II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Myonecrosis Virus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Myonecrosis Virus"

Transkripsi

1 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Myonecrosis Virus Infectious myonecrosis virus (IMNV) adalah virus yang menyebabkan penyakit IMN (infectious myonecrosis) pada udang penaeid. IMNV biasa menyerang udang penaeid, yaitu L. vannamei (natural infections), Pennaeus stylirostis dan Pennaeus monodon (experimental infectious) (OIE 2009). IMNV berasal dari family totiviridae (totivirus), genus Giardiavirus (Walker and Winton 2010), memiliki genom tidak bersegmen ds-rna (double stranded-rna), 7560 bp dan kapsid berbentuk isometrik (Tang et al. 2008). Partikel IMNV berbentuk ikosahedral berdiameter 40 nm (OIE 2007). Sebagian besar famili Totiviridae memiliki kekurangan dalam mentransmisikan (menyebarkan) virion melalui media ekstraseluler dalam siklus hidupnya (Lightner et al. 2004). Kebanyakan, penyebarannya melalui vertikal di dalam sel atau horizontal dengan hypal anastomiasis kecuali GLV dan IMNV. IMNV merupakan satu-satunya virus dari famili Totiviridae yang diketahui menyebabkan penyakit pada inangnya (Tang et al. 2008). Krustasea adalah inang bagi virus IMNV terutama udang-udang penaeid. Infeksi oleh IMNV pada udang vaname (L.vannamei) menyebabkan mortalitas yang tinggi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan (Lightner et al. 2004). Namun infeksi IMNV pada udang P. monodon dan P. stylirostris tidak menimbulkan kematian (Tang et al. 2005). Dampak yang besar dari penyakit IMN adalah infeksi yang terjadi pada stadia juvenil 2-3 g (Coelho et al. 2009) dan juga pada udang dewasa hingga 12 g (Nunes et al. 2004). Tambak udang yang terserang IMNV menunjukkan sejumlah tanda-tanda kelainan pada udang, diikuti oleh kematian yang signifikan pada juvenil maupun udang dewasa yang dipelihara. Gejala klinis yang ditunjukkan bisa hanya satu tanda saja atau lebih. Udang yang terinfeksi mengalami kematian sebelum siap panen. Udang yang terserang dalam bentuk akut, menunjukkan macam tingkatan nekrosis pada otot rangka, terlihat seperti buram, discolourasi warna keputih-putihan pada abdomen. Udang bertahan hidup menuju ke fase kronis dengan tingkat kematian rendah secara presisten (tetap dan terus-menerus)

2 8 (Walker and Winton 2010). Tingkat kematian yang ditimbulkan penyakit IMN pada udang vaname budidaya berkisar antara 40-70%. Nilai FCR pada udang yang terinfeksi IMNV mengalami kenaikan dari FCR normal, yaitu berkisar atau bahkan lebih (OIE 2009). Organ target atau jaringan inang yang terinfeksi terjadi pada striated muscles (otot skeletal), jaringan konektif, hemosit dan sel parenkimal organ limfoid (OIE 2007). Gejala klinis penyakit IMN dapat dilihat secara visual seperti pada Gambar 1, yaitu terlihat berwarna putih pada bagian ototnya mengakibatkan otot kehilangan transparansi. Warna putih pada otot merupakan nekrosis pada otot skeletal akibat infeksi IMNV (Poulos et al. 2006). Gejala klinis lain dapat dilihat melalui histologi jaringan otot atau organ limfoid dengan pewarnaan haematoxylin-eosin (Gambar 2). Pada histologi jaringan otot ditemukan badan inklusi basophilic tunggal maupun berganda pada sitoplasma di dekat nukleus (Tang et al. 2005), dapat pula ditemukan berupa gumpalan nekrosis yang multifocal pada jaringan otot tersebut. Sedangkan pada histologi organ limfoid ditemukan hipertropi sel limfoid yang berupa akumulasi lymphoid organ speroids (LOS)( (Andrade et al. 2008). Beberapa udang vaname yang mampu bertahan hidup dalam populasi yang telah terinfeksi dapat menjadi pembawa IMNV sepanjang hidupnya, dan meskipun tidak terdokumentasi secara ilmiah, dapat dipercaya virus ditularkan pada keturunannya dengan transmisi secara vertikal (OIE 2009). Transmisi IMNV dapat terjadi secara horizontal maupun vertikal. Transmisi secara horizontal terjadi dari udang ke udang lainnya melalui kanibalisme. Transmisi secara vertikal terjadi dari induk pada telur ataupun dapat terjadi melalui air, dengan mengkotaminasi telur hasil pemijahan. Prevalensi IMNV dapat mencapai 100% pada daerah dimana virus tersebut merupakan enzootik dalam tambak udang vaname (Walker and Winton 2010).

3 9 A B Keterangan : Nekrosis pada otot udang yang terserang IMN di tambak (A); Nekrosis pada udang eksperimen yang diinjeksi IMNV (atas) dan normal (bawah) (B); tanda panah menunjukkan nekrosis Gambar 1. Gejala klinis (visual) IMN pada udang vaname (Poulos et al. 2006) A B C D Keterangan : Histologi jaringan otot terinfeksi IMNV dengan pewarnaan haematoxyline-eosin, Coelho et al. (2006)(A), Andrade et al. (2008)(B); Organ limfoid udang terinfeksi IMNV (Andrade et al. 2008),dengan pewarnaan haematoxyline-eosin (C), dengan in situ hybridization (ISH) (D), tanda panah menunjukkan probe positif IMNV; skala bar 50 µm Gambar 2. Histologi jaringan otot dan organ limfoid udang terinfeksi IMNV

4 10 Pengaruh suhu dan salinitas merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan pada terjadinya infeksi penyakit ini, Diperlukan pengontrolan yang ketat walaupun sampai saat ini belum terdapat data eksperimen yang menunjang. Penggunaan vaksin dan kemoterapi telah dilaporkan tidak efektif untuk penyakit ini (OIE 2009). Sejumlah tindakan pencegahan dan pengobatan masih terus dilaporkan dan selalu mengalami perkembangan. 2.2 Sistem Imunitas Udang Sistem imun adalah gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Resistensi dapat dilihat dari kelangsungan hidup maupun respons imun yang diberikan berupa reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya (Baratawidjaja 2006). Sistem imun pada udang masih primitif (tidak memiliki sel memori), berbeda dengan vertebrata yang mempunyai antibodi spesifik atau komplemen. Invertebrata seperti udang tidak mempunyai immunoglobulin yang berperan dalam mekanisme kekebalan tubuh. Respons imun ini dasar utamanya pada aktivitas sel darah atau hemosit, dimana faktor imunoreaktif disimpan dalam keadaan inaktif dan dihasilkan ketika terjadi stimulasi oleh serangan asing (Soderhall and Cerenius 1992). Hemosit memainkan peran pokok dalam sistem imun. Mereka merubah partikel asing dalam haemocoel dengan fagositosis, enkapsulasi dan pengumpulan nodular. Hemosit juga memegang bagian dalam penanganan gumpalan luka seluler dan pengenalan proses koagulasi melalui pembentukkan faktor yang dibutuhkan bagi pembekuan plasma, pembawa dan pembentuk dalam sistem propo (prophenoloxidase). Mereka juga terlibat dalam sintesis dan pembongkaran pada molekul penting hemolim, seperti α2-macroglobulin (α2m), aglutinin dan peptide antibacterial (Rodriguez and Moullac 2000). Evaluasi ekspresi respons imun pada udang dapat diamati dari parameter seluler dan humoral, yaitu hemogram, intermediet radikal oksigen (ROIs) selama kejadian post-phagositosis dan aktivitas PO (phenoloxidase) yang dinilai

