BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, secara adil dan merata. Hal ini dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan Bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang dan papan, yang merupakan kebutuhan pokok bagi setiap warga negara Indonesia. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Untuk melaksanakan kegiatan dalam sektor pertanian, masyarakat Indonesia memanfaatkan tanah sebagai media untuk bertani. Oleh karena tanah digunakan sebagai media bertani, maka tanah menjadi modal yang sangat penting bagi masyarakat. Bahkan bagi-bagian terbesar dari wilayah-wilayah tertentu merupakan satu-satunya modal. 1 Selain itu, tanah bagi bangsa Indonesia memiliki berbagai macam arti bagi kehidupan manusia. Masalah ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Heru Nugraha yaitu: 1 Iman Sudiyat, 2000, Hukum Adat Sketsa Asas, cetakan keempat, Liberty, Yogyakarta, hlm. 1 1

2 2 Tanah bagi bangsa Indonesia memiliki makna yang multi dimensional. Pertama dari dimensi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua secara politis, tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga dari dimensi sosial, tanah dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat dari dimensi budaya, tanah bermakna sakral karena berurusan dengan waris dan transcendental. 2 Begitu besarnya peranan tanah dalam kehidupan manusia, membawa konsekuensi bahwa orang tidak segan mengorbankan jiwa, raga, harga diri, demi mempertahankan tanah yang diyakini sebagai haknya. Oleh karena besarnya peranan tanah bagi kehidupan manusia, menjadikan para pendiri bangsa Indonesia memikirkan perlunya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertanahan. Usaha tersebut baru dapat tercapai pada tahun 1960, yakni dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sejak awal berlakunya UUPA, Hukum Agraria Indonesia telah mengalami perombakan secara revolusioner, berupa perubahan Hukum Agraria lama ke suasana Hukum Agraria baru. Keberadaan UUPA berakibat hapusnya dasar-dasar dan peraturan-peraturan Hukum Agraria kolonial dan terselenggaranya unifikasi hukum. Hukum Agraria baru tidak lagi terdiri dari peraturan-peraturan yang bersumber pada Hukum Barat. Oleh karena, Hukum Agraria nasional selanjutnya didasarkan pada sistem hukum asli Indonesia. 3 2 Heru Nugraha, 1999, Reformasi Politik Agraria Mewujudkan Pemberdayaan Hak Hak Atas Tanah, Makalah, Dalam Seminar Nasional Pertanahan, Civitas Akademika, STPN, 25 Februari, STPN, Yogyakarta, hlm. 1 3 Boedi Harsono, 1997, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Cetakan Ketujuh, Jakarta, hlm. 1-2

3 3 Di dalam meningkatkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat, pemerintah mengeluarkan program reformasi agraria atau yang lebih dikenal dengan sebutan landreform. Tujuan landreform diselenggarakan pemerintah Indonesia adalah untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup para petani penggarap tanah, sebagai landasan atau prasyarat untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Adapun program landreform meliputi: 1. Larangan atau menguasai tanah pertanian yang melampaui batas; 2. Larangan pemilikan tanah secara absentee; 3. Redistribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas maksimum, tanah-tanah yang terkena absentee, tanah bekas swapraja, dan tanah negara lainnya; 4. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan; 5. Pengaturan perjanjian bagi hasil tanah pertanian; 6. Penetapan batas minimum pemilikan tanah-tanah pertanian disertai larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah pertanian menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil. Mengacu pada landreform yang mengharuskan pemilikan tanah yang mempunyai tanah pertanian yang luas bisa memanfatkan dan mengolah tanah pertaniannya, maka banyak para pemilik tanah pertanian menggarapkan tanah pertaniannya pada para petani penggarap, menyewakan dan sebagian menggadaikannya. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan

4 4 pemasukan tambahan. Selain mendapatkan hasil dari tanah dimilikinya dengan melakukan bagi hasil dari tanah pertanian, pemilik tanah pertanian merasa terbantu dalam mengolah dan merawat tanah pertaniannya melalui petani penggarap yang menyewa maupun melakukan bagi hasil terhadap tanah pertanian tersebut. Masalah tersebut banyak dilakukan oleh pemilik tanah yang luas dan tidak bisa merawat serta mengolah tanah pertaniannya, tetapi mereka ingin mendapatkan hasil dari tanah pertanian yang dimilikinya. Kebiasaan melakukan bagi hasil oleh masyarakat sangat menguntungkan, karena petani penggarap tidak perlu mengeluarkan uang untuk memperoleh lahan garapan. Dalam masalah ini, petani penggarap hanya perlu mengeluarkan tenaga saja untuk mengolah tanah pertanian. Dengan demikian jika para petani penggarap melakukan bagi hasil dengan pemilik tanah, maka petani penggarap akan dapat terbantu kehidupannya, karena kebutuhan pangan akan tercukupi. Sebaliknya bagi pemilik tanah, maka akan mendapatkan hasil tanpa harus bersusah payah menggarap sendiri tanah pertaniannya. Dengan demikian, perjanjian bagi hasil ini sangat menguntungkan bagi para petani. Di Desa Sidomulyo, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun, terdapat suatu perjanjian bagi hasil tanah pertanian yang disebut oleh masyarakat dengan istilah maro yang mana perjanjian ini sudah ada sejak dulu dan sudah turun temurun ada di masyarakat. Dalam perjanjian maro ini, pemilik tanah menyerahkan penggarapan tanah pertanian kepada petani penggarap, yang dikarenakan pemilik tanah tidak memiliki waktu untuk menggarap tanah

5 5 pertaniannya. Di samping itu, juga disebabkan karena pemilik tanah tidak mau mengerjakan tanahnya tetapi ingin mendapatkan hasil dari tanah pertanian tersebut atau karena ingin membantu petani penggarap untuk mendapatkan hasil dari tanah pertanian dengan cara menggarap tanah pertanian. Mengenai perjanjian bagi hasil tanah pertanian ini, undang-undang sudah mengatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 yang diterbitkan pada tanggal 7 Januari 1960 tentang Undang-Undang Bagi Hasil. Meskipun dalam Pasal 53 UUPA mengisyaratkan bahwa peraturan mengenai perjanjian bagi hasil untuk segera dihapus akan tetapi hal itu sampai sekarang peraturan tersebut belum dihapus. Bahkan kemudian, untuk melaksanakan Undang Undang Nomor 2 tahun 1960, diterbitkanlah Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1980 tentang Pedoman Pelaksanaan Undang Undang Perjanjian Bagi Hasil. Dalam perjanjian bagi hasil menurut Pasal 4 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1960, ditentukan jangka waktu perjanjian untuk tanah sawah adalah 3 tahun dan untuk tanah-kering adalah 5 tahun. Berdasarkan Penjelasan Pasal 7 UU No. 2 Tahun 1960 cara pembagian hasilnya antara pemilik dan penggarap adalah 1(satu) bagian untuk pemilik dan 1(satu) bagian untuk penggarap untuk padi tanaman sawah dan hal ini dipertegas lagi dalam pasal 4 ayat (1) Inpres No. 13 tahun 1980.

6 6 Cara pembagian perjanjian bagi hasil yang dikenal dalam Hukum Adat adalah bermacam-macam seperti maro, mertelu, dan seterusnya. 4 Pembagian maro yaitu untuk pemilik (1)satu bagian dan untuk penggarap (1) satu bagian, sedangkan mertelu yaitu 1 (satu) bagian untuk penggarap dan 2 (dua) bagian untuk pemilik tanah. Hal ini semua tergantung dari kebiasaan masyarakat setempat. Dalam pembuatan perjanjian bagai hasil tanah pertanian, menurut Pasal 3 ayat (1) UU no. 2 Tahun 1960 ditentukan bahwa semua perjanjian bagi-hasil harus dibuat oleh pemilik dan penggarap sendiri secara tertulis di hadapan kepala desa atau daerah yang setingkat dengan itu tempat letaknya tanah yang bersangkutan dengan dipersaksikan oleh dua orang, masing-masing dari fihak pemilik dan penggarap. Menurut Pasal 3 ayat (2) UU No. 2 Tahun 1960, perjanjian bagi-hasil yang dibuat oleh pemillik tanah dan penggarap memerlukan pengesahan dari Camat/Kepala Kecamatan yang bersangkutan atau pejabat lain yang setingkat dengan itu. Berkaitan dengan perjanjian maro yang terdapat di Desa Sidomulyo, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun berdasarkan pra-riset dapat diketahui bahwa pada saat panen pembagian hasil dari panen tersebut tidak sesuai dengan yang diperjanjikan pada saat awal kesepakatan. Akan tetapi, pada saat dilakukan pembagian hasil oleh pemilik tanah pada saat panen, terdapat pengurangan-pengurangan bagian yang harus diterima penggarap oleh pemilik tanah. Oleh karena itu, maka muncul pertanyaan yaitu faktor apakah yang 4 Sudikno Mertokusumo, 1988, Perundang-Undangan Agraria Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm. 25

7 7 menyebabkan terjadinya pengurangan dari bagian yang harus diterima oleh petani penggarap dalam perjanjian maro tersebut. Adapun kebiasaan masyarakat desa yang melakukan perjanjian maro sebagaimana dalam uraian di atas, menarik bagi penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul SENGKETA PERJANJIAN MARO DI BIDANG PERTANIAN DI DESA SIDOMULYO KECAMATAN WONOASRI KABUPATEN MADIUN, sehingga perjanjian yang didasarkan pada kebiasaan masyarakat setempat menjadi jelas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di muka, maka rumusan masalah yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa antara pemilik tanah dengan petani penggarap pada perjanjian maro di Desa Sidomulyo Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun? 2. Bagaimanakah solusi dalam menyelesaikan perjanjian maro (bagi hasil) jika terjadi perbedaan pendapat? C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Sengketa Perjanjian Maro di Bidang Pertanian di Desa Sidomulyo Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun, sepanjang pengetahuan belum pernah dilakukan penelitian oleh mahasiswa lainnya dan

8 8 belum pernah diajukan sebagai tesis. Namun demikian, penulis temukan beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan memiliki obyek penelitian serupa, meskipun demikian di dalamnya tidak terdapat kesamaan. Dalam hal ini, penulis jadikan hasil-hasil penelitian tersebut sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam melaksanakan penelitian. Adapun hasil penelitian tersebut adalah: 1. Ermina Sulaiman, Pelaksanaan Perjanjian (Massima Galung) antara Pemilik Tanah dan Petani Penggarap dalam Masyarakat Bugis di Desa Rompegading Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, 2006; Permasalahan: a. Bagaimana pelaksanaan perjanjian bagi hasil/massima galung antara petani penggarap dan pemilik tanah dalam masyarakat Bugis di Desa Rompegading Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng? b. Bagaimana upaya penyelesaian konflik dalam perjanjian bagi hasil/massima galung antara petani penggarap dan pemilik tanah dalam masyarakat Bugis di Desa Rompegading Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng 2. Agusly Rasyid, Tinjauan Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Garam Rakyat di Kecamatan Pragaan Kabupaten Daerah Tingkat II Sumenep Madura, Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, 2006; Permasalahan:

9 9 a. Bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Garam Rakyat di Kecamatan Pragaan jika dibandingkan dengan UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, khususnya Pasal 7? b. Bagaimana bentuk perjanjian bagi hasil garam rakyat di Kecamatan Pragaan? c. Bagaimana penyelesaiannya apabila terjadi suatu sengketa antara kedua belah pihak? Berdasarkan kedua judul penelitian di atas, pada umumnya peneliti hanya menggunakan UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. Adapun peraturan pelaksana UU No. 2 Tahun 1960 tidak digunakan dalam analisis. Di samping itu, dalam penulisan di atas hanya menjelaskan mengenai upaya penyelesaian masalah yang tejadi dalam perjanjian bagi hasil yang terjadi dalam perjanjian bagi hasil. Oleh karena itu penelitian tersebut berbeda dengan yang penulis lakukan. Hal ini karena penelitian yang penulis lakukan mengenai faktor terjadinya sengketa antara pemilik tanah dengan petani penggarap dalam perjanjian maro (bagi hasil) tanah pertanian. Di samping itu juga mengenai solusi penyelesaian perjanjian maro dalam hal terjadi perbedaan pendapat. Berdasarkan perbedaan judul dan obyek penelitian, maka penulis menjamin keaslian penelitian. Tetapi jika terdapat penelitian dengan tema serupa, penulis berharap penelitian ini dapat saling melengkapi

10 10 D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah menjadi harapan dari setiap peneliti, baik manfaat bagi ilmu pengetahuan maupun bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Secara Teoritis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan akan memperkaya wawasan mengenai ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan hukum kebiasaan (tidak tertulis) yang ada di masyarakat pada umumnya dan Kenotariatan khususnya. 2. Secara Praktis Pada lingkungan praktis secara umum diharapkan bagi pihak-pihak yang terkait diharapkan dapat menjadi masukan dalam melaksanakan perjanjian maro. E. TUJUAN PENELITIAN Berkenaan dengan permasalahan penelitian yang telah diuraikan di atas maka, tujuan penelitian adalah untuk: 1. Mengetahui dan mengkaji terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya sengketa antara pemilik tanah dengan petani penggarap pada perjanjian maro. 2. Mengetahui dan mengkaji terhadap solusi dalam menyelesaikan perjanjian maro (bagi hasil) jika terjadi perbedaan pendapat.

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian adalah salah satu wujud dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pembangunan nasional

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah HUKUM AGRARIA LUAS SEMPIT PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah OBYEK RUANG LINGKUP Hak Penguasaan atas Sumbersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya mengandalkan hidup dari tanah pertanian sehingga tanah merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

Lebih terperinci

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin 1 Perkembangan masyarakat di Indonesia terjadi begitu pesat pada era globalisasi saat ini. Hal ini tidak hanya terjadi di perkotaan saja, di desa-desa juga banyak dijumpai hal tersebut. Semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar rakyatnya hidup dari mengolah tanah untuk mencukupi

Lebih terperinci

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG Disusun Oleh : BANUN PRABAWANTI NIM: 12213069 PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kesejahteraan rakyat dan sumber utama bagi kelangsungan hidup dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinilai memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Tanah dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. dinilai memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Tanah dalam hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki kedudukan yang penting dalam masyarakat sebab tanah dinilai memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Tanah dalam hal ini tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan

Lebih terperinci

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Bagi rakyat Indonesia, tanah menempati kedudukan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB III SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN LAINNYA YANG BERLAKU DI INDONESIA

BAB III SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN LAINNYA YANG BERLAKU DI INDONESIA BAB III SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN LAINNYA YANG BERLAKU DI INDONESIA A. Definisi Sewa Menyewa Setelah mengetahui definisi sewa menyewa beserta deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk sandang, pangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bermatapencaharian dibidang pertanian (agraris) baik sebagai pemilik tanah, petani

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia dan memiliki nilai yang tak terbatas dalam melengkapi berbagai kebutuhan hidup manusia,

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA) Sumber: LN 1960/2; TLN NO. 1924 Tentang: PERJANJIAN BAGI HASIL Indeks: HASIL.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks. Tidak berjalannya program landreform yang mengatur tentang penetapan luas pemilikan tanah mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai. berikut :

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai. berikut : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Eksistensi Tanah hak milik adat (bekas okupasi tentara jepang) tersebut sampai dengan

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara hukum yang pada dasarnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti untuk segenap aspek penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Bagi rakyat Indonesia tanah menempati kedudukan penting dalam kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di pedesaan yang mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat terpisahkan dengan kehidupan manusia. Karena bagi manusia, tanah merupakan tempat untuk hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam kehidupan baik oleh individu, kelompok maupun negara. Dalam usaha memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN 1 SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Nama Matakuliah Bobot sks Penyusun : Politik Agraria : 2 (dua) sks : Prof Dr Muhammad Bakri, SH.MS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012 2 LEMBAR PENGESAHAN Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semula seluruh tanah di wilayah Yogyakarta sebelum ditetapkan dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan

Lebih terperinci

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok dalam istilah lainnya disebut kebutuhan primer. Kebutuhan primer terdiri dari sandang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola perekonomian sebagian besar yang masih bercorak agraria.

BAB I PENDAHULUAN. pola perekonomian sebagian besar yang masih bercorak agraria. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan manusia pada dasarnya erat kaitannya dengan tanah. Sejak awal dilahirkan sampai pada meninggal dunia, manusia selalu bersinggungan dan tidak terlepas dari

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

JAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015

JAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015 JAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015 oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 disampaikan pada Tentir Hukum Agraria 27 Maret 2015 I. PENGETAHUAN TEORI: 1. a. Jelaskan apa yang dimaksud Domein Verklaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 DI KECAMATAN SOYO JAYA KABUPATEN MOROWALI (Studi Kasus di Desa Bau)

PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 DI KECAMATAN SOYO JAYA KABUPATEN MOROWALI (Studi Kasus di Desa Bau) PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 DI KECAMATAN SOYO JAYA KABUPATEN MOROWALI (Studi Kasus di Desa Bau) MUHAMMAD ALIF / D 101 10 158 ABSTRAK Di kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:56 TAHUN 1960 (56/1960) Tanggal:29 DESEMBER 1960 (JAKARTA) Tentang:PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN [ Dengan UU No 1 Tahun

Lebih terperinci

YANG TERMASUK HAK ATAS TANAH SEKUNDER ADALAH: - HAK GUNA BANGUNAN - HAK PAKAI - HAK SEWA - HAK USAHA BAGI HASIL - HAK GADAI - HAK MENUMPANG

YANG TERMASUK HAK ATAS TANAH SEKUNDER ADALAH: - HAK GUNA BANGUNAN - HAK PAKAI - HAK SEWA - HAK USAHA BAGI HASIL - HAK GADAI - HAK MENUMPANG YAITU HAK ATAS TANAH YANG TIDAK LANGSUNG BERSUMBER PADA HAK BANGSA INDONESIA DAN YANG DIBERIKAN OLEH PEMILIK TANAH DENGAN CARA PERJANJIAN PEMBERIAN HAK ANTARA PEMILIK TANAH DENGAN CALON PEMEGANG HAK YANG

Lebih terperinci

Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. penting untuk kepentingan pembangunan perekonomian di Indonesia, sebagai

BAB I PENDAHULAN. penting untuk kepentingan pembangunan perekonomian di Indonesia, sebagai 1 BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara yang bercorak agraris, bumi, air, dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk kepentingan

Lebih terperinci

Kata kunci : Tanah Pertanian, Hak Penguasaan, UU No 56/1960

Kata kunci : Tanah Pertanian, Hak Penguasaan, UU No 56/1960 HAK PENGUASAAN TANAH PERTANIAN YANG MELAMPAUI BATAS DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 I MADE HENDRA PUTRA / D 101 12 036 PEMBIMBING I PEMBIMBING II : Abraham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pewarisan adalah proses peralihan harta kekayaan dari seseorang yang telah meninggal dunia sebagai pemberi kepada para ahli warisnya sebagai penerima. 1 Seiring

Lebih terperinci

JURNAL KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN KEGIATAN REDISTRIBUSI TANAH PERTANIAN YANG BERASAL DARI TANAH ABSENTEE DI KABUPATEN BANTUL

JURNAL KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN KEGIATAN REDISTRIBUSI TANAH PERTANIAN YANG BERASAL DARI TANAH ABSENTEE DI KABUPATEN BANTUL JURNAL KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN KEGIATAN REDISTRIBUSI TANAH PERTANIAN YANG BERASAL DARI TANAH ABSENTEE DI KABUPATEN BANTUL Disusun Oleh : FRANSTIANTO MARULIADI PASARIBU NPM : 10051420 Program

Lebih terperinci

*Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Tadulako.

*Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Tadulako. LANDREFORM SEBAGAI SOLUSI MASALAH KETIMPANGAN PEMILIKAN DAN PENGUASAAN TANAH Marini Citra Dewi* 1 Abstract Implementation of the land reform program is an effort made by each country to make changes in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah merupakan modal bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bermata pencaharian dibidang pertanian (agraris) baik sebagai petani pemilik tanah,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I P E N D A H U L U AN BAB I P E N D A H U L U AN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat jumlah perumahan yang tersedia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan, kelangsungan hubungan dan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan tanah dewasa ini meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah tidak saja sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian adalah salah satu wujud dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pembangunan nasional adalah pembangunan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 38 TAHUN 1981 TENTANG PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 55 TAHUN 1980 MENGENAI PERINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Tanah sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia di jaman modern saat ini. Hal ini terlihat dari ketergantungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum dan minimum tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Henry Bernstein,Jurnal of Agrarian Change, Vol.13 No.2, 2013 Blackwell Publishing Ltd, London, 2013, Hal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Henry Bernstein,Jurnal of Agrarian Change, Vol.13 No.2, 2013 Blackwell Publishing Ltd, London, 2013, Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kesejahteraan rakyat dan sumber utama bagi kelangsungan hidup dalam mencapai kemakmuran rakyat. Tanah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus. 19 BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA A. Pengertian Tanah Terlantar Tanah terlantar, terdiri dari dua (2) kata yaitu tanah dan terlantar. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat untuk menetap, tetapi lebih

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN

ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dari bernegara sebagaimana yang diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai

Lebih terperinci

Intan Baiduri Siregar 1 Haris Retno Susmiyati 2 Hairan 3

Intan Baiduri Siregar 1 Haris Retno Susmiyati 2 Hairan 3 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 UPAYA PENEGAKAN HUKUM KEPEMILIKAN TANAH PERTANIAN KERING YANG MELAMPAUI BATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada sebagian orang, tanah dianggap sesuatu yang sakral karena adanya keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati pula tanah merupakan

Lebih terperinci

JURNAL. Diajukan oleh : SUSIMARGARETA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup

JURNAL. Diajukan oleh : SUSIMARGARETA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup JURNAL PELAKSANAAN PEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1977 DI KECAMATAN DUSUN TENGAH KABUPATEN BARITO TIMUR PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI GADAI TANAH PERTANIAN MENURUT HUKUM ADAT. A. Gambaran Umum Gadai Tanah Pertanian

BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI GADAI TANAH PERTANIAN MENURUT HUKUM ADAT. A. Gambaran Umum Gadai Tanah Pertanian 30 BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI GADAI TANAH PERTANIAN MENURUT HUKUM ADAT A. Gambaran Umum Gadai Tanah Pertanian 1. Pengertian Jual Gadai Tanah Hak gadai tanah dalam sistem perundangan-undangan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, bahwa tanah-tanah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, bahwa tanah-tanah di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, bahwa tanah-tanah di Indonesia sangat luas dan subur sehingga memberi banyak manfaat khususnya dibidang pertanian.

Lebih terperinci

SISTEM BAGI HASIL PETANI PENYAKAP DI DESA KRAI KECAMATAN YOSOWILANGUN KABUPATEN LUMAJANG

SISTEM BAGI HASIL PETANI PENYAKAP DI DESA KRAI KECAMATAN YOSOWILANGUN KABUPATEN LUMAJANG Jurnal Pendidikan Ekonomi: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu Ekonomi, dan Ilmu Sosial 26 SISTEM BAGI HASIL PETANI PENYAKAP DI DESA KRAI KECAMATAN YOSOWILANGUN KABUPATEN LUMAJANG Mochammad Kamil Malik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Senin, 9 mei 2016 Landreform, Pendaftaran Tanah, Hak Tanggungan atas Tanah dan Hukum Perumahan dan Pemukiman Pembicara : Rohana Damanik (2012) & Laurensiah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN (Studi di Desa Waung Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk)

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN (Studi di Desa Waung Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk) PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN (Studi di Desa Waung Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk) F. Hermawan ABSTRACT In the rural districts of Waung-Baron-Nganjuk, the parts that does not have

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut :

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut : 115 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan perndaftaran tanah pertanian hasil redistribusi tanah Absentee dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI DESA TANRARA KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA

PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI DESA TANRARA KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA 92 PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI DESA TANRARA KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA Oleh: SRIWAHYUNI Mahasiswa Jurusan PPKn FIS Universitas Negeri Makassar MUSTARING Dosen PPKn Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepemilikan Tanah Pertanian Absentee Yang Diakibatkan Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepemilikan Tanah Pertanian Absentee Yang Diakibatkan Karena 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepemilikan Tanah Pertanian Absentee Yang Diakibatkan Karena Pewarisan 1. Hak Milik Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH PELAKSANAAN SISTEM PLAIS (ADAT BALI) DALAM BAGI HASIL TERHADAP TANAH PERTANIAN DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960

JURNAL ILMIAH PELAKSANAAN SISTEM PLAIS (ADAT BALI) DALAM BAGI HASIL TERHADAP TANAH PERTANIAN DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 JURNAL ILMIAH PELAKSANAAN SISTEM PLAIS (ADAT BALI) DALAM BAGI HASIL TERHADAP TANAH PERTANIAN DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 (Studi di Desa Golong Kecamatan Narmada) Oleh : I WAYAN NGURAH

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 1. Peralihan Hak Guna Bangunan (karena jual beli) untuk rumah tinggal telah

BAB III PENUTUP. 1. Peralihan Hak Guna Bangunan (karena jual beli) untuk rumah tinggal telah BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Peralihan Hak Guna Bangunan (karena jual beli) untuk rumah tinggal telah mewujudkan kepastian hukum di Kota Yogyakarta dengan melakukan pendaftaran peralihan Hak Guna Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki posisi yang sangat strategis dan sebagai kebutuhan yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan manusia bersentuhan dengan tanah.

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan tentang hak milik. 1. Pengertian hak milik. Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA menentukan bahwa:

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan tentang hak milik. 1. Pengertian hak milik. Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA menentukan bahwa: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan tentang hak milik 1. Pengertian hak milik Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA menentukan bahwa: "Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang

Lebih terperinci

DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN :

DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DI DESA KARANGDUREN KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI Eni Setyowati Alumni Fakultas Hukum UNIBA Surakarta ABSTRAK Latar belakang penulisan ini yakni dalam Pelaksanaaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian-penelitian dan tulisan oleh para pakar berbagai disiplin ilmu 2, demikian

BAB I PENDAHULUAN. penelitian-penelitian dan tulisan oleh para pakar berbagai disiplin ilmu 2, demikian A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah dengan dimensinya yang unik kerap melahirkan permasalahan yang tidak sederhana, baik permasalahan yang berdimensi sosial, ekonomi, politik, hukum atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mata pencaharian sebagai petani namun dalam kenyataannya. Petani. hukum yang dimiliki oleh pemerintah atau swasta.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mata pencaharian sebagai petani namun dalam kenyataannya. Petani. hukum yang dimiliki oleh pemerintah atau swasta. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara agraris dimana masyarakatnya sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani namun dalam kenyataannya. Petani bukanlah pemilik dari tanah

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peralihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan tujuan untuk mengalihkan hak kepemilikan atas tanah dari pemiliknya kepada pihak

Lebih terperinci

Sumarma, SH R

Sumarma, SH R PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA Oleh: CUT LINA MUTIA Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Tanah merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia yang dikuasai oleh negara untuk kepentingan hajat hidup orang banyak baik yang telah dikuasai atau

Lebih terperinci

PENGATURAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH HUNIAN MENURUT PERATURAN PERUNDANGAN DI INDONESIA Muhammad Aini Abstrak

PENGATURAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH HUNIAN MENURUT PERATURAN PERUNDANGAN DI INDONESIA Muhammad Aini Abstrak PENGATURAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH HUNIAN MENURUT PERATURAN PERUNDANGAN DI INDONESIA Muhammad Aini Abstrak Pada hakekatnya sewa menyewa tidak dimaksud berlangsung terus menerus, melainkan pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang sangat erat bagi kehidupan manusia. Hubungan tanah dengan manusia bersifat relijius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

Lebih terperinci

Sawah atau Tanah kering (hektar) (hektar) 1. Tidak padat Padat: a. kurang padat b. cukup padat 7,5 9 c.

Sawah atau Tanah kering (hektar) (hektar) 1. Tidak padat Padat: a. kurang padat b. cukup padat 7,5 9 c. UNDANG-UNDANG NO. 56 PRP TAHUN 1960*) TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum dan minimum tanah pertanian sebagai yang dimaksud

Lebih terperinci