ini, karena pada hasil penelitian Santiesteban et al. (2010) yang menggunakan rgh ikan nila dengan dosis 100 µg/l dengan frekuensi pemberian 7 kali mampu meningkatkan bobot tubuh sebesar 42,20% dan lebih panjang 5,20% daripada kontrol, sedangkan pada penelitian ini perlakuan terbaik untuk biomassa dan panjang adalah perlakuan 3 jam perendaman dengan dosis 15 mg/l dan hanya dilakukan 1 kali perendaman dengan peningkatan bobot 66% dan peningkatan panjang 26,05% daripada kontrol. Penelitian ini juga menunjukan hasil lebih tinggi daripada penelitian Sonnenschein (2001) yang menggunakan rgh (bovine somatotropin, bst) dengan dosis 300 mg/l yang direndam selama 1 jam dengan hasil udang yang direndam lebih besar 38% dan lebih panjang 11% daripada kontrol. Pada pengambilan kontoh ke-2 (6 hari setelah perendaman) dalam penelitian ini, mulai terlihat bahwa post-larva yang diberi relgh 15 mg/l mengalami peningkatan bobot lebih tinggi daripada kontrol, pada pengambilan contoh ke-3 dan ke-4 (12 dan 18 hari setelah perendaman) semakin terlihat bahwa post-larva yang direndam dengan relgh 15 mg/l bobotnya lebih tinggi daripada kontrol dan kontrol pcold, perendaman 3 jam menunjukkan pertumbuhan lebih tinggi daripada perlakuan 1 jam dan 2 jam perendaman. Penelitian ini menunjukan bahwa ada peningkatan biomassa selama masa pemeliharaan pada setiap perlakuan. Post-larva yang diberi perlakuan relgh 15 mg/l menunjukan bahwa biomassa perlakuan 2 jam dan 3 jam perendaman berbeda nyata (p<0,05; Lampiran 3) dengan kontrol dan kontrol pcold, yaitu ,66±1.931,66 mg (2 jam perendaman) dan ,87±1.459,56 mg (3 jam perendaman), sedangkan untuk perlakuan 1 jam perendaman tidak berbeda nyata (p>0,05; Lampiran 3), yaitu ,19±2.004,55 mg dengan kontrol ,19±2.529,40 mg, tetapi berbeda nyata (p<0,05; Lampiran 3) dengan kontrol pcold (15.684,22±1.705,34). Perbedaan tersebut diduga karena waktu penyerapan perlakuan 2 dan 3 jam lebih lama daripada perlakuan 1 jam. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3, terlihat pada gambar bahwa post-larva udang vaname yang direndam dengan relgh 15 mg/l lebih besar daripada kontrol dan kontrol pcold, tetapi post-larva yang direndam selama 3 jam dengan rgh lebih besar dari perlakuan 2 dan 1 jam perendaman. Biomassa pada kontrol pcold 13

7 paling rendah jika dibandingkan dengan kontrol biasa, hal ini diduga bahwa protein yang dihasilkan oleh pcold memberikan efek negatif pada pertumbuhan, sehingga pertumbuhan post-larva yang diberi pcold lebih rendah dari kontrol biasa. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa metode, dosis, dan jenis rgh dapat mempengaruhi efektivitas rgh pada ikan atau organisme uji. A B C D E Gambar 3. Ukuran post-larva udang vaname yang direndam dengan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (relgh) dosis 15 mg/l dengan lama waktu perendaman A: kontrol pcold; B: kontrol; C: 1 jam; D: 2 jam; E: 3 jam dengan frekuensi perendaman satu kali. Pemeliharaan udang dilakukan selama 18 hari setelah perendaman. Pertumbuhan spesifik post-larva yang diberi relgh lebih baik daripada kontrol. Perendaman selama 1 jam menunjukkan nilai 27,15±0,53 (g%), perendaman selama 2 jam menunjukkan nilai pertumbuhan spesifik sebesar 28,45±0,85 (g%), sedangkan nilai pertumbuhan spesifik perendaman selama 3 jam sebesar 29,81±0,87 (g%). Hasil tersebut menunjukkan berbeda nyata (Lampiran 3) terhadap kontrol dan kontrol pcold yang mempunyai nilai pertumbuhan spesifik masing-masing 25,71±0,63 (g%) dan 25,10±0,53 (g%). Berbanding lurus dengan nilai pertumbuhan spesifik post-larva yang direndam dengan rgh, panjang rerata dari 3 perlakuan perendaman juga berbeda nyata (Lampiran 3) dengan kontrol dan kontrol pcold yaitu 17,93 ±0,73 mm (1 jam perendaman); 19,70±0,70 mm (2 jam perendaman), dan 20,08 ±0,42 mm (3 jam perendaman) dengan kontrol (15,93±0,81 mm) dan kontrol pcold (15,88±0,62 mm). Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Santiesteban et al. (2010) yang menyatakan bahwa pemberian rgh pada post-larva udang vaname dapat meningkatkan bobot dan panjang post- 14

