BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkup Agraria Seperti kita ketahui bahwa konsep agraria tidak hanya sebatas pada tanah atau tanah pertanian saja. Secara etimologis, istilah agraria berasal dari sebuah kata dalam bahasa Latin, ager yang artinya: (a) lapangan; (b) wilayah; (c) tanah negara. Dari pengertian-pengertian tersebut nampak jelas bahwa yang dicakup oleh istilah agraria itu bukanlah sekedar tanah atau pertanian saja. Kata-kata wilayah, tanah negara itu jelas menunjukkan arti yang lebih luas, karena di dalamnya tercakup segala sesuatu yang terwadahi olehnya. Kata tanah negara, misalnya, di situ ada tumbuh-tumbuhan, ada air, ada sungai, mungkin ada tambang, ada hewan, dan sudah barang tentu ada masyarakat manusia (Wiradi, 2009a). Menurut Sitorus (2002), subyek agraria dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas (sebagai kesatuan dari unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara), dan swasta (private sector). Ketiga subyek tersebut memiliki ikatan dengan sumbersumber agraria melalui institusi penguasaan/pemilikan. Dalam perjalanannya, hubungan ini akan menimbulkan bentuk-bentuk dari kepentingan sosial-ekonomi masing-masing subyek berkenaan dengan pengusaaan dan pemilikan atas sumber-sumber agraria tersebut.

2 8 Pemerintah Sumber Agraria Swasta Masyarakat Gambar 2.1. Lingkup Hubungan-Hubungan Agraria (Sitorus, 2002) Keterangan: Hubungan Teknis Agraria Hubungan Sosio Agraria 2.2. Reforma Agraria Menurut Wiradi (2009a) makna reforma agraria merupakan penataan kembali (atau pembaruan) struktur pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah/ wilayah, demi kepentingan petani kecil, penyakap, dan buruhtani tak bertanah. Dalam hal ini reforma agraria memiliki dua tujuan utama, yaitu: pertama, mengusahakan terjadinya transformasi sosial, dan kedua, menangani konflik sosial serta mengurangi peluang konflik di masa depan. Oleh karena itu, Soetarto dan Shohibuddin (2006) menyatakan bahwa inti dari reforma agraria adalah upaya politik sistematis untuk melakukan perubahan struktur penguasaan tanah dan perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula oleh perbaikan sistem produksi melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian, perbaikan metode bertani, hingga infrastruktur lainnya. Agenda landreform (digunakan secara bergantian dengan Reforma Agraria) di Indonesia memiliki perjalanan yang panjang. Secara umum, program pelaksanaan landreform di Indonesia meliputi ketentuan: (a) larangan menguasai tanah pertanian

3 9 yang melampaui batas; (b) larangan pemilikan tanah absentee; (c) redistribusi tanahtanah kelebihan dari batas maksimum serta tanah-tanah yang terkena larangan absentee; (d) pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan; (e) pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian, dan; (f) penerapan batas minimum pemilikan tanah pertanian dengan disertai larangan melakukan perbuatan yang mengakibatkan pemecahan tanah menjadi bagian-bagian yang terlalu kecil Prasyarat Reforma Agraria Menurut Wiradi (2009a), berdasar pengamatan berbagai pakar dari FAO yang melakukan studi tentang Reforma Agraria di berbagai negara di dunia, agar suatu program Reforma Agraria mempunyai peluang untuk berhasil, ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi, antara lain: 1. Kemauan politik dari elit penguasa 2. Elit pemerintahan/birokrasi harus terpisah dari elit bisnis 3. Partisipasi aktif dari semua kelompok sosial harus ada. Organisasi Rakyat/Tani yang pro-reform harus ada 4. Data dasar masalah agraria yang lengkap dan teliti harus ada Seperti tertulis di atas, salah satu prasyarat yang harus dipenuhi adalah partisipasi aktif dari semua kelompok sosial, yaitu organisasi rakyat/tani yang proreform. Organisasi rakyat ini merupakan organisasi rakyat (tani) yang kuat dan mandiri, dipacu cita-cita luhur-jelas, diarahkan oleh program nyata-terukur, ditopang oleh kader terdidik yang militan, dan didukung massa sadar-luas. Organisasi inilah yang menjadi 1 Harsono dalam Andi Achdian Tanah Bagi yang Tak Bertanah; Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin Bogor: KEKAL PRESS bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, hal 72.

4 10 pendorong perubahan sosial yang maha dahsyat. Oleh karena itu, organisasi rakyat, terutama yang menghimpun petani kecil, buruh tani, dan petani penggarap yang sudah menduduki dan menggarap tanah-tanah (bekas) perkebunan, hendaknya berperan dalam (Setiawan dalam Alfurqon, 2006): 1. Melakukan pendataan (ulang) tanah-tanah yang sudah diduduki, digarap dan dijadikan sumber penghidupan penduduk setempat. 2. Mendaftar nama-nama dan jumlah penduduk yang menduduki, menggarap, dan menjadikan tanah tersebut sebagai sumber penghidupan. 3. Menyiapkan aturan main internal organisasi untuk memastikan terhindarnya konflik horizontal dan untuk memastikan legalisasi ini tepat sasaran kepada mereka yang paling membutuhkan. 4. Memastikan adanya komunikasi dan koordinasi yang baik dengan kalangan Ornop pendamping untuk mendapatkan masukan-masukan dalam memperkuat organisasi maupun kelancaran proses legalisasi. 5. Menyiapkan diri untuk siap bernegosiasi dan lobby dalam rangka meyakinkan pejabat dan aparat yang terkait dengan pelaksanaan legalisasi hak atas tanah maupun proses produksi, distribusi, dan penyediaan berbagai sarana pendukung Perspektif Reforma Agraria Dalam model implementasinya berdasarkan cara bagaimana landreform dijalankan, umumnya telah dibedakan pelaksanaan landreform tiga tipe ideal berdasar pelaku utama yang melakukannya, yakni: StateLed Land Reform, MarketLed Land Reform, dan PeasantLed Land Reform. Namun, dengan sangat menarik, setelah menyelidiki secara empiris praktek-praktek ketiga model itu, Borras dan Mckinley (2007) dalam Fauzi (2008) mengemukakan model keempat yang merupakan suatu

5 11 upaya mewujudkan ProPoor Landreform yang realistis dengan 4 (empat) pilar pokok (lihat Tabel 2.1), yakni: Tabel 2.1. Fitur Kunci Beragam Perspektif dalam Reforma Agraria Perspektif Fitur Market-Led Landreform Pertimbangan utamanya adalah pencapaian efisiensi/produktivitas secara ekonomis; Memberi peran sekunder pada negara; Petani yang seharusnya menjadi supir dalam reforma pada kenyataannya berada di bawah dominasi aktor-aktor pasar; Pada kenyataannya, terpusat pada dasar artinya terpusat pada tuan tanah/pedagang/tnc di banyak penataan agraria masa kini. State-Led Landreform Peasant-Led Landreform Pertimbangan utamanya biasanya berhubungan dengan mengamankan/menjaga legitimasi politik, meskipun agendaagenda pembangunan juga penting; Kehendak politik yang kuat sangat dibutuhkan untuk membawa agenda land reform; Biasanya memperlakukan petani sebagai pelaku yang dibutuhkan secara administratif; Aktor-aktor pasar tingkat rendah, atau yang terpilih berhubungan dengan aktor-aktor pasar bergantung pada aktor-aktor mana yang lebih memiliki pengaruh dalam negara. Asumsi utamanya adalah bahwa negara terlalu terbelenggu oleh kepentingan elit secara sosial, sementara kekuatan pasar secara mendasar didominasi oleh kepentingan elit = dengan demikian, satu-satunya cara untuk mencapai reforma-agraria yang pro kaum miskin adalah jika petani dan organisasi mereka secara mandiri mengambil insiatif untuk menerapkan reforma agraria. Pro-Poor Landreform Asumsi utama: tidak meromantisasi kemahakuasaan petani dan organisasi mereka; Tidak menetapkan peran pemerintah pada negara; Tidak mementingkan isu peningkatan produktivitas secara ekonomis = meskipun mengenali keberkaitan antara perspektifperspektif tersebut; Menganalisa negara, gerakan-gerakan petani dan kekuatan pasar bukan sebagai kelompok-kelompok yang terpisah-pisah, namun sebagai aktor yang secara inheren terhubung satu sama lain oleh penyatuan mereka pada sumberdaya tanah secara politis dan ekonomis; Memiliki tiga ciri kunci: terpusat pada petani, didorong oleh negara, dan meningkatkan produktivitas secara ekonomis.

6 Gerakan Reforma Agraria Dilihat dari sudat pandang ilmu sosial, yang dimaksud dengan gerakan (movement) adalah gerakan sosial (social movement), yaitu suatu usaha, upaya, dan langkah kolektif untuk menciptakan perubahan keadaan tertentu yang ada dalam masyarkat (Hoult, 1969) 2. Dari uraian tersebut, Wiradi (2009a) merumuskan bahwa gerakan agraria adalah sebagai berikut: suatu usaha, upaya, dan kegiatan yang dilakukan secara kolektif atau bersama, dengan tujuan untuk merombak tata sosial di bidang agraria, karena tata yang ada dianggap tidak adil dan tidak sesuai sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Landreform By Leverage Gagasan mengenai reforma agraria ini sudah banyak dibahas oleh para ahli. Beberapa menyebutnya sebagai land governance, semuanya ditujukan untuk mewujudkan tanah untuk kesejahteraan rakyat. Ada beberapa macam tipe reforma agraria, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu mobilisasi massa dari atas (by grace), dari tengah, dan dari bawah (by leverage) 3. Konsep landreform dari bawah (by leverage) ini untuk pertama kalinya ditawarkan pada Munas Pertama Konsorsium Pembaruan Agraria, pada Desember 1995, dengan menerjemahkannya sebagai Pembaruan Agraria Berbasis Rakyat (PABR). PABR ini merupakan gerakan pembaruan agraria yang didasarkan atas kekuatan dan kemampuan kaum tani atau rakyat pedesaan sendiri. Namun ini sama sekali tidak berarti melawan wewenang pemerintah ataupun hendak menghilangkan 2 Hoult dalam Gunawan Wiradi Reforma Agraria: Perjalanan Yang Belum Berakhir. Bandung, Jakarta, Bogor: AKATIGA, KPA, SAINS., hal Lihat Saturnino M. Borras Jr dan Jennifer C. Franco tentang Demokra c Land Gorvernance and Some Policy Recommenda on. Discussion Paper 1. Oslo Governance Centre. Mei 2008.

7 13 peran negara. Dalam hal ini kekuatan dan kemampuan kaum tani justru befungsi sebagai dongkrak, sebagai pendorong yang kuat, untuk menggerakkan peran aktif dari pemerintah (Wiradi, 2009b). Berdasar moda gerakan reklaim tanah yang dilakukan masyarakat petani, Sitorus (2006) mengembangkan tipologi landreform dari bawah ini menjadi tiga tipe, yaitu tipe aneksasi, tipe kultivasi, dan tipe integrasi. Tipe Aneksasi adalah tipe reforma agraria dari bawah yang merujuk pada tindakan kolektif penduduk untuk secara paksa dan illegal membuka, bercocok tanam, dan sekaligus bermukim di sebidang tanah hutan Negara. Tipe integrasi merupakan kebalikan dari tipe aneksasi, yaitu tipe reforma agraria yang merujuk pada kolaborasi Negara dan komunitas lokal dalam manajemen sumberdaya agraria. Sedangkan tipe kultivasi merujuk pada ambiguitas status tanah yang direklaim; di satu sisi ia di reklaim dan secara faktual ditanami atau diusahakan oleh penduduk, tetapi di sisi lain ia masih di klaim dan juga secara faktual dikelola oleh pihak lain Arah Transfer Kesejahteraan dan Kekuasaan Berbasis Tanah Mengacu pada Borras dan Franco (2008) dalam Shohibuddin (2010) mengenai kualifikasi pro-poor policy menjadi penting untuk diperhatikan dalam kaitan dengan diferensiasi agraria. Kebijakan transfer kemakmuran dan transfer kekuasaan politik berbasis tanah harus didasari atas kesadaran pelapisan kelas serta sensitif terhadap perbedaan gender dan etnis, historical dalam arti memiliki perspektif mengenai penciptaan kemakmuran, transfer kekuasaan politik, dan penentuan penerima manfaat dalam suatu tinjauan historis sehingga kerangka keadilan sosial yang utuh dapat dikembangkan.

8 14 Aliran Struktur Agraria juga menekankan pentingnya rute transformasi. Borras dan Franco (2008) dalam Shohibuddin (2010), misalnya, membedakan kemungkinan empat arah transformasi yang bisa ditimbulkan oleh kebijakan land reform, yaitu (1) redistribusi, (2) distribusi, (3) non-(re)distribusi, dan (4) (re)konsentrasi (lihat tabel di bawah). Empat arah ini bisa diadaptasi untuk menyediakan kerangka bagi kebijakan pertanahan, khususnya dalam memastikan sejauh mana transfer kesejahteraan dan kekuasaan politik berbasis tanah benar-benar dapat mewujudkan dampak redistribusi atau distribusi dan bukannya non-(re)distribusi, atau apalagi (re)konsentrasi 4. Tabel 2.2. Dinamika Perubahan dan Pembaruan dalam Kebijakan Pertanahan Trajectory Redistribusi Distribusi Non- (Re)Distribusi (Re)konsentrasi Arah Transfer Kesejahteraan dan Kekuasaan Berbasis Tanah Transfer kesejahteraan dan kekuasaan berbasis tanah dari kelas tuan tanah atau negara atau komunitas kepada petani miskin gurem atau tuna kisma Kesejahteraan dan kekuasaan berbasis tanah diterima oleh petani miskin gurem atau tuna kisma, namun kelas tuan tanah dak kehilangan apapun dalam proses ini; transfer oleh negara Kesejahteraan dan kekuasaan berbasis tanah tetap berada di tangan segelinr kelas tuan tanah atau negara atau komunitas; yaitu tetap bertahannya status quo yang bersifat mengeksklusi petani miskin Transfer kesejahteraan dan kekuasaan berbasis tanah dari negara, komunitas atau petani gurem kepada tuan tanah, badan-badan perusahaan, negara atau kelompok-kelompok komunitas Borras dan Franco (2008) dalam Shohibuddin (2010) Dinamika Perubahan dan Pembaruan Pembaruan dapat terjadi di tanah private atau tanah negara; dapat mencakup transfer kepemilikan penuh maupun dak; dapat diterima oleh individu ataupun kelompok Pembaruan biasanya terjadi di tanah milik negara; dapat mencakup transfer hak untuk mengalienasi ataupun dak; dapat diterima oleh individu maupun kelompok Tiadanya kebijakan pertanahan adalah satu kebijakan ; termasuk di sini juga kebijakankebijakan pertanahan yang melegalisasikan klaim-klaim/hak-hak yang mengeksklusi dari kelas tuan tanah atau elit kaya, termasuk negara atau kelompok-kelompok komunitas Dinamika perubahan dapat terjadi dalam tanah private atau tanah negara; dapat mencakup transfer sepenuhnya maupun kepemilikan penuh atau dak; d apat diterima oleh individu, kelompok atau badan-badan perusahaan 4 Lihat juga Saturnino M. Borras Jr. and Jennifer C. Franco (2008). How Land Policies Impact Land- Based Wealth and Power. Oslo Governance Centre Brief, No. 3, May 2008.

9 Kerangka Pemikiran Struktur Agraria Sebelum Landreform di OTL Banjaranyar II dan OTL Pasawahan II SPP Aktor Lainnya OTL Pasawahan II OTL Banjaranyar II Aktor Lainnya Reklaiming OTL Pasawahan II di tanah perkebunan BPN Reklaiming OTL Banjaranyar II di tanah perkebunan Program Pemberdayaan Pasca Reklaiming PPAN Program Pemberdayaan Pasca Reklaiming Access Reforn Kesejahteraan Perubahan Struktur Pemilikan dan Penguasaan Tanah Kesejahteraan Arah Transfer Manfaat (Land-Based Wealth and Power) antar Anggota Organisasi Tani Lokal Keterangan: : Proses : Mempengaruhi : Aktor yang berperan : Proses yang belum terlaksana

10 16 Permasalahan utama dalam bidang agraria di Indonesia adalah adanya ketimpangan struktur agraria diantara subyek-subyeknya. Ketimpangan ini menimbulkan efek yang sangat luas diantaranya adalah ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah serta timbulnya masalah kesejahteraan bagi masyarakat tani yang tidak mempunyai tanah. Masalah ini dapat dilihat secara umum pada struktur agrarianya. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan landreform. Terdapat dua tipe landreform yang dikenal secara luas, keduanya yaitu landreform by grace dan landreform dari bawah (by leverage). Tipe yang pertama secara umum dikenal dengan landreform yang diinisiasi oleh pemerintah. Dalam hal ini landreform dapat dilaksanakan atas dasar kedermawanan pemerintah. Sedangkan tipe kedua merupakan landreform yang diinisiasi oleh masyarakat tani sendiri. Di sini, petani berperan sebagai dongkrak agar pemerintah melaksanakan landreform. Salah satu contoh pelaksanaan landreform dari bawah (by leverage) adalah pelaksanaan reklaiming yang dilakukan oleh Serikat Petani Pasundan (SPP). Dalam penelitian ini, gerakan yang menjadi sorotan utama adalah gerakan yang terjadi di Kabupaten Ciamis khususnya yang dilakukan oleh Organisasi Tani Lokal (OTL) Banjaranyar II, Desa Banjaranyar, dan OTL Pasawahan II, Desa Pasawahan. Di kedua tempat tersebut petani melakukan upaya reklaiming (landreform) pada kisaran tahun Pelaksanaan landreform ini tidak dapat dilepaskan dari peran aktor-aktor yang berkepentingan. Antara lain, SPP dan OTL itu sendiri juga aktor-aktor lainnya. Proses selanjutnya setelah pelaksanaan landreform by leverage (reklaiming) ini adalah program-program pemberdayaan. Kemudian, baik landreform by leverage maupun program-program pemberdayaan setelahnya akan memberikan pengaruh

11 17 terhadap struktur pemilikan dan penguasaan tanah serta kesejahteraan masyarakat di kedua OTL tersebut. Selain program pemberdayaan pasca landreform, setelah pelaksanaan landreform by leverage adalah adanya PPAN. Di OTL Banjaranyar II PPAN ini sudah dilaksanakan sedangkan di OTL Pasawahan II PPAN masih dalam proses. Peran SPP sangat dominan dalam upaya mendampingi OTL dalam melakukan landreform, sehingga peran SPP ini terus melekat dalam proses-proses selanjutnya seperti upaya untuk memperoleh pengakuan hak atas tanah melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) serta upaya untuk melakukan program pemberdayaan pasca landreform di kedua tempat tersebut, walaupun program pemberdayaan ini belum berhasil dilakukan. Begitu juga dengan aktor-aktor lain seperti pendamping LBH, SAINS dan lainnya dalam membantu proses pelaksanaan landreform di kedua tempat tersebut Hipotesis Pengarah Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini akan memfokuskan pada pengaruh partisipasi gerakan tani dalam pelaksanaan Reforma Agraria. Untuk memandu penggalian data mengenai fokus penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Diduga terdapat konflik pertanahan sepanjang sejarah penguasaan tanah yang terjadi di OTL Banjaranyar II dan Pasawahan II; 2. Diduga perbedaan perlawanan petani dan proses pelaksanaan landreform dari bawah (by leverage) di OTL Banjaranyar II dan Pasawahan II;

12 18 3. Diduga pelaksanaan kebijakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Kabupaten Ciamis dapat merespon inisiatif landreform dari bawah (by leverage) di OTL Banjaranyar II dan Pasawahan II; 4. Diduga terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi pelaksanaan kebijakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di OTL Banjaranyar II dan tidak di OTL Pasawahan II; 5. Diduga terdapat perbedaan dampak antara pelaksanaan landreform dari bawah (by leverage) dan PPAN terhadap perubahan struktur pemilikan dan penguasaan tanah dan kesejahteraan di OTL Banjaranyar II dan Pasawahan II; 2.6. Definisi Konseptual 1. Landreform dari bawah (landreform by leverage) adalah gerakan pembaruan agraria yang berfungsi sebagai dorongan dari petani untuk menggugah peran aktif pemerintah. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif melalui penelusuran alur sejarah. a. People/peasant led landreform adalah pandangan yang menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk mencapai Reforma Agraria yang pro kaum miskin adalah jika petani dan organisasi mereka secara mandiri mengambil inisiatif untuk menerapkan Reforma Agraria. 2. Landasan hukum adalah perangkat aturan-aturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pemberian sertifikat melalui Program Pembaruan Agraria Nasional. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. 3. Pemberdayaan pasca landreform oleh berbagai pihak adalah usaha-usaha yang dilakukan berbagai pihak setelah proses landreform (reklaiming) dilakukan.

13 19 Proses ini mencakup kegiatan access reform. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. 4. Reklaiming adalah proses perebutan kembali tanah oleh masyarakat dari pihakpihak yang dianggap sebagai lawan oleh organisasi SPP a. Pra Reklaim adalah fase di mana masyarakat belum melakukan proses reklaiming lahan. b. Pasca Reklaim adalah fase di mana masyarakat sudah melakukan proses reklaiming lahan sampai sebelum proses sertifikasi dilakukan. 5. Okupasi adalah proses perebutan tanah perkebunan yang dilakukan oleh masyarakat petani dari pihak perkebunan. a. Pra Okupasi adalah fase di mana masyarakat belum melakukan proses okupasi lahan. b. Pasca Okupasi adalah fase di mana masyarakat sudah melakukan proses okupasi lahan sampai sebelum proses sertifikasi dilakukan Definisi Operasional 1. Struktur pemilikan dan penguasaan lahan adalah besarnya luasan lahan yang dimiliki dan dikuasai oleh masing-masing individu petani. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif melalui metode survey rumahtangga. Dengan kategori: 1. Sempit: < 0,5 Ha (Skor = 1) 2. Sedang: 0,5 1,5 Ha (Skor = 2) 3. Luas: > 1,5 Ha (Skor = 3) 2. Kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material berdasarkan indikator yang ditentukan oleh masyarakat di masing-masing OTL.

14 20 Pendekatan yang digunakan adalah metode kuantitatif melalui metode survey rumahtangga. Indikator yang digunakan dalam penentuan kesejahteraan selain tanah (nilai 8) adalah rumah (nilai 7), kendaraan bermotor (nilai 6), penghasilan (nilai 5), pekerjaan (nilai 4), pola makan (nilai 3), elektronik (nilai 2) dan sanitasi (nilai 1) 5. a. Rumah: Bangunan yang ditempati untuk tinggal, dikategorikan menjadi: 1. Sangat sederhana: lantai tanah, bilik dan belum ditembok, tanpa sanitasi (skor = 1) 2. Sederhana: Semi permanen, tegel, atap dengan genteng, ada sanitasi di luar rumah (skor = 2) 3. Bagus: Permanen, luas sanitasi lengkap (skor = 3) b. Kendaraan Bermotor: Jumlah kendaraan bermesin yang digunakan sebagai sarana transportasi (motor). Dengan kategori 1. Miskin: Tidak punya (skor = 1) 2. Sedang: Punya, hanya satu unit (skor = 2) 3. Kaya: Punya, lebih dari dua unit (skor = 3) c. Penghasilan: jumlah uang yang didapatkan dalam satu rumah tangga per hari baik dari hasil usaha tani maupun di luar usaha tani. Dikategorikan menjadi: 1. Miskin: < Rp (skor = 1) 2. Sedang: Rp Rp (skor = 2) 3. Kaya: > Rp (skor = 3) 5 Lihat Lampiran 7 indikator kesejahteraan berdasarkan PPA

15 21 d. Pekerjaan: Mata pencaharian yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dikategorikan menjadi: 1. Miskin: Buruh musiman (skor = 1) 2. Sedang: Mengarap lahan sendiri, memiliki upah lainnya (skor = 2) 3. Kaya: Ada penghasilan tetap, memiliki usaha sampingan (skor = 3) e. Pola Makan: Sajian menu yang dikonsumsi dalam satu hari. Dikategorikan menjadi: 1. Miskin: Makan 2 X sehari, dapat Raskin, jarang makan lauk-pauk (skor = 1) 2. Sedang: Makan 3 X sehari, dengan lauk-pauk (skor = 2) 3. Kaya: Makan 3 X sehari, dengan menu lengkap (skor = 3) f. Elektronik: Pemilikan benda elektronik lainnya diluar kebutuhan pangan. Dikategorikan menjadi: 1. Miskin: Maksimal Hanya Hp atau TV Hitam Putih, 1 macam (skor = 1) 2. Sedang: Minimal tv 24 inch warna dan Hp, 2 macam (skor = 2) 3. Kaya: Serba ada, lebih dari 3 macam (skor = 3) g. Sanitasi: Fasilitas MCK yang dimiliki oleh satu rumah tangga. Dikategorikan menjadi: 1. Miskin: tidak ada, Ke sungai, atau MCK umum (skor = 1) 2. Sedang: Memiliki MCK sendiri, tapi di luar rumah (skor = 2) 3. Kaya: Memiliki MCK di dalam rumah m (skor = 3)

DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL

DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (Studi Kasus: Organisasi Tani Lokal Banjaranyar II Desa Banjaranyar dan Organisasi

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 103 BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 7.1. Dampak Landreform Dari Bawah (By Leverage) dan Program Pembaruan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif (survey). Pendekatan kualitatif menekankan pada proses-proses

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data

LAMPIRAN. Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data LAMPIRAN Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data No Kebutuhan Data Metode Jenis Data Sumber Data 1 Konteks Umum Lokasi Studi Dokumen, Interview, Pengamatan Lapang Primer, Sekunder

Lebih terperinci

Sebuah Kerangka untuk Mengintegrasikan Tata Pengurusan Tanah yang Demokratis dan Memihak Kelompok Miskin (Pro-Poor) Moh. Shohibuddin (Mei 2010)

Sebuah Kerangka untuk Mengintegrasikan Tata Pengurusan Tanah yang Demokratis dan Memihak Kelompok Miskin (Pro-Poor) Moh. Shohibuddin (Mei 2010) Sebuah Kerangka untuk Mengintegrasikan Tata Pengurusan Tanah yang Demokratis dan Memihak Kelompok Miskin (Pro-Poor) Moh. Shohibuddin (Mei 2010) What is Democratic Governance? Inclusive citizens participation

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah Tanah merupakan salah satu sumber agraria selain perairan, hutan, bahan tambang, dan udara (UUPA 1960). Sebagai negara agraris yang memiliki jumlah

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT.

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. KAJIAN (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. 2009/10 1 FOKUS Mempelajari hubungan antara manusia yang mengatur penguasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung maupun tidak manusia hidup dari tanah. Bahkan bagi mereka yang hidup bukan dari tanah pertanian,

Lebih terperinci

TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS

TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS LAMPIRAN 89 TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS Tabel Frekuensi Distribusi Penguasaan Lahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Rendah 24 60.0 60.0 60.0 Sedang 11 27.5 27.5 87.5

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Reforma Agraria dan Tingkat Kesejahteraan Petani Berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang agraria merupakan hambatan serius bagi proses pembangunan bangsa. Arah kebijakan

Lebih terperinci

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011 KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011 Bagaimana bisa dikatakan seseorang mempunyai negara,

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan,

Lebih terperinci

PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA

PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan primer manusia adalah sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Kebutuhan primer berarti kebutuhan manusia yang pokok dan bersifat mendesak.

Lebih terperinci

BAB V SEJARAH PENGUASAAN TANAH DAN PELAKSANAAN LANDREFOM DARI BAWAH (BY LEVERAGE)

BAB V SEJARAH PENGUASAAN TANAH DAN PELAKSANAAN LANDREFOM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) 58 BAB V SEJARAH PENGUASAAN TANAH DAN PELAKSANAAN LANDREFOM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) 5.1. Sejarah Penguasaan Tanah di OTL Banjaranyar II Berbicara soal pola penguasaan tanah yang terjadi di Desa Banjaranyar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda pembaruan agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 salah satunya adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II 2.1 Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS 2.1.1 Konsep Perkebunan Perkebunan adalah salah satu subsektor pertanian non pangan yang tidak asing di Indonesia. Pengertian perkebunan 2 dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS 85 BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS 6.1. Landasan Hukum Bersamaan dengan lengsernya rezim Orde Baru pada tahun 1998,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN Oleh: Henny Mayrowani Tri Pranadji Sumaryanto Adang Agustian Syahyuti Roosgandha Elizabeth PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan struktural yang terwujud dalam bentuk tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan, tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara hukum yang pada dasarnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti untuk segenap aspek penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bermatapencaharian dibidang pertanian (agraris) baik sebagai pemilik tanah, petani

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis agraria menyebabkan terjadinya kelangkaan tanah, sedangkan kebutuhan tanah bagi manusia semakin besar. Kebutuhan tanah yang semakin besar ini sejalan dengan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMBARUAN AGRARIA TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA DAN SISTEM AGRIBISNIS.

IMPLIKASI PEMBARUAN AGRARIA TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA DAN SISTEM AGRIBISNIS. IMPLIKASI PEMBARUAN AGRARIA TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA DAN SISTEM AGRIBISNIS. Oleh: Syahyuti @ 2003 Pembaruan agraria, atau sering juga digunakan istilah reforma agraria sebagai pengganti istilah Agrarian

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian Bandung Berkebun di usia pergerakannya yang masih relatif singkat tidak terlepas dari kemampuannya dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional 24 BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional Setelah pergulatan selama 12 tahun, melalui prakarsa Menteri Pertanian Soenaryo,

Lebih terperinci

Kajian Tenurial. Ahmad Nashih Luthfi. Centre for Social Excellence Yogyakarta, 3 April 2016

Kajian Tenurial. Ahmad Nashih Luthfi. Centre for Social Excellence Yogyakarta, 3 April 2016 Kajian Tenurial Ahmad Nashih Luthfi Centre for Social Excellence Yogyakarta, 3 April 2016 Tujuan Kajian Tenurial (diacu dari ToR) Transformasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap tentang: Dasar-dasar

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Reforma Agraria, Jalankeluardarisejumlahpersoalanagrariayang mendasaryang menjadipangkaldarikemiskinanrakyat Indonesia, yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta memiliki nilai sosio-kultural dan pertahanan keamanan. Secara ekonomi tanah merupakan aset (faktor)

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan Lukita Dinarsyah Tuwo Solo, 26 Agustus 2017 DAFTAR ISI 1. LATAR BELAKANG 2. KEBIJAKAN PEMERATAAN EKONOMI 3. PRIORITAS QUICK WIN Arah Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) 1. Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. 2. Kebijakan pembangunan pertanahan

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah HUKUM AGRARIA LUAS SEMPIT PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah OBYEK RUANG LINGKUP Hak Penguasaan atas Sumbersumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria

II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reforma Agraria Menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, reforma agraria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Struktur Agraria

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Struktur Agraria 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Struktur Agraria Secara etimologis, istilah agraria berasal dari sebuah kata dalam bahasa Latin, ager, yang artinya: (a) lapangan; (b) wilayah; (c) tanah negara (Prent

Lebih terperinci

BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 10.1. Kesimpulan Dalam cakupan masa kontemporer, menguatnya pengaruh kapitalisme terhadap komunitas petani di empat lokasi penelitian dimulai sejak terjadinya perubahan praktek

Lebih terperinci

Agraria sebagai Sebuah Perspektif. Mohamad Shohibuddin

Agraria sebagai Sebuah Perspektif. Mohamad Shohibuddin Agraria sebagai Sebuah Perspektif Mohamad Shohibuddin Tawaran Perspektif; Undangan Dialog Outline Karakteristik Perspektif Agraria Kritis Contoh Analisis 1. Konstitusi dan Ragam Kebijakan Terkait Sumbersumber

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Akhir tahun 70-an dan awal 80-an, Pemerintahan Orde Baru menggalakkan program transmigrasi dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, seperti Sulawesi, Kalimantan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN NASIONAL (BAPPENAS) SEKRETARIAT REFORMA AGRARIA NASIONAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penguasaan dan Pengusahaan Lahan Pola Penguasaan Tanah dan Reforma Agraria

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penguasaan dan Pengusahaan Lahan Pola Penguasaan Tanah dan Reforma Agraria II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penguasaan dan Pengusahaan Lahan Menurut Wiradi (2008) dalam tulisannya tentang Pola Penguasaan Tanah dan Reforma Agraria, istilah land tenure dan land tenancy sebenarnya merupakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut :

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut : 115 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan perndaftaran tanah pertanian hasil redistribusi tanah Absentee dalam

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agraria Pengertian agraria menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 (UU No.5 Tahun 1960) adalah seluruh bumi, air dan ruang angkasa,

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dengan pemaparan dan analisa sebagaimana diuraikan di atas maka dapat disusun beberapa kesimpulan sebagai berikut; 1. Latarbelakang lahirnya kontestasi multi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini,

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, yaitu: 1. Tahapan dan Bentuk Gerakan Lingkungan di

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pada bagian ini akan dikemukan simpulan yang telah dirumuskan dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian dalam Bab IV, sebagaimana tersebut diatas. 1. Simpulan

Lebih terperinci

SINTESA TEMATIK SESI 4 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN

SINTESA TEMATIK SESI 4 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN SINTESA TEMATIK SESI 4 KELOMPOK BELAJAR AGRARIA & PEREMPUAN KONTRADIKSI HAK TANAH PEREMPUAN I. Kontradiksi Reforma Agraria: Antara Kebijakan dan Praktik Seiring terjadinya pemusatan kekayaan dan kian timpangnya

Lebih terperinci

KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH _ LAPORAN KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SEKRETARIAT REFORMA AGRARIA NASIONAL

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

Konsep Awal Pembangunan Ekonomi Pertanian Secara Kolektif melalui Organisasi

Konsep Awal Pembangunan Ekonomi Pertanian Secara Kolektif melalui Organisasi 1 Lampiran 1 Konsep Awal Pembangunan Ekonomi Pertanian Secara Kolektif melalui Organisasi Untuk dapat membayangkan sebuah model pembangunan ekonomi pertanian secara kolektif, maka mestilah dilihat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 23 Januari 1942 merupakan catatan penting bagi masyarakat Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. 23 Januari 1942 merupakan catatan penting bagi masyarakat Provinsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 23 Januari 1942 merupakan catatan penting bagi masyarakat Provinsi Gorontalo sebagai sejarah lahirnya kemerdekaan rakyat Gorontalo yang terbebas dari penjajahan Belanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

Solusi Penyediaan Lahan untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan?: Meneraca Ulang Program Injeksi Tanah dan Konversi Lahan

Solusi Penyediaan Lahan untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan?: Meneraca Ulang Program Injeksi Tanah dan Konversi Lahan Solusi Penyediaan Lahan untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan?: Meneraca Ulang Program Injeksi Tanah dan Konversi Lahan Endriatmo Soetarto & DwiWulan Pujiriyani Seminar Nasional Solusi Penyediaan Lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kesejahteraan rakyat dan sumber utama bagi kelangsungan hidup dalam mencapai

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah Oleh Kamalia Purbani Sumber: BUKU KRITIK & OTOKRITIK LSM: Membongkar Kejujuran Dan Keterbukaan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia (Hamid

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah 1 BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah mempunyai arti dan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah tidak hanya bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya mengandalkan hidup dari tanah pertanian sehingga tanah merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

Lebih terperinci

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Omswastiastu (untuk Provinsi Bali)

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Omswastiastu (untuk Provinsi Bali) MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PADA UPACARA PERINGATAN HARI AGRARIA NASIONAL TAHUN 2017 Assalamu

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan peka, menyangkut berbagai aspek kehidupan. Hal ini terjadi dikarenakan masalah agraria sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PATRON DAN KLIEN PETANI PADI DI RENGASDENGKLOK PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN PATRON DAN KLIEN PETANI PADI DI RENGASDENGKLOK PADA TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rengasdengklok merupakan satu kota kecil di Kabupaten Karawang yang memiliki peran penting baik dalam sejarah maupun bidang ekonomi. Kabupaten Karawang adalah

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, secara adil

Lebih terperinci