KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
|
|
- Hartono Atmadjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Akhir tahun 70-an dan awal 80-an, Pemerintahan Orde Baru menggalakkan program transmigrasi dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, seperti Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Artikulasi transmigrasi secara sepintas dapat dilihat dari kebijakan populis Pemerintahan Orde Baru yang mendistribusikan atau membagikan lahan kepada petani gurem dan tunakisma di luar Pulau Jawa. Namun sebenarnya yang terjadi adalah transmigrasi merupakan alat kapitalisme yang efektif di daerah tujuan di luar Pulau Jawa. Kondisi seperti ini dapat dijelaskan pada kasus komunitas transmigran di Wanaraya. Penelitian yang telah dilakukan pada komunitas transmigran di Wanaraya, diperoleh gambaran bahwa program transmigrasi mempunyai implikasi terhadap dua hal, pertama, transmigrasi berhasil memberikan akses lahan sebagai faktor produksi (alat produksi) utama yang dibutuhkan oleh komunitas transmigran yang sebagian besar sebagai petani gurem atau tunakisma di daerah asal, dan kedua, menggeser sekaligus menyingkirkan sistem produksi behuma yang ekstensif dan menggantikannya dengan sistem produksi sawah pasang surut yang intensif. Berkaitan dengan implikasi terakhir, menyebabkan terjadinya jurang metabolik (metabolic gap) yang mendorong penetrasi kapitalisme di daerah tujuan. Penetrasi kapitalisme ini diawali dengan disubsidinya komunitas transmigran dalam bentuk lahan produksi behuma oleh komunitas lokal untuk melakukan sistem produksi sawah pasang surut. Dikarenakan lahan bertekstur histosol (ekologi lahan gambut berawa) yang mempunyai tingkat kesuburan relatif kurang menyebabkan tidak sedikit diantara mereka komunitas transmigran meninggalkan daerah tujuan. Sebaliknya, mereka yang tetap bertahan di daerah tujuan disebabkan bekal pengalaman bertani yang dimiliki sewaktu di daerah asal dan kemauan belajar menyebabkan terjadinya revolusi berproduksi. Akan tetapi dominasi kapital dalam usaha produksi menyebabkan terjadinya perbedaan penguasaan atas faktor-faktor produksi antara sesama anggota komunitas transmigran.
2 Uraian di atas, dapat dilihat dari kesejarahan yang berlangsung di Wanaraya. Sebelum kedatangan komunitas transmigran hingga tahun 1977, terdapat komunitas lokal yang melakukan behuma dengan ciri moda produksi subsisten yang berorientasi pemenuhan kebutuhan keluarga atau nilai-guna (usevalue). Sementara itu, untuk memperoleh uang tunai, komunitas lokal melakukan kegiatan produksi membatang yang mengikuti siklus sistem produksi behuma. Lahan yang digunakan untuk produksi behuma dan membatang adalah lahan komunal yang kepemilikannya di bawah penguasaan pembekal desa yang secara tidak langsung menunjukkan ciri khas moda produksi asiatik. Selanjutnya kedatangan komunitas transmigran menandai periode pasang yang berlangsung dalam kurung waktu 1978 sampai dengan 1983, dimana usahatani sawah pasang surut dan usaha produksi ternak sapi tampil sebagai cerminan moda produksi komersil. Meskipun demikian, tampilnya usaha produksi ternak sapi tidak mengalami perkembangan sebagaimana usahatani sawah pasang surut dikarenakan komoditas tersebut tidak diusahakan secara serius sebagaimana usahatani sawah pasang surut. Sebagian besar komunitas transmigran pada periode ini sebagai petani pemilik-penggarap, dimana organisasi (unit) produksinya berbasis keluarga inti, namun tenaga kerja di luar keluarga inti tetap dibutuhkan yang diperoleh melalui pertukaran tenaga kerja. Terjadinya pertukaran tenaga kerja tersebut, didasarkan atas kepentingan kebutuhan tenaga kerja antar sesama anggota komunitas transmigran atau dengan kata lain tolong menolong merupakan basis terbentuknya pertukaran tenaga kerja tersebut. Pertukaran tenaga kerja pada periode pasang menunjukkan belum teralienasinya anggota komunitas transmigran terhadap faktor-faktor produksi sehingga arti komunitas sebagai kesatuan solidaritas antar sesama anggotanya belum memudar disebabkan belum terdapatnya lapisan sosial yang dirugikan atau dengan kata lain komunitas transmigran masih terstruktur ke dalam satu kelas sosial. Berbeda dengan dua periode sebelumnya, periode surut ( ) ditandai dengan hadirnya dua moda produksi secara bersamaan, yaitu moda moda produksi komersil dan moda produksi kapitalis. Periode ini pula ditandai dengan hadirnya dua kelas sosial komunitas transmigran, yaitu petani pemilik modal
3 (periferi capitalism) dan petani pemilik-penggarap. Komoditas pertanian seperti sayuran dan kacang tanah dan ternak sapi mencirikan moda produksi komersil yang berorientasi pasar domestik dibandingkan pemenuhan kebutuhan pangan keluarga. Organisasi produksinya sudah melibatkan pihak di luar keluarga inti, dimana struktur hubungan produksinya adalah struktur yang terhierarki antara petani pemilik modal sebagai majikan dengan petani pemilik-penggarap sebagai buruh. Berarti, artikulasi hubungan produksi kedua usaha produksi tersebut bersifat eksploitatif. Sementara itu, moda produksi komersil lainnya merujuk pada usaha selain pertanian seperti transportasi klotok dan bengkel elektronik/sepeda motor. Alat produksi utama dua usaha produksi tersebut adalah jasa transportasi dan perbaikan elektronik atau sepeda motor yang organisasi produksinya sudah melibatkan orang di luar keluarga inti. Meskipun diantara kedua usaha produksi tersebut mempunyai perbedaan dalam batas sosial hubungan produksi. Jika usaha transportasi klotok melibatkan tenaga kerja di luar keluarga inti adalah kerabat terdekat, maka tidak demikian halnya usaha bengkel elektronik/sepeda motor yang melibatkan orang luar di luar keluarga inti berdasarkan keterampilan atau kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. Dengan demikian, struktur hubungan produksi untuk usaha produksi pertama menunjukkan pseudo-hierarki antara anggota keluarga inti dengan keluarga luas, sedangkan usaha produksi kedua lebih kepada struktur hubungan produksi pemilik usaha sebagai atasan dan tenaga kerja di luar keluarga inti sebagai bawahan. Artikulasi dua usaha produksi tersebut merujuk pada sifat hubungan yang eksploitatif, dimana surplus produksi diserap oleh pemilik usaha. Hal yang sama dengan komoditas sebelumnya, usahatani sawah pasang surut pada periode surut tampil sebagai komoditas yang organisasi produksinya sudah melibatkan tenaga kerja di luar keluarga inti. Namun perbedaannya terletak pada modal (kapital) dalam pengusahaan komoditas padi-sawah pasang surut yang lebih besar sehingga alat produksi utamanya terletak pada modal. Peranan petani pemilik modal tidak hanya dalam bentuk pemilikan lahan yang memberi upah kepada petani pemilik-penggarap, akan tetapi juga bertindak sebagai pengusaha distribusi pupuk dan kapur, serta pemilik traktor tangan. Dengan demikian,
4 surplus produksi padi-sawah pasang surut oleh petani pemilik modal diserap melalui beberapa bentuk, seperti tenaga kerja kerja, pembayaran pupuk, kapur, dan traktor. Artikulasi usahatani sawah pasang surut menunjukkan berlangsungnya moda produksi kapitalis, dimana peranan modal cukup penting. Moda produksi kapitalis lainnya dicirikan oleh kegiatan produksi membatang yang dilakukan oleh komunitas transmigran seusai tahap panen. Kegiatan produksi ini dilakukan selama 2 3 bulan di luar Wanaraya melalui organisasi produksi berupa perusahaan berskala kecil dan tidak berbadan hukum di bawah pimpinan bos batang. Alat produksi utama dalam kegiatan membatang adalah modal untuk memberi upah kepada tenaga kerja membatang. Dengan demikian, struktur hubungan produksi yang tercipta adalah hierarki antara bos batang sebagai majikan dan pembatang sebagai buruh dengan sifat hubungannya yang eksploitatif. Apa yang hendak dijelaskan dari uraian di atas adalah bahwa tampilnya dominasi peran kelas petani pemilik modal atau kelas kapitalis pinggiran (periferi capitalism class) di Wanaraya karena terjadinya jurang metabolik (metabolic gap) yang menampilkan watak kapitalismenya di Wanaraya dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) mewujudkan jurang yang tidak dapat dipulihkan kembali berupa gejala behuma hilang, sawah terancam dan mengancam keberadaan dua komunitas di Wanaraya; (2) penerapan teknologi intensif merupakan saluran yang terus membesar bagi penetrasi kekuatan kapitalis ke dalam sistem produksi padisawah pasang surut; (3) petani menjadi sekedar operator yang memperoleh manfaat tidak sebanding dengan rantai kapitalis; dan (4) terkonsolidasinya kapitalis atau dengan kata lain terjadinya kerjasama antara periferi capitalism dengan central capitalism Dalam kondisi seperti itu, komunitas transmigran yang tergolong kelas petani pemilik-penggarap teralienasi terhadap faktor-faktor produksi sehingga solidaritas sosial antar sesama anggota komunitas semakin menurun. Arti komunitas semakin memudar karena petani pemilik-penggarap sebagai lapisan bawah dalam sistem sosial komunitas transmigran tereksploitasi dalam usaha produksi oleh petani pemilik modal sebagai lapisan atas. Atau dengan kata lain,
5 petani pemilik-penggarap dalam setiap usaha produksi yang berlangsung di Wanaraya selalu dirugikan oleh petani pemilik modal. Selanjutnya, merujuk pada tiga moda produksi di atas dipastikan bahwa moda produksi kapitalis mendominasi dua moda produksi lainnya, yaitu moda produksi subsisten dan moda produksi komersil sehingga membentuk formasi sosial kapitalis. Produksi subsisten komunitas lokal secara tidak langsung telah mensubsidi lahan produksi yang digunakan oleh komunitas transmigran untuk melakukan usahatani sawah pasang surut yang berorientasi nilai guna (use-value) sekaligus nilai tukar (exchange-value) untuk mendapatkan uang tunai. Orientasi produksi padi-sawah pasang surut sebagai nilai-guna dan nilai tukar tersebut, kemudian mensubsidi pelaku sebagian besar kelas petani pemilik modal atau kelas kapitalis pinggiran usaha produksi komersil selain pertanian yang sebagian besar berasal dari anggota keluarga. Kebutuhan pangan harian pelaku tersebut bersumber dari hasil produksi padi-sawah pasang surut, bukan dari hasil penjualan barang atau jasa yang diproduksi dan ditawarkannya. Sehingga kebutuhan pangan harian tidak pernah diperhitungkan sebagai komponen biaya produksi atau dengan kata lain biaya reproduksi pelaku usaha produksi komersil tidak ditanggung oleh perusahaan keluarga tersebut, melainkan dari usaha produksi padi-sawah pasang surut. Untuk produksi kapitalis, baik pemilik usaha maupun tenaga kerja atau buruh pemenuhan kebutuhan pangan tetap bersumber pada produksi padi-sawah pasang surut. Dalam usaha produksi padi-sawah pasang surut, petani pemilik modal mempunyai pola ganda usaha atau pada satu sisi bertindak sebagai pengusaha distribusi pupuk dan kapur sebagai perpanjangan tangan industriindustri pupuk dan kapur berskala sedang hingga besar (central capitalism), namun pada sisi yang lainnya memperoleh sumber kebutuhan pangan dari pengusahaan padi-sawah pasang surut. Sementara itu, petani pemilik-penggarap dari hasil produksi sawah pasang surut yang diperoleh diperuntukkan membayar utang pupuk dan kebutuhan pangan keluarga. Meskipun demikian, kebutuhan pangan keluarga tersebut sebenarnya tidak mencukupi kebutuhan pangan keluarga petani pemilik-penggarap.
6 Selanjutnya kekurangan kebutuhan pangan keluarga petani pemilikpenggarap, hanya dapat dipenuhi dengan cara menggarap lahan petani pemilik modal dan menjadi buruh dalam kegiatan produksi membatang. Akan tetapi sebagai tenaga kerja upah pada lahan milik petani pemilik modal, untuk sarapan pagi, makan siang, dan makan malam dilakukan di rumah petani pemilikpenggarap. Demikian pun dengan kegiatan produksi membatang yang dilakukan petani pemilik-penggarap diperuntukkan mensubsidi usahatani sawah pasang surut, membayar utang, dan mencukupi kebutuhan keluarga. Selama membatang yang sebagian besar dilakukan oleh laki-laki dalam keluarga komunitas transmigran disubsidi oleh kebutuhan pangan yang dihasilkan dari usahatani sawah pasang surut. Meskipun demikian, penulis sangat sadari bahwa apa yang telah diuraikan sebelumnya merupakan hasil penelitian yang mempunyai keterbatasan (kekurangan) dan perlu lebih lanjut dilakukan penelitian yang lebih komprehensif. Dikarenakan penelitian ini menggunakan perspektif materialistik dan hanya membatasi pada keberadaan komunitas transmigran selama berada di daerah tujuan, maka dapat dipastikan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan nilai atau etos kapitalistik yang melekat pada anggota komunitas transmigran sewaktu di daerah asal tidak tergali lebih jauh oleh penulis yang dimungkinkan mempunyai relevansi ketika di daerah tujuan. Demikianpun dengan keberadaan komunitas lokal dalam penelitian ini hanya dilihat sebagai faktor histori usaha produksi yang dilakukan oleh komunitas transmigran di Wanaraya. Untuk itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan pendekatan yang berlainan, seperti apakah formasi sosial kapitalis yang terbentuk di daerah tujuan merupakan bentuk lain dari formasi sosial kapitalis komunitas transmigran yang sudah inheren di daerah asal dan sejauhmana transmigrasi dapat dikatakan sebagai bentuk program Jawanisasi, melanggar HAM, dan sebagainya. Ini tidak lain dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan yang hadir ketika program transmigrasi dijadikan sebagai kebijakan pemerintah Indonesia.
7 Implikasi Kebijakan Terhitung semenjak tahun 1950 hingga sekarang kurang lebih lima puluh enam tahun ketika kata transmigrasi digunakan sebagai kebijakan Pemerintahan Indonesia mempunyai tujuan yang sangat beragam. Namun, tujuan tersebut dapat dibagi ke dalam tiga hal, yaitu (1) menyebarkan penduduk; (2) sarana pengembangan sumberdaya manusia demi pembangunan di pulau-pulau lain (di luar Pulau Jawa); dan (3) kenaikan tingkat hidup, pertambahan produksi pertanian, keamanan nasional, dan integrasi nasional (Heeren 1979, MacAndrew dan Rahardjo 1979, dan Levang 2003,). Dari ketiga tujuan di atas, mungkin hanya tujuan pertama yang dapat dikatakan berhasil karena dua tujuan lainnya memberikan segudang pertanyaan apakah transmigrasi sudah mencapai tujuan sebagaimana yang telah dirumuskan tersebut? Penelitian yang mengambil tema tentang Transmigrasi Sebagai Pembentuk Formasi Sosial Kapitalis di Daerah Tujuan: Studi Kasus Komunitas Transmigran di Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Propinsi Kalimantan Selatan menyampaikan beberapa informasi yang mempunyai implikasi bagi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan program transmigrasi dikemudian hari. Setidaknya implikasi kebijakan ini dapat dirumuskan ke dalam beberapa catatan penting kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Penelitian ini memperoleh gambaran bahwa meskipun program transmigran berhasil memberikan akses kepemilikan lahan kepada para transmigran yang dulunya petani gurem atau tunakisma, namun bukan berarti dengan sendirinya menunjukkan terjadinya perubahan struktur ekonomi para transmigran ke arah yang lebih baik. Determinasi lahan bertekstur histosol (ekologi lahan gambut berawa) yang dipaksakan oleh penetrasi sistem produksi sawah pasang surut yang intensif meyebabkan terjadinya jurang metobalik (metabolic gap), sehingga watak kapitalisme dengan ciri khasnya tampil di Wanaraya. Selanjutnya, watak kapitalisme ini menciptakan berbagai persoalan baru berupa kesenjangan struktur sosial komunitas transmigran antara kelas kapitalis pinggiran (perifer capitalism class) diwakili oleh petani pemilik modal dengan kelas pekerja yang diwakili oleh petani pemilik-penggarap. Semua ini
8 dapat dilihat dari berlangsungnya formasi sosial kapitalis pada komunitas transmigran di Wanaraya. Dapat dipastikan bahwa ujung dari kesenjangan sosial ini adalah lahirnya kemiskinan yang dialami oleh komunitas transmigran. Untuk itu, berkaitan dengan kebijakan pemerintah tentang pemberian lahan kepada petani gurem atau tunakisma dalam bentuk program transmigran, maka seyogyanya tidak hanya melihat dari dimensi teknis (lahan yang belum teroptimalkan penggarapannya). Akan tetapi lebih memperhatikan kelayakan bentuk program yang akan diterapkan nantinya sehingga dapat terhindar dari efek atau dampak sosial yang tidak diharapkan dari program yang memindahkan penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, sebagaimana yang terjadi pada komunitas transmigran di Wanaraya. Selain itu, penetrasi teknologi dalam bentuk bantuan atau pinjaman oleh pihak pemerintah atau lembaga lainnya untuk membantu perubahan struktur ekonomi komunitas transmigran harus memperhatikan struktur sosial yang berlangsung dalam suatu komunitas atau masyarakat. Merujuk pada kasus komunitas transmigran di Wanaraya sebagai lokasi berlangsungnya penelitian ini, ditemukan bahwa kelas petani pemilik-penggarap cenderung teralienasi dalam kepemilikan faktor-faktor produksi, seperti ketidakmampuan atau ketergantungan dalam penydiaan atau pemenuhan teknologi usahatani, ketidakmampuan menyediakan modal, dan ketidakmampuan memiliki ternak sapi. Teralienasinya petani pemilik-penggarap terhadap faktor-faktor produksi yang utama tersebut menyebabkan terciptanya eksploitasi surplus produksi oleh kelas petani pemilik modal (kelas kapitalis pinggiran) terhadap petani pemilikpenggarap. Untuk itu, dikemudian hari diharapkan bantuan atau bentuk pinjaman yang diberikan oleh pemerintah, lembaga donor, dan lain sebagainya sebaiknya lebih diorientasikan kepada lapisan kelas sosial terendah (misalnya petani pemilik-penggarap), bukan malah sebaliknya kepada kelas kapitalis pinggiran dengan kemampuannya mengakumulasi kapital. Merujuk pada kasus penelitian ini, terlihat bahwa jenis bantuan atau pinjaman yang diberikan oleh beberapa pihak termasuk bantuan dari pemerintah lebih diorientasikan kepada kelas petani pemilik modal daripada kelas petani pemilik-penggarap. Terakhir, agar tidak terciptanya eksploitasi surplus pro-duksi oleh kelas sosial tertentu terhadap
9 kelas sosial lainnya di komunitas transmigran, maka diperlukan distribusi usaha produksi yang memperhatikan kondisi lingkungan (ekologi dominan), ekonomi (modal), dan teknologi lokasi transmigran dan lebih diorientasikan kepada kelas sosial terendah dalam komunitas transmigran.
PENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Program transmigrasi di usianya kurang lebih lima puluh tahun memberikan catatan tersendiri perihal keberhasilan dan kegagalannya. Tak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan program
Lebih terperinciTRANSMIGRASI DAN FORMASI SOSIAL KAPITALIS
TRANSMIGRASI DAN FORMASI SOSIAL KAPITALIS Transmigrasi di Indonesia semakin mempertegas ciri khas yang memperlihatkan keidentikannya dengan pembentukan formasi sosial kapitalis, dimana terjadinya eksploitasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Teoritis
TINJAUAN PUSTAKA Studi tentang transmigrasi sebagai pembentuk formasi sosial kapitalis di daerah tujuan, diawali dengan pendekatan teoritis dan hasil kajian empiris tentang perubahan sosial yang terjadi
Lebih terperinciTRANSMIGRASI SEBAGAI PEMBENTUK FORMASI SOSIAL KAPITALIS DI DAERAH TUJUAN SOFYAN SJAF
TRANSMIGRASI SEBAGAI PEMBENTUK FORMASI SOSIAL KAPITALIS DI DAERAH TUJUAN (Studi Kasus Komunitas Transmigran di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan) SOFYAN SJAF SEKOLAH
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinciBAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 10.1. Kesimpulan Dalam cakupan masa kontemporer, menguatnya pengaruh kapitalisme terhadap komunitas petani di empat lokasi penelitian dimulai sejak terjadinya perubahan praktek
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian
BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
6 BAB II 2.1 Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS 2.1.1 Konsep Perkebunan Perkebunan adalah salah satu subsektor pertanian non pangan yang tidak asing di Indonesia. Pengertian perkebunan 2 dalam Undang-undang
Lebih terperinciPOLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya
Lebih terperinciPEMBANGUNAN PERDESAAN DAN DINAMIKA PENGHIDUPAN DESA (Perspektif Sosiologi Nafkah)
PEMBANGUNAN PERDESAAN DAN DINAMIKA PENGHIDUPAN DESA (Perspektif Sosiologi Nafkah) Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, MS Ketua Program S3 Ilmu Pertanian Sekolah Pascasarjana dan peneliti pada P3KM, Unhas Seminar
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Dewa K. S. Swastika Herman Supriadi Kurnia Suci Indraningsih Juni Hestina Roosgandha
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil bercocok tanam atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hakekat mahluk hidup adalah terpenuhinya kebutuhan secara jasmani dan juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka sangat
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH
LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran
BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
Lebih terperinciKAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI
Laporan Akhir Hasil Penelitian TA.2015 KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Tim Peneliti: Kurnia Suci Indraningsih Dewa Ketut Sadra
Lebih terperinciPARADIGMA EKOLOGI BUDAYA UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN PADI Oleh : Marlyn T. Felix Sitorus
PARADIGMA EKOLOGI BUDAYA UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN PADI Oleh : Marlyn T. Felix Sitorus 1. Jelaskan pengertian Inti Kebudayaan menurut MTF Sitorus! Inti kebudayaan, khususnya mengenai budaya pertanian
Lebih terperinciKEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.
KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. HM Idham Samawi Bupati Bantul Jika ada yang mengatakan bahwa mereka yang menguasai pangan akan menguasai kehidupan, barangkali memang benar. Dalam konteks negara dan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemanfaatan lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal sebagai lahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal sebagai lahan pertanian menjadi salah satu pilihan yang telah lama dilakukan dari generasi ke generasi oleh
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensifikasi pertanian di lahan yang selama ini digunakan untuk pertanian tradisional, ladang berpindah atau bentuk pertanian extensif lainnya membutuhkan pengetahuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa dengan karakter, budaya, dan tradisi yang berbeda beda. Ada suku Jawa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan karakter, budaya, dan tradisi yang berbeda beda. Ada suku Jawa yang termasuk suku
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pertanian dan Petani Pertanian memiliki arti penting dalam pembangunan perekonomian. Sektor pertanian tidak saja sebagai penyediaan kebutuhan pangan melainkan sumber kehidupan.
Lebih terperinciPerluasan Lapangan Kerja
VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian
Lebih terperinciPembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara
Lebih terperinciLAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT
LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah
Lebih terperinciBAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan
51 BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Harga pasaran yang
Lebih terperinciRINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.
RINGKASAN FEBRI SASTIVIANI PUTRI CANTIKA. RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA. Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi
Lebih terperinciSensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik
Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. didalam ranah kajian ilmu-ilmu sosial bahkan hingga saat ini. Berbagai macam jenis
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Daerah pedalaman di Indonesia sudah sejak lama mendapatkan tempat didalam ranah kajian ilmu-ilmu sosial bahkan hingga saat ini. Berbagai macam jenis penelitian dengan rupa-rupa
Lebih terperinciRELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA
RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat) Oleh FEBRI SATIVIANI PUTRI CANTIKA
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI
PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan
Lebih terperinciBAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN Program ketahanan pangan diarahkan pada kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang secara operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI
20 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Kondisi Umum Desa Desa Simpang Nungki adalah salah satu desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Desa ini berbatasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan buruh anak makin banyak diperhatikan berbagai pihak, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena buruh
Lebih terperinciKINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *
KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52
Lebih terperinciHubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni
Hubungan Buruh, Modal, dan Negara By: Dini Aprilia, Eko Galih, Istiarni INDUSTRIALISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL Industrialisasi menjadi salah satu strategi pembangunan ekonomi nasional yang dipilih sebagai
Lebih terperinciBAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN
39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan
Lebih terperinciBab 4. Hasil Penelitian, Analisis, dan Pembahasan
Bab 4 Hasil Penelitian, Analisis, dan Pembahasan 31 IV.1. Pengantar Bagian ini memaparkan hasil penelitian, meliputi hasil analisis dan pembahasan. Analisis dilakukan terhadap data-data berkaitan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas. Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
No. 002/02/63/Th.XIV, 1 Pebruari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN *) Pada Desember 2009, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan tercatat 104,76
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di segala bidang merupakan arah dan tujuan kebijakan pemerintah Indonesia. Hakikatnya sosial dari pembangunan itu sendiri adalah upaya peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk
Lebih terperinciSISTEM EKONOMI INDONESIA. Ilmu Hubungan Internasional Semester III
SISTEM EKONOMI INDONESIA Ilmu Hubungan Internasional Semester III Suatu sistem ekonomi mencakup nilai-nilai, kebiasaan, adat istiadat, hukum, norma-norma, peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemanfaatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sutisna, 2015 TENGKULAK DAN PETANI Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jawa Barat dikenal sebagai daerah yang mempunyai iklim sejuk dan wilayahnya yang mempunyai banyak pegunungan sangat cocok untuk dijadikan sebagai lahan pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan terutama
Lebih terperinciREFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN
REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi
Lebih terperinciPRODUKSI PANGAN INDONESIA
65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,
I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, khususnya dalam Repelita VI, sektor pertanian masih mempunyai peranan strategis, yaitu sebagai sumber
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI Oleh : Sri Hery Susilowati Budiman Hutabarat Muchjidin Rachmat Adreng
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi
Lebih terperinciStruktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Skala Kecil Di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang. B.
A. PENDAHULUAN Beberapa tahun belakangan ini Indonesia menghadapi masalah pangan yang serius. Kondisi ini diperkirakan masih akan kita hadapi beberapa tahun ke depan. Stok pangan masih terbatas dan sangat
Lebih terperincipernbangunan dan pengembangan wilayah, penataan penyebaran penduduk yang merata dan seirnbang. Juga pemberian kesempatan
BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang. Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara ( GBHN ) RI tahun 1993, tertulis bahwa pernbangunan transrnigrasi diarahkan kepada pernbangunan dan pengembangan wilayah,
Lebih terperinciPendekatan Historis Struktural
Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan modernisasi membawa kenajuan bagi negara dunia ketiga
Lebih terperincitersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.
ELABORASI Letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya Indonesia akan sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit sumber alamnya yang melimpah. Sumber daya
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara-negara berkembang secara umum keadaannya sangat berbeda dengan negara maju. Standar kualitas kehidupan masih rendah, pangan masih belum mencukupi kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan yang penting dalam pembangunan Negara Indonesia dari dulu dan pada masa yang akan datang. Arti penting pertanian dapat dilihat secara
Lebih terperinciBAB VIII PENUTUP. Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial
BAB VIII PENUTUP Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Banyumas ini mengambil tiga fokus kajian yakni ekonomi politik kebijakan hutan rakyat,
Lebih terperinciV. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI
54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas 5.7212,8
Lebih terperinciPENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR
PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh : KURNIAWAN DJ L2D 004 330 NOVAR ANANG PANDRIA L2D 004 340 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciPEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI PEDESAAN INDONESIA
PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI PEDESAAN INDONESIA Studi Kasus:,, dan Oleh : Yusmichad Yusdja Catatan Redaksi: Tulisan ini merupakan risalah umum dari hasil penelitian pengusahaan lahan pertanian
Lebih terperinciANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN
ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin modern membantu percepatan proses pengolahan produksi pertanian. Modernisasi
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulawesi Tengah No. 61/11/72/Th.XX, 01 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SULAWESI TENGAH Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulawesi Tengah Selama Oktober 2017,
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam
1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana
Lebih terperinci