BAB II PENDEKATAN TEORITIS
|
|
- Hendra Sudirman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 BAB II 2.1 Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS Konsep Perkebunan Perkebunan adalah salah satu subsektor pertanian non pangan yang tidak asing di Indonesia. Pengertian perkebunan 2 dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2004 tentang perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah, dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Pendekatan pengembangan komoditas perkebunan di Indonesia adalah perkebunan rakyat yang diusahakan oleh petani dan perkebunan besar yang diusahakan oleh perusahaan (Fadjar 2009). Pada proses pembukaan maupun pengembangan, pengusaha perkebunan akan melakukan ekspansi. Secara harfiah ekspansi berarti tindakan aktif untuk memperluas dan memperbesar cakupan usaha yang telah ada. Ekspansi dalam bidang perkebunan besar dapat berarti perluasan areal atau lahan perkebunan baik yang dikelola oleh perusahaan sebagai kebun inti maupun lahan yang akan di plasmakan. Pada perkebunan rakyat proses ekspansi dapat dilihat pada peningkatan jumlah lahan yang dikonversi menjadi areal perkebunan. Pengembangan perkebunan kelapa sawit dimulai tahun 1900 dan perkebunan diusahakan berorientasi pada pasar ekspor. Pada tahun 1978, pemerintah mengambil kebijakan untuk mengalokasikan sebagian besar produksi minyak sawit ke pasar domestik karena adanya kekurangan penawaran minyak nabati yang disebabkan turunnya produksi kelapa. Pemerintah mengembangkan usaha perkebunan rakyat di daerah baru dengan menggunakan jasa perkebunan besar atau negara dalam bentuk keterkaitan antara kedua usaha tersebut pada tahun 1974/1975. Bentuk kerjasama macam ini 2 diakses pada 18 November 2010
2 7 disebut Perusahaan inti Rakyat Perkebunan Besar (PIR BUN) yang merupakan terjemahan dari Nucleus Estate Smallholder Development Project (NES Project). Pola inti rakyat ini tercipta berdasarkan Keppres Nomor 11 tahun 1974, yang merupakan suatu pola unuk mewujudkan sistem kerjasama yang saling menguntungkan antara perusahaan perkebunan besar dengan usahatani yang berada di sekitarnya. Khusus untuk pengembangan kelapa sawit, pola pengembangannya adalah pola PIR (Ahmad 1998). Sampai saat ini terdapat 4 jenis PIR: 1. PIR-BUN lokal: PIRBUN tersebut dilaksanakan disekitar perkebunan yang telah ada sebagai inti, sumber dana dari dalam negeri dan petani pesertanya dari petani setempat (lokal); 2. PIR Bun khusus: PIR-BUN tersebut dibangun dengan dana dalam negeri dan petani peserta sebagian besar transmigran dan petani lokal; 3. PIR-BUN Berbantuan: PIR-BUN tersebut dibangun dengan dana pinjaman kredit luarnegeri, dengan petani pesertanya dari transmigrasi dan petani local; dan 4. PIR-TRANS: Pir BUN tersebut dibangun dengan dana pinjaman bank oleh perusahaan inti, petani peserta dari transmigrasi dan penduduk lokal. Di masa mendatang semua pembangunan PIR BUN diarahkan pada pola PIR TRANS, sesuai INPRES tahun Konsep Transmigrasi Transmigrasi 3 merupakan suatu program pemerintah untuk memindahkan penduduk dari suatu wilayah yang padat penduduk ke wilayah yang lebih jarang penduduknya. Tujuan awal dari program transmigrasi adalah mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di Pulau Jawa, memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di pulau lain seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Seiring dengan perubahan lingkungan strategis di Indoensia, transmigrasi dilaksanakan dengan paradigma baru, yakni: 3 diakses pada 26 Juli 2011
3 8 1. mendukung ketahanan pangan dan penyediaan papan; 2. mendukung kebijakan energi alternatif (bio-fuel); 3. mendukung pemerataan investasi ke seluruh wilayah Indonesia; 4. mendukung ketahanan nasional pulau terluar dan wilayah perbatasan; dan 5. menyumbang bagi penyelesaian masalah pengangguran dan kemiskinan. Paradigma baru program transmigrasi semakin memperjelas bentuk dukungan pemerintah terhadap pengembangan perkebunan kelapa sawit seperti di jelaskan dalam sebelumnya. Program-program PIR pemerintah baik PIR-BUN khusus, PIR-BUN berbantuan, maupun PIR Trans adalah program yang melibatkan warga transmigran sebagai pelakunya. Program transmigrasi ditujukan kepada masyarakat dari golongan menengah ke bawah biasanya petani berlahan sempit atau tak berlahan dengan pendidikan yang umumnya rendah. Jenis-jenis transmigrasi adalah: 1. Transmigrasi Umum, yakni program transmigrasi yang disponsori dan dibiayai secara keseluruhan oleh pihak pemerintah melalui pemerintah melalui depnakertrans (departemen tenaga kerja dan transmigrasi); 2. Transmigrasi Spontan / Swakarsa, yakni perpindahan penduduk dari daerah padat ke pulau baru sepi penduduk yang didorong oleh keinginan diri sendiri namun masih mendapatkan bimbingan serta fasilitas penunjang dari pemerintah; dan 3. Transmigrasi Bedol Desa, yakni transmigrasi yang dilakukan secara massal dan kolektif terhadap satu atau beberapa desa beserta aparatur desanya pindah ke pulau yang jarang penduduk. Biasanya transmigrasi bedol desa terjadi karena bencana alam yang merusak desa tempat asalnya Perubahan Produksi Pertanian Perubahan produksi pertanian masyarakat dari komoditas non-kebun menjadi komoditas perkebunan merupakan proses perubahan dalam skala yang besar. Perubahan tersebut tidak hanya dilakukan oleh perseorangan, namun dilakukan oleh sekelompok orang. Kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi perubahan produksi pertanian masyarakat dari komoditas non-perkebunan yang menjadi komoditas perkebunan yang lebih bersifat modern dan kapitalis. Keputusan masyarakat untuk membangun kebun kelapa sawit sebagai hal baru
4 9 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Mugniesyah (2006) menjelaskan bahwa terdapat lima ciri-ciri inovasi berdasarkan penerimaan atau persepsi unit pengambil keputusan inovasi terhadap inovasi. Ciriciri tersebut adalah: 1. keuntungan relatif, yakni derajat dimana suatu inovasi dipandang sebagai jauh lebih baik dibanding gagasan/teknologi yang sebelumnya atau terdahulu; 2. kesesuaian, yakni derajat dimana suatu inovasi dipandang sebagai konsisten atau sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya yang ada, pengalaman sebelumnya, dan kebutuhan-kebutuhan partisipan (subyek) penyuluhan terhadap inovasi; 3. kerumitan, yakni suatu derajat atau tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan; 4. kemungkinan dicoba, yakni suatu derajat dimana suatu inovasi dapat dicobakan dalam skala kecil; dan 5. kemungkinan diamati, yakni derajat dimana hasil-hasil penerapan suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Widiono (2008) menjelaskan bahwa keputusan masyarakat untuk membuka kebun kelapa sawit dan bergabung dengan program KKPA (Koperasi Kelompok Petani Anggota) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: a. pengetahuan yang cukup. Pengetahuan tersebut diperoleh dari hasil interaksi dengan buruh perusahaan dan migran etnis Batak; b. ketersediaan modal untuk membuka dan merawat kebun kelapa sawit; dan c. jaminan pembelian dari perusahaan Konsep Agraria Sitorus (2002) menjelaskan bahwa lingkup agraria mengandung pengertian yang luas dari sekedar tanah pertanian atau pertanian, yaitu suatu bentang alam yang mencakup keseluruhan kekayaan alami (fisik dan hayati) dan kehidupan sosial yang terdapat di dalamnya. Lingkup agraria itu sendiri terdiri dari dua unsur, yaitu obyek agraria atau dapat disebut juga sebagai sumber-
5 10 sumber agraria dalam bentuk fisik. Sumber-sumber agraria ini sangat erat kaitannya dengan ruang fisik tertentu yang tidak dapat dipindahkan ataupun dimusnahkan. Oleh karena itu, sumber-sumber agraria sangat erat kaitannya dengan akumulasi kekuasaan (politik, ekonomi, sosial). Struktur agraria merupakan hal yang selalu berubah. Perubahan-perubahan tersebut terkait dengan perubahan pola penguasaan dan pemilikan lahan. Sedangkan unsur kedua adalah subyek agraria, yaitu pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap sumbersumber agraria tersebut. Secara garis besar, subyek agraria dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu komunitas (mencakup unsur-unsur individu, kesatuan dari unit-unit rumah tangga dan kelompok), pemerintah (sebagai representasi negara mencakup Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa) dan swasta (private sector mencakup unsur-unsur perusahaan kecil, menengah dan besar). Ketiga kategori ini memiliki ikatan dengan sumber-sumber agraria melalui institusi penguasaan/ pemilikan/ pemanfaatan (tenure institutions). Sitorus (2002) membagi analisis agraria ke dalam dua bentuk. Pertama, ketiga subyek agraria memiliki hubungan teknis dengan obyek agraria dalam bentuk kerja pemanfaatan berdasar hak penguasaan (land tenure) tertentu; kedua, ketiga subyek agraria satu sama lain berhubungan atau berinteraksi secara sosial dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan obyek agraria tertentu. Proporsi pertama menggambarkan hubungan teknis yang menunjukan cara kerja subyek agraria dalam pengolahan dan pemanfaatan obyek agraria untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan proporsi kedua menggambarkan hubungan sosial agraris yang menunjukan cara kerja subyek agraria yang saling berinteraksi dalam rangka pemanfaatan obyek agraria, dengan kata lain hubungan ini berpangkal pada perbedaan akses dalam hal penguasaan/pemilikan/dan pemanfaatan lahan. Wiradi (1984) menjelaskan bahwa kata penguasaan menunjuk pada penguasaan efektif, sedangkan pemilikan tanah menunjuk pada penguasaan formal. Penguasaan formal dapat dijelaskan dengan adanya undang-undang yang mengatur mengenai penguasaan tanah. Penguasaan tanah belum tentu dan tidak harus disertai dengan pemilikan. Penguasaan tanah dapat berupa hubungan pemilik dengan pemilik, pemilik dengan pembagi - hasil, pemilik dengan penyewa, pemilik dengan pemakai dan lain-lain (Sihaloho 2004). Kata
6 11 pengusahaan menunjuk pada pemanfaatan sebidang tanah secara produktif (Wiradi 1984). Hubungan-hubungan sosial agraria antar subyek agraria kemudian membentuk sebuah struktur. Hubungan pemanfaatan antara subjek-subjek agraria dengan sumber-sumber agraria menunjuk pada dimensi teknis atau lebih spesifik dimensi kerja. Hubungan antar subjek agraria menghasilkan aturan-aturan penguasaan dan pengusahaan lahan. Aturan-aturan tersebut berlaku secara turun menurun dan ditaati oleh seluruh anggota masyarakat Konsep Dinamika Struktur Agraria Pengertian dinamika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah gerak atau aktivitas. Gerak menjadi suatu pola pergeseran dan perubahan dari waktu ke waktu hubungannya dengan pola hidup manusia yang ditandai dengan momentum tertentu. Dinamika dalam kaitannya dengan struktur agraria adalah gerak perubahan struktur agraria masyarakat yang terdiri dari kepemilikan, penguasaan dan pengusahaan lahan. Wiradi (2002) menyebutkan bahwa tranformasi struktur agraria yang berlangsung dalam suatu masyarakat berkaitan dengan hal-hal berkut: 1) dinamika internal masyarakat, 2) intervensi pemerintah melalui berbagai kebijakan, 3) intervensi pihak lain atau pengaruh eksternal, dan 4) warisan sejarah. Struktur agraria terkait dengan tingkat penguasaan, dan pemilikan lahan merupakan hal yang dinamis. Struktur agraria dalam masyarakat akan terus berubah seiring dengan pertambahan waktu dan fenomena sosial yang terjadi. Pada awal terbentuknya masyarakat, sebagian besar wilayah di Indonesia dikuasai secara kolektif terlebih untuk daerah luar Jawa, karena pada masa kolonial di Jawa seluruh wilayah adalah milik raja. Pola penguasaan kolektif membuat masyarakat memiliki akses yang sama terhadap lahan (Fadjar 2009). Seiring dengan masuknya moda produksi modern, terjadi perubahan pola kepemilikan lahan dari yang bersifat kolektif menjadi perseorangan. Perubahan ini berakibat pada perubahan akses masyarakat terhadap lahan yang awalnya terbuka menjadi tertutup. Masyarakat dengan pola kepemilikan kolektif memiliki hak untuk menggarap lahan yang diatur oleh lembaga adat. Status kepemilikan lahan berada di tangan lembaga adat dan yang menjadi hak milik penggarap hanyalah tanaman
7 12 yang tumbuh di atas tanah tersebut. Pola penguasaan perseorangan yang dikuatkan oleh kebijakan pemerintah tentang pengakuan pemilikan tanah melalui sertifikasi membuat masyarakat yang tidak memiliki sertifikat tidak dapat mengakses lahan. Pola petani pemilik-buruh tani menjadi pilihan masyarakat dalam menghadapi keadaan ini. Kepemilikan lahan yang relatif sempit membuat petani lebih rentan untuk mengalihkan hak atas tanahnya kepada pihak lain dengan cara menjualnya (Indrizal 1997). Transfer kepemilikan melalui jual-beli merupakan hal yang wajar pada masyarakat dengan pola pemilikan perseorangan. Karena tanah memiliki nilai yang tinggi di mata masyarakat. Namun masyarakat yang pernah mengalami masa pemilikan kolektif memiliki kesulitan dalam menjalankan jual beli sebagai proses transfer kepemilikan. Karena tidak semua masyarakat memiliki cukup modal untuk membeli lahan. Masyarakat yang tidak memiliki cukup uang untuk membeli lahan akan menjadi penggarap dengan sistem sewa dan bagi hasil ataupun menjadi buruh tani di lahan-lahan yang telah dimiliki secara perseorangan. Perubahan-perubahan pada pola penguasaan dan pemilikan tanah membuat pola struktur agraria menjadi terstratifikasi oleh banyak lapisan bahkan dalam beberapa kasus menunjukkan gejala polarisasi, seperti dijelaskan oleh Sihaloho M, Purwandari H, dan Supriyadi A (2009) dalam penelitiannya di dua desa perkebunan di Banten. Gejala polarisasi terlihat dari timpangnya tingkat kepemilikan lahan pada masyarakat. Ketersediaan lahan yang semakin sempit membuat masyarakat perkebunan memiliki peran ganda dalam penguasaan lahan baik permanen maupun sementara. Proses masuknya moda produksi modern ke dalam sistem pertanian masyarakat memunculkan peran-peran baru dalam masyarakat. Peran-peran baru ini terkait dengan penyediaan alat-alat/sarana produksi pertanian. Bertambahnya jenis lapisan masyarakat pada struktur agraris masyarakat menunjukkan diferensiasi sosial. Perubahan yang terjadi pada struktur agraria menyebabkan pergerakan pada pelaku didalamnya. Banyak pihak yang masuk ke dalam struktur yang ada, tetapi juga banyak pihak yang kemudian keluar dari struktur masyarakat karena akses terhadap lahan yang hilang. Penelitian Sihaloho M, Purwandari H, dan Supriyadi A (2009) menyebutkan
8 13 lapisan-lapisan yang terbentuk setelah adanya proses pembukaan dan pengembangan perkebunan menjadi semakin beragam yakni petani pemilik, petani pemilik + penggarap, petani pemilik + buruh tani, petani penggarap, petani penggarap + buruh tani, dan buruh tani. 2.2 Kerangka Pemikiran Faktor Eksternal Masyarakat: Kebijakan Pemerintah Perubahan Produksi Pertanian: - Keputusan membuka Kebun - Keberlanjutan Kebun Faktor Internal Masyarakat: -Tingkat Pengetahuan -Tingkat Kepemilikan Modal Dinamika Struktur Agraria: - Perubahan Kepemilikan - Perubahan Penguasaan - Perubahan Pengusahaan Keterangan: : Berhubungan : Berhubungan bolak balik : Kuantitatif Gambar 1. Kerangka Pemikiran Komoditas yang ditanam masyarakat UPT Simpang Nungki pada awal kedatangannya beragam seperti padi, palawija, buah-buahan (jeruk), dan lain lain. Petani yang mengusahakan tanaman padi sawah pada umumnya lebih bersifat subsisten. Komoditas lain seperti palawija, sayur, dan jeruk lebih bersifat komersil. Perubahan produksi pertanian menjadi kelapa sawit yang merupakan komoditas baru dipengaruhi oleh beberapa hal yang dikelompokkan dalam dua aspek yakni faktor eksternal masyarakat yang terdiri dari kebijakan pemerintah terkait perluasan perkebunan kelapa sawit dan faktor internal masyarakat yang terdiri dari tingkat pengetahuan masyarakat dan tingkat pemilikan modal masyarakat untuk membangun maupun merawat kebun kelapa sawit. Tingkat pengetahuan ini ditinjau dari beberapa aspek yakni pengetahuan tentang
9 14 penanaman, perawatan, keuntungan serta kerugian menanam kelapa sawit, dan proses pasca produksi atau pasca kebun kelapa sawit. Perubahan produksi pertanian masyarakat dilihat dari dua hal yakni keputusan untuk membuka kebun kelapa sawit dan keberlanjutannya. Seiring dengan berlangsungnya proses perubahan komoditas pertanian masyarakat, berlangsung pula gerak perubahan dalam bidang struktur agraria masyarakat. Hal tersebut seperti di gambarkan pada kerangka pemikiran (Gambar 1). 2.3 HIPOTESIS PENELITIAN 1. faktor internal memiliki hubungan positif dengan perubahan produksi pertanian; 2. faktor eksternal masyarakat memiliki hubungan positif dengan perubahan produksi pertanian masyarakat; dan 3. dinamika struktur agraria memiliki hubungan dengan perubahan produksi pertanian masyarakat. 2.4 Definisi Operasional dan Konseptual 1. Perubahan produksi pertanian adalah proses perubahan komoditas pertanian masyarakat menjadi kelapa sawit. Pengukuran: a. tinggi (skor 3) jika responden memutuskan untuk membuka kebun kelapa sawit dan kebunnya bertahan sampai sekarang; b. sedang (skor 2) jika responden memutuskan membuka kebun tetapi kebunnya tidak bertahan sampai sekarang; dan c. rendah (skor 1) jika responden memutuskan untuk tidak membuka kebun kelapa sawit. 2. Faktor internal masyarakat adalah keadaan responden yang mempengaruhi keputusan responden membuka kebun kelapa sawit dan keberlanjutan kebunnya. Faktor internal terdiri dari:
10 15 - tingkat pengetahuan adalah pengetahuan responden yang terdiri dari pengetahuan tentang tata cara pembangunan kebun, perawatan kebun, pengetahuan tentang pasca kebun (pasca produksi) dan keuntungan serta kerugian dari kebun kelapa sawit, Pengukuran: a. tinggi (skor 3) jika responden dapat menjawab dan menjelaskan jawaban dengan sangat baik dan memiliki pandangan positif terhadap kebun dan komoditas kelapa sawit; b. sedang (skor 2) jika responden dapat menjawab dan menjelaskan jawaban dengan baik dan memiliki pandangan negatif terhadap kebun kelapa sawit atau responden memiliki pandangan positif tentang kebun kelapa sawit namun tidak dapat menjawab pertanyaan tentang pengetahuan tatacara pembukaan dan perawatan kebun dengan baik; dan c. rendah (skor 1) jika responden tidak dapat menjawab pertanyaan terkait pengetahuan tatacara pembukaan dan perawatan kebun kelapa sawit serta memiliki pandangan negatif tentang kebun kelapa sawit. - tingkat kepemilikan modal adalah jumlah uang yang dimiliki dan dialokasikan responden baik untuk membuka maupun merewat kebun kelapa sawit. Pengukuran: a. tinggi (skor 3) jika responden memiliki modal untuk membuka dan merawat kebun kelapa sawit; b. sedang (skor 2) jika responden hanya memiliki modal untuk membuka kebun kelapa sawit; dan c. rendah (skor 1) jika responden tidak memiliki modal untuk membuka maupun merawat kebun kelapa sawit.
11 16 3 Faktor eksternal masyarakat adalah faktor yang memengaruhi keputusan masyarakat untuk membangun kebun kelapa sawit yang berasal dari luar masyarakat. Faktor tersebut ditinjau dari kebijakan pemerintah yang memengaruhi keputusan masyarakat. 4. Dinamika adalah gerak atau aktivitas. Gerak menjadi suatu pola pergeseran dan perubahan dari waktu ke waktu hubungannya dengan pola hidup manusia yang ditandai dengan momentum tertentu. - Struktur agraria adalah pola hubungan secara teknis dengan objek agraria (lahan) dan pola hubungan sosial(antar subjek agraria). Struktur agraria di sini dimaknai sebagai pola hubungan dalam pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan lahan. Dinamika struktur agraria akan dilihat dari: a. tingkat perubahan penguasaan lahan adalah perbandingan penguasaan lahan sebelum dan sesudah masuknya perkebunan kelapa sawit.penguasaan lahan adalah penguasaan dan atau pemilikan atas dasar milik yang hanya terbatas pada akses terhadap lahan berupa lahan pribadi, sewa,bagi hasil, dan gadai; b. tingkat perubahan kepemilikan adalah perbandingan pemilikan lahan sebelum dan sesudah masuknya perkebunan kelapa sawit. Pemilikan lahan adalah penguasaan dan atau pemilikan lahan meliputi kemampuan akses dan kontrol secara formal meliputi lahan pribadi, sewa, bagi hasil dan gadai; dan c. tingkat perubahan pemanfaatan lahan adalah perbandingan pemanfaatan lahan sebelum dan sesudah masuknya perkebunan kelapa sawit. Status dan bentuk pemanfaatan adalah berupa pemanfaatan sendiri dan dimanfaatkan orang lain. Bentuk pemanfaatan lahan diantaranya berupa budidaya tanaman pangan, budidaya holtikultura, budidaya tanaman buah,dan lainnya.
DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN
DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan) Oleh Ayu Candra Kusumastuti
Lebih terperinciBAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan
51 BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Harga pasaran yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sawit. Petani tidak akan mampu memenuhi persyaratan-persyaratan ini sehingga mereka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengusahaan tanaman kelapa sawit di Indonesia sebagai suatu komoditi perkebunan selalu dilakukan oleh perkebunan besar yang dimiliki baik oleh pemerintah maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi manusia, bisa digunakan sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam masyarakat, karena mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan tiap manusia dalam lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinciBAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 10.1. Kesimpulan Dalam cakupan masa kontemporer, menguatnya pengaruh kapitalisme terhadap komunitas petani di empat lokasi penelitian dimulai sejak terjadinya perubahan praktek
Lebih terperinciURBANISASI DAN TRANSMIGRASI
1 URBANISASI DAN TRANSMIGRASI Disampaikan dalam Siaran Langsung Interaktif TV Edukasi 24 APRIL 2010 oleh : Dr. Siti Nurjanah, SE, M.Si DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PUSAT TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri manufaktur dan sebagai sumber devisa negara. Pengembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A.. Latar Belakang Subsektor perkebunan dalam perekonomian Indonesia mempunyai peranan strategis, antara lain sebagai penyerap tenaga kerja, penyedia pangan, penopang pertumbuhan industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.
Lebih terperinciBAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN
51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai
Lebih terperinciINDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166
INDEKS A adopsi teknologi 94, 100, 106, 111, 130, 171, 177 agregat 289, 295, 296, 301, 308, 309, 311, 313 agribisnis 112, 130, 214, 307, 308, 315, 318 agroekosistem 32, 34, 35, 42, 43, 52, 55, 56, 57,
Lebih terperinci2015 PERBANDINGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI ANTARA PETANI PLASMA DENGAN PETANI NON PLASMA DI KECAMATAN KERUMUTAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi menguraikan tentang litosfer, hidrosfer, antroposfer, dan biosfer. Di dalam lingkup kajian geografi pula kita mengungkapkan gejala gejala yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pertanian dan Petani Pertanian memiliki arti penting dalam pembangunan perekonomian. Sektor pertanian tidak saja sebagai penyediaan kebutuhan pangan melainkan sumber kehidupan.
Lebih terperinciREFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN
REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. pemerintah serta ditetapkan melalui undang-undang. Berdasarkan undang-undang
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Transmigrasi Transmigrasi merupakan salah satu bentuk migrasi yang diatur dan dibiayai oleh pemerintah serta ditetapkan melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok selalu terjadi, baik secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Dalam masyarakat, interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok selalu terjadi, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciReforma Agraria Di Bidang Pertanian : Studi Kasus Perubahan Struktur Agraria dan Diferensiasi Kesejahteraan Komunitas Pekebun di Lebak, Banten 1
ISSN : 1978-4333, Vol. 03, No. 01 1 Reforma Agraria Di Bidang Pertanian : Studi Kasus Perubahan Struktur Agraria dan Diferensiasi Kesejahteraan Komunitas Pekebun di Lebak, Banten 1 Martua Sihaloho, Heru
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN
LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN Oleh: Henny Mayrowani Tri Pranadji Sumaryanto Adang Agustian Syahyuti Roosgandha Elizabeth PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil bercocok tanam atau
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)
LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis
Lebih terperinciKAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati
Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2, Juli 2011: 498-503 KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU Henny Indrawati Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau Email:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Akhir tahun 70-an dan awal 80-an, Pemerintahan Orde Baru menggalakkan program transmigrasi dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, seperti Sulawesi, Kalimantan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR: 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN
PERATURAN DAERAH DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR: 18 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini. difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara pengembangan bidang industrialisasi
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini
Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Pemerintah menguasai dan wajib menggunakan seluruh sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengembangan wilayah di berbagai daerah melalui. melalui program revitalisasi perkebunan mendorong para pengusaha/ pekebun untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian strategi yang menjadi salah satu pilar bagi perekonomian Indonesia.Komoditi ini memberikan sumber pendapatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. petani identik dengan kehidupan pedesaan. Sebagian besar petani yang ada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian yang merupakan pekerjaan bercocok tanam, dalam kehidupan petani identik dengan kehidupan pedesaan. Sebagian besar petani yang ada di Indonesia merupakan
Lebih terperinciDelapan puluh persen penduduk Indonesia, hidup di. ikut serta mengolah informasi guna berpartisipasi dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Penelitian Delapan puluh persen penduduk Indonesia, hidup di pedesaan. Pada umumnya mereka lambat dalam memahami dan ikut serta mengolah informasi guna berpartisipasi
Lebih terperinciM. Fadhil Hasan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI)
M. Fadhil Hasan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Mayoritas diusahakan oleh petani dengan skala usaha yang relatif kecil dan terpencar. Produktifitas rendah. Harga berfluktuasi mengikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penguasaan dan Pengusahaan Lahan Pola Penguasaan Tanah dan Reforma Agraria
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penguasaan dan Pengusahaan Lahan Menurut Wiradi (2008) dalam tulisannya tentang Pola Penguasaan Tanah dan Reforma Agraria, istilah land tenure dan land tenancy sebenarnya merupakan
Lebih terperinciKAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT.
KAJIAN (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. 2009/10 1 FOKUS Mempelajari hubungan antara manusia yang mengatur penguasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kakao di Indonesia telah menjadi tumpuan masyarakat yang tinggal di pedesaan dalam memenuhi kelangsungan hidup (survival) dan membuat kehidupan yang lebih
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan
Lebih terperinciPEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo
1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang perkebunan. Hal ini menjadikan subsektor perkebunan di
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah
5 TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah Tanah merupakan salah satu sumber agraria selain perairan, hutan, bahan tambang, dan udara (UUPA 1960). Sebagai negara agraris yang memiliki jumlah
Lebih terperinciDAMPAK INDUSTRI TERHADAP PERKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH
DAMPAK INDUSTRI TERHADAP PERKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH 1. Dampak Industry Terhadap Perekonomian Krisis ekonomi menyebabkan turunnya kinerja sektor industri. jumlah unit industri besar berkurang, namun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan
Lebih terperinciBAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL
38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung oleh ketersediaannya air yang cukup merupakan faktor fisik pendukung majunya potensi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional
Lebih terperinciLahan Sawah Bukaan Baru EPILOG. Fahmuddin Agus dan Neneng L. Nurida
Lahan Sawah Bukaan Baru 175 9. EPILOG Fahmuddin Agus dan Neneng L. Nurida Buku ini telah menguraikan berbagai aspek teknis pengelolaan tanah sawah bukaan baru. Bab II tentang sebaran dan potensi pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. petani ikan dan sebagainya. Menurut Loekman (1993:3) Besarnya fungsi sektor pertanian bagi masyarakat Indonesia tentu saja harus
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, baik bertani sayuran, padi, holtikultura, petani ikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Propinsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor
Lebih terperinciKETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG
KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari pembangunan ekonomi nasional pada hakekatnya merupakan suatu pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan ini, pada dasarnya tak pernah berakhir, karena sifat kebutuhan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan
1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan memperhatikan tiap-tiap gejala
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL
BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agraria Pengertian agraria menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 (UU No.5 Tahun 1960) adalah seluruh bumi, air dan ruang angkasa,
Lebih terperinciUnsur-unsur subsistem agribisnis (usaha tani)
SUB SISTEM ON FARM Unsur-unsur subsistem agribisnis (usaha tani) Unsur-unsur yang terlibat dalam subsistem produksi (usaha Tani) 1. Tanah (Hamparan Tanah) Lahan Usaha (Land) 2. Tenaga Kerja (Labour) 3.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan masyarakat merupakan tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha (swasta dan koperasi), serta masyarakat. Pemerintah dalam hal ini mencakup pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu. Pangan merupakan sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun
Lebih terperinciPertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian
11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian merupakan salah satu
Lebih terperinciLAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT
LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah
Lebih terperinciX. KESIMPULAN DAN SARAN
254 X. KESIMPULAN DAN SARAN 10. 1. Kesimpulan 1. Struktur kemitraan dalam pola perusahaan inti rakyat (pola PIR) dan perilaku peserta PIR kelapa sawit di Sumatera Selatan (inti, petani plasma dan koperasi)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan didefinisikan sebagai usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam berupa ternak, dengan cara produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Lebih terperinci5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembahasan mengenai transmigrasi merupakan pembahasan yang dirasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembahasan mengenai transmigrasi merupakan pembahasan yang dirasa perlu untuk diperbincangkan. Karena transmigrasi merupakan salah satu program pemerintah yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Struktur Agraria Istilah agraria berdasarkan penelusuran etmologis Kamus Bahasa Latin- Indonesia dan World Book Dictionary dalam Sitorus (2002) berasal
Lebih terperinci