8 larva tersebut. Perlakuan kontrol pcold mempunyai biomassa dan SGR terendah di antara perlakuan lainya, diduga bahwa protein yang dihasilkan oleh pcold menyebabkan efek negatif pada pertumbuhan. Di antara 3 perlakuan lama perendaman, perendaman 3 jam menunjukkan hasil terbaik dari 2 perlakuan lainya dalam pertumbuhan spesifik dan panjang tubuh udang. Dengan hasil tersebut diduga bahwa pemberian rgh pada larva udang menunjukan hasil yang berbanding lurus antar bobot dan panjang tubuh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Moriyama dan Kawauchi (2004) pemberian rsgh (recombinant salmon growth hormone) pada Haliotis discus hannai yang menunjukkan bahwa peningkatan bobot diikuti oleh peningkatan panjang cangkang abalon. Nilai tingkat kelangsungan hidup pada penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan 1 jam, 2 jam, dan 3 jam tidak berbeda nyata (p>0,05; Lampiran 3) dengan kontrol pcold dengan nilai masing-masing 71,65±2,05 % (1 jam), 94,89±0,56 % (2 jam), 75,94±9,76% (3 jam), sedangkan untuk kelangsungan hidup kontrol yaitu 94,89±0,56%, dan kontrol pcold 76,03±4,65%. Jika dilihat dari hasil penelitian, maka pendapat Acosta et al. (2009) yang menyatakan pemberian rgh pada larva dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan meningkatkan daya tahan terhadap stres dan infeksi penyakit tidak terbukti pada penelitian ini. Serupa dengan penelitian ini, dalam penelitian Santiesteban et al. (2010) pemberian rgh ikan nila melalui metode perendaman juga tidak menunjukan peningkatan kelangsungan hidup. Dari hasil penelitian Sonnenchein (2001) tidak terlihat pengaruh rgh pada udang terhadap kelangsungan hidupnya. Penggunaan GH pada larva lobster Amerika yang diinjeksi dengan human growth hormone tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelangsungan hidup lobster (Charmantier et al. 1989; Santiesteban et al. 2010). Banyak faktor yang mempengaruhi nilai tingakat kelangsungan hidup pada udang, di antaranya kualitas air, daya tahan tubuh udang, penyakit yang menyerang, dan faktor lainya. Diduga pemberian rgh pada udang yang tidak berpengaruh pada kelangsungan hidup karena sifat imun udang yang short term memory, selain itu penelitian menggunakan metode packing pada perlakuannya sehingga diduga hal tersebut berpengaruh pada kelangsungan hidup. Dapat dilihat bahwa perlakuan 3 jam mempunyai nilai kelangsungan hidup lebih rendah dari perlakuan 2 jam, maka 15