5 11 potensial. Hemogram terdiri dari total haemocyte count (THC) dan differential haemocyte count (DHC). Terdapat 3 jenis sel hemosit pada udang penaeid, yaitu sel hialin (haemocyte agranular), large granular haemocyte dan small granular haemocyte (Rodriguez and Moullac 2000). Sel hialin berukuran 6-13 µm, memiliki perbandingan inti lebih besar dari sitoplasma dan memiliki sedikit granul sub-mikron. Semi-granular memiliki ukuran µm, merupakan sel dengan perbandingan inti lebih sedikit dari sitoplasma dan memiliki granul sub-mikron dan mikron serta adanya granul refractile. Semi-granular memiliki kemampuan mengenali dan merespons partikel unsur atau molekul asing atau dikenal sebagai sel aktif dalam enkapsulasi. Sel granular berukuran µm, merupakan sel dengan perbandingan inti lebih rendah dari sitoplasma berisi butiran halus dan bertanggung jawab dalam mengaktifkan sistem propo (Ramu dan Zakaria 2000). Sel semi-granular dan granular melakukan fungsi sistem propo sedangkan sel hialin melakukan fagositosis dalam sistem imunitas krustasea (Wang dan Chen 2006). Parameter humoral, dapat diamati dari aktifitas plasma antibakterial dan konsentrasi plasma protein mencakup phenoloxidase, prophenoloxidase, lektin dan aglutinin yang dapat dipertimbangkan sebagai kriteria dalam status kesehatan (Rodriguez and Moullac 2000). Sistem pertahanan seluler dan humoral bekerja sama memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi pathogen. ProPO diaktifkan oleh PPA (prophenoloxidase activating enzyme). PPA bisa diaktifkan oleh adanya lipopolisakarida. ProPO dan PPA merupakan protein yang berlokasi di granular sel hemosit. Akibat dari pengaktifan propo menjadi PO dihasilkan protein faktor opsonin yang merangsang fagositosis hialosit (Johansson dan Soderhall 1989). Sirkulasi hemosit dalam sistem pertahanan udang berperan penting tidak hanya secara langsung dalam menghambat dan membunuh agen infeksi tetapi juga secara tidak langsung melalui sintesis dan eksositosis sejumlah molekul bioaktif. Faktor-faktor yang berperan penting dalam respons terhadap partikel asing pada mekanisme sistem pertahanan tubuh udang diperlihatkan pada Gambar 3 (Smith et al. 2003).

6 12 Gambar 3. Mekanisme sistem pertahanan krustasea (Smith et al. 2003) 2.3 Imunostimulan Semakin berkembangnya pemahaman mengenai sistem imunitas pada tubuh dalam meningkatkan ketahanan tubuh dari berbagai serangan penyakit, maka semakin berkembang pula penelitian mengenai komponen yang dapat mempengaruhi respons imun. Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan. Obat golongan imunomodulator bekerja menurut tiga cara, yaitu melalui imunorestorasi, imunostimulasi dan imunosupresi. Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut imunopotensiasi (up regulation) sedangkan imunosupresi disebut down regulation. Imunorestorasi adalah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti immunoglobulin dalam bentuk ISG (immune serum globulin), HSG (hyperimmune serum globulin) dan transplantasi sumsum tulang. Imunostimulasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem imun (imunostimulan). Bahan-bahan yang dapat merubah respons imun, biasanya berfungsi untuk meningkatkan respons imun disebut BRM (biological response modifier). Imunostimulan terdiri dari biologik dan sintetik, bahan biologik seperti

7 13 sel bakteri dan bahan asal jamur sedangkan sintetik contohnya levamisol. Imunosupresi adalah suatu tindakan untuk menekan repons imun. Kegunaannya terutama pada kasus transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun atau auto-inflamasi (HTA 2004) Rumput Laut Salah satu kekayaan alam laut yang mulai banyak dikembangkan sebagai makanan kesehatan, obat-obatan dan imunostimulan adalah alga/rumput laut (Bansemir et al. 2006). Rumput laut atau seaweeds digolongkan ke dalam divisi Thallophyta dengan empat kelas besar, yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat), Rhodophyceae (alga merah) dan Cyanophyceae (alga hijau biru). Rumput laut sudah lama dikenal di Indonesia sebagai makanan dan obat tradisional. Beberapa rumput laut yang telah dibudidayakan di Indonesia adalah Gracilaria verrucosa, G. gigas, G. lichenoides, G. confervoides, Eucheuma denticulatum dan Kapaphycus alvarezii (Anggadiredja et al. 1996). Metabolit primer dari rumput laut, umumnya merupakan senyawa polisakarida dan bersifat hidrokoloid seperti karagenan, agar, alginat digunakan sebagai senyawa additive dalam industri farmasi. Metabolit primer asam-asam amino sebagai sumber gizi, serta metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioactive substances dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai obat (Angadiredja et al. 1996). Newman (2003) menyatakan rumput laut diketahui sebagai sumber senyawa bioaktif yang memiliki berbagai karakteristik metabolit sekunder yang bersifat antiviral, cytostatic, anthelmintic, antifungal dan aktifitas antibakteri dan telah terdeteksi terdapat pada alga hijau, alga coklat dan alga merah. Wijesekara et al. (2011) dalam makalahnya menuliskan bahwa dinding sel dari alga laut kaya akan polisakarida sulfat (SPs) seperti fucoidan dalam alga coklat, karagenan dalam alga merah dan ulvan dalam alga hijau. Polisakarida sulfat menghasilkan banyak bioaktif yang menguntungkan seperti anti koagulan, antiviral, anti oksidatif, anti kanker dan modulasi sistem imun. Alga laut adalah sumber penting polisakarida sulfat non-hewani yang memiliki struktur kimia

8 14 bervariasi tergantung dari masing-masing spesies alga. Kadar sulfat dan distribusi kelompok sulfat sebagai unsur pokok polisakarida memainkan peranan penting dalam aktivitas antiviral dari polisakarida sulfat. Struktur kimia polisakarida secara umum dalam tiga jenis alga yang menggambarkan distribusi sulfat diperlihatkan pada Gambar 4, 5 dan 6. Gambar 4. Struktur kimia fucoidan pada alga coklat (Wijesekara et al. 2011). Gambar 5. Struktur kimia karagenan pada alga merah (Wijesekara et al. 2011) Gambar 6. Struktur kimia ulvan pada alga hijau (Wijesekara et al. 2011) Beberapa penelitian mengenai pemanfaatan rumput laut sebagai imunostimulan dan juga sebagai antiviral, diantaranya adalah perendaman Litopenaeus vannamei dalam ekstrak hangat Gracilaria tenuistipitata menunjukkan peningkatan resistensi udang terhadap Vibrio alginolyticus dan

9 15 meningkatkan parameter imunitas udang, hal tersebut mengindikasikan adanya pengaruh proteksi pada udang yang terinfeksi V. alginolyticus (Yeh and Chen 2009). Polisakarida dari beberapa spesies rumput laut dapat menstimulasi aktifitas respiratory burst dari fagosit turbot, yaitu proses yang berperan penting dalam membunuh mikroba (Castro et al. 2006). Pemberian secara oral ekstrak fucoidan dari Sargassum polycystum dapat mengurangi dampak infeksi WSSV pada P. monodon (Chotigeat et al. 2004). Polisakarida dari alga hijau Acrosiphonia orientalis yang diberikan secara oral selama 14 hari dapat mempertinggi jumlah total hemosit, diferensial hemosit, aktivitas phenoloxidase dan kelangsungan hidup P. monodon yang diinfeksi WSSV (Manilal et al. 2009) Kappa-karagenan Karagenan menurut Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi (FTP UGM 2002) adalah bahan tambahan makanan yang digunakan untuk memperbaiki tekstur, diekstraksi dari ganggang merah Rhodophyceae, disusun dari unit-unit galaktosa sulfat yang bersifat polianion. Karagenan dibedakan berdasarkan posisi dan jumlah gugus sulfat yang diikat oleh unit digalaktan. Polimer karagenan memiliki berat molekul antara Da. Karagenan akan bereaksi dengan protein dalam suatu medium asam atau dengan adanya Ca. Karagenan adalah polisakarida bersulfat yang diisolasi dari alga merah laut yang sudah sangat luas pemanfaatannya sebagai food additives seperti emulsifier, stabilizer dan pengental. Struktur kompleks polisakarida sulfat telah menunjukkan penghambatan terhadap replikasi envelope virus termasuk jenis flavivirus, togavirus, arenavirus, rhabdovirus, orthopoxvirus dan juga family herpesvirus (Wijesekara et al. 2011). Dalam tulisannya Wijesekara et al. (2011) menyatakan bahwa struktur kimia kandungan sulfat, bobot molekul, unsur pokok gula-gula, penyesuaian dan dynamic stereochemistry adalah faktor yang menentukan aktifitas antiviral pada polisakarida sulfat. Turunan polisakarida sulfat seperti karagenan, fucoidan dan rhamnogalaktan sulfat memiliki daya hambat dalam masuknya envelope virus termasuk herpes virus dan HIV ke dalam sel. Bahkan beberapa fraksi yang lain, memiliki efek virusidal dan aktifitas enzim

10 16 penghambat pembentukan formasi syncytium. Anionic charges dalam kelompok sulfat diduga efektif dalam menghambat aktifitas enzim reverse transcriptase pada virus (Wijesekara et al. 2011). Karagenan dalam alga merah, juga diketahui mampu memicu lekosit tikus untuk memproduksi TNF-α sebagai respon terhadap lipopolisakarida bakteri (Ogata et al. 1999). Walaupun demikian beberapa tipe dari karagenan terlihat merusak fungsi dari makrofag (Schmidt et al. 1993). Evaluasi aktivitas antivirus polisakarida sulfat dari ekstrak rumput laut Undaria pinnatifida, Splachnidium rugosum, Gigartina atropurpurea dan Plocamium cartilagineum melawan HSV-1 dan HSV-2. Ekstrak ini menunjukkan potensi aktivitas antiviral ketika ditambahkan selama jam pertama infeksi viral tetapi inaktif ketika ditambahkan setelahnya. Selain itu, polisakarida sulfat dari alga merah juga mampu menghambat secara invitro dan invivo infeksi dari flavivirus seperti demam berdarah dengue dan yellow fever virus. Hasil Dalam banyak studi, aktifitas antiviral polisakarida sulfat telah diperlihatkan dengan reduksi plaq dan atau oleh assay penghambatan pertumbuhan virus. Terdapat sejumlah keuntungan lebih lainnya dari bahan antiviral ini, seperti biaya produksi yang murah, memiliki spektrum antivirus yang luas, cytotoxicity rendah, relatif aman dan dapat diterima luas, mengakibatkan polisakarida sulfat dari ekstrak alga laut, seperti karagenan berpeluang sebagai kandidat obat di masa mendatang (Wijesekara et al. 2011). Komponen utama karagenan adalah 1,3-ikatan α-d-galaktosa dan 1,4-ikatan 3,6-anhydro β-d-galaktosa dengan empat sulfat dalam sub unit glukosa pada k-karagenan, 4 sulfat dalam sub unit glukosa dan 2 sulfat dalam sub unit 3,6 anhydrogalaktosa pada і-karagenan, dan dengan alternatif 2 sulfat 1,3-ikatan α-d Galaktosa dan 2,6-disulfat 1,4-ikatan β-d-galaktosa sebagai tulang punggung λ-karagenan (Renn 1997). Komponen kimia polisakarida sulfat dalam setiap 100 g bobot kering, yang berasal dari k-karagenan (E.cottonii) memiliki kandungan total gula sebesar 72.00±3.66g, kandungan sulfat sebesar 17.90±0.05g dan protein sebesar 1.1±0.31g (Rocha de sauza et al. 2007). Nilai rata-rata kadar sulfat tepung karagenan yang ditetapkan FAO dan FDA sebagai standar adalah berkisar antara 15-40%. Rendahnya kandungan kadar sulfat pada beberapa produk karagenan, (antara %) dari standar yang ditetapkan, kemungkinan

11 17 disebabkan oleh logam alkali K + dari KCl dapat mengkatalis hilangnya gugus sulfat menjadi 3.6 anhydrogalaktosa. Kandungan sulfat dalam tepung karagenan juga dipengaruhi oleh perlakuan selama proses ekstraksi, yaitu semakin kecil kandungan sulfat, semakin kecil pula viskositasnya ( cps) dan kekuatan gelnya tinggi ( g cm -2 ) (Komariah et al. 2007).

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan komoditas penting yang harus dikembangkan, karena permintaan konsumsi dalam maupun luar negeri cukup tinggi. Pemerintah telah mencanangkan budidaya udang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Parameter Imun Udang Vaname diberi Dosis Kappa-Karagenan Berbeda Parameter imun udang vaname yang diamati untuk mengetahui pengaruh pemberian k-karagenan yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sintasan Sintasan atau kelangsungan hidup merupakan persentase udang yang hidup pada akhir pemanenan terhadap jumlah ikan saat ditebar. Sintasan merupakan parameter utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Sintasan Sintasan pada penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yakni setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV selama 12 hari. Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo (C. gariepinus). Ikan ini memiliki pertumbuhan yang cepat,

BAB I PENDAHULUAN. adalah lele dumbo (C. gariepinus). Ikan ini memiliki pertumbuhan yang cepat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang memiliki potensi budidaya yang menjanjikan di Indonesia. Berbagai macam ikan dapat dibudidayakan, terutama ikan air tawar yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat sekitar 2500 jenis senyawa bioaktif dari laut yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi, dan 93 % diantaranya diperoleh dari rumput laut (Kardono, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Imun Tubuh Udang

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Imun Tubuh Udang TINJAUAN PUSTAKA Sistem Imun Tubuh Udang Sistem pertahanan tubuh utama pada udang terdiri dari dua bagian yaitu sistem pertahanan tubuh seluler dan sistem pertahanan humoral. Sistem pertahanan seluler

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan yang terdiri dari rawa, sungai, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Kekayaan alam ini sangat potensial

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Imun Udang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Imun Udang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Imun Udang Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Sedangkan sistem imun merupakan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii)

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii) Rumput laut (Sea weed) adalah ganggang berukuran besar atau macro algae yang merupakan tanaman tingkat rendah atau termasuk dalam devisi

Lebih terperinci

pakan -1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan

pakan -1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan 77 PEMBAHASAN UMUM Budidaya udang vaname mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia untuk dikembangkan. Udang ini diimpor ke Indonesia pada tahun 2000 dengan alasan untuk mengganti udang windu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi udang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi udang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas unggulan di bidang perikanan baik dalam skala nasional maupun global. Berdasarkan data Kementerian Kelautan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Udang Vaname Klasifikasi udang vaname menurut (Effendie, 1997) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 11 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada Januari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Februari 2012. Pemeliharaan dan pemberian perlakuan serta analisa parameter

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pertahanan Tubuh Udang Mekanisme pertahanan pada krustasea sebagian besar bergantung pada selsel darah dan proses hemolim. Darah udang tidak mengandung haemoglobin, sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini memiliki dampak besar bagi kesehatan masyarakat dan diperkirakan hampir 50 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk.,

I. PENDAHULUAN. dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk., I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi kelautan dari sektor budidaya yang sudah banyak diminati untuk dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk., 2013a). Meskipun usaha

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

B. KARAKTERISTIK VIRUS

B. KARAKTERISTIK VIRUS BAB 9 V I R U S A. PENDAHULUAN Virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis penting karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas air tawar yang

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas air tawar yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas air tawar yang mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah serta pemerhati masalah perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

KO-INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS (IMNV) DAN Vibrio harveyi PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) ANWAR HASAN

KO-INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS (IMNV) DAN Vibrio harveyi PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) ANWAR HASAN KO-INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS (IMNV) DAN Vibrio harveyi PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) ANWAR HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI SUMBER

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Parameter pada penelitian pembesaran ikan lele ini meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, perhitungan jumlah bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang digemari masyarakat Indonesia dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Hal inilah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan tawes (Barbonymus gonionotus) termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebar luas di Indonesia, namun penelitian dan pemanfaatan lumut ini

BAB I PENDAHULUAN. tersebar luas di Indonesia, namun penelitian dan pemanfaatan lumut ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lumut hati (Marchantia polymorpha L.) merupakan tumbuhan yang tersebar luas di Indonesia, namun penelitian dan pemanfaatan lumut ini masih sangat kurang. Kandungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua karena infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup tinggi karena sebagian besar kawasannya berupa perairan. Nontji (2002)

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup tinggi karena sebagian besar kawasannya berupa perairan. Nontji (2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya laut yang cukup tinggi karena sebagian besar kawasannya berupa perairan. Nontji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang kompleks dan berlapis-lapis dalam menghadapi invasi patogen yang masuk seperti bakteri, jamur, virus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya perikanan banyak diminati masyarakat untuk meningkatkan pendapatan serta memperoleh keuntungan yang cukup banyak. Salah satu budidaya ikan yang bisa dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur merupakan sumber terbesar dari produk baru dalam bidang farmasi. Lebih dari itu, jamur memiliki peranan penting dalam pengobatan modern, itu menunjukkan sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu dampak negatif perkembangan zaman yang begitu pesat saat ini adalah adanya pergeseran pola makan, dari pola makan yang seimbang dan alami menjadi pola makan

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati sangat besar dan beragam, salah satunya adalah rumput

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Demikian juga tubuh manusia yang diciptakan dalam keadaan

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Demikian juga tubuh manusia yang diciptakan dalam keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah SWT memiliki kekuasaan yang mutlak untuk mengatur dan menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dalam keadaan seimbang. Demikian juga tubuh manusia

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia banyak mengandung berbagai jenis patogen, misalnya bakteri, virus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh dapat dilawan dengan adanya sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Pada saat fungsi dan jumlah sel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, jamur, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan satu atau lebih virus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati flora dan fauna. Kondisi iklim tropis dan berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati flora dan fauna. Kondisi iklim tropis dan berbagai jenis I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati flora dan fauna. Kondisi iklim tropis dan berbagai jenis tanah, termasuk banyaknya ragam tumbuhan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perlakuan Penelitian II. BAHAN DAN METODE Rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan masing-masing 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat produksi sekitar 30% dari total suplai udang dunia. Tingginya produksi tersebut adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan berbagai virus atau antigen spesifik lainnya dewasa ini sangat perlu mendapat perhatian serius.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menginfeksi pada hewan dan manusia dengan prevalensi yang bervariasi (Soulsby, 1982). Hospes

Lebih terperinci

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km dan memiliki keanekaragaman hayati laut berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci