PENGGUNAAN KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT VIBRIOSIS PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI KARAMBA JARING APUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGUNAAN KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT VIBRIOSIS PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI KARAMBA JARING APUNG"

Transkripsi

1 PENGGUNAAN KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT VIBRIOSIS PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI KARAMBA JARING APUNG DUTA ENGGARTYASTO DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Kappa- Karagenan sebagai Imunostimulan untuk Pengendalian Penyakit Vibriosis pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei di Karamba Jaring Apung adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Nopember 2016 Duta Enggartyasto NIM C

4 ABSTRAK DUTA ENGGARTYASTO. Penggunaan Kappa-karagenan sebagai Imunostimulan untuk Pengendalian Penyakit Vibriosis pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei di karamba jaring apung. Dibimbing oleh MUNTI YUHANA dan IRZAL EFFENDI. Kondisi lingkungan laut yang berubah-ubah di karamba jaring apung membuat respon imun udang menurun dan mengalami stres, sehingga potensi udang terserang penyakit vibriosis meningkat. Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi dalam marine-based aquaculture sangat sulit dilakukan karena berada pada wadah yang sulit untuk dikontrol. Penggunaan antibiotik untuk mencegah penyakit ini telah dibatasi penggunaannya karena membuat banyak jenis bakteri di alam menjadi resisten. Salah satu alternatif ramah lingkungan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah dengan menggunakan imunostimulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kappa-karagenan untuk pencegahan infeksi bakteri Vibrio harveyi pada udang vaname (Litopenaeus vannamei). Penelitian ini terdapat dua perlakuan yaitu, kontrol (K) tidak diberi kappa-karagenan dan (F) skema 14 hari pemberian pakan yang disalut dengan kappa-karagenan 15 g/kg pakan dan 7 hari tanpa pemberian kappa-karagenan yang dilakukan dalam tiga periode. Parameter yang diamati meliputi total haemocyte count (THC), aktivitas fagositik (AF), phenoloxydase activity (PO), respiratory burst activity (RB), tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan spesifik (LPS), dan feed conversion rate (FCR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah perlakuan dengan pemberian kappa-karagenan menunjukkan laju pertumbuhan spesifik (9.59±0.01 %) dan feed conversion rate (1.77±0.09) yang lebih baik dan berbeda nyata (P<0.05) dengan kontrol. Selain itu, setelah udang di infeksi Vibrio harveyi perlakuan dengan pemberian kappakaragenan menghasilkan nilai yang lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0.05) pada respon imun dan kinerja produksi. Nilai yang didapat yaitu THC (31.41±10.95 sel ml -1 ), AF (52±6 %), PO (0.339±0.047), TKH (77±6 %), LPS (0.72±0.01 % hari -1 ), dan FCR (10.99±2.24) yang lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan kontrol positif (KP). Kata kunci: Litopenaeus vannamei, imunostimulan, kappa-karagenan, Vibrio harveyi, respon imun.

5 ABSTRACT DUTA ENGGARTYASTO. The use of kappa-karagenan as immunostimulan for control vibriosis disease in vaname shrimp (Litopenaeus vannamei) in floating net cage. Supervised by MUNTI YUHANA and IRZAL EFFENDI. The fluctuated of marine environmental condition in floating net cage cause the decrease of immunity response and stress in shrimp, thus the possibility of vibriosis in shrimp shall increase. The disease control caused by the pathogenic Vibrio harveyi in marine-based aquaculture is very difficult due to uncontrollable environmental condition. The use of antibiotic to prevent the disease has been restricted since the wide spread antibiotics resistancy among pathogenic bacteria. One of the alternatives that can be done to prevent this disease is by applying the immunostimulan. This study aimed to determine the effectiveness of kappacarrageenan for the prevention of infection of Vibrio harveyi in vaname shrimp (Litopenaeus vannamei). Two treatments in the experiment were done before the challenge test, i.e. the control (K) without kappa-carragenan and (F) treatment applying 14 day feeding scheme of feed coated with kappa-carragenan 15 g/kg feed and 7 days without kappa-carragenan, these feeding supplementation scheme was carried out repeatedly for 63 days (3 times of repetition). Parameters observed included the total haemocyte count (THC), the index phagocytic (IF), the phenoloxydase activity (PO), the respiratory burst activity (RB), the survival rate (SR), the specific growth rate (SGR), and the feed conversion rate (FCR). The results after kappa-carragenan treatment showed that the specific growth rate (9.59±0.01 %) and feed conversion rate (1.77±0.09) of shrimp fed by supplemented feed were higher and significantly different (P<0.05) than of those controls. In addition, after the challenge test of Vibrio harveyi, shrimp with kappa-carragenan treatment showed higher values and significantly different (P<0.05) in immune response parameters as well as in the culture performance. The values of total haemocyte count (31.41±10.95 cell ml -1 ), index phagocytic (52±6 %), phenoloxydase (0.339±0.047), survival rate (77±6 %), specific growth rate (0.72±0.01 % day -1 ), and feed conversion rate (10.99±2.24) were higher and significantly different (P<0.05) than those of control (KP). Keyword: Litopenaeus vannamei, immunostimulant, kappa-carragenan, Vibrio harveyi, immune response.

6

7 PENGGUNAAN KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT VIBRIOSIS PADA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI KARAMBA JARING APUNG DUTA ENGGARTYASTO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8

9

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat ridho dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penggunaan Kappa-Karagenan sebagai Imunostimulan untuk Pengendalian Penyakit Vibriosis pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei di karamba jaring apung. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Munti Yuhana, SPi, MSi dan Bapak Dr Ir Irzal Effendi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, motivasi, saran, semangat, dan masukan ilmu sehingga proses penyususnan skripsi dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Ayahanda Wahyu Hudyanto, SSt (alm.) dan Ibunda Maryamah atas do a, kerja keras, motivasi, semangat, perhatian, pengertian, dukungan moril maupun materil, dan seluruh kasih sayang yang tak henti diberikan kepada penulis untuk terus menggapai cita-cita. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kakak tercinta Nova Rianty Wulan Dini yang telah memberikan Do a, semangat, dan kasih sayang, perhatian, dan pengertian sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S1. Terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada teman seperjuangan Harshelly Valianti, Khoirul Umam, Mohhamad Sapta Juhdi, Abdurrahman Taufik, Savni Retalia Sababalat, Kak Vika (Shavika Miranti), dan rekan BDP 49 yang telah banyak membantu menyumbangkan tenaga dan pikiran dari awal penelitian hingga selasainya penulisan skripsi ini. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada pengelola beasiswa BIDIKMISI karena telah memberikan sumbangan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sampai akhir di Institut Pertanian Bogor. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan ilmu dan informasi bagi pembaca. Bogor, Nopember 2016 Duta Enggartyasto C

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 METODE 3 Waktu dan Tempat 3 Materi Uji 3 Rancangan Percobaan Uji In Vivo (Skala Lapangan) 3 Rancangan Percobaan Uji Tantang 4 Skema Penelitian 5 Parameter Uji 5 Kualitas Air 8 Analisis Data 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Hasil 8 Pembahasan 13 KESIMPULAN DAN SARAN 17 Kesimpulan 17 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 17 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 27

12 DAFTAR TABEL 1 Rancangan perlakuan selama masa pemeliharaan di karamba jaring apung, Kepulauan Seribu 4 2 Rancangan perlakuan uji tantang udang vaname dengan Vibrio harveyi. 5 3 Kinerja produksi (TKH, LPS bobot, dan FCR) udang vaname setelah perlakuan dan setelah uji tantang kualitas air di karamba jaring apung selama masa pemeliharaan udang vaname. 13 DAFTAR GAMBAR 1 Skema masa pemeliharaan udang, aklimatisasi, dan uji tantang. 5 2 Total hemocyte count udang vaname setelah perlakuan dan setelah uji tantang. 9 3 Aktivitas fagositik udang vaname setelah perlakuan dan setelah uji tantang Aktivitas phenoloxydase udang vaname setelah perlakuan dan setelah uji tantang Aktivitas respiratory burst pemeliharaan udang vaname setelah perlakuan dan setelah uji tantang. 12 DAFTAR LAMPIRAN 1 Anova tingkat kelangsungan hidup udang vaname sebelum uji tantang Anova dan uji lanjut Duncan untuk Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) udang vaname sebelum uji tantang Anova dan uji lanjut Duncan untuk Feed Conversion Rate (FCR) udang vaname sebelum uji tantang Anova dan uji lanjut Duncan untuk tingkat kelangsungan hidup udang vaname setelah uji tantang Anova dan uji lanjut Duncan untuk Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) udang vaname setelah uji tantang Anova dan uji lanjut Duncan untuk Feed Conversion Rate (FCR) udang vaname setelah uji tantang Anova dan uji lanjut Duncan untuk respon imun total haemocyte count (THC) sebelum uji tantang, H+1 setelah uji tantang, dan H+10 setelah uji tantang Anova dan uji lanjut Duncan untuk respon imun aktivitas fagositik (AF) sebelum uji tantang, H+1setelah uji tantang, dan H+10 setelah uji tantang Anova dan uji lanjut Duncan untuk respon imun phenoloxydase (PO) sebelum uji tantang, H+1 setelah uji tantang, dan H+10 setelah uji tantang Anova dan uji lanjut Duncan untuk respon imun respiratory burst (RB) sebelum uji tantang, H+1 setelah uji tantang, dan H+10 setelah uji tantang. 26

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Udang putih atau udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan komoditas unggulan produksi perikanan Indonesia. Udang vaname merupakan spesies yang diintroduksi dari bagian barat pantai Amerika Latin dan telah berhasil dibudidayakan di daerah tropis, termasuk Indonesia. Budidaya udang vaname di Indonesia berkembang dengan pesat karena permintaan terhadap udang ini terus meningkat. Permintaan dan harga yang tinggi membuat budidaya udang vaname sudah banyak dilakukan dengan padat tebar yang tinggi (intensif). Diketahui bahwa produksi udang Indonesia pada 2010 sampai 2014 naik sebesar 67.82% dari ton sampai ton dan sekitar 75% hasil produksi merupakan udang vaname (KKP 2015). Sebagian besar budidaya udang vaname diproduksi di daerah tambak yang membutuhkan banyak ruang. Disisi lain, penggunaan lahan di daratan semakin sempit dengan bertambahnya lahan untuk tempat tinggal manusia, lahan untuk pertanian, lahan untuk industri, dan lain sebagainya. Tingkat pemanfaatan laut untuk marikultur masih rendah. Diketahui bahwa Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia seluas Km 2. Budidaya udang di laut memiliki beberapa kelebihan diantaranya mengurangi konflik kepentingan pemanfaatan lahan yang semakin sempit dan sebagai upaya untuk memanfaatkan potensi marikultur yang tersedia. Selain itu, ketersediaan oksigen yang selalu tersedia membuat pemakaian kincir untuk aerasi tidak diperlukan, sehingga dapat menghemat energi dan mengurangi biaya produksi. Saat ini, udang vaname memiliki harga yang tinggi dan pangsa pasar yang baik (domestik maupun ekspor). Bahkan udang yang dipelihara di laut mempunyai harga yang lebih tinggi (harga premium) karena memiliki rasa, tekstur, warna, dan aroma yang lebih baik dibandingkan dengan udang vaname tambak. Udang ini umumnya diolah menjadi sushi dan sashimi di kota besar di Indonesia dan dunia. Kekurangan budidaya udang di laut yaitu kondisi lingkungan laut seperti kecerahan, arus, dan gelombang yang lebih tinggi dibandingkan tambak menyebabkan udang stres dan kesulitan mencari makan. Selain itu, rendahnya tingkat kesuburan di laut membuat kepadatan fitoplankton dan zooplankton lebih rendah 2-3 kali lipat dibandingkan tambak, diketahui bahwa fitoplankton dan zooplankton merupakan salah satu makanan alami untuk udang (Effendi 2016). Dinamika kondisi lingkungan laut yang berubah-ubah dan tidak terkendali juga dapat menyebabkan kondisi udang stres. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan udang dan menurunkan sistem imun udang sehingga tingkat kematian udang meningkat. Menurut Effendi (2016), kadar glukosa hemolim, kadar kolesterol hemolim, kadar THC, dan LDL hemolim udang meningkat setelah pemeliharaan di laut, sementara kadar glikogen daging dan kadar HDL hemolim udang menurun setelah pemeliharaan di laut. Parameter ini menunjukkan bahwa setelah pemeliharaan udang di laut udang mengalami stres. Ketidakseimbangan hubungan antara faktor lingkungan, status kesehatan udang, dan keberadaan mikroorganisme patogen akan memicu terjadinya penyakit infeksi. Sama seperti ikan, udang juga mempunyai potensi untuk terinfeksi oleh bakteri, virus, dan parasite dari

14 2 lingkungan. Bakteri dari family Vibrionaceae merupakan bakteri yang mendominasi air laut, plankton, dan ikan (Tsukamoto et al. 1993). Jenis bakteri Vibrio harveyi merupakan spesies bakteri yang sering menyebabkan penyakit udang berpendar atau luminescent vibriosis. Penyakit vibriosis pada udang menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi dan dapat mencapai 100% (Manefield et al. 2000). Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik. Namun, penggunaan obat ini dapat menyebabkan berkembangnya strain bakteri alam yang resisten terhadap antibiotik, selain itu antibiotik juga mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan dan residu yang dihasilkan dapat membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya (Reed et al. 2003). Pada negara tertentu diterapkan standarisasi kesehatan, sanitasi, dan mutu pada udang menyebabkan tersendatnya jumlah ekspor udang asal Indonesia di pasar internasional, karena disinyalir udang Indonesia mengandung antibiotika chlorotetracycline (CTC), oxytetracycline (OTC), dan chloramphenicol (Amri 2003). Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan imunostimulan. Penggunaan imunostimulan dapat meningkatkan daya tahan terhadap penyakit infeksi dengan cara meningkatkan mekanisme pertahanan non spesifik (Sakai 1999). Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai imunostimulan adalah karagenan. Karagenan merupakan polisakarida yang tersusun dari unit-unit galaktosa sulfat yang bersifat polianion yang dihasilkan dari ekstraksi alga merah (Rhodophyceae). Terdapat tiga jenis karagenan, yaitu lambda, kappa, dan iota karagenan (Hudha et al. 2012). Ketiga jenis karagenan ini dibedakan berdasarkan perbedaan ikatan sel, sifat gel, dan protein reactivity (Distantina et al. 2009). Salah satu spesies alga merah yang menghasilkan karagenan adalah Kappaphycus alvarezi. Karagenan dari rumput laut jenis ini telah banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, kimia, dan obat-obatan. Polisakarida sulfat dalam karagenan memiliki senyawa bioaktif menguntungkan sebagai antikoagulan, antiviral, antioksidan, antikanker, serta aktivasi modulasi imun (Wijesekara et al. 2011). Polisakarida dalam rumput laut dapat menstimulasi sistem imun non spesifik dalam hal ini fagositosis dan aktivitas respiratory burst melalui mekanisme interaksi molekul dengan permukaan reseptor (receptormediated) (Castro et al. 2006). Penelitian yang dilakukan Febriani et al. (2013) membuktikan bahwa penggunaan kappa-karagenan dengan dosis 15 g/kg pakan dengan skema 14 hari pemberian pakan yang disalut dengan kappa-karagenan 15 g/kg pakan dan 7 hari tanpa pemberian kappa-karagenan yang dilakukan secara berulang mampu meningkatkan respon imun dan meningkatkan kelangsungan hidup udang vaname yang telah diinfeksi IMNV (infectious myonecrosis virus) hingga 90%. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektifitas kappa-karagenan sebagai imunostimulan untuk pencegahan infeksi bakteri Vibrio harveyi pada udang vaname Litopenaeus vannamei.

15 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada September Oktober Uji in vivo dilakukan di karamba jaring apung, Balai Sea Farming, PKSPL, LPPM-IPB, Perairan Semak Daun, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Uji tantang dan pengamatan parameter respon imun dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, serta pengukuran parameter kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Air, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Materi Uji Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Udang vaname yang digunakan adalah stadia PL10 yang telah diaklimatisasi terlebih dahulu. Udang vaname didistribusikan secara acak pada setiap kantong. Setiap kantong berisi 1300 ekor udang. Kappa-karagenan dan pakan Tepung kappa-karagenan yang digunakan merupakan tepung karagenan komersial yang berasal dari hasil ekstraksi rumput laut K. alvarezii. Tepung kappakaragenan ditimbang sebanyak 15 gram, lalu dilarutkan dalam 100 ml air. Larutan kappa-karagenan dicampurkan secara merata ke dalam pakan berjenis crumble (protein 41%, lemak 5%, serat 2%, abu 13%, dan kadar air 11%) sebanyak 985 gram. Setelah itu, pakan dikeringanginkan pada suhu ruang, kemudian disalut (coating) dengan putih telur 2% dari total pakan dan dikeringanginkan kembali pada suhu ruang, terlindung dari cahaya matahari langsung. Kultur Vibrio harveyi untuk uji tantang Strain bakteri V. harveyi (MR5339) diperoleh dari Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Serang, Banten. Sebelum digunakan untuk uji, bakteri tersebut ditingkatkan virulensinya dengan menginokulasikan kembali pada udang hidup yang sehat dan selanjutnya diisolasi kembali pada media TCBS selama 18 jam. Kemudian sel V. harveyi MR5339 dikultur pada agar SWC selama 18 jam pada suhu ruangan, selanjutnya dipindahkan ke SWC cair (broth) 25 ml selama 18 jam pada suhu ruang sebagai stok kultur untuk uji. Stok kultur disentrifus selama 15 menit. Supernatan dipindahkan dan pellet sel V. harveyi diresuspensikan dalam larutan PBS yang selanjutnya dapat digunakan untuk uji tantang. Rancangan Percobaan Uji In Vivo (Skala Lapangan) Uji in vivo menggunakan karamba jaring apung (KJA) di laut berukuran 1x1x2 m yang terdapat di Balai Sea Farming. Padat penebaran benur di KJA adalah 1300 ekor/m 2. Udang dipelihara selama 63 hari yang dibagi menjadi 2 perlakuan, yaitu 3 KJA untuk perlakuan kontrol (K) dan 3 KJA untuk perlakuan F. Pakan diberikan 5 kali sehari secara at restricted dengan FR 25% yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, dan Setelah 63 hari beberapa sampel udang

16 4 ditransportasikan dalam kondisi hidup untuk dilakukan uji tantang di Laboratorium Kesehatan Ikan, BDP, FPIK, IPB. Udang dari perlakuan pakan kontrol dibagi menjadi kontrol positif (KP) dan kontrol negatif (KN). Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan dengan padat tebar 11 ekor/akuarium. Rancangan percobaan yang digunakan selama masa pemeliharaan di karamba jaring apung adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 2 perlakuan, yaitu perlakuan K (tanpa pemberian kappa-karagenan) dan perlakuan F (skema 14 hari pemberian pakan dengan kappa-karagenan dan 7 hari tanpa pemberian kappa karagenan yang dilakukan dalam 3 periode). Setiap perlakuan terdapat 3 kali ulangan (Tabel 1) dan pada penelitian ini menggunakan 1300 ekor udang dalam setiap kantong. Pengamatan kinerja produksi dan respon imun dilakukan pada akhir pemeliharaan. Tabel 1 Rancangan perlakuan selama masa pemeliharaan di karamba jaring apung, Kepulauan Seribu. Perlakuan F K Keterangan Skema 14 hari pemberian pakan yang disalut dengan kappa-karagenan 15 g/kg pakan dan 7 hari tanpa pemberian kappa-karagenan yang dilakukan dalam tiga periode (Febriani et al. 2013). Pemeliharaan udang vaname yang diberi pakan tanpa penambahan kappa-karagenan. Rancangan Percobaan Uji Tantang Setelah pemeliharaan di karamba jaring apung selama 63 hari udang ditransportasikan ke Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dilakukan uji tantang. Metode ini serupa dengan metode Simanjuntak (2016), yaitu pemeliharaan udang (uji in vivo) dengan memberikan ekstrak batang pisang ambon yang dilakukan di laut, lalu udang ditransportasikan untuk diuji tantang dengan white spot syndrome virus (WSSV) di laboratorium. Metode transportasi udang yang digunakan adalah metode transportasi tertutup. Udang dimasukkan dalam kantong plastik berkapasitas lima liter. Perbandingan air laut dan oksigen yaitu satu berbanding tiga. Lalu, udang dimasukkan dalam box stereofoam dan ditambah dengan es. Box ditutup rapat dengan merekatkan lem diantara wadah dan tutup box. Tingkat kelangsungan hidup udang sesampainya di laboratorium mencapai 95%. Selanjutnya, udang dalam plastik dimasukkan dalam air laut selama 15 menit untuk menyamakan suhu di dalam dan di luar plastik. Lalu, udang dimasukkan ke dalam akuarium berukuran 30 x 23 x 23 cm yang diisi air laut sebanyak delapan liter selama dua hari dengan diberi pakan komersial. Uji tantang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian kappakaragenan pada udang vaname yang diinfeksi V. harveyi. Udang vaname dipelihara dengan kepadatan 11 ekor dalam satu akuarium. Kemudian, udang dipaparkan bakteri V. harveyi dengan konsentrasi 10 7 CFU/mL dengan metode perendaman. Selama uji tantang udang vaname diberi pakan berjenis crumble dengan kandungan nutrisi protein 41%, lemak 5%, serat 2%, abu 13%, dan kadar air 11%. Pemberian pakan dilakukan dengan frekuensi lima kali sehari. Pergantian air laut dilakukan satu kali dalam dua hari. Pengamatan udang dilakukan selama 10 hari dan udang vaname yang mati dihitung dan ditimbang untuk data sintasan dan kinerja produksi. Pengamatan respon imun diamati pada hari pertama dan hari ke-10 setelah uji

17 tantang. Rancangan perlakuan yang digunakan dalam uji tantang adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas tiga perlakuan dan tiga ulangan (Tabel 2). Tabel 2 Rancangan perlakuan uji tantang udang vaname dengan Vibrio harveyi. Perlakuan F KP (kontrol positif) KN (kontrol negatif) Keterangan Skema 14 hari pemberian pakan yang disalut dengan kappa-karagenan 15 g/kg pakan dan 7 hari tanpa pemberian kappa-karagenan yang dilakukan dalam tiga periode, lalu diuji tantang dengan V. harveyi. Pemeliharaan udang vaname yang diberi pakan tanpa penambahan kappa-karagenan dan diuji tantang dengan V. harveyi. Pemeliharaan udang vaname yang diberi pakan tanpa penambahan kappa-karagenan dan tidak diuji tantang dengan V. harveyi. 5 Skema Penelitian Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu masa pemeliharaan (in vivo) di karamba jaring apung selama 63 hari, masa aklimatisasi udang di laboratorium selama dua hari, dan masa uji tantang selama 10 hari. Skema penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Skema masa pemeliharaan udang, aklimatisasi, dan uji tantang. Parameter Uji Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah parameter respon imun (total haemocyte count (THC), aktivitas fagositik (AF), aktivitas phenoloxidase (PO), dan respiratory burst (RB)), parameter kinerja produksi (tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan spesifik (LPS), dan feed conversion rate (FCR)), dan parameter kualitas air selama uji in vivo berupa suhu, ph, DO, salinitas, TAN, dan nitrit. Pengamatan respon imun dilakukan setelah pemeliharaan 9 minggu, H+1 setelah uji tantang, dan H+10 setelah uji tantang. Pengamatan kinerja produksi terbagi menjadi dua, yaitu kinerja produksi selama pemeliharaan di karamba jaring apung selama 9 minggu dan kinerja produksi selama uji tantang.

18 6 Parameter kualitas air diamati pada awal dan akhir masa pemeliharaan di karamba jaring apung. Respon Imun Total Haemocyte Count (THC) Benur sebanyak 1,5 gram dari masing-masing ulangan perlakuan dimasukkan dalam eppendorf volume 1,5 ml kemudian tambahkan antikoagulan (Na-sitrat 3,8%) 2 kali dari jumlah hemolim. Benur kemudian digerus dengan menggunakan mortar. Hemolim diambil dengan cara memipet cairan gerusan yang dihasilkan dan diteteskan pada hemasitometer. Perhitungan total hemosit dilakukan dengan melakukan pengamatan di bawah mikroskop cahaya (Tampangallo et al. 2012). Total hemosit (sel ml -1 ) = jumlah sel terhitung 1 volume kotak besar FP 1000 Aktivitas Fagositik (AF) Hemolim udang dimasukkan sebanyak 0,1 ml ke dalam mikroplate dan dicampur secara merata dengan 0,1 ml bakteri Staphylococcus aureus dan diinkubasi selama 20 menit. Lalu, sebanyak 5 µl diteteskan pada objek glass dan dibuat preparat ulas. Selanjutnya difiksasi dengan metanol 100% selama 5 menit dan direndam dengan larutan giemsa (10%) selama 15 menit. Aktivitas fagositosis diukur berdasarkan presentase sel-sel fagosit yang menunjukkan proses fagositosis (Anderson dan Siwicki 1993). Aktivitas Fagositik = Jumlah sel fagosit yang melakukan fagositosis Jumlah sel fagosit 100 Aktivitas Phenoloxidase (PO) Aktivitas PO hemosit diukur berdasarkan formasi dopachrome yang dihasilkan oleh L-dihidroxyphenylalanine (L-DOPA). Langkah pertama, sebanyak 950 µl campuran hemolim-antikoagulan disentrifugasi pada 3500 rpm selama 10 menit pada temperatur 4 o C. Supernatan yang terbentuk dikeluarkan dan pellet disuspensikan kembali secara perlahan-lahan ke dalam 1 ml larutan cacodylatecitrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, ph 7) dan disentrifugasi pada 3500 rpm selama 10 menit pada temperature 4 o C. Supernatan dibuang, kemudian pellet diresuspensikan dengan 200 µl cacodylate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,01 M calcium chloride, 0,26 magnesium chloride, ph 7,0) dan 100 µl dipindahlan ke mikrotube lain kemudian diinkubasi dengan 50 µl trypsin (1 mg ml -1 ), sebagai aktivator, selama 10 menit pada o C; 50 µl L-DOPA ditambahkan diamkan selama 5 menit, diikuti oleh 800 µl cacodylate buffer. Sebanyak 200 µl dimasukkan ke microplate reader, kemudian dibaca pada Optical density (OD) pada panjang gelombang 490 nm diukur menggunakan spektrofotometer (Liu dan Chen 2004). Aktivitas Respiratory Burst (RB) Respiratory burst dari hemosit diukur berdasarkan reduksi NBT (nitroblue tetrazolium) sebagai ukuran superoxide anion (Cheng et al. 2004). Sebanyak 250 µl campuran hemolim-antikoagulan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Kemudian disentrifuse rpm selama 20 menit dan supernatan dibuang. Setelah

19 itu, ditambahkan 100 µl NBT dalam larutan HBSS (hank s buffered salt solution konsentrasi 0,3%) didiamkan 2 jam pada suhu ruang. Kemudian disentrifuse rpm 10 menit, supernatan dibuang dan ditambahkan 100 µl metanol absolut disentrifuse rpm selama 10 menit. Endapan yang terbentuk kemudian dibilas sebanyak 2 kali dengan metanol 70%. Selanjutnya 120 µl KOH (2M) dan 140 µl DMSO (dimethylsulfoxide) ditambahkan untuk melarutkan endapan. Endapan yang telah larut dimasukkan ke microplate diukur densitas optikal (OD) menggunakan microplate reader panjang gelombang 630 nm. Kinerja Produksi Tingkat Kelangsungan hidup (TKH) Kelangsungan hidup merupakan hasil bagi antara jumlah ikan hidup diakhir pemeliharaan dibagi dengan jumlah ikan hidup diawal pemeliharaan yang dinyatakan dalam persen. Kelangsungan hidup yang diamati dalam penelitian adalah tingkat kelangsungan hidup sebelum uji tantang dan kelangsungan hidup setelah uji tantang. Kelangsungan hidup dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Effendi 2012): 7 TKH (%) = jumlah populasi akhir jumlah populasi awal 100 Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Laju pertumbuhan spesifik merupakan persentase pertumbuhan rata-rata dalam satuan waktu selama periode waktu tertentu. Laju pertumbuhan spesifik dihitung dengan mnggunakan rumus berikut (Zonneveld et al. 1990): t LPS = [ wt wo Keterangan : LPS = laju pertumbuhan spesifik (%) t = waktu (hari) wt = bobot udang pada hari ke-t (gram) wo = bobot udang awal (gram) 1] 100 Feed Conversion Rate (FCR) Konversi pakan merupakan jumlah (berat) pakan yang dapat membentuk suatu unit berat ikan. Berikut merupakan rumus konversi pakan (Goddard 1996): FCR = Pa (Bt + Bm) Bo Keterangan : KP = konversi pakan Pa = jumlah pakan yang dihabiskan (gram) Bt = biomassa ikan pada akhir perlakuan (gram) Bm = biomassa ikan mati (gram) Bo = biomassa ikan pada awal perlakuan (gram)

20 8 Kualitas Air Kualitas air yang diamati meliputi suhu, DO, ph, nitrit, dan TAN. Kualitas air diamati pada awal dan akhir masa pemeliharaan pada uji in vivo (skala lapangan). Analisis Data Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Software Microsoft Excel 2013 dan uji homogenitas, uji normalitas, dan uji lanjut Duncan menggunakan SPSS 17.0 pada selang kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Respon Imun Total Haemocyte Count (THC) Total haemocyte count (THC) pada udang vaname sebelum uji tantang menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05), perlakuan F menghasilkan nilai yang lebih tinggi dengan nilai 24.02± sel ml -1 dibandingkan perlakuan K dengan nilai 15.56± sel ml -1. Selanjutnya nilai THC diamati kembali pada H+1 setelah uji tantang, hasil menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan F dan perlakuan KP dan tidak berbeda nyata (P>0.05) antara perlakuan F dan perlakuan KN. Kadar THC KP, KN, dan F masing-masing 18.20± sel ml -1, 21.58± sel ml -1, dan 24.75± sel ml -1. Nilai THC juga diamati pada H+10 setelah uji tantang, hasil menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan F dan perlakuan KP dan tidak berbeda nyata (P>0.05) antara perlakuan KN dan KP. Perlakuan F menghasilkan nilai tertinggi dengan nilai 31.41± sel ml -1, perlakuan KN dengan nilai 17.99± sel ml -1, lalu perlakuan KP menunjukkan nilai terendah dengan nilai 15.05± sel ml -1. Nilai THC dapat dilihat pada Gambar 2 dan analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 1.

21 9 THC (x10 6 sel ml -1 ) * H+0 in vivo b b b b a a a a K F KN KP F KN KP F H+63 in vivo H+1 UT H+10 UT Waktu Keterangan: K: kontrol, F: skema 14 hari pemberian pakan yang disalut dengan kappakaragenan 15 g/kg pakan dan 7 hari tanpa pemberian kappa-karagenan yang dilakukan dalam tiga periode, lalu diuji tantang dengan V. harveyi, KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif, in vivo: masa pemeliharaan, UT: uji tantang. Huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05). * Diambil dari Widanarni et al. (2016). Gambar 2 Total hemocyte count udang vaname setelah perlakuan dan setelah uji tantang. Aktivitas Fagositik Nilai aktivitas fagositik setelah perlakuan menghasilkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05). Perlakuan F menghasilkan nilai aktivitas fagositik yang lebih tinggi dengan nilai 36±5% dibandingkan perlakuan K dengan nilai 27±2%. Nilai aktivitas fagositik H+1 setelah uji tantang menghasilkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan F dengan KP dan tidak berbeda nyata (P>0.05) antara perlakuan F dengan KN, nilai tertinggi terdapat pada perlakuan F dengan nilai 54±3%, perlakuan KP dengan nilai 51±1%, dan terendah terdapat pada perlakuan KP dengan nilai 44±3%. Nilai aktivitas fagositik H+10 setelah uji tantang juga menghasilkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan F dengan KP dan tidak berbeda nyata (P>0.05) antara perlakuan F dengan KN, nilai tertinggi terdapat pada perlakuan F dengan nilai 52±6%, perlakuan KN dengan nilai 46±2% dan perlakuan terendah terdapat pada perlakuan KP dengan nilai 38±2%. Nilai aktivitas fagositik dapat dilihat pada Gambar 3 dan analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 2.

22 10 70% Aktivitas Fagositik (%) 60% 50% 40% 30% 20% 10% * a b b a b b a b 0% H+0 in vivo K F KN KP F KN KP F H+63 in vivo H+1 UT H+10 UT Waktu Keterangan: K: kontrol, F: skema 14 hari pemberian pakan yang disalut dengan kappakaragenan 15 g/kg pakan dan 7 hari tanpa pemberian kappa-karagenan yang dilakukan dalam tiga periode, lalu diuji tantang dengan V. harveyi, KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif, in vivo: masa pemeliharaan, UT: uji tantang. Huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05). * Diambil dari Widanarni et al. (2016). Gambar 3 Aktivitas fagositik udang vaname setelah perlakuan dan setelah uji tantang. Aktivitas Phenoloxydase (PO) Nilai PO sebelum uji tantang menghasilkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05) antar perlakuan, perlakuan F mempunyai nilai yang lebih tinggi dengan nilai 0.761±0.038 OD.490 nm dibandingkan perlakuan K dengan nilai 0.584±0.007 OD.490 nm. Nilai PO pada H+1 setelah uji tantang menghasilkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05) antara setiap perlakuan, perlakuan F (0.748±0.031 OD.490 nm), perlakuan KN (0.574±0.072 OD.490 nm), dan perlakuan KP (0.479±0.004 OD.490 nm). Nilai phenoloxydase (PO) pada H+10 setelah uji tantang menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05) antara perlakuan KN dan KP, sementara berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan F, perlakuan F (0.341±0.034 OD.490 nm), perlakuan KN (0.243±0.008 OD.490 nm), dan perlakuan KP (0.246±0.006 OD.490 nm). Nilai PO dapat dilihat pada Gambar 4 dan analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 3.

23 11 Phenoloxydase (OD.490 nm) * H+0 in vivo b c a b a b a a K F KN KP F KN KP F H+63 in vivo H+1 UT H+10 UT Waktu Keterangan: K: kontrol, F: skema 14 hari pemberian pakan yang disalut dengan kappakaragenan 15 g/kg pakan dan 7 hari tanpa pemberian kappa-karagenan yang dilakukan dalam tiga periode, lalu diuji tantang dengan V. harveyi, KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif, in vivo: masa pemeliharaan, UT: uji tantang. Huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05). * Diambil dari Miranti (2016). Gambar 4 Aktivitas phenoloxydase udang vaname setelah perlakuan dan setelah uji tantang. Aktivitas Respiratory Burst (RB) Nilai aktivitas respiratory burst (RB) antar perlakuan sebelum uji tantang menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05), nilai berkisar antara 0.332±0.060 sampai 0.365±0.090 OD.630 nm. Nilai respiratory burst (RB) pada H+1 setelah uji tantang menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05) antara KP dan KP (0.894±0.170 sampai 0.944±0.100 OD.630 nm), namun berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan perlakuan F (1.389±0.170 OD.630 nm). Nilai respiratory burst (RB) pada H+10 setelah uji tantang menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05) antara setiap perlakuan, yaitu berkisar 0.366±0.030 sampai 0.404±0.060 OD.630 nm. Nilai RB dapat dilihat pada Gambar 5 dan analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 4.

24 12 Respiratory Burst (OD.630 nm) * H+0 in vivo b a a a a a a a K F KN KP F KN KP F H+63 in vivo H+1 UT H+10 UT Waktu Keterangan: K: kontrol, F: skema 14 hari pemberian pakan yang disalut dengan kappakaragenan 15 g/kg pakan dan 7 hari tanpa pemberian kappa-karagenan yang dilakukan dalam tiga periode, lalu diuji tantang dengan V. harveyi, KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif, in vivo: masa pemeliharaan, UT: uji tantang. Huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05). * Diambil dari Miranti (2016). Gambar 5 Aktivitas respiratory burst pemeliharaan udang vaname setelah perlakuan dan setelah uji tantang. Kinerja Produksi Tingkat kelangsungan hidup udang vaname sebelum uji tantang antar perlakuan K dan F menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan tingkat kelangsungan hidup berkisar 24.41±1.28 sampai 24.72±1.93 % (Lampiran 5). Sementara nilai LPS udang berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan K dan F. Nilai LPS pada perlakuan F lebih tinggi dengan nilai 9.59±0.01 % dibandingkan perlakuan K dengan nilai 8.66±0.03 % (Lampiran 6). Nilai FCR antar perlakuan juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Nilai FCR perlakuan F lebih rendah dengan nilai 1.77±0.09 dibandingkan perlakuan K dengan nilai 3.01±0.28 (Lampiran 7). Setelah pemeliharaan di karamba jaring apung, udang dibawa ke laboratorium dan perlakuan K (kontrol) dibagi menjadi KN (kontrol negatif) dan KP (kontrol positif) untuk dilakukan uji tantang dengan diinfeksi Vibrio harveyi. Tingkat kelangsungan hidup udang setelah uji tantang menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) antara setiap perlakuan. Perlakuan KN mempunyai nilai kelangsungan hidup tertinggi dengan nilai 97±6 %, perlakuan F 77±6 %, dan terendah perlakuan KP dengan nilai 63±6 % (Lampiran 8). Nilai LPS juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) antara setiap perlakuan. Perlakuan KN menunjukkan hasil yang paling tinggi dengan nilai 1.45±0.11 % hari -1, perlakuan F 0.72±0.01 % hari -1, dan perlakuan KP paling rendah dengan nilai 0.46±0.03 % hari -1 (Lampiran 9). Hal serupa juga terjadi pada nilai FCR yang berbeda nyata (P<0.05) antara setiap perlakuan. Perlakuan KN menunjukkan hasil yang paling rendah dengan nilai 4.94±0.68, perlakuan F 10.99±2.24, dan KP paling

25 tinggi dengan nilai 18.58±4.31 (Lampiran 10). Nilai kinerja produksi setelah perlakuan dan setelah uji tantang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kinerja produksi (TKH, LPS bobot, dan FCR) udang vaname setelah perlakuan dan setelah uji tantang. Parameter Perlakuan K F Setelah perlakuan TKH (%) 24.72±1.93 a 24.41±1.28 a LPS bobot (% hari -1 ) 8.66±0.03 a 9.59±0.01 b FCR 3.01±0.28 b 1.77±0.09 a Setelah uji tantang KN KP F TKH (%) 97.67±5.77 c 63.33±5.77 a 77.67±5.77 b LPS bobot (% hari -1 ) 1.45±0.11 c 0.46±0.03 a 0.72±0.01 b FCR 4.94±0.68 a 18.58±4.31 c 10.99±2.24 b Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05). Keterangan: K: kontrol, F: skema 14 hari pemberian pakan yang disalut dengan kappa-karagenan 15 g/kg pakan dan 7 hari tanpa pemberian kappakaragenan yang dilakukan dalam tiga periode, lalu diuji tantang dengan V. harveyi, KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif, TKH: tingkat kelangsungan hidup, LPS: laju pertumbuhan spesifik, FCR: feed conversion rate Kualitas Air Berdasarkan hasil kualitas air yang telah dilakukan, kualitas air selama masa pemeliharaan di karamba jaring apung berada pada kisaran optimum untuk pertumbuhan udang vaname sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Priatna (2004). Parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 kualitas air di karamba jaring apung selama masa pemeliharaan udang vaname. Parameter Hasil Kualitas air Satuan Pustaka pengukuran optimum Suhu o C SNI (8118:2015) ph SNI (8118:2015) DO mg/l SNI (8118:2015) Salinitas g/l SNI (8117:2015) TAN <1.000 mg/l SNI (8117:2015) Nitrit <1.000 mg/l SNI (8118:2015) Pembahasan Hemosit merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam sistem pertahanan seluler yang bersifat non spesifik. Hemosit berperan dalam proses fagositosis, enkapsulasi, degranulasi, dan agregasi nodular terhadap patogen maupun partikel asing serta produksi dan pelepasan prophenoloxidase (Sahoo et al., 2008). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemberian kappa-karagenan mampu meningkatkan total hemosit. Terbukti perlakuan F (24.02± sel ml -1 ) mempunyai nilai THC yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan K 13

26 14 (15.56± sel ml -1 ). Lalu, pada H+1 setelah uji tantang menunjukkan perlakuan F (24.75± sel ml - 1) mempunyai nilai hemosit paling tinggi dan perlakuan KP (18.20± sel ml - 1) mempunya nilai paling rendah. Pada H+10 setelah uji tantang perlakuan F (31.41± sel ml - 1) kembali menunjukkan total hemosit paling tinggi dan perlakuan KP paling rendah (15.05± sel ml -1 ) (Gambar 2). Hal serupa juga terjadi pada penelitian Febriani et al. (2013), pemberian kappa-karagenan pada udang vaname meningkatkan nilai THC berkisar 10.23±0.23 sampai 12.00± sel ml -1 dibandingkan kontrol 5.47±0.15 sampai 9.57± sel ml -1. Nilai hemosit yang tinggi pada perlakuan F setelah uji tantang diduga reaksi respon imun dalam tubuh udang dalam menanggapi partikel asing yang masuk sangat baik karena dipengaruhi oleh pemberian kappa-karagenan. Sementara, nilai hemosit yang tinggi pada perlakuan KN mengindikasikan tidak terjadinya aktivitas fagositosis, enkapsulasi, degranulasi, dan agregasi nodular sehingga produksi hemosit terus meningkat, selain itu tidak terjadi lisis pada sel yang disebabkan oleh adanya serangan patogen. Hasil serupa juga terjadi pada penelitian Oktaviana et al. (2014), perlakuan kontrol negatif menunjukkan adanya peningkatan jumlah hemosit setelah diinfeksi dengan larutan PBS (phosphate buffer saline). Sehingga partikel yang masuk ke dalam tubuh udang dapat dikenali oleh reseptor sel hemosit hingga menghasilkan respon seluler seperti intracellular signaling cascade, fagositosis, enkapsulasi, dan agregasi nodular (Rodriguez dan Moullac 2000). Nilai hemosit yang rendah pada perlakuan KP setelah uji tantang disebabkan oleh mekanisme pertahanan tubuh seperti infiltrasi hemosit pada jaringan yang terinfeksi, kematian sel akibat apoptosis, aktivitas fagositosis, enkapsulasi, pembentukan nodul, serta terjadinya proses degranulasi untuk aktivasi sistem prophenoloxydase (propo) dan mekanisme pertahanan tubuh lainnya (Widanarni et al. 2016). Fagosistosis merupakan mekanisme pertahanan non spesifik yang bersifat seluler yang secara umum dapat melindungi adanya serangan patogen (Jasmanindar 2009). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, setelah pemberian kappakaragenan perlakuan F menghasilkan nilai aktivitas fagositik yang lebih tinggi dengan nilai 36±5%. Lalu, aktivitas fagositik meningkat setelah uji tantang. Pada H+1 uji tantang, perlakuan F dan KN menghasilkan nilai aktivitas fagositik paling tinggi dengan nilai 54±3% dan 51±1%, sementara perlakuan KP menghasilkan nilai aktivitas paling rendah dengan nilai 44±3%. Pada H+10 uji tantang, perlakuan F dan KN kembali menghasilkan nilai aktivitas fagositik paling tinggi dengan nilai 52±6% dan 46±2%, sementara perlakuan KP kembali menghasilkan nilai aktivitas fagositik paling rendah dengan nilai 38±2% (Gambar 3). Menurut Febriani et al. (2013), aktivitas fagositik dipengaruhi oleh total hemosit, meningkatnya total hemosit akan meningkatkan kemampuan untuk memfagositosis. Tingginya nilai hemosit F dan KN setelah uji tantang disebabkan oleh tingginya nilai hemosit setelah uji tantang. Menurut Rodriguez dan Moullac (2000), nilai aktivitas fagositik yang tinggi menggambarkan bahwa organisme tersebut memiliki kemampuan untuk memproduksi sel-sel fagosit lebih tinggi, sehingga ketika terjadi paparan mikroorganisme patogen, sel fagosit siap melakukan fagositosis. Salah satu respon imun humoral yang dapat diamati pada udang vaname adalah aktivitas phenoloxydase (PO). Aktivitas PO berhubungan dengan fagositosis, enkapsulasi, dan melanisasi terhadap benda asing (Amparyup et al. 2013). Phenoloxydase merupakan suatu enzim yang terlibat dalam sistem imun alami

27 avertebrata (Cerenius and Söderhäll, 2004). Aktivitas propo pada udang vaname setelah perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan K (0.584±0.007 OD.490 nm) dan F (0.761±0.038 OD.490 nm). Lalu, aktivitas PO diukur kembali pada hari pertama uji tantang. Pada hari pertama menunjukkan aktivitas PO yang berbeda nyata antara setiap perlakuan, aktivitas PO tertinggi terdapat pada perlakuan F dengan nilai 0.748±0.031 OD.490 nm, sementara aktivitas terendah terdapat pada perlakuan KP dengan nilai 0.479±0.004 OD.490 nm. Setelah itu, aktivitas PO diukur kembali pada hari terakhir uji tantang. Aktivitas PO pada hari terakhir uji tantang menunjukkan penurunan pada setiap perlakuan, namun perlakuan F menghasilkan aktivitas paling tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan KP dan KN. Perlakuan F menghasilkan nilai 0.341±0.034 OD.490 nm, perlakuan KN 0.243±0.008 OD.490 nm, dan perlakuan KP 0.246±0.006 OD.490 nm (Gambar 4). Perlakuan F sesudah uji tantang pada penelitian mampu mempertahankan aktivitas PO dibandingkan perlakuan KP. Sehingga udang vaname pada perlakuan F lebih mampu menghadapi infeksi V. harveyi. Hal ini membuktikan bahwa pemberian kappa-karagenan mampu meningkatkan aktivitas PO pada udang. Tingginya aktivitas PO pada perlakuan F diduga karena tingginya nilai THC pada perlakuan F. Menurut Febriani et al. (2013), meningkatnya total hemosit akan meningkatkan sel granular yang dapat merangsang aktivasi PO untuk menghasilkan aktivitas phenoloxydase, sehingga mampu bertahan terhadap serangan patogen. Sementara rendahnya aktivitas phenoloxydase diakhir uji tantang menunjukkan udang vaname telah melewati masa recovery terhadap infeksi V. harveyi (Miranti 2016). Salah satu respon imun seluler yang terdapat pada udang vaname adalah aktivitas respiratory burst (RB). Aktivitas ini terjadi saat proses penghapusan benda asing dengan cara fagositosis. Fagositosis benda asing oleh fagosom melibatkan pelepasan enzim degradative sehingga menghasilkan reactive oxygen intermediates (ROI) atau yang dikenal sebagai respiratory burst (RB) (Rodriguez and Moullac 2000). Aktivitas RB udang vaname setelah perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Namun, aktivitas RB meningkat pada semua perlakuan setelah satu hari dilakukan uji tantang. Perlakuan F menghasilkan aktivitas paling tinggi dan berbeda nyata dibanding perlakuan lain dengan nilai 1.389±0.170 OD.630 nm. Sementara, aktivitas RB kembali menurun pada semua perlakuan pada hari terakhir uji tantang. Aktivitas RB pada hari terakhir uji tantang tidak berbeda nyata antara setiap perlakuan (Gambar 5). Tingginya aktivitas RB pada hari pertama uji tantang membuktikan adanya peningkatan sistem pertahanan tubuh udang terhadap infeksi V. harveyi. Tingginya aktivitas RB membuktikan bahwa pemberian kappa-karagenan mampu meningkatkan respon seluler yaitu RB. Menurut Miranti (2016), tingginya aktivitas RB menunjukkan adanya aktivitas fagositosis sebagai sistem imun udang vaname dalam menghadapi infeksi V. harveyi. Sementara rendahnya aktivitas RB diakhir uji tantang menunjukkan udang vaname telah melewati masa recovery terhadap infeksi V. harveyi (Miranti 2016). Mekanisme kappa-karagenan dalam meningkatkan sistem imun dalam tubuh udang masih terus dipelajari. Yeh dan Chen (2008) menyatakan sistem imun meningkat pada udang vaname yang diberi perlakuan karagenan diduga karena adanya peranan reseptor karagenan pada makrofag dan hemosit. Selain itu, pada udang Penaeus leniusculus, β-glucan dan β-glucan binding protein (βgbp) kompleks dapat berikatan dengan permukaan hemosit-granular melalui motif 15

28 16 arginyl-glysyl-aspartic acid (RGD) yang menunjukkan ikatan integrin-like protein dan memastikan degranulasi hemosit sehingga dapat mengaktifasi sistem imun. Menurut Yeh dan Chen (2008), diduga ada kesamaan mekanisme karagenan dengan β-glucan dan βgbp kompleks dalam berikatan dengan permukaan hemositgranular melalui motif RGD. Analisis kinerja produksi pada saat pemeliharaan menunjukkan tingkat kelangsungan hidup sebelum uji tantang yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Tingkat kelangsungan hidup udang sebelum uji tantang berkisar antara 24.72± ±1.28 %. Tingkat kelangsungan hidup ini lebih rendah dibandingkan tingkat kelangsungan hidup pada penelitian Simanjuntak (2016) yang menghasilkan tingkat kelangsungan hidup sampai 89,93±5.62 % dengan menggunakan udang ukuran 2.09±1.20 g/ekor dan masa pemeliharaan 30 hari. Tingkat kematian yang tinggi ini diakibatkan oleh tingkat kanibalisme pada udang yang tinggi. Menurut Budiardi et al. (2008), sifat kanibalisme muncul akibat dari padat penebaran yang tinggi sehingga memunculkan persaingan dalam mendapatkan pakan serta ruang. Menurut Mena-Herrera et al. (2006), padat tebar udang vaname yang digolongkan dalam budidaya intensif adalah lebih dari 160 ekor/m 2. Selain itu, aktivitas molting pada masa pemeliharaan memicu terjadinya kanibalisme. Menurut MU et al. (2005), Aktivitas molting ini akan mengakibatkan udang vaname kehilangan banyak energi yang membuat udang lemah. Udang vaname yang mengalami molting dapat dimakan oleh udang lain karena aroma udang lebih merangsang dibanding aroma pakan buatan sehingga dapat mengakibatkan kematian. Sementara parameter LPS dan FCR menunjukkan hasil hasil yang berbeda nyata. Perlakuan F mempunyai nilai LPS lebih tinggi dan nilai FCR lebih rendah dibandingkan perlakuan K dengan nilai masing-masing 9.59±0.01 % dan 1.77±0.09 (Tabel 3). Hal ini membuktikan bahwa pemberian kappa-karagenan mampu meningkatkan laju pertumbuhan dan membuat pemanfaatan nutrisi pakan untuk pertumbuhan udang menjadi lebih baik. Hal serupa juga terjadi pada penelitian Febriani et al. (2013) yang sama-sama menggunakan kappa-karagenan dalam pakan yang menunjukkan pertambahan bobot relatif yang lebih tinggi dibanding kontrol. Menurut Vilela-Silva et al. (2008), kandungan polisakarida sulfat yang terdapat pada kappa-karagenan mempunyai fungsi sebagai faktor pertumbuhan, faktor koagulasi, dan selecting binding partners. Selain itu, menurut Lopez et al. (2003) pemberian glukan mampu meningkatkan pertumbuhan udang, hal itu diduga glukan mampu dicerna dalam pencernaan karena adanya glukanase untuk menghasilkan energi, sehingga memungkinkan lebih banyak penggunaan protein yang disalurkan untuk pertumbuhan. Pendapat lain mengungkapkan udang vaname adalah hewan omnivora yang mampu mencerna polisakarida pada dasar perairan yang berasal dari bakteri, cendawan, dan alga laut sebagai sumber pakannya dengan baik (Montgomery 1994). Tingkat kelangsungan hidup udang vaname setelah uji tantang dengan V. harveyi menunjukkan hasil yang berbeda nyata, perlakuan KN mempunyai tingkat kelangsungan hidup paling tinggi dengan nilai 97±6 %, perlakuan F dengan nilai 77±6 %, dan terendah perlakuan KP dengan nilai 63±6 % (Tabel 3). Hal ini membuktikan bahwa pemberian kappa-karagenan dapat meningkatkan resistensi udang terhadap infeksi V. harveyi. Hasil yang sejenis juga terjadi pada penelitian Febriani et al. (2013) pemberian kappa-karagenan meningkatkan sintasan udang vaname setelah diinfeksi virus IMNV yang mencapai 90±0.0 %. Kematian udang pada perlakuan F dan KP menunjukkan gejala klinis, yaitu terdapat bercak merah

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perlakuan Penelitian II. BAHAN DAN METODE Rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan masing-masing 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Februari 2012. Pemeliharaan dan pemberian perlakuan serta analisa parameter

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Sintasan Sintasan pada penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yakni setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV selama 12 hari. Nilai

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan, dimulai dengan pemeliharaan udang vaname ke stadia uji, persiapan wadah dan media, pembuatan pakan meniran, persiapan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Persiapan Prebiotik (Oligosakarida)

3 METODE PENELITIAN. Persiapan Prebiotik (Oligosakarida) 10 melibatkan pelepasan enzim ke dalam phagosome dan produksi Reactive Oxygen Intermediate (ROI) yang kini disebut respiratory burst (Rodriquez and Le Moullac 2000). Klasifikasi tipe hemosit pada krustasea

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomi penting. Namun dalam budidayanya sering mengalami kendala seperti adanya serangan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sintasan Sintasan atau kelangsungan hidup merupakan persentase udang yang hidup pada akhir pemanenan terhadap jumlah ikan saat ditebar. Sintasan merupakan parameter utama

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Penyediaan Bakteri Probiotik 2.2 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik

II. METODOLOGI 2.1 Penyediaan Bakteri Probiotik 2.2 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik II. METODOLOGI 2.1 Penyediaan Bakteri Probiotik Bakteri probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri NP5, yang merupakan bakteri dari genus Bacillus. Bakteri NP5 ini merupakan bakteri yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan komoditas penting yang harus dikembangkan, karena permintaan konsumsi dalam maupun luar negeri cukup tinggi. Pemerintah telah mencanangkan budidaya udang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 11 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada Januari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: 21 III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret 2013 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Tahapan dalam pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh dapat dilihat pada diagram berikut ini: Persiapan ubi jalar varietas sukuh

Tahapan dalam pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh dapat dilihat pada diagram berikut ini: Persiapan ubi jalar varietas sukuh 36 Lampiran 1 Pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh Tahapan dalam pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh dapat dilihat pada diagram berikut ini: Persiapan ubi jalar varietas sukuh Pengupasan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Alat dan Bahan Bahan yang akan digunakan pada persiapan penelitian adalah kaporit, sodium thiosulfat, detergen, dan air tawar. Bahan yang digunakan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa 17 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji Tahap 2 adalah mengevaluasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

pakan -1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan

pakan -1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan 77 PEMBAHASAN UMUM Budidaya udang vaname mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia untuk dikembangkan. Udang ini diimpor ke Indonesia pada tahun 2000 dengan alasan untuk mengganti udang windu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Lapangan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOFLOK DAN PROBIOTIK TERHADAP KOINFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS

TEKNOLOGI BIOFLOK DAN PROBIOTIK TERHADAP KOINFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS KINERJA IMUNITAS UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DALAM TEKNOLOGI BIOFLOK DAN PROBIOTIK TERHADAP KOINFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS DAN Vibrio harveyi TITI NUR CHAYATI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta permintaan pasar tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Kegiatan isolasi dan seleksi bakteri proteolitik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor, kegiatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di Laboratorium dan Fasilitas Karantina Marine Research Center (MRC) PT.Central Pertiwi

Lebih terperinci

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA Jurnal Galung Tropika, September, hlmn. 7-1 ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA ANALYSIS CHALLENGE TEST

Lebih terperinci

Abstrak. TOPIC 2NONSPECIFIC IMMUNE RESPONSE AND GROWTH OFSHRIMP (Litopenaeusvannamei)FED NUCLEOTIDE- SUPPLEMENTED DIET AT DIFFERENT FEEDING TIME

Abstrak. TOPIC 2NONSPECIFIC IMMUNE RESPONSE AND GROWTH OFSHRIMP (Litopenaeusvannamei)FED NUCLEOTIDE- SUPPLEMENTED DIET AT DIFFERENT FEEDING TIME 36 JUDUL 2 RESPON IMUN NONSPESIFIK DAN PERTUMBUHAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)yang DIBERI PAKAN YANG DITAMBAHKAN NUKLEOTIDA DENGAN LAMA PEMBERIAN BERBEDA Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens 9 3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, serta di kolam percobaan

Lebih terperinci

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract Pengaruh Penambahan Probiotik EM-4 (Evective Mikroorganism-4) Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Gurame (Osprhronemus gouramy) Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

UJI TANTANG PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN Vibrio harveyi

UJI TANTANG PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN Vibrio harveyi 729 Uji tantang pasca larva udang windu... (B.R. Tampangalo) UJI TANTANG PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN Vibrio harveyi ABSTRAK B.R. Tampangallo dan Nurhidayah Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2007. Bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di Laboratorium Perikanan Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat sekitar 2500 jenis senyawa bioaktif dari laut yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi, dan 93 % diantaranya diperoleh dari rumput laut (Kardono, 2004).

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU 110302072 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2013 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2013 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2013 di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung dan juga di

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua uji utama yaitu uji in vitro dan uji in vivo. Identifikasi dan peningkatan virulensi bakteri uji, penentuan nilai LD 50 (Lethal Dosage

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji (15-30 Agustus 2013) Bak ukuran 45x30x35cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Parameter Imun Udang Vaname diberi Dosis Kappa-Karagenan Berbeda Parameter imun udang vaname yang diamati untuk mengetahui pengaruh pemberian k-karagenan yang

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Seleksi Bakteri Probiotik Karakterisasi morfologi dan fisiologis kandidat probiotik

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Seleksi Bakteri Probiotik Karakterisasi morfologi dan fisiologis kandidat probiotik II. BAHAN DAN METODE 2.1 Seleksi Bakteri Probiotik 2.1.1 Karakterisasi morfologi dan fisiologis kandidat probiotik Sebanyak 16 jenis bakteri hasil isolasi Ardiani (2011) ditumbuhkan pada media agar Sea

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Pembuatan Media Pembuatan air bersalinitas 4 menggunakan air laut bersalinitas 32. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA 853 Upaya peningkatan produksi pada budidaya... (Gunarto) UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA ABSTRAK Gunarto

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan tawes (Barbonymus gonionotus) termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap persiapan bahan baku, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan data. 2.1.1. Persiapan Bahan Baku

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan delapan ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan warna

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Uji Postulat Koch

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Uji Postulat Koch II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian 2.1.1 Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Pewarnaan Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji Bak ukuran 40x30x30cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara acak dan diberi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di Laboratorium Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak terpal dengan ukuran 2 m x1m x 0,5 m sebanyak 12 buah (Lampiran 2). Sebelum digunakan, bak terpal dicuci

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011, bertempat di laboratorium ikan Clownfish Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi udang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi udang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas unggulan di bidang perikanan baik dalam skala nasional maupun global. Berdasarkan data Kementerian Kelautan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

Oleh : ONNY C

Oleh : ONNY C JENIS, KELIMPAHAN DAN PATOGENISITAS BAKTERI PADA THALLUS RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii YANG TERSERANG ICE-ICE DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh : ONNY C14103066 SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 hari di Laboratorium Nutrisi dan Pakan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK 729 Penambahan tepung tapioka pada budidaya udang... (Gunarto) PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK Gunarto dan Abdul Mansyur ABSTRAK Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR MUSLIMATUS SAKDIAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI OKSIGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DAN MODEL PENGELOLAAN OKSIGEN PADA TAMBAK INTENSIF

TINGKAT KONSUMSI OKSIGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DAN MODEL PENGELOLAAN OKSIGEN PADA TAMBAK INTENSIF Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 89 96 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 89 TINGKAT KONSUMSI OKSIGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN Wadah pemeliharaan yang digunakan adalah bak berlapis terpaulin dan berlapis plastik

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Pakan Uji

3 METODE 3.1 Pakan Uji 19 3 METODE 3.1 Pakan Uji Pakan perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah empat jenis pakan dengan formulasi yang berbeda dan kesemuanya mengandung protein kasar (CP) 35%. Penggunaan sumber lemak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 153 158 (25) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 153 PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di LaboratoriumPembenihan Ikan Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani** PENGARUH PENAMBAHAN KIJING TAIWAN (Anadonta woodiana, Lea) DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**,

Lebih terperinci