9 diduga bahwa semakin lama waktu perendaman berpengaruh pada kelangsungan hidup, diduga rgh jika terlalu lama diberikan akan bersifat racun bagi udang. Selain itu, penurunan kelangsungan hidup terkait daya dukung air yang semakin menurun jika semakin lama digunakan untuk perendaman rgh. Kandungan gizi udang kontrol dan hasil perlakuan terbaik berdasarkan biomassa yaitu perlakuan 3 jam dilihat melalui analisa proksimat. Dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa udang yang direndam dengan rgh kadar mempunyai kadar protein lebih rendah (10,87%) jika dibandingkan dengan kontrol (11,92%). Kadar lemak udang yang direndam dengan rgh (1,55%) juga relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol (1,98%), tetapi kadar abu dan kadar air perlakuan 3 jam mempunyai hasil relatif lebih tinggi. Penurunan kadar protein juga terjadi pada penelitian Aminah (2012), yang menunjukkan bahwa ikan sidat yang diberi rgh dengan dosis 3 mg/l melalui metode perendaman mengalami penurunan kadar protein sebesar 6,60% dari kontrol (15,91% menjadi 14,86%). Hasil serupa juga ditunjukan pada penelitian Handoyo (2012), ikan sidat yang diberi relgh mempunyai kadar protein lebih rendah dari kontrol. Dalam penelitian ini tidak terdapat kenaikan kadar lemak, melainkan terjadi kenaikan kadar abu dan air pada udang yang diberi rgh, hasil proksimat tersebut berbeda dengan hasil analisis proksimat penelitian Aminah (2012) dan Handoyo (2012) yang menunjukkan kenaikan kadar lemak dan penurunan kadar abu dan air pada sidat yang diberi rgh. Penurunan kadar protein dan lemak diduga digunakan udang untuk memenuhi kebutuhan energinya. Pada penelitian ini pemberian pakan dianggap sama. Menurut Donaldson (1979) GH dapat meningkatkan nafsu makan yang mengakibatkan perilaku udang lebih aktif, sehingga udang yang diberi rgh lebih banyak menggunakan protein dan lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya daripada kontrol, diduga karena GH bekerja dalam merangsang pemecahan lemak dan sintesis protein untuk energi daripada ikan kontrol. Protein merupakan sumber energi utama, sehingga protein dalam pakan diharapkan secara optimum digunakan untuk pertumbuhan (Hariyadi et al. 2005; Aminah 2012). Rekombinan GH merupakan salah satu bioteknologi yang dapat meningkatkan pertumbuhan, rgh tidak termasuk dalan GMO (geneticaly modified organism), dan rgh tersebut tidak diturunkan atau bertahan lama di 16

10 dalam tubuh, diduga efek rgh hanya 3-4 bulan bertahan di dalam tubuh. Oleh karena itu perlu pemberian rgh kembali untuk tetap mempertahankan laju pertumbuhan udang yang telah diberi rgh. Handoyo (2012) ikan sidat pada fase glass eel direndam dengan rgh lalu dilanjutkan pada fase elver diberi rgh melalui pakan. Ikan sidat yang direndam dengan rgh pada fase glass eel lalu dilanjutkan pemberian rgh melalui pakan pada fase elver menunjukkan hasil pertumbuhan lebih besar 102,90% dari kontrol. Mengacu pada penelitian tersebut, maka diduga pemberian rgh pada udang melalui perendaman pada fase larva kemudian dilanjutkan pemberian rgh melalui pakan pada fase pembesaran akan meningkatkan pertumbuhan dan biomassa udang lebih tinggi daripada hanya melalui perendaman. Pada penelitian ini, penggunaan rgh untuk udang dapat meningkatkan biomassa yang cukup signifikan, terlihat bahwa udang yang diberi perlakuan perendaman menggunakan rgh biomassanya lebih tinggi dari kontrol. Hal tersebut dapat mempercepat masa produksi dan meningkatkan produksi udang. Oleh karena itu penggunaan rgh dapat dijadikan solusi dalam budidaya udang saat ini yakni penurunan angka produksi udang. Perlakuan perendaman dianggap aman dilakukan pada post-larva udang vaname dibandingkan dengan metode injeksi. Selain dapat mengurangi stres yang akan berpengaruh pada penyerapan rgh, metode perendaman juga lebih efesien jika diaplikasikan pada fase larva. Mekanisme masuknya rgh ke dalam tubuh melalui metode perendaman belum diketahui, tetapi pada ikan diduga masuknya growth hormone melalui insang. Menurut Sherwood dan Harvey (1986) dalam Moriyama dan Kawauchi (1990) pemberian GnRH (gonadotropin releasing hormone) terlihat berpengaruh pada plasma ikan mas setelah pemberian melalui insang. Radiolabeled-BSA (bovine serum albumin) ditemukan pada insang dan pada epidermis ikan rainbow trout setelah peredaman dalam larutan dan diduga bahwa masuknya larutan tersebut melalui insang (Smith 1982 dalam Moriyama dan Kawauchi 1990). Pada udang belum diketahui secara pasti masuknya rgh ke dalam tubuh udang, tetapi diduga sama dengan ikan masuknya rgh pada udang juga melalui insang, dan ruas antar karapas. Penggunaan post-larva fase PL-2 dimaksudkan agar rgh dapat terserap optimal tidak hanya melalui insang, tetapi 17

11 juga melalui kulit udang, karena pada saat larva epidermis kulit masih sangat tipis memudahkan rgh masuk ke dalam tubuh. Mekanisme kerja hormon pada udang belum diketahui secara pasti berbeda dengan mekanisme kerja hormon pada ikan yang sudah diketahui, karena perbedaan organ yang mengatur kerja hormon antara ikan dan udang. Mekanisme kerja hormon pada ikan yaitu hormon yang masuk di dalam tubuh ikan dialirkan oleh peredaran darah dan akan diserap oleh organ hati, paru-paru, ginjal, dan berbagai organ lainya (Affandi dan Tang 2002). Hormon dialirkan dengan memanfaatkan sirkulasi darah sehingga dapat tersebar ke seluruh organ target. Reseptor hormon umumnya bersifat spesifik terhadap ligan, dan reseptor terdiri dari beberapa rangkaian molekul protein yang bersifat sangat khusus (Partodihardjo 1980; Affandi 2002 dalam Ratnawati 2012). Kerja hormon pertumbuhan dipermudah oleh pankreas korteks adrenal dan tiroid yang bekerja bersama dalam memacu katabolisme lemak dan karbohidrat (Calduch-Giner et al dalam Wals 2002). Gambar 4. Mekanisme kerja hormon pertumbuhan dan IGF-1 pada ikan (Moriyama dan Kawauchi 2001). Rekombinan hormon pertumbuhan yang masuk ke dalam tubuh ikan langsung ditransportasikan oleh pembuluh darah menuju organ target, yakni hati untuk memacu produksi insulin-like-growth factor (IGF-1). Mekanisme kerja hormon seperti yang berada pada Gambar 4. Hormon pertumbuhan akan terkait pada reseptornya yang terletak di hati, kemudian hati akan menstimulasi sintesis 18

12 dan pelepasan IGF-I. IGF-1 berperan dalam regulasi metabolisme protein, karbohidrat, lipid, mineral yang ada di dalam sel, diferensiasi, dan perkembangan sel yang pada ahirnya akan menghasilkan pertumbuhan (Moriyama 2001). Metode perendaman yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode packing, udang direndam dengan rgh di dalam plastik yang biasa digunakan untuk pengiriman benih pada umumnya. Metode ini dimaksudkan untuk mempermudah petani yang akan menggunakan rgh. Pemberian rgh dilakukan pada saat transportasi, sehingga udang yang siap tebar adalah udang yang telah diberi rgh. Namun demikian, ada kendala di mana jarak pengiriman udang dianjurkan kurang dari 3 jam. Dari hasil penelitian ini perlakuan perendaman dengan lama waktu 3 jam menunjukkan kelangsungan hidup yang lebih rendah dari perlakuan 2 jam. Transportasi PL udang melebihi 3 jam tanpa pergantian air diduga akan menurunkan kelangsungan hidup secara signifikan. Dengan aplikasi penggunaan rgh pada udang vaname diharapkan dapat meningkatkan produksi udang dengan cara mempercepat pertumbuhan. Seperti yang telah diungkapkan oleh Toullec et al. (1991) yang mengusulkan penggunaan hormon vertebrata untuk meningkatkan produksi udang. Selain itu, udang yang diberi rekombinan hormon pertumbuhan adalah produk yang aman untuk dikonsumsi. Hal ini diungkapkan oleh Acosta et al. (2007) bahwa penggunaan rgh ikan merupakan prosedur yang aman dalam meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ikan budidaya, organisme hasil perlakuan rgh juga bukan merupakan produk GMO. 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Bobot, Panjang, dan Biomassa Peningkatan bobot rerata dan biomassa ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan Bobot dan Biomasa Benih Ikan Gurame Data pengamatan pada Tabel 1 menunjukkan nilai pertumbuhan bobot mutlak (GR) tertinggi (P

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Ikan Betok Rerata panjang baku (PB), pertumbuhan harian, laju pertumbuhan spesifik, dan bobot per ekor ikan disajikan pada Tabel 1. Rerata panjang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP POST-LARVA UDANG VANAME DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA DITA PUJI LAKSANA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP POST-LARVA UDANG VANAME DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA DITA PUJI LAKSANA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP POST-LARVA UDANG VANAME DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA DITA PUJI LAKSANA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), (2013) Dita Puji Laksana, Siti Subaidah, Muhammad Zairin Junior, Alimuddin*, Odang Carman ABSTRACT

Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), (2013) Dita Puji Laksana, Siti Subaidah, Muhammad Zairin Junior, Alimuddin*, Odang Carman ABSTRACT Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 98 103 (2013) Pertumbuhan dan kelangsungan hidup pascalarva udang vaname yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan dengan lama perendaman berbeda Growth and survival

Lebih terperinci

Pertumbuhan pascalarva udang vaname yang diberi larutan hormon pertumbuhan rekombinan

Pertumbuhan pascalarva udang vaname yang diberi larutan hormon pertumbuhan rekombinan Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 95 100 (2013) Pertumbuhan pascalarva udang vaname yang diberi larutan hormon pertumbuhan rekombinan Growth of white shrimp post-larvae immersed in recombinant fish growth

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame ( Osphronemus goramy 2.2 Pertumbuhan Ikan Gurame

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame ( Osphronemus goramy 2.2 Pertumbuhan Ikan Gurame 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame (Osphronemus goramy) Ikan gurame merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk dalam keluarga Anabantidae, keturunan Helostoma dari bangsa Labyrinthici.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pertumbuhan Ikan Gurami

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pertumbuhan Ikan Gurami II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ikan Gurami Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran, dimana variabel yang mengalami perubahan dapat berupa panjang dan dimensi fisik lainnya, termasuk volume,

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurami yang direndam dalam air tawar mengandung hormon pertumbuhan

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurami yang direndam dalam air tawar mengandung hormon pertumbuhan Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (2), 162 167 (2012) Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurami yang direndam dalam air tawar mengandung hormon pertumbuhan Growth and survival of giant gourami

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN UDANG VANAME YANG DIRENDAM HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG PADA TAHAP PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN

PERTUMBUHAN UDANG VANAME YANG DIRENDAM HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG PADA TAHAP PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Hlm.695-702, Desember 2015 PERTUMBUHAN UDANG VANAME YANG DIRENDAM HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG PADA TAHAP PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek perikanan dan budidaya sidat memiliki peluang baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Prospek perikanan dan budidaya sidat memiliki peluang baik untuk 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Prospek perikanan dan budidaya sidat memiliki peluang baik untuk dikembangkan. Negara kita memiliki sumberdaya ikan sidat yang beraneka jenis, memiliki banyak lahan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Betok Pertumbuhan panjang benih ikan betok yang diberi perendaman rhp dengan dosis 12 mg/l melalui pakan alami rotifera air tawar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALBUMIN SERUM SAPI DALAM PERENDAMAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN PADA BENIH IKAN GURAMI STEVEN MICHAIL SUTIONO

PENGGUNAAN ALBUMIN SERUM SAPI DALAM PERENDAMAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN PADA BENIH IKAN GURAMI STEVEN MICHAIL SUTIONO PENGGUNAAN ALBUMIN SERUM SAPI DALAM PERENDAMAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN PADA BENIH IKAN GURAMI STEVEN MICHAIL SUTIONO DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan Ke-IV Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

Seminar Nasional Tahunan Ke-IV Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan ANALISA KELULUSHIDUPAN DAN PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus Burchell, 1822) DENGAN PERENDAMAN REKOMBINAN GROWTH HORMONE (rgh) DAN VAKSIN Arya Nada 1, Fajar Basuki 2, Alfabetian Harjuno

Lebih terperinci

PERENDAMAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN KERAPU KERTANG (relgh) DENGAN DOSIS BERBEDA PADA IKAN KARDINAL TETRA (Paracheirodon axelrodi)

PERENDAMAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN KERAPU KERTANG (relgh) DENGAN DOSIS BERBEDA PADA IKAN KARDINAL TETRA (Paracheirodon axelrodi) PERENDAMAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN KERAPU KERTANG (relgh) DENGAN DOSIS BERBEDA PADA IKAN KARDINAL TETRA (Paracheirodon axelrodi) FIRMANSYAH SEPDELIANA KAMIL DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu spesies ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Harga jualnya, dalam kondisi hidup, di Indonesia

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE SANGKURIANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA MAYA FITRIANA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE SANGKURIANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA MAYA FITRIANA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE SANGKURIANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA MAYA FITRIANA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisis SDS-PAGE protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan gurami (roggh), ikan mas (rccgh) dan ikan kerapu kertang (relgh).

Lampiran 1 Hasil analisis SDS-PAGE protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan gurami (roggh), ikan mas (rccgh) dan ikan kerapu kertang (relgh). Lampiran 1 Hasil analisis SDS-PAGE protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan gurami (roggh), ikan mas (rccgh) dan ikan kerapu kertang (relgh). Keterangan : M = Marker 1 = protein rekombinan hormon pertumbuhan

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenil ikan gurami yang direndam dalam hormon pertumbuhan rekombinan dengan frekuensi berbeda

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenil ikan gurami yang direndam dalam hormon pertumbuhan rekombinan dengan frekuensi berbeda Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (1), 23 27 (2012) Pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenil ikan gurami yang direndam dalam hormon pertumbuhan rekombinan dengan frekuensi berbeda Growth and survival of

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN RECOMBINANT GROWTH HORMONE (rgh) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA NILA SALIN (Oreochromis niloticus)

PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN RECOMBINANT GROWTH HORMONE (rgh) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA NILA SALIN (Oreochromis niloticus) PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN RECOMBINANT GROWTH HORMONE (rgh) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA NILA SALIN (Oreochromis niloticus) The Effect of Time of Immersion Recombinant Growth Hormone

Lebih terperinci

Jurnal Sains Teknologi Akuakultur (2017) 1 (2): ISSN

Jurnal Sains Teknologi Akuakultur (2017) 1 (2): ISSN Jurnal Sains Teknologi Akuakultur (2017) 1 (2): 127-132 ISSN 2599-1701 Pengaruh Perendaman Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) pada Umur yang Berbeda dalam Hormon Pertumbuhan Rekombinan (Rgh) dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN GURAME YANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA PUSTIKA RATNAWATI

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN GURAME YANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA PUSTIKA RATNAWATI PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN GURAME YANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA PUSTIKA RATNAWATI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (2), (2012)

Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (2), (2012) Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (2), 132 140 (2012) Pertumbuhan, konversi dan retensi pakan, dan proksimat tubuh benih ikan sidat yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang melalui perendaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Robi Hendrasaputro, 2 Rully, dan 2 Mulis 1 robihendra40@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas ( Cyprinus carpio 2.2 Hormon Pertumbuhan ( Growth Hormone (GH))

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas ( Cyprinus carpio 2.2 Hormon Pertumbuhan ( Growth Hormone (GH)) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan mas merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting, dagingnya banyak disukai orang, mudah dipelihara, dapat memanfaatkan makanan buatan, relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau merupakan salah satu hasil perikanan pantai yang banyak disenangi masyarakat karena rasa dagingnya yang enak, terutama daging kepiting yang sedang bertelur,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih lobster air tawar yang merupakan hasil pemijahan dari satu set induk yang diperoleh dari tempat penjualan induk bersertifikat,

Lebih terperinci

Wisnu Hadi Triwinarso, Fajar Basuki*, Tristiana Yuniarti

Wisnu Hadi Triwinarso, Fajar Basuki*, Tristiana Yuniarti PENGARUH PEMBERIAN REKOMBINAN HORMON PERTUMBUHAN (rgh) MELALUI METODE PERENDAMAN DENGAN LAMA WAKTU YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN IKAN LELE VARIETAS SANGKURIANG Effect of Recombinant

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI cdna HORMON PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) MOCHAMAD SYAlFUDlN

ISOLASI DAN KARAKTERISASI cdna HORMON PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) MOCHAMAD SYAlFUDlN ISOLASI DAN KARAKTERISASI cdna HORMON PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) MOCHAMAD SYAlFUDlN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK MOCHAMAD SYAIFUDIN. Isolasi-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 21 III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011-Juni 2012. Pemeliharaan ikan dilakukan di Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan metabolisme di dalam tubuh, protein menyumbang paling besar kalori di dalam tubuh dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

Puguh Karisma Ferry Setyawan, Sri Rejeki*, Ristiawan Agung Nugroho

Puguh Karisma Ferry Setyawan, Sri Rejeki*, Ristiawan Agung Nugroho PENGARUH PEMBERIAN RECOMBINANT GROWTH HORMONE (rgh) MELALUI METODE PERENDAMAN DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP KELULUSHIDUPAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN NILA LARASATI (Oreochromis niloticus) Effect of

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

PERENDAMAN BENIH IKAN LELE DALAM LARUTAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG DENGAN KEPADATAN TINGGI HABIB FADHLAN TAMAMI

PERENDAMAN BENIH IKAN LELE DALAM LARUTAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG DENGAN KEPADATAN TINGGI HABIB FADHLAN TAMAMI PERENDAMAN BENIH IKAN LELE DALAM LARUTAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG DENGAN KEPADATAN TINGGI HABIB FADHLAN TAMAMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

PENENTUAN DOSIS HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG PADA LARVA IKAN LELE SANGKURIANG MELALUI PERENDAMAN RIYAN MAULANA

PENENTUAN DOSIS HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG PADA LARVA IKAN LELE SANGKURIANG MELALUI PERENDAMAN RIYAN MAULANA PENENTUAN DOSIS HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG PADA LARVA IKAN LELE SANGKURIANG MELALUI PERENDAMAN RIYAN MAULANA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Ebbin M. SIlalahi1 1, Prof.Dr.Ir.Usman M Tang.MS 2, Ir.Mulyadi M.Phil 3 ABSTRACT

Ebbin M. SIlalahi1 1, Prof.Dr.Ir.Usman M Tang.MS 2, Ir.Mulyadi M.Phil 3 ABSTRACT The Effect of Different doses of relgh (rekombinat Ephinephelus lanceolatus Growth Hormone) on Growth and Survival of Pomfret fish in Recirculation Systems Ebbin M. SIlalahi1 1, Prof.Dr.Ir.Usman M Tang.MS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Ikan Uji Persiapan Bahan Baku Biji Karet Komposisi TBBK Tidak Diolah TBBK Diolah

METODOLOGI Waktu dan Tempat Ikan Uji Persiapan Bahan Baku Biji Karet Komposisi TBBK Tidak Diolah TBBK Diolah METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober sampai Desember 2010 yang bertempat di Laboratorium Lapangan dan Teaching Farm Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium Hasil analisis kandungan madu menunjukkan bahwa kadar flavonoid dan kalium tertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keyword: Cromileptes altivelis, recombinant growth hormone, immersion. Riau

ABSTRAK. Keyword: Cromileptes altivelis, recombinant growth hormone, immersion. Riau PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN BENIH KERAPU TIKUS (Cromileptes altivelis) DENGAN PEMBERIAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN (rgh) MELALUI METODE PERENDAMAN DOSIS BERBEDA The Growth and Survival Rate of Giant

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, KKP RI Jl. Raya Pecaron, PO Box 5 Panarukan, Situbondo

Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, KKP RI Jl. Raya Pecaron, PO Box 5 Panarukan, Situbondo RESPONS PERTUMBUHAN DAN EKSPRESI GEN UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKAN KERAPU KERTANG Siti Subaidah *),**), Odang Carman ***), Komar Sumantadinata

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii)

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) 697 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda... (Reza Samsudin) EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidat dikenal sebagai ikan katadromous yaitu memijah di laut, tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Sidat dikenal sebagai ikan katadromous yaitu memijah di laut, tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sidat dikenal sebagai ikan katadromous yaitu memijah di laut, tumbuh dan berkembang di air tawar dan setelah dewasa akan kembali ke laut untuk memijah. Di Negara maju

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Budidaya perikanan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk

PENDAHULUAN. Budidaya perikanan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya perikanan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi perikanan pada masa kini dan mendatang. Sampai saat ini usaha budidaya perikanan sudah

Lebih terperinci

UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT. (Cromileptes altivelis)

UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT. (Cromileptes altivelis) BIOAVAILABILITY Fe-TEPUNG DARAH UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT DAYA TAHAN TUBUH IKAN KERAPU (Cromileptes altivelis) Peneliti: 1. Mia Setiawati, MSi 2. Sri Nuryati, MSi 3. Prof. Ing Mokoginta (tahun ke-3)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Manis

0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Manis Biomassa (gram) 250 200 150 100 50 226,45 209,82 212,90 211,08 210,93 74,96 79,07 73,83 74,82 79,61 Biomassa Awal Biomassa Akhir 0 0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Tabel 3 pengamatan selama

Lebih terperinci

Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda

Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 215 Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda Mulis mulis.gorontalo@gmail.com Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru.

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan budidaya ikan air tawar. Lele masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru. Lele masamo diperoleh

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Gambar 1 menunjukkan adanya penambahan bobot rata-rata pada ikan uji. Penambahan bobot akhir rata-rata dari bobot awal rata-rata pada perlakuan pakan RUSNAS sebesar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci