PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA"

Transkripsi

1 PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Reforma Agraria dalam Meningkatkan Kapasitas dan Kesejahteraan Petani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 RIZKI AMELIA NIM I

3 iv ABSTRAK RIZKI AMELIA. Peranan Reforma Agraria dalam Meningkatkan Kapasitas dan Kesejahteraan Petani. Dibimbing oleh MARTUA SIHALOHO. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) menganalisis peran reforma agraria dalam meningkatkan kapasitas petani, (2) menganalisis peran reforma agraria dalam meningkatkan kesejahteraan petani, dan (3) menganalisis peran kapasitas petani dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Sebanyak 32 responden dipilih secara acak untuk mendapatkan data mengenai pelaksanaan reforma agraria dengan bantuan kuesioner dan wawancara mendalam. Data diolah dengan uji korelasi Rank Spearman, hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kapasitas dan kesejahteraan petani, serta tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kapasitas petani dengan peningkatan kesejahteraan petani. Artinya, reforma agraria berperan sangat kecil dalam meningkatkan kapasitas penerimanya untuk menjadi petani mandiri yang akan mendorongnya untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kata kunci: tanah, aset reforma, akses reforma ABSTRACT RIZKI AMELIA. The Role of Agrarian Reform in Increasing Capacity and The Welfare of Farmers. Supervised by MARTUA SIHALOHO. The objectives of this research are: (1) to analyze the role of agrarian reform in improving the capacity of farmers, (2) to analyze the role of agrarian reform in improving the welfare of farmers, and (3) to analyze the role of farmers capacity in improving their welfare. This research using quantitative and qualitative method. Total 32 respondents were chosen purposefully to obtain data about the implementation of agrarian reform by using questionnaire and in-depth interview. The data processed with Spearman Rank correlation test, the results showed that no significant relationship exists between the implementation of agrarian reform with the level of capacity and the welfare of farmers, and there is no significant relationship between the capacity with the welfare of farmers. It means that agrarian reform plays very small in improving the capacity of recipients to become independent farmers and encouraging to improve their life. Keywords: land, asset reform, access reform

4 v PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

5 vi Judul Skripsi Nama NIM : Peranan Reforma Agraria dalam Meningkatkan Kapasitas dan Kesejahteraan Petani : Rizki Amelia : I Disetujui oleh Martua Sihaloho, SP, MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

6 vii PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 sampai Desember 2012 ini adalah reforma agraria dengan judul Peranan Reforma Agraria dalam Meningkatkan Kapasitas dan Kesejahteraan Petani. Penulis mengucapkan terima kasih dan hormat yang mendalam kepada Martua Sihaloho, SP, MSi selaku dosen pembimbing, Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS, dan Ir Richard W. E. Lumintang, MSEA selaku dosen penguji yang telah memberi banyak ilmu, kritik, saran, dan inspirasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada ayah, ibu, adik, serta sahabat dan temanteman yang telah mencurahkan kasih sayang, dukungan, serta doa untuk penulis setiap harinya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Desa Sipak beserta stafnya dan juga seluruh warga Sipak yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Februari 2013 Rizki Amelia

7 viii DAFTAR ISI ABSTRAK iv PRAKATA vii DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitan 4 Kegunaan Penelitian 4 TINJAUAN PUSTAKA 5 Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah 5 Reforma Agraria dan Peningkatan Kesejahteraan Petani 6 Konsep Reforma Agraria 6 Pengembangan Kapasitas Petani 7 Konsep Kesejahteraan Rakyat 8 Indikator Kesejahteraan Rakyat 9 Kerangka Pemikiran 11 Hipotesis Penelitian 12 Definisi Konseptual 13 Definisi Operasional 13 METODE PENELITIAN 16 Lokasi dan Waktu Penelitian 16 Teknik Pengambilan Informan dan Responden 16 Teknik Pengumpulan Data 17 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 17 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19 Kondisi Geografi 19 Kondisi Demografi 20 Kondisi Sosial-Ekonomi 21 Agama 21 Pendidikan 22

8 ix Mata Pencaharian 22 Ketersediaan Fasilitas Umum 23 Pranata Sosial dan Kelembagaan 24 PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA 26 Riwayat Status Tanah di Jasinga 26 Pelaksanaan Reforma Agraria di Jasinga 27 Latar Belakang 27 Riwayat Penyelesaian Tanah 28 Program Pembaruan Agraria Nasional 29 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI 32 Reforma Agraria di Desa Sipak 32 Penyediaan Asset Reform 32 Penyediaan Access Reform 35 Tingkat Kapasitas Petani 38 Kemampuan Mengidentifikasi Potensi 38 Kemampuan Memanfaatkan Peluang 39 Kemampuan Mengatasi Masalah 40 Pelaksanaan Reforma Agraria dan Hubungannya dengan Tingkat Kapasitas Petani 41 Hubungan Reforma Agraria dengan Tingkat Kemampuan Mengidentifikasi Potensi 42 Hubungan Reforma Agraria dengan Tingkat Kemampuan Memanfaatkan Peluang 42 Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Tingkat Kemampuan Mengatasi Masalah 43 Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Tingkat Kapasitas Petani 44 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 Kesejahteraan Petani 46 Tingkat Kepemilikan Aset 46 Kemampuan Menyekolahkan Anak 51 Peningkatan Kesejahteraan 52 Pelaksanaan Reforma Agraria dan Hubungannya dengan Peningkatan Kesejahteraan Petani 53 Hubungan Reforma Agraria dengan Tingkat Kepemilikan Aset 53 Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Kemampuan Menyekolahkan Anak 54

9 x Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Peningkatan Kesejahteraan Petani 55 HUBUNGAN TINGKAT KAPASITAS PETANI DENGAN KESEJAHTERAAN PETANI 57 SIMPULAN DAN SARAN 59 Simpulan 59 Saran 59 DAFTAR PUSTAKA 60 LAMPIRAN 62 RIWAYAT HIDUP 77

10 xi DAFTAR TABEL 1. Jumlah penduduk Desa Sipak menurut kelompok umur dan jenis kelamin Komposisi penduduk Desa Sipak berdasarkan tingkat pendidikan Komposisi penduduk Desa Sipak berdasarkan mata pencaharian Uraian hasil kegiatan PPAN di Kecamatan Jasinga Jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan tanah redistribusi di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan sertifikat tanah di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan penyediaan access reform di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan pelaksanaan program reforma agraria di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan mengatasi masalah di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kapasitas di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengatasi masalah di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas kepemilikan lahan sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan kondisi tempat tinggal sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan kendaraan bermotor sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan barang elektronik sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan hewan ternak, tabungan, dan emas sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun

11 xii 22. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kepemilikan aset di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuan menyekolahkan anak di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan peningkatan kesejahteraan sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset di Desa Sipak tahun Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan menyekolahkan anak Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kesejahteraan Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara tingkat kapasitas petani dengan peningkatan kesejahteraan petani di Desa Sipak tahun DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka pemikiran Salah satu lahan perkebunan warga Sipak Akses jalan menuju areal lahan perkebunan Skema status tanah di Jasinga Sertifikat tanah 34 DAFTAR LAMPIRAN 1. Denah Desa Sipak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Jadwal pelaksanaan penelitian tahun Kerangka sampel rumah tangga penerima program reforma agraria di Desa Sipak Hasil uji korelasi Rank Spearman dengan SPSS

12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sepanjang sejarah penguasaan tanah di Indonesia selalu diwarnai dengan berbagai macam kebijakan yang justru menyengsarakan kaum petani. Lepas dari sistem feodal 1 yang telah berabad-abad mencengkram masyarakat petani, kemudian masuk ke dalam sistem kolonial yang sama sekali tidak menunjukkan perbaikan sedikitpun. Kaum kolonial tidak merombak sistem feodal, tetapi mempertahankan sistem itu dengan memberikan kekuasaan kepada para bupati dan raja untuk memungut hasil-hasil yang diminta pihak kolonial seperti tanaman untuk ekspor dan membiarkan para petani hidup dalam garis batas hidup (subsistensi) berdasarkan pola pertanian tradisional (Fauzi 1999:21). Tidak berhenti sampai di sana, pada masa orde baru mulai berkembang sistem kapitalis yang ditandai oleh dua ciri transformasi: (a) kekayaan alam diubah menjadi modal dalam ekonomi produksi kapitalis, dan (b) kaum petani diubah menjadi buruh upahan (Fauzi 1999:5). Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1960 yang biasa dikenal dengan UUPA (Undang- Undang Pokok Agraria) yang salah satu tujuannya meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur 2. Masalah-masalah yang berkaitan dengan agraria, dalam hal ini tanah, sepanjang zaman pada hakikatnya adalah masalah politik. Siapa yang menguasai tanah, ia menguasai pangan, atau, ia menguasai sarana-sarana kehidupan, dan siapa yang menguasai sarana kehidupan, maka ia menguasai manusia (Wiradi 2009). Masalah agraria tersebut tidak hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan tanah (hubungan teknis), tetapi juga merupakan hubungan antar manusia (hubungan sosial) dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber-sumber agraria (Sitorus 2002). Masalah agraria yang sering terjadi sebenarnya merupakan implikasi dari adanya hubungan teknis dan hubungan sosial tersebut. Ketika seseorang berkata, ini adalah tanahku, maka makna yang terkandung bukan hanya sebatas seseorang itu dengan tanahnya, melainkan juga terkandung makna, kamu tidak boleh menggarap di atas tanahku atau jika kamu menggarap di tanahku maka sebagian hasilnya harus diserahkan kepadaku. Masalah inilah yang paling krusial, yaitu berupa ketimpangan struktur pemilikan dan penguasaan tanah yang pada akhirnya memicu konflik antara masyarakat dengan penguasa (pemerintah) dan pengusaha (pemilik modal). Gambaran umum mengenai kondisi ketimpangan penguasaan sumbersumber agraria di tingkat makro dapat ditemukan dalam berbagai sektor, seperti kehutanan, perkebunan, dan pertanian tanaman pangan (Wiradi 2009). Di sektor kehutanan, sebesar 74% merupakan kawasan hutan yang dikuasai oleh negara. 1 Feodalisme yang dimaksud adalah suatu cara berekonomi atau suatu sistem ekonomi di mana raja, keluarganya dan para bangsawan serta penguasa daerah adalah tuan dan rakyat sebagai abdi (Fauzi 1999:15). 2 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 halaman 26 alinea 5 poin (a).

13 2 Dari total 30.5 juta ha hutan konversi yang diklaim pemerintah, pada tahun 1984 hanya tersisa 8.4 juta ha karena sebagian telah dikonversi menjadi kawasan nonhutan, terutama untuk areal perkebunan dan lokasi program transmigrasi. Data per Desember 1983 menunjukkan bahwa areal yang dikuasai oleh 570 HPH sudah mencapai juta ha dengan 52% di antaranya dikuasai oleh hanya 20 orang konglomerat sedangkan yang dikuasai oleh BUMN, yakni Perhutani dan Inhutani hanya mencapai 8.9 juta ha (Wiradi 2009). Sektor perkebunan merupakan yang paling banyak menyebabkan konflik. Penelitian Bahari (2004) mengungkapkan konflik agraria yang terjadi di seluruh pelosok tanah air sebagian besar berada di sekitar wilayah perkebunan, baik perkebunan swasta maupun negara. Data yang dikeluarkan Dirjen Bina Produksi Perkebunan menyebutkan sampai dengan Agustus 2003 terdapat 575 kasus di wilayah perkebunan. Sejumlah 225 kasus terjadi pada perkebunan swasta dan 350 kasus pada PTPN. Kasus-kasus tersebut terjadi di 20 provinsi, terbanyak di Provinsi Sumatera Utara dengan 298 kasus atau 52% dari total kasus yang ada. Dari semua kasus tersebut, sebanyak 544 kasus (95%) terkait dengan sengketa lahan dan 31 kasus (5%) menyangkut penjarahan produksi dan perusakan tanaman. Sensus pertanian BPS 2003 menunjukkan di sektor pertanian pangan cenderung terjadi peningkatan dalam hal ketimpangan penguasaan tanah pertanian di sektor pertanian pangan antara tahun 1993 dan 2003 yang mengakibatkan proporsi jumlah rumah tangga petani kecil dan gurem cenderung meningkat. Hasil sensus pertanian menyebutkan bahwa pada tahun 1993 jumlah petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0.5 ha berjumlah 10.8 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2003 bertambah menjadi 13.7 juta jiwa. Penyelesaian mengenai masalah ketimpangan penguasaan tanah sebenarnya telah diatur sejak dikeluarkannya UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) Hal tersebut tercermin di dalam pasal 17 ayat (1) UUPA 1960 yang mengatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai oleh satu keluarga atau badan hukum. Pada pasal 17 ayat (3) dinyatakan tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum tersebut diambil oleh pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah. Akan tetapi, implementasi dari pasal tersebut nampaknya belum berjalan dengan baik. Ketimpangan dalam penguasaan tanah tidak membuat petani tinggal diam. Mereka menuntut sebuah pembaruan yang dapat mengantarkan mereka kepada keadilan sosial dan kesejahteraan. Beragam upaya dilakukan petani, mulai dari aksi protes sampai melakukan pengorganisasian untuk melawan ketidakadilan yang menimpa mereka. Muncul istilah land reform by leverage (reforma agraria dari bawah) sebagai hasil dari perlawanan mereka. Ada juga tuntutan mereka yang disambut baik oleh pemerintah dengan mengadakan program reforma agraria dari atas (land reform by grace). Hal ini seperti yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia dalam pidatonya sebagai berikut. Program Reforma Agraria secara bertahap akan dilaksanakan mulai tahun 2007 dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin inilah yang

14 3 saya sebut sebagai prinsip Tanah untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat [yang] saya anggap mutlak untuk dilakukan. 3 Upaya-upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengimplementasikan program reforma agraria, salah satunya dengan melaksanakan program reforma agraria yang dilaksanakan di sepuluh desa di Kecamatan Jasinga dengan cara membagikan lahan bekas Hak Guna Usaha (HGU) PT. PP. Jasinga. Awalnya lahan bekas HGU itu dibiarkan terlantar, kemudian warga sekitar perkebunan berinisiatif memanfaatkan lahan tersebut untuk digarap. Melihat hal itu, akhirnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor bekerja sama dengan pemerintah Kecamatan Jasinga mengadakan program sertifikasi lahan gratis untuk mengesahkan kepemilikan lahan bekas HGU yang digarap warga tersebut. Salah satu desa yang dijadikan lokasi reforma agraria adalah Desa Sipak, Kecamatan Jasinga. Mengingat reforma agraria erat kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan, maka penting untuk dikaji bagaimana peranan program tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Desa Sipak. Akan tetapi, kesejahteraan petani tidak serta-merta meningkat akibat reforma agraria tersebut, perlu juga melihat kapasitas petani dalam rangka memanfaatkan lahan hasil redistribusi tersebut hingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Perumusan Masalah Latar belakang penelitian ini mengemukakan bahwa perlunya suatu upaya untuk mengatasi ketimpangan dalam penguasaan tanah, yakni dengan mengimplementasikan program reforma agraria. Reforma agraria tidak hanya berupa redistribusi lahan dan sertifikasi (penataan aset reforma agraria), tetapi juga diperlukan program-program penunjang agar land reform bisa mencapai peningkatan kesejahteraan kaum tani. Reforma agraria yang berupa penataan aset dan program penunjangnya secara rasional akan berdampak pada kesejahteraan petani. Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba melihat sejauh mana reforma agraria berperan dalam meningkatkan kesejahteraan petani? Akan tetapi, reforma agraria tidak sertamerta dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Diperlukan adanya kapasitas petani yang dapat dilakukan dalam bentuk pemberian akses terhadap sumbersumber agraria, pembinaan kelembagaan ekonomi (produksi dan distribusi), maupun pengembangan sumber daya manusia (pelatihan dan penyuluhan). Secara ringkas, pertanyaan yang akan dikaji lebih lanjut adalah sejauh mana reforma agraria berperan dalam meningkatkan kapasitas petani? Kapasitas petani diharapkan berperan dalam peningkatan kesejahteraan petani yang menjadi penerima program karena adanya aset dan akses reforma dapat mendukung kegiatan mereka untuk meningkatkan produktivitas lahannya. 3 Pidato Politik Presiden Republik Indonesia (31 Januari 2007) dalam keynote speech Joyo winoto pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Ilmu Tanah Nasional di Institut Pertanian Bogor November 2011.

15 4 Hal tersebut sudah sewajarnya memberikan dorongan bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya. Uraian di atas memunculkan sebuah pertanyaan sejauh mana peran kapasitas petani dalam peningkatan kesejahteraan petani? Tujuan Penelitan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan umum yang telah dikemukakan sebelumnya, yakni menganalisis pemanfaatan lahan hasil reform agraria di Desa Sipak oleh petani, selain itu juga untuk menjawab pertanyaan khusus lainnya, antara lain: 1. Menganalisis peran reforma agraria dalam meningkatkan kapasitas petani. 2. Menganalisis peran reforma agraria dalam meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Menganalisis peran kapasitas petani dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak, di antaranya: 1. Akademisi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya, serta dapat menambah khasanah dalam kajian ilmu pengetahuan agraria. 2. Pemerintah. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun dan mengambil kebijakan mengenai pengelolaan lahan pertanian agar tidak terjadi lagi ketimpangan penguasaan lahan oleh pemilik modal sehingga tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 3. Masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat memberi dampak positif bagi masyarakat, khususnya untuk menambah pengetahuan mengenai manfaat program reforma agraria.

16 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah Tanah merupakan salah satu sumber agraria selain perairan, hutan, bahan tambang, dan udara (UUPA 1960). Sebagai negara agraris yang memiliki jumlah tenaga kerja sekitar juta jiwa di sektor pertanian 4, sudah tentu tanah dijadikan sebagai salah satu sumber daya terpenting untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat Indonesia. Akan tetapi, Wiradi (2009) mengungkapkan di satu sisi rakyat menganggap tanah adalah tumpuan kehidupannya sementara di sisi lain negara membutuhkan pengorbanan rakyat untuk menyerahkan tanahnya demi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Tanah dalam arti land mempunyai aspek ruang dan aspek hukum. Aspek ruang berkaitan dengan tempat pemukiman dan kegiatan manusia di atasnya maupun di bawahnya, sedangkan aspek hukum berkaitan dengan hak memiliki dan menggunakan. Hubungan saling terkait itu dikenal dengan istilah pertanahan. Pertanahan merujuk pada sistem yang saling terkait antara suatu subjek hak atas tanah (individu, kelompok masyarakat atau badan hukum pemerintah dan swasta) dengan suatu objek hak atas tanah pada lokasi, luas dan batas-batas tertentu melalui hubungan penguasaan pemilikan dan penggunaan pemanfaatan. Kekuatan hubungan itu, diindikasi dari tingkat hubungan secara yuridis dalam bentuk jenis hak atas tanah yang dipunyai maupun hubungan secara fisik dalam bentuk penggunaan dan pengambilan manfaat. Kekuatan hubungan itulah yang menjadikan tanah mempunyai nilai hak kepemilikan atau dapat disebut property right (Risnarto 2007). Tanah bukan sekedar aset, melainkan juga merupakan basis bagi teralihnya kuasa-kuasa ekonomi, sosial, dan politik. Ketimpangan dalam hal akses terhadap tanah ini akan sangat menentukan corak sebuah masyarakat dan dinamika hubungan antar lapisan di dalam masyarakat tersebut (Wiradi 2009:56). Masalah mengenai ketimpangan struktur penguasaan tanah bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Jika dilihat secara makro, ketimpangan tersebut terdapat di tiga sektor, yakni kehutanan, perkebunan, dan pertanian pangan (Wiradi 2009). Struktur penguasaan tanah menurut Wiradi (2009) adalah susunan sebaran atau distribusi, baik mengenai pemilikan (penguasaan formal) maupun penguasaan efektif (garapan/operasional), atas sumber-sumber agraria; juga sebaran alokasi atau peruntukannya. Ketimpangan agraria (khususnya tanah yang dikaji) merupakan ketidaksesuaian dalam hal penguasaan formal (pemilikan) maupun penguasaan efektif, peruntukan, persepsi dan konsepsi, serta berbagai produk hukum, sebagai akibat dari pragtisme dan kebijakan sektoral terhadap sumbersumber agraria, khususnya tanah (Wiradi 2009). Ketimpangan struktur penguasaan tanah terjadi ketika tanah dijadikan sebagai komoditas. Proses perencanaan kota, pengembangan wilayah perumahan, kawasan industri, dan lain-lain, pasti membutuhkan tanah untuk pelaksanaannya, ketika itulah tanah menjadi komoditas. Padahal, wakil presiden Bung Hatta 4 Badan Pusat Statistik (BPS) 2011

17 6 pernah berpesan dalam pidatonya di Yogyakarta pada tahun 1946, mengenai masalah pertanahan. Isi pesan beliau adalah sebagai berikut (Wiradi 2009). 1. Tanah tidak boleh menjadi alat kekuasaan seseorang untuk menindas dan memeras hidup orang banyak. 2. Pemilikan tanah yang sangat luas oleh seseorang dimana terdapat sejumlah penggarap yang besar adalah bertentangan dasar perekonomian yang adil. 3. Tanah tidak boleh menjadi objek perniagaan yang diperjualbelikan sematamata untuk mencari keuntungan (dalam bahasa sekarang: tanah tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas). 4. Seharusnya tidak terjadi pertentangan antara masyarakat dengan Negara karena negara itu alat masyarakat untuk menyempurnakan keselamatan umum. Ketimpangan struktur penguasaan tanah yang telah dikemukakan tersebut memicu adanya perbaikan mengenai kepemilikian maupun penguasaan terhadap tanah agar sesuai dengan yang diamanatkan di dalam UUPA Reforma Agraria dan Peningkatan Kesejahteraan Petani Konsep Reforma Agraria Kata agraria secara etimologis berasal dari bahasa Latin ager yang berarti sebidang tanah (bahasa Inggris acre). Kata bahasa Latin aggrarius meliputi arti: yang ada hubungannya dengan tanah; pembagian atas tanah terutama tanah-tanah umum; bersifat rural. Kata reform menunjuk kepada perombakan, mengubah dan menyusun/membentuk kembali sesuatu untuk menuju perbaikan. Dengan demikian, hakikat makna reforma agraria adalah: Penataan kembali (atau pembaruan) struktur pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah/wilayah, demi kepentingan petani kecil, penyakap, dan buruh tani tak bertanah dengan prinsipnya Tanah untuk Penggarap! (Wiradi 2009). Penataan ulang struktur penguasaan tanah (land reform) bukan saja akan memberikan kesempatan kepada sebagian besar penduduk yang masih menggantungkan hidupnya pada kegiatan pertanian untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Lebih dari itu, land reform bukan hanya akan menjadi suatu dasar yang kokoh dan stabil bagi pembangunan ekonomi dan sosial, melainkan juga menjadi dasar bagi pengembangan kehidupan masyarakat yang demokratis. Program ini akan membuka kesempatan untuk terjadinya proses pembentukan modal (capital formation) di perdesaan yang akan menjadi dasar bagi proses industrialisasi yang kokoh. Selain itu, ia juga akan memberikan sejumput kekuasaan pada kelompok-kelompok petani miskin di pedesaan di dalam ikatanikatan sosial pada masyarakatnya. Memberikan tanah kepada para petani miskin yang selama ini terpinggirkan (Bachriadi 2007). Masa sebelum Perang Dunia II sampai dekade 1960-an, reforma agraria dikenal dengan istilah land reform. Secara sederhana, land reform adalah program untuk mengatasi masalah-masalah struktur agraria yang timpang. Praktik land reform yang hanya mengacu pada pendistribusian tanah saja ternyata kurang

18 7 berhasil mencapai tujuannya, yaitu peningkatan kesejahteraan kaum tani karena mereka banyak yang tidak mampu mengusahakan tanah yang diperolehnya. Sampai akhir abad XIX, kebijakan land reform pada dasarnya lebih merupakan kebijakan sosio-politik dibandingakan dengan kebijakan ekonomi karena yang dipentingkan adalah keadilan dan pemerataan (Wiradi 2009). Beberapa literatur penelitian mengenai reforma agraria telah ditelusuri. Hasilnya menunjukkan bahwa kebanyakan reforma agraria yang dijalankan di Indonesia belumlah berupa land reform plus program penunjang yang mencakup (1) tersedianya kredit yang terjangkau, (2) akses terhadap jasa-jasa advokasi, 3) akses terhadap informasi baru dan teknologi, (4) pendidikan dan latihan, serta (5) akses terhadap berbagai macam sarana produksi dan sarana pemasaran, seperti yang diungkapkan Wiradi (2009). Sementara access reform yang dimaksud BPN yakni (a) penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, (b) pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, (c) dukungan permodalan, dan (d) dukungan distribusi pemasaran serta dukungan lainnya (BPN-RI 2007). Reforma agraria yang dijalankan di Indonesia baru berupa pendistribusian tanah tanpa didukung program penunjang tersebut. Menurut Wiradi (2009), diperlukan program-program penunjang agar land reform bisa mencapai peningkatan kesejahteraan kaum tani. Jadi, pada intinya reforma agraria merupakan program land reform plus program penunjang yang telah disebutkan itu. Reforma agraria ini perlu dilakukan karena menurut kalangan yang mendukung reforma agraria menyatakan bahwa reforma agraria adalah merombak struktur bukan semata-mata membagi-bagi tanah. Perombakan diperlukan karena adanya ketimpangan distrbusi kepemilikan tanah. Suhendar (2002) menyatakan reforma agraria yang dijalankan saat ini masih merupakan kelanjutan dari zaman orde baru, yaitu peran pemerintah sangat dominan dalam menentukan kebijakan-kebijakan agraria sehingga masih jauh dari harapan bahwa kebijakan-kebijakan agraria akan lebih menguntungkan petani. Kebijakan-kebijakan, baik dalam bentuk redistribusi melalui program transmigrasi dan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) ini yang kemudian diklaim sebagai land reform maupun kebijakan peningkatan produktivitas pertanian lainnya, lebih mencerminkan kepentingan pemerintah daripada sebagai upaya menyejahterakan petani sehingga program tersebut tidak bisa mempertahankan keeksistensiannya dalam menyejahterakan petani. Karena itu, petani bukannya sejahtera malah semakin menderita. Berdasarkan kondisi tersebut, Suhendar (2002) menekankan land reform by leverage merupakan satu-satunya jalan mewujudkan keadilan agraria di Indonesia. Menurutnya, petani harus menjadi aktor utama yang mendorong perubahan kebijakan agraria dengan dibantu aktor lain yang mampu mendesakkan perubahan kepada pemerintah, baik di tingkat nasional maupun daerah. Pengembangan Kapasitas Petani Kata kapasitas secara harfiah berasal dari bahasa Inggris (capacity) yang artinya kemampuan, daya tampung yang ada. Subagio (2008) menyebutkan bahwa kapasitas adalah segala daya yang dimiliki oleh individu, organisasi, atau

19 8 masyarakat untuk dapat menetapkan tujuan yang dikehendaki secara tepat dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut secara tepat pula. Tingkat kapasitas yang dimiliki tersebut menyangkut perilaku tentang pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi masalah, dan menjaga agar tetap berkelanjutan. Kapasitas petani diartikan oleh Subagio (2008) sebagai daya-daya yang melekat pada pribadi seseorang sebagai pelaku utama pengelola sumber daya pertanian untuk dapat menetapkan tujuan usaha tani secara tepat dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara tepat pula. Setiap individu memiliki kapasitas yang melekat pada dirinya. Perbedaan tingkat kapasitas itu ditunjukkan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan berusaha di bidang pertanian dalam memperoleh dan memanfaatkan informasi dan inovasi serta kondisi lingkungan yang melingkupi seseorang tersebut. Pengembangan kapasitas dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat mengatasi keterbatasan yang membatasi kesempatan hidup mereka sehingga memperoleh hak yang sama tehadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. Melalui pengembangan kapasitas, masyarakat akan lebih berdaya dan mandiri dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya (Alfurqon 2009). Pengembangan kapasitas merupakan gambaran kemampuan dari individu ataupun masyarakat untuk menghadapi permasalahan mereka untuk mencapai tujuan pembangunan secara berkesinambungan (OECD 1996). Program reforma agraria yang dicanangkan pemerintah merupakan suatu program yang terdiri dari kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas subjek reforma agraria (masyarakat miskin). Pengembangan kapasitas dapat dilakukan dalam bentuk pemberian akses terhadap sumber-sumber agraria, pembinaan kelembagaan ekonomi (produksi dan distribusi), dan pengembangan sumber daya manusia (pelatihan dan penyuluhan). Pengembangan kapasitas petani miskin merupakan suatu proses penguatan petani agar mereka dapat mengenali masalahmasalah yang dihadapinya dan secara mandiri dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Subagio (2008) menjelaskan tingkat kapasitas ditunjukkan dengan mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan, serta menjaga keberlanjutan sumber daya usaha tani. Konsep Kesejahteraan Rakyat Kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki bersifat relatif, tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan itu sendiri. Suharto (2006) menyintesiskan konsep kesejahteraan yang sering diartikan berbeda oleh orang dan negara yang berbeda. Hasil sintesisnya menyimpulkan bahwa sedikitnya ada empat makna yang terkandung dalam konsep kesejahteraan, sebagai berikut.

20 9 1. Sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya. 2. Sebagai pelayanan sosial, yakni mencakup jamian sosial, pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan pelayanan sosial personal. 3. Sebagai tunjangan sosial. 4. Sebagai proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan (pengertian pertama) melalui pemberian pelayanan sosial (pengertian kedua) dan tunjangan sosial (pengertian ketiga). Indikator Kesejahteraan Rakyat Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat jika dilihat dari suatu aspek tertentu. Menurut BPS (2006), indikator kesejahteraan yaitu: 1. Kependudukan Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi dan distribusi penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional dalam penanganan masalah kependudukan, pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu itu, program perencanaan pembangunan sosial disegala bidang harus mendapat prioritas utama yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan penduduk. 2. Kesehatan dan gizi Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selain itu, aspek penting lainnya yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang antara lain diukur melalui angka kesakitan dan status gizi. 3. Pendidikan Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Faktor kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan belum semua anak Indonesia dapat menikmati kesempatan pendidikan dasar. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi pendidikan yang dicapai

21 10 suatu masyarakat, maka dapat dikatakan masyarakat tersebut semakin sejahtera. 4. Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting yang tidak hanya untuk mencapai kepuasan tetapi juga untuk memenuhi perekonomian rumah tangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat. 5. Taraf dan pola konsumsi Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu dipantau berkenaan dengan peningkatan pendapatan penduduk tersebut adalah bagaimana pendapatan tersebut terdistribusi diantara kelompok penduduk. Indikator distribusi pendapatan, walaupun didekati dengan pengeluaran akan memberikan petunjuk aspek pemerataan yang telah tercapai. Dari data pengeluaran dapat juga diungkapkan tentang pola konsumsi rumah tangga secara umum dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. 6. Perumahan dan lingkungan Rumah tangga dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera rumah tangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat dilihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, fasilitas buang air besar rumah tangga, dan tempat penampungan kotoran akhir (jamban). 7. Sosial dan budaya Semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan sosial budaya maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat. Pembahasan mengenai sosial budaya lebih difokuskan pada kegiatan sosial budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan, seperti melakukan perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan, yang mencakup menonton televisi, mendengarkan radio dan membaca surat kabar. Kesejahteraan petani dipaparkan oleh Novrian et al. (2010) sebagai hasil dari Reforma Agraria diukur melalui empat indikator. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat, yaitu: (1) tingkat pendapatan; (2) kepemilikan aset berupa sawah, rumah, dan kendaraan; (3) peningkatan produktivitas lahan; dan (4) tingkat pendidikan. Hasil penelitian Novrian et al. (2010) menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terhadap keempat indikator tersebut pasca terjadinya reklaiming lahan pada Organisasi Tani Lokal Kajarkajar di Tasikmalaya. Kondisi kesejahteraan petani yang tadinya tidak memiliki tanah ternyata meningkat signifikan setelah memiliki tanah. Pasca reklaiming, didapatkan bahwa standar kelompok yang disebut kaya terjadi peningkatan luas penguasaan sawah yang cukup tinggi, dari bata sebelum reklaiming menjadi 120 bata sesudah reklaiming. Di bidang pendidikan bahkan bagi kelompok kaya ada yang sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke

22 11 perguruan tinggi. Peningkatan pendapatan pascareklaiming diilustrasikan oleh Novrian et al. (2010) dengan hasil penghitungan usaha tani untuk sebuah rumah tangga petani yang beranggotakan empat orang. Hasilnya adalah pengelolaan usaha tani yang dilakukan pasca reklaiming itu lebih memberikan sumbangan yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan dan kelangsungan ekologis daripada usaha tani yang dilakukan oleh perusahaan dengan skala besar. Yusuf et al. (2010) melihat indikator atau ukuran kesejahteraan petani secara partisipatif di dua desa yang menjadi lokasi penelitiannya, yaitu Desa Dangiang dan Desa Sukatani. Berdasarkan hasil kajian kesejahteraan warga secara partisipatif (participatory poverty assesment/ppa) di Desa Dangiang terdapat tiga lapisan masyarakat berdasarkan tingkat kesejahteraan, yaitu golongan mampu, sedang, dan tidak mampu. Indikator atau ukuran kesejahteraan petani sangat ditentukan oleh luas penggarapan lahan, tingkat partisipasi sekolah, kemampuan akses kesehatan, keterlibatan pada organisasi tani lokal, serta kemampuan membayar tenaga buruh upahan. Sedangkan di Desa Sukatani, indikator kesejahteraan petani juga sangat ditentukan oleh luas penggarapan lahan, selain itu juga sumber tenaga kerja, jenis bangunan rumah, kemampuan akses terhadap fasilitas kesehatan, dan kemampuan untuk menyumbang dalam kegiatan sosialkeagamaan. Kerangka Pemikiran Ketimpangan penguasaan tanah memang kerap kali menjadi hal yang krusial dalam menyebabkan permasalahan agraria di Indonesia, padahal dalam pasal 7 UUPA 1960 tercantum bahwa tidak memperkenankan pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas maksimum agar tidak merugikan kepentingan umum. Selanjutnya, dalam pasal 17 UUPA 1960 ditegaskan bahwa luas tanah yang boleh dimiliki oleh satu orang, keluarga, maupun suatu badan, diatur batas minimum dan/atau maksimumnya. Kehadiran perkebunan di Jasinga membuat warga kehilangan tanah sebagai tempat bertumpunya hidup mereka hingga pada tahun 1998, HGU perkebunan tersebut habis dan mulai saat itu warga mengusahakan lahan bekas HGU tersebut dengan bertanam hortikultura. Hal tersebut dilakukan pada saat kondisi perekonomian mereka sedang sulit sehingga tidak ada pilihan lain selain menanami lahan tersebut meskipun secara tumpangsari. Melihat hal tersebut, pemerintah bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor membuat kebijakan berupa pendistribusian lahan bekas HGU tersebut untuk warga di sepuluh desa di Kecamatan Jasinga, salah satunya di Desa Sipak. Reforma agraria yang dilaksanakan diharapkan berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas petani. Hal ini tentu saja akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa tersebut. Secara ringkas, alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.

23 12 Y.1 Tingkat Kapasitas Petani: X. Pelaksanaan Reforma Agraria X.1 Asset reform: X.1.1 redistribusi lahan X.1.2 sertifikasi lahan X.2 Akses Reform: X.2.1 penyediaan infrastruktur dan sarana produksi X.2.2 pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat X.2.3 dukungan permodalan X.2.4 dukungan distribusi pemasaran Y.1.1 Identifikasi potensi Y.1.2 Memanfaatkan peluang Y.1.3 Mengatasi masalah Y.2 Tingkat Kesejahteraan Petani: Y.2.1 Kepemilikan aset Y.2.2 Kemampuan menyekolahka n anak Keterangan: : berhubungan Gambar 1 Kerangka pemikiran Program reforma agraria ini diperuntukkan bagi para petani miskin yang tidak memiliki lahan atau yang memiliki lahan sedikit. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas petani yang menerimanya. Selain itu, baik secara langsung maupun tidak, reforma agraria diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Meningkatnya kapasitas petani juga diharapkan agar petani dapat memanfaatkan sumber daya alam secara optimal yang kemudian hal ini akan mendorong peningkatan hasil produksi sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Hipotesis Penelitian 1. Diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kemampuan petani dalam mengidentifikasi potensi. 2. Diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kemampuan petani dalam memanfaatkan peluang. 3. Diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kemampuan petani dalam mengatasi masalah.

24 13 4. Diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kapasitas petani. 5. Diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kepemilikan aset. 6. Diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kemampuan menyekolahkan anak. 7. Diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kesejahteraan petani. 8. Diduga tingkat kapasitas petani berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan petani. Definisi Konseptual 1. Reforma Agraria adalah program pemerintah yang melingkupi pemberian asset refom dengan melakukan redistribusi tanah dan menyediakan access reform untuk meningkatkan kesejahteraan serta membentuk struktur penguasaan yang baru. 2. Peningkatan kapasitas petani adalah upaya meningkatkan kemampuan petani untuk dapat mengatasi keterbatasan yang membatasi kesempatan hidup mereka, sehinga memperoleh hak yang sama terhadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. 3. Kesejahteraan petani adalah kondisi kehidupan di mana kebutuhan moril dan materil dapat terpenuhi dengan baik. Definisi Operasional 1. Reforma agraria adalah program pemerintah yang melingkupi pemberian asset reform dengan melakukan redistribusi tanah dan menyediakan access reform untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Terdapat enam indikator yang termasuk dalam variabel reforma agraria, yaitu: 1) Redistribusi lahan, yaitu ada lahan bekas HGU yang dibagikan kepada petani. Skor 2 untuk jawaban ya, dan skor 1 untuk jawaban tidak. 2) Sertifikasi lahan, yaitu ada sertifikat yang diberikan secara gratis untuk lahan yang dibagikan. Skor 2 untuk jawaban ya, dan skor 1 untuk jawaban tidak. 3) Penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, yaitu ada alat-alat produksi atau media penunjang lainnya yang menjadi nilai tambah untuk keberlanjutan pengolahan lahan. Skor 2 untuk jawaban ya, dan skor 1 untuk jawaban tidak. 4) Pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, yaitu ada usaha, tindakan, atau kegiatan dari instansi tertentu untuk mengarahkan responden dalam pengolahan tanah yang berkelanjutan dan mengolah hasil produksi pertanian yang lebih baik. Skor 2 untuk jawaban ya, dan skor 1 untuk jawaban tidak.

25 5) Dukungan permodalan, yaitu ada dukungan berupa uang yang dipinjamkan atau diberikan oleh instansi tertentu untuk keberlanjutan pengolahan tanah yang didapat oleh responden. Skor 2 untuk jawaban ya, dan skor 1 untuk jawaban tidak. 6) Dukungan distribusi pemasaran, yaitu ada dukungan penyaluran nilai jual hasil produksi pertanian dari tanah hasil redistribusi. Skor 2 untuk jawaban ya, dan skor 1 untuk jawaban tidak. Jumlah pernyataan untuk variabel pelaksanaan reforma agraria sebanyak enam pernyataan dengan akumulasi skor terendah 6 dan tertinggi 12. Pelaksanaan reforma agraria dikategorikan menjadi tinggi dan rendah. 1. Rendah jika akumulasi skor Tinggi jika akumulasi skor Tingkat kapasitas petani adalah tingkat kemampuan petani dalam mempertahankan kegiatan usaha taninya. Tingkat kapasitas petani diukur berdasarkan tinggi rendahnya kemampuan mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, dan mengatasi masalah. 1) Kemampuan mengidentifikasi potensi, yaitu tingkat pengetahuan terhadap keberadaan program reforma agraria. Terdapat sembilan pertanyaan untuk variabel kemampuan mengidentifikasi potensi. Skor 2 untuk jawaban ya, dan skor 1 untuk jawaban tidak. Kemampuan mengidentifikasi potensi dikategorikan ke dalam: 1. Rendah jika akumulasi skor Tinggi jika akumulasi skor ) Kemampuan memanfaatkan peluang, yaitu tingkat kemampuan petani dalam mengakses program reforma agraria yang tersedia serta sumbersumber perkreditan, pasar, informasi, dan teknologi yang ada. Terdapat sembilan pertanyaan untuk variabel kemampuan memanfaatkan peluang. Skor 2 untuk jawaban ya, dan skor 1 untuk jawaban tidak. Kemampuan memanfaatkan peluang dikategorikan ke dalam: 1. Rendah jika akumulasi skor Tinggi jika akumulasi skor ) Kemampuan mengatasi masalah, yaitu tingkat kemampuan penggunaan informasi dan inovasi dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Terdapat tujuh pertanyaan untuk variabel kemampuan mengatasi masalah. Skor 2 untuk jawaban ya, dan skor 1 untuk jawaban tidak. Kemampuan mengatasi masalah dikategorikan ke dalam: 1. Rendah jika akumulasi skor Tinggi jika akumulasi skor Jumlah pernyataan untuk variabel tingkat kapasitas petani sebanyak 25 pernyataan dengan akumulasi skor terendah 25 dan tertinggi 50. Tingkat kapasitas petani dikategorikan ke dalam: 1. Rendah jika akumulasi skor Tinggi jika akumulasi skor Tingkat kesejahteraan adalah tingkat kualitas hidup masyarakat berdasarkan pandangan masyarakat itu sendiri. Tingkat kesejahteraan yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari tingkat kepemilikan aset dan kemampuan menyekolahkan anak. 14

26 1) Tingkat kepemilikan aset yaitu jumlah barang berharga yang dimiliki responden sebelum dan sesudah diadakannya reforma agraria. Terdiri dari luas kepemilikan lahan, kondisi tempat tinggal, kepemilikan kendaraan bermotor, kepemilikan barang elektronik, kepemilikan hewan ternak, kepemilikan tabungan, dan investasi berupa emas. Akumulasi skor terendah adalah 7 dan tertinggi adalah 18. Tingkat kepemilikan aset dikategorikan ke dalam: 1. Rendah jika akumulasi skor Tinggi jika akumulasi skor ) Kemampuan menyekolahkan anak yaitu lama jenjang pendidikan yang mampu ditempuh oleh anak-anak petani dengan biaya dari sebelum program reforma agraria dan sesudah program reforma agraria. 1. SD/sederajat sampai SMP diberi skor 1, kategori rendah. 2. SMA/sederajat sampai perguruan tinggi diberi skor 2, kategori tinggi Akumulasi skor untuk tingkat kesejahteraan petani terendah yaitu 8 dan tertinggi yaitu 20. Tingkat kesejahteraan petani dikategorikan: 1. Rendah jika akumulasi skor Tinggi jika akumulasi skor

27 16 METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori, yaitu penelitian yang menelaah hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun 1989). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) pelaksanaan reforma agraria, 2) tingkat kapasitas petani, dan 3) tingkat kesejahteraan petani. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang didukung oleh metode kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan metode survai. Metode survai adalah suatu metode yang menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner terstruktur untuk mengumpulkan informasi dari responden (Singarimbun 1989). Metode kualitatif dilakukan untuk memberikan penguatan terhadap data kuantitatif. Metode yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam kepada responden dan informan menggunakan panduan wawancara. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sipak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan lokasi penelitian merupakan salah satu desa di Kecamatan Jasinga yang menerima program reforma agraria berupa redistribusi tanah dan sertifikasi tanah secara gratis dari pemerintah. Selanjutnya, Desa Sipak ini masih dipimpin oleh kepala desa yang sama dengan saat dilaksanakannya program reforma agraria tersebut sehingga berpeluang memberikan informasi yang sesuai dengan topik yang dikaji. Kegiatan penelitian yang akan dilakukan meliputi penyusunan proposal dan kolokium, studi lapangan, penulisan laporan, dan ujian skripsi. Kegiatan tersebut berlangsung dari bulan Mei 2012 hingga Januari Waktu pelaksanaan peneltian disajikan dalam Lampiran 2. Teknik Pengambilan Informan dan Responden Penelitian ini memiliki dua subjek penelitian, yaitu informan dan responden. Informan adalah pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkungannya. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, informan kunci yang dipilih adalah aparatur desa, petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor, dan tokoh masyarakat. Pemilihan aparatur desa sebagai salah satu informan kunci didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam hal ini pihak pemerintah desa mengetahui tentang perkembangan masyarakat di desanya. Petugas BPN Kabupaten Bogor dilibatkan atas dasar bahwa dalam hal ini pihak-pihak tersebut berpotensi untuk memberikan informasi terkait pelaksanaan reforma agraria. Tokoh masyarakat juga dilibatkan sebagai informan kunci didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam hal ini mereka mengetahui tentang kondisi lingkungan desa sekaligus terlibat dalam pelaksanaan

28 17 reforma agraria di Desa Sipak. Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi keterangan tentang diri sendiri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Populasi sampling dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga di Desa Sipak yang menjadi penerima tanah hasil redistribusi, sedangkan populasi sasaran adalah seluruh rumah tangga petani di desa ini. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Pengambilan sampel sebanyak 32 orang dilakukan dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling, yaitu sampel diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Mantra dan Kasto 1989). Metode ini dipilih karena populasi yang digunakan untuk dasar pemilihan sampel telah terdata oleh BPN dan memiliki keseragaman dalam hal penerimaan redistribusi tanah. Teknik Pengumpulan Data Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan serta dari hasil kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden melalui wawancara. Wawancara mendalam juga digunakan untuk memperoleh data primer dari informan dengan menggunakan panduan pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen yang terkait dengan data-data bentuk kegiatan reforma agraria berupa redistribusi tanah. Data-data tersebut akan diperoleh dari BPN dan kantor desa, serta organisasi lain yang memiliki dokumen terkait redsitribusi lahan di lokasi. Data sekunder juga didapatkan melalui literatur yang berkaitan dengan penelitian seperti yang seperti buku penelitian, bab dalam buku penelitian, skripsi, tesis serta karya ilmiah yang dipublikasikan melalui internet. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2007 dan SPSS for windows versi Data primer yang diperoleh secara kuantitatif kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dan korelasi. Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Tabel frekuensi digunakan untuk menyajikan semua data yang telah diolah, sedangkan tabulasi silang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel. Analisis korelasi menggunakan uji statistik yaitu uji korelasi Rank Spearman dengan nilai signifikansi sebesar α (0.05), artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat kepercayaan sebesar 95% dan tingkat kesalahan sebesar 5%. Apabila nilai koefisien korelasi lebih besar dari tabel r, Ha diterima. Sebaliknya, apabila nilai koefisien korelasi lebih kecil dari tabel r, Ho diterima. Apabila nilai signifikansi lebih besar dari nilai kritis (0.05), berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan di antara kedua variabel, sedangkan apabila nilai signifikansi lebih kecil dari nilai kritis (0.05), berarti terdapat hubungan yang signifikan di antara kedua variabel yang diuji. Analisis data kualitatif dilakukan untuk mendukung data kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui dua tahap, yaitu reduksi data dan penyajian data.

29 Reduksi data terdiri dari proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang berupa catatan-catatan tertulis di lapangan selama penelitian berlangsung. Reduksi data ditujukan untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan data, dan membuang data yang tidak perlu. Selanjutnya, penyajian data dilakukan dengan cara menyusun sekumpulan informasi agar mudah dalam penarikan kesimpulan yang disajikan dalam bentuk teks naratif berupa catatan lapang. 18

30 19 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografi Desa Sipak merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah ha. Desa Sipak secara geografis terletak pada ketinggian m di atas permukaan laut dan memiliki curah hujan sebesar 1.55 m 3. Secara administratif, Desa Sipak terdiri dari 6 dusun, yakni Dusun Sipak, Pasir Randu, Parung Sapi, Muncang, Margaluyu, dan Margasari. Keseluruhan dusun terbagi menjadi 10 Rukun Warga (RW) dan 41 Rukun Tetangga (RT). Dusun Sipak sendiri terbagi menjadi Dusun Sipak 1 dan Sipak 2. Kondisi topografi Desa Sipak ini terdiri dari dataran dan perbukitan, serta dilalui juga oleh sungai yang cukup panjang dan deras alirannya, yaitu Sungai Cidurian yang memisahkan antara Sipak 1 dengan Sipak 2, Pasir Randu, Margasari, dan Margaluyu. Untuk menyebrangi sungai tersebut tersedia jembatan beton yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor roda dua dan roda empat. Wilayah Desa Sipak sebelah utara berbatasan dengan Desa Setu, sebelah timur berbatasan dengan PTP Cikasungka, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pangradin, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Pamagersari. Jarak dari Desa Sipak ke ibukota Kecamatan Jasinga yaitu 1 km dengan akses jalan raya beraspal yang dapat ditempuh dengan angkutan umum, sedangkan jarak dari desa ke ibukota Kabupaten Bogor yaitu 40 km, ke ibukota Provinsi Jawa Barat yaitu sekitar 175 km, dan ke ibukota negara yaitu sekitar 165 km. Pemanfaatan lahan pada desa terluas di Kecamatan Jasinga ini antara lain untuk pemukiman warga seluas 18 ha, sawah seluas 379 ha, jalan raya sepanjang 3 km, pemakaman seluas 4 ha, dan sisanya untuk perkantoran, lapangan olahraga, bangunan pendidikan, dan bangunan peribadatan. Kondisi tanah di Desa Sipak ini dikatakan sangat subur oleh masyarakat. Mereka mengibaratkan menanam apapun di tanah ini akan tumbuh, tanpa harus disiram dan dipupuk, cukup dibiarkan terkena hujan saja. Buktinya di kebun-kebun warga terdapat bermacam-macam tanaman seperti durian, manggis, kecapi, sengon, albasia, jabon, afrika.

31 20 Gambar 2 Salah satu lahan perkebunan warga Sipak Suburnya lahan di Sipak menjadikan desa ini sebagai sentra manggis ternama di Jasinga dengan alasan manggis yang berasal dari desa ini, khususnya di Kampung Parung Sapi, walaupun buahnya kecil, rasanya tetap manis. Manggis ini setiap kali panen dibawa ke berbagai daerah, seperti Jakarta, Bandung, dan daerah Puncak. Kondisi Demografi Desa Sipak memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa hingga akhir Desember 2008, yang terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) di desa ini sebanyak jiwa. Mayoritas warga Desa Sipak ini merupakan warga negara Indonesia (WNI) dan asli dari Desa Sipak. Adapun yang merupakan warga pendatang biasanya datang tidak jauh, masih dari Kecamatan Jasinga, ada juga yang dari Kabupaten Lebak dan dari Jakarta. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin disajikan dalam Tabel 1.

32 21 Tabel 1 Jumlah penduduk Desa Sipak menurut kelompok umur dan jenis kelamin Kelompok Jumlah jiwa umur Laki-laki Perempuan Jumlah ke atas Jumlah Sumber: Profil Desa Sipak Tahun 2010 Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk Desa Sipak menurut kelompok umur. Dapat dilihat dari tabel tersebut bahwa jumlah penduduk yang berada di usia produktif antara tahun tergolong besar, yaitu sekitar jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang berada di usia nonproduktif sebesar jiwa. Angka-angka ini menunjukkan bahwa Desa Sipak memilik rasio beban ketergantungan yang kecil. Hal ini berarti penduduk usia produktif di Desa Sipak sangat potensial sebagai modal dasar yang besar bagi pembangunan. Kondisi Sosial-Ekonomi 1. Agama Mayoritas penduduk Desa Sipak beragama Islam, yaitu sebanyak jiwa, sisanya beragama Katolik dan Protestan. Terlihat sekali nuansa Islam yang masih kental di Desa Sipak, seperti pengajian yang masih rutin dijalankan oleh ibu-ibu setiap Kamis sore dan bapak-bapak malam harinya. Pengajian anak-anak yang diasuh oleh tokoh agama Desa Sipak juga banyak berjalan. Biasanya anakanak mengaji setiap sore hari selepas mereka pulang sekolah. Bangunan-bangunan masjid dan musholla yang mencirikan nuansa islami juga banyak ditemui di Desa Sipak, hampir di setiap dusun terdapat masjid. Karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan masih kental sekali nuansa islaminya, setiap peringatan hari besar Islam selalu dirayakan dengan penuh suka cita oleh warga di masjid-masjid yang berada di Desa Sipak.

33 22 2. Pendidikan Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh oleh sebagian besar penduduk Desa Sipak dapat dikatakan tergolong rendah. Biaya pendidikan yang relatif tinggi menurut sebagian besar warga serta rendahnya minat untuk bersekolah menjadi faktor rendahnya tingkat pendidikan di desa ini. Tabel 2 Komposisi penduduk Desa Sipak berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Jumlah Tidak tamat SD/sederajat 749 Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/sederajat 954 Tamat SLTA/sederajat 507 Tamat Diploma 32 Tamat Perguruan Tinggi (S1) 68 Tamat Perguruan Tinggi (S2) 2 Tamat Perguruan Tinggi (S3) 0 Jumlah Sumber: Profil Desa Sipak Tahun 2010 Hasil wawancara peneliti dengan responden menunjukkan sebagian besar dari mereka hanya mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga lulus SD atau paling tinggi SMP karena tidak mampu membiayai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi, sedangkan untuk rumah tangga yang tergolong mampu, ketika diwawancarai apakah anaknya nanti akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak, jawaban mereka tergantung anaknya mau bersekolah atau tidak. 3. Mata Pencaharian Pemanfaatan lahan terluas di Desa Sipak adalah untuk sawah sebesar 379 ha sehingga mayoritas penduduk Desa Sipak bermatapencaharian sebagai petani, yaitu sebanyak 504 orang, tetapi tidak semua petani di desa ini menggarap lahan mereka sendiri, sebagian besar hanyalah buruh tani yang menggarap lahan orang lain. Selain menggarap di sawah, mereka juga menggarap lahan perkebunan mereka yang merupakan hasil dari lahan bekas HGU yang dibagi-bagikan. Rutinitas warga Desa Sipak, khususnya kaum laki-laki, setiap pagi mereka pergi ke sawah atau ke kebun untuk menggarap lahan mereka, kemudian baru pulang menjelang azan Zuhur atau sekitar pukul untuk istirahat makan siang dan ibadah shalat Zuhur. Beberapa ada yang kembali lagi ke sawah, sisanya tetap di rumah mengerjakan aktifitas lain. Berdagang juga merupakan mata pencaharian yang banyak dilakukan oleh penduduk Desa Sipak. Warung-warung sembako, warung-warung kecil, usaha dagang bensin eceran, terdapat hampir di setiap dusun di Desa Sipak. Beberapa juga ada yang menjadi pedagang makanan keliling. Berdagang juga dijadikan pekerjaan sampingan selain bertani. Setiap musm panen tiba, para petani di Desa Sipak membuka lapak di depan rumahnya atau di pinggir-pinggir jalan raya untuk menjual hasil panennya. Buah-buahan yang dijual ada berbagai macam, di

34 23 antaranya manggis, rambutan, durian, dan kecapi. Selain membuka lapak, ada juga yang menjualnya keliling kampung. Tabel 3 Komposisi penduduk Desa Sipak berdasarkan mata pencaharian Mata pencaharian Jumlah Petani 504 Pedagang 391 Pegawai Negeri 84 TNI/Polri 8 Pensiunan/Purnawirawan 12 Swasta 142 Buruh pabrik 235 Pengrajin 45 Tukang bangunan 114 Penjahit 45 Tukang las 24 Tukang ojek 155 Bengkel 14 Sopir angkutan 65 Lain-lain 428 Sumber: Profil Desa Sipak Tahun 2010 Tabel 3 membuktikan bahwa sejumlah besar penduduk Desa Sipak bermatapencaharian sebagai petani dan pedagang karena potensi desa yang memungkinkan hal tersebut. Mata pencaharian lainnya yang dilakukan oleh penduduk Desa Sipak relatif beragam seperti yang telah disebutkan dalam tabel. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, banyak penduduk yang juga melakukan migrasi ke kota dan bekerja sebagai buruh proyek. 4. Ketersediaan Fasilitas Umum Letak Desa Sipak yang berada 1 km dari ibukota Kecamatan Jasinga ini sebenarnya sangat menguntungkan karena hal tersebut mempengaruhi ketersediaan sarana dan prasarana di desa. Desa Sipak dapat dikatakan memiliki sarana dan prasarana yang memadai, di antaranya transportasi, peribadatan, pendidikan, dan olahraga, dan kesehatan. Sarana dan prasarana transportasi di antaranya tersedia angkutan umum dengan trayek Bogor-Cipanas yang melalui Jasinga, Bogor-Jasinga, dan Jasinga- Leuwiliang. Selain itu, terdapat bus dengan trayek Pandeglang-Rangkas-Bogor yang juga melalui Jasinga. Jalan yang ditempuh pun merupakan jalan raya beraspal yang cukup besar dan berkelok. Jasa angkutan ojek tersedia untuk bisa mengakses wilayah pedalaman desa.

35 24 Gambar 3 Akses jalan menuju areal lahan perkebunan Sarana dan prasarana peribadatan yang terdapat di Desa Sipak hanya masjid sebanyak 8 buah dan musholla sebanyak 10 buah karena mayoritas penduduk Desa Sipak beragama Islam. Sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia di antaranya Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 3 buah, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 5 buah, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 1 buah. Sekolah Menengah Atas (SMA) belum tersedia di desa ini. Selain sarana pendidikan umum, terdapat juga sarana pendidikan Islam, di antaranya TK Alqur an sebanyak 2 buah, Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebanyak 2 buah, Madrasah Tsanawiyah (MTs) sebanyak 1 buah, pondok pesantren sebanyak 22 buah dan majlis taklim sebanyak 10 buah. Sarana dan prasarana di bidang olahraga yang dimiliki oleh Desa Sipak di antaranya 3 buah lapangan sepak bola, 4 buah lapangan badminton, 2 buah lapangan voli, dan 7 buah lapangan tenis. Di bidang kesehatan, Desa Sipak memiliki 12 posyandu dengan 50 orang kader yang masih aktif setiap bulannya, seorang dokter praktik swasta, seorang bidan desa, seorang bidan praktik swasta, dan 3 orang dukun beranak terlatih. Sarana dan prasarana lainnya yang tersedia di desa ini yaitu kantor desa, 12 buah pos kamling, dan pasar Jasinga yang terletak di Desa Sipak. 5. Pranata Sosial dan Kelembagaan Kondisi sosial dan politik serta ketenteraman dan ketertiban di wilayah Desa Sipak terbilang cukup aman terkendali. Mayoritas masyarakat Desa Sipak adalah orang Sunda dan beragama Islam sehingga sehingga tatanan kehidupan mereka tidak terlalu beragam. Setiap masyarakat masih memegang teguh norma-norma

36 dan etika yang berlaku. Itulah sebabnya mereka hidup dengan rukun satu sama lain. Desa Sipak memiliki kelembagaan berupa kelompok tani yang berjumlah 13 buah tetapi yang baru dilegalisir hanya 5 buah, yaitu kelompok tani Tulus Rahayu, Wargi Mekar, Tunas Harapan, Bondol, dan Warisan, dan 3 buah gapoktan. Selain itu, terdapat juga 10 buah majlis taklim yang merupakan lembaga keagamaan di Desa Sipak. 25

37 26 PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA Riwayat Status Tanah di Jasinga Program reforma agraria yang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini yang berwenang adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN), dinamakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Program ini mencakup redistribusi lahan dan pemberian sertifikat gratis kepada warga di sepuluh desa di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sepuluh desa tersebut di antaranya Desa Koleang, Curug, Tegalwangi, Jugalaya, Setu, Sipak, Pangradin, Jasinga, Pamagersari, dan Kalongsawah. Desa-desa tersebut merupakan lokasi bekas Hak Guna Usaha (HGU) PT. PP. Jasinga seluas ha. Luas semula perkebunan PT. PP. Jasinga adalah ha. Perkebunan ini baru diberikan HGU oleh pemerintah pada tahun Oleh karena sebelum tahun 1978 sudah banyak garapan milik rakyat di tanah tersebut, pemerintah hanya memberikan hak seluas ha kepada PT. PP. Jasinga, sedangkan sekitar 900 ha dikeluarkan untuk rakyat. Hal ini sesuai dengan SK Mendagri Nomor SK.57/HGU/DA/78 tanggal 3 Agustus 1978 (BPN-Kab.Bogor 2007). Informasi mengenai status tanah di Jasinga sebagai berikut (BPN-Kab. Bogor 2007). 1. Hak Erfpacht, Verponding Nomor 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 118, s.d. 127, seluas ha dan Hak Eigendom Verp. Nomor 3092 s.d dan 3214 seluas 20,9213 ha. 2. Berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1964 perkebunan tersebut berada dalam penguasaan dan pengawasan pemerintah. 3. SK Mendagri Nomor 57/HGU/DA/1978 tanggal 3 Agustus 1978 diputuskan: a. Status Hak Erpacht/HGU dan Hak Eigendom/HGB atas tanah NV. Cultur Maatchapij Djasinga telah menjadi tanah yang dikuasai oleh negara. b. Diberikan HGU kepada PT. PP. Djasinga seluas ha. c. HGU yang diberikan PT. PP. Djasinga berlaku sejak 13 Mei 1978 dan berakhir tanggal 31 Desember d. Sesanya seluas ± 900 ha dikecualikan dari pemberian HGU karena sudah digarap oleh rakyat. Lebih lengkap mengenai riwayat status tanah dapat dilihat pada skema berikut (BPN-Kab. Bogor 2007).

38 27 Perkebunan Jasinga ( ha) Masyarakat (± 189 ha) Masyarakat (± ha) PT. Indocement (± ha) PT. Haza Sarmil (± 771 ha) PT. PP. Jasinga (sisa) ( ha) PT. Indocement ( ha) PT. Telkom (0.14 ha) Masyarakat (419 ha) Hasil ukur oleh Kanwil ( ha) Masyarakat (617 ha) Pemda (100 ha) Perpanjangan (1 163 ha) Gambar 4 Skema status tanah di Jasinga Riwayat status tanah perkebunan di Jasinga sebenarnya sudah sangat jelas seperti yang telah disebutkan pada Gambar 4, tetapi masyarakat yang telah lama menggarap tanah tersebut dari jauh sebelum tanah tersebut diberikan HGU-nya, merasa diperlakukan tidak adil karena bagian mereka menjadi berkurang, akibatnya mereka menganggap ada ketimpangan dalam hal penguasaan dan penggarapan lahan tersebut. Pelaksanaan Reforma Agraria di Jasinga 1. Latar Belakang Tanah telah menjadi salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh sebab itu, berbicara tentang tanah pasti berbicara tentang hubungan teknis dan hubungan sosial agraris juga. Masalah mengenai ketimpangan struktur penguasaan tanah bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Jika dilihat secara makro, ketimpangan tersebut terdapat di tiga sektor, yakni kehutanan, perkebunan, dan pertanian pangan (Wiradi 2009). Ketimpangan struktur penguasaan tanah terjadi ketika tanah dijadikan sebagai komoditas. Proses perencanaan kota, pengembangan wilayah perumahan, kawasan industri, dan lain-lain pasti membutuhkan tanah untuk pelaksanaannya, ketika itulah tanah menjadi komoditas. Padahal, wakil presiden Bung Hatta pernah berpesan dalam pidatonya di Yogyakarta pada tahun 1946, mengenai masalah pertanahan. Isi pesan beliau salah satunya adalah sebagai berikut (Wiradi 2009). Seharusnya tidak terjadi pertentangan antara masyarakat dengan negara karena negara itu alat masyarakat untuk menyempurnakan keselamatan umum...

39 28 Wiradi (2009) mengungkapkan di satu sisi rakyat menganggap tanah adalah tumpuan kehidupannya, sementara di sisi lain negara membutuhkan pengorbanan rakyat untuk menyerahkan tanahnya demi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan tanah perkebunan di Jasinga, ternyata pesan tersebut tidak sejalan dengan kenyataan yang terjadi. Kenyataannya justru terjadi konflik mengenai penguasaan dan penggarapan tanah perkebunan. Rakyat sangat membutuhkan tanah untuk menyambung hidupnya, sedangkan luas garapan yang diberikan pemerintah dirasa kurang dan jumlah penggarap terus bertambah. Telah disebutkan sebelumnya bahwa luas areal perkebunan PT. PP. Jasinga awalnya adalah adalah ha, kemudian setelah diberikan HGU oleh pemerintah menjadi ha karena sekitar 900 ha telah diberikan oleh rakyat yang telah menggarap lahan tersebut selama bertahun-tahun. HGU yang diberikan pada tanggal 3 Agustus 1978 itu berakhir 20 tahun kemudian, tepatnya tanggal 4 Agustus Sejak berakhirnya masa HGU perkebunan itu, tuntutan rakyat untuk memiliki tanah tersebut semakin memuncak. Rakyat benar-benar haus tanah pada saat itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi pada era tersebut Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi. Tuntutan rakyat yang semakin menggebu tidak membuat pemerintah Jasinga tinggal diam. Akhirnya dibentuklah Paguyuban 10 Kepala Desa untuk mengusahakan agar rakyat mendapatkan hak atas tanah tersebut atas nama sendiri. Melalui proses yang cukup panjang dan dengan usaha serta kerja keras rakyat dan Paguyuban 10 Kepala Desa tersebut, tuntutan mereka akhirnya mendapat jawaban pihak perkebunan. PT. PP. Jasinga bersedia melepaskan tanah untuk para penggarap di 10 desa dalam 3 tahapan: (1) tahun 1998 seluas 419 ha, (2) tahun 2000 seluas 86 ha, dan (3) tahun 2003 seluas 537 ha. Total tanah yang dilepaskan oleh PT. PP. Jasinga adalah seluas ha dengan perkiraan semula jumlah penggarap sebanyak orang. Sesudah tuntutan dipenuhi oleh pihak perkebunan, nampaknya rakyat belum juga merasa puas. Mereka ingin mendapatkan kepastian hukum atas tanah mereka. Hal ini karena mereka takut jika sewaktu-waktu tanahnya akan diambil kembali oleh pihak perkebunan. Akhirnya mereka membuat tuntutan baru, yakni mengenai kejelasan status atas tanah mereka dengan sertifikasi. Paguyuban 10 Kepala Desa juga membantu menyuarakan tuntutan ini ke pemerintah. Harapan rakyat akhirnya mendapat perhatian dari pemerintah Kabupaten Bogor dengan mengadakan program reforma agraria yang dinamakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Kecamatan Jasinga. Program ini merupakan yang pertama di Kabupaten Bogor dan menjadi percontohan. 2. Riwayat Penyelesaian Tanah Proses untuk mendapatkan hak atas tanah bekas perkebunan PT. PP. Jasinga tidaklah mudah, butuh waktu yang cukup panjang hingga akhirnya dibuat kesepakatan antara Paguyuban 10 Kepala Desa dengan PT. PP. Jasinga. Kesepakatan tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu (BPN-Kab. Bogor 2007): 1. Kesepakatan Awal a. Kesepakatan 1 Mei 1998 untuk mengelola sebagian lahan perkebunan untuk menanam secara tumpangsari seluas ± 419 ha.

40 29 b.kesepakatan 17 Mei 2000, antara PT. PP. Jasinga dengan kepala Desa Koleang, dilepaskan seluas ± 86 ha. c. Pernyataannya 28 Januari 2002, 29 Januari 2003, dan 4 Januari 2003, seluas ± 537 ha untuk masyarakat penggarap di 10 desa dan seluas 1.50 ha untuk pasar Desa Setu. 2. Kesepakatan Selanjutnya Hasil rapat tanggal 13 Oktober 2006 disepakati pembagian areal seluas ha dengan rincian sebagai berikut: a. Seluas ± ha untuk dibagikan kepada masyarakat penggarap. b. Seluas ± ha yang direncanakan dalam rangka perpanjangan HGU oleh PT. PP. Jasinga. c. Seluas ± 100 ha untuk kepentingan pemerintah Kabupaten Bogor. 3. Kesepakatan Akhir a. Surat pernyataan penyerahan PT. PP. Jasinga tanggal 15 Januari 2007 yang menyatakan menyerahkan sebagian bekas HGU seluas ha kepada negara yang selanjutnya untuk diberikan kepada masyarakat penggarap seluas ha dan seluas 100 ha untuk pemda. b. Surat pernyataan dari PT. PP. Jasinga tanggal 15 Januari 2007 yang menyatakan menyerahkan sebagian bekas HGU seluas ha kepada negara yang selanjutnya untuk demplot. 3. Program Pembaruan Agraria Nasional Kegembiraan para penggarap mendapatkan lahan bekas HGU perkebunan Jasinga ternyata belum cukup membuat mereka merasa aman. Ada kekuatiran akan diambil kembali tanah tersebut oleh pihak perkebunan atau pemerintah karena tidak adanya kepastian hukum mengenai hak atas tanah tersebut. Karena itu, mereka membuat tuntutan baru, yaitu meminta agar mereka mendapat perlindungan secara hukum atas status tanah mereka, yakni dengan cara memberikan sertifikat atas tanah mereka. Harapan para penggarap akhirnya dikabulkan oleh pemerintah dengan mengadakan PPAN pada tahun Sasaran yang ingin dicapai dengan adanya program ini antara lain: (1) adanya jaminan kepastian hak bagi masyarakat yang asalnya penggarap menjadi pemilik, (2) adanya motivasi bagi petani/penggarap dalam mengolah tanah sehingga kesejahteraannya meningkat karena bagi petani tanah meruakan sumber kehidupan dan mata pencaharian pokok, (3) terciptanya Catur Tertib Pertanian (BPN-Kab. Bogor 2007). Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor merumuskan tujuh buah tujuan yang ingin dicapai dari PPAN. Ketujuh tujuan tersebut di antaranya: 1. Mengurangi ketimpangan pemilikan tanah 2. Mengurangi pengangguran 3. Mengatasi berbagai sengketa, konflik, dan perkara 4. Membuka akses ekonomi 5. Menjamin kepastian hukum dan penguatan hak-hak rakyat 6. Meningkatkan kesejahteraan 7. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup

41 30 Program reforma agraria atau PPAN di Kecamatan Jasinga ini melalui berbagai tahapan. Tahap yang pertama yaitu rapat koordinasi antara pihak pemerintah Kabupaten Bogor, pemerintah Kecamatan Jasinga, pihak perkebunan, dan perwakilan dari penggarap. Selanjutnya tahap sosialisasi, identifikasi subjek calon penerima lahan, identifikasi bidang tanah yang akan dibagi-bagikan, pendataan dan pengumpulan data yuridis, desain penataan infrastruktur jalan, desain penataan bentuk dan luasan kavling, penataan sarana dan prasarana, serta pendaftaran pensertifikatan. Sembilan tahapan kegiatan PPAN yang telah disebutkan di atas menetapkan bahwa telah diterbitkan sertifikat untuk sejumlah bidang tanah dengan perincian sebagai berikut. 1. Sebanyak bidang tanah untuk orang dengan luas ha. 2. Sebanyak 30 bidang untuk pemerintah Kabupaten Bogor dan 40 bidang untuk pemerintah desa dengan luas 100 ha. 3. Sebanyak 21 bidang untuk wakaf dengan luas ha. 4. Sebanyak 2 bidang untuk demplot BPN dengan luas 30.7 ha. Tabel 4 Uraian hasil kegiatan PPAN di Kecamatan Jasinga Uraian Bidang Orang Luas (ha) Masyarakat penggarap tidak mampu a. Pertanian b. Non pertanian Sub jumlah Masyarakat mampu (PNBP) Pemdes/Pemkab Pemerintah Kabupaten Bogor PT. PP. Jasinga Demplot Ahli waris/karyawan PT. PP Jasinga Pemerintah provinsi (setu/danau) Perencanaan penataan jalan Jumlah Sumber: BPN Kabupaten Bogor (2007) Sembilan tahapan yang dilalui hingga akhirnya menghasilkan uraian seperti dalam Tabel 4 dilaksanakan secara musyawarah mufakat yang difasilitasi oleh tim teknis tingkat desa dan kecamatan. Perolehan masyarakat dari hasil kegiatan ini adalah surat pernyataan garapan dari masyarakat yang diketahui oleh kepala desa, surat keterangan penggarapan masyarakat dari desa yang diketahui oleh camat, dan surat permohonan pensertifikatan tanah dari kepala desa yang diketahui camat terhadap nama-nama penggarap. Tanggapan masyarakat, khususnya para penggarap, terhadap program reforma agraria ini sangat baik. Masyarakat merasa senang karena harapannya

42 untuk mendapatkan kepastian hukum atas tanah mereka dikabulkan oleh pemerintah Kabupaten Bogor dengan jalan diadakannya program reforma agraria ini. 31

43 32 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Reforma Agraria di Desa Sipak Reforma agraria adalah program pemerintah yang melingkupi penyediaan asset reform dengan melakukan redistribusi tanah dan penyediaan access reform untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Reforma agraria yang dilaksanakan di Kecamatan Jasinga berlangsung pada tahun Penerima program ini merupakan 10 desa di Jasinga yang dilalui areal bekas perkebunan PT. PP. Jasinga, salah satunya adalah Desa Sipak. Sesudah diadakan pengukuran dari pihak BPN, desa ini memperoleh hak sebanyak 407 bidang tanah dengan 402 hak milik dan dua hak pakai. Berita mengenai hal ini disambut antusias oleh warga desa, khususnya warga yang telah menggarap tanah di perkebunan tersebut selama bertahun-tahun. warga mengaku senang karena akan dibagi-bagikan tanah dan sertifikat oleh pemerintah. Program reforma agraria yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu penyediaan asset reform dan access reform. Asset reform terdiri dari tersedianya lahan untuk dibagikan kepada rakyat dan adanya sertifikasi gratis terhadap lahan yang dibagikan, sedangkan access reform terdiri dari tersedianya infrastruktur dan sarana produksi, pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, tersedianya dukungan permodalan, dan tersedianya dukungan distribusi pemasaran. 1. Penyediaan Asset Reform Penyediaan asset reform adalah penyediaan objek reforma agraria, dalam penelitian ini ada dua variabel yang termasuk asset reform, yaitu penyediaan tanah redistribusi dan sertifikat terhadap tanah tersebut. Penyediaan tanah redistribusi dalam penelitian ini yaitu berupa lahan bekas HGU perkebunan PT. PP. Jasinga yang dibagikan kepada petani. Data mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan tanah redistribusi disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan tanah redistribusi di Desa Sipak tahun 2012 Penerimaan tanah redistribusi Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 0 0 Tinggi Total Tabel 5 menunjukkan jumlah responden yang menerima tanah redistribusi bekas HGU sebanyak 100% responden berada pada kategori tinggi. Ini berarti masyarakat mengakui bahwa memang pernah ada pembagian tanah bekas HGU perkebunan oleh pemerintah Kabupaten Bogor. Kepala Desa Sipak menerangkan bahwa awalnya jumlah penerima tanah di desa ini hanya 100 orang saja, yakni para petani yang telah menggarap lahan tersebut. Akan tetapi, kepala desa ingin

44 33 agar semua rakyatnya menerima tanah meskipun tidak pernah ikut menggarap sebelumnya karena ingin agar kesejahteraan rakyatnya dapat meningkat semua, tidak setengah-setengah. Hal tersebut menuai pro dan kontra dari para penggarap. Warga yang menggarap merasa itu tidak adil karena yang tidak menggarap dapat dengan mudah memperoleh tanah, sedangkan mereka yang susah payah menggarap jatahnya harus berkurang. Akhirnya, sebanyak 406 warga Desa Sipak dipilih untuk menerima tanah bekas perkebunan tersebut, terdiri dari penggarap dan non-penggarap. Luas tanah yang diterima tergantung dari luas mereka menggarap tanah tersebut sebelum diadakan program ini. Jika terlalu besar akan dibagikan beberapa bagiannya untuk warga yang tidak menggarap. Meskipun sudah sedemikian rupa diatur oleh kepala desa agar adil, tetap saja keputusan tersebut menuai protes, baik dari warga yang tanahnya harus rela dibagi maupun dari warga yang tidak kedapatan tanah. Variabel kedua dari penyediaan asset reform yaitu sertifikasi tanah. Sertifikasi tanah dalam penelitian ini berarti sertifikat yang diberikan secara gratis untuk tanah redistribusi yang dibagikan. Data mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan sertifikat tanah disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan sertifikat tanah di Desa Sipak tahun 2012 Penerimaan sertifikat tanah Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 0 0 Tinggi Total Tabel 6 menunjukkan hal yang sama seperti pada Tabel 5, yakni sebanyak 100 persen responden berada pada kategori tinggi untuk penerimaan sertifikat tanah dari pemerintah. Memang benar pada tahun 2007 selain diberikan tanah, warga juga dibagikan sertifikat atas tanah tersebut. Hal ini merupakan pemenuhan harapan warga yang kuatir jika sewaktu-waktu tanah mereka akan kembali diambil karena tidak kuat secara hukum.

45 34 Gambar 5 Sertifikat tanah BPN Kabupaten Bogor menegaskan bahwa pemberian sertifikat ini gratis tanpa dipungut biaya apapun dari warga. Hal yang sama juga diakui oleh Kepala Desa Sipak. Akan tetapi, temuan di lapangan berkata lain. Dari 32 responden yang ditemui peneliti, 100% mengatakan bahwa warga harus membayar uang sejumlah Rp untuk menebus sertifikat tanahnya di kantor desa. Ketika ditanya uang sebesar itu untuk apa, warga tidak ada yang tahu pasti. Meskipun harus membayar sejumlah uang, warga merasa tidak keberatan karena uang tersebut dirasa masih wajar jumlahnya. Ngambil sertipikatnya di balai desa neng, disuruh bayar 150 ribu. Katanya mah buat nebus sertipikatnya. Ya waktu itu mah Ibu usahain jual apa aja yang bisa dijual biar bisa nebus sertipikatnya (AS, 60 tahun). Bapak ngga keberatan disuruh bayar 150 ribu buat nebus sertifikatnya. Segitu mah masih wajar, mungkin buat uang capek yang udah pada ngurusin ini. Coba kalo ngurus sendiri udah mah capek sendiri, bayarnya bisa lebih dari 150 (ribu) (AB, 35 tahun). Saat pembagian sertifikat, terlihat ada hal yang bertolak belakang dengan prosedur yang telah ditetapkan. Prosedurnya adalah warga yang menggarap lahan dengan jumlah yang sangat luas hingga ribuan meter persegi harus rela membagi tanahnya dengan warga yang tidak menggarap sehingga tanah seluas itu tidak hanya memiliki satu buah sertifikat atas nama satu orang. Akan tetapi, kenyataannya ada warga yang melakukan kecurangan. Memang benar tanah seluas itu tidak bersertifikat atas nama satu orang, tetapi dibuat sertifikat atas nama anak-anak si pemilik tanah tersebut padahal anak-anaknya masih di bawah umur. Ada juga yang membuat sertifikat atas nama saudara dan kerabatnya

46 35 sendiri. Hal tersebut sebenarnya diketahui oleh pemerintah desa, tetapi dibiarkan begitu saja seperti sudah ada kongkalingkong sebelumnya. Ada juga salah seorang penerima bernama bapak SM (50 tahun) yang mengaku telah membayar untuk dua buah sertifikat, tetapi hanya diberikan satu buah dan satu buahnya lagi masih ditahan oleh kepala desa hingga saat ini. Beliau mengaku tidak tahu alasan mengapa sertifikatnya ditahan padahal sudah membayar. Awalnya, Bapak SM berusaha menanyakan hal tersebut kepada kepala desa, tetapi tidak pernah mendapat jawaban yang memuaskan hingga akhirnya Bapak SM memilih untuk merelakannya. 2. Penyediaan Access Reform Penyediaan access reform yaitu adanya aktifitas yang saling terkait dan berkesinambungan, dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu (1) penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, (2) pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, (3) dukungan permodalan, dan (4) dukungan distribusi pemasaran. Data mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan penyediaan access reform disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penyediaan access reform di Desa Sipak tahun 2012 Penyediaan acces reform Jumlah (n) Persentase (%) 1. Penyediaan infrastruktur dan sarana produksi a. Rendah b. Tinggi 2. Pembinaan dan bimbingan teknis a. Rendah b. Tinggi 3. Dukungan permodalan a. Rendah b. Tinggi 4. Dukungan distribusi pemasaran a. Rendah b. Tinggi Tabel 7 memperlihatkan bahwa penyediaan access reform pada program reforma agraria di Desa Sipak dikategorikan masih rendah karena menurut BPN sendiri pihak pemerintah memang hanya menyediakan tanah dan sertifikat saja tanpa menyediakan acces reform. Akan tetapi, BPN memberikan dukungan untuk menunjang keberlanjutan PPAN di Kecamatan Jasinga dengan cara bekerja sama dengan Dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perdagangan, koperasi, dan stakeholder lainnya yang dapat menjembatani penjualan hasil produksi. Salah satu bentuk kerja sama dengan Dinas Pertanian yaitu dengan memberikan bibit manggis, sengon, nangka, dan mahoni gratis kepada penerima program. Tabel 7 memperlihatkan 53.1% responden yang menyatakan mendapat infrastruktur dan sarana produksi yang tinggi. Penyediaan infrastruktur dan sarana

47 36 produksi dalam penelitian ini yaitu ada alat-alat produksi atau media penunjang lainnya yang disediakan pemerintah yang menjadi nilai tambah untuk keberlanjutan pengolahan tanah. Responden yang menjawab ya untuk pernyataan mengenai penyediaan infrastruktur dan sarana produksi mengaku telah mendapatkan bibit manggis gratis dari pemerintah tidak lama setelah pembagian tanah dan sertifikat berlangsung, tepatnya tahun Akan tetapi, pemberian bibit manggis gratis ini hanya ada di RW 09 saja, tidak demikian di RW lainnya. Dukungan dari pemerintah selain tanah dan sertifikat yaitu berupa bibit manggis tahun Tapi adanya cuma di RW 09 aja. Waktu itu ada ratusan bibit manggis yang dibagikan secara gratis untuk warga RW 09. Masing-masing dapetnya beda-beda, ada yang dapet sampe 25 polybag, ada juga yang cuma dapet 11 polybag (HM, 50 tahun). Variabel penyediaan access reform lainnya yaitu pembinaan dan bimbingan teknis. Pembinaan dan bimbingan teknis adalah usaha, tindakan, atau kegiatan dari instansi tertentu untuk mengarahkan responden dalam pengolahan tanah yang berkelanjutan dan mengolah hasil produksi pertanian yang lebih baik. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang berada pada kategori rendah untuk pembinaan dan bimbingan teknis sebanyak 90.6% dan kategori tinggi sebanyak 9.4%. Ketiga responden yang mengaku mendapatkan pembinaan dan bimbingan teknis adalah mereka yang juga menerima infrastruktur dan sarana produksi berupa bibit manggis dari pemerintah. Waktu pas dibagiin manggu di balai desa, Ibu sendiri yang dateng ke sana. Sekalian dikasih tau cara nanemnya gimana, jarak tanemnya harus berapa, terus tanahnya harus diapain biar subur. Ada petugasnya neng dari dinas pertanian kalo ngga salah (AN, 50 tahun). Kalo kayak penyuluhan gitu pernah ada pas lagi bagiin manggis. Orang dari dinas yang dateng. Tapi cuma sekali itu aja, abis itu ngga pernah ada lagi (HM, 50 tahun). Variabel selanjutnya adalah dukungan permodalan dan dukungan distribusi pemasaran. Dukungan permodalan yaitu dukungan berupa uang yang dipinjamkan atau diberikan oleh instansi tertentu untuk keberlanjutan pengolahan tanah, sedangkan dukungan distribusi pemasaran yaitu dukungan penyaluran nilai jual hasil produksi pertanian dari tanah hasil redistribusi. Tabel 7 memperlihatkan jumlah responden yang menerima dukungan permodalan yang berada pada kategori rendah sebanyak 90.6%, sedangkan yang berada pada kategori tinggi sebanyak 9.4%. Selanjutnya, untuk variabel distribusi pemasaran, 46.9% responden berada pada kategori rendah, sedangkan 53.1% berada pada kategori tinggi. Warga yang mengatakan bahwa pernah tersedia dukungan permodalan di desanya mengaku pernah ditawarkan sejumlah uang untuk modal berusaha tani ketika pembagian bibit manggis. Akan tetapi, warga mengaku takut untuk

48 37 menerimanya dan memilih untuk menolak tawaran modal terebut. Selanjutnya, dalam hal distribusi pemasaran, seluruh warga yang menerima bibit manggis mengaku telah menerima dukungan distribusi pemasaran, yakni dengan cara sudah ada yang membawa hasil panen manggis warga ke pasar menggunakan mobil pick up. Tanaman yang ditanam di kebun warga cukup beragam, selain manggis ada juga tanaman albasia, afrika, sengon, jabon, ambon, manggis, kecapi, rambutan, pisang, singkong, dan durian. Tanaman kayu-kayuan seperti albasia, afrika, sengon, jabon, dan ambon adalah tanaman yang bisa dipanen jika usia tanaman sudah mencapai kurang lebih lima tahun. Oleh sebab itu, terhitung dari tahun 2007 hingga saat ini warga mengaku baru menebang pohon (panen) sebanyak satu kali bahkan ada pula yang belum memanen. Ketika panen, menurut penuturan beberapa warga, sudah ada calo yang menawar kayu mereka. Jika tidak, mereka akan menjualnya melalui pengumpul atau tengkulak. Untuk tanaman buah musiman seperti manggis, kecapi, rambutan, dan durian ketika panen tiba pemiliknya akan membuat saung-saung di pinggir jalan raya untuk menjual hasil panennya. Variabel-variabel asset reform dan access reform apabila dijumlahkan skornya dan dibuat kategori baru untuk penerimaan reforma agraria, diperoleh hasil seperti dalam tabel berikut. Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pelaksanaan program reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Pelaksanaan program reforma agraria Jumlah (n) Persentase (%) Rendah Tinggi Total Tabel 8 menunjukkan sebanyak 53.1% persen responden mendapatkan program reforma agraria kategori tinggi. Ini berarti pelaksanaan reforma agraria di Desa Sipak telah mencakup penyediaan asset reform dan access reform. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang mengaku hanya mendapat tanah dan sertifikatnya, tidak ada access reform sama sekali yang mereka terima. Hal ini diperkuat dengan pernyataan salah seorang responden sebagai berikut. Ngga ada neng yang lainnya yang dikasih dari pemerintah, cuma tanah sama sertipikat aja. Tapi segitu juga udah Alhamdulillah ibu mah bersyukur dari yang ngga punya tanah sekarang mah jadi punya (JN, 70 tahun). Pernyataan ibu JN juga diperkuat oleh seorang informan yang menyatakan bahwa program reforma agraria yang diusung oleh pemerintah Kabupaten Bogor hanyalah pembagian tanah bekas perkebunan PT. PP. Jasinga dan pemberian sertifikat gratis atas tanah tersebut. Pelaksanaan reforma agraria yang tergolong tinggi ini telah sesuai dengan konsep reforma agraria yang dicetuskan oleh Wiradi (2009). Menurutnya, istilah reforma agraria tidak sama seperti land reform yang

49 38 merujuk pada program-program redistribusi tanah untuk menata ulang struktur kepemilikan dan penguasaan tanah, tetapi menyangkut berbagai program pendukung yang dapat mempengaruhi kinerja sektor pertanian pasca redistribusi tanah dengan maksud agar mereka yang semula tunakisma atau petani gurem itu kemudian mampu menjadi pengusaha tani yang mandiri dan tidak terjerumus ke dalam jebakan hutang. Dengan demikian, tujuan dari reforma agraria dapat tercapai. Tingkat Kapasitas Petani Peningkatan kapasitas petani adalah upaya meningkatkan kemampuan petani untuk dapat mengatasi keterbatasan yang membatasi kesempatan hidupnya sehingga memperoleh hak yang sama terhadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. Tingkat kapasitas petani itu sendiri adalah tingkat kemampuan petani dalam mempertahankan kegiatan usaha taninya. Penelitian ini menggunakan tiga variabel untuk mengukur tingkat kapasitas petani, yaitu tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi, tingkat kemampuan memanfaatkan peluang, dan tingkat kemampuan mengatasi masalah. Kapasitas petani dikatakan tinggi apabila petani mampu mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, dan mengatasi masalah yang terjadi pada usaha taninya. 1. Kemampuan Mengidentifikasi Potensi Kemampuan mengidentifikasi potensi yaitu tingkat pengetahuan petani terhadap keberadaan program reforma agraria, baik dalam hal penyediaan asset reform maupun access reform. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuannya mengidentifikasi potensi disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 0 0 Tinggi Total Variabel kemampuan mengidentifikasi potensi diukur berdasarkan sembilan pernyataan mengenai pengetahuan tentang program reforma agraria di Desa Sipak. Tabel 9 menunjukkan 100% responden berada pada kategori tinggi dalam hal kemampuan mengidentifikasi potensi. Artinya, seluruh warga dikatakan mampu mengetahui potensi apa saja yang terdapat di desanya untuk menunjang keberlanjutan usaha taninya. Potensi-potensi yang dianalisis pada penelitian ini di antaranya: (1) mengetahui adanya tanah yang dibagikan, (2) mengetahui adanya sertifikat yang diberikan untuk penerima tanah, (3) mengetahui luas lahan yang diberikan, (4) mengetahui adanya penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, (5) mengetahui adanya penyuluhan mengenai pemanfaatan tanah, (6) mengetahui adanya penyuluhan mengenai pengolahan hasil produksi, (7) mengetahui adanya

50 39 pasar untuk mendistribusikan hasil produksi, (8) mengetahui adanya koperasi simpan pinjam untuk dukungan permodalan, (9) dan mengetahui adanya bank untuk dukungan permodalan. 2. Kemampuan Memanfaatkan Peluang Kemampuan memanfaatkan peluang yaitu tingkat kemampuan petani dalam mengakses program reforma agraria yang tersedia serta sumber-sumber perkreditan, pasar, informasi, dan teknologi yang ada. Tabel 10 memperlihatkan jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuannya memanfaatkan peluang. Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan memanfaatkan peluang Jumlah (n) Persentase (%) Rendah Tinggi Total Kemampuan memanfaatkan peluang dalam penelitian ini yaitu bagaimana petani memanfaatkan potensi-potensi yang terdapat di desanya untuk menunjang keberlanjutan usaha taninya, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 96.9% responden berada dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, banyak di antaranya yang tidak memanfaatkan potensi-potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk menunjang usaha taninya, seperti memanfaatkan tanah redistribusi, memanfaatkan pasar untuk menjual hasil pertanian, dan memanfaatkan bank untuk sumber perkreditan mereka atau menyimpan uang hasil produksi pertanian. Ada berbagai alasan mengapa warga tidak memanfaatkan peluang-peluang yang ada, salah satunya adalah takut. Warga takut kalau tanah yang digarapnya akan diambil lagi oleh pemerintah sehingga mereka lebih memilih menjualnya karena akan mendapat uang lebih banyak dari hasil penjualan tersebut. Sebenarnya wacana tersebut hanyalah kabar burung yang tidak jelas sumbernya dari mana dan tidak dapat dipastikan kebenarannya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan seorang responden sebagai berikut. Dulu sempet digarap lahan itu, yah paling cuma setahun lah ngegarapnya abis itu dijual. Soalnya denger kabar kalo tanahnya bakalan diambil lagi sama pemerentah. Kan sayang kalo udah capek-capek ngegarap terus dihargainnya cuma sedikit. Ya udah lah mending dijual aja, kebetulan waktu itu ada yang nawar empat juta (AR, 45 tahun). Belum lama juga saya ngejual tanah itu, sekitar tahun 2009 lah kira-kira. Saya ngejual tanah itu karena ikut-ikutan yang lain, yang lainnya pada ngejual, ya saya ikutan. Abis katanya tanahnya mau diambil lagi sama yang punya

51 40 (pemerintah). Takutnya kan nanti ngga dikasih uang ganti rugi kalo beneran diambil, jadi lebih baik saya jual (AB, 35 tahun). Alasan mengapa warga tidak mau memanfaatkan pasar sebagai tempat untuk menjual hasil produksi pertanian adalah karena sudah ada pengumpul yang akan membawanya ke pasar. Warga lebih mempercayakan kepada para pengumpul daripada menjualnya sendiri ke pasar, padahal keuntungan yang didapatkan dengan cara seperti itu justru lebih kecil dibandingkan jika menjualnya sendiri. Dalam hal mengakses bank untuk sumber perkreditan, warga mengaku takut jika tidak bisa mengembalikannya lagi sehingga warga memilih untuk mengolah lahan pertanian seadanya saja, tidak diberi pupuk atau pestisida untuk mengusir hama. 3. Kemampuan Mengatasi Masalah Kemampuan mengatasi masalah yaitu tingkat kemampuan penggunaan informasi dan inovasi dalam memecahkan masalah mengenai pengolahan tanah yang dihadapi. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuan mengatasi masalah disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan mengatasi masalah di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan mengatasi masalah Jumlah (n) Persentase (%) Rendah Tinggi Total Tabel 11 menunjukkan jumlah responden yang berada dalam kategori rendah untuk kemampuan mengatasi masalah sebanyak 31.2% responden, sedangkan yang berada dalam kategori tinggi sebanyak 68.8% responden. Petani sebagai pelaku usaha tani tidak pernah lepas dari permasalahan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Menurut Subagio (2008), kapasitas petani dalam mengatasi masalah meliputi: (1) penggunaan informasi dan inovasi yang sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan, (2) dapat menggunakan suatu pengalaman, baik yang berhasil maupun yang gagal sebagai modal untuk pencapaian tujuan usaha tani, (3) mampu membuat suatu tindakan alternatif yang menguntungkan, dan (4) selalu memiliki rencana sebagai tindakan antisipatif. Sebanyak 68.8% responden mengaku mampu mengatasi permasalahan yang terjadi pada pertanian mereka karena telah bertahun-tahun menjadi petani meskipun dulu belum memiliki lahan sendiri. Masalah mengenai hama dan penyakit tanaman telah menjadi makanan sehari-hari mereka sehingga dianggap bukan masalah lagi. Mengenai masalah keuangan, tanah yang mereka miliki dapat dijadikan sebagai solusi, misalnya dengan cara menjual hasil tanam seadanya, atau sewaktu-waktu menjual tanah tersebut jika benar-benar sangat mendesak. Sebanyak 31.2% responden yang tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi pada usaha taninya mengaku tidak berusaha mencari tahu dan

52 41 menganalisis apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya. Warga yang tidak mampu mengatasi masalahnya mengaku bahwa mereka hanya membiarkan saja tanamannya diserang hama dan penyakit karena tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Pada akhirnya tanamannya mati dan jumlahnya menjadi berkurang. Peningkatan kapasitas petani diukur berdasarkan jumlah skor dari ketiga variabel di atas. Kapasitas petani meningkat apabila ketiga variabel tersebut berada pada kategori tinggi, sedangkan kapasitas petani tidak meningkat apabila ketiga variabel menunjukkan hal yang sebaliknya. Jumlah dan persentase responden berdasarkan peningkatan kapasitasnya disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kapasitas di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kapasitas Jumlah (n) Persentase (%) Rendah Tinggi Total Tabel 12 menunjukkan jumlah responden yang memiliki tingkat kapasitas tinggi sebesar 56.2%. Ini berarti sebagian besar dari mereka telah mampu mengidentifikasi potensi yang terdapat di desa mereka, kemudian mampu menjadikannya sebagai peluang, dan mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di dalam usaha tani mereka. Pelaksanaan Reforma Agraria dan Hubungannya dengan Tingkat Kapasitas Petani Reforma agraria pada intinya bukan hanya sekadar untuk membagi-bagikan tanah kepada para tunakisma atau petani gurem, melainkan juga untuk merombak struktur penguasaan dan kepemilikan atas tanah agar tidak terjadi lagi ketimpangan dalam hal penguasaan dan kepemilikan tanah. Dengan diimplementasikannya reforma agraria diharapkan petani meningkat kesejahteraannya. Asumsinya adalah dengan memiliki tanah sendiri maka petani akan lebih semangat menggarap tanahnya. Jika semangatnya bertambah maka kondisi perekonomiannya akan membaik. Akan tetapi, reforma agraria tidak sertamerta langsung meningkatkan kondisi kesejahteraan mereka. Akses-akses terhadap dukungan atau penunjang dari program ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas para penerimanya, di antaranya berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan atau penyuluhan, memiliki akses terhadap sumber agraria berupa tanah garapan, mampu memiliki modal produksi, serta memiliki dan memahami penggunaan teknologi pertanian (Alfurqon 2009). Alfurqon (2009) menambahkan meningkatnya kapasitas petani sebagai komponen penting dalam produksi pertanian berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Kondisi ini akan mendorong peningkatan hasil produksi. Selanjutnya, keterampilan yang diperoleh dari pelatihan maupun penyuluhan akan dimanfaatkan untuk membuat suatu produk olahan yang lebih bernilai. Jika sasaran program dapat mendistribusikan (memasarkan) hasil

53 42 produksi olahan tersebut dengan baik, maka ini akan berdampak pada kondisi perekonomian rumah tangganya. Penelitian yang dilakukan di Desa Sipak ini mencoba mencari hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani. Dengan menggunakan teknik tabulasi silang, diperoleh informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani seperti pada tabel-tabel berikut. 1. Hubungan Reforma Agraria dengan Tingkat Kemampuan Mengidentifikasi Potensi Informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan Pelaksanaan reforma agraria mengidentifikasi Rendah Tinggi potensi Jumlah (n) Persen (%) Jumlah (n) Persen (%) Rendah Tinggi Total Tabel 13 menunjukkan bahwa 100% petani berada pada kategori tinggi dalam hal kemampuan mengidentifikasi potensi, tidak peduli pelaksanaan reforma agraria berada pada kategori rendah atau tinggi. Ini berarti petani sepenuhnya mengetahui bahwa di desa mereka pernah dilaksanakan reforma agraria dan mengetahui keberadaan-keberadaan sarana penunjang yang dapat mendukung keberlanjutan usaha tani mereka, atau setidaknya petani menjadi tahu apa yang dimaksud dengan reforma agraria, terlepas dari ada atau tidaknya sarana penunjang selain tanah dan sertifikat yang akan mendukung keberlanjutan usaha tani mereka. Jadi, dapat dikatakan bahwa pelaksanaaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi. 2. Hubungan Reforma Agraria dengan Tingkat Kemampuan Memanfaatkan Peluang Kenyataan yang terjadi di Desa Sipak yaitu para petani yang menerima program reforma agraria telah mampu mengidentifikasi potensi yang terdapat di desa mereka untuk menunjang keberhasilan usaha taninya. Potensi-potensi yang tersedia di desa akan menjadi peluang yang sangat bagus jika petani mampu memanfaatkannya dengan baik. Tabel 14 menyajikan jumlah dan persentase responden berdasarkan hubungannya antara reforma agraria dengan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang.

54 43 Tabel 14 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan Pelaksanaan reforma agraria memanfaatkan Rendah Tinggi peluang Jumlah (n) Persen (%) Jumlah (n) Persen (%) Rendah Tinggi Total Tabel 14 menunjukkan sebanyak 94.1% petani yang mendapatkan akses reforma agraria tinggi tidak mampu memanfaatkan peluang yang terdapat di desanya. Sama halnya dengan petani yang mendapatkan akses reforma agraria rendah yang juga tidak mampu memanfaatkan peluang. Analisis korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman dengan SPSS 16.0, didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar lebih kecil dari nilai koefisien korelasi pada tabel r (0.3494) dan nilai Sig. sebesar lebih besar dari nilai kritis (0.05). Hasil perhitungan tersebut diperkuat dari data kualitatif temuan di lapangan. Meskipun petani mendapat reforma agraria tinggi, banyak di antaranya yang tidak memanfaatkan peluang yang terdapat di desanya dengan alasan takut. Petani yang tidak menggarap tanahnya dan malah menjualnya mengatakan takut jika tanahnya diambil lagi oleh pemerintah. Petani yang tidak menerima bantuan permodalan mengatakan takut tidak bisa mengembalikannya lagi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang. 3. Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Tingkat Kemampuan Mengatasi Masalah Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh koefisien korelasi sebesar , jelas lebih kecil daripada angka pada tabel r (0.3494). Hasil ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan reforma agrarian tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kemampuan mengatasi masalah yang terjadi pada usaha tani para penerimanya. Secara ringkas, hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani ditunjukkan dalam Tabel 15.

55 44 Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengatasi masalah di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat Pelaksanaan reforma agraria kemampuan Rendah Tinggi mengatasi masalah Jumlah (n) Persen (%) Jumlah (n) Persen (%) Rendah Tinggi Total Pelaksanaan reforma agraria tidak berhubungan dengan tingkat kemampuan mengatasi masalah. Hal tersebut dibuktikan dari temuan di lapangan bahwa lebih dari 50% petani telah mampu mengatasi permasalahannya sendiri meskipun saat tanah tersebut belum resmi menjadi miliknya. Para petani menyatakan hal tersebut sudah merupakan nalurinya sebagai petani. 4. Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Tingkat Kapasitas Petani Tabel 13, 14, dan 15 masing-masing telah menunjukkan hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, serta mengatasi masalah. Terlihat bahwa hanya satu dari tiga variabel peningkatan kapasitas petani, yaitu tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi, yang menunjukkan hubungan yang signifikan dengan pelaksanaan reforma agraria, sedangkan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang dan tingkat kemampuan mengatasi masalah tidak berhubungan dengan pelaksanaan reforma agraria. Apabila secara keseluruhan ketiga variabel tersebut dianalisis, maka didapat hasil sebagai berikut. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani di Desa Sipak tahun 2012 Pelaksanaan reforma agraria Peningkatan Rendah Tinggi kapasitas petani Jumlah (n) Persen (%) Jumlah (n) Persen (%) Rendah Tinggi Total Tabel 16 menunjukkan bahwa 47.1% petani yang termasuk dalam kategori pelaksanaan reforma agraria tinggi mengalami peningkatan kapasitas, sedangkan 52.9% sisanya tidak mengalami peningkatan kapasitas. Pada kategori pelaksanaan reforma agraria rendah, justru sebanyak 66.7% petani mengalami peningkatan kapasitas, sisanya 33.3% yang tidak mengalami peningkatan kapasitas. Informasi tersebut mengindikasikan bahwa antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani tidak berhubungan secara signifikan.

56 Uji korelasi Rank Spearman dengan nilai kepercayaan 0.05 (α = 5%) juga dilakukan untuk menguji apakah ada hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Adapun Ho dari penelitian ini yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani, sedangkan Ha dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar (-0.197) lebih kecil dari nilai koefisien korelasi pada tabel r (0,3494) dan nilai Sig. sebesar lebih besar dari nilai kritis (0.05). Jadi, ini berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Kemungkinan adanya faktor lain yang menyebabkan peningkatan kapasitas petani sangat besar, seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Subagio (2008) bahwa kapasitas petani sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik, lingkungan ekonomi dan sosial budaya, ketersediaan inovasi, karakter pribadi petani, dan akses terhadap informasi. Karakter pribadi petani itu sendiri ditunjukkan oleh pendidikan, umur, pengalaman berusaha tani, kekosmopolitan, dan keberanian mengambil risiko. Marlina (2008) menambahkan bahwa peningkatan kapasitas petani juga dilihat dari motivasi dan komitmennya. Motivasi adalah semangat petani untuk meraih prestasi, sedangkan komitmen adalah keterikatan jiwa petani terhadap kemajuan usaha taninya. Faktor-faktor inilah yang luput dari penelitian sehingga hasil uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan. Faktor lain yang menyebabkan tidak ada korelasi antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani adalah tidak meratanya ketersediaan access reform. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, access reform hanya menjangkau penerima program yang tinggal di RW 09, itupun tidak semua merasakan keberadaan access reform tersebut. Petani penerima program yang tinggal selain di RW 09 mengaku hanya mendapatkan tanah dan sertifikat saja, tidak ada access reform sama sekali. Waktu pelaksanaan reforma agraria dengan waktu pelaksanaan penelitian yang terlampau dekat ( ) juga menjadi salah satu pertimbangan mengapa reforma agraria tidak berhubungan dengan tingkat kapasitas petani. Dalam kurun waktu 5 tahun tersebut, tepatnya setelah tanah resmi menjadi milik petani, tidak ditemui adanya pengorganisasian lokal dari pemerintah desa atau secara independen dari kelompok tani untuk meningkatkan kapasitas petani. Setelah tanah menjadi hak milik, perjuangan seolah berakhir karena yang diminta sudah dipenuhi. 45

57 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan meningkat setelah dibagikannya lahan. Perlu ada peningkatan kapasitas dari petaninya agar dapat memanfaatkan aset dan akses terhadap reforma agraria tersebut. Alfurqon (2009) menyatakan meningkatnya kapasitas petani sebagai komponen penting dalam produksi pertanian berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Kondisi ini akan mendorong peningkatan hasil produksi. Selanjutnya, keterampilan yang diperoleh dari pelatihan maupun penyuluhan akan dimanfaatkan untuk membuat suatu produk olahan yang lebih bernilai. Jika sasaran program dapat mendistribusikan (memasarkan) hasil produksi olahan tersebut dengan baik, maka ini akan berdampak pada kondisi perekonomian rumah tangganya. Indikator kesejahteraan petani dalam penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya, yaitu terdiri dari peningkatan kepemilikan aset dan kemampuan menyekolahkan anak. 1. Tingkat Kepemilikan Aset Tingkat kepemilikan aset yaitu jumlah barang berharga yang dimiliki responden sebelum dan sesudah diadakannya reforma agraria. Terdiri dari luas kepemilikan lahan, kondisi tempat tinggal, kepemilikan kendaraan bermotor, kepemilikan barang elektronik, kepemilikan hewan ternak, kepemilikan tabungan, dan investasi berupa emas. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas kepemilikan lahan sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Luas kepemilikan Persentase Persentase lahan Jumlah (n) Jumlah (n) (%) (%) Rendah Sedang Tinggi Total Kategori rendah dalam penelitian ini yaitu petani yang sebelum dan sesudah reforma agraria memiliki luas lahan 0 m 2 (tunakisma) hingga memiliki lahan 500 m 2. Kategori sedang yaitu petani yang memiliki luas lahan lebih dari 500 m 2 hingga m 2. Kategori tinggi yaitu petani yang memiliki luas lahan lebih dari m 2. Tabel 14 menunjukkan jumlah petani yang berada pada kategori rendah sebelum dilaksanakannya program sebanyak 62.5% kemudian berkurang setelah diadakannya program menjadi 15.6%. Petani yang berada pada kategori sedang

58 47 sebelum diadakannya program sebanyak 12.5% dan meningkat setelah diadakannya program menjadi 25%, sedangkan petani yang berada pada kategori tinggi sebelum diadakannya program sebanyak 25% dan meningkat menjadi 59.4% setelah diadakannya program. Petani yang telah memilki lahan dari sebelum dilaksanakan program mengaku mendapatkan lahan dari pemberian orang tua dan telah menggarapnya sebagai hak milik, sedangkan petani yang belum memiliki lahan sama sekali hanya bergantung pada lahan orang dengan menjadi buruh tani. Melihat tabel di atas, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program reforma agraria telah cukup berhasil mengatasi ketimpangan kepemilikan lahan dan mengurangi tunakisma. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak SW (50 tahun): Perasaan Bapak gembira diberi tanah sama pemerintah, soalnya dulu Bapak sama sekali ngga punya tanah. Ngga pernah mimpi bakalan dikasih tanah walaupun cuma 125 meter (persegi) aja. Yah Alhamdulillah atuh lah neng, buat nyambung hidup (SW, 50 tahun). Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh ibu ER (45 tahun) dan beberapa responden lainnya yang mengaku senang menerima tanah redistribusi meskipun sebelumnya telah memiliki tanah dari orang tuanya. Beliau mengatakan penghasilan dari tanahnya itu sangat membantu perekonomian keluarganya. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kondisi tempat tinggal sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Kondisi tempat Persentase Persentase tinggal Jumlah (n) Jumlah (n) (%) (%) Rendah Sedang Tinggi Total Kategori rendah dalam penelitian ini yaitu petani yang sebelum dan sesudah reforma agraria memiliki tempat tinggal gubuk. Kategori sedang yaitu petani yang memiliki tempat tinggal semi permanen (atap seng, dinding triplek, lantai semen atau tanah). Kategori tinggi yaitu petani yang memiliki tempat tinggal permanen (atap genteng, dinding tembok, lantai berkeramik). Tabel 15 menunjukkan jumlah petani yang berada pada kategori rendah sebelum dilaksanakannya program sebanyak 31.2% kemudian menurun setelah diadakannya program menjadi 15.6%. Petani yang berada pada kategori sedang sebelum diadakannya program sebanyak 43.8% dan menurun setelah diadakannya program menjadi 25%, sedangkan petani yang berada pada kategori tinggi sebelum diadakannya program sebanyak 21.9% dan meningkat menjadi 40.6% setelah diadakannya program. Sebagian besar responden mengaku merasa terbantu dengan adanya program ini. Mereka dapat mengumpulkan uang sedikit

59 48 demi sedikit untuk memperbaiki rumah mereka. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Bapak NN (46 tahun): Adanya tanah ini bisa dibilang cukup membantu perekonomian rumah tangga Bapak. Kan Bapak udah pernah nebang dua kali, uangnya dikumpulin sedikitsedikit buat benerin rumah, makanya sekarang rumahnya mah bisa dibilang udah enak gitu, nggak kayak dulu (NN, 46 tahun). Bapak NN ini memiliki kondisi rumah yang sudah permanen dua lantai dengan atap genteng, dinding tembok, dan lantai keramik. Beliau mengaku dulunya rumah beliau belum seperti sekarang ini. Adanya tanah yang dibagikan membuat Bapak NN bisa mengumpulkan uang untuk memperbaiki rumah secara bertahap. Awalnya dari dinding, kemudian lantai, hingga akhirnya memiliki dua lantai. Hal serupa juga dituturkan oleh Ibu AS (70 tahun). Meskipun tempat tinggal beliau masih dalam kondisi semi-permanen, beliau mengaku uang hasil menjual kayu dari kebunnya dapat membantu untuk memperbaiki rumah beliau sedikit demi sedikit, dari yang tadinya gubuk menjadi seperti sekarang ini. Tidak selamanya program reforma agraria ini memberikan pengaruh pada kondisi tempat tinggal penerimanya. Kenyataannya tetap ada saja yang kondisi rumahnya masih memprihatinkan, hanya bilik bambu seadanya. Kondisi seperti ini yang dialami oleh Bapak SW (50 tahun) salah satunya. Bapak SW menyatakan bahwa dirinya hingga kini masih menggarap tanah tersebut tapi belum menikmati hasil apa-apa dari tanah tersebut. Menurutnya, jangankan untuk memperbaiki rumah, untuk makan saja masih susah. Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan kendaraan bermotor sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Kepemilikan Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria kendaraan Persentase Persentase Jumlah (n) Jumlah (n) bermotor (%) (%) Rendah Sedang Tinggi Total Kategori rendah dalam penelitian ini yaitu petani yang sebelum dan sesudah reforma agraria tidak memiliki kendaraan bermotor sama sekali. Kategori sedang yaitu petani yang memiliki satu buah kendaraan bermotor. Kategori tinggi yaitu petani yang memiliki lebih dari satu buah kendaraan bermotor. Tabel 19 menunjukkan bahwa sebesar 75% petani berada pada kategori rendah sebelum reforma agraria dan menurun menjadi 59.4% setelah reforma agraria. Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pada kategori sedang dan tinggi dari sebelum diadakannya program dan setelah diadakannya program. Seorang responden bernama Ibu ER (45 tahun) mengaku bahwa keluarganya sebelum mendapat

60 49 tanah redistribusi hanya memiliki satu buah kendaraan bermotor dan kini telah memiliki sembilan kendaraan bermotor, terdiri dari enam buah sepeda motor dan tiga buah mobil. Beliau mengaku kendaraan tersebut digunakan untuk usaha rental sepeda motor maupun mobil. Tabel 19 secara langsung juga menyiratkan jumlah pemilik kendaraan bermotor terbilang lebih sedikit daripada yang tidak memiliki kendaraan. Ini karena mereka menganggap benda tersebut bukanlah sesuatu yang penting. Mereka beranggapan kalau kaki mereka masih mampu untuk berjalan ke lahan garapan mereka jadi tidak perlu motor. Alasan lainnya mengapa mereka tidak memiliki kendaraan adalah karena tidak mampu membeli. Boro-boro untuk beli kendaraan, untuk makan aja pas-pasan, kata salah seorang responden. Kepemilikan aset selanjutnya dilihat dari kepemilikan barang elektronik sebelum dan sesudah diadakannya reforma agraria. Kategori rendah untuk kepemilikan barang elektronik yaitu untuk petani yang hanya memiliki 0-3 jenis barang elektronik di rumahnya, sedang untuk petani yang memiliki 4-6 jenis barang elektronik, dan tinggi untuk petani yang memiliki lebih dari enam jenis barang elektronik. Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan barang elektronik sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Kepemilikan Persentase Persentase barang elektronik Jumlah (n) Jumlah (n) (%) (%) Rendah Sedang Tinggi Total Tabel 20 menunjukkan terjadi peningkatan pada kepemilikan barang elektronik. Sebesar 90.6% petani yang berada pada kategori rendah sebelum program menurun menjadi hanya 34.4% setelah program, dan paling banyak berada pada kategori sedang yaitu 43.7%. Ukuran kepemilikan aset lainnya dilihat dari kepemilikan terhadap hewan ternak, ada atau tidaknya uang tabungan, dan ada atau tidaknya investasi berupa emas. Dalam hal kepemilikan ketiga aset ini tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah program. Informasi mengenai ketiga aset tersebut disajikan dalam Tabel 21.

61 50 Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan hewan ternak, tabungan, dan emas sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Kepemilikan aset 1. Hewan ternak a. Rendah b. Tinggi 2. Tabungan a. Rendah b. Tinggi 3. Emas a. Rendah b. Tinggi Sebelum reforma agraria Persentase Jumlah (n) (%) Sesudah reforma agraria Persentase Jumlah (n) (%) Tabel 21 menunjukkan bahwa sebelum adanya program reforma agraria jumlah petani yang memiliki tidak memiliki investasi berupa hewan ternak sebanyak 65.6% dan hanya 34.4% yang memiliki. Sesudah dilaksanakan reforma agraria, angka tersebut tetap tidak berubah. Jumlah petani yang memiliki tabungan hanya sebesar 9.4%, sisanya sebanyak 90.6% tidak memiliki tabungan sebelum diadakan reforma agraria. Angka ini sedikit berubah setelah diadakan reforma agraria, menjadi 18.8% memiliki tabungan dan 81.2% tidak memiliki tabungan. Jumlah petani yang berinvestasi emas sebelum reforma agraria sebanyak 21.9% dan meningkat setelah reforma agraria menjadi 31.2%. Tinggi rendahnya tingkat kepemilikan aset para petani penerima program reforma agraria dilihat dari hasil perhitungan skor dari kepemilikan luas lahan yang dimiliki, kondisi tempat tinggal, kepemilikan kendaraan bermotor, barang elektronik, hewan ternak, tabungan, dan investasi berupa emas. Hasil perhitungan skor tersebut digolongkan menjadi rendah dan tinggi. Rendah apabila selang skor antara 7-12 dan tinggi apabila selang skor antara Hasil perhitungan skor tersebut disajikan dalam tabel 22. Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kepemilikan aset di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kepemilikan aset Rendah Tinggi Sebelum reforma agraria Persentase Jumlah (n) (%) Sesudah reforma agraria Persentase Jumlah (n) (%) Total Tabel 22 menunjukkan terdapat perbedaan antara sebelum pelaksanaan program reforma agraria dengan sesudah pelaksanaan program reforma agraria. Terlihat dalam Tabel 22 bahwa tingkat kepemilikan aset para petani meningkat

62 51 sesudah dilaksanakannya program. Meskipun demikian, tidak sedikit responden yang mengaku bahwa kepemilikan aset mereka bertambah bukan dari hasil mengolah tanah redistribusi mereka, tetapi dari hasil pekerjaan lainnya, seperti berdagang, supir, buruh bangunan dan proyek, dan lainnya. Mereka yang mengaku demikian mengatakan bahwa kebun mereka yang berasal dari pemerintah belum menghasilkan apa-apa. Ini karena jenis tanaman yang ditanam merupakan tanaman kayu yang hanya bisa dipanen jika sudah berumur 5 tahun atau lebih. Program reforma agraria ini berlangsung tahun 2007 dan pada saat penelitian berlangsung tahun 2012 banyak tanaman yang belum dipanen atau baru satu kali memanen. Jenis tanaman lain seperti pisang dan singkong hanya sebagai sampingan saja, jika dijual pun tidak memberikan pengaruh yang berarti. 2. Kemampuan Menyekolahkan Anak Kemampuan menyekolahkan anak yaitu yaitu lama jenjang pendidikan yang mampu ditempuh oleh anak-anak petani dengan biaya dari sebelum program reforma agraria dan sesudah program reforma agraria. Kemampuan menyekolahkan anak dikategorikan menjadi rendah apabila SD/sederajat sampai SMP dan tinggi apabila SMA/sederajat sampai perguruan tinggi. Tabel 23 menunjukkan jumlah dan perentase responden berdasarkan tingkat kemampuan menyekolahkan anak. Tabel 23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuan menyekolahkan anak di Desa Sipak tahun 2012 Kemampuan menyekolahkan anak Rendah Tinggi Sebelum reforma agraria Persentase Jumlah (n) (%) Sesudah reforma agraria Persentase Jumlah (n) (%) Total Sama halnya dengan tingkat kepemilikan aset, tingkat kemampuan menyekolahkan anak juga mengalami peningkatan dari sebelum dan sesudah pelaksanaan reforma agraria. Tabel 23 memperlihatkan sebanyak 75% responden yang memiliki kemampuan menyekolahkan anak kategori rendah sebelum reforma agraria berkurang menjadi 40.6% sesudah reforma agraria. Beberapa responden mengaku kehidupan mereka dulu bisa dikatakan sangat sulit. Pendidikan menjadi salah satu yang terpaksa harus dikorbankan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sekitar 50% responden mengatakan bahwa mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke sekolah menengah. Sudah lulus SD saja itu sudah Alhamdulillah, begitu kata salah satu responden. Lebih miris lagi mereka lebih rela mengorbankan anak perempuan mereka untuk berhenti sekolah daripada anak laki-lakinya. Oleh sebab itu, banyak perempuan di Desa Sipak yang sudah menikah meskipun usianya masih tergolong sangat muda. Peningkatan kemampuan menyekolahkan anak bukan karena seluruh biaya untuk menyekolahkan anak yang berhasil ditutupi dari hasil mengolah tanah redistribusi, tetapi dari hasil pekerjaan lain yang dilakukan responden. Selain itu

63 52 juga karena kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan sudah mulai meningkat dibandingkan sebelumnya. Seorang responden bernama UJ (42 tahun) bercita-cita menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi, bagaimanapun kondisi keuangannya nanti Bapak UJ akan selalu berusaha demi menyekolahkan anak-anaknya. 3. Peningkatan Kesejahteraan Peningkatan kesejahteraan dalam penelitian ini diukur dari jumlah skor tingkat kepemilikan aset dan tingkat kemampuan menyekolahkan anak sebelum dan sesudah reforma agraria. Hasil perhitungan tersebut dikategorikan menjadi rendah dan tinggi. Jumlah dan persentase responden berdasarkan peningkatan kesejahteraan sebelum dan sesudah reforma agraria ditunjukkan pada Tabel 24. Tabel 24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan peningkatan kesejahteraan sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Peningkatan kesejahteraan Rendah Tinggi Sebelum reforma agraria Persentase Jumlah (n) (%) Sesudah reforma agraria Persentase Jumlah (n) (%) Total Tabel 24 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kesejahteraan responden sebelum dan sesudah reforma agraria meskipun tidak terlalu signifikan. Jumlah responden yang meningkat kesejahteraannya hanya sebesar 37.5%, meningkat dari sebelumnya yang hanya 12.5%. Data tersebut didukung oleh pernyataan kepala Desa Sipak yang mengatakan hal sebagai berikut. Alhamdulillah, terjadi peningkatan kesejahteraan warga di sini karena sekarang untuk bertanam di situ (tanah redistribusi) jadi ngga setengah-setengah karena udah mutlak punya dia. Peningkatan kesejahteraan yang terjadi bisa dikatakan tidak terlalu signifikan. Hal ini karena kebun mereka belum menghasilkan apa-apa, paling hanya singkong, pisang, petani, dan jengkol, yang tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian mereka. Peningkatan aset dan kemampuan menyekolahkan anak diperoleh dari hasil lain, seperti berdagang dan menjadi buruh proyek dan bangunan. Mereka mengatakan uang yang diperoleh dari hasil menjadi buruh lebih besar daripada bertanam, tetapi pekerjaannya juga lebih berat dan mereka harus tinggal jauh dari keluarga dan baru pulang satu minggu sekali setiap hari jumat setelah bekerja setengah hari.

64 53 Pelaksanaan Reforma Agraria dan Hubungannya dengan Peningkatan Kesejahteraan Petani Reforma agraria pada hakikatnya bertujuan untuk menyejahterakan petani kecil. Bachriadi (2007) mengungkapkan bahwa penataan ulang struktur penguasaan tanah (land reform) bukan saja akan memberikan kesempatan kepada sebagian besar penduduk yang masih menggantungkan hidupnya pada kegiatan pertanian untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Lebih dari itu, land reform bukan hanya akan menjadi suatu dasar yang kokoh dan stabil bagi pembangunan ekonomi dan sosial, melainkan juga menjadi dasar bagi pengembangan kehidupan masyarakat yang demokratis. Program ini akan membuka kesempatan untuk terjadinya proses pembentukan modal (capital formation) di perdesaan yang akan menjadi dasar bagi proses industrialisasi yang kokoh. Selain itu, ia juga akan memberikan sejumput kekuasaan pada kelompok-kelompok petani miskin di pedesaan di dalam ikatan-ikatan sosial pada masyarakatnya. Penelitian yang dilakukan di Desa Sipak ini mencoba mencari tahu hubungan atara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kesejahteraan petani. Dengan menggunakan teknik tabulasi silang, diperoleh informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kesejahteraan petani. 1. Hubungan Reforma Agraria dengan Tingkat Kepemilikan Aset Informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset di Desa Sipak tahun 2012 Pelaksanaan reforma agraria Tingkat Rendah Tinggi kepemilikan aset Jumlah (n) Persen (%) Jumlah (n) Persen (%) Rendah Tinggi Total Tabel 25 memperlihatkan jumlah petani yang mendapatkan reforma agraria tinggi sebesar 47.1% mengalami peningkatan aset, sedangkan jumlah petani yang mendapatkan reforma agraria tinggi tetapi tidak mengalami peningkatan aset sebesar 52.9%. Analisis korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman, didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar lebih kecil dari nilai koefisien korelasi pada tabel r (0.3494) dan nilai signifikansi sebesar lebih besar dari nilai kritis (0.05). Angka-angka mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset.

65 54 Tidak adanya hubungan yang signifikan tersebut karena aset yang dimiliki oleh warga tidak sepenuhnya berasal dari hasil pengolahan tanahnya. Ini karena waktu tanam yang baru 5 tahun sehingga belum ada pencapaian yang signifikan, sedangkan tanaman hortikultura semacam singkong tidak memberikan arti pada peningkatan kesejahteraan warga. 2. Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Kemampuan Menyekolahkan Anak Kemampuan menyekolahkan anak merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan petani yang digunakan peneliti dalam penelitian ini. Pada Tabel 23, terlihat kemampuan petani dalam menyekolahkan anaknya meningkat pada saat sesudah dilaksanakan reforma agraria. Menurut warga, secara tidak langsung tanah redistribusi yang dimiliki membuatnya lebih mampu menyekolahkan anakanaknya. Oleh karena tanaman yang ditanam di kebun mereka merupakan tanaman tahunan, maka ketika panen hasilnya penjualannya bisa digunakan untuk menyekolahkan anak-anak mereka, berbeda dengan sebelum memiliki lahan redistribusi. Akan tetapi, tidak semua warga yang kemampuan menyekolahkan anaknya meningkat disebabkan oleh hasil mengolah tanah redistribusi. Alasannya adalah karena sudah adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang membebaskan biaya pendidikan. Selain itu, warga yang tidak bergantung pada hasil panen membiayai sekolah anak-anaknya dengan melakukan pekerjaan lainnya. Tabel 26 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan menyekolahkan anak Pelaksanaan reforma agraria Tingkat kemampuan Rendah Tinggi menyekolahkan anak Persen (%) Jumlah Persen (%) Jumlah (n) (n) Rendah Tinggi Total Tabel 26 memperlihatkan 52.9% yang termasuk mendapat reforma agraria tinggi memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyekolahkan anaknya, sedangkan yang mendapat reforma agraria rendah tetapi memiliki kemampuan menyekolahkan anak tinggi justru lebih banyak, yakni sekitar 66.7%. Angkaangka ini mengindikasikan bahwa antara pelaksanaan reforma agraria dengan kemampuan menyekolahkan anak tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan alasan yang telah dibahas sebelumnya. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar (-0.139) dan nilai signifikansi sebesar Hasil ini jelas menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang berbunyi diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kemampuan menyekolahkan anak ditolak.

66 55 3. Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Peningkatan Kesejahteraan Petani Tabel 25 dan 26 masing-masing memperlihatkan hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset dan kemampuan menyekolahkan anak. Dari kedua tabel tersebut memperlihatkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan pelaksanaan reforma agraria. Apabila secara keseluruhan kedua variabel tersebut dianalisis, maka didapat hasil seperti pada Tabel 27. Tabel 27 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kesejahteraan Pelaksanaan reforma agraria Rendah Tinggi Tingkat kesejahteraan Persen (%) Jumlah Persen (%) Jumlah (n) (n) Rendah Tinggi Total Tabel 27 menunjukkan bahwa 41.2% petani yang termasuk dalam kategori pelaksanaan reforma agraria tinggi mengalami peningkatan kesejahteraan, sedangkan 58.8% sisanya tidak mengalami peningkatan kesejahteraan. Uji korelasi Rank Spearman dengan nilai kepercayaan 0.05 (α = 5%) juga dilakukan untuk menguji apakah ada hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kesejahteraan petani. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar lebih kecil dari nilai koefisien korelasi pada tabel r (0,3494) dan nilai signifikasni sebesar lebih besar dari nilai kritis (0.05). Jadi, ini berarti hipotesis yang berbunyi diduga pelaksanaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kesejahteraan petani dinyatakan ditolak. Artinya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Hipotesis penelitian ini ditolak karena peningkatan kesejahteraan yang dialami oleh warga di Desa Sipak, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak sepenuhnya berasal dari hasil implementasi reforma agraria. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan responden, warga Desa Sipak banyak yang melakukan pekerjaan lain selain bertanam saja. Pekerjaan tersebut di antaranya berdagang dan buruh proyek. Faktor lain yang menyebabkan reforma agraria ini tidak berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan secara signifikan karena tidak terdapat pola pembentukkan dan ekstraksi surplus desa seperti di Desa Dangiang dan Sukatani, Garut (Yusuf et al. 2010). Menurut Yusuf et al. (2010), proses pembentukkan modal dapat dipandang sebagai seperangkat proses penciptaan, penguasaan, dan penempatan atau penanaman surplus yang secara bersama-sama menghasilkan pola-pola khusus pemilikan, penguasaan, penumpukan (akumulasi), dan penggunaan modal dalam masyarakat. Hal tersebut dapat terjadi melalui sebuah

67 mekanisme sistem perbankan dan perkreditan. Melalui mekanisme inilah surplus yang diciptakan oleh seseorang atau suatu kelompok, atau badan usaha, dapat beralih menjadi modal bagi orang lain, kelompok lain, atau badan lain, baik dalam sektor dan lokasi yang sama maupun berbeda. Mekanisme ini dapat dikatakan sebagai mekanisme mobilitas modal. Mekanisme semacam ini belum tercipta di Desa Sipak karena tidak adanya sumber perkreditan sebagai dukungan permodalan warga Sipak. 56

68 57 HUBUNGAN TINGKAT KAPASITAS PETANI DENGAN KESEJAHTERAAN PETANI Kapasitas petani diartikan oleh Subagio (2008) sebagai daya-daya yang melekat pada pribadi seseorang sebagai pelaku utama pengelola sumber daya pertanian untuk dapat menetapkan tujuan usaha tani secara tepat dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara tepat pula. Alfurqon (2009) menambahkan bahwa melalui pengembangan kapasitas, masyarakat akan lebih berdaya dan mandiri dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya. Bab sebelumnya telah menjelaskan hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Walaupun demikian, diharapkan kapasitas yang dimiliki oleh petani dapat membantu mereka menjadi petani yang mandiri, dan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Tabel 28 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara tingkat kapasitas petani dengan peningkatan kesejahteraan petani di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat Tingkat kapasitas petani kesejahteraan Rendah Tinggi petani Jumlah (n) Persen (%) Jumlah (n) Persen (%) Rendah Tinggi Total Tabel 28 menunjukkan 44.4% petani yang memiliki kapasitas tinggi berada pada tingkat kesejahteraan yang tinggi, sedangkan petani yang memiliki kapasitas tinggi tetapi tingkat kesejahteraannya rendah sebesar 55.6%. Angka tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat kapasitas petani dengan tingkat kesejahteraan petani. Pernyataan ini didukung oleh hasil uji korelasi dengan Rank Spearman. Hasilnya diperoleh koefisien korelasi sebesar lebih kecil daripada koefisien korelasi pada tabel r (0.3949), sedangkan nilai kritis dari hasil perhitungan diperoleh angka dan lebih besar daripada nilai kritis Jadi, hipotesis (Ha) yang berbunyi diduga peningkatan kapasitas petani berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan petani ditolak. Ini berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kapasitas petani dengan peningkatan kesejahteraan petani. Hasil uji korelasi tersebut diperkuat dengan temuan di lapangan yang membuktikan hal yang sama bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kapasitas petani dengan peningkatan kesejahteraan petani. Kapasitas yang dimiliki petani ternyata belum sepenuhnya mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Hal ini disebabkan oleh ketidakmerataan access reform yang tersedia di Desa Sipak, dan juga terkait waktu pelaksanaan reforma agraria dan waktu pelaksanaan penelitian yang masih singkat sehingga cukup

69 riskan jika diukur terlalu dini. Peningkatan kesejahteraan yang dialami oleh petani juga tidak sepenuhnya berasal dari hasil reforma agraria, tetapi karena ada pekerjaan lain yang digeluti. Tidak terdapatnya pengorganisasian lokal juga menjadi salah satu penyebab mengapa reforma agraria tidak berhubungan secara signifikan dengan peningkatan kapasitas petani. Tidak ada pengorganisasian lokal membuat warga benar-benar mengolah tanahnya sendiri, termasuk mendapatkan modal dengan caranya sendiri, dan mengelola modal tersebut agar menjadi surplus dengan caranya sendiri. Akan tetapi, tidak semuanya mampu melakukan hal tersebut sehingga banyak yang hanya menanam, menjualnya saat panen, kemudian menanam lagi untuk menunggu panen berikutnya. Keberadaan leadership lokal yang seharusnya bisa menggerakkan petani untuk mengembangkan kapasitasnya ternyata tidak muncul dalam kasus di Desa Sipak. Hal ini menjadi alasan mengapa kapasitas petani tidak mengalami peningkatan yang tentu saja berdampak pada tingkat kesejahteraan mereka. Ditinjau secara teoritis, tingkat kapasitas petani semestinya memang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan petani, seperti yang dikemukakan Salkind (1985) dalam Marlina (2008) bahwa pengembangan sumber daya manusia merupakan upaya untuk mengubah atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ini harus melalui suatu proses dan merupakan suatu usaha taraf hidup manusia agar mendapat suatu pengakuan (recognition) individu dalam kehidupan masyarakat. Program reforma agraria bukan saja akan memberikan kesempatan kepada sebagian besar penduduk yang masih menggantungkan hidupnya pada kegiatan pertanian untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Lebih dari itu, reforma agraria juga menjadi dasar bagi pengembangan kehidupan masyarakat yang demokratis. Program ini akan membuka kesempatan untuk terjadinya proses pembentukan modal di pedesaan yang akan menjadi dasar bagi proses industrialisasi yang kokoh apabila keberadaan program tersebut bisa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin dengan meningkatkan kapasitas petaninya. 58

70 59 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pelaksanaan reforma agraria tidak berperan secara signifikan dalam meningkatkan kapasitas petani. Faktor yang menyebabkan tidak ada korelasi antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani adalah penyediaan access reform yang belum berjalan dengan baik. Waktu pelaksanaan reforma agraria dengan waktu pelaksanaan penelitian yang terlampau dekat ( ) juga menjadi salah satu pertimbangan mengapa reforma agraria tidak berhubungan dengan tingkat kapasitas petani. Dalam kurun waktu 5 tahun tersebut, tepatnya setelah tanah resmi menjadi milik petani, tidak ditemui adanya pengorganisasian lokal dari pemerintah desa atau secara independen dari kelompok tani untuk meningkatkan kapasitas petani. Setelah tanah menjadi hak milik, perjuangan seolah berakhir karena yang diminta sudah dipenuhi. Pelaksanaan reforma agraria di Desa Sipak juga tidak berperan dalam meningkatkan kesejahteraan petani karena peningkatan kesejahteraan yang dialami oleh warga di Desa Sipak tidak sepenuhnya berasal dari hasil implementasi reforma agrarian. Faktor lain yang menyebabkan reforma agraria ini tidak berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan secara signifikan karena tidak terdapat pola pembentukkan dan ekstraksi surplus desa dan mekanisme sistem perbankan dan perkreditan karena tidak adanya sumber perkreditan sebagai dukungan permodalan warga Sipak. Kapasitas petani yang tidak mengalami peningkatan dalam penelitian ini juga tidak berperan secara signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini disebabkan oleh ketidakmerataan access reform yang tersedia di Desa Sipak, dan juga tidak ada pengorganisasian lokal sehingga keberadaan leadership lokal yang seharusnya bisa menggerakkan petani untuk mengembangkan kapasitasnya ternyata tidak muncul dalam kasus di Desa Sipak. Hal ini menjadi alasan mengapa kapasitas petani tidak mengalami peningkatan yang tentu saja berdampak pada tingkat kesejahteraan mereka. Saran Merujuk pada tujuan penelitian, hasil penelitian, dan kenyataan yang terdapat di lapangan, terdapat saran yang diajukan kepada: 1. Kepala Desa, agar tidak berat sebelah dalam hal penentuan penerima program reforma agraria agar program tersebut benar-benar jatuh di tangan yang tepat sehingga tujuan dari program, yakni meningkatkan kesejahteraan rakyat, dapat tercapai. 2. Dinas Pertanian dan Badan Pertanahan Nasional, instansi-instansi yang terkait di bidang pertanian perlu menyediakan access reform yang cukup dan merata kepada penerima program sehingga tanah tersebut dapat diolah secara berkelanjutan, dengan demikian peningkatan kapasitas petani dapat tercapai.

71 60 DAFTAR PUSTAKA Alfurqon A Program reforma agraria dan peningkatan kesejahteraan petani (Kasus: Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 104 hlm. Bachriadi D Reforma agraria untuk Indonesia: pandangan kritis tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ala pemerintahan SBY. [internet]. [diunduh 2012 Mei 24]. Tersedia pada: wokcsyaadvpbam1/dbreforma%20agraria%20untuk%20indonesia. pdf Bahari S April. Konflik agraria di wilayah perkebunan: rantai sejarah yang tak berujung. Jurnal Analisis Sosial. 09(01): hlm [BPN] Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di 10 desa Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Bogor (ID): BPN. [BPS] Badan Pusat Statistik Sensus pertanian Jakarta (ID): BPS Statistik kesejahteraan rakyat Jakarta (ID): BPS Fauzi N Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Yogyakarta (ID): INSIST, KPA, Pustaka Pelajar. 316 hlm. Mantra IB dan Kasno Penentuan sampel. Di dalam: Singarimbun M dan Effendi S, editor. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES. hlm Marlina Pemberdayaan petani untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas dan kemandirian petani beragribisnis (Kasus di Kabupaten Kampar Provinsi Riau) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Novrian D, Siswanto Z, Firmansyah D Perbandingan model-model tata kuasa, tata kelola, dan tata produksi kehutanan berikut kesejahteraan yang dihasilkannya, studi kasus di Gunung Tonjong, Tasikmalaya. Di dalam: Savitri LA, Shohibuddin M, Saluang S, editor. Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria dan Krisis Sosial Ekologi. Yogyakarta- Bogor (ID): STPN Press- Sajogjo Institut. hlm [OECD] Organization Economic for Co-operation and Development Capacity development: principles in practice. Workshop on Capacity Development in Environment, Rome December [internet]. [diunduh 2012 Jun 3]. Tersedia pada: Pemerintah Republik Indonesia Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pembaruan Agraria. Jakarta (ID). Sekretariat Negara. Risnarto Dampak sertifikasi tanah terhadap pasar tanah dan kepemilikan tanah skala kecil (Effects of the land certification projects on the land markets and smallholders). [Internet]. [diunduh 2012 Mei 28]. Tersedia pada: Singarimbun M Metode dan proses penelitian. Di dalam: Singarimbun M dan Effendi S, editor. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES. hlm 3-15.

72 Sitorus MTF Lingkup agraria. Di dalam: Suhendar E, Sunito S, Sitorus MTF, Satria A, Agusta I, Dharmawan AH, editor. Menuju Keadilan Agraria: 70 tahun Gunawan Wiradi. Bandung (ID): Yayasan AKATIGA. hlm Subagio H Peran kapasitas petani dalam mewujudkan keberhasilan usaha tani: kasus petani sayuran dan padi di Kabupaten Malang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suharto, E Peta dinamika welfare state di beberapa negara: pelajaran apa yang bisa dipetik untuk membangun Indonesia?. [Internet]. [Diunduh 2011 Mei 28]. Tersedia pada: UGMWelfareState.pdf. Suhendar E Land reform by leverage: perjuangan petani mewujudkan kebijakan agraria yang berkeadilan. Dalam: Suhendar E, Sunito S, Sitorus MTF, Satria A, Agusta I, Dharmawan AH, editor. Menuju Keadilan Agraria: 70 tahun Gunawan Wiradi. Bandung (ID): Yayasan AKATIGA. Hal Winoto J Reforma Agraria dan Keadilan Sosial. Bogor (ID): Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Wiradi G Seluk Beluk Masalah Agraria, Reforma Agraria, dan Penelitian Agraria. Yogyakarta-Bogor (ID): STPN Press-Sajogyo Institut. 258 hlm. Yusuf M, Purwandari H, dan Sihaloho M Pembentukan modal, ekstraksi surplus dan penciptaan kemiskinan di pertanian dataran tinggi (studi kasus dua desa di Garut). Dalam: Savitri LA, Shohibuddin M, Saluang S, editor. Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria dan Krisis Sosial Ekologi. Yogyakarta-Bogor (ID): STPN Press- Sajogjo Institut. hlm

73 62 LAMPIRAN Lampiran 1 Denah Desa Sipak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah Tanah merupakan salah satu sumber agraria selain perairan, hutan, bahan tambang, dan udara (UUPA 1960). Sebagai negara agraris yang memiliki jumlah

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA 26 PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA Riwayat Status Tanah di Jasinga Program reforma agraria yang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini yang berwenang adalah Badan Pertanahan Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Reforma Agraria dan Tingkat Kesejahteraan Petani Berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang agraria merupakan hambatan serius bagi proses pembangunan bangsa. Arah kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2006 yang lalu, program penanggulangan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis agraria menyebabkan terjadinya kelangkaan tanah, sedangkan kebutuhan tanah bagi manusia semakin besar. Kebutuhan tanah yang semakin besar ini sejalan dengan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI 32 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Reforma Agraria di Desa Sipak Reforma agraria adalah program pemerintah yang melingkupi penyediaan asset reform dengan melakukan redistribusi tanah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus

I. PENDAHULUAN. melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2006 yang lalu, program penanggulangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT.

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. KAJIAN (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. 2009/10 1 FOKUS Mempelajari hubungan antara manusia yang mengatur penguasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung maupun tidak manusia hidup dari tanah. Bahkan bagi mereka yang hidup bukan dari tanah pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II 2.1 Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS 2.1.1 Konsep Perkebunan Perkebunan adalah salah satu subsektor pertanian non pangan yang tidak asing di Indonesia. Pengertian perkebunan 2 dalam Undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif (survey). Pendekatan kualitatif menekankan pada proses-proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.

Lebih terperinci

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Pontianak, 21 Januari 2017 SEMINAR NASIONAL DALAM RANGKA RAPAT KERJA NASIONAL TAHUNAN PERHIMPUNAN EKONOMI PERTANIAN INDONESIA (PERHEPI) TAHUN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk sandang, pangan dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda pembaruan agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 salah satunya adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus. 19 BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA A. Pengertian Tanah Terlantar Tanah terlantar, terdiri dari dua (2) kata yaitu tanah dan terlantar. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan Lukita Dinarsyah Tuwo Solo, 26 Agustus 2017 DAFTAR ISI 1. LATAR BELAKANG 2. KEBIJAKAN PEMERATAAN EKONOMI 3. PRIORITAS QUICK WIN Arah Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan peka, menyangkut berbagai aspek kehidupan. Hal ini terjadi dikarenakan masalah agraria sudah

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI (KWT) MELATI

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI (KWT) MELATI HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI (KWT) MELATI (Studi Kasus Pada Kelompok Wanita Tani Melati di Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis)

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PROGRAM PUBLIC AWARENESS. Disusun oleh: Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata I

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PROGRAM PUBLIC AWARENESS. Disusun oleh: Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata I FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PROGRAM PUBLIC AWARENESS (Studi Kasus Kampanye Flu Burung oleh Badan Karantina Pertanian di Jakarta) Disusun oleh: Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata I34052469

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian adalah salah satu wujud dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pembangunan nasional adalah pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN Iwan Isa Direktur Penatagunaan Tanah, BPN-RI PENDAHULUAN Produksi pangan dalam negeri menjadi unsur utama dalam memperkuat ketahanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 31 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data utama.

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Sigit Pranoto F34104048 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agraria Pengertian agraria menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 (UU No.5 Tahun 1960) adalah seluruh bumi, air dan ruang angkasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional 24 BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional Setelah pergulatan selama 12 tahun, melalui prakarsa Menteri Pertanian Soenaryo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA Oleh: CUT LINA MUTIA Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Tanah merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya

Lebih terperinci

Dekade Berbagi Akses Penyediaan Lahan Untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan

Dekade Berbagi Akses Penyediaan Lahan Untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan Ombudsman Republik Indonesia Dekade Berbagi Akses Penyediaan Lahan Untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan ALAMSYAH SARAGIH Pontianak, 20-21 Januari 2017 Beberapa masalah klasik masih relevan Mulai dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011 KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011 Bagaimana bisa dikatakan seseorang mempunyai negara,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua Desa dengan pola hutan rakyat yang berbeda dimana, desa tersebut terletak di kecamatan yang berbeda juga, yaitu:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain Cross Sectional Study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Cross sectional study dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP PROGRAM KRPL (KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI) DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI (Studi Kasus : Kelurahan Jati Utomo, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI Oleh: Darsini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Hak cipta milik

Lebih terperinci

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN PERSIAPAN RPJMN 2015-2019 TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN Direktorat Penanggulangan Kemiskinan 29 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN 2004-2014 45 40 35 30 36.15 35.10 39.30 37.17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari objek dalam satu waktu tertentu, tidak berkesinambungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 1 N

METODE PENELITIAN 1 N 32 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan bagian dari data baseline pada kajian Studi Ketahanan Pangan dan Coping Mechanism Rumah Tangga di Daerah Kumuh yang dilakukan Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan hutan lindung, khususnya hutan yang menjadi perhatian baik tingkat daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk ditinjau dari segi kuantitatif maupun kualitatif dapat dikategorikan sangat tinggi. Pertumbuhan tersebut akan menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ).

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ). BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 65% jumlah penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan, sisanya 35% jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia mencapai sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Tinggi : memiliki kartu ASKES, berobat di puskesmas atau mempuyai dokter pribadi. 2. Rendah : tidak memiliki ASKES, berobat di dukun. 14. Tingkat Kepemilikan aset adalah jumlah barang berharga yang

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2000-2008 OLEH ACHMAD SOBARI H14094015 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ACHMAD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan struktural yang terwujud dalam bentuk tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan, tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA Mendorong Pengakuan, Penghormatan & Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Indonesia Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Devi Anjarsari NIM : 11.12.5833 Kelompok : Nusa Jurusan : S1 SI SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN PREDIKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN PREDIKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN PREDIKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI M. SIDIK PRAMONO 110304078 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A54104039 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung. Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992. Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung. Wiradi, Gunawan. 2000. Reforma Agraria: Perjalanan Yang Belum Berakhir. Yogyakarta:

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci